Anda di halaman 1dari 49

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU BERSALIN PATOLOGIS


NY.G USIA 27 TAHUN G2P1001 UK 39 MINGGU
DENGAN INPARTU KALA I FASE LATEN
INDIKASI KETUBAN PECAH DINI (KPD)

Diajukan untuk Memenuhi


Tugas Praktik Komprehensif III
Ruang IGD PONEK RSUD SOEBANDI JEMBER

Disusun Oleh:

Lutfi Nuraini (15.401.20.004)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN RUSTIDA


PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN
KRIKILAN-GLENMORE-BANYUWANGI
2022/2023
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Pendahuluan ini, Asuhan Kebidanan pada Ibu Bersalin Patologis
disahkan pada:
Hari :
Tanggal :

Mahasiswa

Lutfi Nuraini
15.401.20.004
Mengetahui,
Pembimbing Akademik Pembimbing
Klink

Tria Eni Rafika Devi,SST., M.Kes Lilis Nurul fadila


NIK. 202007.58
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa telah melimpahkan rahmat dan
hidayahnya sehingga Laporan Pendahuluan ini yang berjudul “Asuhan Kebidanan
Pada Ibu Bersalin Patologis Ny.G Usia 27 Tahun G2P1001 Usia Kehamilan 39
Minggu Inpartu Kala 1 Fase Laten dengan Indikasi Ketuban Pecah Dini” dapat
diselesaikan dengan tepat waktu. Dalam mengerjakan Laporan Pendahuluan ini
kami banyak memperoleh bantuan dan bimbingan dari semua pihak baik dosen
maupun teman-teman. Oleh karena itu, kami mengucapkan terimakasih.
Kami mohon maaf apabila, dalam penulisan Laporan Pendahuluan ini
masih terdapat banyak kesalahan, kami menyadari bahwa Laporan Pendahuluan
ini masih jauh dari kata sempurna. Untuk itu, kami mengharapkan kritik dan
sarannya, guna menyempurnakan Laporan Pendahuluan ini dan semoga
bermanfaat untuk pembaca.

Jember, 11 Desember 2022


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Persalinan adalah tugas dari seorang ibu yang harus dihadapi dengan tabah,
walaupun tidak jarang mereka merasa cemas dalam menghadapi masalah tersebut. Oleh
karena itu, mereka memerlukan penolong yang dapat dipercaya, yang data memberikan
bimbingan dan semangat selalu siap di depan dalam mengatasi kesukaran.

Persalinan adalah terjadi pada kehamilan aterm (bukan prematur atau post matur)
mempunyai onset yang spontan (tidak diinduksi) selesai setelah 4 jam dan sebelum 24 jam
sejak saat awitannya (bukan partus presipitatus atau partus lama) mempunyai janin
(tunggal) dengan presentasi verteks (puncak kepala) dan oksiput pada bagian anterior pelvis
terlaksana tanpa bantuan artificial (seperti forseps) tidak mencakup komplikasi (seperti
pendarahan hebat) mencakup pelahiran plasenta yang normal.
Angka Kematian Ibu (AKI) juga menjadi salah satu indikator dalam derajat kesehatan
masyarakat. Angka Kematian Ibu (AKI) menggambarkan jumlah wanita yang meninggal,
salah satunya pada saat proses persalinan (Depkes RI, 2012). Di Indonesia Angka Kematian
Ibu (AKI) masih tinggi dan merupakan masalah yang menjadi prioritas di bidang kesehatan,
hal ini menunjukkan derajat kesehatan masyarakat dan tingkat kesejahteraan masyarakat.
Menurut hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) sepanjang tahun 2007-
2012 kasus kematian ibu melonjak cukup tajam, pada tahun 2012, AKI mencapai
359/100.000 kelahiran hidup atau meningkat 57% bila dibandingkan dengan kondisi pada
tahun 2007, yang hanya 228/100.000 kelahiran hidup, yang dimana AKI pada tahun 2007
menurun dari tahun 2002 yang mencapai 307/100.000 kelahiran hidup dan pada tahun 2015
AKI kembali menunjukkan penurunan menjadi 305/100.000 kelahiran hidup. Penyebab
angka kematian ibu (AKI) di Indonesia adalah komplikasi pada masa kehamilan, persalinan
dan nifas. Dimana penyebab langsung kematian ibu di Indonesia yaitu perdarahan (28%),
eklamsea (24%), partus lama (5%), aborsi (5%), infeksi (11%) dan lain – lain (27%) (Depkes
RI, 2011). Infeksi yang banyak dialami oleh ibu sebagian besar merupakan akibat dari adanya
komplikasi atau penyulit kehamilan dan persalinan seperti febris (24%), infeksi saluran
kemih (31%) dan Ketuban pecah dini (45%) (BKKBN, 2013).
Ketuban pecah dini (KPD) atau ketuban pecah sebelum waktunya (KPSW) sering
disebut dengan premature repture of the membrane (PROM) didefinisikan sebagai pecahnya
selaput ketuban sebelum waktunya melahirkan. Pecahnya ketuban sebelum persalinan atau
pembukaan pada primipara kurang dari 3 cm dan pada multipara kurang dari 5 cm. Hal ini
dapat terjadi pada kehamilan aterm maupun pada kehamilan preterm. Pada keadaan ini
dimana risiko infeksi ibu dan anak meningkat. Ketuban pecah dini merupakan masalah
penting dalam masalah obstetri yang juga dapat menyebabkan infeksi pada ibu dan bayi serta
dapat meningkatkan kesakitan dan kematian pada ibu dan bayi (Purwaningtyas, dkk. 2017).
Menurut WHO, kejadian ketuban pecah dini (KPD) atau insiden PROM (prelobour
rupture of membrane) berkisar antara 5-10% dari semua kelahiran. KPD preterm terjadi 1%
dari semua kehamilan dan 70% kasus KPD terjadi pada kehamilan aterm. Pada 30% kasus
KPD merupakan penyebab kelahiran prematur (WHO, 2014). Meskipun faktor penyebab
terjadinya KPD masih sulit diketahui, namun beberapa faktor predisposisi yang dapat
diidentifikasi penyebab KPD ialah infeksi, golongan darah ibu dan anak tidak sesuai,
multigrafida, merokok, defisiensi gizi khususnya vitamin C, servik yang tidak inkopeten,
polihidramnion, riwayat KPD sebelumnya, kelainan selaput ketuban, tekanan intra uterin
yang meninggi atau overdistesi, trauma, kelainan letak (Nugroho, 2010).
Dampak yang paling sering terjadi pada KPD sebelum usia kehamilan 37 minggu
adalah sindrom distress pernapasan (RDS atau Respiratory Disterss Syndrome), yang terjadi
pada 10-40% bayi baru lahir. Risiko infeksi akan meningkat prematuritas, asfiksia, dan
hipoksia, prolapse (keluarnya tali pusat), resiko kecacatan, dan hypoplasia paru janin pada
aterm. Hampir semua KPD pada kehamilan preterm akan lahir sebelum aterm atau persalinan
akan terjadi dalam satu minggu setelah selaput ketuban pecah. Sekitar 85% morbiditas dan
mortalitas perinatal ini disebabkan oleh prematuritas akibat dari ketuban pecah dini.
Oleh karena itu, tatalaksana ketuban pecah dini memerlukan tindakan yang dapat
menurunkan kejadian persalinan prematuritas dan infeksi dalam rahim. Memberikan
profilaksis dalam merupakan tindakan yang perlu diperhatikan untuk memperkecil resiko
infeksi (Manuaba, 2010).

1.2 Tujuan

1. Tujuan umum
Mahasiswa mampu menerapkan asuhan kebidanan yang komprehensif pada ibu
bersalin patologis sesuai dengan asuhan.
2. Tujuan khusus
a. Melakukan pengkajian data
b. Menentukan diagnosa
c. Menentukan kebutuhan Tindakan
d. Merencanakan asuhan kebidanan
e. Melaksanakan asuhan kebidanan
f. Melakukan evaluasi
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konsep Persalinan


2.2.1 Pengertian
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan
plasenta) yang telah cukup bulan atau dapat hidup diluar kandungan
melalui jalan lahir atau jalan lain, dengan bantuan atau tanpa bantuan
(kekuatan sendiri). Bentuk persalinan berdasarkan degfinisi adalah
sebagai berikut :
1. Persalinan spontan.
Bila persalinan seluruhnya berlangsung dengan kekuatan ibu sendiri
2. Persalinan buatan.
Bila proses persalinan dengan bantuan tenaga dari luar
3. Persalinan anjuran
Bila kekuatan yang diperlukan untuk persalinan ditimbulkan dari
luar dengan jalan rangsangan
Persalinan adalah suatu proses dimana bayi, plasenta dan selaput
ketuban keluar dari uterus ibu. Persalinan dianggap normal jika
prosesnya terjadi pada usia kehamilan cukup bulan ( setelah 37 minggu)
tanpa disertai adanya penyulit. Persalinan dimulai (inpartu) sejak uterus
berkontraksi mengakibatkan perubahan serviks.
Persalinan normal adalah proses persalinan yang melalui kejadian
secara alami dengan adanya kontraksi rahim ibu dan dilalui dengan
pembukaan untuk mengeluarkan bayi. Dari pengertian diatas persalinan
adalah proses alamiah dimana terjadi dilatasi servik, lahirnya bayi dan
plasenta dari Rahim ibu. Persalinan normal disebut juga alami karena
terjadi secara alami. Jadi secara umum persalinan normal adalah proses
persalinan yang melalui kejadian secara alami dengan adanya kontraksi
Rahim ibu dan dilalui dengan pembukaan untuk mengeluarkan bayi.
2.2.2 Perubahan fisiologis pada persalinan
a. Perubahan Fisiologis kala I
1) Perubahan pada uterus
Uterus terdiri dari dua komponen fungsional utama
myometrium dan serviks. Berikut ini akan dibahas tentang
kedua komponen fungsional dengan perubahan yang terjadi
pada kedua komponen tersebut.
Kontraksi uterus bertanggung jawab terhadap penipisan dan
pembukaan servik dan pengeluaran bayi dalam persalinan.
Kontraksi uterus saat persalinan sangat unik karena kontraksi ini
merupakan kontraksi otot yang sangat sakit. Kontraksi ini
bersifat involunter yang beketrja dibawah control saraf dan
bersifat intermitten yang memberikan keuntungan berupa
adanya periode istirahat/reaksi diantara dua kontraksi.

