Anda di halaman 1dari 34

MAKALAH

EVIDENCE BASED DAN PROSEDUR KETERAMPILAN DASAR


KEBIDANAN DALAM ASUHAN KEBIDANAN NEONATUS, BAYI,
BALITA, DAN ANAK PRASEKOLAH
Dosen Pengampu
Vita Raraningrum, S.ST., MPH.
Tria Eni Rafika Devi, S.ST., M.Kes.

Disusun oleh
Emilya Ananda Putri (15.401.20.001)
Firstamanda May Amsha (15.401.20.002)

MATA KULIAH
ASUHAN KEBIDANAN NEONATUS, BAYI, BALITA, ANAK
PRASEKOLAH
YAYASAN RUSTIDA
AKADEMI KESEHATAN RUSTIDA
PRODI D III KEBIDANAN
2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah swt, karena atas rahmat-Nya,
kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Evidence Based
dan Prosedur Keterampilan Dasar Kebidanan dalam Asuhan Kebidanan Neonatus,
Bayi, Balita dan Anak Prasekolah” ini. Penulisan makalah ini merupakan salah
satu tugas yang diberikan dalam mata kuliah Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi,
Balita, dan Anak Prasekolah tahun ajaran 2021/2022.
Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada dosen pengajar mata kuliah
Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Prasekolah, Ibu Vita
Raraningrum, S.ST., MPH. dan Ibu Tria Eni Rafika Devi, S.ST., M.Kes. serta
teman-teman yang secara langsung maupun yang tidak langsung telah mendukung
selesainya makalah ini.
Makalah ini disusun dengan menggunakan metode pustaka dengan
sumber berupa buku dan e-book. Kami menyadari bahwa penyusunan makalah
ini masih pemula, baik dari segi susunan maupun isinya. Oleh karena itu, kami
mengharap kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan
penulisan makalah yang kami susun ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi pembaca.

Krikilan, 27 September 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................

...............................................................................................................................ii

DAFTAR ISI.........................................................................................................

...............................................................................................................................iii

BAB 1 PENDAHULUAN.....................................................................................

...............................................................................................................................1

1.1 Latar Belakang........................................................................................

......................................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah..................................................................................

......................................................................................................................1

1.3 Tujuan.....................................................................................................

......................................................................................................................1

1.4 Manfaat...................................................................................................

......................................................................................................................2

BAB 2 PEMBAHASAN.......................................................................................

...............................................................................................................................3

2.1 Evidence Based dalam Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi, Balita,

dan Anak Prasekolah..............................................................................

................................................................................................................3

2.2 Prosedur Keterampilan Dasar Kebidanan pada Asuhan Kebidanan

Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Prasekolah.......................................

................................................................................................................13

iii
A. Pemeriksaan Fisik Bayi....................................................................

..........................................................................................................13

B. Penanganan BBL dengan Asfiksia 2 menit Pertama........................

..........................................................................................................19

C. Penanganan BBL dengan Asfiksia pasca 2 menit Pertama

(Rujukan)..........................................................................................

..........................................................................................................25

BAB 3 PENUTUP.................................................................................................

...............................................................................................................................28

3.1 Simpulan.................................................................................................

......................................................................................................................28

3.2 Saran.......................................................................................................

......................................................................................................................28

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................

...............................................................................................................................iv

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Upaya kesehatan anak antara lain diharapkan mampu menurunkan angka
kematian anak. Indikator angka kematian yang berhubungan dengan anak
yakni Angka Kematian Neonatal (AKN), Angka Kematian Bayi (AKB).
Perhatian terhadap upaya penurunan angka kematian neonatal (0-28 hari)
menjadi penting karena kematian neonatal memberi kontribusi terhadap 59%
kematian bayi.
Menurut World Health Organization (WHO) setiap tahunnya ada 120 juta
bayi baru lahir didunia. Secara global terdapat 4 juta bayi (33%) yang lahir
mati dalam usia 0 sampai dengan 7 hari (perinatal), dan terdapat 4 juta bayi
(33%) yang lahir mati dalam usia 0 sampai dengan 28 hari (neonatal). Dari
120 juta bayi yang dilahirkan, terdapat 3,6 juta bayi (3%) yang mengalami
asfiksia, dan hampir 1 juta bayi asfiksia (27,78%) yang meninggal. Sebanyak
47% dari seluruh kematian bayi di indonesia terjadi pada masa neonatal ( usia
dibawah 1 bulan). Setiap 5 menit terdapat satu neonatal yang meninggal.
Penyebab kematian neonatal di indonesia adalah BBLR (29%), asfiksia
(27%), trauma lahir, tetanus nenonatorum, infeksi lain, dan kelainan
kongenital (Marwiyah Nila, 2016).

1.2 Rumusan Masalah


Permasalahan yang akan dibahas pada makalah tentang Evidence Based
dan Prosedur Keterampilan Dasar Kebidanan dalam Asuhan Kebidanan
Neonatus, Bayi, Balita dan Anak Prasekolah kali ini yaitu:
1. Apa sajakah evidence based dalam asuhan kebidanan neonatus, bayi,
balita, dan anak prasekolah?
2. Bagaimanakah prosedur keterampilan dasar kebidanan pada asuhan
kebidanan neonatus, bayi, balita, dan anak prasekolah?

1.3 Tujuan

1
2

Adapun tujuan penulisan makalah ini yaitu:


1. Mengetahui evidence based dalam asuhan kebidanan neonatus, bayi, balita,
dan anak prasekolah.
2. Mengetahui prosedur keterampilan dasar kebidanan pada asuhan
kebidanan neonatus, bayi, balita, dan anak prasekolah

1.4 Manfaat
Manfaat yang akan diperoleh dari isi makalah ini adalah:
1. Pembaca bisa memahami evidence based dalam asuhan kebidanan
neonatus, bayi, balita, dan anak prasekolah.
2. Pembaca bisa memahami prosedur keterampilan dasar kebidanan pada
asuhan kebidanan neonatus, bayi, balita, dan anak prasekolah.
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Evidence Based dalam Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi, Balita, dan
Anak Prasekolah

A. Baby Friendly
Baby friendly atau dikenal dengan Baby Friendly Initiative (Inisiasi
Sayang Bayi) adalah suatu prakarsa internasional yang didirikan oleh
WHO/ UNICEF pada tahun 1991 untuk mempromosikan, melindungi dan
mendukung inisiasi dan kelanjutan menyusui. Program ini mendorong
rumah sakit dan fasilitas bersalin yang menawarkan tingkat optimal
perawatan untuk ibu dan bayi. Sebuah fasilitas Baby Friendly Hospital/
Maternity berfokus pada kebutuhan bayi dan memberdayakan ibu untuk
memberikan bayi mereka awal kehidupan yang baik. Dalam istilah praktis,
rumah sakit sayang bayi mendorong dan membantu wanita untuk sukses
memulai dan terus menyusui bayi mereka dan akan menerima
penghargaan khusus karena telah melakukannya. Sejak awal program,
lebih dari 18.000 rumah sakit di seluruh dunia telah menerapkan program
baby friendly. Negara-negara industri seperti Australia, Austria, Denmark,
Finlandia, Jerman, Jepang, Belanda, Norwegia, Spanyol, Swiss, Swedia,
Inggris, dan Amerika Serikat telah resmi di tetapkan sebagai rumah sakit
sayang bayi.
Dalam rangka mencapai program Baby Friendly Inisiative, semua
provider rumah sakit dan fasilitas bersalin harus berpedoman pada sepuluh
langkah menuju keberhasilan menyusui yaitu:
1. Sarana Pelayanan Kesehatan mempunyai kebijakan Peningkatan
Pemberian Air Susu Ibu (PPASI) tertulis yang secara rutin
dikomunikasikan kepada semua petugas.
2. Melakukan pelatihan bagi petugas dalam hal pengetahuan dan
keterampilan untuk menerapkan kebijakan tersebut.

3
3. Menjelaskan kepada semua ibu hamil tentang manfaat menyusui dan
penatalaksanaannya dimulai sejak masa kehamilan, masa bayi baru

3
4

lahir sampai umur 2 tahun termasuk cara mengatasi kesulitan


menyusui.
4. Membantu ibu mulai menyusui bayinya dalam 30 menit setelah
melahirkan yang dilakukan di ruang bersalin (inisiasi menyusui).
Apabila ibu yang mendapat operasi Caesar, maka bayi disusui 3 menit
setelah ibu sadar.
5. Membantu ibu bagaimana cara menyusui yang benar dan cara
mempertahankan menyusui meski ibu dipisah dari bayi karena
indikasi medis.
6. Tidak memberikan makanan atau minuman apapun selain ASI kepada
bayi baru lahir.
7. Melaksanakan rawat gabung dengan mengupayakan ibu bersama bayi
24 jam sehari.
8. Membantu ibu menyusui semau bayi semau ibu, tanpa pembatasan
terhadap lama dan frekuensi menyusui.
9. Tidak memberikan dot atau kempeng kepada bayi yang diberi ASI.
10. Mengupayakan terbentuknya Kelompok Pendukung ASI (KP-ASI)
dan rujuk ibu kepada kelompok tersebut ketika pulang dari rumah
sakit, rumah bersalin atau sarana pelayanan kesehatan.
B. Memulai Pemberian ASI Dini dan Eksklusif
1. Inisiasi Menyusui Dini (IMD)
Protokol evidence based yang baru telah diperbarui oleh WHO dan
UNICEF tentang asuhan bayi baru lahir untuk satu jam pertama
menyatakan bahwa : bayi harus mendapat kontak kulit ke kulit dengan
ibunya segera setelah lahir selama paling sedikit satu jam, bayi harus
dibiarkan untuk melakukan inisiasi menyusu dan ibu dapat mengenali
bayinya siap untuk menyusu serta memberikan bantuan jika
diperlukan, menunda semua produser lainnya yang harus dilakukan
kepada bayi baru lahir sampai dengan inisiasi menyusu selesai
dilakukan.
a. Definisi
5

Inisiasi menyusu dini (early initation) atau permulaan menyusu


dini adalah bayi mulai menyusu sendiri segera setelah lahir. Cara
bayi melakukan inisiasi menyusu dini dinamakan the best crawl
atau merangkak mencari payudara. Menurut Ketua Umum Sentra
Laktasi Indonesia, dr.Utami Roesli, Sp.A,MBA,IBCLC.,
menjelaskan bahwa pada IMD, bayilah yang diharapkan berusaha
untuk menyusu. Pada jam pertama, bayi berhasil menemukan
payudara ibunya. Inilah awal hubungan menyusui antara bayi dan
ibunya, yang akhirnya berkelanjutan dalam kehidupan ibu dan bayi.
b. Tata Laksana IMD
1) Begitu lahir, bayi diletakkan diatas perut ibu yang sudah dialasi
kain kering
2) Keringkan seluruh tubuh bayi termasuk kepala secepatnya.
3) Tali pusat dipotong lalu diikat
4) Vernik (zat lemak putih) yang melekat ditubuh bayi sebaiknya
tidak dibersihkan karena zat ini membuat nyaman kulit bayi
5) Tanpa dibedong, bayi langsung ditengkurapkan di dada atau
perut ibu dengan kontak kulit bayi dan kulit ibu. Ibu dan bayi
diselimuti bersama-sama. Jika perlu bayi diberi topi untuk
mengurangi pengeluaran panas dari kepalanya. Sering kita
khawatir bayi kedinginan. Menurut penelitian, jika bayi
kedinginan, suhu kulit ibu otomatis akan naik dua derajat untuk
mendinginkan bayinya. Kulit ibu bersifat termoregulator atau
termal sinchrony bagi tubuh bayi.
6) Bayi dibiarkan mencari putting payudara ibu secara mandiri.
Ketika itu, ibu dapat merangsang bayi dengan sentuhan lembut.
Biasanya, bayi siap minum ASI pada 30-40 menit setelah
dilahirkan
7) Berbeda dengan bayi yang lahir dalam kondisi normal bisa
menyusu kepada ibunya tanpa dibantu pada waktu sekitar satu
jam, bayi yang lahir dengan operasi caesar kemungkinan
keberhasilan IMD hanya sekitar 50% termasuk kelahiran bayi
6

dengan penggunaan obat kimiawi ataupun medicated labor.


Dalam proses IMD dibutuhkan kesiapan mental ibu. Ibu tidak
boleh merasa risih ketika bayi diletakkan di atas tubuhnya. Saat
inilah, dukungan dari keluarga, terutama suami, sangat
dibutuhkan oleh ibu yang akan melakukan IMD usai
melahirkan. Beberapa tindakan yang dapat dilakukan suami
antara lain memberikan perhatian kepada istri, misalnya
mengelus-elus rambut disertai mengungkapkan kalimat yang
menenangkan hati
c. Keuntungan IMD
1) Bagi bayi
a) Makanan dengan kualitas dan kuantitas yang optimal agar
kolostrum segera keluar yang disesuaikan dengan kebutuhan
bayi
b) Memberikan kesehatan bayi dengan kekebalan pasif yang
segera kepada bayi. Kolostrum adalah imunisasi pertama bagi
bayi
c) Meningkatkan kecerdasan
d) Membantu bayi mengkoordinasikan hisap, telan dan nafas
e) Meningkatkan jalinan kasih sayang ibu dan bayi
f) Mencegah kehilangan panas
g) Merangsang kolostrum segera keluar
2) Bagi ibu
a) Merangsang produksi oksitosin dan prolaktin
b) Meningkatkan keberhasilan produksi ASI
c) Meningkatkan jalinan kasih sayang ibu dan bayi
2. ASI Eksklusif
Air Susu Ibu (ASI) merupakan satu-satunya makanan yang
sempurna dan terbaik bagi bayi karena mengandung unsur-unsur gizi
yang dibutuhkan oleh bayi untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi
guna mencapai pertumbuhan dan perkembangan bayi yang optimal.
7

ASI adalah hadiah yang sangat berharga yang dapat diberikan


kepada bayi, dalam keadaan miskin mungkin merupakan hadiah satu-
satunya, dalam keadaan sakit mungkin merupakan hadiah yang
menyelamatkan jiwanya (UNICEF). Oleh sebab itu pemberian ASI
perlu diberikan secara eksklusif sampai umur 6 (enam) bulan dan tetap
mempertahankan pemberian ASI dilanjutkan bersama makanan
pendamping sampai usia 2 (dua) tahun.
Kebijakan Nasional untuk memberikan ASI eksklusif selama 6
(enam) bulan telah ditetapkan dalam SK Menteri Kesehatan No.
450/Menkes/SK/IV/2004. ASI eksklusif adalah Air Susu Ibu yang
diberikan kepada bayi sampai bayi berusia 6 bulan tanpa diberikan
makanan dan minuman, kecuali obat dan vitamin. Bayi yang mendapat
ASI eksklusif adalah bayi yang hanya mendapat ASI saja sejak lahir
sampai usia 6 bulan di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.
Pemberian ASI eksklusif bukan hanya isu nasional namun juga
merupakan isu global. Pernyataan bahwa dengan pemberian susu
formula kepada bayi dapat menjamin bayi tumbuh sehat dan kuat,
ternyata menurut laporan mutakhir UNICEF (Fact About Breast
Feeding) merupakan kekeliruan yang fatal, karena meskipun insiden
diare rendah pada bayi yang diberi susu formula, namun pada masa
pertumbuhan berikutnya bayi yang tidak diberi ASI ternyata memiliki
peluang yang jauh lebih besar untuk menderita hipertensi, jantung,
kanker, obesitas, diabetes dll.
C. Regulasi Suhu Bayi Baru Lahir dengan Kontak Kulit ke Kulit
Termoregulasi adalah kemampuan bayi untuk menyeimbangkan
antara produksi panas dan kehilangan panas untuk mempertahankan suhu
tubuh dalam “kisaran normal” tertentu. Kemampuan ini sangat terbatas
pada bayi baru lahir. Ini disebabkan ketika bayi lahir, belum matangnya
sistem termoregulasi sehingga membuat bayi rentan terhadap perubahan
suhu lingkungan.
1. Gejala Stres Dingin
8

Efek stres dingin menunjukkan adanya hubungan yang erat antara


mekanisme metabolik, kardiopulmonal dan termogulasi. Kondisi yang
cendrung membahayakan ini dapat menimbulkan peningkatan
konsumsi oksigen; peningkatan pengurasan energi dan penurunan
cadangan glikogen; timbulnya asidosis akibat vasokontriksi pulmonal.
Berikut adalah tabel gejala stres dingin.
Sianosis sentral Hipoglikemia Depresi SSP
Akrosianosis Tubuh dingin saat Bradikardia
disentuh
Sulit makan Distensi abdomen Takipnea
Pernapasan tak teratur Peningkatan residu Gelisah
Apnea Penurunan aktivitas Penurunan refleks
Timbul bercak di Letargi Hipotonia
kulit
Isapan yang lemah Rewel Menangis lemah

Semuanya akhirnya menyebabkan syok termal yang jika tidak


ditangani menyebabkan kematian
2. Langkah-Langkah Menghindari Hipotermi
Ellis et al (2006) membuktikan bahwa hipotermia biasanya bersifat
iatrogenik dan ada banyak langkah yang dapat kita ambil untuk
menghindarinya.
a. Mekanisme kehilangan panas pada bayi
1) Evaporasi adalah jalan utama bayi kehilangan panas.
Kehilangan panas dapat terjadi karena terjadi penguapan cairan
ketuban pada permukaan tubuh oleh panas tubuh bayi sendiri
karena stelah lahir, tubuh bayi tidak segera dikeringkan.
Kehilangan panas juga terjadi pada bayi yang terlalu cepat
dimandikan dan tubuhnya tidak segera dikeringkan dan
diselimuti.
2) Konduksi adalah kehilangan panas tubuh melalui kontak
langsung antara tubuh bayi dengan permukaan yang dingin.
9

Meja, tempat tidur atau timbangan yang temperaturnya lebih


rendah dari tubuh bayi akan menyerap panas tubuh bayi melalui
mekanisme konduksi apabila diletakkan di atas benda-benda
tersebut.
3) Konveksi adalah kehilangan cairan tubuh bayi melalui paparan
udara sekitar yang lebih dingin. Bayi yang dilahirkan atau
ditempatkan di dalam ruangan yang lebih dingin akan
mengalami kehilangan panas. Kehilangan panas juga terjadi jika
konveksi aliran udara dari kipas angin, hembusan udara melalui
ventilasi atau pendingin ruangan.
4) Radiasi adalah kehilangan panas bayi karena bayi ditempatkan
di dekat benda-benda yang mempunyai suhu lebih rendah
daripada suhu tubuh bayi. Bayi bisa kehilangan panas karena
benda-benda yang menyerap radiasi panas tubuh bayi (walaupun
tidak bersentuhan langsung).
b. Langkah menghindari hipotermi
1) Keringkan bayi dengan saksama setelah lahir tanpa
membersihkan verniks.
2) Singkirkan handuk basah.
3) Pakaikan topi ke kepala bayi.
4) Dekatkan bayi agar terjadi kontak kulit dengan ibu.
5) Selimuti bayi dengan selimut atau kain bersih dan hangat.
6) Bila menimbang, alasi timbangan dengan kain hangat.
7) Hangatkan tangan dan alat sebelum digunakan.
8) Pastikan pakaian, handuk dan linen sebelum digunakan dalam
keadaan hangat.
9) Jauhkan tempat tidur bayi dari dinding, jendela dan aliran
udara.
10) Sebaiknya, jangan menimbang atau memandikan bayi
setidaknya 6 jam setelah lahir
3. Cara Menghangatkan dan Mempertahankan Suhu Tubuh
a. Kontak kulit dengan kulit (skin to skin contact)
10

World Health Organization’s Baby Friendly Initiative (BFI)


telah mengidentifikasi kontak kulit dengan kulit sebagai faktor
utama dalam terciptanya proses menyusui. Cochrane
Collaboration Review (Anderson et al, 2006) juga menemukan
adanya efek positif kontak kulit dengan kulit dini terhadap proses
menyusui pada masa satu hingga tiga bulan pascakelahiran yang
secara statistik amat bermakna.
Kehangatan tubuh ibu menjamin bayi untuk tidak perlu menyia-
nyiakan energinya yang berharga guna mempertahankan suhu
tubuh. Data terbaru menunjukkan bahwa tampaknya ada semacam
“sinkronisasi suhu” antara ibu dan bayi ketika sedang berlangsung
kontak kulit dengan kulit. Selain itu, sebuah riset dari China
(Huang et al 2006) meneliti efek asuhan kulit ke kulit dan asuhan
inkubator konvensional pada satu populasi bayi menunjukkan
gejala hipotermia setelah seksio sesaria. Rerata suhu grup kulit ke
kulit ditemukan sedikit lebih tinggi ketimbang suhu grup kontrol.
Bayi dengan kontak kulit, biasanya suhu tubuhnya dipertahankan
36,5-37,5°C (suhu aksiler)
1) Lekatkan kulit bayi pada kulit ibu, usahakan bayi dalam
keadaan telanjang menempel kulit ibu.
2) Beri kain hangat untuk menutupi bayi dan ibu.
3) Suhu ruangan minimal 25°C.
4) Ukur suhu tubuh bayi 2 jam setelah dilakukan kontak kulit.
b. Kangaroo Mother Care (KMC) atau Perawatan Bayi Lekat (PBL)
KMC adalah kontak kulit di antara ibu dan bayi secara dini,
terus-menerus dan dikombinasi dengan pemberian ASI eksklusif.
Tujuannya adalah agar bayi tetap hangat. KMC dapat dilakukan di
rumah sakit atau di rumah setelah pulang.
1) Manfaat KMC
a) Ikatan emosi ibu dan bayi.
b) Mempertahankan suhu tubuh bayi.
11

c) Posisi bayi tegak akan membantu bayi bernafas secara


teratur.
d) Menyiapkan ibu untuk merawat bayi di rumah.
e) Melatih ibu cara menyusui yang baik dan benar.
f) Melatih bayi untuk menghisap dan menelan secara teratur
dan terkoordinasi.
2) Cara KMC yang benar
a) Letakkan bayi telanjang kecuali popok, topi, dan kaos kaki
ke dada ibu di antara ke dua payudara dengan posisi tegak
langsung ke kulit ibu dan menhadap ke ibu.
b) Posisi bayi dalam “frog position” yaitu fleksi pada siku
dan tangkai, kepala dan dada bayi terletak di dada ibu
dengan kepala agak ekstensi.
c) Tutupi bayi dengan pakaian ibu atau gendongan ditambah
selimut yang hangat.
d) Pastikan ibu dan bayi nyaman, bila ada dapat
menggunakan baju khusus.
e) Bila tidak, ibu dapat menggunakan baju dengan ukuran
besar dari badan ibu, dan ibu dapat memakai selendang
yang dililitkan di perut ibu agar bayi tidak jatuh.
f) Ibu dapat melakukan aktifitas sehari-hari sambil
menggendong bayinya
g) Susui bayi setiap bayi mau
3) Keuntungan KMC
a) Murah, aman dan mudah diterapkan.
b) Mempertahankan suhu tubuh bayi (kontak kulit dengan
kulit)
c) Proses latihan dan dukungan untuk ibu dan keluarga.
d) Memperpendek perawatan di RS (bisa pulang lebih awal).
e) Ibu dapat tetap bebas bergerak untuk aktifitas sehari-hari.
f) Dapat memantau keadaaan bayi setiap saat
12

D. Memotong Tali Pusat


Dalam Asuhan Persalinan Normal Revisi 2008, memotong tali pusat
dilakukan 2 menit setelah bayi lahir. Tali pusat dijepit dengan klem DTT
pada sekitar 3 cm dari dinding perut (pangkal pusat) bayi. Dari titik
jepitan, tekan tali pusat dengan dua jari kemudian dorong isi tali pusat
kearah ibu. Lakukan penjepitan kedua pada jarak 2 cm dari jepitan
pertama. Pegang tali pusat diantara kedua klem tersebut, satu tangan
menjadi landasan tali pusat sambil melindungi bayi, tangan yang lain
memotong tali pusat diantara 2 klem dengan menggunakan gunting DTT.
Namun, adapun teori yang tetap membiarkan tali pusat tetap utuh dan
berdenyut serta plasenta tetap dalam keadaan terletak, darah bayi baru
lahir terus beredar, menunjang kesinambungan oksigenasi, perfusi dan
koreksi pH (Mercer & Skovgaard, 2002). Ketika sirkusi tali pusat
dipertahankan, Yao et al (1969) mengidentifikasi adanya peningkatan
volume darah bayi yang bermakna. Ketika bayi dipertahankan dalam 1
menit maka 50% transfusi darah berlangsung dan 100% dalam 3 menit.
Dan Haselhort et al (1930) yang dikutip dalam Peltonen (1981) mencatat
bahwa terjadi transfusi darah hingga 82% dalam 5 menit, dan lajunya
menjadi tidak terhitung lagi dalam 10 menit.
Tinjauan terhadap bukti-bukti menunjukkan bahwa penundaan
penjepitan tali pusat meningkatkan kadar hematokrit vena (Mercer, 2001).
Terjadi peningkatan drastis angka (hematokrit vena kurang dari 45%) pada
bayi baru lahir yang tali pusatnya dijepit terlalu cepat. Kadar bilirubin
plasma menjadi parameter hasil akhir yang lain, dan waktu penjepitan tali
pusat tidak mempengaruhi angka hiperbilirubinemia (Cernadas et al,
2006).
Selain itu, ada pasangan yang memilih melakukan kelahiran lotus,
yaitu membiarkan agar tali pusat tidak dipotong dan dibiarkan mengering
dan terpisah secara alami pada umbilikus bayi (Buckley, 2005)
E. Perawatan Tali Pusat
13

Dalam Asuhan Persalian Normal, setelah tali pusat dipotong lalu tali
pusat diikat dengan pengikat steril (baby cord clem) atau benang DTT.
Perawatannya dilakukan dengan cara :
1. Jangan membungkus puntung tali pusat atau mengoleskan apapun /
bahan lain ke puntung tali pusat.
2. Mengoleskan alkohol atau povidon iodine masih diperkenankan, tetapi
tidak dikompreskan karena menyebabkan tali pusat basah/lembab.
3. Berikan nasehat pada ibu dan keluarga sebelum meninggalkan bayi:
a. Lipat popok di bawah puntung tali pusat.
b. Jika puntung tali pusat kotor, bersihkan (hati-hati) dengan air DTT
dan sabun segera keringkan secara saksama dengan menggunakan
kain bersih.
c. Jelaskan pada ibu dan keluarga bahwa harus ke petugas atau
fasilitas kesehatan, jika pusat berdarah, menjadi merah, bernanah
dan/atau berbau.
Sedangkan, perawatan pada kelahiran lotus dilakukan dengan cara:
Plasenta dapat diperas, dikeringkan, diawetkan, dan dibungkus serta
diselipkan di samping bayi. Proses transfusi plasenta pada setiap bayi
berbeda-beda. Dan tali pusat akan mengering menjadi tendon dalam 48
jam, dan selanjutnya pemisahan dari umbilikus terjadi pada waktu yang
bervariasi pada bayi, biasanya antara tiga dan sepuluh hari (Buckley, 2005)

2.2 Prosedur Keterampilan Dasar Kebidanan pada Asuhan Kebidanan


Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Prasekolah
A. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik bayi baru lahir adalah langkah yang harus dilalui
seorang bidan dalam memberikan asuhan pada bayi baru lahir.
Pemeriksaan fisik bayi baru lahir meliputi pemeriksaan kepala, mata,
hidung, mulut, leher, klavikula, tangan, dada, genetalia, abdomen, tungkai,
spinal, kulit dan reflek bayi baru lahir.
14

CEK LIST PEMERIKSAAN FISIK PADA BAYI BARU LAHIR


SKALA
NO PROSEDUR PENILAIAN
. 1 2 3
1. Persiapan Alat:
1. Status bayi
2. Alat tulis
3. KMS
4. Bak instrument
5. Metelin
6. Stetoskop
7. Pen light
8. Termometer axilla dan rectal
9. Kom berisi tissue
10. Botol berisi air klorin dan air bersih
11. Kom berisi kapas suntik
12. Spuit 1 cc
13.  Obat-obatan (Vit K atau Vit Neo K dan vaksin
Hepatitis)
14. Tetes mata / salep mata
15. Peneng bayi
16. Stempel untuk bayi
17. Celemek / skot
18. Kertas cap kaki
19. Kain bersih
20. Tempat yang datar , rata , bersih , kering , hangat dan
terang
21. Timbangan bayi
22. Tempat penimbangan bayi
23. Baskom berisi air klorin
24. Lampu sorot
25. Sarung tangan
26. Bengkok
14

27. Senter
28. Kapas
29. Tempat sampah medis (kuning) 1 buah, kotak sampah
non medis (hitam) 1 buah dan sefty box (1 buah)
2. Melakukan inform consent dan menjelaskan tujuan dan
prosedur yang dilakukan dalam pemeriksaan fisik bayi
baru lahir normal
3. Mengkaji riwayat dan status dari ibu. Kajian meliputi:
1. Faktor lingkungan
2. Faktor genetik
3. Faktor sosial
4. Faktor ibu
5. Faktor neonatal
4. Menyiapkan peralatan
5. Mencuci tangan dengan sabun di air mengalir kemudian
pakai sarung tangan
6. Memastikan pencahayaan cukup dan bayi dalam keadaan
hangat.
Key point:
1. Gunakan lampu sorot untuk menghangatkan bayi
(lampu dengan bayi ±60cm)
2. Jangan nyalakan AC atau kipas angin.
7. Kaji KU bayi secara keseluruhan
Key point:
1. Bibir dan kulit bayi apakah berwarna merah muda/biru
2. Apakah ekstremitas bayi dapat bergerak bebas/fleksi
3. Bayi bernafas/menangis tanpa dengkuran atau tarikan
dada
4. Bayi cukup bulan biasanya ditutupi vernik
8. Timbang BB bayi
Key point:
1. Letakkan bayi dengan hati-hati di atas timbangan yang
dialasi perlak dan kain pengalas
2. Sebelumnya skala timbangan telah diatur ke skala nol
9. Ukur PB bayi
14

Key point:
1. Alat ukur diletakkan merapat pada kepala dan badan
2. Pengukuran dilakukan dari puncak kepala sampai tumit
10. Lakukan pengukuran Lingkar kepala
Key point:
1. Ukur kepala pada diameter terbesar yaitu frontalis
oksipitalis
2. Jika terdapat capu secendanium, dapat dilakukan hari
ke-2 atau hari ke-3
11. Lakukan pengukuran LIDA
Key point:
1. Pengukuran dilakukan dari daerah dada ke punggung
kembali ke dada
2. Pengukuran dilakukan melalui kedua puting susu
12. Lakukan pengukuran lingkar perut
Key point:
Pengukuran dilakukan bawah umbilicus ke pinggang lalu
kembali ke perut atas
13. Lakukan pemeriksaan TTV atau pantau pernafasan bayi
Key point:
1. Hitung pernafasan 1 menit penuh
2. Pantau apnea dan dengarkan suara nafas
3. Perhatikann tarikan dada bayi
4. Nafas normal 40-60x/mnt
14. Pantau denyut jantung bayi
Key point:
1. Perhatikan keteraturan denyut jantung bayi
2. Denyut jantung normal 120-160x/mnt
15. Lakukan pemeriksaan suhu tubuh
Key point:
1. Pengukuran suhu paling baik dilakukan di aksila
2. Suhu normal bayi 36,5˚C-37,2˚C
16. Pemeriksaan daerah kepala
Key point:
14

1. Perhatikan molase pada sutura


2. Perhatikan ukuran fontanel
3. Perhatikan apakah fontanel tegang atau cekung
17. Periksa telinga
Key point :
1. Perhatikan bentuk dan posisinya
2. Perhatikan kesejajaran letak telinga jika ditarik garis
khayal dari mata
18. Periksa hidung
Key point :
1. Perhatikan cuping hidung, apakah mengembang atau
tidak.
2. Apakah terdapat pengeluaran lendir dari hidung
19. Periksa bagian mulut
Key point :
1. Perhatikan jika ada bercak putih pada gusi / palatum
2. Perhatikan daerah bibir dan langit langit jika ada
sumbing
20. Periksa daerah leher
Key point :
Periksa di sekeliling leher periksa apakah ada
pembengkakan kelenjar / gumpalan
21. Lakukan pemeriksaan dada
Key point :
1. Gerakan dada simetris saat respirasi
2. Perhatikan bentuk, kesimetrisan posisi puting susu dan
pengeluarannya
22. Periksa bagian lengan, bahu, dan tangan
Key point :
1. Perhatikan gerakan tangan
2. Periksa panjang tangan dengan meluruskannya ke
bawah.
3. Periksa kelengkapan jari
23. Periksa reflek moro
14

Key point :
Pemeriksa dapat bertepuk tangan
24. Lakukan pemeriksaan abdomen
Key point :
1. Pada tali pusat, terdapat 2 arteri dan 1 vena
2. Observasi pergerakan abdomen. Abdomen tampak bulat
dan bergerak serentak dengan pergerakan dada
3. Raba abdomen untuk memeriksa adanya massa
25. Pemeriksaan genetalia laki-laki
Key point :
1. Pada bayi laki laki meatus urinarius berada diujung
penis.
2. Testis sudah turun ke skrotum pada bayi cukup bulan
26. Periksa genetalia perempuan
Key point :
1. Pada bayi perempuan cukup bulan, labia mayora telah
menutupi labia minora
2. Pastikan vagina dan uretra berlubang
27. Periksa bagian tungkai dan kaki bayi
Key point :
1. Perhatikan gerakan tungkai
2. Periksa panjang kaki dengan cara meluruskan keduanya
3. Periksa kelengkapan jari
28. Periksa punggung bayi
Key point :
1. Periksa dengan cara memiringkan bayi
2. Cari tanda tanda abnormalitas (pembengkakan /
cekungan)
3. Apakah ada tonjolan atau cekungan
29. Periksa kulit bayi
Key point :
1. Perhatikan warna kulit bayi
2. Periksa adanya vernik, ruam, bercak, memar atau
tanda lahir tanda-tanda infeksi
14

30. Observasi pengeluaran urine dan meconium dalam 24 jam


pertama
Key point :
Pengeluaran urine merupakan indikasi kepatenan saluran
gastrointestinal
31. Jelaskan hasil pemeriksaan pada orang tua
Key point :
1. Hasil pemeriksaan menjadi dasar pemberian
saran / konseling bagi orang tua( perawatan bayi
baru lahir, pemberian ASI, perawatan tali pusat,
dan tanda kegawatan pada bayi )
2. Setiap penyimpangan yang tidak normal harus
ditindaklanjuti dengan tepat
32. Dokumentasikan hasil pemeriksaan
Key point :
Lakukan pencatatan hasil pemeriksaan secara lengkap

B. Penanganan BBL dengan Asfiksia 2 menit Pertama


Asfiksia Neonatus adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernapas
spontan dan teratur, sehingga dapat menurunkan O2 dan makin
meningkatkan CO2 yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan
lebih lanjut.
20

Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas
secara spontan dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir
umumnya akan mengalami asfiksia pada saat dilahirkan. Masalah ini erat
hubungannya dengan kesehatan ibu hamil, kelainan tali pusat, atau
masalah yang mempengaruhi kesejahteraan bayi selama atau sesudah
persalinan (Nadya, 2013).
Asfiksia neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera
bernapas secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh
hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-
faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan, atau segera setelah bayi
lahir. Akibat-akibat asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan
bayi tidak dilakukan secara sempurna. Tindakan yang akan dikerjakan
pada bayi bertujuan mempertahankan kelangsungan hidupnya dan
membatasi gejala-gejala lanjut yang mungkin timbul (Siti Noorbaya &
Herni Johan, 2019).
Asfiksia pada BBL dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu ibu,
plasenta dan bayi.
1. Faktor ibu
Merupakan suatu kondisi atau keadaan ibu yang dapat mengakibatkan
aliran darah dari ibu melalui plasenta berkurang, sehingga aliran
oksigen ke janin menjadi berkurang, mengakibatkan suatu kondisi
gawat janin dan akan berlanjut sebagai asfiksia pada BBL:
a. Pre eklampsi dan eklampsia.
b. Perdarahan ante partum abnormal (placenta previa dan solutio
placenta).
c. Partus lama atau partus macet.
d. Demam sebelum dan selama persalinan.
e. Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV).
f. Kehamilan post matur (≥ 42 minggu).
2. Faktor placenta dan tali pusat
21

Merupakan keadaan placenta dan tali pusat yang dapat mengakibatkan


penurunan aliran darah dan oksigen ke janin melalui sehingga dapat
mengakibatkan asfiksia pada BBL.
a. Lilitan tali pusat.
b. Tali pusat pendek.
c. Simpul tali pusat.
d. Prolaps tali pusat.
e. Hematoma tali pusat.
f. Infark placenta.
3. Faktor bayi Merupakan keadaan bayi yang dapat mengakibatkan
terjadi asfiksia pada BBL walaupun kadang-kadang tanpa didahului
adanya gawat janin.
a. Bayi premature (< 37 minggu usia kehamilan).
b. Persalinan sulit (sungsang, kembar, distocia bahu, vacum
exstraksi, forcep).
c. Kelainan konginetal yang memberi dampak pada pernafasan bayi
seperti hidrocepal, anechepal.
d. Air Ketuban bercampur mekonium.
Deteksi BBL dengan asfiksia
1. Penilaian
a. Sebelum bayi lahir
1) Apakah kehamilan cukup bulan?
2) Apakah air ketuban jernih, bercampur mekonium (berwarna
hijau)?
b. Segera setelah lahir (Jika bayi cukup bulan)
1) Menilai apakah bayi menangis atau bernafas/tidak, megap-
megap?
2) Menilai apakah tonus otot bayi baik/bayi bergerak aktif?
2. Keputusan Memutuskan bayi perlu resusitasi, jika:
a. Bayi tidak cukup bulan atau
b. Air ketuban bercampur mekonium dan atau
c. Bayi megap-megap/tidak bernafas dan atau
22

d. Tonus otot bayi tidak baik atau bayi lemas


Persiapan
1. Persiapan Keluarga
Sebelum melakukan pertolongan bayi baru lahir, lakukan komunikasi
terapeutikdengan keluarga mengenai kemungkinan-kemungkinan
yang akan terjadi pada bayi dan persiapan resusitasi.
2. Persiapan ruangan dan tempat resusitasi
a. Ruangan harus hangat dan terang
b. Tempat resusitasi datar, rata, cukup keras, bersih, kering dan
hangat, misalnyameja, dipan atau lantai beralas tikar. Upayakan
dekat dengan pemancar panas dan tidak berangin seperti jendela
atau pintu yang terbuka.
1) Ruangan yang hangat akan mencegah terjadinya hipotermi
2) Tempat resusitasi yang datar dan rata akan memudahkan
pengaturanposisi kepala bayi.
3) Sumber pemancar panas dapat menggunakan lampu 60 watt
atau lampu petromak dengan jarak 60 cm dari meja resusitasi.
Lampu sudah menyala menjelang persalinan.
3. Persiapan alat resusitasi
a. Kain/bedong 3 buah
1) Kain I : untuk mengeringkan bayi
2) Kain II : untuk menyelimuti bayi
3) Kain III : untuk ganjal bahu bayi
b. Alat penghisap lendir De Lee atau bola karet.
c. Alat ventilasi.
Balon atau sungkup, jika mungkin sungkup anatomis dengan
bantalan udaradengan ukuran untuk bayi cukup bulan dan bayi
prematur.
d. Kotak alat resusitasi.
e. Sarung tangan.
f. Jam atau pencatat waktu
g. Keterangan
23

1) Kain/bedong yang digunakakan sebaiknya bersih, kering,


hangat dan dapat menyerap cairan, misal handuk, kain flanel.
Bila tidak ada gunakan kain panjang atau kain sarung.
2) Kain ke-3 untuk menganjal bahu, bisa dibuat dari kain kaos,
selendang, handuk kecil yang digulung setinggi 3 cm dan bisa
disesuaikan untuk mengatur posisi kepala bayi agar sedikit
tengadah/menghidu.
3) Cara menyiapkan kain
a) Kain ke I : diletakkan di atas perut ibu yang berfungsi
untuk mengeringkan BBL yang basah oleh air ketuban
segera setelah lahir.
b) Kain Ke II : digelar di atas tempat resusitasi yang
berfungsi untuk menyelimuti bayi agar tetap hangat dan
kering.
c) Kain Ke III : kain digulung setebal kira-kira 3 cm atau
dapat disesuaikan, diletakkan di bawah kain ke -2 untuk
menganjal bahu.
Fungsi kain untuk mengatur kepala bayi tetap sedikit
tengadah/menghidu.
h. Alat penghisap lendir De Lee di gunakan untuk menghisap lendir
khusus untuk BBL.
i. Balon dan sungkup merupakan alat yang penting dalam tindakan
ventilasi pada resusitasi, siapkan sungkup dalam keeadaan
terpasang dan steril/DTT.
j. Alat penghisap lendir De Lee dan sungkup dalam keadaan
steril/DTT disimpan di dalam kotak alat resusitasi.
k. Kotak alat resusitasi diletakkan dekat tempat resusitasi dengan
tujuan agar sewaktu-waktu mudah digunakan/diambil saat
dilakukan tindakan resusitasi pada BBL.
4. Persiapan penolong
Pastikan penolong sudah memakai alat pelindung diri yang bertujuan
untuk melindungi diri dari kemungkinan infeksi antara lain:
24

a. Memakai alat pelindung diri seperti celemek plastik, masker,


penutup kepala, kacamata, sepatu tertutup.
b. Lepaskan perhiasan, cincin, jam tangan sebelum cuci tangan.
c. Cuci tangan dengan air mengalir menggunakan sabun atau cairan
desinfektan.
d. Gunakan sarung tangan steril sebelum menolong BBL.
Tahap I Langkah Awal
Langkah awal dilakukan dalam waktu 30 detik, yaitu:
1. Menjaga bayi tetap hangat dengan cara:
a. Meletakkan bayi di atas kain ke I di atas perut ibu atau kurang
lebih 45 cm dari perineum
b. Menyelimuti bayi kecuali bagian wajah, dada dan perut tetap
terbuka lalu potong tali pusat
c. Memindahkan bayi dan letakkan bayi di atas kain ke 2 ditempat/
meja resusitasi
d. Menjaga bayi tetap hangat di bawah pemancar panas dengan
bagian wajah dan dada terbuka
2. Atur Posisi bayi
a. Membaringkan bayi dengan posisi terlentang dan kepala bayi
dekat dengan penolong
b. Memposisikan kepala bayi dengan posisi menghidu (kepala agak
ekstensi dengan menganjal bahu)
3. Isap lendir Gunakan alat penghisap lendir Dee Lee dengan cara:
a. Mengisap lendir dari mulut lalu hidung
b. Melakukan penghisapan lendir pada saat alat ditarik keluar, tidak
pada saat memasukan alat
c. Masukkan alat ke dalam mulut bayi tidak lebih 5 cm karena dapat
menyebabkan denyut jantung janin menurun/melambat atau tiba-
tiba bayi henti nafas. Untuk di hidung alat tidak melebihi cuping
hidung
4. Gunakan bola karet dengan cara:
a. Tekan bola karet di luar mulut dan hidung
25

b. Masukkan ujung penghisap bola karet ke dalam mulut lalu


lepaskan tekanan pada bola karet (sekret/lendir akan terhisap)
c. Masukkan ujung penghisap bola karet ke dalam hidung lalu
lepaskan (tidak melebihi cuping hidung)
5. Keringkan dan rangsang taktil
a. Mengeringkan dengan kain ke I mulai dari muka, kepala dan
bagian tubuh lainnya dengan sedikit tekanan untuk merangsang
bayi bernafas
b. Lakukan rangsang taktil lainnya seperti menyentil/menepuk
telapak kaki bayi secara gentle atau menggosok punggung, perut,
dada, tungkai bayi dengan telapak tangan
c. Menyingkirkan kain ke I, bayi berada di atas kain ke 2
d. Menyelimuti bayi dengan kain ke 2, kecuali wajah dan dada tetap
terbuka untuk memudahkan memantau pernafasan bayi
6. Atur kembali posisi kepala bayi Mengembalikan posisi kepala bayi
pada posisi menghidu
7. Lakukan penilaian bayi
Setelah melakukan langkah awal lakukan penilaian pada bayi, apakah
bayi bernafas normal, tidak bernafas atau megap-megap
a. Apakah bayi bernafas normal, lakukan perawatan pasca resusitasi
b. Apabila bayi megap-megap atau tidak bernafas, maka mulai
lakukan ventilasi
C. Penanganan BBL dengan Asfiksia pasca 2 menit Pertama
Tahap 2 : Ventilasi
Ventilasi adalah memasukkan sejumlah udara ke dalam paru untuk
membuka alveoli paru dengan tekanan positif agar bayi dapat bernafas
spontan dan teratur
Langkah-langkah ventilasi 1.
1. Memasang sungkup
Memilih sungkup sesuai ukuran dengan bentuk anatomis lalu pegang
sungkup menutupi dagu, mulut dan hidung
2. Ventilasi 2 kali
26

