Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH KOMPLIKASI DALAM KEHAMILAN,PERSALINAN,NIFAS,DAN BBL

Perpanjangan Fase Aktif, Ketuban dengan Mekonium, Ketuban Pecah Dini

Dosen Pengampu :

Yusniar Siregar SST, M. Kes

Disusun Oleh : Kelompok 10

1. Amelia Kartika (P07524419046)


2. Elma Lia Putri (P07524419054)
3. Putri Sagita (P07524419029)
4. Sri Chici Angraini (P07524419038)

POLTEKKES KEMENKES RI MEDAN

JURUSAN KEBIDANAN MEDAN

T.A 2021 – 2022


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena telah melimpahkan
rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga penulis bisa membuat makalah Mata
Kuliah Komplikasi dalam Kehamilan, Persalinan, Nifas dan BBL dengan judul “Perpanjangan
Fase Aktif, Ketuban dengan Mekonium, Ketuban Pecah Dini”

Penulis mengucapkan terimakasih kepada dosen pengampu yang selalu memberikan


dukungan serta bimbingannya dan teman-teman yang telah berkontribusi dengan memberikan
ide-idenya sehingga makalah ini bisa disusun dengan baik dan rapi.

Saya berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca. Namun
terlepas dari itu, penulis memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga
kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun demi terciptanya
makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar......................................................................................................... 2

Bab I Pendahuluan

A. Latar Belakang ............................................................................................. 5


B. Rumusan masalah ......................................................................................... 5
C. Tujuan .......................................................................................................... 6

Bab II Pembahasan

KB (I) Perpanjangan Kala Aktif

1. Pengertian perpanjangan kala aktif ............................................................... 6


2. Factor yang mempengaruhi ........................................................................... 7
3. Dampak perpanjangan fase aktif ................................................................... 10
4. Asuhan kebidanan pada perpanjangan fase aktif........................................... 12

KB (II) Air Ketuban Dengan Mekonium

5. Defenisi mekonium ....................................................................................... 13


6. Karakteristik mekonium................................................................................. 14
7. Faktor penyebab adanya mekonium di dalam air ketuban .......................... 15
8. Faktor resiko adanya mekonium di dalam air ketuban.................................. 15

KB (III) Ketuban Pecah Dini

9. Defenisi KPD ................................................................................................ 18


10. Epidemiologi KPD ........................................................................................ 18
11. Prinsip dasar KPD ......................................................................................... 20
12. Patogenesis .................................................................................................... 21

3
Bab III Penutup

Kesimpulan ............................................................................................................... 26

Daftar Pustaka.......................................................................................................... 29

4
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Perpanjangan kala I fase aktif dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu faktor ibu
meliputi (Kelainan his, faktor jalan lahir, kekuatan ibu, faktor reproduksi, faktor penyakit dan
ketuban pecah dini). Faktor janin meliputi (Mal presentasi, mal posisi, janin besar, lilitan tali
pusat).

Partus Lama merupakan fase laten lebih dari 8 jam, persalinan telah berlangsung 12 jam atau
lebih tanpa kelahiran bayi dan dilatasi serviks di kanan garis waspada pada partograf .Akibat dari
perpanjangan kala I fase aktif terhadap ibu adalah terjadi komplikasi dan akan menyebabkan
partus kasep serta jika tidak bisa ditangani akan menyebabkan kematian ibu. Sedangkan pada
janin akan mengakibatkan asfiksia dan kematian pada bayi.

Perpanjangan kala I fase aktif dapat dicegah dengan cara mengurangi tingkat kecemasan pada
ibu bersalin, mencegah terjadinya kontraksi yang tidak adekuat, pendampingan suami atau
keluarga, memenuhi kebutuhan nutrisi dan hidrasi ibu, posisi miring kiri serta asuhan yang baik.
Pencegahan ketuban pecah dini yaitu: Pemeriksaan kehamilan yang teratur, Kebiasaan hidup
sehat, sepertimengonsumsi makanan yang sehat, minum cukup, olahraga teratur, berhenti
melakukan hubungan seksual bila ada indikasi yang menyebabkan ketuban pecah dini, seperti
mulut rahim yang lemah

I.2 Rumusan Masalah

1. Apakah yang dimaksud dengan perpanjangan fase aktif ?


2. Bagaimana diagnose perpanjangan fase aktif ?
3. Adakah dampak yang terjadi akibat perpanjangan fase aktif dalam persalinan ?
4. Bagaimana penanganan yang dilakukan dalam perpanjangan fase aktif ?

5
I.3 Manfaat Pembuatan Makalah

1. Mahasiswa diharapkan mampu mengetahui diagnose perpanjangan fase aktif pada


persalinan.
2. Mahasiswa diharapkan mampu mengetahui dampak komplikasi yang terjadi pada bayi
dan ibu dalam perpanjangan fase aktif.
3. Mahasiswa diharapkan mampu melaksanakan penanganan dalam kasus perpanjangan
fase aktif.

6
BAB II

PEMBAHASAN

KB.I. Perpanjangan Fase Aktif

Persalinan merupakan proses pengeluaran hasil konsepsi dari intrauteri ke ekstrauteri. Tahap
awal dari persalinan adalah kala I yaitu adanya pembukaan dan dilatasi servik, yang terdiri dari
fase laten dan fase aktif. Fase laten adalah mulai adanya kontraksi yang teratur dan diikuti
dilatasi servik sampai dengan 3 cm sedangkan fase aktif adalah interval setelah fase laten yang
diikuti dilatasi servik hingga lengkap (10 cm). Kemajuan dari fase laten dan fase aktif
dipengaruhi oleh beberapa faktor.

Fase laten dan fase aktif mempunyai durasi yang berbeda. Fase laten adalah fase awal,
dimulai pada saat adanya kontraksi yang teratur , servik berdilatasi dari 0 sampai 3 cm (Pillitteri,
2009). Fase ini berlangsung sekitar 8 –10 jam pada primipara dan 6 sampai 8 jam pada nulipara
(Pillitteri, 2009). Pengkajian terhadap lama fase ini sangat penting untuk mengevaluasi adanya
abnormalitas persalinan. Fase aktif adalah fase setelah fase laten, dimana dilatasi servik
membuka 4 sampai dengan 10 cm (Chuma, Kihunrwa, Matovelo and Mahendeka, 2014). Rata-
rata lama pada fase aktif ini adalah 6 jam. Fase aktif merupakan saat yang melelahkan dan berat
bagi ibu. Nyeri juga dirasakan mulai punggung sampai dengan anus. Selain itu ibu juga
merasakan tidak nyaman pada daerah kaki. Hal inilah yang menunjukan karakteristik pada fase
aktif.

