Anda di halaman 1dari 48

E - ISSN : 2722 – 127X P - ISSN : 2338 – 4700

MAKALAH PENYAKIT TIDAK MENULAR

Kanker Servik

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah KOMUNITAS

Di bimbing oleh: Ns. Erwanto, S.Kep., MMRS

Disusun Oleh:

Nama : Vidiyah Yunica Hermayanti

Nim : 1801100503

Kelas : Proxima Sentauri

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KENDEDES MALANG

BIMIKI Volume 48 No 1 Januari – Juni 2020 25


E - ISSN : 2722 – 127X P - ISSN : 2338 – 4700

JL. Panji Suroso No.6 Kel. Polowijen, Kec. Blimbing Kota Malang Telp.(0341)
488762 , Email : stikeskendedesmalang@gmail.com

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr wb

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas petunjuk, rahmat, dan hidayah-Nya,
Penulis dapat menyesuaikan Makalah Penyakit tidak Menular Kanker Servik.
Makalah ini telah Saya selesaikan dengan maksimal berkat kerja sama dan
bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu Saya sampaikan banyak terimakasih
kepada segenap pihak yang telah berkontribusi secara maksimal dalam
penyelesaian makalah ini.

Diluar itu, penulis sebagai manusia biasa menyadari sepenuhnya bahwa


masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini, baik dari segi tata bahasa,
susunan kalimat maupun isi. Oleh sebab itu dengan segala kerendaha hati, Saya
selaku penyusun menerima segala kritik dan saran yang membangun dari
pembaca.

Demikian yang bisa Saya sampaikan, semoga Makalah ini dapat


menambah khazanah ilmu pengetahuan dan memberikan manfaat nyata untuk
masyarakat luas.

Malang, 21
april 2021

Penulis

BIMIKI Volume 48 No 1 Januari – Juni 2020 26


E - ISSN : 2722 – 127X P - ISSN : 2338 – 4700

DAFTAR ISI

Halaman Judul Luar (cover)

Kata Pengantar ................................................................................................

Daftar isi...........................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ..................................................................................

1.2 Rumusan Masalah .............................................................................

1.3 Tujuan ...............................................................................................

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Kanker Servik..................................................................

2.2 Klasifikasi Kanker Servik ................................................................

2.3 Gejala Klinis Kanker Servik ............................................................

2.4 Faktor Penyebab dan Factor Resiko Kanker Servik..........................

2.5 Epidemiologi Kanker Servik.............................................................

2.6 Patologi Kanker Servik.....................................................................

BIMIKI Volume 48 No 1 Januari – Juni 2020 27


E - ISSN : 2722 – 127X P - ISSN : 2338 – 4700

2.7 Penyebab Terjadinya Kanker Servik.................................................

2.8 Diagnosis Kanker Servik ..................................................................

2.9 Pengobatan Kanker Servik................................................................

2.10 Terapi Komplementer.....................................................................

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan .......................................................................................


3.2 Saran .................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kanker Leher Rahim (Kanker Serviks) adalah tumor ganas yang
tumbuh di dalam leher rahim/serviks (bagian terendah dari rahim yang
menempel pada puncak vagina. Kanker serviks biasanya menyerang wanita
berusia 35-55 tahun. 90% dari kanker serviks berasal dari sel skuamosa yang
melapisi serviks dan 10% sisanya berasal dari sel kelenjar penghasil lendir
[4]
pada saluran servikal yang menuju ke dalam rahim. Karsinoma serviks
biasanya timbul pada zona transisional yang terletak antara epitel sel skuamosa
dan epitel sel kolumnar.
Hingga saat ini kanker serviks merupakan penyebab kematian
terbanyak akibat penyakit kanker di negara berkembang. Sesungguhnya
penyakit ini dapat dicegah bila program skrining sitologi dan pelayanan
kesehatan diperbaiki. Diperkirakan setiap tahun dijumpai sekitar 500.000
penderita baru di seluruh dunia dan umumnya terjadi di negara  berkembang.
Penyakit ini berawal dari infeksi virus yang merangsang perubahan
perilaku sel epitel serviks. Pada saat ini sedang dilakukan penelitian vaksinasi
sebagai upaya pencegahan dan terapi utama penyakit ini di masa mendatang.

BIMIKI Volume 48 No 1 Januari – Juni 2020 28


E - ISSN : 2722 – 127X P - ISSN : 2338 – 4700

Risiko terinfeksi virus HPV dan beberapa kondisi lain seperti perilaku
seksual, kontrasepsi, atau merokok akan mempromosi terjadinya kanker
serviks. Mekanisme timbulnya kanker serviks ini merupakan suatu proses yang
kompleks dan sangat variasi hingga sulit untuk dipahami.
Insiden dan mortalitas kanker serviks di dunia menempati urutan
kedua setelah kanker payudara. sementara itu, di negara berkembang masih
menempati urutan pertama sebagai penyebab kematian akibat kanker pada usia
reproduktif. Hampir 80% kasus berada di negara berkembang. Sebelum tahun
1930, kanker servik merupakan penyebab utama kematian wanita dan kasusnya
turun secara drastik semenjak diperkenalkannya teknik skrining pap smear oleh
Papanikolau. Namun, sayang hingga kini program skrining belum lagi
memasyarakat di negara berkembang, hingga mudah dimengerti mengapa
insiden kanker serviks masih tetap tinggi.
Hal terpenting menghadapi penderita kanker serviks adalah
menegakkan diagnosis sedini mungkin dan memberikan terapi yang efektif
sekaligus prediksi prognosisnya. Hingga saat ini pilihan terapi masih terbatas
pada operasi, radiasi dan kemoterapi, atau kombinasi dari beberapa modalitas
terapi ini. Namun, tentu saja terapi ini masih berupa “simptomatis” karena
masih belum menyentuh dasar penyebab kanker yaitu adanya perubahan
perilaku sel. Terapi yang lebih mendasar atau imunoterapi masih dalam tahap
penelitian.
Saat ini pilihan terapi sangat tergantung pada luasnya penyebaran
penyakit secara anatomis dan senantiasa berubah seiring dengan kemajuan
teknologi kedokteran. Penentuan pilihan terapi dan prediksi prognosisnya atau
untuk membandingkan tingkat keberhasilan terapi baru harus berdasarkan pada
perluasan penyakit. Secara universal disetujui penentuan luasnya penyebaran
penyakit melalui sistem stadium.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang sebelumnya, maka dapat dirumuskan
beberapa permasalahan sebagai berikut :

BIMIKI Volume 48 No 1 Januari – Juni 2020 29


E - ISSN : 2722 – 127X P - ISSN : 2338 – 4700

1. Apa yang dimaksud dengan kanker serviks uterus dan apa sajakah
kalsifikasi dan gejala klinis dari kanker serviks ?
2. Apa yang menjadi faktor penyebab dan faktoe resiko dari kanker serviks ?
3. Bagaimanakah gambaran epidemiologi kanker serviks ?
4. Bagaimanakah patologi, penyebaran, dan diagnosis dari kanker serviks ?
5. Bagaimana cara pengobatan dan pencegahan kanker serviks ?
6. Bagaimana terapi komplementer dalam menangani penyakit kanker service
terhadap nyeri dan kecemasan ?

1.3 Tujuan masalah


1. Untuk mnegetahui dimaksud dengan kanker serviks uterus dan apa sajakah
kalsifikasi dan gejala klinis dari kanker serviks
2. Untuk mengetahui faktor penyebab dan faktoe resiko dari kanker serviks
3. Untuk mengetahui gambaran epidemiologi kanker serviks
4. Untuk mengetahui patologi, penyebaran, dan diagnosis dari kanker serviks
5. Untuk mengetahui cara pengobatan dan pencegahan kanker serviks
6. Untuk mengetahui terapi komplementer dalam menangani penyakit kanker
service terhadap nyeri dan kecemasan

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Kanker Serviks
Kanker leher rahim (serviks) atau karsinoma serviks uterus
merupakan kanker pembunuh wanita nomor dua di dunia setelah kanker
payudara. Di Indonesia, kanker leher rahim bahkan menduduki peringkat
pertama. Kanker serviks yang sudah masuk ke stadium lanjut sering
menyebabkan kematian dalam jangka waktu relatif cepat.
Kanker serviks uterus adalah keganasan yang paling sering ditemukan
dikalangan wanita. Penyakit ini merupakan proses perubahan dari suatu
epithelium yang normal sampai menjadi Ca invasive yang memberikan gejala

BIMIKI Volume 48 No 1 Januari – Juni 2020 30


E - ISSN : 2722 – 127X P - ISSN : 2338 – 4700

dan merupakan proses yang perlahan-lahan dan mengambil waktu bertahun-


tahun.
Serviks atau leher rahim/mulut rahim merupakan bagian ujung bawah
rahim yang menonjol ke liang sanggama (vagina). Kanker serviks berkembang
secara bertahap, tetapi progresif. Proses terjadinya kanker ini dimulai dengan
sel yang mengalami mutasi lalu berkembang menjadi sel displastik sehingga
terjadi kelainan epitel yang disebut displasia. Dimulai dari displasia ringan,
displasia sedang, displasia berat, dan akhirnya menjadi karsinoma in-situ
(KIS), kemudian berkembang lagi menjadi karsinoma invasif. Tingkat displasia
dan KIS dikenal juga sebagai tingkat pra-kanker. Dari displasia menjadi
karsinoma in-situ diperlukan waktu 1-7 tahun, sedangkan karsinoma in-situ
menjadi karsinoma invasif berkisar 3-20 tahun.
Kanker ini 99,7% disebabkan oleh human papilloma virus (HPV)
onkogenik, yang menyerang leher rahim. Berawal terjadi pada leher rahim,
apabila telah memasuki tahap lanjut, kanker ini bisa menyebar ke organ-organ
lain di seluruh tubuh penderita.

2.2 Klasifikasi Kanker Serviks


Ada beberapa klasifikasi tapi yang paling banyak penganutnya adalah
yang dibuat oleh IFGO (International Federation of Ginekoloi and Obstetrics)
yaitu sebagai berikut :
Stage 0 : Casrsinoma insitu = Ca intraepithelial = Ca preinvasif.
Stage 1 : Ca terbatas pada cerviks.
Stage 1 a : Disertai invasi daro stoma (preclinical-Ca) yang hanya
diketahui secara histology.
Stage 1 b : Semua kasus-kasus lainnya dari stage 1.
Stage 2 : Sudah menjalar keluar serviks tapi belum sampai ke panggul,
telah mengenai dinding vagina tapi tidak melebihi 2/3 bagian
proximal.

