Disusun Oleh:
Mahasiswa
Lutfi Nuraini
15.401.20.004
Mengetahui,
Pembimbing Akademik Pembimbing
Klink
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa telah melimpahkan rahmat dan
hidayahnya sehingga Laporan Pendahuluan ini yang berjudul “Asuhan Kebidanan
Pada Ibu Bersalin Patologis Ny.G Usia 27 Tahun G2P1001 Usia Kehamilan 39
Minggu Inpartu Kala 1 Fase Laten dengan Indikasi Ketuban Pecah Dini” dapat
diselesaikan dengan tepat waktu. Dalam mengerjakan Laporan Pendahuluan ini
kami banyak memperoleh bantuan dan bimbingan dari semua pihak baik dosen
maupun teman-teman. Oleh karena itu, kami mengucapkan terimakasih.
Kami mohon maaf apabila, dalam penulisan Laporan Pendahuluan ini
masih terdapat banyak kesalahan, kami menyadari bahwa Laporan Pendahuluan
ini masih jauh dari kata sempurna. Untuk itu, kami mengharapkan kritik dan
sarannya, guna menyempurnakan Laporan Pendahuluan ini dan semoga
bermanfaat untuk pembaca.
PENDAHULUAN
Persalinan adalah tugas dari seorang ibu yang harus dihadapi dengan tabah,
walaupun tidak jarang mereka merasa cemas dalam menghadapi masalah tersebut. Oleh
karena itu, mereka memerlukan penolong yang dapat dipercaya, yang data memberikan
bimbingan dan semangat selalu siap di depan dalam mengatasi kesukaran.
Persalinan adalah terjadi pada kehamilan aterm (bukan prematur atau post matur)
mempunyai onset yang spontan (tidak diinduksi) selesai setelah 4 jam dan sebelum 24 jam
sejak saat awitannya (bukan partus presipitatus atau partus lama) mempunyai janin
(tunggal) dengan presentasi verteks (puncak kepala) dan oksiput pada bagian anterior pelvis
terlaksana tanpa bantuan artificial (seperti forseps) tidak mencakup komplikasi (seperti
pendarahan hebat) mencakup pelahiran plasenta yang normal.
Angka Kematian Ibu (AKI) juga menjadi salah satu indikator dalam derajat kesehatan
masyarakat. Angka Kematian Ibu (AKI) menggambarkan jumlah wanita yang meninggal,
salah satunya pada saat proses persalinan (Depkes RI, 2012). Di Indonesia Angka Kematian
Ibu (AKI) masih tinggi dan merupakan masalah yang menjadi prioritas di bidang kesehatan,
hal ini menunjukkan derajat kesehatan masyarakat dan tingkat kesejahteraan masyarakat.
Menurut hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) sepanjang tahun 2007-
2012 kasus kematian ibu melonjak cukup tajam, pada tahun 2012, AKI mencapai
359/100.000 kelahiran hidup atau meningkat 57% bila dibandingkan dengan kondisi pada
tahun 2007, yang hanya 228/100.000 kelahiran hidup, yang dimana AKI pada tahun 2007
menurun dari tahun 2002 yang mencapai 307/100.000 kelahiran hidup dan pada tahun 2015
AKI kembali menunjukkan penurunan menjadi 305/100.000 kelahiran hidup. Penyebab
angka kematian ibu (AKI) di Indonesia adalah komplikasi pada masa kehamilan, persalinan
dan nifas. Dimana penyebab langsung kematian ibu di Indonesia yaitu perdarahan (28%),
eklamsea (24%), partus lama (5%), aborsi (5%), infeksi (11%) dan lain – lain (27%) (Depkes
RI, 2011). Infeksi yang banyak dialami oleh ibu sebagian besar merupakan akibat dari adanya
komplikasi atau penyulit kehamilan dan persalinan seperti febris (24%), infeksi saluran
kemih (31%) dan Ketuban pecah dini (45%) (BKKBN, 2013).
Ketuban pecah dini (KPD) atau ketuban pecah sebelum waktunya (KPSW) sering
disebut dengan premature repture of the membrane (PROM) didefinisikan sebagai pecahnya
selaput ketuban sebelum waktunya melahirkan. Pecahnya ketuban sebelum persalinan atau
pembukaan pada primipara kurang dari 3 cm dan pada multipara kurang dari 5 cm. Hal ini
dapat terjadi pada kehamilan aterm maupun pada kehamilan preterm. Pada keadaan ini
dimana risiko infeksi ibu dan anak meningkat. Ketuban pecah dini merupakan masalah
penting dalam masalah obstetri yang juga dapat menyebabkan infeksi pada ibu dan bayi serta
dapat meningkatkan kesakitan dan kematian pada ibu dan bayi (Purwaningtyas, dkk. 2017).
