PLASENTA PREVIA
Oleh:
Pembimbing
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat-Nya maka laporan kasus dengan topik “Plasenta Previa” ini dapat
selesai pada waktunya.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-
pihak yang telah membantu dalam penyelesaian laporan kasus ini. Laporan kasus
ini disusun sebagai salah satu syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya di
bagian Ilmu Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana/RSUD Klungkung.
Ucapan terima kasih penulis tujukan kepada:
1. dr. Ida Bagus Made Sukadana selaku Kepala Bagian / KSM Ilmu Obstetri
dan Ginekologi RSUD Klungkung dan pembimbing yang telah
memberikan kami kesempatan untuk belajar di rumah sakit ini,
2. Seluruh pihak yang membantu penulis dalam penyusunan laporan kasus.
Penulis menyadari laporan ini masih jauh dari sempurna dan banyak
kekurangan, sehingga saran dan kritik pembaca yang bersifat membangun sangat
penulis harapkan untuk kesempurnaan laporan kasus ini. Semoga tulisan ini dapat
bermanfaat bagi pembaca.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
mulanya tidak banyak tanpa disertai rasa nyeri dan terjadi pada waktu yang tidak
tentu, tanpa trauma. Perempuan hamil yang dicurigai mengalami plasenta previa
harus segera dirujuk ke fasilitas kesehatan terdekat yang dapat menangani
keadaan plasenta previa.4
Laporan kasus ini akan memaparkan mengenai tinjauan kepustakaan dari
plasenta previa dan memaparkan serta membahas mengenai salah satu pasien
dengan diagnosis plasenta previa yang datang ke RSUD Sanjiwani Gianyar.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah
rahim sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh dari ostium uteri internum
pada usia kehamilan 20 minggu atau lebih.4,5
2.2. Klasifikasi
Dalam Fetal Imaging Workshop oleh National Institutes of Health,
menggunakan klasifikasi plasenta previa sebagai berikut: 5
a. Plasenta Previa
Didefinisikan sebagai plasenta yang menutupi sebagian atau seluruh ostium
uteri internum. Di masa lalu, klasifikasi ini dibedakan menjadi plasenta previa
totalis atau komplit yaitu plasenta yang menutupi seluruh ostium uteri
internum dan plasenta previa parsialis yaitu plasenta yang menutupi sebagian
ostium uteri internum.
b. Plasenta Letak Rendah
Didefinisikan sebagai plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim,
dimana tepi bawahnya berada pada jarak lebih kurang 2 cm dari ostium uteri
internum. Jarak yang lebih dari 2 cm dianggap plasenta letak normal. Di masa
lalu, juga terdapat klasifikasi plasenta previa marginalis yaitu plasenta yang
tepinya berada pada pinggir ostium uteri internum.
Sejalan dengan bertambah membesarnya rahim dan meluasnya segmen
bawah rahim ke arah proksimal memungkinkan plasenta yang berimplantasi pada
segmen bawah rahim ikut berpindah mengikuti perluasan segmen bawah rahim
seolah plasenta tersebut bermigrasi. Ostium uteri yang secara dinamik mendatar
dan meluas dalam persalinan kala satu bisa mengubah luas pembukaan serviks
yang tertutup oleh plasenta.4 Misalnya, plasenta letak rendah pada dilatasi serviks
2 cm mungkin menjadi plasenta previa parsial pada dilatasi serviks 4 cm karena
serviks telah melebar untuk mengekspos tepi plasenta. Sebaliknya, plasenta previa
totalis sebelum dilatasi serviks dapat menjadi parsial pada dilatasi serviks 4 cm
3
karena pembukaan serviks sekarang meluas melampaui tepi plasenta. Fenomena
ini berpengaruh pada derajat atau klasifikasi dari plasenta previa ketika
pemeriksaan dilakukan baik dalam masa antenatal maupun masa intranatal, baik
dengan ultrasonografi maupun pemeriksaan digital. Palpasi digital (vaginal