BIMIKI Volume 48 No 1 Januari – Juni 2020 31


E - ISSN : 2722 – 127X P - ISSN : 2338 – 4700

Stage 3 : Sudah sampai dinding panggung dan sepertiga bagian bawah


vagina
Stage 4 : Sudah mengenai organ-organ yang lain

2.3 Gejala Klinis Kanker Serviks

Tidak khas pada stadium dini. Sering hanya sebagai fluos dengan
sedikit darah, pendarahan pastkoital atau perdarahan pervagina yang disangka
sebagai perpanjangan waktu haid. Pada stadium lanjut baru terlihat tanda-tanda
yang lebih khas, baik berupa perdarahan yang hebat (terutama dalam bentuk
eksofitik), fluor albus yang berbau dan rasa sakit yang sangat hebat.

Pada fase prakanker, sering tidak ada gejala atau tanda-tanda yang
khas. Namun, kadang bisa ditemukan gejala-gejala sebagai berikut :

1. Keputihan atau keluar cairan encer dari vagina. Getah yang keluar dari
vagina ini makin lama akan berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis
jaringan
2. Perdarahan setelah sanggama (post coital bleeding) yang kemudian
berlanjut menjadi perdarahan yang abnormal.
3. Timbulnya perdarahan setelah masa menopause.
4. Pada fase invasif dapat keluar cairan berwarna kekuning-kuningan, berbau
dan dapat bercampur dengan darah.
5. Timbul gejala-gejala anemia bila terjadi perdarahan kronis.
6. Timbul nyeri panggul (pelvis) atau di perut bagian bawah bila ada radang
panggul. Bila nyeri terjadi di daerah pinggang ke bawah, kemungkinan
terjadi hidronefrosis. Selain itu, bisa juga timbul nyeri di tempat-tempat
lainnya.
7. Pada stadium lanjut, badan menjadi kurus kering karena kurang gizi,
edema kaki, timbul iritasi kandung kencing dan poros usus besar bagian
bawah (rectum), terbentuknya fistel vesikovaginal atau rektovaginal, atau
timbul gejala-gejala akibat metastasis jauh.

BIMIKI Volume 48 No 1 Januari – Juni 2020 32


E - ISSN : 2722 – 127X P - ISSN : 2338 – 4700

2.4 Faktor Penyebab dan Faktor Resiko Kanker Serviks


1. Faktor Penyebab
HPV (Human Papiloma Virus) merupakan penyebab terbanyak.
Sebagai tambahan perokok sigaret telah ditemukan sebagai penyebab juga.
Wanita perokok mengandung konsentrat nikotin dan kotinin didalam serviks
mereka yang merusak sel. Laki-laki perokok juga terdapat konsetrat bahan
ini pada sekret genitalnya, dan dapat memenuhi servik selama
intercourse.Defisiensi beberapa nutrisional dapat juga menyebabkan
servikal displasia.National Cancer Institute merekomendasikan bahwa
wanita sebaiknya mengkonsumsi lima kali buah-buahan segar dan sayuran
setiap hari. Jika anda tidak dapat melakukan ini, pertimbangkan konsumsi
multivitamin dengan antioksidan seperti vitamin E atau beta karoten setiap
hari.

2. Faktor Resiko
a. Pola hubungan seksual
Studi epidemiologi mengungkapkan bahwa resiko terjangkit
kanker serviks meningkat seiring meningkatnya jumlah
pasangan.aktifitas seksual yang dimulai pada usia dini, yaitu kurang dari
20 tahun,juga dapat dijadkan sebagai faktr resko terjadinya kanke servks.
Hal ini diuga ada hubungannya dengan belum matannya derah
transformas pada sia tesebut bila serin terekspos. Frekuensi hubungna
seksual juga berpengaruh pada lebi tingginya resiko pada usia tersebut,
yeyapitidak pada kelompok usia lebih tua. (Schiffman,1996).

b. Paritas
Kanker serviks sering dijumpai pada wanita yan sering
melahirkan. Semakin sering melahirkan,maka semain besar resiko
terjamgkit kanker serviks. Pemelitian di Amerika Latin menunjukkan
hubungan antara resiko dengan multiparitas setelah dikontrol dengan
infeksi HPV.

BIMIKI Volume 48 No 1 Januari – Juni 2020 33


E - ISSN : 2722 – 127X P - ISSN : 2338 – 4700

c. Merokok
Beberapa peneitian menunukan hubungan yang kuat antara
merokok dengan kanker serviks, bahkan setelah dikontrol dengan
variabel konfounding sepert pola hubungna seksual. Penemuan lain
mempekhatkan ditemkanna nikotin paa cairan serviks wanita perokok
bahan ini bersifata sebaai kokassnoen dan bersama-sma dengan kasinoge
yan elah ada selanjutnya mendoron pertumbuhan ke arah kanker.

d. Kontrasepsi oral
Penelitian secara perspektif yang dilakukan oleh Vessey dkk
tahun 1983 (Schiffman,1996) mendapatkan bahwa peningkatan insiden
kanker serviks dipengaruhi oleh lama pemakaian kontrasepsi oral.
Penelitian tersebut juga mendapatkan bahwa semua kejadian kanker
serviks invasive terdapat pada pengguna kontrasepsi oral. Penelitian lain
mendapatkan bahwa insiden kanker setelah 10 tahun pemakaian 4 kali
lebih tinggi daripada bukan pengguna kontrasepsi oral. Namun penelitian
serupa yang dilakukan oleh peritz dkk menyimpulkan bahwa aktifitas
seksual merupakan confounding yang erat kaitannya dengan hal tersebut.
WHO mereview berbagai peneltian yang menghubungkan
penggunaan kontrasepsi oral dengan risko terjadinya kanker serviks,
menyimpulkan bahwa sulit untuk menginterpretasikan hubungan tersebut
mengingat bahwa lama penggunaan kontraseps oral berinteraksi dengan
factor lain khususnya pola kebiasaan seksual dalam mempengaruhi
resiko kanker serviks. Selain itu, adanya kemungkinan bahwa wanita
yang menggunakan kontrasepsi oral lain lebih sering melakukan
pemeriksaan smera serviks,sehingga displasia dan karsinoma in situ
nampak lebih frekuen pada kelompok tersebut. Diperlukan kehati-hatian
dalam menginterpretasikan asosiasi antara lama penggunaan kontrasepsi
oral dengan resiko kanker serviks karena adanya bias dan faktor
confounding.

e. Defisiensi gizi

BIMIKI Volume 48 No 1 Januari – Juni 2020 34


E - ISSN : 2722 – 127X P - ISSN : 2338 – 4700

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa defisiensi zat gizi


tertentu seperti betakaroten dan vitamin A serta asam folat, berhubungna
dengan peningkatan resiko terhadap displasia ringan dan sedang.. Namun
sampasaat ini tdak ada indikasi bahwa perbaikan defisensi gizi tersebut
akan enurunkan resiko.

f. Sosial ekonomi
Studi secara deskrptif maupun analitik menunjukkan hubungan
yang kuat antara kejadian kanker serviks dengan tingkat social ekonomi
yang rendah. Hal ini juga diperkuat oleh penelitian yang menunjukkan
bahwa infeksi HPV lebih prevalen pada wanita dengan tingkat pendidkan
dan pendapatan rendah. Faktor defisiensi nutrisi, multilaritas dan
kebersihan genitalia juga dduga berhubungan dengan masalah tersebut.

g. Pasangan seksual
Peranan pasangan seksual dari penderita kanker serviks mulai
menjadi bahan yang menarik untuk diteliti. Penggunaan kondom yang
frekuen ternyata memberi resiko yang rendah terhadap terjadinya kanker
serviks. Rendahnya kebersihan genetalia yang dikaitkan dengan
sirkumsisi juga menjadi pembahasan panjang terhadap kejadian kanker
serviks. Jumlah pasangan ganda selain istri juga merupakan factor resiko
yang lain.

2.5 Epidemiologi Kanker Serviks


1. Distribusi Menurut Umur
Proses terjadinya kanker leher rahim dimulai dari sel yang
mengalami mutasi lalu berkembang menjadi sel displastik sehingga terjadi
kelainan epitel yang disebut displasia. Dimulai dari displasia ringan, sedang,
displasia berat dan akhirnya menjadi Karsinoma In-Situ (KIS), kemudian
berkembang menjadi karsinoma invasif. Tingkat displasia dan karsinoma in-
situ dikenal juga sebagai tingkatan pra-kanker. Klasifikasi terbaru
menggunakan nama Neoplasma Intraepitel Serviks (NIS). NIS 1 untuk

BIMIKI Volume 48 No 1 Januari – Juni 2020 35


E - ISSN : 2722 – 127X P - ISSN : 2338 – 4700

displasia ringan, NIS 2 untuk displasia sedang dan NIS 3 untuk displasia
berat dan karsinoma in-situ.
Menurut Snyder (1976), NIS umumnya ditemukan pada usia muda
setelah hubungan seks pertama terjadi. Selang waktu antara hubungan seks
pertama dengan ditemukan NIS adalah 2-33 tahun. Untuk jarak hubungan
seks pertama dengan NIS 1 selang waktu rata-rata adalah 12,2 tahun, NIS 1
dengan NIS 2 rata-rata13,9 tahun dan NIS 2 samppai NIS 3 rata-rata 11,7
tahun. Sedanhkan menurut Cuppleson LW dan Brown B (1975)
menyebutkan bahwa NIS akan berkembang sesuai dengan pertambahan
usia, sehingga NIS pada usia lebih dari 50 tahun sudah sedikit dan kanker
infiltratif meningkat 2 kali.
Dari laporan FIGO (Internasional Federation Of Gynecology and
Obstetrics) tahun 1988, kelompok umur 30-39 tahun dan kelompok umur
60-69 tahun terlihat sama banyaknya. Secara umum, stadium IA lebih sering
ditemukan pada kelompok umur 30-39 tahun, sedangkan untuk stadium IB
dan II sering ditemukan pada kelompok umur 40-49 tahun, stadium III dan
IV sering ditemukan pada kelompok umur 60-69 tahun.
Inseden kanker leher larim (Age Standarized Cancer Incidence
Rate / ASR) penduduk Kota Semarang, tercatat pada tahun 1980-1981
menunjukkan ASR 27,9 dan data tahun 1985-1989 ASR 24,4.
Dibandingakan dengan berbagai daerah diluar negeri angka ini sedikit
berbeda, seperti di Thailand (Chiang Mai) dilaporkan ASR tahun 1983-1987
adalah 33,2 dan di Korea Selatan 13,2 tahun 1982-1983. India menunjukkan
angka lebih tinggi yaitu 41,7 tahun 1982.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di RSCM Jakarta tahun
1997-1998 ditmukan bahwa stadium IB-IIB sering terdapat pada kelompok
umur 35-44 tahun, sedangkan stadium IIIB sering didapatkan pada
kelompok umur 45-54 tahun. Penelitian yang dilakukan oleh Litaay, dkk
dibeberapa Rumah Sakit di Ujung Pandang (1994-1999) ditemukan bahwa
penderita kanker rahim yang terbanyak berada pada kelompok umur 46-50
tahun yaitu 17,4%.