Menurut WHO, kejadian ketuban pecah dini (KPD) atau insiden PROM (prelobour
rupture of membrane) berkisar antara 5-10% dari semua kelahiran. KPD preterm terjadi 1%
dari semua kehamilan dan 70% kasus KPD terjadi pada kehamilan aterm. Pada 30% kasus
KPD merupakan penyebab kelahiran prematur (WHO, 2014). Meskipun faktor penyebab
terjadinya KPD masih sulit diketahui, namun beberapa faktor predisposisi yang dapat
diidentifikasi penyebab KPD ialah infeksi, golongan darah ibu dan anak tidak sesuai,
multigrafida, merokok, defisiensi gizi khususnya vitamin C, servik yang tidak inkopeten,
polihidramnion, riwayat KPD sebelumnya, kelainan selaput ketuban, tekanan intra uterin
yang meninggi atau overdistesi, trauma, kelainan letak (Nugroho, 2010).
Dampak yang paling sering terjadi pada KPD sebelum usia kehamilan 37 minggu
adalah sindrom distress pernapasan (RDS atau Respiratory Disterss Syndrome), yang terjadi
pada 10-40% bayi baru lahir. Risiko infeksi akan meningkat prematuritas, asfiksia, dan
hipoksia, prolapse (keluarnya tali pusat), resiko kecacatan, dan hypoplasia paru janin pada
aterm. Hampir semua KPD pada kehamilan preterm akan lahir sebelum aterm atau persalinan
akan terjadi dalam satu minggu setelah selaput ketuban pecah. Sekitar 85% morbiditas dan
mortalitas perinatal ini disebabkan oleh prematuritas akibat dari ketuban pecah dini.
Oleh karena itu, tatalaksana ketuban pecah dini memerlukan tindakan yang dapat
menurunkan kejadian persalinan prematuritas dan infeksi dalam rahim. Memberikan
profilaksis dalam merupakan tindakan yang perlu diperhatikan untuk memperkecil resiko
infeksi (Manuaba, 2010).
1.2 Tujuan
1. Tujuan umum
Mahasiswa mampu menerapkan asuhan kebidanan yang komprehensif pada ibu
bersalin patologis sesuai dengan asuhan.
2. Tujuan khusus
a. Melakukan pengkajian data
b. Menentukan diagnosa
c. Menentukan kebutuhan Tindakan
d. Merencanakan asuhan kebidanan
e. Melaksanakan asuhan kebidanan
f. Melakukan evaluasi
BAB II
PEMBAHASAN
4) Suhu
Peningkatan suhu tertinggi terjadi pada saat persalinan dan
segera setelahnya. Peningkatan normal adalah 0.5 sampai 1oC
5) Perubahan system pernafasan
Sedikit peningkatan frekuensi pernapasan masih normal
diakibatkan peningkatan lebih lanjut curah jantung selama
persalinan dan mencerminkan peningkatan metabolisme yang
terjadi
6) Perubahan ginjal
Poliuria sering terjadi selama persalinan. Kondisi ini dapat
diakibatkan peningkatan lebih lanjut curah jantung selama
persalinan dan kemungkinan peningkatan laju filtrasi
glomelurus dan aliran plasma ginjal. Polyuria menjadi kurang
jelas pada posisi terlentang karena posisi ini membuat aliran
urine berkurang selama kehamilan.
7) Perubahan gastrointestinal
Penurunan motilitas lambung berlanjut saampai kala dua.
Muntah normalnya hanya terjadi sesekali. Muntah yang konstan
dan menetap merupakan hal yang abnormal dan kemungkinan
merupakan indikasi komplikasi obstetric, seperti rupture uterus.
8) Dorongan mengejan
Perubahan fisiologis terjadi akibat montinuasi kekuatan
serupa yang telah bekerja sejak jam – jam awal persalinan ,
tetapi aktivitas ini mengalami akselerasi setelah serviks
berdilatasi lengkap namun, akselerasi ini tidak terjadi secara
tiba – tiba. Beberapa wanita merasakan dorongan mengejan
sebelum serviks berdilatasi lengkap dan sebagian lagi tidak
merasakan aktivitas ini sebelum sifat ekspulsif penuh.
Kontraksi menjadi ekspulsif pada saat janin turun lebih jauh
kedalam vagina. Tekanan dan bagian janin yang berpresentasi
menstimulasi reseptor saraf di dasar pelvik (hal ini disebut
reflek ferguson) dan ibu mengalami dorongan untuk mengejan.
Reflex ini pada awalnya dapat dikendalikan hingga batas
tertentu, tetapi menjadi semakin kompulsif, kuat, dan involunter
pada setiap kontraksi. Respon ibu adalah menggunakan
kekuatan ekspulsi sekundernya dengan mengontraksikan otot
abdomen dan diafragma.
