Anda di halaman 1dari 24

“TERAPI BERMAIN PUZZLE”

PADA ANAK USIA PRASEKOLAH YANG MENGALAMI


HOSPITALISASI
Dosen Pembimbing : Lilis Maghfuroh, S.Kep., Ns., M.Kes

Kelompok 2
1. Nurul Umi Maslikah (2102013360P)

2.Ria Damayanti (2102013363P)

3.Wahyu Susilowati (2102013367P)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH LAMONGAN

2022/2023
Kata Pengantar
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT berkat limpahan rahmat
dan karunia Nya kami bisa menyelesaikan susunan makalah ini tepat waktu.
Makalah dengan judul “ Terapi Bermain Puzzle “ Pada Anak Usia Prasekolah
Yang Mengalami Hospitalisasi ini berisi bagaimana cara memberikan terapi
bermain pada anak usia sekolah yang mengalami rawat inap di Rumah Sakit.

Diharapkan makalah ini bisa bermanfaat untuk para pembaca, makalah ini
berisi tentang terapi bermain, khususnya untuk anak usia prasekolah dengan terapi
bermain puzzle.

Kami mengharapkan kritik dan juga saran yang membangun guna


kesempurnaan makalah ini. Kami juga mengucapkan banyak terimakasih kepada
semua pihak yang membantu terselesaikannya makalah ini.

Kediri, 28 Maret 2023

Penulis
DAFTAR ISI
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hospitalisasi pada anak merupakan sumber baru bertambahnya stress,


kecemasan dan kecewa pada anak. Dikarenakan di rumah sakit anak harus
menjalani pengobatan dan terapi yang menurut mereka sangat sulit dan
melelahkan. Adaptasi lingkungan baru dan berpisah dengan lingkungan lama,
prosedur dan orang asing di hospitalisasi akan mengakibatkan stress pada anak
( Hariyadi, 2016)

Bermain merupakan aktivitas yang dilakukan dengan waktu singkat di


sela sela program terapi di RS dengan tujuan agar anak dapat beraktivitas
ringan dan melakukan ketrampilan sesuai apa yang di minati agar dapat
berekspresi dan menjadi kreatif agar dapat beradaptasi lebih efektif terhadap
stress. ( Hariyadi, 2016)

Anak prasekolah adalah anak yang berumur antara 3-6 tahun, pada


masa ini anak-anak senang berimajinasi dan percaya bahwa mereka memiliki
kekuatan. Pada usia prasekolah, anak membangun kontrol sistem tubuh seperti
kemampuan ke toilet, berpakaian, dan makan sendiri (Potts & Mandeleco,
2012).

Pada anak usia prasekolah yang mengalami hospitalisasi permainan


yang cocok yang bisa digunakan untuk terapi bermain adalah oirigami atau
seni melipat kertas, puzzle, menggambar, menggunting kertas, bermain peran,
mewarnai dan banyak permainan lain untuk mengembangkan atau
menstimulasi kemampuannya. Kemampuan anak pada usia prasekolah sudah
mulai meningkat, kemampuan motorik halus dan kasar sudah mulai banyak.

Permainan edukasi yang bisa diberikan ketika anak di rawat di Rumah


Sakit salah satunya adalah puzzle. Dalam bermain puzzle, anak sakit tidak
membutuhkan tenaga lebih, bisa bermain sambil duduk. Permainan ini bisa
mengasah kemampuan anak, kemampuan motorik halus, kognitif, melatih
koordinasi mata, melatih konsentrasi dan melatih anak mengetahui hubungan
sebab akibat.

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

Anak diharapkan dapat melanjutkan tumbuh kembangnya meski dalam


keadaan sakit. Mengembangkan kemampuan secara motorik, visual maupun
kognitif. Mengembangkan aktifitas dan kreatifitas melalui bermain bersama
dan beradaptasi secara baik dalam menghadapi hospitalisasi.

