Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN KASUS

PLASENTA PREVIA

Oleh:

Luh Putu Widya Saraswati Tangkas (1302006230)


Ida Bagus Aditya Mayanda (1302006256)

Pembimbing

KEPANITRAAN KLINIK MADYA


DI DEPARTEMEN/KSM ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
RSUD KLUNGKUNG
2018

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat-Nya maka laporan kasus dengan topik “Plasenta Previa” ini dapat
selesai pada waktunya.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-
pihak yang telah membantu dalam penyelesaian laporan kasus ini. Laporan kasus
ini disusun sebagai salah satu syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya di
bagian Ilmu Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana/RSUD Klungkung.
Ucapan terima kasih penulis tujukan kepada:
1. dr. Ida Bagus Made Sukadana selaku Kepala Bagian / KSM Ilmu Obstetri
dan Ginekologi RSUD Klungkung dan pembimbing yang telah
memberikan kami kesempatan untuk belajar di rumah sakit ini,
2. Seluruh pihak yang membantu penulis dalam penyusunan laporan kasus.
Penulis menyadari laporan ini masih jauh dari sempurna dan banyak
kekurangan, sehingga saran dan kritik pembaca yang bersifat membangun sangat
penulis harapkan untuk kesempurnaan laporan kasus ini. Semoga tulisan ini dapat
bermanfaat bagi pembaca.

Klungkung, Desember 2018

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN DEPAN ............................................................................................ i


KATA PENGANTAR .......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 3
2.1 Definisi .......................................................................................... 3
2.2 Klasifikasi ....................................................................................... 3
2.3 Epidemiologi .................................................................................. 4
2.4 Etiologi .......................................................................................... 5
2.5 Faktor Risiko ................................................................................. 5
2.6 Patofisiologi .................................................................................... 6
2.7 Diagnosis ........................................................................................ 7
2.8 Penatalaksanaan ............................................................................. 9
2.9 Komplikasi ..................................................................................... 11
2.10 Prognosis ...................................................................................... 11
BAB III LAPORAN KASUS ............................................................................. 13
3.1 Identitas Pasien .............................................................................. 13
3.2 Keluhan Utama ............................................................................... 13
3.3 Anamnesis ..................................................................................... 13
3.4 Pemeriksaan Fisik .......................................................................... 15
3.5 Pemeriksaan Penunjang ................................................................. 17
3.6 Diagnosis Kerja .............................................................................. 18
3.7 Penatalaksanaan .............................................................................. 19
3.8 Perkembangan Pasien ..................................................................... 19
BAB IV PEMBAHASAN ................................................................................... 26
BAB V SIMPULAN .............................................................................................. 28
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Kehamilan didefinisikan sebagai fertilisasi atau penyatuan dari spermatozoa


dan ovum dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi.1 Sebagian besar kehamilan
berlangsung dengan aman, namun pada kehamilan dapat juga terjadi berbagai
komplikasi. Salah satu komplikasi terbanyak pada kehamilan adalah terjadinya
perdarahan. Perdarahan merupakan penyebab utama kematian maternal sebesar
30% kasus dari seluruh kehamilan di dunia.2 Di Indonesia, perdarahan juga
merupakan penyebab terbesar kematian ibu yaitu sebesar 35,1% kasus pada tahun
2013.3 Perdarahan pada kehamilan muda sering dikaitkan dengan kejadian
abortus, sedangkan perdarahan pada umur kehamilan yang lebih tua disebut
perdarahan antepartum.4
Plasenta previa merupakan salah satu penyebab perdarahan antepartum pada
kehamilan lanjut. Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen
bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum.4,5
Insiden plasenta previa yaitu sekitar 0,3% atau 1 kasus per 300-400 persalinan.4
Di Indonesia tercatat dari beberapa rumah sakit pemerintah, angka kejadian
plasenta previa berkisar 1,7% sampai dengan 2,9%.5
Di negara yang sedang berkembang, perdarahan yang salah satunya
disebabkan oleh plasenta previa hampir selalu merupakan permasalahan besar
bagi penderita maupun penolongnya karena dapat menyebabkan kesakitan atau
kematian baik pada ibu maupun pada janinnya. Kematian ibu dapat disebabkan
karena perdarahan uterus. Sedangkan morbiditas / kesakitan ibu dapat disebabkan
karena komplikasi tindakan seksio sesarea. Terhadap janin, plasenta previa
meningkatkan insiden kelahiran prematur dan gawat janin. Risiko kematian
neonatal juga meningkat pada bayi dengan plasenta previa. 4,5
Oleh karena itu, perlulah kita memahami mengenai plasenta previa dan
mengantisipasi sedini mungkin keadaan ini selagi perdarahan belum sampai ke
tahap yang membahayakan ibu dan janinnya. Antisipasi dalam perawatan prenatal
adalah sangat mungkin oleh karena pada umumnya perdarahan akibat plasenta
previa berlangsung perlahan diawali gejala dini berupa perdarahan berulang yang