9) Pergeseran jaringan lunak
Saat kepala janin yang keras menurun, jaringan lunak pelvis
mengalami pergeseran. Dari anterior, kandung kemih terdorong
keatas kedalam abdomen tempat risiko cedera terhadap kandung
kemih lebih sedikit selama penurunan janin. Akibatnya, terjadi
peregangan dan penipisan uretra sehingga lumen uretra
mengecil.
Pada wanita yang dapat menyadari bahwa proses ini wajar dan alami
akan mudah beradaptasi dengan keadaan tersebut dan pada fase aktif
saat kemajuan persalinan sampai pada fase kecepatan maksimum rasa
khawatir wanita menjadi meningkat. Kontraksi menjadi semakin kuat
dan frekuensinya lebih sering sehingga wanita tidak dapat
mengontrolnya. Dalam keadaan ini wanita akan menjadi lebih serius.
Wanita tersebut menginginkan seseorang untuk mendampinginya
karena dia merasa takut tidak mampu beradaptasi.
2.1.3Tanda – Tanda Persalinan
a. Tanda dan Gejala Inpartu
1) Penipisan dan pembukaan serviks
2) Kontraksi uterus yang mengakibatkan perubahan
serviks ( frekuensi minimal 2 kali dalam 10 menit ).
menit
39. Mengevaluasi adanya laserasi pada vagina dan perineum dan segera
menjahit laserasi yang mengalami perdarahan aktif.
40. Memeriksa kedua sisi plasenta baik yang menempel ke ibu maupun
janin dan selaput ketuban untuk memastikan bahwa selaput ketuban
lengkap dan utuh. Meletakan plasenta dalam kantung plastic atau
tempat khusus.
- Jika uterus tidak berkontraksi setelah melakukan massase selama
15 detik mengambil tindakan yang sesuai.
VIII. Melakukan Prosedur Pasca Persalinan
41. Menilai ulang uterus dan memastikannya berkontraksi dengan baik.
Mengevaluasi perdarahan persalinan vagina.
42. Pastikan kandung kemih kosong, jika penuh lakukan kateterisasi
Evaluasi
43. Celupkan tangan yang masih memakai sarung tangan ke dalam
larutan klorin 0,5%, bersihkan noda darah dan cairan tubuh, bilas di air
DTT tanpa melepas sarung tangan kemudian keringkan dengan tissue
atau handuk pribadi yang bersih dan kering.
44. Mengajarkan pada ibu/keluarga bagaimana melakukan massase
uterus dan memeriksa kontraksi uterus.
45. Memeriksa tekanan darah, nadi dan keadaan kandung kemih setiap
15 menit selama satu jam pertama pasca persalinan dan setiap 30
menit selama jam kedua pasca persalinan.
i.Memeriksa temperature tubuh ibu sekali setiap jam selama dua
jam pertama pasca persalinan
ii.Melakukan tindakan yang sesuai untuk temuan yang tidak normal
B. Epidemiologi
Kejadian ketuban pecah dini (KPD) terjadi pada 10 - 12% dari semua
kehamilan. Pada kehamilan aterm insidensinya 6 -1 9%, sedangkan pada
kehamilan preterm 2 - 5%. Laporan lain mendapatkan ketuban pecah dini
terjadi pada sekitar 6 - 8% wanita sebelum usia kehamilan 37 minggu dan
secara langsung mendahului 20 - 50% dari semua kelahiran prematur.
Insiden KPD di seluruh dunia bervariasi antara 5 - 10% dan hampir 80%
terjadi pada usia kehamilan aterm (Endale dkk, 2016). Ketuban pecah dini
preterm dikaitkan dengan 30 - 40% kelahiran prematur dan merupakan
penyebab utama kelahiran prematur. Ketuban pecah dini preterm yang
terjadi sebelum usia kehamilan 24 minggu, disebut sebagai KPD preterm
previable, kejadiannya kurang dari 1% kehamilan dan berhubungan
dengan komplikasi yang berat pada ibu ataupun janin. Kasus dengan
ketuban pecah dini akan mengalami persalinan hampir 95% dalam waktu
24 jam (Lorthe dkk, 2016).
Morbiditas maternal tertentu telah dilaporkan terkait dengan KPD.
Komplikasi kehamilan yang disebabkan oleh KPD yang diterapi secara
konservatif tampaknya berada pada risiko signifikan untuk terjadinya
solusio plasenta. KPD pada beberapa kasus ditandai dengan perdarahan.
Insiden infeksi intrauterin meningkat dengan mudanya usia kehamilan
pada saat pecahnya selaput ketuban. KPD pada saat usia kehamilan lebih
awal dikaitkan dengan infeksi pada korioamnion. Korioamnionitis telah
dilaporkan pada 0,5 - 71% dari kehamilan dengan KPD. Insiden tertinggi
korioamnionitis dikaitkan dengan kecilnya usia kehamilan dan perode
laten yang memanjang (Thombre, 2014).
