Anda di halaman 1dari 29















Dody Ardiansyah (10001424)
Samuel Siagian (07001247)
Eri Nikewaty (10001423)
Risna Doloksaribu (10001442)
Hasiana Marpaung (10001431)
Mastiur (10001428)
Feri Antariksa (10001426)

PROGRAM STUDI NERS


STIKES BINALITA SUDAMA MEDAN
2012
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Dampak hospitalisasi pada anak adalah merupakan pengalaman yang penuh


dengan stres yang mana akan menimbulkan reaksi pada anak yang tidak sesuai
dengan perkembangannya, diantara anak akan merasa cemas dan akan timbul
ketakutan akibat perpisahan dengan keluarga ataupun lingkungan, terutama pada
anak yang dirawat lama. Terapi bermain ini sangat dibutuhkan oleh seorang anak,
dimana ini merupakan kebuttuhan psikososial anak baik keadaan sehat maupun
sakit. Bermain pada anak yang di hospitalisasi dapat meningkatkan kecedasannya
dalam berfikir dan membantu anak untuk mengembangkan imanjinasinya serta
melatih daya motorik halus dan kasar pada anak, pada anak toddler, prasekolah
dan sekolah umumnya perkembangan motorik kasar dan motorik halusnya sudah
baik pula dalam berkomunikasi verbal dan non verbal. Dengan mengerti tentang
dunia anak terutama usia anak toddler, prasekolah dan sekolah, maka dengan ini
kami bermaksud untuk melaksanakan program terapi bermain karena dengan
bermain akan mengurangi tingkat stress hostpitaliasi pada anak, yaitu anak
menjadi lebih merasa nyaman dalam ruang perawatan dan menjalin kedekatan
dengan perawat.

Adapun sasaran utama dalam terapi ini adalah anak-anak yang dirawat di
ruang III RSUD Dr. Pirngadi Medan dengan diagnosa medis yang berbeda-beda.
Kami mengambil tingkat populasi anak usia usia prasekolah (>3 tahun sampai 6
tahun) dan usia sekolah (6-12 tahun) untuk melakukan terapi bermain mewarnai
gambar, setelah itu pasien diminta menyebutkan gambar yang dia warnai untuk
meningkatkan motorik halus anak.

Alasan kelompok kami mengadakan terapi kelompok bermain pada anak usia
pra sekolah dan sekolah karena lebih kooperatif dan memungkinkan untuk diajak
bermain. Selain itu alasan kelompok kami mengadakan terapi bermain mewarnai
gambar pada usia prasekolah dan sekolah adalah untuk mengembangkan motorik
halus, intelektual, keterampilan kognitif dan pasien dapat bercerita tentang gambar
yang diwarnai terkait dengan kemampuan berbahasa. Selain itu pada usia ini
merupakan usia awal dalam berimajinasi serta sudah lebih kooperatif untuk diajak
bermain.

B. Tujuan

1. Tujuan isntruksional umum

Setelah mengikuti terapi bemain selama 20 menit, anak di RSUD Dr.


Pirngadi Kota Medan akan dapat menyalurkan ide dan kreativitasnya
sehingga diharapkan dapat menurunkan kecemasan anak terhadap
penyakitnya dan melanjutkan tumbuh kembang anak yang normal atau
sehat.

2. Tujuan instruksional khusus

Setelah mengikuti teraai bermain selama 20 menit, anak di RSUD Dr.


Pirngadi Medan akan dapat:

a. Meningkatkan ketangkasan dan konsentrasi


b. Meingkatkan kemampuan motorik
c. Mengenal berbagai jenis warna
d. Dapat merangsang imajinasi anak
e. Dapat mengembangkan kemampuan bahasa anak
f. Dapat merangsang rasa kreatif anak
g. Dapat mengembangkan kepercayaan dirinya
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Bermain


Bermain merupakan cerminan kemampuan fisik, intelektual, emosional dan
sosial dan bermain merupakan media yang baikuntuk belajar karena dengan
bermain, anak-anak akan berkata-kata (berkomunikasi), belajar menyesuaikan diri
dengan lingkungan, melakukan apa yang dapat dilakukannya, dan mengenal
waktu, jarak serta suara (Wong, 2000).
Bermain adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan atau tanpa
mempergunakan balat yang menghasilkan pengertian atau memberikan informasi,
memberikan kesenangan maupun mengembangkan imajinasi anak (Anggaini
Sudono, 200).
Bermain adalah kegiatan yang dilakukan berulang-ulang demi kesenangan,
tanpa ada tujuan atau sasaran yang hendak dicapai (Suherdi et al, 2001).
Bermain merupakan kegiatan yang dilakukansecara sukarela untuk
memperoleh kesenangan/kepuasan. (Supartini, 2004).
Bermian menurut J. Cpaing (1992) adalah cara unik bagi anak memahami
dan mempelajari dunianya. Bermain yang merupakan cara anak untuk memnuhi
kebutuhannya, sedangkan menurut Chaterine Garvey (1997) bermain adalah cara
anak lebih sering berperan aktif, berkaitan dengan sisi dari kehidupannya, seperti
untuk melanjutkan perkembangan sosial dan meningkatkan kreatifitasnya.
Bermain sama dengan bekerja pada orang dewasa, dan merupakan aspek
terpenting dalam kehidupan anak serta merupakan satu cara yang paling efektif
untuk menurunkan stress pada anak, dan penting untuk kesejahteraan mental dan
emosional anak (Champbell dan Glaser, 1995). Bermain tidak sekedar mengisi
waktu tetapi merupakan kebutuhan anak seperti halnya makanan, perawatan dan
cinta kasih. Dengan bermain anak akan menemukan kekuatan serta kelemahannya
sendiri, minatnya, cara menyelesaikan tugas-tugas dalam bermain (Soetjiningsih,
1995).
B. Tujuan Bermain
Pada prinsipnya bermain mempunyai tujuan sebagai berikut:
1. Untuk melanjutkan pertumbuhan dan kerpembangan yang normal pada
saat sakit. Anak mengalami gangguan dalam pertumbuhan dan
perkembangannya. Walaupun demikian, selama ana dirawat dirumah sakit,
kegiatan stimulasi pertumbuhan dan perkembannya masih harus tetap
dilanjutkan untuk menjaga kesinambungannya.
2. Mengekspresikan perasaan, keinginan, dan fantasi serta ide-idenya.
3. Mengembangkan kreativitas dan kemampuannya memecahkan masalah
4. Dapat beradaptasi secara efektif terhadap stress karena sakit dan dirawat di
rumah sakit