BIMIKI Volume 48 No 1 Januari – Juni 2020 36


E - ISSN : 2722 – 127X P - ISSN : 2338 – 4700

2. Distribusi Menurut Tempat


Frekwensi kanker rahim terbanyak dijumpai pada negara-negara
berkembang seperti Indonesia, India, Bangladesh, Thailand, Vietnam dan
Filipina. Di Amerika Latin dan Afrika Selatan frekwensi kanker rahim juga
merupakan penyakit keganasan terbanyak dari semua penyakit keganasan
yang ada lainnya.
Penelitian yang dilakukan oleh American Cancer Society (2000)
membuktikan bahwa kanker rahim lebih sering terjadi pada kelompok
wanita minoritas seperti imigran Vietnam, Afrika dan wanita India. Hal ini
berkaitan dengan anggapan mereka bahwa wanita yang tidak melakukan
gonta-ganti pasangan (promikuitas) tidak perlu melakukan Pap smear.
Menurut perkiraan Departemen Kesehatan tahun 1988-1994
insidens kanker leher rahim mencapai 100/100.000 penduduk pertahun,
sedangkan proporsi kanker leher rahim dari semua jenis kanker dibeberapa
bagian patologi anatomi pada tahun 2000, seperti Surabaya ditemukan
sebesar 24,3%, Yogyakarta 25,7%, Bandung sebesar 25,1%, Surakarta
sebesar 28,2% dan Medan sebesar 16,9%.

2.6 Patologi Kanker Serviks


Karsinoma serviks timbul dibatasi antara epitel yang melapisi
ektoserviks (portio) dan endoserviks kanalis serviks yang disebut skuamo
kolumnar junction (SCJ). Pada wanita muda SCJ terletak diluar OUE, sedang
pada wanita diatas 35 tahun, didalam kanalis serviks.
Tumor dapat tumbuh :
1. Eksofitik. Mulai dari SCJ kearah lumen vagina sebagai massa proliferatif
yang mengalami infeksi sekunder dan nekrosis.

2 Endofitik. Mulai dari SCJ tumbuh kedalam stroma serviks dan cenderung
infitratif membentuk ulkus

3. Ulseratif. Mulai dari SCJ dan cenderung merusak


struktur jaringan pelvis dengan melibatkan fornices vagina untuk menjadi
ulkus yang luas. Serviks normal secara alami mengalami metaplasi/erosi

BIMIKI Volume 48 No 1 Januari – Juni 2020 37


E - ISSN : 2722 – 127X P - ISSN : 2338 – 4700

akibat saling desak kedua jenis epitel yang melapisinya. Dengan masuknya
mutagen, portio yang erosif (metaplasia skuamos) yang semula faali
berubah menjadi patologik (diplatik-diskariotik) melalui tingkatan NIS-I, II,
III dan KIS untuk akhirnya menjadi karsinoma invasive. Sekali menjadi
mikroinvasive, proses keganasan akan berjalan terus.

Gambar 1. Lokasi Kanker Leher Rahim

BIMIKI Volume 48 No 1 Januari – Juni 2020 38


E - ISSN : 2722 – 127X P - ISSN : 2338 – 4700

Gambar 2. Progresivitas Kanker Serviks

BIMIKI Volume 48 No 1 Januari – Juni 2020 39


E - ISSN : 2722 – 127X P - ISSN : 2338 – 4700

Gambar 3. Perbandingan Gambaran Serviks yang Normal dan Abnormal

2.7 Penyebaran Kanker Serviks


Pada umumnya secara limfogen melalui pembuluh getah bening
menuju 3 arah : a) ke arah fornices dan dinding vagina, b) ke arah korpus
uterus, dan c) ke arah parametrium dan dalam tingkatan yang lanjut
menginfiltrasi septum rektovaginal dan kandung kemih.
Melalui pembuluh getah bening dalam parametrium kanan dan kiri sel
tumor dapat menyebar ke kelenjar iliak luar dan kelenjar iliak dalam
(hipogastrika). Penyebaran melalui pembuluh darah (bloodborne metastasis)
tidak lazim. Karsinoma serviks umumnya terbatas pada daerah panggul saja.
Tergantung dari kondisi immunologik tubuh penderita KIS akan berkembang
menjadi mikro invasif dengan menembus membrana basalis dengan kedalaman
invasi <1mm dan sel tumor masih belum terlihat dalam pembuluh limfa atau
darah. Jika sel tumor sudah terdapat >1mm dari membrana basalis, atau <1mm
tetapi sudah tampak dalam pembuluh limfa atau darah, maka prosesnya sudah
invasif. Tumor mungkin sudah menginfiltrasi stroma serviks, akan tetapi secara
klinis belum tampak sebagai karsinoma. Tumor yang demikian disebut sebagai

BIMIKI Volume 48 No 1 Januari – Juni 2020 40


E - ISSN : 2722 – 127X P - ISSN : 2338 – 4700

ganas praklinik (tingkat IB-occult). Sesudah tumor menjadi invasif, penyebaran


secara limfogen melalui kelenjar limfa regional dan secara perkontinuitatum
(menjalar) menuju fornices vagina, korpus uterus, rektum, dan kandung kemih,
yang pada tingkat akhir (terminal stage) dapat menimbulkan fistula rektum atau
kandung kemih. Penyebaran limfogen ke parametrium akan menuju kelenjar
limfa regional melalui ligamentum latum, kelenjar-kelenjar iliak, obturator,
hipogastrika, prasakral, praaorta, dan seterusnya secara teoritis dapat lanjut
melalui trunkus limfatikus di kanan dan vena subklavia di kiri mencapai paru-
paru, hati , ginjal, tulang dan otak.
Biasanya penderita sudah meninggal lebih dahulu disebabkan karena
perdarahan-perdarahan yang eksesif dan gagal ginjal menahun akibat uremia
oleh karena obstruksi ureter di tempat ureter masuk ke dalam kandung kencing.
Penyebaran karsinoma serviks terjadi melalui 3 jalan yaitu
perkontinuitatum ke dalam vagina, septum rektovaginal dan dasar kandung
kemih. Penyebaran secara limfogen terjadi terutama paraservikal dalam
parametrium dan stasiun-stasiun kelenjar di pelvis minor, baru kemudian
mengenai kelenjar para aortae terkena dan baru terjadi penyebaran hematogen
(hepar, tulang).
Secara limfogen melalui pembuluh getah bening menuju 3 arah:
1. fornices dan dinding vagina
2. korpus uteri
3. parametrium dan dalam tingkatan lebih lanjut menginfiltrasi septum
rektovagina dan kandung kemih.

Penyebaran limfogen ke parametrium akan menuju kelenjar kelenjar


limfe regional melalui ligamentum latum, kelenjar iliaka, obturator,
hipogastrika, parasakral, paraaorta, dan seterusnya ke trunkus limfatik di kanan
dan vena subklvia di kiri mencapai paru, hati, ginjal, tulang serta otak.

2.8 Diagnosis Kanker Serviks


Diagnosis kanker serviks tidaklah sulit apalagi tingkatannya sudah
lanjut. Yang menjadi masalah adalah bagaimana melakukan skrining untuk
mencegah kanker serviks, dilakukan dengan deteksi, eradikasi, dan

BIMIKI Volume 48 No 1 Januari – Juni 2020 41


E - ISSN : 2722 – 127X P - ISSN : 2338 – 4700

pengamatan terhadap lesi prakanker serviks. Kemampuan untuk mendeteksi


dini kanker serviks disertai dengan kemampuan dalam penatalaksanaan yang
tepat akan dapat menurunkan angka kematian akibat kanker serviks.
1. Keputihan. Keputihan merupakan gejala yang paling sering ditemukan,
berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis jaringan.
2. Pendarahan kontak merupakan 75-80% gejala karsinoma serviks.
Perdarahan timbul akibat terbukanya pembuluh darah, yang makin lama
makin sering terjadi diluar senggama.
3. Rasa nyeri, terjadi akibat infiltrasi sel tumor ke serabut saraf.
4. Gejala lainnya adalah gejala-gejala yang timbul akibat metastase jauh.
Tiga komponen utama yang saling mendukung dalam menegakkan
diagnosa kanker serviks adalah:

1. Sitologi.
Bila dilakukan dengan baik ketelitian melebihi 90%. Tes Pap sangat
bermanfaat untuk mendeteksi lesi secara dini. Sediaan sitologi harus
mengandung komponen ektoserviks dan endoserviks.

BIMIKI Volume 48 No 1 Januari – Juni 2020 42


E - ISSN : 2722 – 127X P - ISSN : 2338 – 4700

Gambar 4. Pemeriksaan Pap Smear

Gambar 5. Pemeriksaan Pap Smear untuk Deteksi Dini Kanker Leher Rahim

BIMIKI Volume 48 No 1 Januari – Juni 2020 43


E - ISSN : 2722 – 127X P - ISSN : 2338 – 4700

2. Kolposkopi.
Kolposkopi adalah pemeriksaan dengan menggunakan kolposkop, yaitu
suatu alat seperti mikroskop bertenaga rendah dengan sumber cahaya di
dalamnya. Pemeriksaan kolposkopi merupakan pemeriksaan standar bila
ditemukan pap smear yang abnormal. Pemeriksaan dengan kolposkopi,
merupakan pemeriksaan dengan pembesaran, melihat kelainan epitel
serviks, pembuluh darah setelah pemberian asam asetat. Pemeriksaan
kolposkopi tidak hanya terbatas pada serviks, tetapi pemeriksaan meliputi
vulva dan vagina. Tujuan pemeriksaan kolposkopi bukan untuk membuat
diagnosa histologik, tetapi untuk menentukan kapan dan dimana biopsi
harus dilakukan.

Gambar 6. Colposcopy Untuk Mengambil Jaringan yang Abnormal

BIMIKI Volume 48 No 1 Januari – Juni 2020 44


E - ISSN : 2722 – 127X P - ISSN : 2338 – 4700

3. Biopsi
Biopsi dilakukan di daerah abnormal di bagian yang telah dilakukan
kolposkopi. Jika kanalis servikalis sulit dinilai, sampel diambil secara
konisasi.

