SUPORT (GADAR)
i
TAHUN 2023/2024
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan Rahmat serta
Hidayah-Nya, sehingga makalah “Retensio Plasenta” dapat kami susun.
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
Konsep Kebidanan. Selain itu juga diharapkan bias membrikan wawasan kepada mahasiswa
khususnya mahasiswa D3 Kebidanan Poltekkes Kemenkes Kendari. Dalam kesempatan ini,
kami selaku penyususn mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang tidak dapat kami
sebutkan satu per satu yang telah banyak membantu memberi bimbingan, ilmu, dorongan,
serta saran-saran kepada penyusun.
Kami selaku penyusun menyadari sepenuhnya bahwa isi maupun penyajian makalah ini
jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang
membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Kelompok 3
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN.......................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan.............................................................................................................10
B. Saran.......................................................................................................................10
Daftar Pustaka...................................................................................................................11
ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Retensio plasenta merupakan salah satu penyebab resiko perdarahan yang terjadi segera
setelah persalinan dan menjadi faktor penyumbang kematian ibu di indonesia. Apabila
retensio plasenta ini tidak ditangani dengan cepat dan tidak mendapatkan perawatan medis
yang tepat, Maka akan sangat berbahaya bagi kondisi ibu, Bahkan dapat mengancam jiwa ibu
bersalin. Retensio plasenta akan semakin beresiko apabila terjadi pada multipara,
grandemultiparitas dan usia ibu yang lebih dari 35 tahun, Hal ini berhubungan dengan
menurunnya kualitas dari tempat implantasi, Selain pada usia dan paritas, Retensio plasenta
juga semakin beresiko pada persalinan dengan riwayat sesarea pada persalinan sebelumnya.
(Widiastini, 2018)
Menurut data World Health Organization (WHO) tahun 2017 di negara india AKI
mencapai 122 per 100.000 kelahiran hidup, Salah satu Penyebabnya adalah perdarahan
karena retensio plasenta yang mencapai 15-20%, Dan insidennya adalah 0,8 – 1,2% untuk
setiap kelahiran. Retensio plasenta dapat menyebabkan perdarahan, perdarahan merupakan
penyebab kematian nomor satu (40% - 60%) kematian ibu di Indonesia.
Menurut (Rakernas 2019) di gedung ICE BSD Serpong, menyatakan bahwa penyebab
kematian ibu yang diakibatkan oleh perdarahan karena retensio plasenta mencapai 27.03%.
Di Jawa timur jumlah Angka Kematian Ibu (AKI) yang diakibatkan oleh retensio plasenta
pada tahun 2019 mencapai 24,23%. (Profil kesehatan jatim, 2019), Di kabupaten mojokerto
jumlah Angka Kematian Ibu (AKI) pada tahun 2019 mencapai
89,60 % (Dinkes kabupaten mojokerto, 2019), Salah satu penyebabnya adalah perdarahan
yang diakibatkan oleh retensio plasenta yang mencapai 20,3 %
(Dinkes kabupaten mojokerto, 2018).
Retensio plasenta disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya yaitu faktor maternal,
faktor uterus dan faktor plasenta. Faktor maternal terdiri dari gravida tua dan multiparitas,
faktor uterus terdiri dari bekas section caesarea, bekas pembedahan uterus, tidak efektifnya
kontraksi uterus, bekas kuretase uterus, dan bekas pengeluaran manual plasenta, sedangkan
untuk yang faktor plasenta terdiri dari plasenta previa, implantasi corneal, plasenta akreta dan
kelainan bentuk plasenta. (Fitriana, 2020)
Retensio plasenta dapat mengakibatkan perdarahan berlebih pada ibu bersalin dan
sangat beresiko bagi kondisi ibu yang mengalaminya. Apabila plasenta yang tertahan didalam
1
rahim tidak juga dikeluarkan, Maka pembuluh darah tempat melekatnya organ tersebut akan
terus mengalami perdarahan. Rahim juga tidak dapat menutup dengan sempurna, Sehingga
sulit untuk menghentikan perdarahan yang sedang berlangsung akibatnya akan menimbulkan
resiko kehilangan banyak darah, bahkan mungkin disertai dengan infeksi. Saat ini belum ada
tindakan yang benar-benar bisa dilakukan untuk mencegah plasenta yang tertinggal didalam
rahim. Apalagi jika ibu pernah mengalami hal sebelumnya, maka akan beresiko tinggi untuk
mengalaminya kembali.
(Astutik dkk, 2018).
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui definisi retensio plasenta, jenis retensio plasenta, etiologi penyebab
retensio plasenta, tanda dan gejala, pathogenesis, penatalaksanaan, prognosis, komplikasi
retensio plasenta.