C. Fungsi Permainan
Fungsi utama bermain adalah merangsang perkembangan sensorik-motorik,
perkembangan intelektual, perkembangan sosial, perkembangan kreativitas,
perkembangan kesadaran diri, perkembangan moral dan bermain sebagai terapi.

1. Perkembangan Sensori-motorik
Pada saat melakukan permainan, aktivitas sensori-motorik merupakan
komponen terbesar yang digunakan anak dan bermain aktif sangat penting untuk
perkembangan fungsi otot. Misalnya, alat permainan yang digunakan untuk bayi
yang mengembangkan kemampuan sensori-motorik dan alat permainan untuk
anak usia toddler dan prasekloah yang banyak membantu perkembangan aktivitas
motorik baik kasar maupun halus.

2. Perkembangan intelektual
Pada saat bermain, anak melakukan eksploitasi dan manipulasi terhadap
segala sesuatu yang ada di lingkungan sekitarnya, terutama mengenal warna,
bentuk, ukuran, tekstur dan membedakan objek. Pada saat bermain pula anak akan
melatih diri untuk memecahkan masalah. Pada saat anak bermain mobil-mobilan,
kemudian bannya terlepas dan anak dapat memperbaikinya maka ia telah belajar
memecahkan masalahnya melalui eksplorasi alat mainannya dan untuk mencapai
kemampuan ini, anak menggunakan daya pikir dan imajinasinya semaksimal
mungkin. Semakin sering anak melakukan eksplorasi seperti ini akan semakin
terlatih kemampuan intelektualnya.

3. Perkembangan Sosial
Perkembangan sosial ditandai dengan kemampuan berinteraksi dengan
lingkungannya. Melalui kegiatan bermain, anak akan belajar memberi dan
menerima. Bermain dengan orang lain akan membantu anak untuk
mengembangkan hubungan sosial dan belajar memecahkan masalah dari
hubungan tersebut, pada saat melakukan aktivitas bermain, anak belajar
berinteraksi dengan teman, memahami bahasa lawan bicara dan belajar tentang
nilai sosial yang ada pada kelompoknya. Hal ini terjadi terutama pada anak usia
sekolah dan remaja. Meskipun demikian, anak usia toddler dan prasekolah adalah
tahapan awal bagi anak untuk meluaskan aktivitas sosialnya dilingkungan
keluarga.

4. Perkembangan Kreativitas
Berkreasi adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu dan
mewujudkannya kedalam bentuk objek dan/atau kegiatan yang dilakukannya.
Melalui kegiatan bermain, anak akan belajar dan mencoba untuk merealisasikan
ide-idenya. Misalnya, dengan membongkar dan memasang satu alat permainnya
akan merangsang kreativitasnya untuk semakin berkembang.

5. Perkembangan Kesadaran Diri


Melalui bermain, anak mengembangkan kemampuannya dalam mengatur
tingkah laku. Anak juga akan belajar mengenal kemampuannya dan
membandingkannya dengan orang lain dan menguji kemampuannya dengan
mecoba peran-peran baru dan mengetahui dampak tingkah lakunya terhadap orang
lain. Misalnya, jika anak mengambil mainan temannya sehingga temannya
menangis, anak akan belajar mengembangkan diri bahwa perilaku menyakiti
teman dalam hal ini penting peran orang tua untuk menanamkan nilai moral dan
etika, terutama dalam kaitannya dengan kamampuannya untuk memahami
dampak positif dan negatif dari perilakunya terhadap orang lain.

6. Perkembangan Moral
Anak mempelajari nilai benar dan salah dari lingkuannya, terutama dari
orang tua dan guru. Dengan melakukan aktivitas bermain, anak akan mendapatkan
kesempatan untuk menerapkan nilai-nilai tersebut sehingga dapat diterima di
lingkungannya dan dapat menyesuaikan diri dengan aturan-aturan kelompok yang
ada dalam lingkungannya. Melalui kegiatan bermain anak juga akan belajar nilai
moral dan etika, belajar membedakan mana yang benar dan mana yang salah,
serta belajar bertanggung-jawab atas segala tindakan yang telah dilakukannya.
Misalnya, merebut mainan teman merupakan perbuatan yang tidak baik dan
membereskan alat permainan sesudah bermain adalah membelajarkan anak untuk
bertanggung jawab terhadap tindakan yang dimilikinya. Sesuai dengan
kemampuan kognitifnya, bagi anak usia toddler dan prasekolah, permainan adalah
media yang efektif untuk mengembangkan nilai moral dibandingkan dengan
memberikan nasehat. Oleh karena itu, penting peran orangtua untuk mengawasi
anak saat anak melakukan aktivitas bermain dan mengajarkan nilai moral, seperti
baik-buruk atau benar-salah.