Gambar 7. Biopsi Kerucut pada Serviks (Leher Rahim)

2.9 Pengobatan untuk Kanker Serviks


Pemilihan pengobatan untuk kanker serviks tergantung kepada lokasi
dan ukuran tumor, stadium penyakit, usia, keadaan umum penderita dan
rencana penderita untuk hamil lagi.

1. Pembedahan

Pada karsinoma in situ (kanker yang terbatas pada lapisan serviks


paling luar), seluruh kanker seringkali dapat diangkat dengan bantuan pisau
bedah ataupun melalui LEEP. Dengan pengobatan tersebut, penderita masih

BIMIKI Volume 48 No 1 Januari – Juni 2020 45


E - ISSN : 2722 – 127X P - ISSN : 2338 – 4700

bisa memiliki anak. Karena kanker bisa kembali kambuh, dianjurkan untuk
menjalani pemeriksaan ulang dan Pap smear setiap 3 bulan selama 1 tahun
pertama dan selanjutnya setiap 6 bulan. Jika penderita tidak memiliki
rencana untuk hamil lagi, dianjurkan untuk menjalani histerektomi. Pada
kanker invasif, dilakukan histerektomi dan pengangkatan struktur di
sekitarnya (prosedur ini disebut histerektomi radikal) serta kelenjar getah
bening. Pada wanita muda, ovarium (indung telur) yang normal dan masih
berfungsi tidak diangkat.

2. Terapi penyinaran
Terapi penyinaran (radioterapi) efektif untuk mengobati kanker
invasif yang masih terbatas pada daerah panggul. Pada radioterapi
digunakan sinar berenergi tinggi untuk merusak sel-sel kanker dan
menghentikan pertumbuhannya. Ada 2 macam radioterapi, yaitu :
 Radiasi eksternal : sinar berasar dari sebuah mesin besar
Penderita tidak perlu dirawat di rumah sakit, penyinaran biasanya
dilakukan sebanyak 5 hari/minggu selama 5-6 minggu.
 Radiasi internal : zat radioaktif terdapat di dalam sebuah kapsul
dimasukkan langsung ke dalam serviks.
Kapsul ini dibiarkan selama 1-3 hari dan selama itu penderita dirawat di
rumah sakit. Pengobatan ini bisa diulang beberapa kali selama 1-2
minggu.

Efek samping dari terapi penyinaran adalah :

 Iritasi rektum dan vagina


 Kerusakan kandung kemih dan rektum
 Ovarium berhenti berfungsi.

3. Kemoterapi
Jika kanker telah menyebar ke luar panggul, kadang dianjurkan
untuk menjalani kemoterapi. Pada kemoterapi digunakan obat-obatan untuk
membunuh sel-sel kanker. Obat anti-kanker bisa diberikan melalui suntikan

BIMIKI Volume 48 No 1 Januari – Juni 2020 46


E - ISSN : 2722 – 127X P - ISSN : 2338 – 4700

intravena atau melalui mulut. Kemoterapi diberikan dalam suatu siklus,


artinya suatu periode pengobatan diselingi dengan periode pemulihan, lalu
dilakukan pengobatan, diselingi denga pemulihan, begitu seterusnya.

4. Terapi biologis
Pada terapi biologis digunakan zat-zat untuk memperbaiki sistem
kekebalan tubuh dalam melawan penyakit. Terapi biologis dilakukan pada
kanker yang telah menyebar ke bagian tubuh lainnya. Yang paling sering
digunakan adalah interferon, yang bisa dikombinasikan dengan kemoterapi.

2.10 Pencegahan dan Penanganan Kanker Serviks


Pengendalian kinder serviks dengan pencegahan dapat dibagi menjadi
tiga bagian, yaitu pencegahan prmer, pencegahan sekunder, dan pencegahan
tersier Strategi kesehatan masyarakat dalam mencegah kematian karena kanker
serviks antara lain adalah dengan pencegahan primer dan pencegaan sekunder.

1. Pencegahan Primer

Pencegahan primer merupakan kegiatan uang dapat dilakukan oleh


setiap orang untuk menghindari diri dari faktor-faktor yang dapat
menyebabkan timbulnya kanker serviks. Hal ini dapat dilakukan dengan
cara menekankan perilaku hdup sehat untuk mengurangi atau menghindari
faktor resiko seperti kawin muda, pasangan seksual ganda dan lain-lain.
Selain itu juga pencegahan primer dapat dilakukan dengan imuisasi HPV
pada kelompok masyarakat

2. Pencegahan sekunder

Pencegahan sekunder kanker serviks dilakukan dengan deteksi dini


dan skrining kanker serviks yang bertujuan untuk menemukan kasus-kasus
kanker serviks secara dibni sehingga kemungkinan penyembuhan dapat
ditingkatkan. Perkembangan kanker serviks memerlukan waktu yang lama.
Dari prainvasif ke invasive memerlukan waktu sekitar 10 tahun atau lebih.

BIMIKI Volume 48 No 1 Januari – Juni 2020 47


E - ISSN : 2722 – 127X P - ISSN : 2338 – 4700

Pemeriksaan sitologi merupakan metode sederhana dan sensitive untuk


mwndeteksi karsinoa pra invasive. Bila diobati dengan baik, karsinoma pra
invasive mempunyai tingkat penyembuhan mendekati 100%. Diagnosa
kasus pada fase invasive hanya memiliki tingkat ketahanan sekitar 35%.
Program skrining dengan pemeriksaan sitologi dikenal dengan Pap mear test
dan telah dilakukan di Negara-negara maju. Pencegahan dengan pap smear
terbukimampu menurunkan tingkat kematian akibat kanker serviks 50-60%
dalamkurun waktu 20 tahun (WHO,1986).

Selain itu, terdapat juga tiga tingkatan pencegahan dan penanganan


kanker serviks, yaitu :
1. Pencegahan Tingkat Pertama
a. Promosi Kesehatan Masyarakat misalnya :
1) Kampanye kesadaran masyarakat
2) Program pendidikan kesehatan masyarakat
3) Promosi kesehatan
b. Pencegahan khusus, misalnya :
1) Interfensi sumber keterpaparan
2) Kemopreventif

2. Pencegahan Tingkat Kedua


a. Diagnosis dini, misalnya screening
b. Pengobatan, misalnya :
1) Kemoterapi
2) Bedah

3. Pencegahan Tingkat Ketiga


Rehabilitasi, misalnya perawatan rumah sedangkan penanganan
kanker umumnya ialah secara pendekatan multidiscipline. Hasil pengobatan
radioterapi dan operasi radikal kurang lebih sama, meskipun sebenarnya
sukar untuk dibandingkan karena umumnya yang dioperasi penderita yang
masih muda dan umumnya baik.

BIMIKI Volume 48 No 1 Januari – Juni 2020 48


E - ISSN : 2722 – 127X P - ISSN : 2338 – 4700

Meski kanker serviks menakutkan, namun kita semua bisa


mencegahnya. Anda dapat melakukan banyak tindakan pencegahan sebelum
terinfeksi HPV dan akhirnya menderita kanker serviks. Beberapa cara praktis
yang dapat Anda lakukan dalam kehidupan sehari-hari antara lain :

1. Miliki pola makan sehat, yang kaya dengan sayuran, buah dan sereal untuk
merangsang sistem kekebalan tubuh. Misalnya mengkonsumsi berbagai
karotena, vitamin A, C, dan E, dan asam folat dapat mengurangi risiko
terkena kanker leher rahim.
2. Hindari merokok. Banyak bukti menunjukkan penggunaan tembakau dapat
meningkatkan risiko terkena kanker serviks.
3. Hindari seks sebelum menikah atau di usia sangat muda atau belasan
tahun.
4. Hindari berhubungan seks selama masa haid terbukti efektif untuk
mencegah dan menghambat terbentuknya dan berkembangnya kanker
serviks.
5. Hindari berhubungan seks dengan banyak partner.
6. Secara rutin menjalani tes Pap smear secara teratur. Saat ini tes Pap smear
bahkan sudah bisa dilakukan di tingkat Puskesmas dengan harga terjangkau.
7. Alternatif tes Pap smear yaitu tes IVA dengan biaya yang lebih murah dari
Pap smear. Tujuannya untuk deteksi dini terhadap infeksi HPV.
8. Pemberian vaksin atau vaksinasi HPV untuk mencegah terinfeksi HPV.
9. Melakukan pembersihan organ intim atau dikenal dengan istilah vagina
toilet. Ini dapat dilakukan sendiri atau dapat juga dengan bantuan dokter
ahli. Tujuannya untuk membersihkan organ intim wanita dari kotoran dan
penyakit.

2.11 Terapi komplementer


Pengobatan terhadap keluhan penderita kanker serviks juga dapat dilakukan
dengan terapi komplementer. Salah satu terapi komplementer yaitu Progressive
Muscle Relaxation (PMR) yang menggabungkan latihan nafas dalam, serangkaian

BIMIKI Volume 48 No 1 Januari – Juni 2020 49


E - ISSN : 2722 – 127X P - ISSN : 2338 – 4700

seri kontraksi serta relaksasi otot tertentu, dan distraksi. PMR merupakan salah
satu dari teknik relaksasi yang paling mudah dilakukan, memiliki gerakan
sederhana, telah digunakan secara luas, dan dapat meningkatkan kemandirian
pasien dalam mengatasi masalah kesehatan (Syarif & Putra, 2014). PMR
dilakukan dengan cara menegangkan otot secara sementara, kemudian kembali
diregangkan dimulai dari kepala sampai kaki secara bertahap (Casey & Benson,
2012). Teknik relaksasi ini dapat menimbulkan keselarasan tubuh dan pikiran
yang diyakini memfasilitasi penyembuhan fisik dan psikologis (LeMone & Burke,
2008).
PMR merupakan salah satu bentuk penerapan perawatan paliatif untuk pasien
kanker serviks. Menurut KEPMENKES RI No.812 Tahun 2007, tujuan perawatan
paliatif ialah memperbaiki kualitas hidup pasien dan keluarga dalam menghadapi
masalah yang berhubungan dengan penyakit terminal dan kronik dengan
pencegahan melalui identifikasi dini dan penilaian yang tertib serta penanganan
nyeri dan masalah-masalah lain meliputi fisik, psikososial dan spiritual.
Faktor lain yang mempengaruhi kejadian kanker serviks ialah lama menderita
kanker dan pengobatan yang akan dijalani. Responden penelitian yang menderita
kanker serviks lebih dari 1 tahun telah menjalani pengobatan kemoterapi sebanyak
6 kali dalam siklus. Tingkat kecemasan dan intensitas nyeri mempunyai korelasi
yang signifikan (Melzack & Wall, 2006). Pengaruh intensitas nyeri terhadap
kecemasan juga dapat dilihat dari teori gate control yaitu jika modulasi input
melewati input nosisepsi, gerbang kemudian diblok dan transmisi nosisepsi
berhenti atau dihalangi di substansia gelatinosa tanduk dorsal dari korda spinalis.
Faktor perilaku dan emosional mempengaruhi gerbang melalui mekanisme
menghambat transmisi impuls nyeri (Butar-Butar, Yustina, & Harahap, 2015).
Hambatan transmisi impuls nyeri juga dapat dimodulasi oleh adanya opiat
endogen yang penting dalam sistem analgesik tubuh dengan cara menutup
mekanisme pertahanan ini dengan merangsang sekresi endorphin yang akan
menghambat pelepasan substansi P. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa skor
kecemasan mengalami penurunan bersamaan dengan penurunan terhadap skala
nyeri. Orang yang cemas dan tegang akan membuka gerbang sehingga rangsang
nyeri akan meningkat (Kaplan, Sadocks, & Greb, 2007).

BIMIKI Volume 48 No 1 Januari – Juni 2020 50


E - ISSN : 2722 – 127X P - ISSN : 2338 – 4700

Perubahan intensitas nyeri yang dirasakan oleh responden selain karena pelepasan
hormon endorphin juga disebabkan oleh distraksi yang mengarahkan responden
harus berfokus pada setiap gerakan yang dilakukan sehingga dapat mengalihkan
perhatian responden. Rasa nyaman mulai dirasakan pada gerakan ke-12 dan 13
dikarenakan pusat nyeri yang dirasakan berada pada bagian adomen (perut)
sehingga peneliti menganjurkan untuk memperbanyak melakukan gerakan di
daerah tersebut.
Latihan PMR bekerja melibatkan aktivitas sistem saraf otonom yaitu dengan
meningkatkan kerja saraf parasimpatis dan menurunkan stimulasi sistem saraf
simpatis serta hipotalamus sehingga pengaruh stres fisik terhadap keduanya
menjadi minimal (Haryati, 2015). Aktivasi sistem saraf parasimpatis akan
menurunkan denyut jantung, memperlambat laju pernafasan, meningkatkan aliran
darah ke otot dan saluran pencernaan sehingga dapat mengurangi distress akibat
gejala fisik (Ramadhani & Putra, 2008). PMR akan mengontrol aktivitas
kemudian stimulus tersebut akan mempengaruhi neurotransmitter (norephineprin,
serotonin, GABA) yang mengatur perasaan dan pikiran seseorang. Penyampaian
stimulus ke sistem saraf pusat tersebut menyebabkan terjadinya pelepasan
endorphin yang menyebabkan ketegangan otot menjadi berkurang sehingga
membuat tubuh menjadi relaks (Syarif & Putra, 2014). Endorphin bekerja dengan
mengikat reseptor opiat dan opiat endogen yang kemudian akan membentuk suatu
sistem penekanan nyeri intrinsik. Ikatan tersebut dapat mengurangi nyeri dengan
mencegah dibebaskan reseptor sebagai neurotransmitter penghasil nyeri.
PMR merupakan intervensi perilaku yang dapat mengurangi kecemasan. Teori ini
didukung bahwa kecemasan dan relaksasi otot menghasilkan kondisi fisiologis
yang berlawanan dan tidak dapat timbul bersama-sama. Respon neurologis
terhadap kecemasan berupa ketegangan otot, maka ketegangan ini dapat
dipulihkan dengan relaksasi otot dan kecemasan akan berkurang
(Haryati, 2015).
Rasionalisasi penggunaan PMR untuk mengurangi kecemasan juga didukung oleh
model stress-koping yang menyatakan bahwa individu berhadapan dengan
stressor akan menimbulkan respon afektif dan fisiologis pada aktivitas neurologis,
seperti peningkatan tekanan darah atau denyut jantung pada penilaian pertama.

BIMIKI Volume 48 No 1 Januari – Juni 2020 51


E - ISSN : 2722 – 127X P - ISSN : 2338 – 4700

PMR dapat memberikan manfaat ganda yaitu menimbulkan adaptasi individu


yang lebih positif dalam waktu yang singkat dan penurunan kecemasan yang tidak
bergantung pada proses netralisir stressor (Haryati, 2015). PMR telah membantu
pasien kanker serviks untuk meningkatkan relaksasi terhadap berbagai gejala dan
keluhan yang dirasakan sehingga pasien lebih toleran terhadap berbagai aktivitas
sehari-hari.

BIMIKI Volume 48 No 1 Januari – Juni 2020 52


E - ISSN : 2722 – 127X P - ISSN : 2338 – 4700

BAB III
PENUTUP
1.3 Kesimpulan
1. Kanker serviks uterus adalah keganasan yang paling sering ditemukan
dikalangan wanita. Penyakit ini merupakan proses perubahan dari suatu
epithelium yang normal sampai menjadi Ca invasive yang memberikan
gejala dan merupakan proses yang perlahan-lahan dan mengambil waktu
bertahun-tahun. Ada beberapa klasifikasi tapi yang paling banyak
penganutnya adalah yang dibuat oleh IFGO (International Federation of
Ginekoloi and Obstetrics), yaitu Stage 0, 1, 1 a , 1 b, 2, 3 , dan 4. Gejala
klinis kanker serviks pada stadium lanjut baru terlihat tanda-tanda yang
lebih khas, baik berupa perdarahan yang hebat (terutama dalam bentuk
eksofitik), fluor albus yang berbau dan rasa sakit yang sangat hebat.
2. HPV (Human Papiloma Virus) merupakan penyebab terbanyak kanker
serviks. Sebagai tambahan perokok sigaret telah ditemukan sebagai
penyebab juga. Adapun faktor resikonya, yaitu : Pola hubungan seksual,
Paritas, Merokok, Kontrasepsi oral, Defisiensi gizi, Sosial ekonomi, dan
Pasangan seksual.
3. Dari laporan FIGO (Internasional Federation Of Gynecology and
Obstetrics) tahun 1988, kelompok umur 30-39 tahun dan kelompok umur
60-69 tahun terlihat sama banyaknya. Secara umum, stadium IA lebih
sering ditemukan pada kelompok umur 30-39 tahun, sedangkan untuk
stadium IB dan II sering ditemukan pada kelompok umur 40-49 tahun,
stadium III dan IV sering ditemukan pada kelompok umur 60-69 tahun.
Frekwensi kanker rahim terbanyak dijumpai pada negara-negara
berkembang seperti Indonesia, India, Bangladesh, Thailand, Vietnam dan
Filipina. Di Amerika Latin dan Afrika Selatan frekwensi kanker rahim
juga merupakan penyakit keganasan terbanyak dari semua penyakit
keganasan yang ada lainnya.

BIMIKI Volume 48 No 1 Januari – Juni 2020 53


E - ISSN : 2722 – 127X P - ISSN : 2338 – 4700

4. Karsinoma serviks timbul dibatasi antara epitel yang melapisi ektoserviks


(portio) dan endoserviks kanalis serviks yang disebut skuamo kolumnar
junction (SCJ). Pada wanita muda SCJ terletak diluar OUE, sedang pada
wanita diatas 35 tahun, di dalam kanalis serviks. Penyebaran kanker
serviks pada umumnya secara limfogen melalui pembuluh getah bening
menuju 3 arah : a) ke arah fornices dan dinding vagina, b) ke arah korpus
uterus, dan c) ke arah parametrium dan dalam tingkatan yang lanjut
menginfiltrasi septum rektovaginal dan kandung kemih. Diagnosis kanker
serviks tidaklah sulit apalagi tingkatannya sudah lanjut. Yang menjadi
masalah adalah bagaimana melakukan skrining untuk mencegah kanker
serviks, dilakukan dengan deteksi, eradikasi, dan pengamatan terhadap lesi
prakanker serviks.
5. Pengobatan kanker serviks yang dapat dilakukan, yiatu : Pembedahan,
Terapi penyinaran, Kemoterapi, dan Terapi biologis. Sedangkan beberapa
cara praktis yang dapat dilakukan dalam kehidupan sehari-hari untuk
mencegah kanker serviks, yaitu : miliki pola makan sehat, yang kaya
dengan sayuran, buah dan sereal untuk merangsang sistem kekebalan
tubuh, hindari merokok, hindari seks sebelum menikah atau di usia sangat
muda atau belasan tahun, pemberian vaksin atau vaksinasi HPV untuk
mencegah terinfeksi HPV, melakukan pembersihan organ intim atau
dikenal dengan istilah vagina toilet, hindari berhubungan seks dengan
banyak partner, secara rutin menjalani tes Pap smear secara teratur, dan
sebagainya.

2.3 Saran

Berhati-hatilah dengan penyakit kanker serviks, lebih baik mencegah


dari pada mengobati.Ternyata tidak mudah menjadi seorang wanita, tapi bukan
berarti sulit untuk menjalaninya. Penyakit bisa kita hindari asal kita selalu
berusaha hidup sehat dan teratur.

BIMIKI Volume 48 No 1 Januari – Juni 2020 54


E - ISSN : 2722 – 127X P - ISSN : 2338 – 4700

DAFTAR PUSTAKA

Alfian Elwin Zai. 2009. Skripsi : Karakteristik Penderita Kanker leher Rahim
Yang Dirawat Inap Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan
Tahun 2003-2007. FKM Universitas Sumatera Utara Medan.
(http://www.researchgate.net/publication/42356226_Karakteristik_Penderita
_Kanker_leher_Rahim_Yang_Dirawat_Inap_Di_Rumah_Sakit_Umum_Pus
at_Haji_Adam_Malik_Medan). Diakses Tanggal 5 Februari 2011.

Ayu Izza. 2009. Epidemiologi Kanker Serviks.


(http://ayuizza.blogspot.com/2009/12/epidemiologi-kanker-serviks.html).
Diakses Tanggal 5 Februari 2011.

Satyadeng. 2010. Kanker Leher Rahim (Kanker Serviks).


(http://drvegan.wordpress.com/2010/01/10/kanker-leher-rahim-kanker-
serviks/). Diakses Tanggal 5 Februari 2011.

Kumpulan info sehat. 2009. Kanker Serviks Pembunuh Banyak Wanita.


(http://kumpulan.info/sehat/artikel-kesehatan/48-artikel-kesehatan/237-
kanker-serviks-leher-rahim-pembunuh-wanita.html). Diakses Tanggal 5
Februari 2011.

BIMIKI Volume 48 No 1 Januari – Juni 2020 55


E - ISSN : 2722 – 127X P - ISSN : 2338 – 4700

JURNAL PENELITIAN

PENGARUH PROGRESSIVE MUSCLE

RELAXATION SEBAGAI PENERAPAN

PALLIATIF CARE

TERHADAP NYERI DAN KECEMASAN


Penelitian PASIEN KANKER SERVIKS

1 2 3

Eka Nadya Rahmania, Jum Natosba, Karolin Adhisty

1 ,2, 3

Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran

Universitas Sriwijaya

Jalan Lintas Palembang-Prabumulih Km.32 Zona F

Muthalib,

Indralaya, Kabupaten Ogan Ilir 30662

Email : ekanadyar@gmail.com

ABSTRAK

Kanker serviks merupakan masalah global terkait penyakit tidak menular


yang dapat menyebabkan kesakitan hingga kematian pada wanita. Penderita
kanker serviks umumnya mengalami keluhan nyeri dan kecemasan yang
dapat mempengaruhi kualitas hidup. Salah satu bentuk penerapan

BIMIKI Volume 48 No 1 Januari – Juni 2020 56


E - ISSN : 2722 – 127X P - ISSN : 2338 – 4700

perawatan paliatif dengan kualitas hidup sebagai prioritas pengobatan untuk


pasien dengan penyakit kronik seperti kanker serviks ialah Progressive
Muscle Relaxation. Tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh
Progressive Muscle Relaxation terhadap nyeri dan kecemasan pasien kanker
serviks. Jenis penelitian ini ialah penelitian kuantitatif dengan pra
eksperimental dalam klasifikasi one group pretest and posttest design. Sampel
penelitian berjumlah 16 orang responden kanker serviks yang diambil
dengan teknik purposive sampling. Hasil analisis skala nyeri dan skor
kecemasan menggunakan uji paired t-test dan uji alternatif wilcoxon
menunjukkan bahwa Progressive Muscle Relaxation dapat menurunkan
skala nyeri dan skor kecemasan dengan p-value=0,000. Progressive Muscle
Relaxation dapat merangsang sistem saraf parasimpatis yang akan
mengontrol aktivitas dan mempengaruhi neurotransmitter yang
mengantarkan ke sistem saraf pusat. Stimulus tersebut dapat memacu
pelepasan hormon endorphin yang menimbulkan ketegangan otot berkurang
sehingga tubuh menjadi relaks dan energi positif akan muncul. Energi
tersebut akan menghambat jalur ujung-ujung saraf yang menimbulkan nyeri
dan kecemasan sehingga tidak dapat diinterpretasikan oleh tubuh.
Mekanisme tersebut dapat mengatasi keluhan nyeri dan kecemasan pasien
kanker serviks. Progressive Muscle Relaxation dapat dijadikan sebagai
intervensi mandiri khususnya perawatan paliatif bagi pasien kanker serviks
guna beradaptasi dengan keluhan nyeri dan kecemasan.

Kata kunci : Progressive Muscle Relaxation, Nyeri, Kecemasan, Kanker


Serviks

ABSTRACT

BIMIKI Volume 48 No 1 Januari – Juni 2020 57


E - ISSN : 2722 – 127X P - ISSN : 2338 – 4700

Cervical cancer is a global problem related to non infect diseases that cause
illness until dying to women. Cervical cancer’s patient generally fell pain and
anxiety that can affect to the quality of life. One of palliative care with quality
of life as a priority treatment for patients with chronic diseases such as cervical
cancer is Progressive Muscle Relaxation. This study aimed to analysis the effect
of Progressive Muscle Relaxation on the pain and anxiety of cervical cancer’s
patient. This study design was quantitatif research with pra experimental in
one group pretest and posttest design classification. There were 16 respondents
of cervical cancer’s patient as sample of research, which was taken by
purposive sampling technique. Data was analyzed by using paired t-test for pain
scale and wilcoxon test for anixety score, result of the study showed that
Progressive Muscle Relaxation can decrease pain scale and anxiety score with
p-value=0,000. Progressive Muscle Relaxation is stimulate the parasympathetic
nervous system with control the activity and affect the neurotransmitters which
delivered to the central nervous system. Stimulation can release of endorphin
which causes muscle tension to be reduced so the body becomes relax and
positive’s energy will be emerge. This energy will inhibit the nervous system
that cause pain and anxiety so it can’t be interpreted by the body. This
mechanism can resolve pain and anxiety of cervical cancer’s patient.
Progressive Muscle Relaxation can be used as an independent intervention,
especially palliative care for cervical cancer’s patients to adapt pain and
anxiety.

Keyword : Progressive Muscle Relaxation, Pain, Anxiety, Cervical Cancer

Kanker serviks merupakan kanker


pada wanita yang menyerang
bagian leher rahim yang
PENDAHULUAN disebabkan oleh virus Human
Papilloma Virus (HPV) yang
diperkuat keberadaannya dengan

BIMIKI Volume 48 No 1 Januari – Juni 2020 58


E - ISSN : 2722 – 127X P - ISSN : 2338 – 4700

faktor risiko seperti berganti-ganti Bulan Januari, 30 orang pada


pasangan seksual >4 orang, Bulan Februari, dan 39 orang pada
penyakit menular seksual, Bulan Maret. Kejadian tersebut
berhubungan seks pada usia menandakan bahwa semakin
banyak pasien kanker serviks yang
<20 tahun, pengguna
memerluhkan perawatan sejak
immunosuppressive pada penderita
dini.
HIV, dan bahan karsinogen yang
dijumpai pada wanita perokok Nyeri merupakan salah satu gejala
(Aziz, Andrijono, & Saifuddin, kanker yang paling sering menjadi
2006). Data peserta Badan beban berat bagi pasien selama
Penyelenggara Jaminan Sosial sakit (Shute, 2013). Nyeri kanker
(BPJS) Kesehatan Nasional tahun serviks dirasakan pada daerah
2016, jumlah kasus kanker serviks panggul atau dimulai dari
di pelayanan Rawat Jalan Tingkat ekstremitas bagian bawah dari
Lanjutan (RJTL) mencapai 12.820 daerah lumbal, dapat bervariasi,
kasus sedangkan di Rawat Inap dan semakin progresif pada
Tingkat Lanjutan (RITL) tercatat stadium lanjut (Wulandari,
ada 6.938 kasus. Kasus kanker Effendy, & Nisman,
serviks menempati urutan pertama
2017). Nyeri dan kecemasan
di Provinsi Sumatera Selatan pada
merupakan dua gejala pada
tahun 2015 sebesar 1.047
penderita kanker serviks yang
penderita. Data dari Rumah Sakit
memiliki hubungan saling
Umum Pusat (RSUP)
berkaitan. Kecemasan pada
dr.Mohammad Hoesin Palembang
penderita kanker serviks muncul
yang merupakan rumah sakit
akibat perasaan yang tidak pasti
rujukan nasional di Provinsi
akan prognosa penyakit, keluhan
Sumatera Selatan didapatkan
nyeri yang dirasakan, pemeriksaan
bahwa pasien kanker serviks yang
diagnostik yang dilakukan, dan
menjalani rawat inap tahun 2018
pengobatan yang dijalani terhadap
mengalami peningkatan selama 3
pemulihan kondisi terutama pada
bulan terakhir yaitu 25 orang pada

BIMIKI Volume 48 No 1 Januari – Juni 2020 59


E - ISSN : 2722 – 127X P - ISSN : 2338 – 4700

pasien stadium lanjut (Wulandari, diregangkan dimulai dari kepala


Effendy, & Nisman, 2017). sampai kaki secara bertahap
(Casey & Benson, 2012). Teknik
Intervensi yang diberikan pada
relaksasi ini dapat menimbulkan
pasien kanker serviks dapat
keselarasan tubuh dan pikiran
berupa terapi farmakologi dan non
yang diyakini memfasilitasi
farmakologi. Terapi farmakologis
penyembuhan fisik dan psikologis
berupa analgesik yang dapat
(LeMone & Burke, 2008).
menimbulkan efek samping lain
dan memperparah kondisi apabila PMR merupakan salah satu
diberikan terus-menerus (Maryani, bentuk penerapan perawatan
2009). Pengobatan terhadap paliatif untuk pasien kanker
keluhan penderita kanker serviks serviks. Menurut KEPMENKES
juga dapat dilakukan dengan RI No.812 Tahun 2007, tujuan
terapi komplementer. Salah satu perawatan paliatif ialah
terapi komplementer yaitu memperbaiki kualitas hidup pasien
Progressive Muscle Relaxation dan keluarga dalam menghadapi
(PMR) yang menggabungkan masalah yang berhubungan
latihan nafas dalam, serangkaian dengan penyakit terminal dan
seri kontraksi serta relaksasi otot kronik dengan pencegahan melalui
tertentu, dan distraksi. PMR identifikasi dini dan penilaian yang
merupakan salah satu dari teknik tertib serta penanganan nyeri dan
relaksasi yang paling mudah masalah-masalah lain meliputi
dilakukan, memiliki gerakan fisik, psikososial dan spiritual.
sederhana, telah digunakan secara Tujuan dari penelitian ini ialah
luas, dan dapat meningkatkan untuk mengetahui pengaruh
kemandirian pasien dalam Progressive Muscle Relaxation
mengatasi masalah kesehatan terhadap nyeri dan kecemasan
(Syarif & Putra, 2014). PMR pasien kanker serviks di RSUP
dilakukan dengan cara dr.Mohammad Hoesin
menegangkan otot secara
Palembang.
sementara, kemudian kembali

BIMIKI Volume 48 No 1 Januari – Juni 2020 60


E - ISSN : 2722 – 127X P - ISSN : 2338 – 4700

lembar karakteristik responden,


lembar observasi pengukuran
METODE
nyeri dan kecemasan, alat
pengukuran nyeri menggunakan
Visual Analog Scale (VAS), alat
Penelitian ini merupakan
pengukuran kecemasan
penelitian kuantitatif dengan pra
menggunakan kuesioner Zung
eksperimental dalam klasifikasi one
SelfRating Anxiety Scale
group pretest and posttest design.
(SAS/SRAS), dan panduan
Sampel penelitian berjumlah 16
pelaksanaan PMR. Analisa data
orang responden kanker serviks
penelitian terdiri atas dua jenis,
yang diambil dengan teknik
yaitu analisis univariat dan analisis
bivariat yang menggunakan uji
Shapiro Wilk sebagai uji
HASIL
normalitas data dan didapatkan
bahwa data pengukuran skala

purposive sampling. Penelitian ini nyeri terkategori normal (p>0,05)

dilakukan pada bulan Maret-April sehingga dilanjutkan dengan

2018 di Ruang Rambang 2.2 menggunakan uji paired t-test

Instalasi Rawat Inap G RSUP sedangkan data pengukuran skor

dr.Mohammad Hoesin Palembang. kecemasan terkategori tidak

Pemberian latihan PMR dilakukan normal (p<0,05) sehingga

secara rutin sebanyak 2 kali sehari dilanjutkan dengan menggunakan

selama 25-30 menit dalam waktu uji alternatif Wilcoxon. Peneliti


telah mengajukan penelitian ini ke
5 hari. komite etik penelitian untuk

Instrumen penelitian ini terdiri mendapatkan persetujuan etik

atas lembar screening awal (ethical clearence) dalam

responden, melakukan penelitian.