Menurut Friedman, permulaan fase laten ditandai dengan adanya kontraksi yang
menimbulkan nyeri secara regular yang dirasakan oleh ibu. Gejala ini dapat bervariasi menurut
masing –masing ibu bersalin. Friedman membagi masalah fase aktif menjadi gangguan
protraction (berkepanjangan/ berlarut-larut) dan arrest (macet/tidak maju). Protraksi
didefenisikan sebagai kecepatan pembukaan dan penurunan yang lambat yaitu untuk nulipara
adalah kecepatan pembukaan kurang dari 1,2 cm/jam atau penurunan kurang dari 1 cm/jam.
Untuk multipara kecepatan pembukaan kurang dari 1,5 cm/jam atau penurunan kurang dari2
cm/jam. Arrest didefenisikan sebagai berhentinya secara total pembukaan atau penurunan

7
ditandai dengan tidak adanya perubahan serviks dalam 2 jam (arrest of dilatation) dan kemacetan
penurunan (arrest of descent) sebagai tidak adanya penurunan janin dalam 1 jam.

Fase aktif memanjang dapat didiagnosis dengan menilai tanda dan gejala yaitu pembukaan
serviks melewati kanan gariswaspada partograf.Hal ini dapat dipertimbangkan adanya inertia
uteri jika frekwensi his kurang dari 3 his per 10 menit danlamanya kurang dari 40 detik,
disproporsi sefalopelvic didiagnosa jika pembukaan serviks dan turunnya bagian janinyang
dipresentasi tidak maju, sedangkan his baik. Obstruksikepala dapat diketahui dengan menilai
pembukaan serviks danturunnya bagian janin tidak maju karena kaput, moulase hebat, edema
serviks sedangkan malpresentasi dan malposisi dapatdiketahui presentasi selain vertex dan
oksiput anterior.

II. Penyebab Perpanjangan Fase Aktif


1. Kelainan letak janin
2. Kelainanpanggul
3. Kelainan his
4. Janin besar atau kelainan kongenital
5. Primitua

II. Faktor yang Mempengaruhi Perpanjangan Fase Aktif

1. Usia

Jika dilihat dari sisi biologis manusia 20 –35 merupakan tahun terbaik wanita untuk
hamil karena selain di usia ini kematangan organ reproduksi dan hormon telah bekerja dengan
baik juga belum ada penyakit-penyakit degenerative seperti hipertensi, diabetes, serta daya tahan
tubuh masih kuat. Tidak semua ibu dengan usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun
dipastikan mengalami partus lama, akan tetapi pada sebagian wanita dengan usia yang masih
muda organ reproduksinya masih belum begitu sempurna dan fungsi hormon-hormon yang
berhubungan dengan persalinan juga belum sempurna pula. Ditambah dengan keadaan
psikologis, emosional dan pengalaman yang belum pernah dialami sebelumnya dan
mempengaruhi kontraksi uterus menjadi tidak aktif, yang nantinya akan mempengaruhi lamanya
persalinan. Sedangkan pada ibu dengan usia lebih dari 35 tahun diketahui kerja organ-organ

8
reproduksinya sudah mulai lemah, dan tenaga ibu pun sudah mulai berkurang, hal ini akan
membuat ibu kesulitan untuk mengejan yang pada akhirnya apabila ibu terus menerus kehilangan
tenaga karena mengejan akan terjadi partus lama (Amuriddin, 2009).

Usia reproduktif hamil adalah 20-35 tahun, dimana di usia itu organ reproduksi sudah
matang. Sehingga uterus mampu berkontraksi secara maksimal saat kala I. Jika sudah >35 tahun
atau < 20 tahun kemungkinan terjadinya komplikasi selama persalinan dapat terjadi.

2. Paritas

Paritas merupakan faktor yang mendukung kuatnya kontraksi pada ibu bersalin. Pada usia
ibu bersalin yang terlalu tua dan terlalu sering melahirkan, kekuatan kontraksi uterus mulai
menurun sehingga akan memungkinkan lama persalinan akan mengalami perpanjangan
(Manuaba, 2010). Perpanjangan pada Kala I merupakan salah satu masalah yang sering terjadi
dalam proses persalinan. Kala I fase aktif normalnya berjalan selama 6 jam, apabila dalam 6 jam
pembukaan belum lengkap maka hal ini dapat dikatakan bahwa proses persalinan mengalami
perlambatan.

Ibu pada primigravida pembukaan cervic lebih lama dari multigravida karena porsio
belum pernah dilalui bayi, kondisi ini memicu terjadinya perpanjangan kala I fase aktif.

3. Disproporsi Sefalopelvik
Merupakan kondisi dimana jika kepalabayi lebih besar dari pelvis, hal ini menjadi
penyebab janin kesulitan melewati pelvis.Disproporsi sefalopelvik juga bisa terjadi akibat pelvis
sempit dengan ukuran kepala janin normal, atau pelvis normal dengan janin besar, atau
kombinasi antara bayi besar dan pelvis sempit.

4. Malpresentasi dan malposisi


Malpresentasi adalah bagian terendah janin yang berada disegmen bawah rahim bukan
belakang kepala.Sedangkan malposisi adalah penunjuk (presenting part) tidak berada di
anterior.Dalam keadaan normal presentasi janin adalah belakang kepala dengan penunjuk ubun-
ubun kecil dalam posisi transversal (saat masuk PAP), dan posisi anterior (setelahmelewati PAP)
dengan presentasi tersebut, kepala janin akanmasuk panggul dalam ukuran terkecilnya. Sikap
yang tidaknormal akan menimbulkan malpresentasi pada janin

9
Dan kesulitan persalinan. Sikap ekstensi ringan akan menjadikanpresentasi puncak kepala
(dengan penunjuk ubun-ubun besar),ekstensi sedang menjadikan presentasi dahi
(denganpenunjuksinsiput), dan ekstensi maksimal menjadikanpresentasi muka (dengan penunjuk
dagu).Apabila janin dalam keadaan malpresentasi danmalposisi maka dapat terjadi
persalinanyang lama atau bahkan macet.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Evy Soviyati menyatakan bahwa terdapat 65,4% ibu
mengalami lama persalinan lebih dari 18 jam dengan malposisi sedangkan 60,7% ibu mengalami
lama persalinan lebih dari 18 jam mengalami posisi normal. analisis Odd Ratiosebesar 1,2
artinya ibu yang mengalami malposisi saat bersalin beresiko 1,2 kali lebih besar mengalami
partus lama.

5. Kerja uterus yang tidak efisien


Disfungsi uterus mencakup kerja uterus yang tidakterkoordinasikan, inersia uteri,
danketidakmampuan dilatasi serviksmenyebabkan partus menjadi lamadan kemajuan persalinan
mungkin terhenti sama sekali.Keadaan ini sering sekali disertai disproporsi dan malpresentasi.

6. Primigraviditas
Pada primigravida lama rata-rata fase laten adalah 8 jam, dengan batas normal sebelah
atas pada 20 jam.Sedangkan fase aktif pada primigravida lebih dari 12 jam merupakan keadaan
abnormal. Hal yang lebih penting dari fase ini adalah kecepatan dilatasi serviks.Laju yang
kurang dari 1,2 cm per jam membuktikanadanya abnormalitas dan harus
menimbulkankewaspadaan dokter yang akan menolong persalinantersebut.

7. Ketuban pecah dini


Pecahnya ketuban dengan adanya serviks yang matang dan kontraksi yang kuat tidak
pernah memperpanjang waktu persalinan, akan tetapi bila kantong ketuban pecah pada saat
serviks masih keras, dan menutup maka sering terjadi periode laten yang lama,hal ini
dikarenakan oleh ukuran Pintu Atas Panggul (PAP) yang sempit sehingga berpegaruh terhadap
persalinan yaitu pembukaan serviks menjadi lambat dan seringkali tidak lengkap serta
menyebabkan kerja uterus tidak efisien. Ketidakmampuan serviks untuk membuka secara lancar

10
dan cepatserta kontraksi rahim yang tidak efisien inilah dapat menyebabkan terjadinya partus
lama.
Penelitian yang dilakukan oleh Mokhammad Nurhadipada 62 responden menyatakan
lama persalinan responden yang mengalami KPD saat inpartu 46%, jauh lebih tinggi di
bandingkan dengan yang belum inpartu 15% yang artinya kelompok yang mengalami KPD saat
belum inpartu jauh lebih beresiko mengalami partus lama dibandingkan yang tidak mengalami
KPD.

III.Dampak Perpanjangan Fase Aktif

Partus lama dapat berakibat buruk baik pada ibu maupun pada bayi. Ibu dan bayi dapat
mengalami distressserta meningkanresiko infeksi karena dapat menyebabkan meningkatnya
tindakan intervensi serta resiko terjadinya perdarahan post partum dan atonia uteri.Komplikasi
dari partus lama yaitu, atonia uteri, laserasi, perdarahan, infeksi, kelelahan ibu dan shock,
asfiksia, trauma cerebri, cedera akibat tindakan ekstraksi dan rotasi.
Beberapa dampak yang dapat terjadi akibat partus lama pada ibudan janin yaitu:
1. Ruptur Uteri
Bila membran amnion pecah dan cairan amnion mengalir keluar, janin akan didorong ke
segmen bawah rahim melalui kontraksi. Bila kontraksi berlanjut, segmen bawa rahim menjadi
meregang sehingga menjadi berbahaya karena menipis dan menjadi lebih mudah ruptur. Ruptur
uteri lebih seringterjadi pada multipara terutama jika uterus telah melemah karena jaringan parut
atau riwayatsecsio secarea. Kejadian rupture juga dapat menyebabkan perdarahan persalinan
yang berakibat fatal jika tidak segera ditangani. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Psiari
Kusuma Wardani menyatakan bahwa ada hubungan antara kejadian partus lama dengan
perdarahan post partum yaitu didapatkan hasil analisis menunjukkan nilai OR 9,598. Artinya ibu
yang mengalami kejadian partus lama berpeluang 9,598 kali untuk mengalami perdarahan post
partum.

11
2. Pembentukan Fistula
Jika kepala janin terhambat cukup lama dalam pelvis, maka sebagian kandung kemih,
serviks, vagina dan rektum terperangkap diantara kepala janin dan tulang –tulang pelvis dan
mendapatkan tekanan yang berlebihan. Hal ini mengakibatkan kerusakan sirkulasi oksigenasi
pada jaringan – jaringan ini menjadi tidak adekuat sehingga terjadi nekrosis dalam beberapa hari
dan menimbulkan munculnya fistula. Fistula dapat berupa vesiko-vaginal (diantara kandung
kemih dan vagina), vesiko –servikal (diantara kandung kemih dan serviks), dan rekto –vaginal
(berada diantara rektum dan vagina), yang dapat menyebabkan terjadinya kebocoran urin atau
veses dalam vagina. Fistula umumnya terbentuk setelah kala dua persalinan yang lama dan
biasanya terjadi pada nulipara, yaitu terutama pada Negara –negara dengan tingkat kehamilan
dengan usia dini.

3. Sepsis Puerperalis
Infeksi merupakan bahaya serius bagi ibu dan bayi pada kasus –kasus persalinan lama
terutama karena selaput ketuban pecah dini.

4. Cedera otot-otot dasar panggul


Saat kelahiran bayi, dasar panggul mendapat tekanan langsung dari kepala janin serta
tekanan kebawah akibat upaya mengejan ibu. Gaya ini meregangkan dan melebarkan dasar
panggul sehingga terjadi perubahan fungsional dan anatomic otot saraf dan jaringan ikat yang
akan menimbulkan inkontinensia urin dan prolaps organ panggul.65)Kaput suksedaneumApabila
panggul sempit, sewaktu persalinan sering terjadi kaput suksedaneum yang besar di bagian
bawah janin. Kaput ini dapat berukuran besar dan menyebabkan kesalahan diagnostik yang
serius.

5. Molase kepala janin


Akibat tekanan his yang kuat, lempeng-lempeng tulang tengkorak saling bertumpang
tindih satu sama lain di sutura besar, dimana batas median tulang parietal yang berkontak dengan
promontorium tumpang tindih dengan tulang disebelahnya, hal yang sama terjadi pada tulang.

12
6. Kematian janin
Bila persalinan macet atau persalinan lama dibiarkan lebih lama maka akan
mengakibatkan kematian janin yang disebabkan karena tekanan berlebihan pada plasenta dan
korda umbilicus. Janin yang mati itu akanmelunak akibat pembusukan sehingga dapat
menyebabkan terjadinya koagulasi intravaskuler diseminata (KID). Hal ini dapat mengakibatkan
perdarahan, syok dan kematian pada maternal.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Siti Candra W.B dan kawan-kawan mengenai
hubungan partus lama dengan kejadian post partum dini menyimpulkan bahwa semakin lama
proses persalinan maka kemungkinanan untuk terjadi perdarahan post partum dini semakin besar
sehingga dapat menyebabkan kegawatdaruratan obstetrik hingga kematian pada janin.

III. Asuhan kebidanan pada perpanjangan fase aktif


 Atasi penyebab fisik
1. Kosongkan kandung kemih
2. Lapar atau haus
3. Mobilisasi
 Pertimbangkan kebutuhan psikologis
1. Dengarkan ibu, tanyakan mengenai kecemasan dan ketakutanya
2. Penjelasan, penjaminan, dan berbagai informasi
 Kurangi stresor lingkungan
1. Gunakan lampu redup, music
2. Pertahankan Privasi
 Berikan dukungan
1. Penyemangatan verbal, pujian, mempertahankan kontak mata
2. Bantuan kenyamanan, sentuhan dan pijatan
3. Fasilitasi atau anjurkan melibatkan peran serta suami

13
KB.II. Ketuban Dengan Mekonium

Defenisi

Mekonium adalah istilah medis yang diartikan sebagai feses pertama bayi. Normalnya,
mekonium dikeluarkan oleh bayi setelah ia lahir. Namun, ada juga bayi yang mengeluarkannya
selagi masih di dalam kandungan. Istilah mekonium berasal dari bahasa Yunani kuno meconium-
arion atau seperti opium. Isi usus janin dan mekonium adalah campuran berbagai bahan kimia
yang steril, termasuk glikoprotein mukus, verniks caseosa yang tertelan, sekresi saluran
pencernaan, enzim hati, pankreas dan empedu, protein plasma, mineral, dan lipid [ CITATION
Msh16 \l 1057 ]

Air ketuban (AK) adalah cairan jernih dengan warna agak kekuningan yang menyelimuti
janin di dalam rahim selama masa kehamilan, berada di dalam kantong ketuban, dan mempunyai
banyak fungsi. Air ketuban yang berubah menjadi berwarna kehijauan atau kecoklatan,
menunjukkan bahwa neonatus telah mengeluarkan mekonium, menjadi petanda bahwa neonatus
dalam keadaan stress dan hipoksia.

Janin di dalam rahim laksana mengambang di dalam air ketuban (selanjutnya disebut
AK). Selama kehamilan volume AK meningkat sesuai dengan pertumbuhan janin. Volume
paling besar terjadi saat mendekati umur kehamilan 34 minggu, dengan rerata volume 800
mililiter. Kurang lebih 600 mililiter AK meliputi janin saat neonatus cukup bulan (40 minggu
kehamilan) dan saat dilahirkan.

Cairan AK bersirkulasi dengan cara janin menelan dan menghirup serta pengeluaran melalui urin
janin.

Air ketuban yang normal jernih berwarna agak kekuningan, menyelimuti janin di dalam rahim
selama masa kehamilan.

Air ketuban berada di dalam kantong ketuban, mempunyai berbagai fungsi antara lain:

a. Memungkinkan janin untuk bergerak bebas dan perkembangan muskuloskeletal


b. Memelihara janin dalam lingkungan suhu yang relatif stabil, yang meliputi janin sehingga
melindungi janin dari kehilangan panas

14
c. Memungkinkan perkembangan paru janin
d. Sebagai bantalan dan melindungi janin. Saat trimester kedua, janin mampu menghirup cairan
ke dalam paru dan menelannya, sehingga mendorong perkembangan dan pertumbuhan
normal sistem paru dan pencernaan. Janin bergerak bebas dalam AK sehingga membantu
perkembangan otot dan tulang. Kantung ketuban terbentuk saat duabelas hari setelah
pembuahan, kemudian segera terisi oleh AK. Saat minggu-minggu awal kehamilan, AK
terutama mengandung air yang berasal dari ibu, setelah sekitar duapuluh minggu urin janin
membentuk sebagian besar AK
e. Mengandung nutrien, hormon dan antibodi yang melindungi dari penyakit
f. Air ketuban berkembang dan mengisi kantong ketuban mulai dua minggu sesudah
pembuahan. Setelah sepuluh minggu kemudian AK mengandung protein, karbohidrat, lemak,
fosfolipid, urea, dan elektrolit, untuk membantu pertumbuhan janin. Pada saat akhir
kehamilan sebagian besar AK terdiri dari urin janin.
g. Air ketuban secara terus menerus ditelan, “dihirup” dan diganti lewat proses ekskresi seperti
juga dikeluarkan sebagai urin. Merupakan hal yang penting bahwa AK dihirup ke dalam paru
janin untuk membantu paru mengembang sempurna, AK yang tertelan membantu
pembentukan mekonium keluar saat ketuban pecah. Apabila ketuban pecah terjadi selama
proses persalinan disebut ketuban pecah spontan, apabila terjadi sebelum proses persalinan
disebut sebagai ketuban pecah dini. Sebagian besar AK tetap berada dalam rahim sampai
neonatus lahir.

A. KARAKTERISTIK MEKONIUM.

1. Mekonium tidak berbau


Mekonium tidak berbau dikarenakan mekonium masih steril alias belum terjamah oleh bakteri-
bakteri di usus bayi. Bakteri baru mulai muncul ketika bayi mulai mendapat asupan ASI atau
susu.
2. Mekonium mengandung bulu-bulu halus
Komposisi mekonium terdiri dari zat-zat yang ditelan bayi selama ia berada dalam rahim, seperti
air, cairan ketuban, lendir, pembuangan dari empedu, dan sel-sel kulit. Jadi, jangan kaget jika
melihat ada rambut pada mekonium, karena rambut-rambut halus yang menutupi tubuhnya
sendiri juga bisa tertelan oleh bayi.

15
3. Mekonium berwarna hitam kehijauan
Mekonium berwarna hijau tua atau hitam kehijauan, serta memiliki tekstur yang kental dan
lengket menyerupai tar.

4. Mekonium akan dikeluarkan bayi dalam waktu 24 jam


Kemungkinan besar, bayi akan mengeluarkan mekonium pertama kali dalam waktu 24 jam sejak
kelahirannya. Pada beberapa keadaan, mekonium bisa tidak keluar dalam 24 jam pertama usia
bayi. Hal ini dapat disebabkan oleh gangguan usus, feses tersumbat, atau kelainan pada saluran
cerna, misalnya atresia ani.
B. FAKTOR PENYEBAB ADANYA MEKONIUM DI DALAM AIR KETUBAN

 Stres pada janin akibat kekurangan darah atau oksigen. Masalah plasenta juga dapat memicu
hal ini.
 Bayi belum juga lahir meski sudah melewati HPL (hari perkiraan lahir).
 Persalinan yang lama dan sulit.
 Terdapat masalah pada ibu, seperti tekanan darah tinggi atau penyakit lainnya. 
 Ibu yang merokok saat hamil.
 Buruknya perkembangan intrauterin.

C. AKIBAT YANG DITIMBULKAN APABILA JANIN MENGHIRUP MEKONIUM


SAAT DI DALAM KANDUNGAN

Bayi dapat menghirup mekonium pada saat masih dalam kandungan, sepanjang proses
persalinan, atau sesaat setelah lahir. Mekonium yang dikeluarkan bayi setelah dilahirkan tidak
berbahaya. Namun, sebagian bayi dapat mengeluarkan mekonium saat masih berada di dalam
rahim atau dalam proses dilahirkan. Masalah ini terjadi pada hampir 25 persen bayi.Kondisi ini
dapat meningkatkan risiko terjadinya komplikasi akibat terhirupnya mekonium yang disebut
dengan sindrom aspirasi mekonium (MAS). Sindrom aspirasi mekonium adalah kondisi
mekonium yang dikeluarkan di dalam rahim tertelan atau terhirup ke dalam paru-paru bayi yang
belum lahir.

16
Berikut adalah beberapa hal yang perlu diperhatikan terkait sindrom aspirasi meconium:

 Mekonium yang keluar sebelum bayi dilahirkan dapat ditandai dengan warna cairan
ketuban yang terlihat kotor. Dengan demikian, dokter dapat mengenali bahwa mekonium
sudah keluar.
 Walaupun bayi telah mengeluarkan mekonium di dalam rahim, bukan berarti ia pasti
mengalami sindrom aspirasi mekonium. Akan tetapi, bayi Anda akan memerlukan
pemantauan lebih lanjut untuk memastikan bahwa ia tidak mengalami komplikasi.
 Sindrom aspirasi mekonium jarang terjadi pada bayi yang lahir sebelum berusia 34
minggu. Namun, risikonya dapat meningkat pada bayi yang terlambat dilahirkan.
 Sindrom ini dapat terjadi saat bayi menghirup campuran mekonium dan cairan ketuban
sebelum, selama, atau setelah persalinan.
 Kondisi ini bisa membuat sebagian atau seluruh saluran pernapasan bayi terhalang
sehingga membuat bayi kesulitan bernapas dan memerlukan penanganan secepatnya.

Sindrom aspirasi mekonium dapat menyebabkan terjadinya pneumotoraks. Kondisi ini diawali


dengan sumbatan pada sebagian saluran pernapasan. Walaupun udara masih bisa mencapai
bagian paru-paru di luar penyumbatan, sindrom aspirasi mekonium mencegah udara untuk
dikeluarkan.Sebagai konsekuensinya, paru-paru menjadi terlalu mengembang sehingga membuat
sebagian dari organ ini terus membesar dan kemudian kolaps (mengempis). Lalu, udara dapat
menumpuk di dalam rongga dada di sekitar paru-paru.Selain itu, aspirasi mekonium ke dalam
paru-paru dapat menyebabkan radang paru-paru dan meningkatkan risiko infeksi paru-paru. Bayi
baru lahir dengan sindrom aspirasi mekonium juga berisiko tinggi mengalami hipertensi
pulmonal persisten neonatus.

Selain hal diatas, akibat yang dapat timbul apabila janin menghirup mekonium adalah:
 Iritasi dan luka pada jalan napas dan jaringan paru-paru.
 Menghambat surfaktan, yaitu zat lemak yang membantu paru-paru terbuka setelah lahir.

Ciri bayi BAB dalam kandungan dapat terlihat dari air ketuban yang berwarna hijau kecokelatan
dan terdapat mekonium di dalamnya.

17
Anda juga dapat mengetahui hal ini dari kondisi bayi saat baru lahir. Melansir situs National
Library of Medicine, berikut beberapa efek yang ditimbulkannya:
 Warna kulit kebiruan (sianosis) pada bayi.
 Bayi bekerja keras untuk bernapas sehingga mengakibatkan napasnya berisik,
mendengus, menggunakan otot ekstra untuk bernapas, dan bernapas dengan cepat.
 Bayi tidak bernapas karena kurangnya kinerja organ pernapasan, atau mengalami napas
tercekat (apnea).

D. PENANGANAN SINDROM ASPIRASI MEKONIUM

Tata laksana SAM bersifat suportif pada jalan pernapasan bayi. Artinya, resusitasi awal neonatus
harus dilakukan dengan benar untuk membantu membersihkan mekonium dengan suctioning. Kemudian
pemberian antibiotik spektrum luas diperlukan karena mekonium yang walaupun pada awalnya bersifat
steril tetapi saat mekonium sudah mencemari amnion maka kemampuan bakteriostatik amnion akan
terhambat. Antibiotik spektrum luas diperlukan untuk mengatasi infeksi yang timbul setelah terhirupnya
mekonium yang akan mengakibatkan lokalisasi infeksi terutama di saluran napas bayi. Pemberian
suplementasi oksigen merupakan tata laksana berikutnya yang dapat diberikan. Suplementasi oksigen
dengan positive end expiratory pressure (PEEP) akan sangat membantu bayi dengan SAM untuk
membantu alveoli tetap terbuka yang mungkin akan sulit mengembang karena lengketnya mekonium.
Pemberian bubble CPAP dan NIV akan sangat membantu. Pada laporan ini, bayi dengan SAM yang
sampai dengan membutuhkan ventilasi mekanik invasif memiliki luaran yang buruk, bayi tersebut tidak
tertolong [ CITATION Ahi18 \l 1057 ]

E. CARA MENDETEKSI KEKERUHAN AIR KETUBAN

Cara mengetahui atau mendiagnosis mekonium dalam AK saat masa kehamilan dapat digunakan
beberapa modalitas seperti:
 amnioskopi transervikal
 amniosintesis dan terakhir
 ultrasonografi serta magnetic resonance spectroscopy.
Suatu penelitian guna menurunkan angka kematian perinatal dihubungkan mekonium dalam AK
dengan kelainan ritme jantung. Hasil penelitian menunjukkan 56% janin dengan mekonium

18
dalam AK berat, 22% janin dengan mekonium dalam AK ringan, atau AK jernih, mempunyai
ritme jantung yang abnormal.
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengetahui mekonium di dalam air ketuban karena
mortalitas dan morbiditas sindrom aspirasi mekonium (SAM) yang tinggi. Penilaian secara
kualitatif yaitu dengan melihat kekeruhan air ketuban secara visual, dapat dibedakan air ketuban
antara thick, medium, dan thin, kelemahan penilaian secara visual bersifat subjektif dari penilai.

KB.III. Ketuban Pecah Dini

1. Definisi Ketuban Pecah Dini (KPD)

Ketuban pecah dini memiliki bermacam-macam batasan, teori dan definisi.


Ketuban pecah dini (KPD) atau Premature Rupture of the Membranes (PROM) adalah
keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum terjadinya proses persalinan pada kehamilan
aterm. Sedangkan Preterm Premature Rupture of the Membranes(PPROM) adalah
pecahnya ketuban pada pasien dengan usia kehamilan kurang dari 37 minggu (Parry and
Strauss, 1998; Brian and Mercer, 2003; Mamede dkk., 2012).

2. Epidemiologi KPD
Kejadian ketuban pecah dini (KPD) terjadi pada 10-12% dari semua kehamilan.
Pada kehamilan aterm insidensinya 6-19%, sedangkan pada kehamilan preterm 2-5%.
Laporan lain mendapatkan ketuban pecah dini terjadi pada sekitar 6% sampai 8%
wanita sebelum usia kehamilan 37 minggu dan secara langsung mendahului 20%
sampai 50% dari semua kelahiran prematur (Getahun dkk., 2012).

Insiden KPD di seluruh dunia bervariasi antara 5-10% dan hampir 80% terjadi pada usia
kehamilan aterm (Adeniji dkk., 2013; Endale dkk., 2016). Sementara itu, insiden KPD
preterm diperkirakan sebesar 3-8% (Okeke dkk., 2014). Dalam keadaan normal, 8-10%
wanita hamil aterm akan mengalami KPD dan hanya 1% terjadi pada usia kehamilan
preterm (Soewarto, 2010). Prevalensi dari KPD preterm di dunia adalah 3 – 4,5 %
kehamilan (Lee, 2001) dan merupakan penyumbang dari 6 – 40 % persalinan preterm
atau prematuritas (Furman dkk., 2000). Di China dilaporkan insiden KPD lebih tinggi
sekitar 19.53% dari seluruh kehamilan (Yu, 2015), sedangkan di Indonesia berkisar

19
antara 4,5% sampai 7,6% (Wiradarma dkk., 2013). Di RSUP Sanglah Denpasar,
Suwiyoga dan Budayasa (2005) melaporkan angka kejadian kasus KPD sebesar12,92 %
dimana kasus KPD aterm sebesar 83.23% dan KPD preterm sebesar 16.77% dari 2113
persalinan. Budijaya dan Surya Negara (2016) melaporkan kasus Ketuban Pecah Dini
(KPD) di RSUP Sanglah Denpasar sebanyak 212 kasus dari 1450 persalinan (14,62%).
Kejadian persalinan dengan KPD pada usia kehamilan aterm (≥37 minggu) yaitu 179
kasus (84,43%), sedangkan pada preterm sebanyak 33 kasus (15,57%).
Ketuban pecah dini preterm dikaitkan dengan 30-40% kelahiran prematur dan
merupakan penyebab utama kelahiran prematur. Ketuban pecah dini preterm yang
terjadi sebelum usia kehamilan 24 minggu, juga disebut sebagai KPD preterm
previable, kejadiannya kurang dari 1% kehamilan dan berhubungan dengan komplikasi
yang berat pada ibu ataupun janin (Brian dan Mercer, 2003; Adeniji dkk., 2013; Endale
dkk., 2016). Kasus dengan ketuban pecah dini akan mengalami persalinan hampir 95%
dalam waktu 24 jam. Ketuban pecah dini pada kehamilan preterm akan lahir sebelum
umur kehamilan aterm terjadi dalam satu minggu setelah selaput ketuban pecah
(Revanthi dkk., 2015; Endale dkk., 2016; Lorthe dkk., 2016).

Pada ketuban pecah dini preterm terjadi risiko baik pada janin maupun pada ibu.
Komplikasi maternal meliputi infeksi intrauterin, retensio plasenta, dan solusio
plasenta; juga dilaporkan ada beberapa kasus sepsis dan kematian maternal. Pada
kehamilan preterm angka insiden korioamnionitis sekitar 13-60% dan solusio plasenta
terjadi pada 4-12% kehamilan dengan ketuban pecah dini. Peradangan selaput ketuban
atau korioamnionitis terjadi pada 9% kehamilan dengan ketuban pecah dini aterm, risiko
meningkat sampai 24% apabila pecah ketuban terjadi lebih dari 24 jam. Parameter
morbiditas neonatus yaitu sindrom distres pernafasan / respiratory distress syndrome
(RDS), displasia bronkopulmoner, hipertensi pulmonal permanen pada neonatus
(PPHN), patent ductus arteriosus (PDA), infeksi, perdarahan intraventricular (IVH),
kontraktur, retinopathy of prematurity (ROP), dan necrotizing enterocolitis (NEC).
Kematian janin dilaporkan pada 3 – 22% kasus pecah ketuban dini preterm dengan usia
kehamilan 16 – 28 minggu. Kejadian sepsis pada ibu sekitar 0,8% yang menyebabkan
kematian 0,14%. Risiko pada janin dapat terjadi infeksi intrauterin, penekanan tali
pusat dan solusio plasenta. Usia kehamilan saat terjadinya KPD preterm previable dan

20
saat persalinan, keduanya menentukan hasil luaran neonatus. Komplikasi neonatus yang
umum terjadi adalah hipoplasia jaringan paru, displasia bronkopulmoner, kontraktur dan
infeksi. Tingkat survival neonatus telah meningkat dalam beberapa dekade terakhir.
Namun, angka kematian neonatus setelah komplikasi obstetri ini dilaporkan masih
tinggi dan bervariasi antara 34 sampai 82% (Tsiartas dkk., 2013; Endale dkk., 2016;
Linehan dkk., 2016).

A. PRINSIP DASAR KETUBAN PECAH DINI (KPD)


1. Ketuban dinyatakan pecah dini apabila terjadi sebelum proses persalinan
berlangsung.
2. Ketuban pecah dini merupakan masalah penting dalam Obstetri berkaitan
dengan penyulit kelahiran dan terjadinya infeksi khorioamnionitis sampai
sepsis.
3. Ketuban pecah dini disebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan atau
meningkatnya tekanan intrauterine atau oleh kedua tersebut. Berkurangnya
kekuatan membrane disebabkan oleh adanya infeksi yang dapat berasal dari
vagina dan serviks.
4. Penanganan ketuban pecah dini memerlukan pertimbangan usia gestasi,
adanya infeksi pada komplikasi ibu dan janin, dan adanya tanda-tanda
persalinan. (Sarwono Prawiraharjo, 2001).

B. PENGERTIAN KETUBAN PECAH DINI (KPD)


Ketuban pecah dini atau Spontaneous / Early-Premature Rupture Of The
Membrane (prom) adalah pecahnya ketuban sebelum inpartu yaitu bila pembukaan
pada primi kurang dari 3 cm dan pada multipara < 5 cm. Bila periode laten terlalu
pajang dan ketuban sudah pecah, maka dapat terjadi infeksi yang dapat
meninggikan angka kematian ibu dan anak..
1. Selaput janin dapat robek dalam kehamilan:
a. Spontan karena selaputnya lemah atau kurang terlindung karena
cervix terbuka (cervix yang inkompelent).
b. Karena trauma, karena jatuh, coitus atau alat-alat.
c. Insiden menurut Eastman kira-kira 12% dari semua kehamilan.

21
2. Gejala :
a. Air ketuban mengalir keluar, hingga ampe lebih kecil dari
sesuai dengan tuanya kehamilan konsistensinya lebih keras.
b. Biasanya terjadi persalinan
c. Cairan:hydroohoeaamniotic

PATOGENESIS
1. Adanya hipermotilitas yang sudah lama terjadi sebelum ketuban pecah.
Penyakit-penyakit : Pielonefritis, Sistitis, Servisitis, dan Vaginitis terdapat
bersama-sama dengan hipermotililtas ini.
2. Ketuban terlalu tipis (kelainan ketuban)
3. Infeksi (amnionitas) (Khorioamnionitis)
4. Faktor-faktor lain merupakan predis posisi adalah: multipara, malposisi,
disproporsi, cervik incompeten dll.
5. Artifisal (ammoniotomi) dimana ketuban dipecahkan terlalu dini.

a. Cara menentukan ketuban pecah dini


 Adanya cairan berisi mekoneum, verniks koseso, rambut lanugo
dan kadang kala berbau sudah infeksi
 Inspekula : lihat dan perhatikan apakah memang air ketuban keluar
dari kanalis serisis dan bagian yang sudah pecah.
 Lakus (litmus)
 jadi biru (basa)…..................................air kertuban
 jadi merah (asam)…..................................air kemih (urine)
 Pemeriksaan Ph forniks posterior pada prom [H
 Pemeriksaan hispatologi air

22
i. Pengaruh PROM (KPD)
a) Pengaruh terhadap janin
Walaupun ibu belum menunjukkan gejala-gejala infeksi tetapi janin
mungkin sudah terkena infeksi karena infeksi intrauterine lebih duluan
terjadi (amnionitis,Vakulitis) sebelum gejala pada ibu dirasakan jadi
akan meninggikan mortalitas dan morbiditas perinatal.
b) Pengaruh terhadap ibu
Karena jalan telah terbuka antara lain akan dijumpai Infeksi intrapartal
apalagi bila terlalu sering di periksa dalam, Infeksi peurperalis (nifas),
Peroitonitis dan septikemi. Dry-labor
Ibu akan jadi lelah, lelah terbaring di tempat tidur, partus akan jadi lama,
maka suhu badan naik, nadi cepat, dan nampak gejala infeksi. Jadi akan
meninggikan angka kematian dan angka mobilitas pada ibu. ( PROF. DR.
RUSTAM MOCHTAR, MPH )

ii. Penilaian Klinik


1. Tentukan pecahnya selaput ketuban. Di tentukan dengan adanya cairan
ketuban dari vagina, jika tidak ada dapat dicoba dengan gerakan sedikit
bagian terbawah janin atau meminta pasien batuk atau mengedan.
Penentuan cairan ketuban dapat dilakukan dengan test lakmus (mitrazin
test) merah menjadi biru, membantu dalam menentukan jumlah cairan
ketuban dan usia kehamilan, kelainan janin.
2. Tentukan usia kehamilan, bila perlu dengan USG
3. Tentukan ada tidaknya infeksi :suhu ibu lebih besar atau sama dengan
38o C, air ketuban yang keluar dan berbau, janin mengalami takhikardi,
mungkin mengalami infeksi intrauterine.
4. tentukan tanda-tanda inpartu: kontraksi teratur, periksa dalam dilakukan
bila akan dilakukan penanganan aktif (erminasi kehamilan) antara lain
untuk menilai skor pelvik.

23
C. PENANGANAN
a. Kalau kehamilan sudah aterm dilakukan induksi
b. Kalau anak premature diusahakan supaya kehamilan dapat berlangsung
terus, misalnya dengan istirahat dan pemberian amper re e.
c. Kalau kehamilan masih sangat muda (dibawah 28 minggu) dilakukan
induksi
d. Mempertahankan kehamilan supaya bayi lahir (berlangsung +/- 72 jam)
e. Pantau keadaan umum itu, tanda vital dan distress janin/kelainan lainnya
pada ibu dan pada janin
f. Observasi ibu terhadap infeksi khorioamnionitis sampai sepsis
g. KIM terhadap ibu dan keluarga, sehingga dapat pengertian bahwa
tindakan mendadak mungkin ditambah dengan pertimbangan untuk
menyelamatkan ibu dan bayi.
h. Bila tidak terjadi his spontan dalam 24 jam atau terjadi komplikasi
lainnya, rujuk ibu segera ke fasilitas yang lebih tinggi (OBSTETRI
PATOLOGI UNPAD)

D. KOSERVATIF
a. Rawat di rumah sakit
b. Berikan (ampisilin 4x500 mg dan metronidazol 2x500 mg selama 7 hari).
c. Jika umur kehamilan kurang dari 32-34 minggu, dirawat selama air
kertuban tidak keluar lagi .

d. Jika usia kehamilan 32-7 minggu belum importu, tidak ada infeksi,
tes busa, beri deksametason, obserfasi tanda-tanda infeksi dan
kesejahteraan janin. Terminasi pada kehamilan 37 minggu.
e. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah importu, tidak ada infeksi,
berikan tokolitik (salbutamol), deksometason dan induksi sesudah
24 jam
f. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri antibiotic dan

24
lakukan induksi
g. Nilai tanda-tanda infeksi ( suhu, tanda-tanda infeksi intrauteri )
h. Pada usia kehamilan 32-34 minggu berikan steroid, untuk memacu
kematangan paru janin, dan lakukan kemungkinan kadar lesitin dan
spingomielin tiap minggu dosis bertambah 12 mg per hari dosis
tunggal selama 2 hari, deksamatason IM 5 mg setiap 6 jam sebanyak
4 kali.