7. Bermain Sebagai Terapi


Pada saat dirawat di rumah sakit, anak akan mengalami berbagai perasan
yang sangat tidak menyenangkan, seperti marah, takut, cemas, sedih dan nyeri.
Perasaan tersebut merupakan dampak dari hospitalisasi yang dialami anak karena
menghadapi beberapa stressor yang ada dilingkungan rumah sakit. Untuk itu,
dengan melakukan permainan anak akan terlepas dari ketegangan dan stress yang
dialaminya karena dengan melakukan permainan anak akan dapat mengalihkan
rasa sakitnya pada permainannya (distraksi) dan relaksasi melalui kesenangannya
melakukan permainan.
Hal tersebut terutama terjadi pada anak yang belum mampu
mengekspresikan secara vebal. Dengan demikian, permainan adalah media
komunikasi antar anak dengan orang lain, termasuk dengan perawatan atau
petugas kesehatan dirumah sakit. Perawat dapat mengkaji perasaan dan pikiran
anak melalui ekspresi nonverbal yang ditunjukkan selama melakukan permainan
atau melalui interaksi yang ditunjukkan anak dengan orangtua dan teman
kelompok bermainnya.

D. Jenis-jenis Permainan
Ada beberapa jenis permaian, baik ditinjau dari isi permain, karakter sosial dan
kelompok usia anak. Dibawa ini akan dibahas secara rinci satu per satu:

1. Berdasarkan Isi Permainan


Berdasarkan isi permainan, ada jenis permainan, yaitu:

a. Social Affektive Play


Inti permainan ini adalah adanya ahubungan interpersonal yang
menyenangkan antara anak dan orang lain. Misalnya, bayi akan mendapatkan
kesenangan dan kepuasan dari hubungan yang menyenangkan dengan orang
tuanya dan/atau orang lain. Permainan yang biasa dilakukan adalah “Cilukba”,
berbicara sambil tersenyum/tertawa, atau sekedar memberikan tangan pada bayi
untuk menggenggamnya, tetapi dengan diiringi berbicara sambil tersenyum dan
tertawa. Bayi akan mecoba berespon terhadap tingkah laku orangtuanya dan/orang
dewasa tersebut/misalnya dengan tersenyum, tertawam dan/atau mengoceh.

b. Sense of pleasure play


Permainan ini menggunakan alat yang dapat menimbulkan rasa senang pada
anak dan biasanya mengasyikkan. Misalnya, dengan menggunakan pasir, anak
akan membuat gunung-gunungan atau benda-benda apa saja yang dapat dibentuk
dengan pasir. Bisa juga dengan menggunakan air anak akan melakukan macam-
macam permainan, misalnya memindah-mindahkan air ke botol, bak, atau tempat
lain. Ciri khas permainan ini adalah anak akan semakin asyik bersentuhan dengan
alat permainan ini dan dengan permainan yang dilakukannya sehingga susah
dihentikan.

c. Skill play
Sesuai dengan sebutannya, permainan ini akan meningkatkan keterampilan
anak, khusus motorik kasar dan halus. Misalnya, bayi akan terampil memegang
benda-benda kecil, memindahkan benda dari satu tempat ke tempat yang lain dan
anak akan terampil naik sepeda. Jadi, keterampilan tersebut diperoleh melalui
pengulangan kegiatan permainan yang dilakukan. Semakin sering melakukan
latihan, anak akan semakin terampil.

d. Games atau permainan


Games atau permainan adalah jenis permainan yang menggunakan alat
tertentu yang menggunakan perhitungan dan/atau skor. Permainan ini bisa
dilakukan oleh anak sendiri dan/atau dengan temannya. Banyak sekali jenis
permainan ini mulai dari yang sifatnya tradisional maupun yang modern.
Misalnya, ular tangga, congklak, puzzle dan lain-lain.

e. Unoccopied behavior
Pada saat tertentu, anak sering terlihat modar-madir, tersenyum, tertawa,
jinjit-jinjit, bungkuk-bungkuk, memainkan kursi, meja, atau apa saja yang ada di
sekelilingnya. Jadi, sebenarnya anak tidak memainkan alat permaina tertentu, dan
situasi atau obyek yang ada di sekelilingnya yang digunakannya sebagai alat
permainan. Anak tampak senang, gembira, dan asyik dengan situasi serta
lingkungannya tersebut.

f. Dramatic play
Sesuai dengan sebutannya, pada permainan ini anak memainkan peran
sebagai orang lain melaluipermainannya. Anak berceloteh sambil berpakaian
meniru orang dewasa, misalnya ibu guru, ibunya, ayahnya, kakaknya dan
sebagainyayang ingin ia tiru. Apabila anak bermain dengan temannya, akan
terjadi percakapan diantara mereka tentang peran orang yang mereka tiru.
Permainan ini penting untuk proses identifikasi anak terhadap peran tertentu.

2. Berdasarkan Karakter Sosial


Berdasarkan karakter sosialnya,b ada lima jenis permainan, yaitu:

a. Onlooker play
Pada jenis permainan ini, anak hanya mengamati temannya yang sedang
bermain, tanpa ada inisiatif untuk ikut berpartisipasi dalam permainan. Jadi, anak
tersebut bersifat pasif, tetap ada proses pengamatan terhadap permainan yang
sedang dilakukan temannya.

b. Solitary play
Pada permainan ini, anak tampak berada dalam kelompok permainanm
tetapi anak bermain sendiri dengan alat permainan yang dimilikinya, dan alat
permainan tersebut berbeda dengan alat permainan yang digunakan temannya,
tidak ada kerja sama, ataupun komunikasi dengan teman sepermainannya.

c. Parallel play
Pada permainan ini, anak dapat menggunakan alat permainan yang sama,
tetapi antara satu anak dengan anak lainnya tidak terjadi kontak satu sama lain
sehingga antara anak satu dengan anak lain tidak ada sosialisasi satu sama lain.
Biasanya permainan ini dilakukan oleh anak usia toddler.