1.2.2 Tujuan Khusus

Setelah bermain bersama selama 30 menit anak bisa meningkatkan


kemampuannya dalam hal :

a. Melatih konsentrasi, ketelitian dan kesabaran


b. Melatih koordinasi mata dan tangan. Anak belajar mencocokkan
keping-keping puzzle dan menyusunnya menjadi satu gambar.
c. Memperkuat daya ingat
d. Mengenalkan anak pada konsep hubungan
e. Dengan memilih gambar/bentuk, dapat melatih anak untuk berfikir
matematis (menggunakan otak kiri).
BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Konsep Dasar Bermain

2.1.1 Pengertian

Bermain merupakan kegiatan menyenangkan yang dilakukan dengan


tujuan bersenang-senang, yang memungkinkan seorang anak dapat
melepaskan rasa frustasi (santrock, 2007). Menurut Wong, 2009 bermain
merupakan kegiatan anak- anak, yang dilakukan berdasarkan keinginannya
sendiriuntuk mengatasi kesulitan, stress dan tantangan yang ditemui serta
berkomunikasi untuk mencapai kepuasan dalam berhubungan dengan
oranglain. (Heri S dan Intan F, 2017)

Terapi bermain merupakan kegiatan untuk mengatasi masalah emosi


dan perilaku anak- anak karena responsif terhadap kebutuhan unik dan
beragam dalam perkembanagn mereka. Anak mengekspresikannya secara
alami dengan berbagai aktivitas atau kegiatan bermain. Dengan bermain
anak bisa mengekspresikan apa yang mereka rasakan.

2.1.1 Tujuan Terapi Bermain

Anak bermain pada dasarnya agar ia memperoleh kesenangan, sehingga


tidak akan merasa jenuh. Bermain tidak sekedar mengisi waktu tetapi
merupakan kebutuhan anak seperti halnya makan, perawatan, dan cinta
kasih. Bermain merupakan unsur yang penting untuk perkembangan fisik,
emosi, mental, intelektual, kreativitas dan sosial. Anak dengan bermain
dapat mengungkapkan konflik yang dialaminya. Bermain cara yang baik
untuk megatasi kemarahan, kekhawatiran, dan kedukaan.

Adapun tujuan bermain di rumah sakit adalah agar anak dapat


melanjutkan fase tumbuh kembang secara optimal, mengembangkan
kreativitas anak sehingga anak dapat beradaptasi lebih efektif terhadap
stress.
Terapi bermain dapat membnatu anak mengatasi kecemasan, karena
keteganganan mengenendor ketika bermain, memungkinkan anak untuk
menyalurkan energi fisik danmelepas emosi yang tertahan.

Permainan juga sangat mendukung pertumbuhan dan perkembangan


anak, yaitu diantaranya:

1. Perkembangan Kognitif

1) Anak mulai mengerti dunia


2) Anak mampu mengembangkan pemikiran yang fleksibel dan
berbeda
3) Anak memiliki kesempatan untuk menemui dan mengatasi
permasalahan- permasalahan yang sebenarnya.

2. Perkembangan Sosial dan Emosional

1) Anak mengembangkan kemampuan berkomuikasi secara verbal


maupun nonverbal melalui negosiasi peran, mencoba
memperoleh akses untuk permainan yang berkelanjutan atau
menghargai perasaan orang lain
2) Anak merespon perasaan teman sebaya sambil menanti giliran
bermain dan berbagi pengalaman
3) Anak bereksperimen dengan peran orang- orang di sekitanya
4) Anak belajar menguasai perasaannya ketika dia amarah, sedih
atau khawatir dalam keadaan terkontrol.
3. Perkembangan Bahasa
1) Dalam permainan dramatik, anak menggunakan pernyataan -
pernyataan peran, infleksi (perubahna nada suara) dan bahasa
komunikasi yang tepat
2) Anak menggunakan bahasa untuk tujuan yang berbeda dan
situasi yang berbeda dengan orang yang berbeda pula.
3) Anak menggunakan bahasa untuk meminta alat bermain,
bertanya, mengekspresikan gagasan atau mengadakan dan
meneruskan permainan.
4) Melalui bermain anak bereksperimen dengan kata- kata, suku
kata bunyi dan struktur bahasa.