Terdapat 4 perubahan fisiologi pada kontraksi uterus


yaitu :
a) Fundal dominan atau dominasi
Kontraksi berawal dari fundus pada salah kornu.
Kemudian menyebar ke samping dan kebawah. Kontraksi
tersebar dan terlama adalah dibagian fundus. Namun pada
puncak kontraksi dapat mencapai seluruh bagian uterus.
b) Kontraksi dan retraksi
Pada awal persalinan kontraksi uterus berlangsung setiap
15 – 20 menit selama 30 detik dan diakhir kala 1 setiap 2 – 3
menit selama 50 – 60 detik dengan intensitas yang sangat
kuat. Pada segmen atas Rahim tidak berelaksasi sampai
kembali ke panjang aslinya setelah kontraksi namun relative
menetap pada panjang yang lebih pendek. Hal ini disebut
dengan retraksi.
c) Polaritas
Polaritas adalah istilah yang digunakan untuk
menggambarkan keselarasan saraf – saraf otot yang berada
pada dua kutub atau segmen uterus ketika berkontraksi.
Ketika segmen atas uterus berkontraksi dengan kuat dan
berertraksi maka segmen bawah uterus hanya berkontraksi
sedikit dan membuka.

d) Differensisiasi atau perbedaan kontraksi uterus


Selama persalinan aktif uterus berubah menjadi dua bagian
yang berbeda segmen atas uterus yang berkontraksi secara
aktif menjadi lebih tebal ketika persalinan maju. Segmen
bawah uterus dan servik relative pasif dibanding dengan
dengan segmen atas dan bagian ini berkembang menjadi
jalan yang berdinding jauh lebih tipis untuk janin. Cincin
retraksi terbentuk pada persambungan segmen bawah dan
atas uterus. Segmen bawah Rahim terbentuk secara bertahap
ketika kehamilan bertambah tua dan kemudian menipis
sekali pada saat persalinan.
2) Perubahan serviks
Kala I persalinan dimulai dari munculnya kontraksi persalinan
yang ditandai dengan perubahan serviks secara progesif dan
diakhiri dengan pembukaan servik lengkap,
Kala ini dibagi menjadi 2 fase yaitu fase laten dan fase aktif
a) Fase laten : fase yang dimulai pada pembukaan serviks 0
dan berakhir sampai pembukaan servik mencapai 3 cm. pada
fase ini kontraksi uterus meningkat frekuensi, durasi, dan
intensitasnya dari setiap 10 – 20 menit, lama 15 – 20 detik
dengan intensitas cukup menjadi 5 – 7 menit, lama 30 – 40
detik dan dengan intensitas yang kuat.

b) Fase aktif : fase yang dimulai pada pembukaan serviks 4 dan


berakhir sampai pembukaan serviks mencapai 10 cm. Pada
fase ini kontraksi uterus menjadi efektif ditandai
dengan meningkatanya frekuensi, durasi dan
kekuatan kontraksi. Tekanan puncak kontraksi yang
dihasilkan mencapai 40-50 mmHg. Diakhir fase aktif
kontraksi berlangsung 2-3 menit sekali, selama 60 detik
dengan intensitas lebih dari 40 mmHg. Fase aktif dibedakan
menjadi fase akselerasi, fase lereng maksimal dan fase
deselarasi.
- Fase akselerasi : dari pembukaan servik 3 menjadi 4 cm.
fase ini merupakan fase persiapan menuju fase
berikutnya.
- Fase lereng maksimal : fase ini merupakan waktu ketika
dilatasi servik meningkat dengan cepat. Dari pembukaan
4 cm menjadi 9 cm selama 2 jam. Normalnya
pembukaan servik pada fase ini konstan yaitu 3 cm
perjam untuk multipara dan 1.2 cm untuk primipara.
- Fase deselerasi : merupakan akhir fase aktif dimana
dilatasi servik dari 9 cm menuju pembukaan lengkap 10
cm. dilatasi servik pada fase ini lambat rata – rata 1 cm
perjam namun pada multipara lebih cepat.
Ada 2 proses fisiologi utama yang terjadi pada servik :

a) Pendataran servik disebut juga penipisan servik


pemendekan saluran servik dari 2 cm menjadi hanya
berupa muara melingkar dengan tepi hampir setiis
kertas. Proses ini terjadi dari atas kebawah sebagai hasil
dari aktivitas myometrium. Serabut – serabut otot
setinggi os servik internum ditarik keatas dan
dipendekkan menuju segmen bawah uterus, sementara os
eksternum tidak berubah.
b) Pembukaan servik
Pembukaan terjadi sebagai akibat dari kontraksi uterus
serta tekanan yang berlawanan dari kantong membrane
dan bagian bawah janin. Kepala janin saat fleksi akan
membantu pembukaan yang efisien. Pada primigravida
pembukaan didahului oleh pendatara servik.
Sedangkan multi gravida pembukaan servik dapat terjadi
bersamaan dengan pendataran
c) Kardiovaskuler
Pada setiap kontraksi, 400 ml darah dikeluarkan dari
uterus dan masuk kedalam system vaskuler ibu. Hal ini
akan meningkatjan curah jantung meningkat 10% –
15%.

d) Perubahan tekanan darah


Tekanan darah meningkat selama terjadi kontraksi
(sistolik rata – rata naik 15 mmHg, diastolic 5 – 10
mmHg), antara kontraksi tekanan darah kembali normal
pada level sebelum persalinan. Rasa sakit, takut dan
cemas juga akan meningkatkan tekanan darah.
e) Perubahan metabolisme
Selama persalinan metabolisme aerob maupun anaerob
terus menerus meningkat seiring dengan kecemasan dan
aktivitas otot. Peningkatan metabolisme ini ditandai
dengan meningkatnya suhu tubuh, nadi, pernafasan,
cardiac output dan kehilangan cairan.
f) Perubahan ginjal
Poliuri akan terjadi selama persalinan selama
persalinan. Ini mungkin disebabkan karena
meningkatnya curah jantung selama persalinan dan
meningkatnya filtrasi glomelurus dan aliran plasma
ginjal.
g) Perubahan hematologi
Hemoglobin meningkat sampai 1.2 gram/100ml
selama persalinan dan akan kembali pada tingkat seperti
sebelum persalinan sehari setelah pasca salin kecuali ada
perdarahan pot partum.6

b. Perubahan Fisiologi kala II


1) Tekanan darah
Tekanan darah dapat meningkat 15 sampai 25 mmHg selama
kontraksi pada kala dua. Upaya mengedan pada ibu juga dapat
memengaruhi tekanan darah, menyebabkan tekanan darah
meningkat dan kemudian menurun dan pada akhirnya berada
sedikit diatas normal. Oleh karena itu, diperlukan evaluasi
tekanan darah dengan cermat diantara kontraksi. Rata – rata
peningkatan tekanan darah 10 mmHg di antara kontraksi ketika
wanita telah mengedan adalah hal yang normal.
2) Metabolisme
Peningkatan metabolisme yang terus menerus berlanjut
sampai kala dua disertai upaya mengedan pada ibu yang akan
menambah aktivitas otot – otot rangka untuk memperbesar
peningkatan metabolisme.
3) Denyut nadi
Frekuensi denyut nadi ibu bervariasi pada setiap kali
mengedan. Secara keseluruhan, frekuensi nadi meningkat
selama kala dua persalinan disertai takikardi yang mencapai
puncaknya pada saat persalinan.

4) Suhu
Peningkatan suhu tertinggi terjadi pada saat persalinan dan
segera setelahnya. Peningkatan normal adalah 0.5 sampai 1oC
5) Perubahan system pernafasan
Sedikit peningkatan frekuensi pernapasan masih normal
diakibatkan peningkatan lebih lanjut curah jantung selama
persalinan dan mencerminkan peningkatan metabolisme yang
terjadi
6) Perubahan ginjal
Poliuria sering terjadi selama persalinan. Kondisi ini dapat
diakibatkan peningkatan lebih lanjut curah jantung selama
persalinan dan kemungkinan peningkatan laju filtrasi
glomelurus dan aliran plasma ginjal. Polyuria menjadi kurang
jelas pada posisi terlentang karena posisi ini membuat aliran
urine berkurang selama kehamilan.
7) Perubahan gastrointestinal
Penurunan motilitas lambung berlanjut saampai kala dua.
Muntah normalnya hanya terjadi sesekali. Muntah yang konstan
dan menetap merupakan hal yang abnormal dan kemungkinan
merupakan indikasi komplikasi obstetric, seperti rupture uterus.

8) Dorongan mengejan
Perubahan fisiologis terjadi akibat montinuasi kekuatan
serupa yang telah bekerja sejak jam – jam awal persalinan ,
tetapi aktivitas ini mengalami akselerasi setelah serviks
berdilatasi lengkap namun, akselerasi ini tidak terjadi secara
tiba – tiba. Beberapa wanita merasakan dorongan mengejan
sebelum serviks berdilatasi lengkap dan sebagian lagi tidak
merasakan aktivitas ini sebelum sifat ekspulsif penuh.
Kontraksi menjadi ekspulsif pada saat janin turun lebih jauh
kedalam vagina. Tekanan dan bagian janin yang berpresentasi
menstimulasi reseptor saraf di dasar pelvik (hal ini disebut
reflek ferguson) dan ibu mengalami dorongan untuk mengejan.
Reflex ini pada awalnya dapat dikendalikan hingga batas
tertentu, tetapi menjadi semakin kompulsif, kuat, dan involunter
pada setiap kontraksi. Respon ibu adalah menggunakan
kekuatan ekspulsi sekundernya dengan mengontraksikan otot
abdomen dan diafragma.
9) Pergeseran jaringan lunak
Saat kepala janin yang keras menurun, jaringan lunak pelvis
mengalami pergeseran. Dari anterior, kandung kemih terdorong
keatas kedalam abdomen tempat risiko cedera terhadap kandung
kemih lebih sedikit selama penurunan janin. Akibatnya, terjadi
peregangan dan penipisan uretra sehingga lumen uretra
mengecil.

posterior rectum menjadi rata dengan kurva sacrum, dan


tekanan kepala menyebabkan keluarnya materi fekal residual.
Otot levator anus berdilatasi, menipis, dan bergeser kearah
lateral, dan badan perineal menjadi datar, meregang dan tipis.
Kepala janin menjadi terlihat pada vulva, maju pada setiap
kontraksi dan mundur diantara kontraksi sampai terjadinya
crowning.
10) Perubahan hematologi
Hemoglobin meningkat rata – rata 1.2 gm/ 100 ml selama
persalinan dan kembali ke kadar sebelum persalinan pada hari
pertama paska partum jika tidak ada kehilangan darah yang
abnormal.
c. Perubahan fisiologis kala III
Dimulai segera setelah bayi lahir sampai lahirnya plasenta yang
berlangsung tidak lebih dari 30 menit. Setelah bayi lahir uterus
teraba keras dengan fundus uteri diatas pusat beberapa menit
kemudian uterus berkontraksi lagi untuk melepaskan plasenta
plasenta dari dindingnya. Biasanya plasenta lepas dalam 6 menit –
15 menit setelah bayi lahir dan keluar spontan atau dengan tekanan
pada fundus uteri. Pengeluaran plasenta, disertai dengan
pengeluaran darah. Komplikasi yang dapat timbul pada kala II
adalah perdarahan akibat atonia uteri, retensio plasenta, perlukaan
jalan lahir, tanda gejala tali pusat.

Tempat implantasi plasenta mengalami pengerutan akibat


pengosongan kavum uteri dan kontraksi lanjutan sehingga plasenta
dilepaskan dari perlekatannya dan pengumpulan darah pada ruang
utero – plasenter akan mendorong plasenta keluar.
Otot uterus (miometrium) berkontraksi mengikuti penyusutan
volume rongga uterus setelah lahirnya bayinya. Penyusutan ukuran
ini menyebabkan berkurangnya ukuran tempat perlekatan plasenta.
Karena tempat perlekatan menjadi semakin kecil, sedangkan ukuran
plasenta tidak berubah maka plasenta akan terlipat, menebal dan
kemudian lepas dari dinding Rahim, setelah lepas, plasenta akan
turun ke bagian bawah uterus atau kedalam vagina.
d. Perubahan Fisiologis kala IV
Persalinan kala IV dimulai dengan kelahiran plasenta dan
berakhir 2 jam kemudian. Periode ini merupakan saat paling kritis
untuk mencegah kematian ibu, terutama kematian disebabkan
perdarahan. Selama kala IV, bidan harus memantau ibu setiap 15
menit pada jam pertama dan 30 menit pada jam kedua setelah
persalinan. Jika kondisi ibu tidak stabil, maka ibu harus dipantau
lebih sering. Setelah pengeluaran plasenta , uterus biasanya berada
pada tengah dari abdomen kira – kira 2/3 antara symphysis pubis
dan umbilicus atau berada tepat diatas umbilicus.

2.1.2Perubahan psikologis pada persalinn

Perubahan psikologis pada ibu bersalin wajar terjadi namun ia


memerlukan bimbingan dari keluarga dan penolong persalinan agar ia
dapat menerima keadaan yang terjadi selama persalinan dan dapat
memahaminya sehingga ia dapat beradaptasi terhadap perubahan yang
terjadi pada dirinya. fase laten dimana fase ini ibu biasanya merasa lega
dan bahagia karena masa kehamilannya akan segera berakhir. Namun,
pada awal persalinan wanita biasanya gelisah, gugup, cemas dan
khawatir sehubungan dengan rasa tidak nyaman karena kontraksi.
Biasanya dia ingin berbicara, perlu ditemani, tidak tidur, ingin berjalan –
jalan dan menciptakan kontak mata.

Pada wanita yang dapat menyadari bahwa proses ini wajar dan alami
akan mudah beradaptasi dengan keadaan tersebut dan pada fase aktif
saat kemajuan persalinan sampai pada fase kecepatan maksimum rasa
khawatir wanita menjadi meningkat. Kontraksi menjadi semakin kuat
dan frekuensinya lebih sering sehingga wanita tidak dapat
mengontrolnya. Dalam keadaan ini wanita akan menjadi lebih serius.
Wanita tersebut menginginkan seseorang untuk mendampinginya
karena dia merasa takut tidak mampu beradaptasi.
2.1.3Tanda – Tanda Persalinan
a. Tanda dan Gejala Inpartu
1) Penipisan dan pembukaan serviks
2) Kontraksi uterus yang mengakibatkan perubahan
serviks ( frekuensi minimal 2 kali dalam 10 menit ).

3) Cairan lendir bercampur darah “show” melalui vagina.


b. Tanda-Tanda Persalinan.
1) Ibu merasa ingin meneran bersamaan dengan terjadinya
kontraksi
2) Ibu merasakan adanya peningkatan tekanan pada rektum dan
vagina
3) Perenium menonjol
4) Vulva-vagina dan spingter ani membuka
5) Meningkatnya pengeluaran lendir bercampur darah
2.1.4Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Persalinan
a. Power (Kekuatan Ibu)
b. Passage (jalan lahir)
c. Passanger (Janin)
d. Psikis
e. Penolong
2.1.5Tanda Bahaya Persalinan
a. Tekanan darah lebih dari 140/90 mmHg dengan sedikitnya satu
tanda lain atau gejala preeklamsi.
b. Temperatur lebih dari 38oC, Nadi lebih dari 100 x/menit dan DJJ
kurang dari 120 x/menit atau lebih dari 160 x/menit
c. Kontraksi kurang dari 3 kali dalam 10 menit, berlangsung kurang
dari 40 detik, lemah saat di palpasi
d. Partograf melewati garis waspada pada fase aktif
e. Cairan amniotic bercampur meconium, darah dan bau
2.1.6Penatalaksanaan Dalam Persalinan
Pembagian kala dalam persalinan normal dibagi 4 kala
yaitu : Lamanya persalinan
Lamanya persalinan tertentu bagi primigravida dan multi gravida
Primigravida Multigravida
Kala I : 12,5 jam Kala I : 7 jam 20

menit

Kala II : 80 menit Kala II : 30 menit

Kala III : 10 menit Kala III : 10 menit

Persalinan : 14 jam Persalinan : 8 jam

Penambahan pembukaan 1 sejam bagi primigravida, dan 2 cm sejam


bagi multigravida. Tapi sesungguhnya kemajuan pembukaan tidak
sama rata.
a. Kala I (Kala Pembukaan)
Persalinan kala satu dimulai sejak terjadinya kontraksi uterus teratur
dan meningkat (frekuensi dan kekuatanya) hingga serviks membuka
lengkap (10 cm). kala satu persalinan terdiri dari dua fase yaitu fase
laten dan fase aktif
1) Fase laten
Pada fase ini pembukaan sangat lambat ialah dari 0 sampai 3cm
mengambil waktu kurang lebih 8 jam
2) Fase aktif
Pada fase aktif pembukaan lebih cepat, fase ini dapat dibagi
dalam 3 fase lagi yaitu:
a) Fase accelerasi (fase percepatan) dari pembukaan 3 cm
sampai 4 cm yang dicapai dalam 2 jam
b) Fase kemajuan dari pembukaan 4 cm sampai 9 selama 2 jam
c) Fase deccelerasi (kurangnya kecepatan) dari pembukaan 9
cm sampai 10 cm selama 2 jam.
Asuhan Persalinan Kala I
a. Menghadirkan orang yang dianggap penting oleh ibu seperti suami,
keluarga, orang terdekat, yang dapat menemani ibu dan
memberikan support pada ibu.
b. Mengatur aktivitas dan posisi ibu sesuai dengan keinginannya
dengan kesanggupannya, posisi tidur sebaiknya tidak dilakukan
dalam terlentang lurus
c. Membimbing ibu untuk rileks sewaktu ada his dan dianjurkan untuk
menarik nafas panjang, tahan nafas sebentar dan dikeluarkan
dengan meniup sewaktu his.
d. Menjaga privisi Ibu antara orang lain menggunakan penutup tirai,
tidak menghadirkan orang tanpa seizin ibu.

e. Menjelaskan tentang kemajuan persalinan, perubahan yang terjadi


pada tubuh ibu serta prosedur yang akan dilaksanakan dan hasil-
hasil pemeriksaan.
f. Menjaga kebersihan diri dengan cara mandi, membasuh sekitar
kemaluan sesudah BAB/BAK.
g. Mengatasi rasa panas dan banyak keringat, dapat diatasi dengan
menggunakan kipas angina, AC didalam kamar.
h. Melakukan massase pada daerah punggung atau mengusap perut ibu
dengan lembut.
i. Pemberian cukup minum atau kebutuhan energi dan mencegah
dehidrasi
j. Mempertahankan kandung kemih tetap kosong dan ibu dianjurkan
untuk berkemih sesering mungkin.
b. Kala II Persalinan
Kala dua persalinan dimulai ketika pembukaan serviks sudah lengkap
(10 cm) dan berakhir dengan lahirnya bayi. Kala dua dikenal juga
sebagai kala pengeluaran.
1. Tanda gejala kala II Persalinan
1) Ibu merasakan ingin meneran bersamaan dengan
terjadinya kontraksi
2) Ibu merasakan makin meningkatnya tekanan pada rectum atau
vaginnya

3) Perineum terlihat menonjol


4) Vulva vagina, dan spingter ani terlihat membuka
5) Peningkatan pengeluaran lendir
dan darah Asuhan Persalinan Kala II
Menyiapkan Pertolongan Persalinan
2. Memastikan perlengkapan, bahan dan obat – obatan esensial siap
digunakan. Mematahkan ampul oksitosin 10 unit dan menempatkan
tabung suntik steril sekali pakai kedalam partus set.
3. Mengenakan baju penutup atau celemek plastik yang bersih
4. Melepaskan semua perhiasan yang dipakai dibawah siku, mencuci
kedua tangan dengan sabin dan air bersih yang mengalir dan
mengeringkan tangan dengan handuk satu kali pakai / pribadi yang
bersih.
5. Memakai satu sarung dengan DTT atau steril untuk pemeriksaan
dalam
6. Mengisap oksitosin 10 unit kedalam atbung suntik (dengan
memakai sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril) dan
meletakkan kembali di partus set steril tanpa mengkontaminasi
tabung suntik.
Memastikan Pembukaan Lengkap
7. Membersihkan vulva dan perineum, menyekanya dengan hati – hati
dari depan ke belakang dengan menggunakan kapas atau kasa yang
sudah dibasahi air disinfeksi tingkat tinggi. Jika mulut vagina,
perineum atau anus terkontaminasi oleh kotorang ibu,
membersihkannya dengan seksama dengan cara menyeka dari
depan ke belakang. Membuang kapas atau kasa yang
terkontaminasa dalam wadah yang benar. Mengganti sarung tangan
jika terkontaminasi (meletakkan kedua sarung tangan tersebut
dengan benar di dalam larutan dekontaminasi)
8. Dengan menggunakan teknik aseptic, melakukan pemeriksaan
dalam untuk memastikan bahwa pembukaan serviks sudah lengkap.
i. Bila selaput ketuban belum pecah dan pembukaan sudah
lengkap lakukan amniotomi.
9. Mendekontaminasi sarung tangan dengan cara mencelupkan tangan
yang masih memakai sarung tangan kotor kedalam larutan klorin
0,5% dan kemudian melepaslannya dalam keadaan terbalik serta
merendamnya didalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit.
Mencuci kedua tangan.
10. Memeriksa denyut jantung janin (DJJ) setelah kontraksi berakhir
untuk memastikan bahwa DJJ dalam batas normal (120 – 160
x/menit)
1) Mengambil tindakan yang sesuai jika DJJ tidak normal
2) Mendokumentasi hasil – hasil pemeriksaan dalam, DJJ dan
semua hasil penilaian serta asuhan lainnya pada partograf.
Menyiapkan ibu dan keluarga untuk membantu proses pimpinan
meneran

11. Memberitahu ibu pembukaan sudah lengkap dan keadaan


janin baik. Membantu ibu berada dalam posisi yang nyaman
sesuai keinginannya.

1) Menunggu hingga ibu mempunyai keinginan untuk


meneran.
Melanjutkan pemantauan kesehatan dan kenyamanan ibu
serta janin sesuai dengan pedoman persalinan aktif dan
mendekontaminasikan temuan – temuan.
2) Menjelaskan kepada anggota keluarga bagaimana mereka
dapat mendukung dan memberi semangat kepada ibu saat
ibu mulai meneran.
12. Meminta bantuan keluarga untuk menyiapkan posisi ibu untuk
meneran. (pada saat his, bantu ibu dalam posisi setengah duduk dan
pastikan ia merasa nyaman)
13. Melakukan pimpinan meneran saat ibu mempunyai derongan yang
kuat untuk meneran :
1) Membimbing ibu untuk meneran saat ibu mempunyai
keinginan untuk meneran.
2) Mendukung dan memberi semangat atas usaha ibu untuk
meneran
3) Membantu ibu mengambil posisi yang nyaman
sesuai pilihannya (tidak meminta ibu berbaring terlentang)
4) Menganjurkan ibu untuk beristirahat diantara kontraksi
5) keluarga untuk mendukung dan memberi semangat pada ibu
6) Menganjurkan asupan cairan per oral
7) Menilai DJJ setiap 5 menit
8) Jika bayi belum lahir atau kelahiran bayi belum terjadi segera
dalam waktu 120 menit meneran untuk primipara atau 60
menit untuk multipara, merujuk segera.
9) Jika ibu tidak mempunyai keinginan untuk meneran, maka :
menjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau mengambil
posisi yang aman. Jika ibu belum ingin meneran dalam 60
menit, mengajurkan ibu untuk muali meneran pada puncak
kontraksi-kontraksi tersebut dan beristirahat diantara
kontraksi.
14. Anjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok, atau mengambil posisi
yang nyaman jika ibu belum merasa ada dorongan untuk meneran
dalam selang waktu 60 menit.
Persiapan Pertolongan Kelahiran Bayi
15. Jika kepala bayi telah membuka vulva dengan diameter 5-6 cm,
meletakan handuk bersih diatas perut untuk mengeringkan bayi.
16. Meletakan kain yang bersih dilipat 1/3 bagian, dibawah bokong
ibu.
17. Membuka tutup partus set dan memastikan kembali kelengkapan
alat
18. Memakai sarung tangan DTT atau sterril pada kedua tangan
Menolong Kelahiran Bayi
Lahirnya kepala

19. Saat kepala bayi membuka vulva dengan diameter 5 – 6 cm,


lindungi perineum dengan satu tangan yang dilapisi kain tadi,
letakan tangan yang lain dikepala dan lakukan tekanan yang lembut
dan tidak menghambat pada kepala bayi, membiarkan kepa keluar
perlahan – lahan. Menganjurkan ibu untuk meneran perlahan –
lahan atas bernafas cepat saat kepala lahir.
i. Jika ada meconium dalam cairan ketuban, segera hisap
mulut dan hidung setelah kepala lahir menggunakan
penghisap lender deelee disinfeksi tingkat tinggi atau steril
atau bola karet penhisap yang baru dan bersih.
20. Memeriksa lilitan tali pusat dan mengambil tindakan yang sesuai
jika hal itu terjadi, dan kemudian meneruskan segera proses
kelahiran bayi.
i. Jika tali pusat melilit leher janin dengan longgar, lepaskan
lewat bagian atas kepala bayi.
ii. Jika tali pusat melilit leher bayi dengan erat, mengklemnya
di satu tempat dan memotongnya.
21. Menunggu hingga kepala bayi melakukan putaran paksi luar secara
spontan.
Lahir Bahu
22. Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, tempatkan kedua
tangan di masing-masing sisi muka bayi. Menganjurkan ibu untuk
meneran saat kontraksi berikutnya. Dengan lembut menariknya
kea rah bawah dan kearah keluar hingga bahu anterior muncul
dibawah arkus pubis dan kemudian dengan lembut menarik kearah
atas dan ke arah luar untuk melahirka bahu posterior.
Lahir Badan Tungkai
23. Setelah kedua bahu dilahirkan , menelusurkan tangan muali kepala
bayi yang berada dibagian bawah kearah perineum tangan
membiarkan bahu dan lengan posterior lahir ke tetangan tersebut.
Mengendelikan kelahiran siku dan tangan bayi saat melewati
perineum, gunakan lengan bagian bawah untuk menyangga tubuh
bayi saat dilahirkan. Menggunakan tangan anterior (bagian atas)
untuk mengendalikan siku dan tangan anterior bayi saat keduanya
lahir.
24. Setelah tubuh dari lengan, menelusurkan tangan yang ada atas
(anterior) dari punggung kearah kaki bayi untuk menyangganya saat
panggung dari kaki lahir. Memegang kedua kaki bayi dengan hati –
hati membantu kelahiran kaki.
VII. Penanganan bayi baru lahir
25. Menilai bayi dengan cepat, kemudian meletakkan bayi diatas perut
ibu dengan posisi kepala bayi sedikit lebih rendah dari tubuhnya
(bila tali pusat terlalu pendek, meletakan bayi ditempat yang
memungkinkan)
26. Segera mengeringkan bayi, membungkus kepala dan badan bayi
kecuali bagian pusat. Ganti handuk atau kain yang kering. Biarkan
bayinya berada diatas perut.

27. Melakukan palpasi abdomen untuk menghilangkan kemungkinanan


adanya bayi kedua.
28. Memberitahu kepada ibu bahwa ia akan disuntik oksitosin agar
uterus berkontraksi
29. Dalam waktu 1 menit setelah kelahiran bayi, memberikan suntikan
oksitosin 10 IU IM di 1/3 paha kanan atas ibu bagian luar, setelah
mengaspirasinya terlebih dahulu.
30. Menjepit tali pusat menggunakan klem kira – kira 3 cm dari pusat
bayi. Melaukan urutan pada tali pusat mulai dari klem kearah ibu
dan memasang klem kedua 2 cm dari klem pertama (kearah ibu)
31. Memegang talipusat dengan satu tangan, melindungi bayi dari
gunting dan memotong tali pusat diantara dua klem tersebut.
32. Meletakan bayi tengkurap didada ibu. Luruskan bahu bayi sehingga
menempel didada/ perut ibu. Usahakan bayi berada diantara
payudara ibu dengan posisi lebih rendah dari putting payudara ibu.
Mengganti handuk yang basah dan selimuti bayi dengan kain atau
selimut yang bersih dan kering.
Manajemen Aktif Kala III Persalinan (MAK III)
33. Memindahkan klem dan tali pusat
34. Meletakan satu tangan diatas kain yang ada di perut ibu, tepat di
atas tulang pubis, dan menggunakan tangan ini untuk melakukan
palpasi kontraksi menstabilkan uterus. Memegang tali pusat dan
menstabilkan uterus. Memegang tali pusat dan klem dengan tangan
lain.

35. Menunggu uterus berkontraksi dan kemudian melakukan


penegangan kearah bawah pada tali pusat dengan lembut. Lakukan
tekanan yang berlawanan kea rah pada bagian bawah uterus dengan
cara menekan uterus kearah atas dan belakang (dorso kranial)
dengan hati – hati untuk membantu mencegah terjadinya inversion
uteri. Jika plasenta tidak lahir setelah 30 detik – 40 detik,
menghentikan penegangan tali pusat dan menunggu hingga
kontraksi berikut mulai.
Mengeluarkan plasenta
36. Setelah plasenta terlepas, meminta ibu untuk meneran sambil
menarik tali pusat kea rah bawah dan keamudian kea rah atas,
mengikuti kurve jalan lahir sambil meneruskan tekanan berlawanan
arah pada uterus
- Jika tali pusat bertambah panjang, pindahkan klem hingga
berjarak sekitar 5 – 10 cm dari vulva.
- Jika plasenta tidak lepas setelah melakukan penengan tali pusat
selama 15 menit.
- Mengulangi pemberian oksitosin 10 IU Im
- Menilai kandung kemih dan mengkateterisasi kandung kemih
dengan menggunakan teknik aseptic jika perlu.
- Meminta keluarga untuk menyiapkan rujukan
- Mengulangi peregangan tali pusat selama 15 menit berikutnya.
- Merujuk ibu jika plasenta tidak lahir dalam waktu 30 menit
sejak kelahiran bayi.

37. Jika plasenta terlihat di introitus vagina, melanjutkan kelahiran


plasenta dengan menggunakan kedua tangan. Memegang plasenta
dengan dua tangan dan dengan hati – hati memutar plasenta hingga
selaput ketuban terpilin. Dengan lembut perlahan melahirkan
selaput ketuban tersebut.
- Jika selaput ketuban robek, memakai sarung tangan disinfeksi
tingkat tingggi atau steril dan memeriksa vagina dan serviks ibu
dengan seksama. Menggunakan jari – jari tangan atau klem atau
forceps disinfeksi tingkat tinggi atau steril untuk melepaskan
bagian selaput yang tertinggal.
Pemijatan uterus
38. Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, melakukan
massase uterus, meletakan telapak tangan di fundus dan melakukan
massase dengan gerakan melingkar dengan lembut hingga uterus
berkontraksi (fundus menjadi keras)
Menilai Perdarahan

39. Mengevaluasi adanya laserasi pada vagina dan perineum dan segera
menjahit laserasi yang mengalami perdarahan aktif.
40. Memeriksa kedua sisi plasenta baik yang menempel ke ibu maupun
janin dan selaput ketuban untuk memastikan bahwa selaput ketuban
lengkap dan utuh. Meletakan plasenta dalam kantung plastic atau
tempat khusus.
- Jika uterus tidak berkontraksi setelah melakukan massase selama
15 detik mengambil tindakan yang sesuai.
VIII. Melakukan Prosedur Pasca Persalinan
41. Menilai ulang uterus dan memastikannya berkontraksi dengan baik.
Mengevaluasi perdarahan persalinan vagina.
42. Pastikan kandung kemih kosong, jika penuh lakukan kateterisasi
Evaluasi
43. Celupkan tangan yang masih memakai sarung tangan ke dalam
larutan klorin 0,5%, bersihkan noda darah dan cairan tubuh, bilas di air
DTT tanpa melepas sarung tangan kemudian keringkan dengan tissue
atau handuk pribadi yang bersih dan kering.
44. Mengajarkan pada ibu/keluarga bagaimana melakukan massase
uterus dan memeriksa kontraksi uterus.
45. Memeriksa tekanan darah, nadi dan keadaan kandung kemih setiap
15 menit selama satu jam pertama pasca persalinan dan setiap 30
menit selama jam kedua pasca persalinan.
i.Memeriksa temperature tubuh ibu sekali setiap jam selama dua
jam pertama pasca persalinan
ii.Melakukan tindakan yang sesuai untuk temuan yang tidak normal

46. Evaluasi estimasi jumlah kehilangan darah

47. Memeriksa kembali bayi untuk pastikan bahwa bernafas dengan


baik (40 – 60 x/menit serta suhu tubuh normal (36,5 – 37,5) )

Kebersihan dan keamanan


48. Bersikan ibu dari paparan darah dan cairan tubh dengan
menggunakan air DTT, bersihkan cairan ketuban, lendir, dan darah
di ranjang atau disekitar ibu berbaring menggunakan larutan klorin
0,5% lalu bilas dengan air DTT. Bantu ibu memakai pakaian yang
bersih dan kering
49. Pastikan ibu merasa nyaman. Bantu ibu memberikan ASI. Anjurkan
keluarga untuk memberi ibu minuman dan makanan yang di
inginkannya.
50. Menempatkan semua peralatan di dalam larutan klorin 0,5% untuk
dekontaminasi (10 menit). Mencuci dan membilas peralatan setelah
dekontaminasi.
51. Membuang bahan – bahan yang terkontaminasi ke dalam tempat
sampah yang sesuai
52. Mendekontaminasi daerah yang digunakan untuk melahirkan
dengan larutan klorin 0,5% dan membilas dengan air bersih.
53. Mencelupkan sarung tangan kotor kedalam larutan klorin 0,5%,
membalikan bagian luar dan merendamnya dalam larutan klorin
0,5% selama 10 menit.
54. Mencuci kedua tangan dengan sabun dan air
mengalir.
55. Pakai sarung tangan bersih/DTT untuk memberiksn Vitamin K (1
mg) intramuskuker di paha kiri bawah lateral dan salep mata profilaksis
infeksi 1 jam pertama kelahiran
56. Lakukan pemeriksaan fisik lanjutan (setelah 1 jam kelahiran bayi),
pastikan kondisi bayi tetap baik.
57. Setelah satu jam pemberian vitamin K, berikan suntikan imunisasi
hepatitis B di paha kanan bawah lateral, letakan bayi di dalam jangkauan
ibu agar sewaktu-waktu dapat disusukan.
58. Lepaskan sarung tangan dalam keadaan terbalik dan rendam di dalam
larutan klorin 0,5 % selama 10 menit.
59. Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir, kemudian keringkan
dengan tissue atau handuk bpribadi yang bersih dan kering.
60. Melengkapi partograf.
IMD (Inisiasi Menyusu Dini)
Pada tahun 1992 WHO/UNICEF mengeluarkan protocol tentang
Inisiasi Menyusu Dini (IMD) sebagai salah satu dari Evidence for the ten
step to successful breastfeeding yang harus diketahui oleh setiap tenaga
kesehatan. Segera setelah dilahirkan, bayi diletakan di dada atau perut
atas ibu selama paling sedikit satu jam untuk memberi kesempatan
kepada bayi untuk mencari dan menemukan putting ibunya.
Manfaat IMD bagi bayi adalah membantu stabilisasi
pernapasan, mengendalikan suhu tubuh bayi lebih baik dibandingkan
dengan incubator, menjaga kolonisasi kuman yang aman untuk bayi dan
mencegah infeksi nosocomial. Kadar bilirubin bayi juga lebih cepat
normal karena pengeluaran meconium lebih cepat sehingga dapat
menurunkan insiden ikterus bayi baru lahir. Kontak kulit dengan kulit
juga membuat bayi telah tenang sehingga didapat pola tidur yang lebih
baik. Dengan demikian, berat badan bayi cepat meningkat dan lebih
cepat keluar dari rumah sakit. Bagi ibu, IMD dapat mengoptimalkan
pengeluaran hormone oksitosin, prolactin, dan secara psikologis dapat
menguatkan ikatan batin antara ibu dan bayi.
KALA III
Kala III Persalinan dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan
lahirnya plasenta dan selaput ketuban.
Tanda – tanda lepasnya plasenta mencakup beberapa atau semua hal –
hal dibawah ini :

a. Uterus menjadi bundar


b. Perdarahan, terutama perdarahan yang agak banyak
c. Memanjangnya bagian tali pusat yang lahir
d. Naiknya fundus uteri karena naiknya Rahim lebih mudah
digerakan.
Manajemen aktif kala III terdiri dari beberapa komponen :
a. Pemberian suntikan oksitosin dalam 1 menit pertama setelah bayi
lahir.
b. Melakukan peregangan tali pusat terkendali.
c. Massase
fundus uteri
Asuhan kala
III
a. Melakukan manajemen aktif kala III
b. Memeriksa ada tidaknya janin kedua
c. Memberitahukan kepada ibu bahwa plasenta lahir,
memeriksa kelengkapan plasenta
d. Mengevaluasi kontraksi uterus, beserta perdarahan pada kala III
e. Memantau adanya tanda bahaya kala III seperti kelainan kontraksi.
KALA IV
Dimulai dari lahirnya plasenta dan berakhir 2 jam pertama post partum.
Dalam kala IV ini penderita masih membutuhkan pengawasan yang
intensif karena perdarahan karena atonia uteri masih mengancam. Maka
dalam kala IV penderita belum boleh dipindahkan keruang perawatan
dan tidak boleh ditinggalkan oleh bidan. Observasi yang dilakukan 2
jam postpartum.
a. Mengawasi perdarahan postpartum
- Darah yang keluar dari jalan lahir
- Kontraksi Rahim
- Keadaan umum ibu
- Pengobatan perdarahan postpartum
- Menjahit robekan perineum
- Memeriksa bayi
b. Asuhan persalinan kala IV
- Memeriksa perdarahan da nada tidaknya laserasi, jika ada
laserasi maka dilakukan heacting
- Mengobservasi TTV, kontraksi uterus, perdarahan dan kandung
kemih tiap 15 menit pada 1 jam pertama dan 30 menit pada 1
jam kedua.
- Mengjanjurkan ibu untuk menyusui bayinya sesering mungkin
- Menganjurkan ibu untuk mobilisasi dini
- Mendokumentasikan hasil pemeriksaan
2.2 Konsep Dasar Ketuban Pecah Dini (KPD)
A. Definisi
Ketuban pecah dini (KPD) atau Premature Rupture of the Membranes
(PROM) adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum terjadinya
proses persalinan pada kehamilan aterm. Sedangkan Preterm Premature
Rupture of the Membranes (PPROM) adalah pecahnya ketuban pada
pasien dengan usia kehamilan kurang dari 37 minggu (Mamede dkk,
2012). Pendapat lain menyatakan dalam ukuran pembukaan servik pada
kala I, yaitu bila ketuban pecah sebelum pembukaan pada primigravida
kurang dari 3 cm dan pada multigravida kurang dari 5 cm. Dalam keadaan
normal selaput ketuban pecah dalam proses persalinan (Cunningham,
2010).
Ketuban pecah dini dapat berpengaruh terhadap kehamilan dan persalinan.
Jarak antara pecahnya ketuban dan permulaan persalinan disebut periode
laten atau dengan sebutan Lag Period. Ada beberapa perhitungan yang
mengukur Lag Period, diantaranya 1 jam atau 6 jam sebelum intrapartum,
dan diatas 6 jam setelah ketuban pecah. Bila periode laten terlalu panjang
dan ketuban sudah pecah, maka dapat terjadi infeksi pada ibu dan juga
bayi (Fujiyarti, 2016).

B. Epidemiologi
Kejadian ketuban pecah dini (KPD) terjadi pada 10 - 12% dari semua
kehamilan. Pada kehamilan aterm insidensinya 6 -1 9%, sedangkan pada
kehamilan preterm 2 - 5%. Laporan lain mendapatkan ketuban pecah dini
terjadi pada sekitar 6 - 8% wanita sebelum usia kehamilan 37 minggu dan
secara langsung mendahului 20 - 50% dari semua kelahiran prematur.
Insiden KPD di seluruh dunia bervariasi antara 5 - 10% dan hampir 80%
terjadi pada usia kehamilan aterm (Endale dkk, 2016). Ketuban pecah dini
preterm dikaitkan dengan 30 - 40% kelahiran prematur dan merupakan
penyebab utama kelahiran prematur. Ketuban pecah dini preterm yang
terjadi sebelum usia kehamilan 24 minggu, disebut sebagai KPD preterm
previable, kejadiannya kurang dari 1% kehamilan dan berhubungan
dengan komplikasi yang berat pada ibu ataupun janin. Kasus dengan
ketuban pecah dini akan mengalami persalinan hampir 95% dalam waktu
24 jam (Lorthe dkk, 2016).
Morbiditas maternal tertentu telah dilaporkan terkait dengan KPD.
Komplikasi kehamilan yang disebabkan oleh KPD yang diterapi secara
konservatif tampaknya berada pada risiko signifikan untuk terjadinya
solusio plasenta. KPD pada beberapa kasus ditandai dengan perdarahan.
Insiden infeksi intrauterin meningkat dengan mudanya usia kehamilan
pada saat pecahnya selaput ketuban. KPD pada saat usia kehamilan lebih
awal dikaitkan dengan infeksi pada korioamnion. Korioamnionitis telah
dilaporkan pada 0,5 - 71% dari kehamilan dengan KPD. Insiden tertinggi
korioamnionitis dikaitkan dengan kecilnya usia kehamilan dan perode
laten yang memanjang (Thombre, 2014).
Periode laten yang memanjang juga meningkatkan risiko untuk naiknya
infeksi pada janin yang prematur dan pada ibunya. Frekuensi dan tingkat
keparahan komplikasi pada ibu dan janin setelah terjadinya ketuban pecah
dini bervariasi tergantung dari usia kehamilan. Terdapat bukti konsisten
bahwa usia kehamilan saat terjadinya ketuban pecah dini dan lamanya
periode laten merupakan penentu kematian perinatal yang penting.
Bagaimanapun juga, terdapat penelitian-penelitian yang bertentangan
mengenai keluaran neonatal yang spesifik jika dikaitkan dengan periode
laten (Thombre, 2014).
C. Etiologi
Adapun penyebab terjadinya ketuban pecah dini merurut (Manuaba, 2010)
yaitu sebagai berikut:
1. Multipara dan Grandemultipara
2. Hidramnion
3. Kelainan letak: sungsang atau lintang
4. Cephalo Pelvic Disproportion (CPD)
5. Kehamilan ganda
6. Pendular abdomen (perut gantung)
Adapun hasil penelitian yang dilakukan (Rahayu and Sari 2017) mengenai
penyebab kejadian ketuban pecah dini pada ibu bersalin bahwa kejadian
KPD mayoritas pada ibu multipara, usia ibu 20-35 tahun, umur kehamilan
≥37 minggu, pembesaran uterus normal dan letak janin preskep.
D. Faktor Predisposisi
Menurut Norma (2013), terdapat beberapa faktor predisposisi yang
mengakibatkan terjadinya KPD yaitu sebagai berikut:
1. Infeksi : Infeksi yang terjadi langsung pada selaput ketuban dari vagina
atau infeksi pada cairan ketuban yang mengakibatkan KPD.
2. Servik yang inkompetensia, dimana terdapat kanalis servikalis yang
selalu terbuka, yang terjadi akibat trauma persalinan atau curetage.
3. Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan
misalnya trauma hidramnion, gamelli.
4. Trauma dari hubungan seksual, pemeriksaan dalam, maupun
amniosintesis menyebabkan terjadinya KPD karena biasanya diserta
infeksi.
5. Kelainan letak, misalnya sungsang, sehigga tidak terdapat bagian
terendah yang menutupi pintu atas panggul yang dapat menghalangi
tekanan terhadap membrane bagian bawah.
6. Keadaan sosial ekonomi.
7. Faktor lain :
a. Faktor golongan darah yang diakbatkan oleh golongan darah ibu dan
janin yang tidak sesuai dapat menimbulkan kelemahan bawaan termasuk
kelemahan jaringan kulit ketuban.
b. Faktor disproporsi antar kepala janin dan panggul ibu.
c. Faktor multi graviditas, merokok dan perdarahan antepartum.
d. Defisiensi gizi dari tembaga atau asam askobarat (Vit C).
e. Riwayat kelahiran premature.
f. Merokok.
g. Perdarahan antepartum.
h. Inkompetensi servik (leher rahim)
i. Polihidramnion (caran ketuban berlebih)
j. Riwayat KPD sebelunya
k. Kelainan atau kerusakan selaput ketuban
l. Kehamilan kembar. Pada kehamilan gemelli terjadinya distensi uterus
yang berlehihan, sehingga menimbulkan adanya ketegangan rahim secara
berlehihan. Hal ini terjadi karena jumlahnya berlebih, isi rahim yang lebih
besar dan kantung (selaput ketuban) relative kecil sedangkan dibagian
bawah tidak ada yang menahan sehingga mengakibatkan selaput ketuban
tipis dan mudah pecah (Novihandari, 2016).
m. Servik yang pendek
E. Tanda dan Gejala
Tanda yang terjadi adalah keluarnya cairan ketuban merembes melalui
vagina, aroma air ketuban berbau manis dan tidak seperti bau amoniak,
berwarna pucat, cairan ini tidak akan berhenti atau kering karena uterus
diproduksi sampai kelahiran mendatang. Tetapi, bila duduk atau berdiri,
kepala janin yang sudah terletak di bawah biasanya “mengganjal” atau
“menyumbat” kebocoran untuk sementara. Sementara itu, demam, bercak
vagina yang banyak, nyeri perut, denyut jantung janin bertambah capat
merupakan tanda-tanda infeksi yang terjadi (Sunarti, 2017). Adapun
menurut Norma (2013) tanda dan gejala ketuban pecah dini meliputi:
1. Keluar air ketuban berwarna putih keruh, jernih, kuning, hijau, atau
kecoklatan sedikit-sedikit atau sekaligus banyak.
2. Dapat disertai demam apabila sudah terdapat infeksi.
3. Janin mudah diraba, pada pemeriksaan dalam selaput ketuban tidak ada,
air ketuban sudah kering.
4. Pada pemeriksaan inspekulo tampak selaput ketuban tidak ada dan air
ketuban sudah kering atau tampak air ketuban mengalir.
5. Keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina dengan bau manis
dan tidak seperti bau amoniak.
6. Bercak vagina yang banyak.
7. Nyeri perut
8. Denyut jantung janin bertambah cepat yang merupakan tanda-tanda
infeksi yang terjadi.
F. Patofisiologi
Pecahnya selaput ketuban disebabkan oleh hilangnya elastisitas pada
daerah tepi robekan selaput ketuban. Hilangnya elastisitas selaput ketuban
ini sangat erat kaitannya dengan jaringan kolagen, yang dapat terjadi
karena penipisan oleh infeksi atau rendahnya kadar kolagen. Kolagen pada
selaput terdapat pada amnion di daerah lapisan kompakta, fibroblas serta
pada korion di daerah lapisan retikuler atau trofoblas (Mamede dkk, 2012).
Selaput ketuban pecah karena pada daerah tertantu terjadi perubahan
biokimia yang menyebabkan selaput ketuban mengalami kelemahan.
Perubahan struktur, jumlah sel dan katabolisme kolagen menyebabkan
aktivitas kolagen berubah dan menyebabkan selaput ketuban pecah. Pada
daerah di sekitar pecahnya selaput ketuban diidentifikasi sebagai suatu
zona “restriced zone of exteme altered morphologi (ZAM)” (Rangaswamy,
2014).
Penelitian oleh (Rangaswamy dkk, 2012), mendukung konsep paracervical
weak zone tersebut, menemukan bahwa selaput ketuban di daerah
paraservikal akan pecah dengan hanya diperlukan 20 -50% dari kekuatan
yang dibutuhkan untuk robekan di area selaput ketuban lainnya. Berbagai
penelitian mendukung konsep adanya perbedaan zona selaput ketuban,
khususnya zona di sekitar serviks yang secara signifikan lebih lemah
dibandingkan dengan zona lainnya seiring dengan terjadinya perubahan
pada susunan biokimia dan histologi. Paracervical weak zone ini telah
muncul sebelum terjadinya pecah selaput ketuban dan berperan sebagai
initial breakpoint (Rangaswamy dkk, 2012).
Penelitian lain oleh (Reti dkk, 2007), menunjukan bahwa selaput ketuban
di daerah supraservikal menunjukan penigkatan aktivitas dari petanda
protein apoptosis yaitu cleaved-caspase-3, cleaved-caspase-9, dan
penurunan Bcl-2. Didapatkan hasil laju apoptosis ditemukan lebih tinggi
pada amnion dari pasien dengan ketuban pecah dini dibandingkan pasien
tanpa ketuban pecah dini, dan laju apopsis ditemukan paling tinggi pada
daerah sekitar serviks dibandingkan daerah fundus (Reti dkk, 2007).
Apoptosis yang terjadi pada mekanisme terjadinya KPD dapat melalui
jalur intrinsik maupun ektrinsik, dan keduanya dapat menginduksi aktivasi
dari caspase. Jalur intrinsik dari apoptosis merupakan jalur yang dominan
berperan pada apoptosis selaput ketuban pada kehamilan aterm. Pada
penelitian ini dibuktikan bahwa terdapat perbedaan kadar yang signifikan
pada Bcl-2, cleaved caspase-3, cleaved caspase-9 pada daerah
supraservikal, di mana proteinprotein tersebut merupakan protein yang
berperan pada jalur intrinsik. Fas dan ligannya, Fas-L yang menginisiasi
apopsis jalur ekstrinsik juga ditemukan pada seluruh sampel selaput
ketuban tetapi ekspresinya tidak berbeda bermakna antara daerah
supraservikal dengan distal. Diduga jalur ekstrinsik tidak berperan banyak
pada remodeling selaput ketuban (Reti dkk, 2007).
Degradasi dari jaringan kolagen matriks ektraselular dimediasi ole enzim
matriks metalloproteinase (MMP). Degradasi kolagen oleh MMP ini
dihambat oleh tissue inhibitor matrixmetyalloproteinase (TIMP). Pada saat
menjelang persalinan, terjadi ketidakseimbangan dalam interaksi antara
matrix MMP dan TIMP, penigkatan aktivitas kolagenase dan protease,
penigkatan tekanan intrauterin (Weiss,dkk. 2007).
G. Komplikasi
Adapun pengaruh KPD terhadap ibu dan janin menurut (Sunarti, 2017)
yaitu:
1. Prognosis Ibu
Komplikasi yang dapat disebabkan KPD pada ibu yaitu infeksi intrapartal/
dalam persalinan, infeksi puerperalis/ masa nifas, dry labour/ partus lama,
perdarahan post partum, meningkatnya tindakan operatif obstetric
(khususnya SC), morbiditas dan mortalitas maternal.
2. Prognosis Janin
Komplikasi yang dapat disebabkan KPD pada janin itu yaitu prematuritas
(sindrom distes pernapasan, hipotermia, masalah pemberian makanan
neonatal), retinopati premturit, perdarahan intraventrikular, enterecolitis
necroticing, ganggguan otak dan risiko cerebral palsy, hiperbilirubinemia,
anemia, sepsis, prolaps funiculli/ penurunan tali pusat, hipoksia dan
asfiksia sekunder pusat, prolaps uteri, persalinan lama, skor APGAR
rendah, ensefalopati, cerebral palsy, perdarahan intrakranial, gagal ginjal,
distres pernapasan), dan oligohidromnion (sindrom deformitas janin,