toucher) dalam upaya untuk memastikan keadaan yang berubah antara tepi
plasenta dan ostium uteri internum (OUI) saat serviks melebar biasanya
menyebabkan perdarahan hebat. 5
2.3. Epidemiologi
Berdasarkan wilayah geografis, kejadian perdarahan antepartum dengan
prevalensi tinggi terdapat di Asia (53,4%), di Amerika Utara (53,2%) dan Eropa
(48,5%). Sebagai penyebab utama perdarahan antepartum pada kehamilan lanjut,
prevalensi keseluruhan plasenta previa baru-baru ini diperkirakan sekitar 5 per
4
1000 kehamilan di dunia. Wanita dengan plasenta previa berisiko 4 kali lipat
mengalami perdarahan pervaginam pada kehamilan trimester kedua dan beberapa
wanita memerlukan seksio sesarea dan histerektomi untuk penanganan perdarahan
yang mengancam jiwa.7 Plasenta previa terjadi pada kira-kira 0,3 persen atau 1
kasus diantara 300-400 persalinan.5 Plasenta previa lebih banyak terjadi pada
kehamilan dengan paritas tinggi, pada usia ibu di atas 30 tahun, dan lebih sering
terjadi pada kehamilan ganda daripada kehamilan tunggal. Di Indonesia tercatat
pada beberapa Rumah Sakit Umum Pemerintah, angka kejadian plasenta previa
berkisar 1,7% sampai dengan 2,9%. Di negara maju insiden plasenta previa lebih
rendah yaitu kurang dari 1% mungkin disebabkan berkurangnya perempuan hamil
paritas tinggi.4
2.4. Etiologi
Penyebab blastokista berimplantasi pada segmen bawah rahim belumlah
diketahui dengan pasti. Mungkin secara kebetulan saja blastokista menimpa
desidua di daerah segmen bawah rahim tanpa latar belakang lain yang mungkin.
Teori lain mengemukakan sebagai salah satu penyebabnya adalah vaskularisasi
desidua yang tidak memadai, mungkin sebagai akibat dari proses radang atau
atrofi. Paritas tinggi, usia lanjut, cacat rahim misalnya bekas operasi sesar,
kerokan, miomektomi, dan sebagainya berperan dalam proses peradangan dan
kejadian atrofi di endometrium yang dapat berperan sebagai faktor risiko
terjadinya plasenta previa.4
5
2.5.2 Multiparitas
Risiko kejadian plasenta previa dilaporkan meningkat sejalan dengan jumlah
paritas. Insiden plaseta previa dilaporkan 2,2% pada wanita dengan paritas 5 atau
lebih tinggi jika dibandingkan dengan wanita paritas rendah.5 Pada penelitian yang
dilakukan oleh Sarojini, dkk. tahun 2015 yang melibatkan 106 wanita hamil
dengan plasenta previa, mendapatkan 80,2% adalah multigravida.8
2.5.4 Merokok
Insiden plasenta previa pada perempuan perokok lebih tinggi 2 kali lipat.
Hipoksemia akibat karbon monoksida hasil pembakaran rokok menyebabkan
plasenta menjadi hipertrofi sebagai upaya kompensasi.4 Merokok juga
dihubungkan dengan vaskulopati desidua yang dapat mengakibatkan terjadinya
plasenta previa.5
2.6. Patofisiologi
Pada usia kehamilan lanjut, segmen bawah rahim mulai terbentuk. Dengan
melebarnya isthmus uteri menjadi segmen bawah rahim, maka plasenta yang
berimplantasi sedikit banyak akan mengalami laserasi akibat pelepasan pada
6
desidua. Demikian pula pada waktu serviks mendatar (effacement) dan membuka
(dilatation) ada bagian plasenta yang terlepas. Pada tempat laserasi itu akan
terjadi perdarahan yang berasal dari sirkulasi maternal yaitu ruangan intervillus
dari plasenta. Oleh karena fenomena pembentukan segmen bawah rahim tersebut,
maka perdarahan pada plasenta previa akan terjadi. Perdarahan relatif dipermudah
dan banyak oleh karena segmen bawah rahim dan serviks tidak mampu
berkontraksi dengan kuat karena elemen otot yang dimilikinya sangat minimal,
sehingga pembuluh darah tidak tertutup sempurna. Perdarahan akan berhenti
karena terjadi pembekuan kecuali jika ada laserasi mengenai sinus yang besar dari
plasenta sehingga perdarahan akan lebih banyak dan berlangsung lebih lama. Oleh