4. Perkembangan Fisik / Jasmani

1) Anak terlibat dalam peermainan aktif menggunakan keahlian


motorik kasar
2) Anak mampu memungut dan menghitung benda- benda kecil
menggunakan kemampuan motorik halusnya

5. Perkembangan Pengenalan Huruf (Literacy)

1) Proses membaca dan menulis anak seringkali pada saat anak


sedang bermain permainan dramatik, ketika dia membaca cetak
yang tertera , membuat daftar belanja atau bermain sekolah-
sekolah
2) Permainana dramatik membantu anak memahami cerita dan
struktur cerita
3) Permainan dramatik anak memasuki dunia bermain seolah –
olah mereka adalah karakter atau benda lain. Permainan ini
membantu mereka masuk dunia karakter buku.

2.1.2 Manfaat Terapi Bermain

Perawatan anak di rumah sakit merupakan pengalaman yang penuh


dengan stress, baik bagi anak maupun bagi orangtua. Beberapa bukti ilmiah
menunjukkan bahwa lingkungan rumah sakit itu sendiri merupakan
penyebab stress bagi anak dan orangtuanya, baik lingkungan fisik rumah
sakit, petugas kesehatan, maupun lingkungan sosial. Perasaan seperti takut,
cemas, tegang, nyeri, dan perasaan yang tidak menyenangkan lainnya.
Untuk itu anak memerlukan media yang dapat mengekspresikan perasaan
tersebut dan mampu berkerjasama dengan petugas kesehatan selama dalam
perawatan. Media yang paling efektif adalah melalui kegiatan bermain.
Permainan yang terapeutik didasari oleh pandangan bahwa bermain bagi
anak merupakan aktivitas yang sehat dan diperlukan untuk kelangsungan
tumbuh kembang anak dan memungkinkan untuk dapat menggali dan
mengekspresikan perasaan, pikiran, mengalihkan nyeri, dan relaksasi.
Sehingga kegiatan bermain harus menjadi bagian integral dari pelayanan
kesehatan anak di rumah sakit (Ahmadi, 2008).

Menurut Adriana (2013) menyatakan bahwa aktivitas bermain


yang dilakukan di rumah sakit memberikan manfaat:

1) Membuang energi ekstra.


2) Mengoptimalkan pertumbuhan sseluruh bagian tubuh.
3) Aktivitas yang dilakukan dapat meningkatkan nafsu makan
anak.
4) Anak belajar mengontrol diri.
5) Meningkatkan daya kreativitas.
6) Cara untuk mengatasi kemarahan, kecemasan, kedukaan dan iri
hati.
7) Kesempatan untuk belajar bergaul dengan orang lain atau anak
lainnya.
8) Kesempatan untuk belajar mengikuti aturan
9) Dapat mengembagkan kemampuan intelektualnya.

2.1.3 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Pola Bermain Pada


Anak
Menurut Sujono (2009), faktor-faktor yang mempengaruhi pola
bermain pada anak yaitu:
1) Tahap perkembangan, setiap perkembangan mempunyai
potensi atau keterbatasan dalam permainan. Alat permainan
pada tiap umur berbeda
2) Status kesehatan, pada anak yang sedang sakit kemampuan
psikomotor/kognitif terganggu. Sehingga ada saat-saat dimana
anak sangat ambisius pada permainannya dan ada saat-saat
dimana anak sama sekali tidak punya keinginan untuk bermain.
3) Jenis kelamin, anak laki-laki dan perempuan sudah membentuk
komunitas tersendiri. Tipe dan alat permainan pun berbeda,
misalnya anak laki-laki suka main bola dan anak perempuan
suka bermain boneka.
4) Lingkungan, lokasi dimana anak berada sangat mempengaruhi
pola permainan anak.
5) Alat permainan yang cocok, disesuaikan dengan tahap
perkembangan sehingga anak menjadi senang.

2.1.4 Kategori Permainan


Menurut Saputro dan Intan (2017), terapi bermain diklasifkasikan
menjadi 2 yaitu:
1) Bermain Aktif
Dalam bermain aktif, kesenangan timbul dari apa yang
dilakukaan anak, apakah dalam bentuk kesenangan bemain alat
misalnya mewarnai gambar, melipat kertas origami dan
menempel gambar. Bermain aktif juga dapat dilakukan dengan
bermain peran misalnya bermain dokter-dokteran dan bermain
dengan menebak kata.
2) Bermain Pasif
Dalam bermain pasif, hiburan atau kesenangan diperoleh dari
kegiatan orang lain. Pemain menghabiskan sedikit energi, anak
hanya menikmati temannya bermain atau menonton televisi
dan membaca buku. Bermain tanpa mengeluarkan banyak
tenaga, tetapi kesenangannya hampir sama dengan bermain
aktif.