hipoplasia paru, deformitas ekstremitas dan pertumbuhan janin terhambat),
morbiditas dan mortalitas perinatal (Marmi dkk, 2016).
H. Penatalaksanaan
Pastikan diagnosis terlebih dahulu kemudian tentukan umur kehamilan,
evaluasi ada tidaknya infeksi maternal ataupun infeksi janin serta dalam
keadaan inpartu terdapat gawat janin. Penanganan ketuban pecah dini
dilakukan secara konservatif dan aktif, pada penanganan konservatif yaitu
rawat di rumah sakit (Prawirohardjo, 2009).
Masalah berat pada ketuban pecah dini adalah kehamilan dibawah 26
minggu karena mempertahankannya memerlukan waktu lama. Apabila
sudah mencapai berat 2000 gram dapat dipertimbangkan untuk diinduksi.
Apabila terjadi kegagalan dalam induksi makan akan disetai infeksi yang
diikuti histerektomi. Pemberian kortikosteroid dengan pertimbangan akan
menambah reseptor pematangan paru, menambah pematangan paru janin.
Pemberian batametason 12 mg dengan interval 24 jam, 12 mg tambahan,
maksimum dosis 24 mg, dan masa kerjanya 2-3 hari, pemberian
betakortison dapat diulang apabila setelah satu minggu janin belum lahir.
Pemberian tokolitik untuk mengurangi kontraksi uterus dapat diberikan
apabila sudah dapat dipastikan tidak terjadi infeksi korioamninitis.
Meghindari sepsis dengan pemberian antibiotik profilaksis (Manuaba, dkk.
2008).
Penatalaksanaan ketuban pecah dini pada ibu hamil aterm atau preterm
dengan atau tanpa komplikasi harus dirujuk ke rumah sakit. Apabila janin
hidup serta terdapat prolaps tali pusat, pasien dirujuk dengan posisi
panggul lebih tinggi dari badannya, bila mungkin dengan posisi sujud.
Dorong kepala janin keatas degan 2 jari agar tali pusat tidak tertekan
kepala janin. Tali pusat di vulva dibungkus kain hangat yang dilapisi
plastik. Apabila terdapat demam atau dikhawatirkan terjadinya infeksi saat
rujukan atau ketuban pecah lebih dari 6 jam, makan berikan antibiotik
penisilin prokain 1,2 juta UI intramuskular dan ampisislin 1 g peroral.
Pada kehamilan kurang 32 minggu dilakukan tindakan konservatif, yaitu
tidah baring, diberikan sedatif berupa fenobarbital 3 x 30 mg. Berikan
antibiotik selama 5 hari dan glukokortikosteroid, seperti deksametason 3 x
5 mg selama 2 hari. Berikan pula tokolisis, apanila terjadi infeksi maka
akhiri kehamilan. Pada kehamilan 33-35 miggu, lakukan terapi konservatif
selama 24 jam kemudian induksi persalinan.
Pada kehamilan lebih dari 36 minggu dan ada his maka pimpin meneran
dan apabila tidak ada his maka lakukan induksi persalinan. Apabila
ketuban pecah kurang dari 6 jam dan pembukaan kurang dari 5 cm atau
ketuban pecah lebih dari 5 jam pembukaan kurang dari 5 cm (Sukarni,
2013). Sedangkan untuk penanganan aktif yaitu untuk kehamilan > 37
minggu induksi dengan oksitosin, apabila gagal lakukan seksio sesarea.
Dapat diberikan misoprostol 25µg – 50µg intravaginal tiap 6 jam
maksimal 4 kali (Khafidoh, 2014).
I. Penatalaksanaan KPD di Rumah Sakit
KPD termasuk dalam kehamilan berisiko tinggi. Kesalahan dalam
mengelolah KPD akan membawa akibat meningkatnya angka morbiditas
dan mortalitas ibu maupun bayinya. Penatalaksanaan KPD masih dilema
bagi sebagian besar ahli kebidanan. Kasus KPD yang cukup bulan, jika
kehamilan segera diakhiri, maka akan akan meningkatkan insidensi secsio
sesarea, dan apabila menunggu persalinan spontan, maka akan
meningkatkan insiden chorioamnionitis (Taufan, 2011).
Kasus KPD yang kurang bulan jika menempuh cara-cara aktif harus di
pastikan bahwa tidak akan terjadi RDS, dan jika menempuh cara
koservatif dengan maksud memberikan waktu pematangan paru, harus
bisa memantau keadaan janin dan infeksi yang akan memeperjelek
prognosis janin. Penatalaksanaan KPD tergantung pada umur kehamilan
tidak di ketahui secara pasti segera dilakukan pemeriksaan ultrasonografi
(USG) untuk mengetahui umur kehamilan dan letak janin. Resiko yang
lebih sering pada KPD dengan janin kurang bulan adalah RDS
dibandingkan dengan sepsis. Oleh Karena itu pada kehamilan kurang
bulan perlu evaluasi hati-hati untuk menentukan waktu yang optimal untuk
persalinan. Pada umur kehamilan matang, choriamnionitis yang diikuti
dengan sepsis pada janin merupakan sebab utama meningkatnya
morbiditas dan mortalitas janin.
Pada kehamilan cukup bulan, infeksi janin langsung berhubungan dengan
lama pecahnya selaput ketuban atau lamanya periode laten (Taufan, 2011).
1. Konservatif
Penanganan secara konservatif yaitu:
a. Rawat di rumah sakit.
b. Beri antibiotik: bila ketuban pecah > 6 jam berupa: Ampisilin 4x500 mg
atau gentamycin 1x 80 mg.
c. Umur kehamilan < 32-34 minggu: dirawat selama air ketuban masih
keluar atau sampai air ketuban tidak keluar lagi.
d. Bila usia kehamilan 32-34 minggu, masih keluar air ketuban, maka usia
kehamilan 35 minggu dipertimbangkan untuk terminasi kehamilan (hal ini
sangat tergantung pada kemampuan keperawatan bayi prematur).
e. Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi intra
uterine).
f. Pada usia kehamilan 32-34 minggu, berikan steroid untuk memacu
kematangan paru-paru janin.
2. Aktif Penanganan secara aktif yaitu:
a. Kehamilan > 35 minggu: induksi oksitosin, bila gagal dilakukan seksio
sesarea. Cara induksi: 1 ampul syntocinon dalam dektrosa 5 %, dimulai 4
tetes sampai maksimum 40 tetes/ menit.
b. Pada keadaan CPD, letak lintang dilakukan secsio sesarea.
c. Bila ada tanda infeksi: beri antibiotika dosis tinggi dan persalinan
diakhiri (Taufan, 2011).
WOC KETUBAN PECAH DINI (KPD)
BAB III
MANAJEMEN KEBIDANAN
3.1 Pengkajian data
Adalah suatu pengumpulan data lengkap untuk mengevaluasi keadaan dan kondisi
pasien, anamnesa, pemeriksaan fisik dan penunjang, data ini mencakup :
a.    Data subjektif
Diperoleh dari anamnesa dan tanya jawab secara langsung dengan pasien.
Data ini meliputi :
1.    Identifikasi atau Biodata
Nama : agar dapata mengenal klien dengan suami serta untuk membedakan
dengan pasien lain.
Umur : Untuk mengetahui apakah klien beresiko tinggi atau tidak, mengevaluasi
dengan terpi yang kan diberikan.
Suku atau bangsa : Untuk mengetaui kebiasan-kebiasaan klien
Agama : Untuk memberikan bimbingan spiritual kepada klien pada saat
dibutuhkan
Pendidikan : Sangat penting karena berkenan dengan pemberian motivasi dan
pendidikan kesehatan yang dapat di terima klien sesuai dengan tingkat
pendidikannya.
Pekerjaan : Untuk mengetahui keadaan social ekonomi klien dan status taraf hidup
klien, karena dengan mengetahui hal-hal ini tersebut petugas dapat memberikan
pelayanan yang sesuai.
Alamat : Untuk memudahkan untuk menghubungi sewaktu-waktu jika diperlukan
dan untuk memberikan lingkungan tempat tinggal pasien.
2.    Keluhan utama
Untuk mengetahui keluhan yang saat ini dirasakan oleh pasien sehingga dapat
memberikan asuhan yang sesuai.
3.    Riwayat menstruasi
Untuk mengetahui apakah klien mendapat gangguan yang berhubungan
terhadap menstruasi, vaal kandungan, HPHT dan ,menentukan TP.
4.    Riwayat kehamilan ini
Untuk mengetahui riwayat kesehatan dan riwayat obstetrik pada
kehamilan Ny “G” sehingga dapat dugaan cepat dan tepat saat memberikan
persiapan persalinan dan asuhan kebidanan yang menyeluruh atau komprehensif
sehingga dapat mencegah terjadinya Hpp dan kematian ibu.
5.    Riwayat kehamilan yang lalu
Untuk mengetahui status obstetric ibu yang lalu karena berhubungan erat
dengan kehamilan sekarang sehingga dapat memberikan tindakan dan asuhan
yang sesuai.
6.    Riwayat kesehatan
Berisikan riwayat kesehatan Ny ”G” dan keluarga sehingga dapat memberikan
asuhanyang tepat kepada ibu selama persalinanya dan mengantisipasi adanya
komplikasi berdasarkan riwayat penyakit yang pernah dialami oleh Ny “G”
ataupun keluarga yang bersifat menular, menurun, dan menahun.
7.    Riwayat psikologi
Untuk mengetahui status penerimaan akan kehamilan Ny “G” dan dukungan yang
telah di berikan pada Ny “G” oleh keluarga.
8.    Pola kehidupan sehari-hari
Untuk mengetahui aktifitas Ny “G” sehari-hari, nutrisi, eliminasi, rekreasi, sex,
personal hygiene karena dapat berhubungan dengan status kesehatan Ny”G” dan
asuhan yang akan mungkin diperlukan oleh Ny “G”
b.    Data Objektif
Diperoleh langsung melalui pemeriksaan yang meliputi :
1.      Penentuan umum
RR : normalnya 16- 20 x / menit
N : 60 – 100 x / menit
TD : sistole : 100-120mmhg, Diastole 60-100 mmhg)
S : 36 – 37 °C
      Inspeksi
Rambut : Apakah bersih atau tidak, marasmus atau tidak, ada
ketombe atau tidak, rontok atau tidak
Muka : Apakah ada cloasma gravidarum atau tidak, conjungtius pucat atau tidak,
sclera ada ikterus atau tidak
Mulut : Apakah ada caries gigi atau tidak, adakah stomatitis atau tidak, apakah
bibir kering atau tidak, lidah pucat atau tidak.
Leher : Apakah ada pembesaran pada vena tugularis atau tidak, apakah ada
pembesaran kelenjar tyroid dan kelenjar limfe atau tidak
Payudara : Apakah bentuk simetris atau tidak, areolanya mengalami
hiperpragmentasi atau tidak, putting susu sudah menonjol atau tidak, sudah keluar
kolostrum atau tidak
Perut : Apakah pembesarannya sesuai dengan usia kehamilan aau tidak, apakah
terdapat striae atau tidak, apakah ada linea atau tidak, apakah ada luka parut atau
tidak
Vulva :Warnanya bagaimana, normal atau tidak, apakah ada luka parut atau tidak,
apakah ada keluaran atau tidak, apakah ada varises atau tidak, adakah odema atau
tidak, adakah kelainan atau tidak, adakah IMS atau tidak.
Anus : Apakah ada hemoroid atau tidak
Ekstremitas atas dan bawah : apakah ada varises atau tidak, adakah odema atau
tidak.
      Palpasi
      Leopoid I : Untuk mengetahui TFU, usia kehamilan dan bagian apa yang
terdapat di fundus uteri
      Leopoid II : Untuk mengetahui bagian kanan kiri perut ibu punggung dan
ekstremitas
      Leopoid III : Untuk mengetahui bagian terendah terdapat apa
      Leopoid IV :Untuk mengetahui bagian terendah janin sudah masuk PAP
ataukah belum
      Auskultasi
Untuk mengetahui cortonennya teratur atau tidak dan frekuensinya berapa.
      Perkusi
Untuk mengetahui reflek positif atau tidak
2.    Pemeriksaan khusus
Pembukaan : sudah lengkap atau belum
Efficement : apakah sudah 100% atau belum
Konsistensi : lunak atau keras
Ketuban : apakah sudah pecah atau belum
Presentasi denominator : ubun-ubun kecil kiri depan
Hadge : 1,2,3,4

3.2 Diagnosa/Intrepretasi Dasar


Dengan diagnosa dapat ditentukan langkah-langkah dalam memberikan asuhan
G2P20001 UK 39 minggu 1 hari T/H/I letkep intrauterine hadge 1 kesan panggul
normal keadaan ibu dan janin baik

3.3 Identifikasi diagnosa / masalah potensial


Langkah ini menggambarkan proses manajemen yang dapat mengidentifikasi
situasi yang gawat dimana petugas kesehatan harus bertindak segera untuk
mengantisipasi keadaan lebih buruk

3.4 Identifikasi kebutuhan segera


Langkah ini menggambarkan proses managemen yang dapat mengidentifikasi
situasi gawat dimana petugas kesehatan harus bertindak segera demin keselarasan
jiwa ibu dan janin.

3.5 Intervensi / Rencana asuhan


Langkah ini berisi tentang serangkaian asuhan yang akan diberikan kepada Ny
“G” G2P10001 sesuai dengan protap yang ada.
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan kebidanan ini di harapkan Ny ”G” dan
keluarga mengerti informasi kesehatan, agar tidak terjadi komplikasi selama
proses persalinan.
Kriteria : Ibu dan keluarga kooperatif
Ibu dan bayi selamat
NO INTERVENSI RATIONAL
1 Janinan komunikasi        Agar ibu merasa nyaman dan
terapeutik terjadi hubungan saling percaya dan
mempermudah dalam member
asuhan pada Ny “G” G2P1001 T/H
intrauterine letkep
2 Lakukan observasi TTV        Agar ibu mengetahui keadaan
ibu dan bayi
3 Atur posisi Ny “G”        Ny “G” merasa nyaman
4 Penuhi kebutuhan nutrisi        Agar ibu tidak dehidrasi
dan cairan ibu
5 Jelaskan kemajuan       Ny “G” merasa tenang dan tidak
persalinan cemas
6 Siapkan alat       Lakukan pertolongan persalinan

3.6 Implementasi atau pelaksanaan


Langkah ini berisi tentang asuhan yang telah di berikan kepada klien berdasarkan
rencana yang telah disusun sebelumnya untuk menangani masalah atau diagnosa
yang telah teridentifikasi.
3.7 Evaluasi
Merupakan suatu langkah akhir untuk mengevaluasi dari pelayanan yang telah
diberikan kepada klien apakah benar-benar sudah terpebuhi sesuai dengan
kebutuhan Ny”G”. Apakah pelayanan yang kita berikan berjalan dengan baik
dengan mengetahui melalui :

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Persalinan normal adalah persalinan yang terjadi pada kehamilan aterm


(bukan premature atau postmatur),mempunyai onset yang spontan
(tidak diinduksi), selesai setelah 4 jam dan sebelum 24 jam sejak saat
awitannya, mempunyai janin tunggal dengan presentase puncak kepala,
terlaksana tanpa bantuan artificial, tidak mencakup komplikasi, plasenta
lahir normal. Persalinan normal disebut juga partus spontan, adalah proses
lahirnya bayi pada letak belakang kepala dengan tenaga ibu sendiri, tanpa
bantuan alat-alat serta tidak melukai ibu dan bayi yang umumnya berlangsung
kurang dari 24 jam.
Menurut hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) sepanjang
tahun 2007- 2012 kasus kematian ibu melonjak cukup tajam, pada tahun 2012,
AKI mencapai 359/100.000 kelahiran hidup atau meningkat 57% bila
dibandingkan dengan kondisi pada tahun 2007, yang hanya 228/100.000 kelahiran
hidup, yang dimana AKI pada tahun 2007 menurun dari tahun 2002 yang
mencapai 307/100.000 kelahiran hidup dan pada tahun 2015 AKI kembali
menunjukkan penurunan menjadi 305/100.000 kelahiran hidup. Penyebab angka
kematian ibu (AKI) di Indonesia adalah komplikasi pada masa kehamilan,
persalinan dan nifas. Dimana penyebab langsung kematian ibu di Indonesia yaitu
perdarahan (28%), eklamsea (24%), partus lama (5%), aborsi (5%), infeksi (11%)
dan lain – lain (27%) (Depkes RI, 2011). Infeksi yang banyak dialami oleh ibu
sebagian besar merupakan akibat dari adanya komplikasi atau penyulit kehamilan
dan persalinan seperti febris (24%), infeksi saluran kemih (31%) dan Ketuban
pecah dini (45%) (BKKBN, 2013).
Ketuban pecah dini (KPD) atau ketuban pecah sebelum waktunya (KPSW)
sering disebut dengan premature repture of the membrane (PROM) didefinisikan
sebagai pecahnya selaput ketuban sebelum waktunya melahirkan. Pecahnya
ketuban sebelum persalinan atau pembukaan pada primipara kurang dari 3 cm dan
pada multipara kurang dari 5 cm. Hal ini dapat terjadi pada kehamilan aterm
maupun pada kehamilan preterm. Pada keadaan ini dimana risiko infeksi ibu dan
anak meningkat. Ketuban pecah dini merupakan masalah penting dalam masalah
obstetri yang juga dapat menyebabkan infeksi pada ibu dan bayi serta dapat
meningkatkan kesakitan dan kematian pada ibu dan bayi (Purwaningtyas, dkk.
2017).
Menurut WHO, kejadian ketuban pecah dini (KPD) atau insiden PROM
(prelobour rupture of membrane) berkisar antara 5-10% dari semua kelahiran.
KPD preterm terjadi 1% dari semua kehamilan dan 70% kasus KPD terjadi pada
kehamilan aterm. Pada 30% kasus KPD merupakan penyebab kelahiran prematur
(WHO, 2014). Meskipun faktor penyebab terjadinya KPD masih sulit diketahui,
namun beberapa faktor predisposisi yang dapat diidentifikasi penyebab KPD ialah
infeksi, golongan darah ibu dan anak tidak sesuai, multigrafida, merokok,
defisiensi gizi khususnya vitamin C, servik yang tidak inkopeten, polihidramnion,
riwayat KPD sebelumnya, kelainan selaput ketuban, tekanan intra uterin yang
meninggi atau overdistesi, trauma, kelainan letak (Nugroho, 2010).
Dampak yang paling sering terjadi pada KPD sebelum usia kehamilan 37
minggu adalah sindrom distress pernapasan (RDS atau Respiratory Disterss
Syndrome), yang terjadi pada 10-40% bayi baru lahir. Risiko infeksi akan
meningkat prematuritas, asfiksia, dan hipoksia, prolapse (keluarnya tali pusat),
resiko kecacatan, dan hypoplasia paru janin pada aterm. Hampir semua KPD pada
kehamilan preterm akan lahir sebelum aterm atau persalinan akan terjadi dalam
satu minggu setelah selaput ketuban pecah. Sekitar 85% morbiditas dan mortalitas
perinatal ini disebabkan oleh prematuritas akibat dari ketuban pecah dini.
4.2 Saran
Semoga dengan penulisan Laporan Pendahuluan ini bisa digunakan dengan baik
oleh mahasiswa dan Bidan sebagai bahan edukasi dan referensi.

DAFTAR PUSTAKA

BKKBN, Kemenkes, dan ICF International. 2013. Survei Demografi Kesehatan


Indonesia 2012. Jakarta: BPS, BKKBN, Kemenkes, dan ICF International.

Cunningham, dkk. 2010. Obstetri William. Jakarta. Buku Kedokteran EGC.

Depkes, R.I. 2012. Upaya Percepatan Penurunan Angka Kematian Ibu dan Bayi
Baru Lahir. http://www.gizikia.depkes.go.id/artikel/upayapercepatanpenurunan-
angka-kematian-ibu-dan-bayi-baru-lahir-di-indonesia/. (Diakses tanggal 11
Desember 2022 Pukul 11.12 WIB.)

Fujiyarti. 2016. Hubungan Antara Usia Dan Paritas Ibu Bersalin Dengan
Kejadian Ketuban Pecah Dini Di Puskesmas PONED Cingambul Kabupaten
Majalengka Tahun 2016-2017.Vol 4: 1–9. Terdapat pada
http://repository.poltekkesdenpasar.ac.id/2373/9/DAFTAR%20PUSTAKA
%20pdf.( Diakses pada tanggal 11 Desember 2022 Pukul 11.00 WIB).

Anda mungkin juga menyukai