D. Manfaat Penulisan
Penyusunan makalah ini yaitu memberikan informasi kepada mahasiswa tentang retensio
plasenta sampai asuhan kebidanan pasien dengan retensio plasenta sehingga memungkinkan
mahasiswa mampu mengaplikasikannya pada pasien dengan kasus retensio plasenta.
2
BAB II
PEMBAHASAN
Retensio plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta hingga atau lebih dari
30 menit setelah bayi lahir.Hampir sebagian besar gangguan pelepasan plasenta disebabkan
oleh gangguan kontraksi uterus.
Retensio plasenta adalah lepas plasenta tidak bersamaan sehingga sebagian masih melekat
pada tempat implantasi, menyebabkan terganggunya retraksi dan kontraksi otot uterus,
sehingga sebagian pembuluh darah tetap terbuka serta menimbulkan perdarahan.
(Manuaba,2002).
Retensio plasenta yaitu plasenta dianggap retensi bila belum dilahirkan dalam batas waktu
tertentu setelah bayi lahir (dalam waktu 30 menit setelah penatalaksanaan aktif). Retensio
plasenta adalah tertahan atau belum lahirnya palsenta hingga melebihi 30 menit setelah bayi
lahir (Sarwanto, 2002).
o Plasenta adhesiva : implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta sehingga
menyebabkan kegagalan mekanisme separasi fisiologis.
o Plasenta akreta : implantasi jonjot korion plasenta hingga memasuki sebagian
lapisan myometrium
3
SEBAB FUNGSIONIL
SEBAB PATOLOG-ANATOMIS
1. Plasenta accrete
2. Plasenta increta
3. Plasenta percreta
Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab villi korialis menembus desidua sampai
myometrium sampai di bawah peritoneum ( plasenta akreta-percreta) Jika plasenta yang
sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar disebabkan oleh tidak adanya usaha
untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala III akibatnya terjadi lingkaran kontriksi
pada bagian bawah uterus yang menghalangi keluarnya plasenta ( inkarserasio plasenta )
1. Plasenta belum terlepas dari dinding rahim karena melekat dan tumbuh lebih dalam.
Menurut tingkat perlekatannya :
Plasenta adhesiva : plasenta yang melekat pada desidua endometrium (basalis) lebih
dalam dan Nitabuch layer.
Plasenta inkreta : vili khonalis tumbuh lebih dalam dan menembus desidua
endometrium sampai ke miometrium.
Plasenta akreta : vili khorialis tumbuh menembus miometrium sampai ke serosa.
Plasenta perkreta : vili khorialis tumbuh menembus serosa atau peritoneum dinding
rahim atau perimetrium.
2. Plasenta sudah terlepas dari dinding rahim namun belum keluar karena atoni uteri atau
adanya lingkaran konstriksi pada bagian bawah rahim (akibat kesalahan penanganan kala II)
yang akan menghalangi plasenta keluar (plasenta inkarserata).
3. Faktor maternal
Gravida berusia lanjut
Multiparitas
4. Faktor uterus
Bekas sectio caesaria, sering plasenta tertanam pada jaringan cicatrix uterus
Bekas pembedahan uterus
Anomali uterus
4
Tidak efektif kontraksi uterus
Pembentukan contraction ring
Bekas curetage uterus, yang terutama dilakukan setelah abortus
Bekas pengeluaran plasenta secara manual
Bekas ondometritis
4. Faktor placenta
Plasenta previa
Implantasi cornual
Plasenta akreta
Kelainan bentuk plasenta
Bila plasenta belum lepas sama sekali tidak akan terjadi perdarahan tetapi bila sebagian
plasenta sudah lepas maka akan terjadi perdarahan. Ini merupakan indikasi untuk segera
mengeluarkannya. Plasenta mungkin pula tidak keluar karena kandung kemih atau rektum
penuh. Oleh karena itu keduanya harus dikosongkan.
a. Waktu hamil
o Kebanyakan pasien memiliki kehamilan yang normal e Insiden perdarahan
antepartum meningkat, tetapi keadaan im biasanya menyertai plasenta previa
o Terjadi persainan prematur, tetapi kalau hanya ditimbulkan oleh perdarahan
o Kadang terjadi ruptur uteri
b. Persalinan kala I dan II Hampir pada semua kasus proses ini berjalan normal
c. Persalinan kala III
o Retresio plasenta menjadi ciri utama
o Perdarahan post partum, jumlahnya perdarahan tergantung pada derajat perlekatan
plasenta, seringkali perdarahan ditimbulkan oleh Dokter kebidanan ketika ia mencoba
untuk mengeluarkan plasenta secara manual
o Komplikasi yang serius tetapi jarang dijumpai yaitu invertio uteri, keadaan ini dapat
tejadi spontan, tapi biasanya diakibatkan oleh usaha-usaha untuk mengeluarkan
plasenta
o Ruptura uteri, biasanya terjadi saat berusaha mengeluarkan plasenta.