1
mulanya tidak banyak tanpa disertai rasa nyeri dan terjadi pada waktu yang tidak
tentu, tanpa trauma. Perempuan hamil yang dicurigai mengalami plasenta previa
harus segera dirujuk ke fasilitas kesehatan terdekat yang dapat menangani
keadaan plasenta previa.4
Laporan kasus ini akan memaparkan mengenai tinjauan kepustakaan dari
plasenta previa dan memaparkan serta membahas mengenai salah satu pasien
dengan diagnosis plasenta previa yang datang ke RSUD Sanjiwani Gianyar.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah
rahim sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh dari ostium uteri internum
pada usia kehamilan 20 minggu atau lebih.4,5

2.2. Klasifikasi
Dalam Fetal Imaging Workshop oleh National Institutes of Health,
menggunakan klasifikasi plasenta previa sebagai berikut: 5
a. Plasenta Previa
Didefinisikan sebagai plasenta yang menutupi sebagian atau seluruh ostium
uteri internum. Di masa lalu, klasifikasi ini dibedakan menjadi plasenta previa
totalis atau komplit yaitu plasenta yang menutupi seluruh ostium uteri
internum dan plasenta previa parsialis yaitu plasenta yang menutupi sebagian
ostium uteri internum.
b. Plasenta Letak Rendah
Didefinisikan sebagai plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim,
dimana tepi bawahnya berada pada jarak lebih kurang 2 cm dari ostium uteri
internum. Jarak yang lebih dari 2 cm dianggap plasenta letak normal. Di masa
lalu, juga terdapat klasifikasi plasenta previa marginalis yaitu plasenta yang
tepinya berada pada pinggir ostium uteri internum.
Sejalan dengan bertambah membesarnya rahim dan meluasnya segmen
bawah rahim ke arah proksimal memungkinkan plasenta yang berimplantasi pada
segmen bawah rahim ikut berpindah mengikuti perluasan segmen bawah rahim
seolah plasenta tersebut bermigrasi. Ostium uteri yang secara dinamik mendatar
dan meluas dalam persalinan kala satu bisa mengubah luas pembukaan serviks
yang tertutup oleh plasenta.4 Misalnya, plasenta letak rendah pada dilatasi serviks
2 cm mungkin menjadi plasenta previa parsial pada dilatasi serviks 4 cm karena
serviks telah melebar untuk mengekspos tepi plasenta. Sebaliknya, plasenta previa
totalis sebelum dilatasi serviks dapat menjadi parsial pada dilatasi serviks 4 cm

3
karena pembukaan serviks sekarang meluas melampaui tepi plasenta. Fenomena
ini berpengaruh pada derajat atau klasifikasi dari plasenta previa ketika
pemeriksaan dilakukan baik dalam masa antenatal maupun masa intranatal, baik
dengan ultrasonografi maupun pemeriksaan digital. Palpasi digital (vaginal
toucher) dalam upaya untuk memastikan keadaan yang berubah antara tepi
plasenta dan ostium uteri internum (OUI) saat serviks melebar biasanya
menyebabkan perdarahan hebat. 5

Gambar 2.1 Plasenta normal dan Plasenta Previa6

2.3. Epidemiologi
Berdasarkan wilayah geografis, kejadian perdarahan antepartum dengan
prevalensi tinggi terdapat di Asia (53,4%), di Amerika Utara (53,2%) dan Eropa
(48,5%). Sebagai penyebab utama perdarahan antepartum pada kehamilan lanjut,
prevalensi keseluruhan plasenta previa baru-baru ini diperkirakan sekitar 5 per

4
1000 kehamilan di dunia. Wanita dengan plasenta previa berisiko 4 kali lipat
mengalami perdarahan pervaginam pada kehamilan trimester kedua dan beberapa
wanita memerlukan seksio sesarea dan histerektomi untuk penanganan perdarahan
yang mengancam jiwa.7 Plasenta previa terjadi pada kira-kira 0,3 persen atau 1
kasus diantara 300-400 persalinan.5 Plasenta previa lebih banyak terjadi pada
kehamilan dengan paritas tinggi, pada usia ibu di atas 30 tahun, dan lebih sering
terjadi pada kehamilan ganda daripada kehamilan tunggal. Di Indonesia tercatat
pada beberapa Rumah Sakit Umum Pemerintah, angka kejadian plasenta previa
berkisar 1,7% sampai dengan 2,9%. Di negara maju insiden plasenta previa lebih
rendah yaitu kurang dari 1% mungkin disebabkan berkurangnya perempuan hamil
paritas tinggi.4