2.1.5 Klasifikasi Permainan


Menurut Wong (2009), bahwa permainan dapat diklasifikasikan :
a. Berdasarkan Isinya
1) Bermain afektif sosial (social affective play)
Permainan ini adalah adanya hubungan interpersonal yang
menyenangkan antara anak dan orang lain. Anak
mendapatkan kesenangan dari hubungannya dengan
orangtuannya.
2) Bermain untuk senang-senang (sense of pleasure)
Permainan ini akan menimbulkan kesenangan bagi
anakanak. Permainan ini membutuhkan alat yang mampu
memberikan kesenangan pada anak, misalnya
menggunakan pasir untuk membuat gunung-gunung,
menggunakan air yang dipindahkan dari botol, atau
menggunakan plastisin untuk membuat sebuah konstruksi
3) Permainan keterampilan (skill play)
Permainan ini akan meningkatkan keterampilan bagi anak.
Khususnya keterampilan motorik kasar dan motorik halus.
Keterampilan tersebut diperoleh melalui pengulangan
kegiatan dari permainan yang dilakukan.
4) Permainan simbolik atau pura-pura ( dramatic play role)
Permainan anak yang dilakukan dengan cara memainkan
peran dari orang lain. Dalam permainan ini akan membuat
anak melakukan percakapan tentang peran apa yang mereka
tiru. Dalam permainan ini penting untuk memproses atau
mengidentifikasi anak terhadap peran tertentu.
b. Berdasarkan Karakteristik Sosial
1) Solitary Play
Permainan ini dimulai dari usia bayi dan merupakan
permainan sendiri atau independent. Walaupun ada orang
disekitarnya bayi atau anak tetap melakukan permainan
sendiri. Hal ini karena keterbatasan mental, fisik, dan
kognitif.
2) Paralel Play
Permainan ini dilakukan oleh sekelompok orang.
Permainan ini dilakukan anak balita atau prasekolah yang
masing-masing mempunyai permainan yang sama tetapi
satu sama lainnya tidak ada interaksi dan tidak saling
bergantung, dan karakteristik pada usia todler dan
prasekolah.
3) Asosiative play
Permainan kelompok dengan atau tanpa tujuan kelompok.
Permainan ini dimulai dari usia toddler dan dilanjutkan
sampai usia prasekolah. Permainan ini merupakan
permainan dimana anak dalam kelompok dengan aktivitas
yang sama tetapi belum terorganisir secara formal.
4) Cooperative play
Suatu permainan yang dimulai dari usia prasekolah.
Permainan ini dilakukan pada usia sekolah dan remaja.
5) Therapeutik play
Merupakan pedoman bagi tenaga dan tim kesehatan,
khususnya untuk memenuhi kebutuhan fisik dan
psikososial anak selama hospitalisasi. Dapat membantu
dalam mengurangi stress, cemas, memberikan instruksi dan
perbaikan kemampuan fisiologis.