5
E. Penegakan Diagnosis
1. Anamnesis, meliputi pertanyaan tentang periode prenatal, meminta informasi mengenai
episode perdarahan postpartum sebelumnya, paritas, serta riwayat multipel fetus dan
polihidramnion. Serta riwayat pospartum sekarang dimana plasenta tidak lepas secara
spontan atau timbul perdarahan aktif setelah bayi dilahirkan.
2. Pada pemeriksaan pervaginam, plasenta tidak ditemukan di dalam kanalis servikalis
tetapi secara parsial atau lengkap menempel di dalam uterus
3. Pemeriksaan Penunjang
o Hitung darah lengkap: untuk menentukan tingkat hemoglobin (Hb) dan hematokrit
(Hct), melihat adanya trombositopenia, serta jumlah leukosit. Pada keadaan yang
disertai dengan infeksi, leukosit biasanya meningkat.
o Menentukan adanya gangguan koagulasi dengan hitung protrombin time (PT) dan
activated Partial Tromboplastin Time (APTT) atau yang sederhana dengan Clotting
Time (CT) atau Bleeding Time (BT). Ini penting untuk menyingkirkan perdarahan
yang disebabkan oleh faktor lain
Faktor Risiko
1. Plasenta akreta : plasenta previa, bekas SC, pernah kuret berulang, dan multiparitas.
2. Kelainan dari uterus sendiri, yaitu anomali dari uterus atau serviks: kelemahan dan
tidak efektifnya kontraksi uterus, kontraksi yang tetanik dari uterus, serta
pembentukan constriction ring.
3. Kelainan dari plasenta, misalnya plasenta letak rendah atau plasenta previa, implantasi
di cornu, dan adanya plasenta akreta.
4. Kesalahan manajemen kala tiga persalinan , seperti manipulasi dari uterus yang tidak
perlu sebelum terjadinya pelepasan dari plasenta menyebabkan kontraksi yang tidak
ritmik, pemberian uterotonik yang tidak tepat waktunya yang juga dapat
menyebabkan serviks kontraksi dan menahan plasenta, serta pemberian anestesi
terutama yang melemahkan kontraksi uterus.
6.Patogenesis
Setelah bayi dilahirkan, uterus secara spontan berkontraksi. Kontraksi dan retraksi otot-
otot uterus menyelesaikan proses ini pada akhir persalinan. Sesudah berkontraksi, sel
miometrium tidak relaksasi, melainkan menjadi lebih pendek dan lebih tebal. Dengan
kontraksi yang berlangsung kontinyu, miometrium menebal secara progresif, dan kavum uteri
mengecil sehingga ukuran juga mengecil. Pengecian mendadak uterus ini disertai
mengecilnya daerah tempat perlekatan plasenta.
6
Ketika jaringan penyokong plasenta berkontraksi maka plasenta yang tidak dapat
berkontraksi mulai terlepas dari dinding uterus. Tegangan yang ditimbulkannya
menyebabkan lapis dan desidua spongiosa yang longgar memberi jalan. dan pelepasan
plasenta terjadi di tempat itu. Pembuluh darah yang terdapat di uterus berada di antara serat-
serat oto miometrium yang saling bersilangan. Kontraksi serat-serat otot ini menekan
pembuluh darah dan retaksi otot ini mengakibatkan pembuluh darah terjepit serta perdarahan
berhenti.
1. Fase laten, ditandai oleh menebalnya duding uterus yang bebas tempat plasenta,
namun dinding uterus tempat plasenta melekat masih tipis.
2. Fase kontraksi, ditandai oleh menebalnya dinding uterus tempat plasenta melekat
(dari ketebalan kurang dari 1 cm menjadi » 2 cm).
3. Fase pelepasan plasenta, fase dimana plasenta menyempumakan pemisahannya dari
dinding uterus dan lepas. Tidak ada hematom yang terbentuk antara dinding uterus
dengan plasenta. Terpisahnya plasenta disebabkan oleh kekuatan antara plasenta yang
pasif dengan otot uterus yang aktif pada tempat melekatnya plasenta, yang
mengurangi permukaan tempat melekatnya plasenta. Akibatnya sobek di lapisan
spongiosa.