2.4. Etiologi
Penyebab blastokista berimplantasi pada segmen bawah rahim belumlah
diketahui dengan pasti. Mungkin secara kebetulan saja blastokista menimpa
desidua di daerah segmen bawah rahim tanpa latar belakang lain yang mungkin.
Teori lain mengemukakan sebagai salah satu penyebabnya adalah vaskularisasi
desidua yang tidak memadai, mungkin sebagai akibat dari proses radang atau
atrofi. Paritas tinggi, usia lanjut, cacat rahim misalnya bekas operasi sesar,
kerokan, miomektomi, dan sebagainya berperan dalam proses peradangan dan
kejadian atrofi di endometrium yang dapat berperan sebagai faktor risiko
terjadinya plasenta previa.4

2.5. Faktor Risiko


2.5.1 Usia Maternal
Angka kejadian plasenta previa meningkat sejalan dengan usia ibu. Di
Parkland Hospital kejadian plasenta previa ditemukan meningkat yaitu 1 kejadian
dari 1660 wanita hamil usia 19 tahun menjadi 1 kejadian dari 100 wanita hamil
dengan usia di atas 35 tahun. Pada pemeriksaan FASTER (First and Second
Ttrimester Evaluation of Risk) yang diikuti oleh 36.000 wanita, melaporkan
frekuensi plasenta previa sebesar 0,5% pada wanita usia di bawah 35 tahun
dibandingkan 1,1% kejadian plasenta previa pada wanita usia di atas 35 tahun.5

5
2.5.2 Multiparitas
Risiko kejadian plasenta previa dilaporkan meningkat sejalan dengan jumlah
paritas. Insiden plaseta previa dilaporkan 2,2% pada wanita dengan paritas 5 atau
lebih tinggi jika dibandingkan dengan wanita paritas rendah.5 Pada penelitian yang
dilakukan oleh Sarojini, dkk. tahun 2015 yang melibatkan 106 wanita hamil
dengan plasenta previa, mendapatkan 80,2% adalah multigravida.8

2.5.3 Kelainan pada Rahim


Cacat rahim misalnya bekas operasi sesar, riwayat kuretase abortus,
miomektomi, dan sebagainya berperan dalam proses peradangan dan kejadian
atrofi di endometrium. Cacat bekas operasi seksio sesaria berperan menaikkan
insiden plasenta previa dua sampai tiga kali.4 Pada penelitian yang dilakukan oleh
Sarojini, dkk. tahun 2015 yang melibatkan 106 wanita hamil dengan plasenta
previa, mendapatkan 36,8% memiliki riwayat seksio sesaria.8

2.5.4 Merokok
Insiden plasenta previa pada perempuan perokok lebih tinggi 2 kali lipat.
Hipoksemia akibat karbon monoksida hasil pembakaran rokok menyebabkan
plasenta menjadi hipertrofi sebagai upaya kompensasi.4 Merokok juga
dihubungkan dengan vaskulopati desidua yang dapat mengakibatkan terjadinya
plasenta previa.5

2.5.5 Kehamilan Ganda


Plasenta yang terlalu besar seperti pada kehamilan ganda bias menyebabkan
pertumbuhan plasenta melebar ke segme bawah rahim sehingga menutupi
sebagian atau seluruh ostium uteri internum.4

2.6. Patofisiologi
Pada usia kehamilan lanjut, segmen bawah rahim mulai terbentuk. Dengan
melebarnya isthmus uteri menjadi segmen bawah rahim, maka plasenta yang
berimplantasi sedikit banyak akan mengalami laserasi akibat pelepasan pada

6
desidua. Demikian pula pada waktu serviks mendatar (effacement) dan membuka
(dilatation) ada bagian plasenta yang terlepas. Pada tempat laserasi itu akan
terjadi perdarahan yang berasal dari sirkulasi maternal yaitu ruangan intervillus
dari plasenta. Oleh karena fenomena pembentukan segmen bawah rahim tersebut,
maka perdarahan pada plasenta previa akan terjadi. Perdarahan relatif dipermudah
dan banyak oleh karena segmen bawah rahim dan serviks tidak mampu
berkontraksi dengan kuat karena elemen otot yang dimilikinya sangat minimal,
sehingga pembuluh darah tidak tertutup sempurna. Perdarahan akan berhenti
karena terjadi pembekuan kecuali jika ada laserasi mengenai sinus yang besar dari
plasenta sehingga perdarahan akan lebih banyak dan berlangsung lebih lama. Oleh
karena pembentukan segmen bawah rahim akan berlangsung progresif dan
bertahap, maka laserasi baru akan mengulang perdarahan. Perdarahan akan
berulang tanpa sesuatu sebab lain. Darah yang keluar berwarna merah segar tanpa
rasa nyeri. Makin rendah letak plasenta, makin dini perdarahan terjadi karena
segmen bawah rahim terbentuk lebih dahulu pada bagian terbawah yaitu ostium
uteri internum (OUI). Oleh karena itu, perdarahan pada plasenta previa totalis
akan terjadi lebih dini daripada plasenta letak rendah, yang mungkin baru
mengalami perdarahan setelah persalinan dimulai. Perdarahan pertama biasanya
sedikit tapi cenderung lebih banyak pada perdarahan berikutnya. Berhubung
tempat perdarahan terletak dekat OUI, maka perdarahan lebih mudah mengalir ke
luar rahi, dan tidak membentuk hematoma retroplasenta.4