Menurut Yuliastati (2016), jenis permainan berdasarkan


kelompok usia terbagi atas:
a. Anak usia bayi → sense of pleasure play
1) 0-3 bulan :
 Interaksi yang menyenangkan antara bayi dan
orang tua dengan orang dewasa di sekitarnya.
 Ciri khas : perasaan senang
 Alat yang biasa digunakan : gantungan berwarna
terang dengan musik yang menarik (stimulasi
pendengaran).
2) 2-6 bulan :
Stimulasi penglihatan dengan menonton TV, mainan
warna terang, mudah dipegang, misal cermin di depan
bayi.
 Stimulasi pendengaran : dibiasakan memanggil
nama, menggulang suara yang dikelaurkan,
meletakkan mainan yang berbunyi di dekat
anak.
 Stimulasi taktil : beri mainan yang dapat
dipegang, lembut dan lentur. Saat mandi anak
dibiarkan bermain air.
3) 7-9 bulan :
 Stimulasi penglihatan : mainan berwarna terang,
kertas, alat tulis. Biarkan mencoret sesuai
dengan keinginan.
 Stimulasi pendengaran : diberikan boneka
bunyi, mainan yang dapat dipegang dan
berbunyi saat digerakkan.
 Alat permainan yang biasa diberikan : buku
dengan warna terang,
 mencolok, gelas dan sendok yang tidak pecah,
bola yang besar, boneka, mainan yang didorong
b. Anak usia toddler (1-3 tahun)
1) Anak banyak bergerak, tidak bisa diam, mengimbangi
otonomi dan kemampuan untuk mandiri.
2) Anak ingin tahu yang besar sehingga anak sering
bongkar pasang.
3) Jenis mainan yang tepat = solitary & paralel play (1 – 2
th : solitary play, 2 – 3 th : paralel play)
4) Jenis mainan yang diberikan : boneka, kereta api, truk,
sepeda roda tiga, alat masak, alat menggambar, bola,
pasir, tanah liat, lilin warna warni.
c. Usia pra sekolah (3-6 tahun)
1) Anak lebih aktif dan kreatif, imajinatif, kemampuan
bicara dan hubungan sosial lebih tinggi.
2) Jenis permainan : associative, dramatic, skil play
3) Jenis mainan yang diberikan : mobil-mobilan, alat
olahraga,berenang, permainan balok besar.
4) Anak mampu memainkan peran : drama.
d. Usia sekolah (6-12 tahun)
1) Mampu bekerjasama : pergaulan untuk mengenal norma
baik-buruk
2) Anak mengembangkan kemampuannya untuk bersaing
secara sehat.
3) Karakteristik bermain untuk laki-laki diberikan mainan
jenis mekanik sehingga kreatif berkreasi, misal : mobil-
mobilan.
4) Pada wanita untuk mengembangkan perasaan,
pemikiran, sikap dalam menjalankan peran sebagai
wanita, misal : alat masak
e. Anak usia remaja (13-18 tahun)
1) Anak remaja berada dalam suatu fase peralihan. Di satu
sisi akan meninggalkan masa kanak-kanak dan di sisi
lain masuk pada usia dewasa dan bertindak sebagai
individu sehingga akan mengalami krisis identitas dan
bila tdk sukses melewatinya akan mencari kompensasi
pada hal yang berbahaya, misal : mengkonsumsi
obatobat terlarang, minumam keras dan/atau seks bebas.
2) Prinsip perrmainan bagi anak remaja yaitu tidak hanya
sekedar mencari kesenangan dan meningaktkan
perkembangan fisioemosional, tetapi juga lebih ke arah
menyalurkan minat, bakat, dan aspirasi serta membantu
remaja untuk menemukan identitas pribadinya.
3) Peran orang tua yaitu
mengkomunikasikan/memberitahu anak untuk mengisi
kegiatan yang konstruktif, misal : melakukan permainan
dengan olahraga, turut serta dalam kegiatan
oranganisasi remaja yang positif seperti karang taruna,
kelompok bola basket, sepak bola.
2.1.6 Prinsip Bermain di Rumah Sakit
Meskipun anak sedang sakit atau dirawat di rumah sakit,
tugas pekembangan tidaklah terhenti. Hal ini bertujuan,
melanjutkan tumbuh dan kembang selama perawatan, sehingga
kelangsungan tumbuh kembang dapat berjalan, dapat
mengembangkan kreativitas dan pengalaman, anak akan mudah
beradaptasi terhadap stress karena penyakit yang dialami. Prinsip
bermain di rumah sakit yaitu:
a. Tidak banyak mengeluarkan energi diberikan secara
singkat dan sederhana.
b. Mempertimbangkan keamanan dan infeksi silang.
c. Kelompok usia yang sebaya.
d. Permainan tidak bertentangan dengan pengobatan.
e. Melibatkan orang tua atau keluarga (Suriadi & Rita,
2010)
2.1.7 Fungsi Bermain di Rumah Sakit
Meskipun anak sedang mengalami perawatan di rumah
sakit, kebutuhan aktivitas anak akan aktivitas bermain tidak boleh
terhenti. Bermain di rumah sakit juga dibutuhkan. Menurut Ikhbal
(2016) bermain di rumah sakit memiliki fungsi sebagai berikut:
a. Memfasilitasi anak untuk beradaptasi dengan
lingkungan yang asing.
b. Memberi kesempatan untuk membuat keputusan dan
kontrol
c. Membantu mengurangi stress terhadap perpisahan.
d. Memberi kesempatan untuk mempelajari tentanng
bagian-bagian tubuh dan fungsinya.
e. Memperbaiki konsep-konsep yang salah tentang
penggunaan dan tujuan peralatan serta proedur medis.
f. Memberi peralihan dan relaksasi.
g. Membantu anak untuk merasa lebih aman dalam
lingkungan.
h. Memberikan solusi untuk mengurangi tekanan dan
untuk mengeksplorasi perasaan.
i. Mengembangkan kemampuan anak berinteraksi dengan
orang lain di rumah sakit.
j. Mencapai tujuan terapeutik.