Periode laten yang memanjang juga meningkatkan risiko untuk naiknya
infeksi pada janin yang prematur dan pada ibunya. Frekuensi dan tingkat
keparahan komplikasi pada ibu dan janin setelah terjadinya ketuban pecah
dini bervariasi tergantung dari usia kehamilan. Terdapat bukti konsisten
bahwa usia kehamilan saat terjadinya ketuban pecah dini dan lamanya
periode laten merupakan penentu kematian perinatal yang penting.
Bagaimanapun juga, terdapat penelitian-penelitian yang bertentangan
mengenai keluaran neonatal yang spesifik jika dikaitkan dengan periode
laten (Thombre, 2014).
C. Etiologi
Adapun penyebab terjadinya ketuban pecah dini merurut (Manuaba, 2010)
yaitu sebagai berikut:
1. Multipara dan Grandemultipara
2. Hidramnion
3. Kelainan letak: sungsang atau lintang
4. Cephalo Pelvic Disproportion (CPD)
5. Kehamilan ganda
6. Pendular abdomen (perut gantung)
Adapun hasil penelitian yang dilakukan (Rahayu and Sari 2017) mengenai
penyebab kejadian ketuban pecah dini pada ibu bersalin bahwa kejadian
KPD mayoritas pada ibu multipara, usia ibu 20-35 tahun, umur kehamilan
≥37 minggu, pembesaran uterus normal dan letak janin preskep.
D. Faktor Predisposisi
Menurut Norma (2013), terdapat beberapa faktor predisposisi yang
mengakibatkan terjadinya KPD yaitu sebagai berikut:
1. Infeksi : Infeksi yang terjadi langsung pada selaput ketuban dari vagina
atau infeksi pada cairan ketuban yang mengakibatkan KPD.
2. Servik yang inkompetensia, dimana terdapat kanalis servikalis yang
selalu terbuka, yang terjadi akibat trauma persalinan atau curetage.
3. Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan
misalnya trauma hidramnion, gamelli.
4. Trauma dari hubungan seksual, pemeriksaan dalam, maupun
amniosintesis menyebabkan terjadinya KPD karena biasanya diserta
infeksi.
5. Kelainan letak, misalnya sungsang, sehigga tidak terdapat bagian
terendah yang menutupi pintu atas panggul yang dapat menghalangi
tekanan terhadap membrane bagian bawah.
6. Keadaan sosial ekonomi.
7. Faktor lain :
a. Faktor golongan darah yang diakbatkan oleh golongan darah ibu dan
janin yang tidak sesuai dapat menimbulkan kelemahan bawaan termasuk
kelemahan jaringan kulit ketuban.
b. Faktor disproporsi antar kepala janin dan panggul ibu.
c. Faktor multi graviditas, merokok dan perdarahan antepartum.
d. Defisiensi gizi dari tembaga atau asam askobarat (Vit C).
e. Riwayat kelahiran premature.
f. Merokok.
g. Perdarahan antepartum.
h. Inkompetensi servik (leher rahim)
i. Polihidramnion (caran ketuban berlebih)
j. Riwayat KPD sebelunya
k. Kelainan atau kerusakan selaput ketuban
l. Kehamilan kembar. Pada kehamilan gemelli terjadinya distensi uterus
yang berlehihan, sehingga menimbulkan adanya ketegangan rahim secara
berlehihan. Hal ini terjadi karena jumlahnya berlebih, isi rahim yang lebih
besar dan kantung (selaput ketuban) relative kecil sedangkan dibagian
bawah tidak ada yang menahan sehingga mengakibatkan selaput ketuban
tipis dan mudah pecah (Novihandari, 2016).
m. Servik yang pendek
E. Tanda dan Gejala
Tanda yang terjadi adalah keluarnya cairan ketuban merembes melalui
vagina, aroma air ketuban berbau manis dan tidak seperti bau amoniak,
berwarna pucat, cairan ini tidak akan berhenti atau kering karena uterus
diproduksi sampai kelahiran mendatang. Tetapi, bila duduk atau berdiri,
kepala janin yang sudah terletak di bawah biasanya “mengganjal” atau
“menyumbat” kebocoran untuk sementara. Sementara itu, demam, bercak
vagina yang banyak, nyeri perut, denyut jantung janin bertambah capat
merupakan tanda-tanda infeksi yang terjadi (Sunarti, 2017). Adapun
menurut Norma (2013) tanda dan gejala ketuban pecah dini meliputi:
1. Keluar air ketuban berwarna putih keruh, jernih, kuning, hijau, atau
kecoklatan sedikit-sedikit atau sekaligus banyak.
2. Dapat disertai demam apabila sudah terdapat infeksi.
3. Janin mudah diraba, pada pemeriksaan dalam selaput ketuban tidak ada,
air ketuban sudah kering.