2.7 Diagnosis
Pada setiap perdarahan antepartum, pertama kali harus dicurigai bahwa
penyebabnya ialah plasenta previa sampai kemudian ternyata dugaan itu salah.4
2.6.1 Anamnesis
Pasien dengan plasenta previa biasa datang dengan keluhan adanya
perdarahan pervaginam pada kehamilan lanjut. Perdarahan yang terjadi
tidak disertai nyeri yang terjadi pada akhir trimester II ke atas. Namun,
perdarahan dapat terjadi sebelumnya dan dapat mengakibatkan aborsi
akibat lokasi plasenta yang abnormal. Umumnya perdarahan akan berhenti
akibat proses koagulasi dan akan berulang karena proses pembentukan

7
segmen bawah rahim. Setiap pengulangan akan terjadi perdarahan yang
lebih hebat. Plasenta previa totalis biasa perdarahan terjadi lebih awal,
sedangkan plasenta previa parsialis dan plasenta letak rendah terjadi
mendekati atau saat persalinan dimulai.4

2.6.2 Pemeriksaan Luar


Bagian terbawah janin biasanya belum masuk pintu atas panggul. Apabila
presentasi kepala, biasanya kepalanya masih terapung diatas pintu atas
panggul atau ke samping, dan sukar didorong ke dalam pintu atas panggul.
Sering disertai dengan kelainan letak janin, seperti letak lintang atau letak
sungsang.4

2.6.3 Pemeriksaan Inspekulo


Pemeriksaan spekulum dapat dilakukan untuk menilai vagina dan serviks.
Vaginal toucher harus dihindari pada semua ibu yang mengalami
perdarahan antepartum sampai terdiagnosis bukan sebagai plasenta previa.
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui apakah perdarahan berasal
dari osteum uteri eksternum atau dari kelainan serviks atau vagina, seperti
erosio porsio uteri, karsinoma, polip, varises vulva dan trauma. Apabila
perdarahan berasal dari osteum uteri eksternum, adanya plasenta previa
harus dicurigai. Dilakukan pemeriksaan ini jika perdarahan telah berhenti.4

2.6.4 Ultrasonography (USG)


Plasenta previa dapat didiagnosis dengan melihat gejala klinis dan
pemeriksaan obstetri menggunakan USG. Metode pemeriksaan penunjang
telah digunakan untuk mendiagnosis plasenta previa diantaranya USG
transabdominal, USG transvaginal dan MRI. Penggunaan USG
transvaginal lebih direkomendasikan karena mempunyai tingkat akurasi
yang lebih baik dibandingkan dengan USG transabdominal. Kekurangan
dari USG transabdominal yaitu visualisasi yang kurang baik pada plasenta
letak posterior dan segmen bawah rahim akibat terhalang kepala bayi,
obesitas serta keadaan kandung kemih yang kosong atau terlalu penuh.
MRI juga mempunyai tingkat akurasi yang lebih baik bila dibandingkan

8
dengan USG transabdominal. Namun tidak dapat memberikan gambaran
lokasi plasenta sebaik USG transvaginal, selain itu MRI tidak tersedia
pada semua pelayanan kesehatan.2,4,5

Gambar 2.2 Gambaran USG pada plasenta previa totalis. A. USG


Transabdominal menunjukkan plasenta (anak panah putih) menutupi serviks (anak
panah hitam). B. USG Transvaginal menunjukkan plasenta (anak panah), berada
diantara serviks dan kepala janin. C. USG Transvaginal plasenta previa anterior
pada umur kehamilan 36 minggu. Batas plasenta (panah merah) memanjang
kebawah menuju serviks. Ostium serviks internal (panah kuning) dan kanal
servikalis (panah putih pendek).5

2.8 Penatalaksanaan
Prinsip dasar yang harus segera dilakukan pada semua kasus perdarahan
antepartum adalah menilai kondisi ibu dan janin, melakukan resusitasi secara
tepat apabila diperlukan, apabila terdapat fetal distress dan bayi sudah cukup
matur untuk dilahirkan maka perlu dipertimbangkan untuk terminasi kehamilan.