karena pembentukan segmen bawah rahim akan berlangsung progresif dan
bertahap, maka laserasi baru akan mengulang perdarahan. Perdarahan akan
berulang tanpa sesuatu sebab lain. Darah yang keluar berwarna merah segar tanpa
rasa nyeri. Makin rendah letak plasenta, makin dini perdarahan terjadi karena
segmen bawah rahim terbentuk lebih dahulu pada bagian terbawah yaitu ostium
uteri internum (OUI). Oleh karena itu, perdarahan pada plasenta previa totalis
akan terjadi lebih dini daripada plasenta letak rendah, yang mungkin baru
mengalami perdarahan setelah persalinan dimulai. Perdarahan pertama biasanya
sedikit tapi cenderung lebih banyak pada perdarahan berikutnya. Berhubung
tempat perdarahan terletak dekat OUI, maka perdarahan lebih mudah mengalir ke
luar rahi, dan tidak membentuk hematoma retroplasenta.4
2.7 Diagnosis
Pada setiap perdarahan antepartum, pertama kali harus dicurigai bahwa
penyebabnya ialah plasenta previa sampai kemudian ternyata dugaan itu salah.4
2.6.1 Anamnesis
Pasien dengan plasenta previa biasa datang dengan keluhan adanya
perdarahan pervaginam pada kehamilan lanjut. Perdarahan yang terjadi
tidak disertai nyeri yang terjadi pada akhir trimester II ke atas. Namun,
perdarahan dapat terjadi sebelumnya dan dapat mengakibatkan aborsi
akibat lokasi plasenta yang abnormal. Umumnya perdarahan akan berhenti
akibat proses koagulasi dan akan berulang karena proses pembentukan
7
segmen bawah rahim. Setiap pengulangan akan terjadi perdarahan yang
lebih hebat. Plasenta previa totalis biasa perdarahan terjadi lebih awal,
sedangkan plasenta previa parsialis dan plasenta letak rendah terjadi
mendekati atau saat persalinan dimulai.4
8
dengan USG transabdominal. Namun tidak dapat memberikan gambaran
lokasi plasenta sebaik USG transvaginal, selain itu MRI tidak tersedia
pada semua pelayanan kesehatan.2,4,5
2.8 Penatalaksanaan
Prinsip dasar yang harus segera dilakukan pada semua kasus perdarahan
antepartum adalah menilai kondisi ibu dan janin, melakukan resusitasi secara
tepat apabila diperlukan, apabila terdapat fetal distress dan bayi sudah cukup
matur untuk dilahirkan maka perlu dipertimbangkan untuk terminasi kehamilan.
9
Penanganan ibu dengan plasenta previa simtomatik meliputi: setelah terdiagnosis
maka ibu disarankan untuk rawat inap di rumah sakit, tersedia darah transfusi
apabila dibutuhkan segera, fasilitas yang mendukung untuk tindakan bedah sesar
darurat, rencana persalinan pada minggu ke 38 kehamilan namun apabila terdapat
indikasi sebelum waktu yang telah ditentukan maka dapat dilakukan bedah sesar
saat itu juga.9
Apabila dari penilaian ternyata perdarahan yang telah berlangsung atau
yang akan berlangsung tidak akan membahayakan ibu dan/atau janinnya (yang
masih hidup), dan kehamilannya belum cukup, atau taksiran berat janin belum
sampai 2500 gram, dan persalinan belum mulai, dapat dibenarkan untuk menunda
persalinan sampai janin dapat hidup di luar kandungan lebih baik lagi.
Penanganan pasif ini, pada kasus-kasus tertentu sangat bermanfaat untuk
mengurangi angka kematian neonatus yang tinggi akibat prematuritas, asal jangan
dilakukan pemeriksaan dalam.4,5
Penderita dianjurkan untuk melakukan tirah baring atau bedrest dan diberi
tokolitik bila ada his. Pada umur kehamilan antara 24 minggu sampai 34 minggu
diberikan kortikosteroid untuk pematangan paru-paru janin. Jika ibu memiliki tipe
darah Rh negatif, diberikan injeksi Rh immune globulin atau RhoGam. Vitamin
juga dapat diberikan untuk menunjang keadaan ibu dan janin, semisal asam folat
yang merupakan salah satu jenis vitamin B yang berguna bagi ibu dan janin.
Kegunaannya salah satunya yakni dalam hal menjaga perkembangan otak dan
susum tulang belakang janin. Bila selama 3 hari tidak ada perdarahan, pada pasien
dilakukan mobilisasi bertahap. Setelah pasien berjalan tetap tidak ada perdarahan,
pasien boleh pulang dengan diinformasikan agar mengurangi aktifitas fisik dan
menghindari setiap manipulasi intravaginal.4
Dilakukan penanganan aktif segera dan penanganan pasif harus
ditinggalkan, jika terdapat salah satu dari keadaan dibawah ini:4,5
- Penurunan kondisi ibu
- Perdarahan aktif
- Umur kehamilan > 36 minggu
- Taksiran berat janin > 2500 gram
- Gawat janin pada janin yang viable
10
- Kontraksi uterus yang tidak berespon pada pengobatan
Dalam hal ini pemeriksaan dalam dapat dilakukan di meja operasi dalam keadaan
siap operasi.
Cara persalinan ditentukan oleh jarak antara tepi plasenta dan ostium uteri
internum (OUI) dengan pemeriksaan USG transvaginal pada minggu ke 35
kehamilan. Apabila jaraknya >20 mm persalinan pervaginam kemungkinan besar
berhasil dengan persalinan pervaginam. Apabila jarak antara tepi plasenta dengan
ostium uteri internum 0-20 mm maka besar kemungkinan dilakukan bedah sesar,
namun persalinan pervaginam masih dapat dilakukan tergantung keadaan klinis
pasien. Penelitian Khalid Al Wadi dkk, menjelaskan hasil penelitian yang
dilakukan pada ibu hamil dengan jarak plasenta antara 11 dan 20 mm dari OUI
yang menjalani trial of labor (TOL) menemukan bahwa lebih dari 90% ibu
berhasil melahirkan pervaginam tanpa terjadi perdarahan intrapartum. Sehingga,
tidak semua ibu dengan jarak plasenta ke OUI < 20 mm harus melahirkan dengan
pembedahan seksio sesarea.9
2.9 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada ibu dan bayi yaitu selama kehamilan
pada ibu dapat menimbulkan perdarahan antepartum yang dapat menimbulkan
syok, kelainan letak pada janin (letak bokong dan letak lintang). Selain itu, dapat
mengakibatkan kelahiran prematur. Selama persalinan plasenta previa dapat
menyebabkan ruptur atau robekan jalan lahir, prolaps tali pusat, perdarahan
postpartum, perdarahan intrapartum, serta dapat menyebakan melekatnya plasenta
sehingga harus dikeluarkan secara manual atau bahkan dilakukan kuretase.
Sedangkan pada janin plasenta previa ini dapat mengakibatkan bayi lahir dengan
berat badan rendah, munculnya asfiksia, kematian janin dalan uterus, kelainan
kongenital serta cidera akibat intervensi kelahiran.4,9
2.10 Prognosis
Plasenta previa merupakan kasus obstetri yang cukup serius dan harus
dilakukan manajemen yang tepat. Morbiditas yang dapat terjadi termasuk
perdarahan (antepartum, intrapartum, maupun postpartum), penempelan plasenta
11
yang abnormal, histerektomi, transfusi darah, septikemia, dan tromboflebitis.
Stres emosional bagi ibu juga dapat terjadi yang mempengaruhi keadaan bayi.4
Prognosis ibu dengan plasenta previa dipengaruhi oleh jumlah dan
kecepatan perdarahan serta kesegeraan pertolongannya. Kematian pada ibu dapat
dihindari apabila penderita segera memperoleh transfusi darah dan segera lakukan
pembedahan seksio sesarea. Prognosis terhadap janin lebih buruk oleh karena
kelahiran yang prematur lebih banyak pada penderita plasenta previa melalui
proses persalinan spontan maupun melalui tindakan seksio sesarea. Namun
perawatan yang intensif pada neonatus sangat membantu mengurangi kematian
perinatal.4
12
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1. Identitas
Nama : NLS
Umur : 26 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Hindu
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Br. Katung, Kecamatan Sidemen, Klungkung
Bangsa : Indonesia
Status perkawinan : Menikah
Pendidikan : SD
Tanggal Pemeriksaan : 10 Desember 2018 pukul 11.00 WITA
3.2. Anamnesis
Keluhan Utama
Perdarahan per vaginam.
13
riwayat penyakit hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung, maupun
asma yang berhubungan dengan kehamilan ini. Pasien mengatakan tidak
memiliki alergi terhadap obat ataupun makanan. Riwayat mengonsumsi
obat-obatan maupun riwayat operasi juga disangkal oleh pasien.
Riwayat Menstruasi
Menarche umur ± 12 tahun, siklus teratur 28 hari dengan lama 3-4 hari.