d. Assosiative play
Pada permainan ini sudah terjadi komunikasi antara satu anak dengan anak
lain, tetapi tidak terorganisasi, tidak ada pemimpin atau yang memimpin
permainan, dan tujuan permainan tidak jelas. Comtoh permainan jenis ini adalah
bermain boneka, bermain hujan-hujanan dan bermain masak-masakan.
e. Cooperative play
Aturan permainan dalam kelompok tampak lebih jelas pada permainan jenis
ini, juga tujuan dan pemimpin permainan. Anak yang memimpin permainan
mengatur dan mengarahkan anggotannya untuk bertindak dalam permainan sesuai
dengan tujuan yang diharapkan dalam permainan tersebut. Misalnya, pada
permainan sepak bola, ada anak yang memimpin permainan, atura main harus
dijalankan oleh anak dan mereka harus dapat mencapai tujuan bersama, yaitu
memenangkan permainan dengan memasukkan bola ke gawang lawan mainnya.

3. Berdasarkan Kelompok Usia Anak


Berdasarkan kelompok usia, ada lima jenis permainan, yaitu:

a. Anak usia bayi


Permainan untuk anak usia bayi dibagi menjadi bayi usia 0-3 bulan, usia 4-6
bulan, dan usia 7-9 bulan. Karakteristik permainan anakusia bayi adalah “sensse
of pleasure play”.

b. Bayi usia 0-3 bulan


Seperti yang telah disinggung diatas bahwa karakteristik khas permainan
bagi usia bayi adalah adanya interaksi sosial yang menyenangkan antara bayi dan
orangtua dan/atau orang dewasa sekitarnya. Selain itu, perasaan senang juga
menjadi ciri khas dari permainan untuk bayi di usia ini. Alat permainan yang biasa
digunakan, misalnya mainan gantungan yang berwarna terang dengan bunyi
musik yang menarik. Dari permainan tersebut, secara visual bayi diberi objek
yang berwarna terang dengan tujuan menstmuli penglihatannya. Oleh karena itu
bayi harus ditidurkan atau diletakkan pada posisi yang memungkinkan agar dapat
memandang bebas ke sekelilingnya. Secara auditori ajak bayi berbicara, beri
kesempatan unutk mendengar pembicaraan, musik dan nyanyian yang
menyenangkan.
c. Bayi usia 4-6 tahun
Untuk menstimuli penglihatan, dapat dilakukan permainan seperti mengajak
bayi menonton TV, memberi mainan yang mudah dipegangnya dan berwarna
terang, serta dapat pula dengan cara memberi cermin dan meletakkan bayi
didepannya sehingga memungkinkan bayi dapat melihat bayangan di cermin.
Untuk stimulasi pendengaran, dapat dilakukan dengan cara selalu
membiasakan memanggil namanya, mengulangi suara yang dikeluarkannya dan
sering berbicara dengan bayi, serta meletakkan mainan yang berbunyi di dekat
telinganya.
Untuk stimulasi taktil, berikan mainan yang dapat digenggamnya, lembut
dan lentur atau pada saat memandikan, biarkan bayi bermain air di dalam bak
mandi.

d. Bayi usia 7-9 bulan


Untuk stimulasi penglihatan, dapat dilakukan dengan memberikan mainan
yang berwarna terang atau berikan kepadanya kertas dan alat tulis, biarkan ia
mencoret-coret sesuai keinginannya.
Untuk stimulasi pendengaran, dapat dilakukan dengan memberikan bayi
boneka yang berbunyi, mainan yang bisa dipegang jika berbunyi digerakkan.

e. Anak usia toddler (>1 tahun sampai 3 tahun)


Anak usia toddler menunjukkan kareakteristik yang khas, yaitu banyak
bergerak, tidak bisa diam dan mulai mengembangkan otonomi dan
kemampuannya untuk mandiri. Oleh karena itu, dalam melakukan permainan,
anak lebih bebas, spontan, dan menunjukkan otonomi baik dalam memilih mainan
maupun dalam aktivitas bermainnya. Anak mempunyai rasa ingin tahu yang
besar. Oleh karena itu sering kali mainannya dibongkar pasang, bahkan
dirusaknya. Untuk itu harus diperhatikan keamanan dan keselamatan anak dengan
cara tidak memberikan alat permainan yang tajam dan menimbulkan perlukaan.
Jenis permainan yang tepat dipilih untuk anak usia toddler adalah “solitary play
dan parallel play”. Pada anak usia 1 sampai 2 tahun lebih jelas terlihat anak
melakukan permainan sendiri dengan mainannya sendiri, sedangkan pada usia
lebih dari 2 tahun sampai 3 tahun, anak mulai dapat melakukan permainan secara
paralel karena sudah dapat berkomunikasi dalam kelompoknya walaupun belum
begitu jelas karena kemampuan berbahasa belum begitu lancar. Jenis alat
permainan yang tepat diberikan adlaah boneka, pasir, tanah liat dan lilin warna-
warni yang dapat dibentuk benda macam-macam.

f. Anak usia prasekolah (>3 tahun sampai 6 tahun)


Sejalan dengan pertumbuhan dan perkembangannya, anak usia prasekolah
mempunyai kemampuan motorik kasar dan halus yang lebih matang dari pada
anak usia toddler. Anak sudah lebih aktif, kreatif dan imajinatif. Demikian juga
kemampaun berbicara dan berhubungan sosial dengan temannya semakin
meningkat. Oleh karena itu jenis permainan yang sesuai adalah “associative play,
dramatic play dan skill play”. Anak melakukan permainan bersama-sama dengan
temannya dengan komunikasi yang sesuai dengan kemampuan bahasanya. Anak
juga sudah mampu memainkan peran orang tua tertentu yang
diidentifikasikannya, seperti ayah, ibu dan bapak atau ibu gurunya. Permainan
yang menggunakan kemampuan motorik (Skill play) banyak dipilih anak usia
prasekolah. Untuk itu, jenis alat permainan yang tepat diberikan pada anak
misalnya, sepeda, mobil-mobilan, alat olahraga, berenang dan permainan balok-
balok besar.