9
Penanganan ibu dengan plasenta previa simtomatik meliputi: setelah terdiagnosis
maka ibu disarankan untuk rawat inap di rumah sakit, tersedia darah transfusi
apabila dibutuhkan segera, fasilitas yang mendukung untuk tindakan bedah sesar
darurat, rencana persalinan pada minggu ke 38 kehamilan namun apabila terdapat
indikasi sebelum waktu yang telah ditentukan maka dapat dilakukan bedah sesar
saat itu juga.9
Apabila dari penilaian ternyata perdarahan yang telah berlangsung atau
yang akan berlangsung tidak akan membahayakan ibu dan/atau janinnya (yang
masih hidup), dan kehamilannya belum cukup, atau taksiran berat janin belum
sampai 2500 gram, dan persalinan belum mulai, dapat dibenarkan untuk menunda
persalinan sampai janin dapat hidup di luar kandungan lebih baik lagi.
Penanganan pasif ini, pada kasus-kasus tertentu sangat bermanfaat untuk
mengurangi angka kematian neonatus yang tinggi akibat prematuritas, asal jangan
dilakukan pemeriksaan dalam.4,5
Penderita dianjurkan untuk melakukan tirah baring atau bedrest dan diberi
tokolitik bila ada his. Pada umur kehamilan antara 24 minggu sampai 34 minggu
diberikan kortikosteroid untuk pematangan paru-paru janin. Jika ibu memiliki tipe
darah Rh negatif, diberikan injeksi Rh immune globulin atau RhoGam. Vitamin
juga dapat diberikan untuk menunjang keadaan ibu dan janin, semisal asam folat
yang merupakan salah satu jenis vitamin B yang berguna bagi ibu dan janin.
Kegunaannya salah satunya yakni dalam hal menjaga perkembangan otak dan
susum tulang belakang janin. Bila selama 3 hari tidak ada perdarahan, pada pasien
dilakukan mobilisasi bertahap. Setelah pasien berjalan tetap tidak ada perdarahan,
pasien boleh pulang dengan diinformasikan agar mengurangi aktifitas fisik dan
menghindari setiap manipulasi intravaginal.4
Dilakukan penanganan aktif segera dan penanganan pasif harus
ditinggalkan, jika terdapat salah satu dari keadaan dibawah ini:4,5
- Penurunan kondisi ibu
- Perdarahan aktif
- Umur kehamilan > 36 minggu
- Taksiran berat janin > 2500 gram
- Gawat janin pada janin yang viable

10
- Kontraksi uterus yang tidak berespon pada pengobatan
Dalam hal ini pemeriksaan dalam dapat dilakukan di meja operasi dalam keadaan
siap operasi.
Cara persalinan ditentukan oleh jarak antara tepi plasenta dan ostium uteri
internum (OUI) dengan pemeriksaan USG transvaginal pada minggu ke 35
kehamilan. Apabila jaraknya >20 mm persalinan pervaginam kemungkinan besar
berhasil dengan persalinan pervaginam. Apabila jarak antara tepi plasenta dengan
ostium uteri internum 0-20 mm maka besar kemungkinan dilakukan bedah sesar,
namun persalinan pervaginam masih dapat dilakukan tergantung keadaan klinis
pasien. Penelitian Khalid Al Wadi dkk, menjelaskan hasil penelitian yang
dilakukan pada ibu hamil dengan jarak plasenta antara 11 dan 20 mm dari OUI
yang menjalani trial of labor (TOL) menemukan bahwa lebih dari 90% ibu
berhasil melahirkan pervaginam tanpa terjadi perdarahan intrapartum. Sehingga,
tidak semua ibu dengan jarak plasenta ke OUI < 20 mm harus melahirkan dengan
pembedahan seksio sesarea.9

2.9 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada ibu dan bayi yaitu selama kehamilan
pada ibu dapat menimbulkan perdarahan antepartum yang dapat menimbulkan
syok, kelainan letak pada janin (letak bokong dan letak lintang). Selain itu, dapat
mengakibatkan kelahiran prematur. Selama persalinan plasenta previa dapat
menyebabkan ruptur atau robekan jalan lahir, prolaps tali pusat, perdarahan
postpartum, perdarahan intrapartum, serta dapat menyebakan melekatnya plasenta
sehingga harus dikeluarkan secara manual atau bahkan dilakukan kuretase.
Sedangkan pada janin plasenta previa ini dapat mengakibatkan bayi lahir dengan
berat badan rendah, munculnya asfiksia, kematian janin dalan uterus, kelainan
kongenital serta cidera akibat intervensi kelahiran.4,9