2.2 Konsep Puzzle


2.2.1 Pengertian Puzzle
Puzzle merupkan salah satu alat bermain yang dapat membantu
perkembangan psikososial pada anak usia prasekolah. Puzzle
merupakan alat permainan asosiatif sederhana. Permainan mengenai
terapi bermain menggunakan puzzle untuk mengatasi kecemasan
sendiri telah dilakukan, dengan hasil terapi bermain puzzle dapat
mengatasi kecemasan pada anak yang dihospitalisasi (Mutiah, 2015).
Penelitian oleh Kaluas (2015) juga menyatakan bahwa bermain
puzzle dapat menurunkan kecemasan pada anak. Hal ini karena saat
bermain puzzle anak dituntut untuk sabar dan tekun dalam
merangkainya. Lambat laun hal ini akan berakibat pada mental anak
sehingga anak terbiasa bersikap tenang, tekun, dan sabar dalam
menghadapi sesuatu. Bermain puzzle tidak hanya memiliki manfaat
untuk mengatasi kecemasan namun juga membantu untuk
perkembangan anak (Pratiwi & Deswita, 2013)
Puzzel berasal dari bahasa Inggris yang berarti teka-teki atau
bongkar pasang, media puzzle merupakan media sederhana yang
dimainkan dengan bongkar pasang. Berdasarkan pengertian tentang
media puzzle, maka dapat disimpulkan bahwa media puzzle
merupakan alat permainan edukatif yang dapat merangsang
kemampuan matematika anak, yang dimainkan dengan cara
membongkar pasang kepingan puzzle berdasarkan pasangannya.

Gambar 2.1 Puzzle

Ada beberapa jenis puzzle, antara lain:


1) Puzzle konstruksi
Puzzle rakitan (construction puzzle) merupakan
kumpulan potongan-potongan yang terpisah, yang dapat
digabungkan kembali menjadi beberapa model. Mainan
rakitan yang paling umum adalah blok-blok kayu sederhana
berwarna-warni. Mainan rakitan ini sesuai untuk anak yang
suka bekerja dengan tangan, suka memecahkan puzzle, dan
suka berimajinasi.

Gambar 2.2

2) Puzzle batang (stick)


Puzzle batang merupakan permainan teka-teki
matematika sederhana namun memerlukan pemikiran kritis
dan penalaran yang baik untuk menyelesaikannya. Puzzle
batang ada yang dimainkan dengan cara membuat bentuk
sesuai yang kita inginkan ataupun menyusun gambar yang
terdapat pada batang puzzle.

Gambar 2.3
3) Puzzle lantai
Puzzle lantai terbuat dari bahan sponge (karet/busa)
sehingga baik untuk alas bermain anak dibandingkan harus
bermain di atas keramik. Puzzle lantai memiliki desain yang
sangat menarik dan tersedia banyak pilihan warna yang
cemerlang. Juga dapat merangsang kreativitas dan melatih
kemampuan berpikir anak. Puzzle lantai sangat mudah
dibersihkan dan tahan lama.