g. Anak usia sekolah (>6 tahun sampai 12 tahun)


Kemampuan sosial anak suai sekolah semakin meningkat. Mereka lebih
mampu bekerja sama dengan teman sepermainannya. Seringkali pergaulan dengan
teman mejadi tempat belajar mengenal norma baik atau buruk. Dengan demikian,
permainan pada anak usia sekolah tidak hanya bermanfaat untuk meningkatkan
keterampilan fisik atau intelektualnya, tetapi juga dapat mengembangkan
sensivitasnya untuk terlibat dalam kelompok dan bekerja sama dengan sesamanya.
Mereka belajar norma kelompok sehingga dapat diterima dalam kelompoknya.
Sisi lain manfaat bermain bagi anak usia sekolah adalah mengembangkan
kemampuan untuk bersaing secara sehat. Bagaimana anak dapat menerima
kelebihan orang lain melalui permainan yang ditunjukkannya. Karakteristik
permainan untuk anak usia sekolah dibedakan menurut jenis kelaminnya. Anak
laki-laki lebih tepat jika diberikan mainan jenis mekanik yang akan menstimulasi
kemampuan kreativitasnya dalam berkreasi sebagai seorang laki-laki, misalnya
mobil-mobilan. Anak perempuan lebih tepat diberikan permainan yang dapat
mestimulasinya untuk mengembangkan perasaan, pemikiran dan sikapnya dalam
menjalankan peran sebagai seorang perempuan, misalnya alat untuk memasak dan
boneka.

h. Anak usia remaja (13 tahun sampai 18)


Merujuk pada proses tumbuh-kembang anak remaja, dimana anak remaja
berada dalam suatu fase peralihan, yaitu disatu sisi akan meninggalkan masa
kanak-kanak dan disisi lain masuk pada usia dewasa dan bertindak sebagai
individu. Oleh karena itu, dikatakan bahwa anak remaja akan mengalami krisis
identitas dan apabila tidak sukses melewatinya, anak akan mencari
kompensasinya pada hal yang berbahaya, seperti obat-obatan terlarang dsb.
Melihat karakteristik anak remaja perlu mengisi kegiatan konstruktif, misalnya
dengan melakukan permainan berbagai macam olahraga, mendengarkan dan/atau
bermain musik serta melakukan kegiatan organisasi remaja yang positif, seperti
kelompok basket, sepak bola, karang taruna dan lain-lain. Prinsip kegiatan
bermain pada anak remaja tidak hanya sekedar mecari kesenangan dan
meningkatkan perkembangan fisio-emosional, tetapi juga lebih juga ke arah
menyalurkan minat, bakat dan aspirasi serta membantu remaja untuk menemukan
identitas pribadinya. Untuk itu alat permainan yang tepat bisa berupa berbagai
macam alat olahraga, alat musik dan alat gambar atau lukis.

E. Syarat Bermain
Ada beberapa hal yang dipersyaratkan untuk dapat melakukan kegiatan
bermain yang baik untuk anak, yaitu:
1. Perhatikan faktor usia anak
Sesuaikan mainan/aktivitas dengan kematangan motorik anak, yaitu
sejauh mana gerakan-gerakan otot tubuh siap melakukan gerakan-gerakan
tertentu. Juga sesuaikan dengan kondisinya, yaitu sejauh mana anak
mampu memahami permainan itu. Jika terlalu sulit, anak jadi malas
bermain dan jika kelewat gampang ia cepat bosan. Untuk itu pilihlah
mainan yang dapat merangsang kreativitas anak.

2. Tidak harus sehat


Tentu akan lebih baik jika anak dalam kondisi sehat. Namun anak yang
sakitpun diperbolehkan untuk bermain, malah bisa mempercepat proses
kesembuhannya. Tentunya jenis permainannya disesuaikan dengan kondisi fisik.
Misalnya pilih permainan yang bisa dilakukan ditempat tidur seperti melipat,
mewarnai, menggambar atau mendengarkan dongeng, memainkan jari-jemari
sambil bercerita, main tebak-tebakan dll.

3. Lama bermain
Tergantung karakteristik anak, ada yang aktif dan pasif. Namun sebaiknya
bermain tak terlalu lama agar anak tidak mengabaikan tugas-tugas lainnya
seperti makan, mandi dan tidur. Untuk bayi, cukup 10-30 menit karena
rentang perhatiannya pun masih terbatas. Untuk anak yang lebih besar,
buatlah komitmen lebih dulu. Misal, boleh bermain selama 1 jam, setelah
itu makan atau mandi. Namun kita harus konsisten dengan aturan itu agar
anak tidak bingung. Bagi anak yang sakit, jika ia butuh banyak istirahat,
jangan dipaksa.

4. Pastikan mainannya aman


Terlebih untuk bayi, keamanan mainan harus diperhatikan betul. Pilih
yang tidak mudah rusak/pecah ataupun terurai seperti manik-manik
karena di khawatirkan akan masuk mulut atau lubang telinga/hidung.
Jangan pula memberikan mainan yang bertali panjang, berukuran kecil
dan menggunakan listrik. Selain itu secara umum mainan anak haruslah
tidak boleh ada bagian yang mudah tertelan, tidak tajam atau berujung
runcing, catnya tidak beracun (nontoxic), tidak mudah mengelupas, tidak
menjepit dan tidak menimbulkan api.