4. Fase pengeluaran, dimana plasenta bergerak meluncur. Saat plasenta bergerak turun,
daerah pemisahan tetap tidak berubah dan sejumlah kecil darah terkumpul di dalam
rongga rahim. Ini menunjukkan bahwa perdarahan selama pemisahan plasenta lebih
merupakan akibat, bukan sebab. Lama kala tiga pada persalinan normal ditentukan
oleh lamanya fase kontraksi. Dengan menggunakan ultrasonografi pada kala tiga,
89% plasenta lepas dalam waktu satu menit dari tempat implantasinya.
Tanda-tanda lepasnya plasenta adalah sering ada pancaran darah yang mendadak, uterus
menjadi globuler dan konsistensinya semakin padat, uterus meninggi ke arah abdomen karena
plasenta yang telah berjalan turun masuk ke vagina, serta tali pusat yang keluar lebih panjang.
1. Penatalaksanaan
7
a. Resusitasi. Pemberian oksigen 100% Pemasangan IV line dengan kateter yang
berdiameter besar serta pemberian cairan kristaloid (sodium klorida isotonik
atau larutan ringer laktat yang hangat, apabila memungkinkan). Monitor
jantung, nadi, tekanan darah dan saturasi oksigen. Transfusi darah apabila
diperlukan yang dikonfirmasi dengan hasil pemeriksaan darah.
b. Drips oksitosin (oxytocin drips) 20 IU dalam 500 ml larutan Ringer laktat atau
NaCI 0.9%(normal saline) sampai uterus berkontraksi.
Indikasi manual plasenta adalah: Perdarahan pada kala tiga persalinan kurang lebih 400 cc,
retensio plasenta setelah 30 menit anak lahir, setelah persalinan buatan yang sulit seperti
forsep tinggi, versi ekstraksi, perforasi, dan dibutuhkan untuk eksplorasi jalan lahir, tali pusat
putus.
Manual plasenta :
8
kuretase. Kuretase harus dilakukan di rumah sakit dengan hati-hati
karena dinding rahim relatif tipis dibandingkan dengan kuretase pada
abortus.
Atau :
2. Prognosis
Prognosis tergantung dari lamanya, jumlah darah yang hilang. keadaan sebelumnya serta
efektifitas terapi. Diagnosa dan penatalaksanaan yang tepat sangat penting.
9 Komplikasi
NB: Anatomi Plasenta berbentuk bundar atau hampir bundar dengan diameter 15 sampai 20
cm dan tebal lebih kurang 2.5 cm. beratnya rata-rata 500 gram. Tali-pusat berhubungan
dengan plasenta biasanya di tengah (insertio sentralis). Umumnya plasenta terbentuk lengkap
9
pada kehamilan lebih kurang 16 minggu dengan ruang amnion telah mengisi seluruh kavum
uteri. Bila diteliti benar, maka plasenta sebenarnya berasal dari sebagian besar dari bagian
janin, yaitu vili koriales yang berasal dari korion, dan sebagian kecil dari bagian ibu yang
berasal dari desidua basalis.
Darah ibu yang berada di ruang interviller berasal dari spiral arteries yang berada di desidua
basalis. Pada sistole darah disemprotkan dengan tekanan 70-80 mmHg seperti air mancur ke
dalam ruang interviller sampai mencapai chorionic plate, pangkal dani kotiledon-kotiledon
janin. Darah tersebut membasahi semua vili koriales dan kembali perlahan-lahan dengan
tekanan 8 mmHg ke vena-vena di desidua. Plasenta berfungsi: sebagai alat yang memberi
makanan pada janin, mengeluarkan sisa metabolisme janin, memberi zat asam dan
mengeluarkan CO2, membentuk hormon, serta penyalur berbagai antibodi ke janin.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian tersebut maka ada beberapa hal yang dapat di simpulkan yaitu
sebagai berikut. Retensio plasenta adalah keadaan dimana plasenta tidak lahir selama dalam
waktu atau lebih dari 30 menit setelah bayi lahir. Ada dua keadaan yang menyebabkan
terjadinya retensio placenta yaitu :
1. Placenta belum lepas dari dinding rahim dikarenakan placenta tumbuh melekat lebih dalam
dan.
2. Placenta telah terlepas akan tetapi belum dapat dikeluarkan. (masih ada sisa-sisa potongan
plasenta di rahim) Masalah yang terjadi akibat dari retensio plasenta adalah perdarahan
berakibat syok,anemia berat dan infeksi bahkan kematian.
B. Saran
10
Penyebab utama kematian ibu sendiri menurut (WHO) adalah perdarahan, semoga dalam
makalah ini dapat menambah wawasan kita dan menerapkannya dalam melakukan tindakan
sehingga dapat mencegah terjadinya kematian karena perdarahan akibat dari retensio
plasenta.
DAFTAR PUSTAKA
11