2.10 Prognosis
Plasenta previa merupakan kasus obstetri yang cukup serius dan harus
dilakukan manajemen yang tepat. Morbiditas yang dapat terjadi termasuk
perdarahan (antepartum, intrapartum, maupun postpartum), penempelan plasenta

11
yang abnormal, histerektomi, transfusi darah, septikemia, dan tromboflebitis.
Stres emosional bagi ibu juga dapat terjadi yang mempengaruhi keadaan bayi.4
Prognosis ibu dengan plasenta previa dipengaruhi oleh jumlah dan
kecepatan perdarahan serta kesegeraan pertolongannya. Kematian pada ibu dapat
dihindari apabila penderita segera memperoleh transfusi darah dan segera lakukan
pembedahan seksio sesarea. Prognosis terhadap janin lebih buruk oleh karena
kelahiran yang prematur lebih banyak pada penderita plasenta previa melalui
proses persalinan spontan maupun melalui tindakan seksio sesarea. Namun
perawatan yang intensif pada neonatus sangat membantu mengurangi kematian
perinatal.4

12
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1. Identitas
Nama : NLS
Umur : 26 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Hindu
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Br. Katung, Kecamatan Sidemen, Klungkung
Bangsa : Indonesia
Status perkawinan : Menikah
Pendidikan : SD
Tanggal Pemeriksaan : 10 Desember 2018 pukul 11.00 WITA

3.2. Anamnesis
Keluhan Utama
Perdarahan per vaginam.

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien merupakan ibu hamil diantar oleh suaminya ke PONEK RSUD
Klungkung, pada tanggal 10 Desember 2018 pukul 23.50 WITA dengan
keluhan perdarahan pervaginam sejak 2 jam sebelum masuk rumah sakit.
Perdarahan pervaginam dikatakan seperti flek-flek berwarna merah segar.
Jumlah darah yang keluar dikatakan sedikit. Keluhan adanya gumpalan
disangkal, nyeri perut dan keluar air pervaginam disangkal. Gerakan janin
dikatakan ada dan masih dirasakan baik. Ini merupakan pertama kalinya
pasien mengalami mengalami keluhan perdarahan pervaginam selama
kehamilan ini, sehingga pasien segera ke rumah sakit.

Riwayat Penyakit Terdahulu


Pasien mengatakan belum pernah mengalami keluhan yang sama seperti
dialami sekarang pada kehamilan sebelumnya. Pasien menyangkal adanya

13
riwayat penyakit hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung, maupun
asma yang berhubungan dengan kehamilan ini. Pasien mengatakan tidak
memiliki alergi terhadap obat ataupun makanan. Riwayat mengonsumsi
obat-obatan maupun riwayat operasi juga disangkal oleh pasien.

Riwayat Penyakit Keluarga


Keluarga pasien tidak pernah ada yang pernah mengalami hal yang sama
seperti pasien. Riwayat hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung,
maupun asma pada anggota keluarga pasien disangkal oleh pasien.

Riwayat Menstruasi
 Menarche umur ± 12 tahun, siklus teratur 28 hari dengan lama 3-4 hari.
Pasien mengganti pembalut sebanyak 2-3 kali dalam sehari saat
menstruasi. Tidak ada keluhan saat menstruasi.
 Hari pertama haid terakhir (HPHT) : 5 April 2018
Taksiran Persalinan : 12 Januari 2019

Riwayat Pernikahan
Pasien menikah satu kali dengan lama pernikahan 2 tahun. Usia saat
menikah adalah 26 tahun.

Riwayat Kehamilan
1. Kehamilan pertama dengan persalinan normal ditolong oleh tenaga
kesehatan di RSUD Klungkung pada tahun 2016, cukup bulan, lahir
bayi perempuan dengan berat badan lahir 3.200 gram.
2. Hamil ini.

Riwayat Kontrasepsi
Pasien menggunakan kontrasepsi pil KB sejak kehamilan melahirkan anak
pertamanya.

14
Riwayat Antenatal Care (ANC)
Pasien mengatakan telah berkunjung ke bidan untuk melakukan kontrol
kehamilan sebanyak 3 kali, namun belum pernah ke dokter spesialis
kandungan untuk melakukan USG. Selama kontrol kehamilan pasien
mendapatkan tablet penambah darah dan vitamin dari puskesmas. Pasien
juga sudah melakukan pemeriksaan darah lengkap, golongan darah, dan
PPIA di puskesmas. Pasien mengatakan sudah pernah mendapatkan
imunisasi TT sebanyak 1 kali.

Riwayat Penyakit Ginekologi


Tidak ada

Riwayat Sosial dan Keluarga


Pasien sehari-hari bekerja sebagai ibu rumah tangga seperti memasak,
menyapu, mengepel, dan mengurus keperluan upacara adat. Selama
kehamilan pasien tidak pernah melakukan aktivitas berat dan lebih banyak
istirahat. Suami pasien bekerja sebagai pedagang. Pasien tidak merokok,
namun suami adalah perokok yang biasa mengonsumsi 1-2 bungkus rokok
per harinya. Pasien mengatakan keluarga mendukung adanya kehamilan ini.

3.3. Pemeriksaan Fisik


Status Present
Kesadaran : Compos mentis (E4V5M6)
Tekanan darah : 100/70mmHg
Nadi : 84 x/menit
Respirasi : 20 x/menit
Temperatur axilla : 36,5ºC
Berat badan : 62 kg
Tinggi badan : 158 cm
BMI : 24,8 kg/m2
VAS : 0/0

15
Status General
Kepala : Normocephali
Mata : Anemis -/-, ikterus -/-, isokor
THT : Kesan normal, pembesaran kelenjar getah bening (-)
Cor : S1S2 tunggal, regular, murmur (-)
Pulmo : Vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-
Abdomen : Sesuai status obstetri
Ekstremitas : Edema -/-, akral hangat +/+

Status Obstetri
Mammae
Inspeksi : Bentuk simetris, hiperpigmentasi areola mammae (+), puting susu
Menonjol (+), pengeluaran tidak ada, kebersihan cukup.
Abdomen
Inspeksi : Tampak perut membesar, tampak striae gravidarum, luka bekas
operasi atau jaringan parut (-)
Palpasi : - Pemeriksaan Leopold
I. Teraba bagian bulat dan lunak (kesan bokong).
II. Teraba bagian keras, lunak, dan mendatar pada sisi kanan
(kesan punggung). Teraba bagian-bagian kecil di sisi kiri
(kesan ekstremitas).
III. Teraba bagian keras, bulat, dan melenting (kesan kepala).
IV. Kedua tangan konvergen (bagian bawah janin belum masuk
pintu atas panggul).
- Tinggi Fundus Uteri: 31 cm
- His (-)
- Gerak janin (+)
Auskultasi : Denyut jantung janin terdengar paling keras di sebelah kanan atas
umbilikus dengan frekuensi 144 kali / menit.

Anogenital
Pemeriksaan dalam (11 Desember 2018 pukul 00.15 WITA)

16
Inspeksi : Fluxus (+), Fluor (-)
Pembukaan serviks (-)

VT : Tidak dilakukan

3.4. Pemeriksaan Penunjang


Hasil USG (TAS) 12/12/2018:

Janin, T/H, Fetal Heart Beat (+), Fetal Movement (+)


BPD
HC AVE: 33 minggu 5 hari
AC EFW: 2305 gram
FL EDD: 24/1/2019

Plasenta di segmen bawah rahim menutupi sebagian OUI (Plasenta Previa


Partialis)

17
3.5. Diagnosis
G2P1001 uk 36 minggu 0 hari, tunggal/hidup, PBB: 2945 gram + Antepartum
Bleeding (Plasenta Previa Partialis)

3.6. Penatalaksanaan
Terapi : Sulfas ferrosus 300 mg tiap 24 jam PO, Dexamethazone 12 mg
tiap 12 jam PO, Uterogestan 1 tablet tiap 24 jam PO
Monitoring : Observasi keadaan dan keluhan pasien, vital sign, tanda-tanda
pendarahan aktif, DJJ, Cek DL dan faal hemostasis
KIE :
- Menginformasikan kepada pasien dan keluarga mengenai
kondisi pasien saat ini, faktor risiko, terapi, dan komplikasi yang
bisa terjadi.
- Kontrol USG 4 minggu lagi (usia kehamilan 35-36 minggu).
- Segera ke rumah sakit terdekat apabila terjadi perdarahan
kembali.
- Rencana tindakan yang akan dilakukan apabila terjadi
perdarahan berulang.

18
BAB IV
PEMBAHASAN

Diagnosis pada pasien meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik, dan