4. Pada pemeriksaan inspekulo tampak selaput ketuban tidak ada dan air
ketuban sudah kering atau tampak air ketuban mengalir.
5. Keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina dengan bau manis
dan tidak seperti bau amoniak.
6. Bercak vagina yang banyak.
7. Nyeri perut
8. Denyut jantung janin bertambah cepat yang merupakan tanda-tanda
infeksi yang terjadi.
F. Patofisiologi
Pecahnya selaput ketuban disebabkan oleh hilangnya elastisitas pada
daerah tepi robekan selaput ketuban. Hilangnya elastisitas selaput ketuban
ini sangat erat kaitannya dengan jaringan kolagen, yang dapat terjadi
karena penipisan oleh infeksi atau rendahnya kadar kolagen. Kolagen pada
selaput terdapat pada amnion di daerah lapisan kompakta, fibroblas serta
pada korion di daerah lapisan retikuler atau trofoblas (Mamede dkk, 2012).
Selaput ketuban pecah karena pada daerah tertantu terjadi perubahan
biokimia yang menyebabkan selaput ketuban mengalami kelemahan.
Perubahan struktur, jumlah sel dan katabolisme kolagen menyebabkan
aktivitas kolagen berubah dan menyebabkan selaput ketuban pecah. Pada
daerah di sekitar pecahnya selaput ketuban diidentifikasi sebagai suatu
zona “restriced zone of exteme altered morphologi (ZAM)” (Rangaswamy,
2014).
Penelitian oleh (Rangaswamy dkk, 2012), mendukung konsep paracervical
weak zone tersebut, menemukan bahwa selaput ketuban di daerah
paraservikal akan pecah dengan hanya diperlukan 20 -50% dari kekuatan
yang dibutuhkan untuk robekan di area selaput ketuban lainnya. Berbagai
penelitian mendukung konsep adanya perbedaan zona selaput ketuban,
khususnya zona di sekitar serviks yang secara signifikan lebih lemah
dibandingkan dengan zona lainnya seiring dengan terjadinya perubahan
pada susunan biokimia dan histologi. Paracervical weak zone ini telah
muncul sebelum terjadinya pecah selaput ketuban dan berperan sebagai
initial breakpoint (Rangaswamy dkk, 2012).
Penelitian lain oleh (Reti dkk, 2007), menunjukan bahwa selaput ketuban
di daerah supraservikal menunjukan penigkatan aktivitas dari petanda
protein apoptosis yaitu cleaved-caspase-3, cleaved-caspase-9, dan
penurunan Bcl-2. Didapatkan hasil laju apoptosis ditemukan lebih tinggi
pada amnion dari pasien dengan ketuban pecah dini dibandingkan pasien
tanpa ketuban pecah dini, dan laju apopsis ditemukan paling tinggi pada
daerah sekitar serviks dibandingkan daerah fundus (Reti dkk, 2007).
Apoptosis yang terjadi pada mekanisme terjadinya KPD dapat melalui
jalur intrinsik maupun ektrinsik, dan keduanya dapat menginduksi aktivasi
dari caspase. Jalur intrinsik dari apoptosis merupakan jalur yang dominan
berperan pada apoptosis selaput ketuban pada kehamilan aterm. Pada
penelitian ini dibuktikan bahwa terdapat perbedaan kadar yang signifikan
pada Bcl-2, cleaved caspase-3, cleaved caspase-9 pada daerah
supraservikal, di mana proteinprotein tersebut merupakan protein yang
berperan pada jalur intrinsik. Fas dan ligannya, Fas-L yang menginisiasi
apopsis jalur ekstrinsik juga ditemukan pada seluruh sampel selaput
ketuban tetapi ekspresinya tidak berbeda bermakna antara daerah
supraservikal dengan distal. Diduga jalur ekstrinsik tidak berperan banyak
pada remodeling selaput ketuban (Reti dkk, 2007).
Degradasi dari jaringan kolagen matriks ektraselular dimediasi ole enzim
matriks metalloproteinase (MMP). Degradasi kolagen oleh MMP ini
dihambat oleh tissue inhibitor matrixmetyalloproteinase (TIMP). Pada saat
menjelang persalinan, terjadi ketidakseimbangan dalam interaksi antara
matrix MMP dan TIMP, penigkatan aktivitas kolagenase dan protease,
penigkatan tekanan intrauterin (Weiss,dkk. 2007).
G. Komplikasi
Adapun pengaruh KPD terhadap ibu dan janin menurut (Sunarti, 2017)
yaitu:
1. Prognosis Ibu
Komplikasi yang dapat disebabkan KPD pada ibu yaitu infeksi intrapartal/
dalam persalinan, infeksi puerperalis/ masa nifas, dry labour/ partus lama,
perdarahan post partum, meningkatnya tindakan operatif obstetric
(khususnya SC), morbiditas dan mortalitas maternal.
2. Prognosis Janin
Komplikasi yang dapat disebabkan KPD pada janin itu yaitu prematuritas
(sindrom distes pernapasan, hipotermia, masalah pemberian makanan
neonatal), retinopati premturit, perdarahan intraventrikular, enterecolitis
necroticing, ganggguan otak dan risiko cerebral palsy, hiperbilirubinemia,
anemia, sepsis, prolaps funiculli/ penurunan tali pusat, hipoksia dan
asfiksia sekunder pusat, prolaps uteri, persalinan lama, skor APGAR
rendah, ensefalopati, cerebral palsy, perdarahan intrakranial, gagal ginjal,
distres pernapasan), dan oligohidromnion (sindrom deformitas janin,
hipoplasia paru, deformitas ekstremitas dan pertumbuhan janin terhambat),
morbiditas dan mortalitas perinatal (Marmi dkk, 2016).
H. Penatalaksanaan
Pastikan diagnosis terlebih dahulu kemudian tentukan umur kehamilan,
evaluasi ada tidaknya infeksi maternal ataupun infeksi janin serta dalam
keadaan inpartu terdapat gawat janin. Penanganan ketuban pecah dini
dilakukan secara konservatif dan aktif, pada penanganan konservatif yaitu
rawat di rumah sakit (Prawirohardjo, 2009).
Masalah berat pada ketuban pecah dini adalah kehamilan dibawah 26
minggu karena mempertahankannya memerlukan waktu lama. Apabila
sudah mencapai berat 2000 gram dapat dipertimbangkan untuk diinduksi.
Apabila terjadi kegagalan dalam induksi makan akan disetai infeksi yang
diikuti histerektomi. Pemberian kortikosteroid dengan pertimbangan akan
menambah reseptor pematangan paru, menambah pematangan paru janin.
Pemberian batametason 12 mg dengan interval 24 jam, 12 mg tambahan,
maksimum dosis 24 mg, dan masa kerjanya 2-3 hari, pemberian
betakortison dapat diulang apabila setelah satu minggu janin belum lahir.
Pemberian tokolitik untuk mengurangi kontraksi uterus dapat diberikan
apabila sudah dapat dipastikan tidak terjadi infeksi korioamninitis.
Meghindari sepsis dengan pemberian antibiotik profilaksis (Manuaba, dkk.
2008).
Penatalaksanaan ketuban pecah dini pada ibu hamil aterm atau preterm
dengan atau tanpa komplikasi harus dirujuk ke rumah sakit. Apabila janin
hidup serta terdapat prolaps tali pusat, pasien dirujuk dengan posisi
panggul lebih tinggi dari badannya, bila mungkin dengan posisi sujud.
Dorong kepala janin keatas degan 2 jari agar tali pusat tidak tertekan
kepala janin. Tali pusat di vulva dibungkus kain hangat yang dilapisi
plastik. Apabila terdapat demam atau dikhawatirkan terjadinya infeksi saat
rujukan atau ketuban pecah lebih dari 6 jam, makan berikan antibiotik
penisilin prokain 1,2 juta UI intramuskular dan ampisislin 1 g peroral.
Pada kehamilan kurang 32 minggu dilakukan tindakan konservatif, yaitu
tidah baring, diberikan sedatif berupa fenobarbital 3 x 30 mg. Berikan
antibiotik selama 5 hari dan glukokortikosteroid, seperti deksametason 3 x
5 mg selama 2 hari. Berikan pula tokolisis, apanila terjadi infeksi maka
akhiri kehamilan. Pada kehamilan 33-35 miggu, lakukan terapi konservatif
selama 24 jam kemudian induksi persalinan.
Pada kehamilan lebih dari 36 minggu dan ada his maka pimpin meneran
dan apabila tidak ada his maka lakukan induksi persalinan. Apabila
ketuban pecah kurang dari 6 jam dan pembukaan kurang dari 5 cm atau
ketuban pecah lebih dari 5 jam pembukaan kurang dari 5 cm (Sukarni,
2013). Sedangkan untuk penanganan aktif yaitu untuk kehamilan > 37
minggu induksi dengan oksitosin, apabila gagal lakukan seksio sesarea.
Dapat diberikan misoprostol 25µg – 50µg intravaginal tiap 6 jam
maksimal 4 kali (Khafidoh, 2014).
I. Penatalaksanaan KPD di Rumah Sakit
KPD termasuk dalam kehamilan berisiko tinggi. Kesalahan dalam
mengelolah KPD akan membawa akibat meningkatnya angka morbiditas
dan mortalitas ibu maupun bayinya. Penatalaksanaan KPD masih dilema
bagi sebagian besar ahli kebidanan. Kasus KPD yang cukup bulan, jika
kehamilan segera diakhiri, maka akan akan meningkatkan insidensi secsio
sesarea, dan apabila menunggu persalinan spontan, maka akan
meningkatkan insiden chorioamnionitis (Taufan, 2011).
Kasus KPD yang kurang bulan jika menempuh cara-cara aktif harus di
pastikan bahwa tidak akan terjadi RDS, dan jika menempuh cara
koservatif dengan maksud memberikan waktu pematangan paru, harus
bisa memantau keadaan janin dan infeksi yang akan memeperjelek
prognosis janin. Penatalaksanaan KPD tergantung pada umur kehamilan
tidak di ketahui secara pasti segera dilakukan pemeriksaan ultrasonografi
(USG) untuk mengetahui umur kehamilan dan letak janin. Resiko yang
lebih sering pada KPD dengan janin kurang bulan adalah RDS
dibandingkan dengan sepsis. Oleh Karena itu pada kehamilan kurang
bulan perlu evaluasi hati-hati untuk menentukan waktu yang optimal untuk
persalinan. Pada umur kehamilan matang, choriamnionitis yang diikuti
dengan sepsis pada janin merupakan sebab utama meningkatnya
morbiditas dan mortalitas janin.
Pada kehamilan cukup bulan, infeksi janin langsung berhubungan dengan
lama pecahnya selaput ketuban atau lamanya periode laten (Taufan, 2011).
1. Konservatif
Penanganan secara konservatif yaitu:
a. Rawat di rumah sakit.
b. Beri antibiotik: bila ketuban pecah > 6 jam berupa: Ampisilin 4x500 mg
atau gentamycin 1x 80 mg.
c. Umur kehamilan < 32-34 minggu: dirawat selama air ketuban masih
keluar atau sampai air ketuban tidak keluar lagi.
d. Bila usia kehamilan 32-34 minggu, masih keluar air ketuban, maka usia
kehamilan 35 minggu dipertimbangkan untuk terminasi kehamilan (hal ini
sangat tergantung pada kemampuan keperawatan bayi prematur).
e. Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi intra
uterine).
f. Pada usia kehamilan 32-34 minggu, berikan steroid untuk memacu
kematangan paru-paru janin.
2. Aktif Penanganan secara aktif yaitu:
a. Kehamilan > 35 minggu: induksi oksitosin, bila gagal dilakukan seksio
sesarea. Cara induksi: 1 ampul syntocinon dalam dektrosa 5 %, dimulai 4
tetes sampai maksimum 40 tetes/ menit.
b. Pada keadaan CPD, letak lintang dilakukan secsio sesarea.
c. Bila ada tanda infeksi: beri antibiotika dosis tinggi dan persalinan
diakhiri (Taufan, 2011).
WOC KETUBAN PECAH DINI (KPD)
BAB III
MANAJEMEN KEBIDANAN
3.1 Pengkajian data
Adalah suatu pengumpulan data lengkap untuk mengevaluasi keadaan dan kondisi
pasien, anamnesa, pemeriksaan fisik dan penunjang, data ini mencakup :
a. Data subjektif
Diperoleh dari anamnesa dan tanya jawab secara langsung dengan pasien.
Data ini meliputi :
1. Identifikasi atau Biodata
Nama : agar dapata mengenal klien dengan suami serta untuk membedakan
dengan pasien lain.
Umur : Untuk mengetahui apakah klien beresiko tinggi atau tidak, mengevaluasi
dengan terpi yang kan diberikan.
Suku atau bangsa : Untuk mengetaui kebiasan-kebiasaan klien
Agama : Untuk memberikan bimbingan spiritual kepada klien pada saat
dibutuhkan
Pendidikan : Sangat penting karena berkenan dengan pemberian motivasi dan
pendidikan kesehatan yang dapat di terima klien sesuai dengan tingkat
pendidikannya.
Pekerjaan : Untuk mengetahui keadaan social ekonomi klien dan status taraf hidup
klien, karena dengan mengetahui hal-hal ini tersebut petugas dapat memberikan
pelayanan yang sesuai.
Alamat : Untuk memudahkan untuk menghubungi sewaktu-waktu jika diperlukan
dan untuk memberikan lingkungan tempat tinggal pasien.
2. Keluhan utama
Untuk mengetahui keluhan yang saat ini dirasakan oleh pasien sehingga dapat
memberikan asuhan yang sesuai.
3. Riwayat menstruasi
Untuk mengetahui apakah klien mendapat gangguan yang berhubungan
terhadap menstruasi, vaal kandungan, HPHT dan ,menentukan TP.
4. Riwayat kehamilan ini
Untuk mengetahui riwayat kesehatan dan riwayat obstetrik pada
kehamilan Ny “G” sehingga dapat dugaan cepat dan tepat saat memberikan
persiapan persalinan dan asuhan kebidanan yang menyeluruh atau komprehensif
sehingga dapat mencegah terjadinya Hpp dan kematian ibu.