Gambar 2.4
4) Puzzle angka
Mainan ini bermanfaat untuk mengenalkan angka. Selain
itu anak dapat melatih kemampuan berpikir logisnya dengan
menyusun angka sesuai urutannya. Selain itu, puzzle angka
bermanfaat untuk melatih koordinasi mata dengan tangan,
melatih motorik halus serta menstimulasi kerja otak.

Gambar 2.5
5) Puzzle transportasi
Transportasi merupakan permainan bongkar pasang yang
memiliki gambar berbagai macam kendaraan darat, laut dan
udara. Fungsinya selain untuk melatih motorik anak, juga
untuk stimulasi otak kanan dan otak kiri. Anak akan lebih
mengetahui macam-macam kendaraan.

Gambar 2.6
6) Puzzle logika
Puzzle logika merupakan puzzle gambar yang dapat
mengembangkan keterampilan serta anak akan berlatih
untuk memecahkan masalah. Puzzle ini dimainkan dengan
cara menyusun kepingan puzzle hingga membentuk suatu
gambar yang utuh.

Gambar 2.7
7) Puzzle geometri
Puzzle geometri merupakan puzzle yang dapat
mengembangkan keterampilan mengenali bentuk geometri
(segitiga, lingkaran, persegi dan lain-lain), selain itu anak
akan dilatih untuk mencocokkan kepingan puzzle geometri
sesuai dengan papan puzzlenya.

Gambar 2.8
8) Puzzle Penjumlahan dan Pengurangan
Puzzle penjumlahan dan pengurangan merupakan puzzle
yang dapat mengembangkan kemampuan logika matematika
anak. Dengan puzzle penjumlahan dan pengurangan anak
memasangkan kepingan puzzle sesuai dengan gambar
pasangannya.

Gambar 2.9

2.2.2 Manfaat Puzzle


Permainan puzzle bermafaat untuk:
1) Melatih konsentrasi, ketelitian dan kesabaran
2) Melatih koordinasi mata dan tangan. Anak belajar
mencocokkan keping-keping puzzle dan menyusunnya
menjadi satu gambar.
3) Memperkuat daya ingat
4) Mengenalkan anak pada konsep hubungan
5) Dengan memilih gambar/bentuk, dapat melatih anak
untuk berfikir matematis (menggunakan otak kiri).

2.2.3 Alat yang di Perlukan


Untuk bermain dibutuhkan puzzle
DAFTAR PUSTAKA

Adriana, Dian. (2013). Tumbuh Kembang dan Terapi Bermain pada Anak.
Jakarta: Salemba Medika

Kaluas, Inggrith, Amatus Yudi I, & Rina Margareth K. (2015). Perbedaan Terapi
Bermain Puzzle dan Bercerita Terhadap Kecemasan Anak Usia Prasekoah
(3-6 tahun) Selama Hospitalisasi di Ruang Anak RS Tk. III R.W.
Mongisidi Manado. e-Journal Keperawatan

Mutiah, D. (2015). Psikologi Bermain Anak Usia Dini. Jakarta: Prenada Media

Pratiwi, ES & Deswita. (2013). Perbedaan Pengaruh Terapi Bemain Mewarnai


Gambar dan Puzzle Terhadap Kecemasan Anak Usia Prasekolah di IRNA
Anak RSUP Dr. M Djamil Padang. Ners Jurnal Keperawatan No 22-27.

Riyadi, Sujono & Sukarmin. (2009). Asuhan Keperawatan Pada Anak, Edisi 1.
Yogyakarta: Graha Ilmu

Soetjiningsih, 1995, Tumbuh Kembang Anak, Jakarta : EGC


Suriadi, & Rita Yuliani. (2010). Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta:
Perpustakaan Nasional RI

Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik, Edisi 4. Jakarta :


EGC.
Wong. L., Donna, Marilyn Hockenberry, David Wilson, et all. (2009). Buku Ajar
Keperaatan Pediatrik Volume 2. Jakarta. EGC
Yuliastati, Nining dkk. 2016. Keperawatan Anak; Kementerian Kesehatan
Repubik Indonesia. Jakarta: Pusdik SDM Kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai