Anda di halaman 1dari 21

ASUHAN KEPERAWATAN MATERNITAS

PADA KASUS RETENSIO PLASENTA

Disusun untuk memenuhi tugas individu


Matkul : Keperawatan Maternitas II
Dosen Pengampu : Tiara Fatma P, S.Kep.,Ns.,M.Tr.Kep

Oleh:

Etika Dwi Noraveri


(2020142010023)

STIKES BAHRUL ULUM

TAMBAK BERAS JOMBANG

TAHUN 2021/2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan YME. Yang melimpahkan rahmat dan
hidayahnya-Nya jadi penulis dapat meyelesaikan makalah “Keperawatan
Maternitas pada kasus retensio plasenta”. Dalam waktu yang telah ditentukan.
Dengan adanya penulisan makalah ini semoga dapat membantu dalam
pembelajaran kita dan bisa menyelesaikan masalah-masalah. Kami menyadari
bahwa susunan pembuatan makalah ini belum mencapai hasil yang
sempurna.Oleh karena itu, kritikan dan saran sangat diharapkan yang bersifat
membangun demi penyempurnaan makalah ini. Akhir kata selamat membaca dan
semoga makalah ini dapat membantu pembaca dalam mengupas imajinasi
mengenai hal-hal yang masih belum dipahami pada pembahasan retensio plasenta.

Jombang, 14, Maret 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ......................................................................................................... i
DAFTAR ISI....................................................................................................................... ii
BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
A. Latar Belakang ........................................................................................................ 1
B. Tujuan ..................................................................................................................... 1
BAB 2 ................................................................................................................................. 2
TINJAUAN TEORITIS ...................................................................................................... 2
A. Pengertian ............................................................................................................... 2
B. Etiologi.................................................................................................................... 3
C. Jenis Retensio Plasenta ........................................................................................... 3
D. Patofisiologi ............................................................................................................ 4
E. Tanda dan Gejala .................................................................................................... 4
F. Bentuk Pelepasan Plasenta ...................................................................................... 5
a. Schulze ................................................................................................................ 5
b. Duncan ................................................................................................................ 6
G. Faktor Predisposisi Retensio ................................................................................... 6
H. Diagnosa ................................................................................................................. 7
I. Penatalaksanaan ...................................................................................................... 7
BAB 3 ............................................................................................................................... 13
TINJAUAN KASUS ......................................................................................................... 13
A. Kasus Retensio Plasenta............................................................................................ 13
1. Subjektif ............................................................................................................ 13
2. Objektif ............................................................................................................. 13
3. Analisa .............................................................................................................. 13
4. Penatalaksanaan ................................................................................................ 13
BAB 4 ............................................................................................................................... 17
PENUTUP ........................................................................................................................ 17
A. Kesimpulan ........................................................................................................... 17
B. Saran ..................................................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 18

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
AKI yang tinggi di Indonesia menunjukkan masih buruknya tingkat
kesehatan ibu dan bayi baru lahir. Penyebab langsung kematian Ibu
sebesar 90% terjadi padasaat persalinan dan segera setelah persalinan.
Penyebab langsung kematian Ibuadalah perdarahan (28%), eklampsia
(24%) dan infeksi (11%).
Retensio plasenta adalah terlambatnya kelahiran plasenta selama
setengah macet setelahkelahiran bayi. plasentaharus dikeluarkan
karenadapat menimbulkan bahaya pendarahan, infeksi karena sebagai
benda mati, dapat terjadi plasenta inkarserata, dapat terjadi polip plasenta.
kapan suatu bagian plasenta (satu atau lebih lobus) tertinggal, maka rahim
tidak dapat berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat menimbulkan
perdarahan (Prawirohardjo, 2015). Pada kejadian retensio plasenta atau
palsenta tidak keluar dalam waktu 30 menit tenaga kesehatan dapat
melakukan tindakan manual plasenta yaitu tindakan untuk mengeluarkan
atau melepaskan plasenta secara manual. Adapun kemungkinan
komplikasi yang ditimbulkan setelah melakukan tindakan manual
palmenta yaitu perforasi rahim, terjadi infeksi akibat terdapat sisa plasenta
atau membran dan bakteria terdorong kedalam rongga rahim dan terjadi
pendarahan karena atoniarahim. (Manuaba, 2017).

B. Tujuan
1. melakukan pengkajian dengan mengumpulkan semua data melalui
anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang
dibutuhkan untuk menilai keadaan pasien secara menyeluruh pada
pasien dengan Retensio Plasenta.
2. Mampu menganalisa masalah- masalah yang muncul pada pasien
dengan Retensio Plasenta serta mampu melaksanakan rawat inap yang
telah dilaksanakan pada pasien Retensio Plasenta.

1
BAB 2
TINJAUAN TEORITIS

A. Pengertian
Retensio plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta
hingga atau melebihi waktu 30 menit setelah bayi lahir. Istilah retensio
plasenta dipergunakan kalau plasenta belum lahir.Retensio plasenta adalah
bila plasenta tidak lepas atau keluar lebih dari 30 menit setelah
persalinan.18
Kala tiga persalinan disebut juga dengan kala uri atau kala kontes
plasenta. Kala tiga persalinan dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir
dengan lahirnya plasenta dan menyempurnakan ketuban. Setelah kaladua
persalinan, kontraksi uterus berhenti sekitar 5 sampai 10 menit. Dengan
lahirnya bayi, sudah mulai membuka tutup lapisan Nitabuch, karena
sifatretraksi otot rahim. Lepasnya plasenta sudah dapat diperkirakan
dengan memperhatikan tanda-tanda:
A. Sebuah Perubahan bentuk uterus dan tinggi fundus uteri.
1) Setelah bayi lahir dan sebelum miometrium mulai
berkontraksi,uterus berbentuk bulat penuh dan umum tinggi
fundus uteri di bawah pusat
2) Setelah rahim berkontraksi dan plasenta terdorong ke
bawah,rahim berubah bentuk menjadi seperti buah pir/alpukat
dantinggi fundus uteri menjadi di atas pusat.
B. Tali pusat bertambah panjang.
C. semburan darah secara tiba-tiba berdarah (bila terjadi plasenta secara
Duncan/dari pinggir). Masalah/komplikasi yang dapat muncul pada
kala tiga adalah retensio plasenta, plasenta lahir tidak lengkap,
perlukaan jalan lahir. padakasus retensio plasenta, tindakan manuak
plasenta hanya dapat dilakukandengan pertimbangan perdarahan.
Retensio plasenta adalah terhentinya atau belum lahirnya plasenta
hingga atau melebihi waktu 30 menit setelah bayi lahir (Prawirohardjo,
2019). Retensio plasenta adalah belum lepasnya plasenta dengan melebihi
waktu setengah selesai. Keadaan ini dapat diikuti perdarahan yang banyak,

2
artinya hanya sebagian plasentayang telah lepas sehingga memerlukan
tindakan plasenta manual dengan segera (Manuaba, 2006). Istilah retensio
plasenta digunakan jika plasenta belum lahir tengah selai sebelum anak
lahir (Sastrawinata,2008). Jadi menurut pengertian diatas dapat kata
kuncinya retensi plasenta adalah terlambatnya kelahiran plasenta setengah
jam setelah kelahiran bayi.

B. Etiologi
Menurut Sastrawinata (2015) penyebab retensio plasenta adalah :
Plasenta yang sukar dilepas dengan pertolongan aktif kala tiga bisa
disebabkan oleh adhesi yang kuat antara plasenta dan uterus. Bila sebagian
kecil dari plasenta masih tertinggal di dalam uterus disebut rest plasenta
dan dapat menimbulkan perdarahan post partum primer atau lebih sering
sekunder.
Retensio plasenta dapat terjadi karena:
a. Fungsional:
1) His kurang kuat
2) Terhalang oleh kandung kemih yang penuh
3) Plasenta sulit lepas
b. Kelainan – Anatomik
1) Plasenta akreta, plasenta inkreta, dan plasenta perkreta
2) Plasenta belum lepas dari dinding uterus
3) Plasenta sudah lepas, tetapi belum dilahirkan (disebabkan oleh
tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan
kala II)
4) Plasenta melekat erat pada dinding uterus karena villi korialis
menembus desidua sampai miometrium hingga di bawah
peritoneum (plasenta akreta-perkreta)

C. Jenis Retensio Plasenta


a. Plasenta Adhesiva adalah implantasi yang kuat dari jonjot korion
plasenta sehingga menyebabkan kegagalan mekanisme separasi
fisiologis.

3
b. Plasenta Akreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga
memasuki bagian lapisan miometrium.
c. Plasenta Inkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga
mencapai lapisan miometrium.
d. Plasenta perkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta yang
menembus lapisan otot hingga mencapai lapisan serosa dinding
uterus.
e. Plasenta inkarserata adalah tertahannya plasenta di dalam kavum uteri,
disebabkan oleh kontriksi ostium uteri.

D. Patofisiologi
Proses kala III yang didahuluui dengan tahap pelepasan/separasi
plasenta akan ditandai oleh perdarahan pervaginam (cara pelepasan
Duncan) atau plasenta sudah lepas sebagian tetapi tidak keluar pervaginam
(cara pelepasan Schulze), sampai akhirnya tahap ekspilsi, plasenta lahir.
Pada retensio plasenta, sepanjang plasenta belum terlepas, maka tidak
akan menimbulkan perdarahan. Sebagian plasenta yang sudah lepas dapat
menimbulkan perdarahan yang cukup banyak (perdarahan kala III) dan
harus diantisipasi dengan segera melakukan plasenta manual, meskipun
kala uri belum lewat setengah jam.

E. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala dari retensio plasenta yaitu:
a. Terjadinya perdarahan segera
b. Uterus tidak berkontraksi
c. Tinggi Fundus Uteri tetap atau tidak berkurang
d. Plasenta belum lahir selama 30 menit setelah bayi lahir.
Adapun tanda dan gejala berdasarkan jenis retensio plasenta yaitu:
a. Separasi /akreta parsial
Gejalanya:
1) Konsistensi uterus kenyal
2) Tinggi fundus sepusat
3) Bentuk uterus discoid

4
4) Perdarahan bisa sedang-banyak
5) Tali pusat terjulur didepan
6) Ostium uteri terbuka
7) Separasi plasenta lepas sebagian
8) Syok sering terjadi.
b. Plasenta inkarserata
Gejalanya:
1) Konsistensi uterus keras
2) Tinggi fundus uterus 2 jari dibawah pusat
3) Bentuk uterus agak globuler
4) Perdarahan sedang
5) Tali pusat terjulur
6) Ostium uterus konstriksi
7) Separasi plasenta sudah lepas
8) Syok jarang terjadi
c. Plasenta akreta
Gejalanya:
1) Konsistensi uterus cukup
2) Tinggi fundus uterus sepusat
3) Bentuk uterus discoid
4) Perdarahan sedang, sedikit bahkan tidak ada
5) Tali pusat tidak terjulur
6) Ostium uteri terbuka
7) Separasi plasenta melekat seluruhnya
8) Syok jarang sekali terjadi, kecuali akibat inversion oleh tarikan
kuat pada tali pusat.
F. Bentuk Pelepasan Plasenta
Terdapat 2 bentuk pelepasan plasenta, yaitu:

a. Schulze
Pelepasan dimulai pada bagian tengah dari plasenta dan disini
terjadi hematoma retro plasentair yang selanjutnya mengangkat
plasenta dari dasarnya. Plasenta dengan hematom di atasnya sekarang
jatuh ke bawah dan menarik lepas selaput janin. Bagian plasenta yang

5
nampak pada vulva ialah permukaan foetal, sedangkan hematoma
sekarang terdapat dalam kantong yang terputar balik.
Maka pada pelepasan plasenta secara Schultze tidak ada
perdarahan sebelu plasenta lahir dan sekurang-kurangnya terlepas
seluruhnya. Baru setelah terlepas seluruhnya atau lahir, darah
sekonyong-konyong mengalir. Pelepasan secara Schulze adalah cara
yang paling sering kita jumpai.

b. Duncan
Pada pelepasan secara Duncan pelepasan plasenta mulai pada
pinggir plasenta. Darah mengalir keluar antara selaput janin dan
dinding rahim, jadi perdarahan sudah ada sejak sebagian dari plasenta
terlepas dan terus berlangsung sampai seluruh plasenta lepas. Plasenta
lahir dengan pinggirnya terlebih dahulu. Pelepasan secara Duncan
terutama terjadi pada plasenta letak rendah.

G. Faktor Predisposisi Retensio


Faktor predisposisi Retensio Plasenta yaitu:
a. Kelahiran prematur : pengeluaran buah kehamilan antara 28 minggu
dan 37 minggu atau bayi dengan berat badan antara 1000 gram dan
2499 gram.
b. Kontraksi uterus yang lemah
c. Tindakan manajemen aktif Kala III yang tidak benar.6
Adapun faktor predisposisi lainnya yaitu:
a. Grandemultipara : Persalinan lebih dari 4 kali.
b. Usia : Usia ibu < 20 tahun dan > 35 tahun
c. Overdistensi rahim, seperti kehamilan kembar, hidramnion, atau bayi
besar.
d. Partus lama : Persalinan yang berlangsung lebih dari 24 jam pada
primi dan lebih dari 18 jam pada multi.
e. Partus presipitatus
f. Kotiledon tertinggal
g. Riwayat atonia uteri
h. Plasenta akreta, inkreta dan perkreta
i. Manajeman aktif kala III yang tidak benar.
j. Gangguan koagulopati seperti anemia dan hipofibrinogenemi.

6
Adapun faktor predisposisi lainnya yaitu:
a. Pembedahan uterus sebelumnya
b. Plasenta previa
c. Kebiasaan merokok
d. Multiparitas grande.

H. Diagnosa
a. Data subjektif
Ibu mengatakan perutnya terasa mulas dan plasenta belum lahir.
b. Data objektif
Pemeriksaan fisik: Palpasi pada abdomen daerah perut didapatkan
uterus tidak teraba bulat dan keras, kontraksi kurang baik, TFU 1 jari
diatas pusat dan vesika urinaria teraba agak menonjol serta terjadi
perdarahan segera setelah anak lahir (postpartum primer).

I. Penatalaksanaan
Penanganan retensio plasenta berupa pengeluaran plasenta apabila
plasenta belum lahir dalam satu setengah jam sampai satu jam setelah bayi
lahir terlebih lagi apabila disertai perdarahan.
Jika plasenta tetap melekat, tidak ada tindakan lain yang harus
dilakukan sebelum dokter diberi tahu. Kemungkinan pemisahan manual
dapat diindikasikan. Jika plasenta dapat di palpasi di dalam vagina,
kemungkinan pemisahan telah terjadi, dan jika uterus berkontraksi dengan
baik, upaya maternal (mengejan) dapat dianjurkan. Jika terjadi keraguan,
bidan harus memakai sarung tangan steril sebelum melakukan
pemeriksaan vagina untuk memastikan terjadinya pemisahan. Sebagai
upaya terakhir, jika ibu tidak mampu mengejan secara efektif, tekanan
fundus dapat dilakukan. Uterotonik harus diberikan sebelum tekanan
fundus dilakukan. Kecermatan yang tinggi harus dilakukan untuk
memastikan bahwa pemisahan plasenta sudah terjadi dan uterus
berkontraksi dengan baik. Ibu harus rileks saat bidan member tekanan ke
bawah dan ke belakang pada fundus yang sedang berkontraksi kuat.

7
Metode ini dapat menyebabkan nyeri yang cukup berat dan disstres
pada ibu dan mengakibatkan peregangan dan memar pada ligament uterus
penopang. Jika dilakukan tanpa kontraksi uterus yang baik, inverse akut
dapat terjadi. Hal ini merupakan prosedur yang sangat berbahaya jika
dilakukan oleh tangan yang tidak trampil dan tidak dianjurkan dalam
praktik sehari-hari jika dapat dilakukan metode yang lain yang lebih aman.
Pelepasan plasenta secara manual. Hal ini harus dilakukan oleh
dokter. Infuse intravena dipasang dulu dan anestetik bekerja secara efektif.
Pilihan anesthesia yang digunakan bergantung pada kondisi umum ibu.
Jika anestetik epidural efektif sudah diberikan dan masih bekerja,
tambahannya dapat diberikan untuk menghindari anestesi umum.
Anestetik spinal merupakan alternatif lain, tetapi jika waktu merupakan
faktor yang sangat mendesak, anestetik umum dapat dilakukan.
Pelepasan manual dilakukan dengan tindakan aseptik penuh dan
kecuali jika terdapat kedaruratan yang memaksa, tindakan ini tidak boleh
dilakukan sebelum memastikan keadekuatan kerja analgesia pada ibu.
Dengan tangan kiri, tali pusat dipegang dan direntangkan, sedangkan
tangan kanan ditangkupkan dan dimasukan ke dalam vagina dan uterus
sesuai arah tali pusat. Setelah letak plasenta ditemukan, tali pusat
dilepaskan sehingga tangan kiri dapat digunakan untuk menopang fundus
pada abdomen, untuk mencegah rupture uterus bagian bawah. Operator
akan merasakan adanya pelepasan tepian plasenta. Jari-jari tangan
direntangkan dan tepi diselipkan tangan secara di antara plasenta dan
dinding uterus, dengan telapak tangan menghadap plasenta. Secara
perlahan, plasenta dilepaskan dari dinding uterus dengan gerakan mengiris
dari arah tepi. Setelah lepas sepenuhnya, tangan kiri merangsang kontraksi
dan tangan kanan dikeluarkan dengan plasenta dalam genggaman. Plasenta
harus segera diperiksa kelengkapannya sehingga eksplorasi uterus lebih
lanjut dapat dilakukan tanpa keterlambatan. Obat uterotonik diberikan
setelah plasenta terpisah sepenuhnya.
Pada situasi yang sangat khusus, yaitu ketika tidak ada dokter yang
dapat dipanggil, bidan diharapkan dapat melakukan pelepasan plasenta

8
secara manual. Setelah mendiagnosis adanya retensi plasenta sebagai
penyebab perdarahan pascapartum, bidan harus bertindak cekatan untuk
menurunkan risiko awitan syok dan kehilangan darah. Harus diingatkan
bahwa risiko terjadinya syok akibat pelepasan plasenta secara manual
lebih besar jika anestetik tidak diberikan. Di Negara maju, bidan jarang
berhadapan langsung dengan situasi ini.
Di rumah. Jika retensi plasenta terjadi setelah persalinan di rumah,
bantuan obstetric darurat harus dihubungi. Ibu tidak boleh dipindahkan ke
rumah sakit sampai infuse intravena diberikan dan kondisinya stabil.
Peran bidan dalam penatalaksanaan retensio plasenta meliputi:
a. Melakukan penatalaksanaan aktif kala tiga pada semua ibu yang
melahirkan melalui vagina.
b. Bila plasenta tidak lahir dalam waktu 15 menit, berikan 10 IU
oksitosin IM dosis kedua.
c. Periksa kandung kemih, jika ternyata penuh, gunakan teknik aseptic
untuk memasukan cateter nelaton desinfeksi tingkat tinggi atau steril
untuk mengosongkan kandung kemih.
d. Ulangi kembali penanganan tali pusat dan tekanan dorso-kranial.
e. Nasehati keluarga bahwa rujukan mungkin diperlukan jika plasenta
belum lahir dalam waktu 30 menit.
f. Pada menit ke 30 coba lagi melahirkan plasenta dengan melakukan
penegangan tali pusat untuk terakhir kalinya, jika plasenta tetap tidak
lahir, rujuk segera.
g. Jika plasenta belum lahir kemudian mendadak terjadi perdarahan
maka segera lakukan tindakan plasenta manual untuk segera
mengosongkan kavum uteri.
h. Melakukan prosedur manual plasenta sesuai dengan standar.

Adapun prosedur melakukan manual plasenta adalah sebagai berikut:

a. Memasang infus set dan cairan infuse NaCl 0,9% atau RL dengan
tetesan cepat, jarum berlubang besar (16 atau 18 G) untuk mengganti
cairan yang hilang.

9
b. Menjelaskan pada ibu prosedur dan tujuan tindakan.
c. Melakukan anastesia verbal atau algesia per rectal.
d. Menyiapkan dan menjalankan prosedur pencegahan infeksi.
e. Memastikan kandung kemih dalam keadaan kosong.
f. Menjepit tali pusat dengan klem pada jarak 5-10 cm dari vulva,
tegangkan dengan satu tangan sejajar lantai.
g. Secara obstetrik, masukan tangan lainnya (punggung tangan
menghadap ke bawah) ke dalam vagina dengan menelusuri sisi
bawah tali pusat.
h. Setelah mencapai bukaan servik, minta seorang asisten/penolong lain
untuk menegangkan klem tali pusat kemudian pindahkan tangan luar
untuk menahan fundus uteri.
i. Sambil menahan fundus, masukkan tangan dalam hingga ke kavum
uteri sehingga mencapai tempat implantasi plasenta.
j. Bentangkan tangan obstetrik menjadi datar seperti member salam
(ibu jari merapat ke jari telunjuk dan jari-jari lain saling merapat).
k. Tentukan implantasi plasenta, temukan tepi plasenta paling bawah.
Bila plasenta berimplantasi di korpus belakang, tali pusat tetap
disebelah atas dan sisipkan ujung jari-jari tangan diantara plasenta
dan dinding uterus dimana punggung tangan menghadap ke bawah
(posterior ibu). Bila di korpus depan maka pindahkan tangan ke
sebelah atas tali pusat dan sisipkan ujung jari-jari tangan diantara
plasenta dan dinding uterus dimana punggung tangan menghadap ke
atas (anterio ibu).
l. Setelah ujung-ujung jari masuk diantara plasenta dan dinding uterus
maka perluas pelepasan plasenta dengan jalan menggeser tangan ke
kanan dan kiri sambil digeser ke atas (cranial ibu) hingga semua
perlekatan plasenta terlepas dari dinding uterus.
m. Sementara satu tangan masih di dalam kavum uteri, lakukan
eksplorasi untuk menilai tidak ada sisa plasenta yang tertinggal.
n. Memindahkan tangan luar dari fundus ke supra simfisis (tahan
segmen bawah uterus) kemudian instruksikan asisten/penolong

10
untuk menarik tali pusat sambil tangan dalam membawa plasenta
keluar (hindari terjadinya percikan darah).
o. Melakukan penekanan (dengan tangan yang menahan supra simfisis)
uterus kearah dorso-kranial setelah plasenta dilahirkan dan
tempatkan plasenta di dalam wadah yang telah disediakan.
p. Mendekontaminasi sarung tangan (sebelum dilepaskan) dan
peralatan lain yang digunakan.
q. Melepaskan dan rendam sarung tangan dan peralatan lainnya di
dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit.
r. Mencuci tangan dengan saun dan air bersih mengalir.
s. Mengeringkan tangan dengan handuk bersih dan kering.
t. Memeriksa kembali tanda-tanda vital ibu.

Prosedur tindakan manual plasenta di tingkat pelayanan sekunder:

a. Sebelum memulai tindakan, lakukan narcosis/ pembiusan terlebih


dahulu.
b. Pasang infuse NaCl 0,9%
c. Lakukan desinfeksi tangan dan vulva termasuk daerah seputarnya.
d. Labia dibuka dengan tangan kiri sedangkan tangan kanan
dimasukkan secara obstetric ke dalam vagina.
e. Tangan kiri menahan fundus untuk mencegah kolporeksis (robekan
melintang pada bagian atas vagina).
f. Tangan kanan dengan posisi obstetric menuju ke ostium uteri dan
terus ke lokasi plasenta dengan menyusuri tali pusat.
g. Agar tali pusat mudah diraba, mintalah banyuan asisten untuk
meregangkan.
h. Sebelah tangan menyentuh plasenta, pindahkan ke pinggir lalu cari
bagian plasenta yang sudah lepas untuk menentukan bidang
pelepasan yang tepat.
i. Dengan menggunakan tangan kanan bagian bawah kelingking
(ulner), plasenta dilepaskan dari bagian yang sudah terlepas dari
dinding rahim dengan gerakan yang sejajar dengan dinding rahim.

11
j. Setelah seluruh plasenta terlepas, tarik plasenta keluar secara
perlahan-lahan.
k. Pastikan plasenta keluar lengkap dan tidak ada yang tersisa (jika
plasenta tidak dapat dilepaskan secara manual, segera rujuk ke
rumah sakit).
l. Apabila terjadi atonia uteri, segera lakukan kompresi bimanual
uterus dan berikan suntikan Ergometrin 0,2 mg IM atau IV sampai
kontraksi uterus baik.
m. Apabila kontraksi rahim tetap buruk dilanjutkan dengan tindakan
sesuai prosedur tindakan pada atonia uteri.17

Menurut Bukusaku, 2013 yaitu:

a. Berikan 20-40 IU oksitosin dalam 1000 ml larutan NaCl 0.9% atau


Ringer Laktat dengan kecepatan 60 tetes/menit dan 10 IU IM.
b. Lanjutkan infus oksitosin 20 IU dalam 1000 ml larutan NaCl 0.9% atau
ringer laktat dengan kecepatan 40 tetes/menit hingga perdarahan
berhenti.
c. Lakukan tarikan tali pusat terkendali.
d. Bila tarikan tali pusat tidak berhasil, lakukan plasenta manual secara
hati-hati.
e. Berikan antibiotik profilaksis dosis tunggal (ampisilin 2 g IV dan
metronidazol 500 mg IV)
f. Segera atasi atau rujuk ke fasilitas yang lebih lengkap bila terjadi
komplikasi perdarahan hebat atau infeksi.

12
BAB 3
TINJAUAN KASUS

A. Kasus Retensio Plasenta

1. Subjektif
Ibu merasa tidak mulas dan merasa takut karena ari-arinya belum lahir 30
menit. Menurut teori, retensio plasenta adalah tertahannya atau belum
lahirnya plasenta hingga atau melebihi waktu 30 menit setelah bayi lahir.
Salah satu gejalanya yang dirasakan oleh ibu yaitu uterus tidak
berkontraksi.10 Ibu merasa tidak mulas sama dengan uterus yang tidak
berkontraksi. Data yang didapatkan tidak ada kesenjangan antara teori yang
ada.

2. Objektif
Pukul 14.30 WIB, 15 menit oxytocin pertama sudah berikan 2 menit
setelah bayi lahir. Pukul 14.45 WIB, 30 menit plasenta belum juga lahir.
Menurut teori, retensio plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya
plasenta hingga atau melebihi waktu 30 menit setelah bayi lahir.9 Pada
pemeriksaan didapatkan bahwa keadaan umum ibu tampak cemas, kesadaran
composmentis, dan pada pemeriksaan fisik yaitu pada abdomen TFU sepusat,
uterus teraba kenyal, kandung kemih kosong. Terdapat pengeluaran darah,
tali pusat menjulur sebagian di depan vulva. Pengeluaran darah ±50cc.
Menurut teori, TFU sepusat dan perdarahan sedang-banyak merupakan gejala
dari retensio plasenta akreta parsial.6 Pada kasus ini data objektif sudah
sesuai dengan teori.

3. Analisa
Berdasarkan data subjektif dan objektif yang diperoleh, maka dapat
ditegakkan analisa “Ny. N usia 34 tahun P3A0 dengan retensio plasenta dan
anemia ringan”.

4. Penatalaksanaan
Berdasarkan hasil pengkajian data subjektif dan objektif serta analisa
yang telah dibuat, maka disusunlah penatalaksanaan asuhan yang sesuai

13
dengan kebutuhan klien. Penatalaksanaan pertama yang dilakukan adalah
menjelaskan hasil pemeriksaan kepada ibu dan suami bahwa plasenta belum
lahir. Memberitahu ibu bahwa ibu akan disuntik oksitosin kedua karena
plasenta belum juga lahir. Menurut teori, Menurut Claire Banister, oksitosin
digunakan untuk menstimulasi kontraksi uterus, mengaugmentasi persalinan,
mempercepat pelahiran janin, mempercepat pelahiran plasenta dan
menghentikan hemoragi pascapartum. Oksitosin memiliki efek stimulasi pada
otot polos uterus, pada dosis rendah dapat menyebabkan kontraksi berirama
tetapi pada dosis tinggi dapat menyebabkan kontraksi hipertonik yang
kontinu.
Selanjutnya, memberitahukan ibu bahwa plasenta belum lahir sudah 30
menit dan inform consent untuk pemasangan infus. Memasangkan infus 500
ml Ringer Laktat + 20 IU secara drip dengan kecepatan 60 tetes/menit.
Selanjutnya memberikan analgetik kaltrofen supp 100 mg. Memeriksa
kandung kemih. Mengganti sarung tangan panjang dan selanjutnya
melakukan PTT, plasenta masih belum lahir. Melakukan inform consent
untuk dilakukan tindakan. Selanjutnya melakukan manual plasenta dengan
Memasukkan tangan dalam posisi obstetri (punggung tangan ke bawah)
dengan menelusuri bagian bawah tali pusat.
Tangan kiri menahan fundus uteri dan tangan kanan berada di dalam
menyusuri tali pusat hingga ke kavum uteri hingga mencapai tempat
implantasi plasenta. Membuka tangan obstetric menjadi seperti memberi
salam (ibu jari merapat ke pangkal jari telunjuk. Menggerakkan tangan dalam
ke kiri dan kanan sambil bergeser dengan menggunakan sisi ulna untuk
melepaskan plasenta sehingga semua permukaan maternal plasenta dapat
dilepaskan. Melakukan eksplorasi dan memastikan tidak ada bagian plasenta
yang masih melekat pada dinding uterus. Menyimpan plasenta di segmen
bawah rahim dan melahirkan plasenta. Plasenta lahir pukul 15.05 WIB secara
manual.
Menurut teori, melakukan penatalaksanaan aktif kala tiga pada semua ibu
yang melahirkan melalui vagina. Bila plasenta tidak lahir dalam waktu 15
menit, berikan 10 IU oksitosin IM dosis kedua. Periksa kandung kemih, jika

14
ternyata penuh, gunakan teknik aseptic untuk memasukan cateter nelaton
desinfeksi tingkat tinggi atau steril untuk mengosongkan kandung kemih.
Ulangi kembali penanganan tali pusat dan tekanan dorso-kranial.
Nasehati keluarga bahwa rujukan mungkin diperlukan jika plasenta
belum lahir dalam waktu 30 menit. Pada menit ke 30 coba lagi melahirkan
plasenta dengan melakukan penegangan tali pusat untuk terakhir kalinya, jika
plasenta tetap tidak lahir, rujuk segera. Jika plasenta belum lahir kemudian
mendadak terjadi perdarahan maka segera lakukan tindakan plasenta manual
untuk segera mengosongkan kavum uteri. Melakukan prosedur manual
plasenta sesuai dengan standar.
Memasang infus set dan cairan infuse NaCl 0,9% atau RL dengan tetesan
cepat, jarum berlubang besar (16 atau 18 G) untuk mengganti cairan yang
hilang. Menjelaskan pada ibu prosedur dan tujuan tindakan. Melakukan
anastesia verbal atau algesia per rectal. Menyiapkan dan menjalankan
prosedur pencegahan infeksi. Memastikan kandung kemih dalam keadaan
kosong. Menjepit tali pusat dengan klem pada jarak 5-10 cm dari vulva,
tegangkan dengan satu tangan sejajar lantai. Secara obstetrik, masukan tangan
lainnya (punggung tangan menghadap ke bawah) ke dalam vagina dengan
menelusuri sisi bawah tali pusat. Setelah mencapai bukaan servik, minta
seorang asisten/penolong lain untuk menegangkan klem tali pusat kemudian
pindahkan tangan luar untuk menahan fundus uteri.
Sambil menahan fundus, masukkan tangan dalam hingga ke kavum uteri
sehingga mencapai tempat implantasi plasenta. Bentangkan tangan obstetrik
menjadi datar seperti member salam (ibu jari merapat ke jari telunjuk dan
jari-jari lain saling merapat). Tentukan implantasi plasenta, temukan tepi
plasenta paling bawah. Bila plasenta berimplantasi di korpus belakang, tali
pusat tetap disebelah atas dan sisipkan ujung jari-jari tangan diantara plasenta
dan dinding uterus dimana punggung tangan menghadap ke bawah (posterior
ibu). Bila di korpus depan maka pindahkan tangan ke sebelah atas tali pusat
dan sisipkan ujung jari-jari tangan diantara plasenta dan dinding uterus
dimana punggung tangan menghadap ke atas (anterio ibu). Setelah ujung-
ujung jari masuk diantara plasenta dan dinding uterus maka perluas pelepasan

15
plasenta dengan jalan menggeser tangan ke kanan dan kiri sambil digeser ke
atas (cranial ibu) hingga semua perlekatan plasenta terlepas dari dinding
uterus, sementara satu tangan masih di dalam kavum uteri, lakukan eksplorasi
untuk menilai tidak ada sisa plasenta yang tertinggal, memindahkan tangan
luar dari fundus ke supra simfisis (tahan segmen bawah uterus) kemudian
instruksikan asisten/penolong untuk menarik tali pusat sambil tangan dalam
membawa plasenta keluar (hindari terjadinya percikan darah), melakukan
penekanan (dengan tangan yang menahan supra simfisis) uterus kearah dorso-
kranial setelah plasenta dilahirkan dan tempatkan plasenta di dalam wadah
yang telah disediakan, mendekontaminasi sarung tangan (sebelum
dilepaskan) dan peralatan lain yang digunakan, melepaskan dan rendam
sarung tangan dan peralatan lainnya di dalam larutan klorin 0,5% selama 10
menit, mencuci tangan dengan saun dan air bersih mengalir, mengeringkan
tangan dengan handuk bersih dan kering, memeriksa kembali tanda-tanda
vital ibu.
Hasil asuhan kebidanan pada Ny. E, yaitu keadaan umum, perubahan
fisiologis dan perubahan psikologis mulai membaik karena proses
penanganan kasus ini sebagian besar sudah sesuai dengan teori yang ada dari
beberapa referensi.

16
BAB 4
PENUTUP

A. Kesimpulan
Retensio plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta
hingga atau melebihi waktu 30 menit setelah bayi lahir. Istilah retensio
plasenta dipergunakan kalau plasenta belum lahir.
penyebab retensio plasenta adalah plasenta yang sukar dilepas dengan
pertolongan aktif kala tiga bisa disebabkan oleh adhesi yang kuat antara
plasenta dan uterus. Bila sebagian kecil dari plasenta masih tertinggal di
dalam uterus disebut rest plasenta dan dapat menimbulkan perdarahan post
partum primer atau lebih sering sekunder.
Proses kala III yang didahuluui dengan tahap pelepasan/separasi
plasenta akan ditandai oleh perdarahan pervaginam (cara pelepasan
Duncan) atau plasenta sudah lepas sebagian tetapi tidak keluar pervaginam
(cara pelepasan Schulze), sampai akhirnya tahap ekspilsi, plasenta lahir.
Pada retensio plasenta, sepanjang plasenta belum terlepas, maka tidak
akan menimbulkan perdarahan. Sebagian plasenta yang sudah lepas dapat
menimbulkan perdarahan yang cukup banyak (perdarahan kala III) dan
harus diantisipasi dengan segera melakukan plasenta manual, meskipun
kala uri belum lewat setengah jam.
Tanda dan gejala dari retensio plasenta yaitu: a. Terjadinya perdarahan
segera, b. Uterus tidak berkontraksi, c. Tinggi Fundus Uteri tetap atau
tidak berkurang, d. Plasenta belum lahir selama 30 menit setelah bayi lahir.

B. Saran
Setelah kami membuat kesimpulan tentang asuhan keperawatan pada
Retensio Plasenta, maka kami menganggap perlu adanya sumbang saran
untuk memperbaiki dan meningkatkan mutu asuhan keperawatan.

17
DAFTAR PUSTAKA
Hoelman, B. Mickael, dkk. 2015. Panduan SDGs untuk Pemerintah Daerah (Kota
dan Kabupaten) dan Pemangku Kepentingan Daerah.
Departemen Kesehatan RI. 2015. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta :
Departemen Kesehatan Republik Indonesia Profil Kesehatan Jawa Barat.
2015.
Kementrian Kesehatan RI. Info DATIN. Jakarta Selatan: Pusat Data dan
Informasi; 2014. [Diakses tanggal 14 Maret 2017]. Didapat dari
http://www.depkes.go.id
Saifudin, Abdul Bari dkk. 2013. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Jakarta:
PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Varney, Helen, dkk. 2018. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Edisi 4 Volume 2.
Jakarta: EGC.
Prof. Sastrawinata, Sulaiman. 2015. Obstetri Patologi Ilmu Kesehatan
Reproduksi. Jakarta: EGC.
Varney, Helen, dkk. 2014. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Volume 2. Jakarta:
EGC.
Damayanti, Ika Putri, dkk. 2014. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Komprehensif
pada Ibu Bersalin dan Bayi Baru Lahir Edisi 1. Yogyakarta: Deepubllish
Prawirohardjo, Sarwono. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo
Saifudin, Abdul Bari dkk. 2019. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Maternity, Dainty. 2016. Asuhan Kebidanan Patologis. Tangerang Selatan:
Binarupa Aksara Publisher.
Maryunani, Anik. 2013. Asuhan Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal.
Jakarta: Trans Info Media.
Saifudin, Abdul Bari dkk. 2016. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.
Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Norwitz, Errol. 2017. At a Glance Obstetri dan Ginekologi Edisi Kedua. Jakarta:
Erlangga.
Myles. 2019. Buju Ajar Bidan Cetakan 1. Jakarta: EGC.
Manuaba, IGB. 2008.Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: EGC.
Depkes RI. 2017. Profil Kesehatan Indonesia: Jakarta.
Banister, Claire, dkk. 2017. Pedoman Obat Buku Saku Bidan. Jakarta: EGC.
Varney, Helen, dkk. 2016. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Volume 1. Jakarta:
EGC.
Swarjana, I Ketut. 2015. Metodologi Penelitian Kesehatan (Edisi Revisi).
Yogyakarta: CV. Andi Offset.
Notoatmodjo, S. 2010. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta:
GadjahmadaUniversity.

18

Anda mungkin juga menyukai