5. Riwayat kehamilan yang lalu
Untuk mengetahui status obstetric ibu yang lalu karena berhubungan erat
dengan kehamilan sekarang sehingga dapat memberikan tindakan dan asuhan
yang sesuai.
6. Riwayat kesehatan
Berisikan riwayat kesehatan Ny ”G” dan keluarga sehingga dapat memberikan
asuhanyang tepat kepada ibu selama persalinanya dan mengantisipasi adanya
komplikasi berdasarkan riwayat penyakit yang pernah dialami oleh Ny “G”
ataupun keluarga yang bersifat menular, menurun, dan menahun.
7. Riwayat psikologi
Untuk mengetahui status penerimaan akan kehamilan Ny “G” dan dukungan yang
telah di berikan pada Ny “G” oleh keluarga.
8. Pola kehidupan sehari-hari
Untuk mengetahui aktifitas Ny “G” sehari-hari, nutrisi, eliminasi, rekreasi, sex,
personal hygiene karena dapat berhubungan dengan status kesehatan Ny”G” dan
asuhan yang akan mungkin diperlukan oleh Ny “G”
b. Data Objektif
Diperoleh langsung melalui pemeriksaan yang meliputi :
1. Penentuan umum
RR : normalnya 16- 20 x / menit
N : 60 – 100 x / menit
TD : sistole : 100-120mmhg, Diastole 60-100 mmhg)
S : 36 – 37 °C
Inspeksi
Rambut : Apakah bersih atau tidak, marasmus atau tidak, ada
ketombe atau tidak, rontok atau tidak
Muka : Apakah ada cloasma gravidarum atau tidak, conjungtius pucat atau tidak,
sclera ada ikterus atau tidak
Mulut : Apakah ada caries gigi atau tidak, adakah stomatitis atau tidak, apakah
bibir kering atau tidak, lidah pucat atau tidak.
Leher : Apakah ada pembesaran pada vena tugularis atau tidak, apakah ada
pembesaran kelenjar tyroid dan kelenjar limfe atau tidak
Payudara : Apakah bentuk simetris atau tidak, areolanya mengalami
hiperpragmentasi atau tidak, putting susu sudah menonjol atau tidak, sudah keluar
kolostrum atau tidak
Perut : Apakah pembesarannya sesuai dengan usia kehamilan aau tidak, apakah
terdapat striae atau tidak, apakah ada linea atau tidak, apakah ada luka parut atau
tidak
Vulva :Warnanya bagaimana, normal atau tidak, apakah ada luka parut atau tidak,
apakah ada keluaran atau tidak, apakah ada varises atau tidak, adakah odema atau
tidak, adakah kelainan atau tidak, adakah IMS atau tidak.
Anus : Apakah ada hemoroid atau tidak
Ekstremitas atas dan bawah : apakah ada varises atau tidak, adakah odema atau
tidak.
Palpasi
Leopoid I : Untuk mengetahui TFU, usia kehamilan dan bagian apa yang
terdapat di fundus uteri
Leopoid II : Untuk mengetahui bagian kanan kiri perut ibu punggung dan
ekstremitas
Leopoid III : Untuk mengetahui bagian terendah terdapat apa
Leopoid IV :Untuk mengetahui bagian terendah janin sudah masuk PAP
ataukah belum
Auskultasi
Untuk mengetahui cortonennya teratur atau tidak dan frekuensinya berapa.
Perkusi
Untuk mengetahui reflek positif atau tidak
2. Pemeriksaan khusus
Pembukaan : sudah lengkap atau belum
Efficement : apakah sudah 100% atau belum
Konsistensi : lunak atau keras
Ketuban : apakah sudah pecah atau belum
Presentasi denominator : ubun-ubun kecil kiri depan
Hadge : 1,2,3,4
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
Depkes, R.I. 2012. Upaya Percepatan Penurunan Angka Kematian Ibu dan Bayi
Baru Lahir. http://www.gizikia.depkes.go.id/artikel/upayapercepatanpenurunan-
angka-kematian-ibu-dan-bayi-baru-lahir-di-indonesia/. (Diakses tanggal 11
Desember 2022 Pukul 11.12 WIB.)
Fujiyarti. 2016. Hubungan Antara Usia Dan Paritas Ibu Bersalin Dengan
Kejadian Ketuban Pecah Dini Di Puskesmas PONED Cingambul Kabupaten
Majalengka Tahun 2016-2017.Vol 4: 1–9. Terdapat pada
http://repository.poltekkesdenpasar.ac.id/2373/9/DAFTAR%20PUSTAKA
%20pdf.( Diakses pada tanggal 11 Desember 2022 Pukul 11.00 WIB).