Tabel 1. Karakteristik Responden

BIMIKI Volume 48 No 1 Januari – Juni 2020 61


E - ISSN : 2722 – 127X P - ISSN : 2338 – 4700

Variabel Frekuensi (n) Presentase (%)

Usia

35 Tahun 1 6,2

36 Tahun 1 6,2

39 Tahun 2 12,5

42 Tahun 1 6,2

43 Tahun 1 6,2

47 Tahun 3 18,8

48 Tahun 1 6,2

49 Tahun 1 6,2

51 Tahun 2 12,5

52 Tahun 1 6,2

54 Tahun 2 12,5

Total 16 100%

Stadium

II A 1 6,2

II B 4 25

III B 11 68,8

Total 16 100%

Lama menderita kanker

< 1 Tahun 10 62.5

1 Tahun 6 37,5

Total 16 100%

Pendidikan

SD 12 75

SMP 1 6,2

SMA 3 18,8

BIMIKI Volume 48 No 1 Januari – Juni 2020 62


E - ISSN : 2722 – 127X P - ISSN : 2338 – 4700

Total 16 100%

Pekerjaan

Ibu Rumah Tangga 7 43,8

Pedagang 6 37,5

Petani 3 18,8

Total 16 100%

Status pernikahan

Menikah 16 100

Pengobatan yang dijalani

Kemoterapi 12 75

Radioterapi 4 25

Total 16 100%

diberikan Intervensi PMR dengan menggunakan Uji Paired t-test


95% Confidence
Variabel n Mean SD p-value Interval (CI)
Lower Upper
Skala Nyeri Sebelum
16 5,75 1,528
Intervensi
Skala Nyeri Setelah 0,000 2.432 2.943
16 3,06 1,692
Intervensi

Tabel 2. Perbedaan Skala Nyeri pada Pasien Kanker Serviks Sebelum dan
Setelah

Nilai mean skala nyeri sebelum diberikan perbedaan yang bermakna skala nyeri
intervensi lebih tinggi dibandingkan nilaipasien kanker serviks sebelum dan setelah
mean skala nyeri setelah diberi intervensidiberikan intervensi. Skala nyeri pada
menandakan bahwa terdapat perubahanpenelitian ini berada dalam rentang 2,943
berupa penurunan rata-rata skala nyerisampai 2,432 dengan tingkat kepercayaan
sehingga dapat disimpulkan adanya penelitian 95%.

BIMIKI Volume 48 No 1 Januari – Juni 2020 63


E - ISSN : 2722 – 127X P - ISSN : 2338 – 4700

Tabel 3. Perbedaan Skor Kecemasan pada Pasien Kanker Serviks Sebelum


dan Setelah

diberikan Intervensi PMR dengan menggunakan Uji Wilcoxon


Median (Minimum
Variabel n p-value
Maksimum)
Skor Kecemasan Sebelum 16 50(63-33)
Intervensi
0,000
Skor Kecemasan Setelah
16 28(54-23)
Intervensi

Nilai median pada skor kecemasan diberikan intervensi, dengan selisih


sebelum diberikan intervensi lebih tinggi median sebelum dan setelah
diberikan dibandingkan skor kecemasan setelah intervensi sebesar 22 yang
menandakan

terdapat perubahan berupa


penurunan skor kecemasan
sehingga dapat disimpulkan
adanya perbedaan yang bermakna
skor kecemasan pasien kanker
serviks sebelum dan setelah
diberikan intervensi PMR.

BIMIKI Volume 48 No 1 Januari – Juni 2020 64


E - ISSN : 2722 – 127X P - ISSN : 2338 – 4700

PEMBAHASAN

Karakteristik responden pada penelitian ini ditinjau berdasarkan usia, stadium kanker,
pendidikan terakhir responden, pekerjaan, status pernikahan, lama menderita kanker,
dan pengobatan yang akan dijalani. Usia responden pada penelitian ini berkisar 35-54
tahun. Hal ini sejalan dengan penelitian Susilowati dan Sirait (2014) bahwa jumlah
wanita penderita kanker serviks terbanyak dalam golongan usia 35-54 tahun. Wanita
berusia 35-55 tahun yang masih aktif berhubungan seksual (prevalensi 5-10%)
terkategori rawan mengidap kanker serviks dikarenakan peningkatan usia selalu
diiringi dengan penurunan kinerja organorgan dan kekebalan tubuh sehingga
menimbulkan tubuh lebih rentan terserang infeksi.

Karakteristik responden juga dilihat dari status pernikahan, didapatkan dalam


penelitian ini seluruh responden berstatus menikah. Penelitian Prandana dan Rusda
(2013) di RSUP H.Adam Malik Medan sejalan dengan penelitian ini bahwa semua
responden kanker serviks sebanyak 367 orang (100%) berstatus menikah. Responden
penelitian ini berada pada tingkatan stadium IIA-IIIB. Penelitian Lasut, Rarung, dan
Suparman (2015) sejalan dengan penelitian ini bahwa stadium IIA, IIB, dan IIIB
merupakan tiga tingkatan stadium tertinggi di RSUP

Prof.DR.R.D.Kandou. Tumor yang telah menyebar ke luar serviks dan melibatkan


jaringan di rongga pelvis dapat dijumpai pada stadium lanjut sehingga penderita akan
mengetahui diagnosa kanker serviks ketika telah berada di stadium lanjut (Aziz,

Andrijono, & Saifuddin, 2006).

Pendidikan terakhir responden penelitian ini terbanyak pada tingkat Sekolah Dasar
(SD) dan paling sedikit pada tingkat Sekolah Menengah (SMP dan SMA). Penelitian ini
sejalan dengan penelitian Prandana dan Rusda (2013) yang menyatakan penderita
kanker serviks dengan status pendidikan terbanyak digolongkan dalam tingkat sedang
(SMP-SMA). Pendidikan dapat menentukan pengetahuan seseorang mengenai penyakit
yang diderita dan tindakan yang akan dilakukan dalam mengatasi keluhan fisik dan
psikologis yang dirasakan.

65
E - ISSN : 2722 – 127X P - ISSN : 2338 – 4700

Pekerjaan terbanyak responden penelitian sebagai Ibu Rumah Tangga (IRT) sebanyak
7 orang (43,8%). Penelitian dari Lasut, Rarung, dan Suparman (2015) sejalan dengan
penelitian ini bahwa ibu yang bekerja sebagai IRT terbanyak menderita kanker serviks
yaitu 37 kasus (92,5%). Individu yang bekerja dapat dengan mudah mengetahui
informasi dari luar baik informasi yang berhubungan dengan kebutuhan sehari-hari
maupun informasi kesehatan (Susilawati, 2013).

Faktor lain yang mempengaruhi kejadian kanker serviks ialah lama menderita kanker
dan pengobatan yang akan dijalani. Responden penelitian yang menderita kanker
serviks lebih dari 1 tahun telah menjalani pengobatan kemoterapi sebanyak 6 kali
dalam siklus setiap 20 hari dan radioterapi sebanyak 25 kali dalam siklus setiap hari.
Keberhasilan pengobatan dan kepatuhan dalam menjalani terapi yang dianjurkan
dapat membuat kondisi fisik pasien menjadi stabil serta pasien yang lama menderita
suatu penyakit akan mengalami penerimaan terhadap kondisi dan penyakit yang
diderita seiring berjalan waktu.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa p=0,000 yang berarti bahwa secara statistik
dapat diartikan terdapat perbedaan yang bermakna antara skala nyeri sebelum dan
setelah diberikan intervensi PMR. Responden penelitian melaporkan nyeri yang
dirasakan terlokalisir di daerah sekitar rahim dan pelvis. Hal tersebut sejalan dengan
teori Berek (2012) yang menyatakan nyeri kanker serviks biasanya dapat dirasakan di
daerah pinggul atau yang terletak di dalam atau di pusat pelvis. Responden penelitian
juga melaporkan bahwa nyeri yang dirasakan menyebar ke daerah paha. Nyeri kanker
serviks menjalar ke sisi anterior sampai sisi medial dari paha yang dicurigai terjadinya
kompresi nervus femoral (Suwiyoga, 2013) sehingga dapat menambah keluhan rasa
nyeri.

Seluruh responden penelitian menjelaskan kualitas nyeri yang dirasakan berupa rasa
panas seperti terbakar, berdenyut, kebas, dan rasa nyeri yang hebat. Kualitas nyeri
kanker bersifat subjektif untuk setiap responden sehingga tidak dapat disamakan
kualitas nyeri yang dirasakan masing-masing responden. Responden penelitian
mendapatkan obat pereda nyeri (analgesik) yang diberikan maksimal dua kali dalam
sehari, namun obat analgesik tersebut hanya dapat memberikan efek pereda nyeri
selama 1-2 jam setelah pemberian obat termasuk dalam jenis opioid. Walsh (1997)
dikutip oleh Yastati (2010) menyatakan semua golongan opioid menimbulkan efek
66
E - ISSN : 2722 – 127X P - ISSN : 2338 – 4700

analgesik dan efek lainnya melalui reseptor opiat di otak dan medulla spinalis.
Analgesik tersebut memiliki banyak jenis, namun hanya sedikit yang terbukti memiliki
nilai praktis dalam penanganan nyeri kronis.

Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa p=0,000 yang berarti bahwa secara
statistik dapat diartikan terdapat perbedaan yang bermakna antara skor kecemasan
sebelum dan setelah intervensi. Kekhawatiran akan kondisi penyakit kanker yang
diderita, pengobatan yang dijalani, efek dari pengobatan yang dijalani, belum siap
menerima penyakit kanker yang diderita, kekhawatiran terhadap kondisi keluarga,
keluhan yang dirasakan, belum siap menerima kematian merupakan stressor yang
menimbulkan kecemasan pada responden penelitian.