5. Dampingi anak
Penting diingat, mainan bukan pengganti orangtua, melainkan sarana
untuk mendekatkan hubungan orang tua dengan anak jadi selalu dampingi
anak kala bermain. Tanpa arahan kita anak akan bermain sendiri tanpa
mengenal tujuan dari permainan tersebut. Oleh karena itu kita perlu selalu
mendampingi mereka dalam bermain. Hal ini juga untuk mengatasi segala
persoalan yang dihadapi tiap anak, seperti sulitnya berkonsentrasi
terhadap suat kegiatan. Situasi ini juga dapat memacu pertumbuhan harga
diri anak dengan memberikan penghargaan pada setiap hasil kegiatan atau
penemuan-penemuan anak dalam proses bermain.

F. Faktor Yang Mempengaruhi Aktivitas Bermain


Ada 5 (lima) faktor yang mempengaruhi aktivitas bermain pada anak, yaitu:

1. Tahap perkembangan anak


Aktivitas bermain yang tepat dilakukan anak, yaitu sesuai dengan tahapan
pertumbuhan dan perkembangan anak. Tentunya permainan anak usia
bayi tidak lagi efektif untuk pertumbuhan dan perkembangan anak usia
sekolah. Demikian juga sebaliknya karena pada dasarnya permainan
adalah alat stimulasi pertumbuhan dan perkembangan anak. Dengan
demikian, orang tua dan perawat harus mengetahui dan memberikan jenis
permainan yang tepat untuk setiap tahapan pertumbuhan dan
perkembangan anak
2. Status kesehatan anak
Untuk melakukan aktivitas bermain diperlukan energi, walaupun
demikian, bukan berarti anak tidak perlu bermain pada saat sedang sakit.
Kebutuhan bermain pada anak sama halnya dengan kebutuhan bekerja
pada orang dewasa. Yang penting pada saat kondisi anak sedang menurun
atau anak terkena sakit, bahkan dirawat di rumah sakit, orang tua dan
perawat harus jeli memilihkan permainan yang dapat dilakukan anak
sesuai dengan prinsip bermain pada anak yang sedang dirawat di rumah
sakit.

3. Jenis kelamin anak


Ada beberapa pandangan tentang konsep gender dalam kaitannya dengan
permainan anak. Dalam melaksanakan aktivitas bermain tidak
membedakan jenis kelamin laki-laki atau perempuan. Semua alat
permainan dapat digunakan oleh anak laki-laki atau perempuan untuk
mengembangkan daya pikir, imajinasi, kreativitas dan kemampuan sosial
anak. Akan tetapi, adap pendapat lain yang meyakini bahwa permainan
adalah salah satu alat untuk membantu anak mengenal identitas diri
sehingga sebagian alat permainan anak perempuan tidak dianjurkan untuk
digunakan oleh anak laki-laki. Hal ini di latar belakangi oleh alasan
adanya tuntutan perilaku yang berbeda antara laki-laki dan perempuan
dan hal ini dipelajari melalui media permainan.

4. Lingkungan yang mendukung


Terselenggaranya aktivitas bermain yang baik untuk perkembangan anak
salah satunya dipengaruhi oleh nilai moral, budaya dan lingkungan fisik
rumah. Fasilitas bermain tidak selalu harus yang dibeli di toko atau
mainan jadi, tetapi yang lebih diutamakan yang dapat menstimulus
imajinasi dan kreativitas anak, bahkan sering kali mainan tradisional yang
dibuat sendiri atau berasal dari benda-benda di sekitar kehidupan anak
akan lebih merangsang anak untuk kreatif, keyakinan keluarga tentang
moral dan budaya juga mempengaruhi bagaimana anak di didik melalui
permainan. Sementara lingkungan fisik sekitar lebih banyak
mempengaruhi ruangan gerak anak untuk melakukan aktivitas fisik dan
motorik. Lingkungan rumah yang cukup luas untuk bermain
memungkinkan anak mempunyai cukup ruang gerak untuk bermain,
berjalan, mondar-mandir, berlari, melompat dan bermain dengan teman
sekelompoknya.

5. Alat dan jenis permainan yang cocok atau sesuai bagi anak
Orangtua harus bijaksana dalam memberikan alat permainan untuk anak.
Pilih yang sesuai dengan tahap tumbuh kembang anak. Label yang tertera
pada mainan harus dibaca terlebih dahulu sebelum membelinya, apakah
mainan tersebut sesuai dengan usia anak. Alat permainan tidak selalu
harus yang dibeli di toko atau mainan jadi, tetapi lebih diutamakan yang
dapat menstimulus imajinasi dan kreativitas anak, bahkan sering kali
mainan tradisional yang dibuat sendiri berasal dari benda-benda disekitar
kehidupan anak, akan tetapi merangsang anak untuk kreatif. Alat
permainan yang harus didorong, ditarik, dan dimanipulasi, akan
mengajarkan anak untuk dapat mengembangkan kemampuan koordinasi
alat gerak. Permainan membantu anak untuk meningkatkan kemampuan
dalam mengenal norma dan aturan serta interaksi sosial dengan orang
lain.