Pasien mengganti pembalut sebanyak 2-3 kali dalam sehari saat
menstruasi. Tidak ada keluhan saat menstruasi.
Hari pertama haid terakhir (HPHT) : 5 April 2018
Taksiran Persalinan : 12 Januari 2019
Riwayat Pernikahan
Pasien menikah satu kali dengan lama pernikahan 2 tahun. Usia saat
menikah adalah 26 tahun.
Riwayat Kehamilan
1. Kehamilan pertama dengan persalinan normal ditolong oleh tenaga
kesehatan di RSUD Klungkung pada tahun 2016, cukup bulan, lahir
bayi perempuan dengan berat badan lahir 3.200 gram.
2. Hamil ini.
Riwayat Kontrasepsi
Pasien menggunakan kontrasepsi pil KB sejak kehamilan melahirkan anak
pertamanya.
14
Riwayat Antenatal Care (ANC)
Pasien mengatakan telah berkunjung ke bidan untuk melakukan kontrol
kehamilan sebanyak 3 kali, namun belum pernah ke dokter spesialis
kandungan untuk melakukan USG. Selama kontrol kehamilan pasien
mendapatkan tablet penambah darah dan vitamin dari puskesmas. Pasien
juga sudah melakukan pemeriksaan darah lengkap, golongan darah, dan
PPIA di puskesmas. Pasien mengatakan sudah pernah mendapatkan
imunisasi TT sebanyak 1 kali.
15
Status General
Kepala : Normocephali
Mata : Anemis -/-, ikterus -/-, isokor
THT : Kesan normal, pembesaran kelenjar getah bening (-)
Cor : S1S2 tunggal, regular, murmur (-)
Pulmo : Vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-
Abdomen : Sesuai status obstetri
Ekstremitas : Edema -/-, akral hangat +/+
Status Obstetri
Mammae
Inspeksi : Bentuk simetris, hiperpigmentasi areola mammae (+), puting susu
Menonjol (+), pengeluaran tidak ada, kebersihan cukup.
Abdomen
Inspeksi : Tampak perut membesar, tampak striae gravidarum, luka bekas
operasi atau jaringan parut (-)
Palpasi : - Pemeriksaan Leopold
I. Teraba bagian bulat dan lunak (kesan bokong).
II. Teraba bagian keras, lunak, dan mendatar pada sisi kanan
(kesan punggung). Teraba bagian-bagian kecil di sisi kiri
(kesan ekstremitas).
III. Teraba bagian keras, bulat, dan melenting (kesan kepala).
IV. Kedua tangan konvergen (bagian bawah janin belum masuk
pintu atas panggul).
- Tinggi Fundus Uteri: 31 cm
- His (-)
- Gerak janin (+)
Auskultasi : Denyut jantung janin terdengar paling keras di sebelah kanan atas
umbilikus dengan frekuensi 144 kali / menit.
Anogenital
Pemeriksaan dalam (11 Desember 2018 pukul 00.15 WITA)
16
Inspeksi : Fluxus (+), Fluor (-)
Pembukaan serviks (-)
VT : Tidak dilakukan
17
3.5. Diagnosis
G2P1001 uk 36 minggu 0 hari, tunggal/hidup, PBB: 2945 gram + Antepartum
Bleeding (Plasenta Previa Partialis)
3.6. Penatalaksanaan
Terapi : Sulfas ferrosus 300 mg tiap 24 jam PO, Dexamethazone 12 mg
tiap 12 jam PO, Uterogestan 1 tablet tiap 24 jam PO
Monitoring : Observasi keadaan dan keluhan pasien, vital sign, tanda-tanda
pendarahan aktif, DJJ, Cek DL dan faal hemostasis
KIE :
- Menginformasikan kepada pasien dan keluarga mengenai
kondisi pasien saat ini, faktor risiko, terapi, dan komplikasi yang
bisa terjadi.
- Kontrol USG 4 minggu lagi (usia kehamilan 35-36 minggu).
- Segera ke rumah sakit terdekat apabila terjadi perdarahan
kembali.
- Rencana tindakan yang akan dilakukan apabila terjadi
perdarahan berulang.
18
BAB IV
PEMBAHASAN
19
penanganan konservatif dan perbaikan keadaan umum ibu sehingga diharapkan
tidak terjadi komplikasi serius.
20
BAB V
SIMPULAN
21
DAFTAR PUSTAKA
22