Di susun oleh:
1. Aliyaturrofiah
2.Azka Ulfi Nafizah
3. Diyah Ayu Saputri
4. Etti Widya Sari
5. Fasyih Nur Hafida
6. Feby Priscila D
Kelas : 2A
AKADEMI KEPERAWATAN KRIDA HUSADA KUDUS
TAHUN AJARAN 2018/2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah
ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “KONSEP BERMAIN
PADA ANAK TERHADAP HOSPITALISASI “ Makalah ini berisikan tentang
konsep bermain yang akan diberikan oleh kelompok kepada anak usia perschool
di rumah sakit.
Diharapkan Makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita semua tentang
bagaimana cara melakukan terapi bermain, salah satunya terapi bermain
mewarnai. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami
harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan
serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT
senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.
Penulis
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
2. Rumusan Masalah
1. Apa itu bermain?
2. Bagaimana Fungsi Bermain?
3. Apa tujuan Bermain ?
4. Apa saja ciri-ciri bermain ?
5. Bagaimana klasifikasi Bermain ?
6. Bagaimana Syarat Bermain ?
7. Apa Faktor Yang Mempengaruhi Aktivitas Bermain ?
8. Bagaimana bermain di Rumah Sakit ?
3. Tujuan
1. Mengetahui apa itu bermain
2. Mengetahui bagaimana Fungsi Bermain
3. Mengetahui apa tujuan Bermain
4. Mengetahui apa saja ciri-ciri bermain
5. Mengetahui bagaimana klasifikasi Bermain
6. Mengetahui bagaimana Syarat Bermain
7. Mengetahui apa Faktor Yang Mempengaruhi Aktivitas
Bermain
8. Mengetahui bagaimana bermain di Rumah Sakit
BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFINISI BERMAIN
Bermain merupakan cerminan kemampuan fisik, intelektual,
emosional, dan social dan bermain merupakan media yang baik untuk
belajar karena dengan bermain, anak-anak akan berkata-kata
(berkomunikasi), belajar menyesuaikan diri dengan lingkungan,
melakukan apa yang dapat dilakukannya, dan mengenal waktu, jarak serta
suara (Wong, 2000)
Bermain adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan atau tanpa
mempergunakan alat yang menghasilkan pengertian atau memberikan
informasi, memberi kesenangan maupun mengembangkan imajinasi anak
(Anggani Sudono, 2000)
Bermain adalah kegiatan yang dilakukan berulang-ulang demi
kesenangan, tanpa ada tujuan atau sasaran yang hendak dicapai (Suhendi
et al, 2001)
Bermain merupakan kegiatan yang dilakukan secara sukarela untuk
memperoleh kesenangan/kepuasan.(Supartini, 2004)
Bermain sama dengan bekerja pada orang dewasa, dan merupakan aspek
terpenting dalam kehidupan anak serta merupakan satu cara yang paling
efektif untuk menurunkan stress pada anak, dan penting untuk
kesejahteraan mental dan emosional anak (Champbell dan Glaser, 1995).
Bermain tidak sekedar mengisi waktu tetapi merupakan kebutuhan anak
seperti halnya makanan, perawatan dan cinta kasih. Dengan bermain anak
akan menemukan kekuatan serta kelemahannya sendiri, minatnya, cara
menyelesaikan tugas-tugas dalam bermain (Soetjiningsih, 1995)
B. FUNGSI BERMAIN
Perkembangan Kreativitas
Berkreasi adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu dan
mewujudkannya kedalam bentuk objek dan/atau kegiatan yang
dilakukannya. Melalui kegiatan bermain, anak akan belajar dan
mencoba untuk merealisasikan ide-idenya. Misalnya, dengan
membongkar dan memasang satu alat permainan akan merangsang
kreativitasnya untuk semakin berkembang.
Perkembangan Kesadaran Diri
Melalui bermain, anak mengembangkan kemampuannya dalam
mengatur mengatur tingkah laku. Anak juga akan belajar mengenal
kemampuannya dan membandingkannya dengan orang lain dan
menguji kemampuannya dengan mencoba peran-peran baru dan
mengetahui dampak tingkah lakunya terhadap orang lain.
Misalnya, jika anak mengambil mainan temannya sehingga
temannya menangis, anak akan belajar mengembangkan diri bahwa
perilakunya menyakiti teman. Dalam hal ini penting peran orang
tua untuk menanamkan nilai moral dan etika, terutama dalam
kaitannya dengan kemampuan untuk memahami dampak positif
dan negatif dari perilakunya terhadap orang lain
Perkembangan Moral
Anak mempelajari nilai benar dan salah dari lingkungannya,
terutama dari orang tua dan guru. Dengan melakukan aktivitas
bermain, anak akan mendapatkan kesempatan untuk menerapkan
nilai-nilai tersebut sehingga dapat diterima di lingkungannya dan
dapat menyesuaikan diri dengan aturan-aturan kelompok yang ada
dalam lingkungannya. Melalui kegiatan bermain anak juga akan
belajar nilai moral dan etika, belajar membedakan mana yang
benar dan mana yang salah, serta belajar bertanggung-jawab atas
segala tindakan yang telah dilakukannya. Misalnya, merebut
mainan teman merupakan perbuatan yang tidak baik dan
membereskan alat permainan sesudah bermain adalah
membelajarkan anak untuk bertanggung-jawab terhadap tindakan
serta barang yang dimilikinya. Sesuai dengan kemampuan
kognitifnya, bagi anak usia toddler dan prasekolah, permainan
adalah media yang efektif untuk mengembangkan nilai moral
dibandingkan dengan memberikan nasihat. Oleh karena itu,
penting peran orang tua untuk mengawasi anak saat anak
melakukan aktivitas bermain dan mengajarkan nilai moral, seperti
baik/buruk atau benar/salah.
Bermain Sebagai Terapi
Pada saat dirawat di rumah sakit, anak akan mengalami berbagai
perasaan yang sangat tidak menyenangkan, seperti marah, takut,
cemas, sedih, dan nyeri. Perasaan tersebut merupakan dampak dari
hospitalisasi yang dialami anak karena menghadapi beberapa
stressor yang ada dilingkungan rumah sakit. Untuk itu, dengan
melakukan permainan anak akan terlepas dari ketegangan dan
stress yang dialaminya karena dengan melakukan permainan anak
akan depat mengalihkan rasa sakitnya pada permainannya
(distraksi) dan relaksasi melalui kesenangannya melakukan
permainan.
Ada beberapa jenis permainan, baik ditinjau dari isi permainan, karakter
social dan kelompok usia anak. Dibawah ini akan dibahas secara rinci satu
per satu :
f. Dramatic play
Sesuai dengan sebutannya, pada permainan ini anak
memainkan peran sebagai orang lain melalui permainannya. Anak
berceloteh sambil berpakaian meniru orang dewasa, misalnya ibu
guru, ibunya, ayahnya, kakaknya, dan sebagainya yang ingin ia
tiru. Apabila anak bermain dengan temannya, akan terjadi
percakapan di antara mereka tentang peran orang yang mereka tiru.
Permainan ini penting untuk proses identifikasi anak terhadap
peran tertentu .
2. Berdasarkan Karakter Social
a. Onlooker play
Pada jenis permainan ini, anak hanya mengamati temannya yang
sedang bermain, tanpa ada inisiatif untuk ikut berpartisipasi dalam
permainan. Jadi, anak tersebut bersifat pasif, tetapi ada proses
pengamatan terhadap permainan yang sedang dilakukan temannya.
b. Solitary play
Pada permainan ini, anak tampak berada dalam kelompok
permainan, tetapi anak bermain sendiri dengan alat permainan
yang dimilikinya, dan alat permainan tersebut berbeda dengan alat
permainan yang digunakan temannya, tidak ada kerja sama,
ataupun komunikasi dengan teman sepermainannya
c. Parallel play
Pada permainan ini, anak dapat menggunakan alat permainan yang
sama, tetapi antara satu anak dengan anak lainnya tidak terjadi
kontak satu sama lain sehingga antara anak satu dengan anak lain
tidak ada sosialisasi satu sama lain. Biasanya permainan ini
dilakukan oleh anak usia toddler.
d. Associative play
Pada permainan ini sudah terjadi komunikasi antara satu anak
dengan anak lain, tetapi tidak terorganisasi, tidak ada pemimpin
atau yang memimpin permainan, dan tujuan permainan tidak jelas.
Contoh permainan jenis ini adalah bermain boneka, bermain hujan-
hujanan dan bermain masak-masakan.
e. Cooperative play
Aturan permainan dalam kelompok tampak lebih jelas pada
permainan jenis ini, juga tujuan dan pemimpin permainan. Anak
yang memimpin permainan mengatur dan mengarahkananggotanya
untuk bertindak dalam permainan sesuai dengan tujuan yang
diharapkan dalam permainan tersebut. Misalnya, pada permainan
sepak bola, ada anak yang memimpin permainan, aturan main
harus dijalankan oleh anak dan mereka harus dapat mencapai
tujuan bersama, yaitu memenangkan permainan dengan
memasukkan bola ke gawang lawan mainnya.
3. Berdasarkan Kelompok Usia Anak
Jenis permainan yang tepat dipilih untuk anak usia toddler adalah
“solitary play dan parallel play”. Pada anak usia 1 sampai 2 tahun
lebih jelas terlihat anak melakukan permainan sendiri dengan
mainannya sendir, sedangkan pada usia lebih dari 2 tahun sampai 3
tahun, anak mulai dapat melakukan permainan secara parallel
karena sudah dapat berkomunikasi dalam kelompoknya walaupun
belum begitu jelas karena kemampuan berbahasa blum begitu
lancar. Jenis alat permainan yang tepat diberikan adalah boneka,
pasir, tanah liat dan lilin warna-warni yang dapat dibentuk benda
macam-macam
3. Lama bermain
5. Dampingi anak
Orang tua dan anak dapat memilih mainan bersama-sama, tetapi yang harus
diingat bahwa alat permainan harus aman bagi anak. Oleh karena itu, orang tua
harus membantu anak memilihkan mainan yang aman.
Alat permainan yang digunakan tidak harus yang baru dan bagus.
Gunakan alat permainan yang dimiliki anak atau yang tersedia di ruang
perawatan. Yang penting adalah alat permainan yang digunakan harus
menggambarkan kreativitas perawat dan orang tua, serta dapat menjadi
media untuk eksplorasi perasaan anak.
Selama kegiatan bermain respons anak dan orang tua harus diobservasi
dan menjadi catatan penting bagi perawat, bahkan apabila tampak adanya
kelelahan pada anak permainan tidak boleh di teruskan. Proses dalam
melakukan permainan merupakan hal yang terpenting, bukan semata-mata
hasilnya
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bermain merupakan aspek penting dalam kehidupan anak yang mencerminkan
kemampuan fisik, intelektual, emosional, dan social anak tersebut, tanpa
mempergunakan alat yang menghasilkan atau memberikan informasi, memberi
kesenangan maupun mengembangkan imajinasi anak, dimana dalam bermain
anak akan menemukan kekuatan serta kelemahannya sendiri, minatnya, serta cara
menyelesaikan tugas-tugas dalam bermain. Bermain bagi anak adalah suatu
kebutuhan selayaknya bekerja pada orang dewasa, oleh sebab itu bermain di
rumah sangat diperlukan guna untuk mengatasi adanya dampak hospitalisasi yang
diasakan oleh anak. Dengan bermain, anak tetap dapat melanjutkan tumbuh
kembangnya tanpa terhambat oleh adanya dampak hospitalisasi tersebut.
B. Saran
1. Orang tua
Sebaiknya orang tua lebih selektif dalam memilih permainan bagi anak agar anak
dapat tumbuh dengan optimal. Pemilihan permainan yang tepat dapat menjadi
poin penting dari stimulus yang akan didapat dari permainan tersebut. Faktor
keamanan dari permainan yang dipilih juga harus tetap diperhatikan.
2. Rumah Sakit
Sebagai tempat pelayanan kesehatan, sebaiknya rumah sakit dapat meminimalkan
trauma yang akan anak dapatkan dari hospitalisasi dengan menyediakan ruangan
khusus untuk melakukan tindakan.
3. Mahasiswa
Mahasiswa diharapkan dapat tetap membantu anak untuk mengurangi dampak
hospitalisasi dengan terapi bermain yang sesuai dengan tahap tumbuh kembang
anak. Karena dengan terapi bermain yang tepat, maka anak dapat terus
melanjutkan tumbuh kembang anak walaupun dirumah sakit.
DAFTAR PUSTAKA
Joan Freeman & Utami Munandar. 1996. Cerdas dan Cemerlang. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama
https://pakarmainan.com/blog/klasifikasi-mainan-anak-berdasarkan-umur/
https://forbetterhealth.wordpress.com/2009/01/19/bermain-bagi-pasien-anak-di-
rumah-sakit/