a. Memompa balon dengan tekanan 30 cm air. Pompa balon penting


dilakukan untuk menguji apakah jalan nafas bayi terbuka serta
untuk membuka alveoli paru agar bayi bisa mulai bernafas
b. Melihat apakah dada bayi mengembang pada saat dilakukan
tiupan atau remasan. Jika tidak mengembang lakukan :
1) Memeriksa posisi sungkup dan pastikan tidak ada udara yang
bocor
2) Memeriksa posisi kepala dan pastikan posisi sudah menghidu
3) Memeriksa cairan atau lendir di mulut, bila ada lakukan
penghisapan
4) Melakukan remasan 2 kali, jika dada mengembang lakukan
tahap selanjutnya
3. Ventilasi 20 kali dalam 30 detik a.
a. Meremas balon resusitasi sebanyak 20 kali selama 30 detik
dengan tekanan 20 cm air sampai bayi mulai bernafas spontan
atau menangis
b. Pastikan dada mengembang pada saat dilakukan tiupan atau
remasan. Setelah 30 detik lakukan penilaian ulang nafas
4. Jika, bayi mulai bernafas normal/tidak megap-megap dan atau
menangis, maka hentikan ventilasi secara bertahap.
a. Memerhatikan dada bayi apakah ada retraksi atau tidak
b. Mengitung frekuensi nafas per menit Jika frekuensi nafas bayi >
40 x/menit dan tidak ada retraksi berat maka ventilasi tidak
dilakukan lagi, letakkan bayi di dada ibu untuk asuhan kontak
kulit dan lanjutkan asuhan BBL serta pantau tiap 15 menit untuk
pernafasan dan kehangatan
c. Jangan tinggalkan bayi sendiri
d. Melakukan asuhan pasca resusitasi
5. Jika bayi megap-megap dan atau tidak bernafas, lakukan ventilasi.
a. Melakukan ventilasi, setiap 30 detik hentikan dan lakukan
penilaian ulang nafas
27

b. Lanjutkan ventilasi 20 kali selama 30 detik dengan tekanan 20 cm


air
c. Setiap 30 detik hentikan ventilasi, kemudian lakukan penilaian
ulang, apakah bayi bernafas atau megap-megap
Jika bayi mulai bernafas normal/tidak megap-megap dan atau
menangis maka hentikan ventilasi secara bertahap kemudian
lanjutkan asuhan pasca resusitasi. Jika bayi megapmegap/tidak
bernafas, teruskan ventilasi 20 kali selama 30 detik dengan
tekanan 20 cm air, kemudian lakukan penilaian ulang nafas setiap
30 detik.
a. Menyiapkan rujukan jika bayi belum bernafas spontan sesudah 2
menit resusitasi
b. Menjelaskan pada ibu dan keluarga apa yang terjadi dan apa yang
telah dilakukan
c. Meminta keluarga untuk persiapan rujukan
d. Meneruskan lakukan ventilasi selama selama mempersiapkan
rujukan
e. Melakukan pencatatan tentang keadaan bayi pada formulir
rujukan dan formulir rekam medik
f. Lanjutkan ventilasi, nilai ulang nafas dan nilai denyut jantung
g. Lanjutkan ventilasi 20 kali dalam 30 detik dengan tekanan 20 cm
air
h. Setiap 30 detik hentikan ventilasi kemudian lakukan penilaian
ulang nafas dan denyut jantung
Jika dipastikan denyut jantung tidak terdengar, maka lanjutkan
ventilasi selama 10 menit. Hentikan resusitasi jika denyut jantung
tetap tidak terdengar. Berikan penjelasan pada ibu dan keluarga,
berikan dukungan moral kepadanya kemudian lakukan
pencatatan. Bayi yang mengalami henti jantung 10 menit
diperkirakan mengalami kerusakan otak yang permanen.
BAB 3
PENUTUP

3.1 Simpulan
Berdasarkan makalah yang telah dibuat, dapat disimpulkan beberapa hal
sebagai berikut:
1. Evidence based pada asuhan kebidanan neonatus, bayi, balita, dan anak
prasekolah diantaranya baby friendly, IMD, pemberian ASI eksklusif,
regulasi suhu BBL dengan kontak kulit ke kulit dan pemotongan tali pusat
serta perawatan tali pusat

2. Pemeriksaan fisik bayi baru lahir meliputi pemeriksaan kepala, mata,


hidung, mulut, leher, klavikula, tangan, dada, genetalia, abdomen, tungkai,
spinal, kulit dan reflek bayi baru lahir.
3. Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas
secara spontan dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir
umumnya akan mengalami asfiksia pada saat dilahirkan. Masalah ini erat
hubungannya dengan kesehatan ibu hamil, kelainan tali pusat, atau
masalah yang mempengaruhi kesejahteraan bayi selama atau sesudah
persalinan (Nadya, 2013).

3.2 Saran
Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar penulis bisa
menyusun makalah lebih baik kedepannya.

28
DAFTAR PUSTAKA

Maternity, Dianty, dkk. 2018. Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi, Balita, dan
Anak Prasekolah. Yogyakarta: Penerbit ANDI.

Setiyani, Astuti, dkk. 2016. Praktikum Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi, Balita,
dan Anak Prasekolah. Jakarta Selatan: Kemenkes RI.

Murniati, Leny, dkk. (2021).Manajemen Asuhan Kebidanan pada Bayi Baru Lahir
dengan Asfiksia. Jurnal Midwifery, 3(1), 32-35.

Nadifah, Maria, dkk. 2015. Kebutuhan Dasar pada Balita.


https://123dok.com/document/zkx81gpy-makalah-kebutuhan-dasar-pada-
balita.html. Diakses pada Kamis, 9 September 2021, pukul 09.00.

Dinata, Arga. 2017. Cek List Pemeriksaan Fisik pada Bayi Baru Lahir.
https://id.scribd.com/document/363955994/Cek-List-Pemeriksaan-Fisik-
Pada-Bayi-Baru-Lahir. Diakses pada 26 September 2021, pukul 19.00.

Lestari, Hani Eka Puji. 2020. Evidence Based dalam Asuhan Neonatus.
https://www.informasibidan.com/2020/03/evidence-based-dalam-asuhan-
neonatus.html. Diakses pada 26 September, pukul 18.00

iv

Anda mungkin juga menyukai