G. Konsep Bermain Rumah Sakit

1. Prinsip permainan pada anak di Rumah Sakit


a) Permainan tidak boleh bertentangan dengan pengobatan yang sedang
dijalankan pada anak. Apabila anak harus tirah baring, harus dipilih
permainan yang dapat dilakukan di tempat tidur, dan anak tidak boleh
diajak bermain dengan kelompoknya di tempat bermain khusus yang
ada di ruang rawat.
b) Permainan yang tidak membutuhkan banyak energi, singat dan
sederhana
c) Permainan harus mempertimbangkan keamanan anak
d) Permainan harus melibatkan kelompok umur yang sama
e) Melibatkan orang tua

2. Keuntungan Bermain pada Anak di Rumah Sakit


a) Meningkatkan hubungan antara klien (anak dan keluarga) dan perawat
b) Perawatan di rumah sakit akan membatasi kemampuan anak untuk
mandiri. Aktivitas bermain yang terprogram akan memulihkan
perasaan mandiri pada anak.
c) Permainan pada anak di rumah sakit tidak hanya memberikan rasa
senang pada anak, tetapi juga akan membantu anak mengekspresikan
perasaan dan pikiran cemas, takut, sedih, tegang dan nyeri.
d) Permainan yang terapeutik akan dapat meningkatkan kemampuan anak
untuk mempunyai tingkah laku yang positif

3. Tujuan Bermain di Rumah Sakit


Kebutuhan bermain mengacu pada tahapan tumbuh kembang anak,
sedangkan tujuan yang ditetapkan harus memperhatikan prinsip bermain
bagi anak di rumah sakit yaitu menekankan pada upaya ekspresi sekaligus
relaksasi dan distraksi dari perasaan takut, cemas, sedih, tegang dan nyeri.

4. Proses Kegiatan Bermain


Uraikan kegiatan bermain yang akan dilakukan. Ingat bahwa perawat
hanya sebagai fasilitator dan kegiatan bermain harus dilakukan secara aktif
oleh anak dan orang tuanya. Kegiatan bermain yang dijalankan mengacu
pada tujuan yang telah di tetapkan sebelumnya. Apabila permainan akan
dilakukan dalam kelompok, uraikan dengan jelas aktivitas setiap anggota
kelompok dalam permainan dan kegiatan orang tua setiap anak.
5. Alat Permainan yang Diperlukan
Alat permainan yang digunakan tidak harus yang baru dan bagus.
Gunakan alat permaian yang dimiliki anak atau yang tersedia di ruangan
perawatan. Yang penting adalah alat permainan yang digunakan harus
menggambarikan kreativitas perawat dan orangtua, serta dapat menjadi
media untuk eksplorasi perasaan anak.

6. Pelaksanaan Kegiatan Bermain


Selama kegiatan bermain respons anak dan orangtua harus diobservasi dan
menjadi catatan penting bagi perawat, bahkan apabila tampak adanya
kelelahan pada anak permainan tidak boleh di teruskan. Proses dalam
melakukan permainan merupakan hal yang penting, bukan semata-mata
hasilnya.
BAB III
PENGORGANISASIAN KEGIATAN BERMAIN

I. Topik
Melatih Kognitif anak dengan mewarnai gambar dapat meningkatkan
perkembangan intelektual anak terutama dalam mengenal warna dan
meningkatkan perkembangan motorik halus anak melalui terapi bermain
memindahkan kelereng ke dalam botol.
Jenis Permainan : Mewarnai dan menggambar + mewarnai
Terapis : 1 orang mahasiswa
Sasaran : 2 orang klien
Waktu : 1x30 menit
Tempat : ruang III rawat anak RSUD Dr. Pirngadi Medan Lt III

II. Kelompok Usia


Permainan ini dikelompokkan bagi anak kelompok usia prasekolah 3-6
tahun (Johanes, usia 5 tahun) dan usia sekolah 6-12 (Riska, usia 11 tahun).

III. Organisasi
A. Waktu Pelaksanaan
Hari/tanggal : Selasa, 15 Januari 2013
Waktu : 16.00 WIB s/d Selesai.
Perkenalan : 5 menit
Permainan : 20 Menit
Terminasi : 5 Menit
B. Tim Terapis
a. Leader : Irmasari Pasaribu., S.Kep.
Tugas
- Membuka kegiatan terapi bermain
- Memperkenalkan asal institusi dan memperkenalkan tim perawat
- Memberikan kesempatan untuk peserta memperkenalkan diri
- Menjelaskan topik dan tujuan permainan
- Mengarahkan dan memimpin jalannya permainan
- Memonitor perkembangan kelompok untuk mencapai tujuan
- Memberikan kenyamanan setiap anggota dalam melaksanakan
kegiatan terapi
- Memiliki kemampuan untuk bersikap asertif, sehingga kelompok
dapat mencapai tujuan yang disampaikan
- Menetralisir keadaan jika terjadi masalah
-
b. Co Leader : Samuel Siagian., S.Kep
Tugas:
- Menyampaikan informasi kepada leader, observer dan fasilitator.
- Mengingatkan leader tentang waktu pelaksanaan dan mengingatkan
prosedur pelaksanaan kegiatan yang tertinggal.
- Menjelaskan tata cara permainan
- Membagi kelompok bermain
- Membagikan hadiah
c. Fasilitator : - Dodi Adriansyah - Hasiana Marpaung
- Risna Doloksaribu - Ery Nikewaty
- Orissa Lisca
Tugas
- Mempersiapkan tempat bermain
- Mempersiapkan dan menyediakan alat dan media permainan
- Menyiapkan hadiah untuk peserta
- Memfasilitasi kebutuhan saat permainan berlangsung
- Memberi motivasi dan dukungan pada setiap anak
- Memotivasi anggota kelompok yang kurang aktif
- Memotivasi agar anggota kelompok merespon sesuai dengan
perilaku anggota yang lain.
d. Observer: - Feri Antariksa - Mastiur Pulungan
- Rahmayani - Zannati Hasibuan
- Robby Darwis - Nurtajidah
Tugas
- Menjelaskan kriteria penilaian permainan
- Mengawasi dan mengamati keamanan jalannya terapi bermain sesuai
rencana
- Mencatat perilaku dan aktivitas klien baik verbal maupun non verbal
- Menilai performa dari setiap tim terapis dalam memberikan terapi
- Menentukan pemenang
- Mengumumkan pemenang

C. Metode dan Media


Permainan
Metode: Lomba mewarnai gambar
Media:
a. Alat-alat mewarnai
- Krayon warna-warni
- Pensil dan penghapus
- Buku gambar yang belum diwarnai
- Meja belajar (alas untuk mewarnai gambar)
b. Cara
- Mewarnai gambar yang ada didalam buku gambar dengan pensil
warna yang telah disediakan.
c. Kriteria Pemenang
- Peserta yang lebih cepat mewarnai dan warna gambar lebih
mendekati dengan warna benda yang sesungguhnya.