Tingkat kecemasan dan intensitas nyeri mempunyai korelasi yang signifikan (Melzack
& Wall, 2006). Pengaruh intensitas nyeri terhadap kecemasan juga dapat dilihat dari
teori gate control yaitu jika modulasi input melewati input nosisepsi, gerbang kemudian
diblok dan transmisi nosisepsi berhenti atau dihalangi di substansia gelatinosa tanduk
dorsal dari korda spinalis. Faktor perilaku dan emosional mempengaruhi gerbang
melalui mekanisme menghambat transmisi impuls nyeri (Butar-Butar, Yustina, &
Harahap, 2015). Hambatan transmisi impuls nyeri juga dapat dimodulasi oleh adanya
opiat endogen yang penting dalam sistem analgesik tubuh dengan cara menutup
mekanisme pertahanan ini dengan merangsang sekresi endorphin yang akan
menghambat pelepasan substansi P. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa skor
kecemasan mengalami penurunan bersamaan dengan penurunan terhadap skala nyeri.
Orang yang cemas dan tegang akan membuka gerbang sehingga rangsang nyeri akan
meningkat (Kaplan, Sadocks, & Greb, 2007).

Perubahan intensitas nyeri yang dirasakan oleh responden selain karena pelepasan
hormon endorphin juga disebabkan oleh distraksi yang mengarahkan responden harus
berfokus pada setiap gerakan yang dilakukan sehingga dapat mengalihkan perhatian
responden. Rasa nyaman mulai dirasakan pada gerakan ke-12 dan 13 dikarenakan
pusat nyeri yang dirasakan berada pada bagian adomen (perut) sehingga peneliti
menganjurkan untuk memperbanyak melakukan gerakan di daerah tersebut.

Latihan PMR bekerja melibatkan aktivitas sistem saraf otonom yaitu dengan
meningkatkan kerja saraf parasimpatis dan menurunkan stimulasi sistem saraf

67
E - ISSN : 2722 – 127X P - ISSN : 2338 – 4700

simpatis serta hipotalamus sehingga pengaruh stres fisik terhadap keduanya menjadi
minimal (Haryati, 2015). Aktivasi sistem saraf parasimpatis akan menurunkan denyut
jantung, memperlambat laju pernafasan, meningkatkan aliran darah ke otot dan
saluran pencernaan sehingga dapat mengurangi distress akibat gejala fisik (Ramadhani
& Putra, 2008). PMR akan mengontrol aktivitas kemudian stimulus tersebut akan
mempengaruhi neurotransmitter (norephineprin, serotonin, GABA) yang mengatur
perasaan dan pikiran seseorang. Penyampaian stimulus ke sistem saraf pusat tersebut
menyebabkan terjadinya pelepasan endorphin yang menyebabkan ketegangan otot
menjadi berkurang sehingga membuat tubuh menjadi relaks (Syarif & Putra, 2014).
Endorphin bekerja dengan mengikat reseptor opiat dan opiat endogen yang kemudian
akan membentuk suatu sistem penekanan nyeri intrinsik. Ikatan tersebut dapat
mengurangi nyeri dengan mencegah dibebaskan reseptor sebagai neurotransmitter
penghasil nyeri.

PMR merupakan intervensi perilaku yang dapat mengurangi kecemasan. Teori ini
didukung bahwa kecemasan dan relaksasi otot menghasilkan kondisi fisiologis yang
berlawanan dan tidak dapat timbul bersama-sama. Respon neurologis terhadap
kecemasan berupa ketegangan otot, maka ketegangan ini dapat dipulihkan dengan
relaksasi otot dan kecemasan akan berkurang

(Haryati, 2015).

Rasionalisasi penggunaan PMR untuk mengurangi kecemasan juga didukung oleh


model stress-koping yang menyatakan bahwa individu berhadapan dengan stressor
akan menimbulkan respon afektif dan fisiologis pada aktivitas neurologis, seperti
peningkatan tekanan darah atau denyut jantung pada penilaian pertama. PMR dapat
memberikan manfaat ganda yaitu menimbulkan adaptasi individu yang lebih positif
dalam waktu yang singkat dan penurunan kecemasan yang tidak bergantung pada
proses netralisir stressor (Haryati, 2015). PMR telah membantu pasien kanker serviks
untuk meningkatkan relaksasi terhadap berbagai gejala dan keluhan yang dirasakan
sehingga pasien lebih toleran terhadap berbagai aktivitas sehari-hari.

KESIMPULAN

68
E - ISSN : 2722 – 127X P - ISSN : 2338 – 4700

1. Skala nyeri pasien kanker serviks sebelum dan setelah diberikan intervensi
didapatkan rata-rata sebesar 5,75 dan 3,06. Skor kecemasan pasien kanker serviks
sebelum dan setelah diberikan intervensi didapatkan rata-rata dan nilai tengah
sebesar 49,88 dan 50(63-30) serta 31,31 dan 28(5423).

2. Hasil penelitian menyatakan terdapat perbedaan yang bermakna skala nyeri


dan skor kecemasan sebelum dan setelah dilakukan intervensi PMR (p-
value=0,000).

3. Latihan PMR sebagai salah satu terapi non farmakologi terbukti dapat
menurunkan nyeri dan kecemasan pada pasien kanker serviks.

SARAN

Hasil penelitian dapat menjadi bahan masukan bagi perawat dalam memberikan
asuhan keperawatan maternitas khususnya memberikan edukasi mengenai terapi PMR
dalam mengatasi nyeri dan kecemasan pada pasien kanker serviks. Peneliti selanjutnya
dapat melakukan penelitian lebih lanjut khususnya pada responden dengan
karakteristik yang sama dengan mempertimbangkan penggunaan kelompok kontrol
sebagai pembanding yang kuat untuk penelitian serta menggunakan desain penelitian
yang berbeda dengan tujuan untuk menggali pengalaman pasien dalam mengatasi
nyeri dan kecemasan yang diakibatkan karena kanker serviks.

DAFTAR PUSTAKA

1. Aziz, F., Andrijono, Saifuddin., A.B. (2006). Onkologi Ginekologi : Buku Acuan
Nasional. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

2. Badan Penyelenggara Jaminan

69
E - ISSN : 2722 – 127X P - ISSN : 2338 – 4700

Kesehatan Nasional. (2016). Profil BPJS Kesehatan Nasional pada Pasien Kanker.
(Online). Diakses di http://bpjs-kesehatan.go.id/ pada 15 November 2017.

3. Berek, J.S. (2012). Berek’s & Nova’s Gynecology, Ed 15th. Philadelphia:


Lippincott William & Wilkins.

4. Butar-Butar, D., Yustina, I., Harahap, I.A. (2015). Hubungan Karakteristik


Nyeri dengan Kecemasan pada Pasien Kanker Payudara yang Menjalani
Kemoterapi di RSUD Dr. Pirngadi Medan. Idea Nursing Journal 1(1): 51-60.

5. Casey, A., Benson, H. (2012). Panduan Harvard Medical School:Menurunkan


Tekanan Darah. Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer.

6. Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan. (2015). Profil Kesehatan Provinsi


Sumsel. (Online). Diakses di http://dinkes.sumselprov.go.id/ pada 15 November
2017.

7. Haryati, Sitorus, R. (2015). Pengaruh Latihan Progressive Muscle Relaxation


Terhadap Status Fungsional dalam Konteks Asuhan Keperawatan Pasien Kanker
dengan Kemoterapi di

RS.dr.Wahidin Sudirohusodo Makassar. Jurnal Medula 2(2):167177.

8. Kaplan, H.I., Sadock, B.J., Grebb, J.A. (2010). Sinopsis Psikiatri Jilid 2. Jakarta:
Binarupa Aksara.

9. Lasut, E., Rarung, M., Suparman, E. (2015). Karakteristik Penderita Kanker


Serviks di BLU RSUP Prof. DR.R.D.Kandou. Jurnal e-Clinic

3(1): 83-86.

10. LeMone, P., Burke, K. (2008). Medical Surgical Nursing:Critical Thinking in


Client Care Ed 4th. New Jersey: Pearson Prentice Hall.

11. Maryani, A. (2009). Pengaruh Progressive Muscle Relaxation Terhadap


Kecemasan dan Mual

Muntah Setelah Kemoterapi pada Pasien Kanker Payudara di RS.dr.Hasan Sadikin


Bandung. Tesis. Jakarta: Program Pascasarjana Fakultas Ilmu

70
E - ISSN : 2722 – 127X P - ISSN : 2338 – 4700

Keperawatan Universitas Indonesia.

12. Melzack, R.., Wall, P.D. (2006). Pain

Mechanisms : A New Theory. Science New Series Journal

150(36): 20-26.

13. Prandana, D.A., Rusda, M. (2013). Pasien Kanker Serviks di RSUP dr.H.Adam
Malik Medan Tahun 2011. Jurnal Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara 1(2): 1-

4.

14. Ramadhani, N., Putra, A.A. (2008).

Pengembangan Multimedia Relaksasi. (Online). Diakses di


http://staf.ugm.ac.id/relaksasi_otot.p df pada 30 Mei 2018.

15. Shute, C. (2013). The Challenges of

Cancer Pain Assessment and Management. Ulster Medical

Journal 82(1):40-42.

16. Susilowati, E., Sirait, A.M. (2014).

Pengetahuan Tentang Faktor

Risiko, Perilaku dan Deteksi Dini

Kanker Serviks dengan Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA) pada Wanita di Kecamatan
Bogor Tengah Kota Bogor. Jurnal Peneliti

Kesehatan 42(3):193-202.

17. Susilawati, D. (2013). Hubungan Dukungan Keluarga dengan Tingkat


Kecemasan Penderita Kanker

Serviks Paliatif di RSUP dr. Sardjito Yogyakarta. Jurnal Keperawatan Diponegoro


4(2):87-99. (Online). Diakses di http://ejournal.umm.ac.id pada 25 Mei 2018.

71
E - ISSN : 2722 – 127X P - ISSN : 2338 – 4700

18. Suwiyoga, I.K. (2013). Penanganan Nyeri pada Kanker Serviks Stadium Lanjut.
(Online). Jurnal Studi Jender

Srikandi. Diakses di http://ojs.unud.ac.id/ pada 26 Oktober 2017.

19. Syarif, H., Putra, A. (2014). Pengaruh Progressive Muscle Relaxation Terhadap
Penurunan Kecemasan pada Pasien Kanker yang Menjalani Kemoterapi : A
Randomized Clinical Trial. Idea Nursing Journal 5(3):1-8.

20. Wulandari, M.S.R.., Effendy, C., Nisman, W.A. (2017). Kualitas Hidup, Nyeri,
dan Kecemasan pada Wanita Penderita Kanker Serviks dan Kanker Ovarium di RSUP
Dr. Sardjito Yogyakarta: Studi Komparasi. Thesis. (Online).

Diakses di http://etd.repository.ugm.ac.id pada 1 April 2018.

21. Yastati, S.C. (2010). Evaluasi Penggunaan Obat Anti Nyeri pada Pasien Kanker
Serviks Rawat Inap di RSUP dr.Sardjito Yogyakarta Periode Januari-Juli 2009.
Skripsi. Surakarta: Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah

Surakarta.

72

Anda mungkin juga menyukai