pemeriksaan penunjang. Pada teori, anamnesis biasa didapatkan adanya
perdarahan pervaginam berwarna merah segar tanpa disertai nyeri perut, dimana
pasien pada kasus juga mengeluh ada perdarahan berwarna merah segar dan tidak
disertai nyeri perut. Pasien mengatakan HPHT 5 April 2018, sehingga dapat
diperkirakan usia kehamilan saat dilakukan pemeriksaan adalah 36 minggu 0 hari.
Keluhan ini merupakan keluhan pertama kalinya paseien mengalami perdarahan
pervaginam pada kehamilan ini. Umur kehamilan dan keluhan perdarahan ini
sesuai dengan perdarahan antepartum yang terjadi pada plasenta previa dimana
gejala klinis mulai timbul yaitu pada trimester ketiga atau akhir trimester kedua.
Pemeriksaan spekulum dapat dilakukan untuk menilai vagina dan serviks, namun
tidak dilakukan vaginal toucher. Pada pasien juga hanya dilakukan pemeriksaan
inspekulo pervaginam dan didapatkan adanya perdarahan di OUE. Plasenta previa
dapat didiagnosis dengan melihat gejala klinis dan pemeriksaan obstetri
menggunakan USG. Pada pasien dilakukan USG dengan hasil plasenta di segmen
bawah rahim menutupi ostium uteri internum (OUI). Pada pasien ini didapatkan
faktor risiko untuk terjadinya plasenta previa yaitu paparan asap rokok, dimana
suami pasien merupakan perokok aktif dimana bisa menghabiskan 1-2 bungkus
rokok perharinya sehingga pasien terpapar asap rokok tersebut.
Penatalaksanaan yang dilakukan pada plasenta previa dapat berupa
ekspektatif pervaginam dan seksio sesarea. Pada pasien dilakukan penanganan
konservatif dan direncanakan dilakukan seksio sesarea apabila usia kehamilah
sudah cukup, dimana indikasi dilakukan seksio sesarea ini karena plasenta
menutupi sebagian ostium uteri internum (plasenta previa partialis). Sehingga
penatalaksanaan pembedahan sesar lebih baik dipilih untuk pasien ini.
Komplikasi yang dapat terjadi berupa syok karena perdarahan yang tidak
segera ditangani, perdarahan postpartum, dan kematian janin apabila tidak
mendapatkan penanganan yang tepat dan segera. Pada pasien sudah dilakukan

19
penanganan konservatif dan perbaikan keadaan umum ibu sehingga diharapkan
tidak terjadi komplikasi serius.

20
BAB V
SIMPULAN

Plasenta previa merupakan keadaan dimana plasenta berimplantasi pada


segmen bawah rahim sehingga menutupi ostium uteri interna yang ditandai
dengan perdarahan antepartum pada kehamilan lanjut berupa perdarahan
pervaginam berwarna merah segar tanpa adanya nyeri.
Telah dilaporkan kasus pada perempuan usia 26 tahun, hamil 36 minggu 0
hari yang mengalami perdarahan pervaginam pada kehamilan lanjut didiagnosis
dengan plasenta previa partialis. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Penatalaksanaan pada kasus
plasenta previa dapat berupa penanganan konservatif dan penanganan aktif. Pada
kasus ini dilakukan penanganan konservatif karena belum ada indiasi dilakukan
penanganan aktif yaitu terminasi kehamilan.. Prognosis pasien mengarah ke baik
dikarenakan kondisi pasien stabil dan kondisi janin dalam keadaan baik.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Adriaansz, G. dan Hanafiah, T.M. Diagnosis Kehamilan. Dalam : Saifuddin A. B.,


Wiknjosastro G. H., Rachimhadhi T, editor. Ilmu Kebidanan. Edisi 4. Jakarta :
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2014 : hal. 213-215.
2. Kedar, K., Uikey, P., Pawar, A., Choudhary, A. Maternal and Fetal Outcome In
Antepartum Haemorrhage: A Study at Tertiary Care Hospital. Int J Reprod
Contracept Obstet Gynecol. 2016 May;5(5):1386-1393
3. Kementerian Kesehata R.I. Pusat Data dan Informasi. Jakarta Selatan: Kementerian
Kesehatan R.I. 2014
4. Chalik, T.M.A. Perdarahan Pada Kehamilan Lanjut dan Persalinan. Dalam:
Saifuddin A. B., Wiknjosastro G. H., Rachimhadhi T, editor. Ilmu Kebidanan. Edisi
4. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2014 : hal. 492-503.
5. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Spong CY, Dashe JS, Hoffman BL,
Casey BM, Sheffield editors. William Obsetrics. 24th Ed. USA : The McGraw-Hills
Companies, 2014: hal. 799-804.
6. Weerakkody, Y. [Online] Placenta Previa Spectrum. Available from:
https://radiopaedia.org/cases/placenta-previa-spectrum [Diakses 14 September
2018]
7. Fan, D., Wu, S., Liu, L., Xia, Q., Wang, W., Guo, X., and Liu, Z. Prevalence of
antepartum hemorrhage in women with placenta previa: a systematic review and
meta-analysis. Scientific Reports. 2017; 7, 40320. http://doi.org/10.1038/srep40320
8. Sarojini, Malini, K., and Radhika. Clinical Study of Placenta Previa and Its Effect
On Maternal Health and Fetal Outcome. Int J Reprod Contracept Obstet Gynecol.
2016 Oct;5(10):3496-3499
9. Rowe T. Placenta Previa. J Obstet Gynaecol Can. 2014; 36(8):667-668.

22

Anda mungkin juga menyukai