D. Setting Tempat
Tempat : Ruang III rawat anak RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan Lt. III.
Bentuk Setting:

P E S E R T A

LEADER

CO
LEADER

FASILITA
TOR
TOR
FASILITA

FASILITA
TOR

OBSERVER OBSERVER

E. Proses Pelaksanaan Kegiatan


a. Fase Orientasi
1. Perkenalan dan pengarahan
a. Mempersiapkan Lingkungan: Suasana yang tenang dan
nyaman
b. Mempersiapkan tempat
2. Pembukaan
a. Salam terapeutik: Leader mengucapkan salam,
memperkenalkan diri dengan menyebutkan nama, asal institusi
dan memperkenalkan anggota tim terapi bermain satu persatu.
b. Kontrak: terapis membuat kontrak waktu dengan klien dan
lamanya permainan berlangsung serta menjelaskan tujuan
terapi aktifitas kelompok.
c. Menjelaskan peraturan bermain:
o Diharapkan para peserta mengikuti permainan dari awal
sampai akhir.
o Jika klien ingin ke kamar mandi harus permisi kepada
fasilitator
o Bila ingin menanyakan cara permainan yang diminta untuk
mengacungkan tangan.

b. Fase Kerja
Terapis menjelaskan aturan bermain:
- Permainan terdiri dari 1: Lomba mewarnai dilakukan oleh Johannes
umur 5 tahun dan menggambar sekaligus mewarnai dilakukan oleh
Riska umur 11 tahun.
- Klien bekerja sendiri tanpa bantuan orangtua
- Sebelum memulai permainan klien diminta untuk menyebutkan
nama panggilan
- Co leader menjelaskan tata cara permainan
- Fasilitator membagikan 1 lembar kertas gambar dan pensil
berwarna.
- Wktu untuk mewarni gambar tersebut adalah 15-20 menit.
- Permainan dimulai setelah ada aba-aba dari co. Leader
- Jika gambar telah selesai diwarnai, co leader mengumpulkan
gambar yang telah diwarnai dan menyerahkan pada observer untuuk
dinilai
- Bila anak dapat mewarnai dengan cepat sesuai waktu yang
ditentukan dan hasil warna sesuai dengan gambar yang
sesungguhnya dan akan diberikan hadiah dan dialah pemenangnya.
- Pemenang dibagi menjadi 2, yaitu juara I dan Juara II.
- Jika ada peserta yang ingin keluar harus menunjukkan tangan dan
memberitahukan fasilitator.
- Jika ada peserta yang drop out, fasilitator menanyakan alasan, kalau
mungkin dimotivasi dan kembali dalam kegiatan
- Fasilitator menyiapkan peralatan bermain.
- Fasilitator memberikan motivasi kepada anak untuk mewarnai
gambar.
- Observer mengamati jalannya kegiatan dan respon selama terapi
bermain berlangsung.

c. Fase Terminasi
1) Evaluasi respon subyektif
- Leader mempersilahkan klien untuk menyebutkan nama dan
hobi
- Leader menanyakan perasaan klien setelah mengikuti permainan
2) Evaluasi respon obyektif
Observer mengobservasi perilaku perserta selama kegiatan terkait
dengan tujuan.
3) Tindak lanjut
- Leader menganjurkan kepada masing-masing anak untuk
menebak gambar yang telah diwarnai dan warna apa yang
dipakai untuk mewarnai.
- Leader menjelaskan dengan singkat bentuk gambar dan warna
gambar yang seharusnya.
- Observer akan mengumumkan pemenang ( Juara I, dan Juara II).
- Leader membagikan hadiah.
- Leader akan memberi pujian pada klien atas hasil gambar yang
telah diwarnai.
- Leader menutup permainan
- Fasilitator mengumpulkan alat
BAB IV
EVALUASI PROGRAM BERMAIN PADA ANAK

A. Evaluasi Input
- Tim berjumlah 13 orang. Terdiri atas 1 leader, 1 co-leader, 5
Fasilitator dan 6 observer.
- Lingkungan tenang
- Peralatan: kertas gambar, pensil warna/krayon dan meja belajar.
B. Evaluasi Proses
- Minimal 75% dapat mengikuti permainan dan dapat mengikuti
kegiatan dari awal sampai selesai.
- Minimal 75% klien aktif mengikuti kegiatan.
- Maksimal 25% klien yang keluar.
C. Evaluasi Output
- Minimal 75% mampu memperkenalkan dirinya dengan
menyebutkan nama lengkap, nama panggilan yang disukai dan
hobinya.
- Minimal 75% mampu menyelesaikan warna gambarnya.
- Minimal 75% mampu mengikuti peraturan perminan.
DAFTAR PUSTAKA

Adang, Rusdiayatmi. (2008). Satuana acara penyuluhan terapi bermain. Diakses


pada 14 Januari 2013, tautan:
http://subversion.assembla.com/svn/data-adang/satuan%acara
%penyuluhan%anak%wirosaban.doc
Mc. Guinnes V. A (2001). What is Play therapy. Diakses pada 14 Januari 2013.
Lokasi tautan: http://www.kidstheraphyplace.com/
Soetjiningsih. (1995). Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC
Wong, Donna L. (2003). Pedoman Praktik Keperawatan Pediatrik. Jakarta EGC

Anda mungkin juga menyukai