E. AKTIF
a. Kehamilan lebih dari 37 minggu, induksi dengan oksitosin, bila
gagal SC dapat pula diberikan misoprostol 50 mg intravaginal tiap 6
jam maksimal 4 kali.

b. Bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotika dosis tinggi dan


persalinan di akhiri.

-Bila skor pelvik kurang dari 5, lakukan pematangan serviks,


kemudian induksi. Jika tidak berhasil, akhiri persalinan dengan SC.

-Bila skor pelvik lebih dari 5, induksi persalinan, partus pervaginam

25
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Partus Lama merupakan fase laten lebih dari 8 jam, persalinan telah berlangsung 12 jam
atau lebih tanpa kelahiran bayi dan dilatasi serviks di kanan garis waspada pada partograf
.Akibat dari perpanjangan kala I fase aktif terhadap ibu adalah terjadi komplikasi dan akan
menyebabkan partus kasep serta jika tidak bisa ditangani akan menyebabkan kematian ibu.
Sedangkan pada janin akan mengakibatkan asfiksia dan kematian pada bayi.

Perpanjangan kala I fase aktif dapat dicegah dengan cara mengurangi tingkat kecemasan
pada ibu bersalin, mencegah terjadinya kontraksi yang tidak adekuat, pendampingan suami atau
keluarga, memenuhi kebutuhan nutrisi dan hidrasi ibu, posisi miring kiri serta asuhan yang baik.
Pencegahan ketuban pecah dini yaitu: Pemeriksaan kehamilan yang teratur, Kebiasaan hidup
sehat, sepertimengonsumsi makanan yang sehat, minum cukup, olahraga teratur, berhenti
melakukan hubungan seksual bila ada indikasi yang menyebabkan ketuban pecah dini, seperti
mulut rahim yang lemah.

Fase aktif memanjang dapat didiagnosis dengan menilai tanda dan gejala yaitu
pembukaan serviks melewati kanan gariswaspada partograf.Hal ini dapat dipertimbangkan
adanya inertia uteri jika frekwensi his kurang dari 3 his per 10 menit danlamanya kurang dari 40
detik, disproporsi sefalopelvic didiagnosa jika pembukaan serviks dan turunnya bagian janinyang
dipresentasi tidak maju, sedangkan his baik. Obstruksikepala dapat diketahui dengan menilai
pembukaan serviks danturunnya bagian janin tidak maju karena kaput, moulase hebat, edema
serviks sedangkan malpresentasi dan malposisi dapatdiketahui presentasi selain vertex dan
oksiput-anterior.

Mekonium adalah istilah medis yang diartikan sebagai feses pertama bayi. Normalnya,
mekonium dikeluarkan oleh bayi setelah ia lahir. Namun, ada juga bayi yang mengeluarkannya
selagi masih di dalam kandungan. Istilah mekonium berasal dari bahasa Yunani kuno meconium-
arion atau seperti opium.

26
Karakteristik meconium:

 Mekonium tidak berbau

 Mekonium mengandung bulu-bulu halus

 Mekonium berwarna hitam kehijauan

 Mekonium akan dikeluarkan bayi dalam waktu 24 jam

Salah satu factor penyebab adanya meconium di dalam air ketuban adalah:

 Stres pada janin akibat kekurangan darah atau oksigen. Masalah plasenta juga dapat memicu
hal ini.
 Bayi belum juga lahir meski sudah melewati HPL (hari perkiraan lahir).
 Persalinan yang lama dan sulit.

akibat yang dapat timbul apabila janin menghirup mekonium adalah:


 Iritasi dan luka pada jalan napas dan jaringan paru-paru.
 Menghambat surfaktan, yaitu zat lemak yang membantu paru-paru terbuka setelah lahir
 Sindrom afiksia mekonium

Tata laksana apabila bayi di dalam kandungan menghirup meconium, resusitasi awal neonatus harus
dilakukan dengan benar untuk membantu membersihkan mekonium dengan suctioning. Kemudian
pemberian antibiotik spektrum luas diperlukan karena mekonium yang walaupun pada awalnya bersifat
steril tetapi saat mekonium sudah mencemari amnion maka kemampuan bakteriostatik amnion akan
terhambat.

Ketuban pecah dini memiliki bermacam-macam batasan, teori dan definisi. Ketuban pecah dini (KPD)
atau Premature Rupture of the Membranes (PROM) adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum
terjadinya proses persalinan pada kehamilan aterm. Sedangkan Preterm Premature Rupture of the
Membranes(PPROM) adalah pecahnya ketuban pada pasien dengan usia kehamilan kurang dari 37
minggu.

27
Gejala :

 Air ketuban mengalir keluar, hingga ampe lebih kecil dari sesuai dengan tuanya
kehamilan konsistensinya lebih keras.
 Biasanya terjadi persalinan
 Cairan: hydroohoea amniotica

a) Pengaruh terhadap janin


Walaupun ibu belum menunjukkan gejala-gejala infeksi tetapi janin mungkin sudah
terkena infeksi karena infeksi intrauterine lebih duluan terjadi (amnionitis,Vakulitis)
sebelum gejala pada ibu dirasakan jadi akan meninggikan mortalitas dan morbiditas
perinatal.
b) Pengaruh terhadap ibu
Karena jalan telah terbuka antara lain akan dijumpai Infeksi intrapartal apalagi bila
terlalu sering di periksa dalam, Infeksi peurperalis (nifas), Peroitonitis dan septikemi.
Dry-labor Ibu akan jadi lelah, lelah terbaring di tempat tidur, partus akan jadi lama,
maka suhu badan naik, nadi cepat, dan nampak gejala infeksi.

28
DAFTAR PUSTAKA

Ahimsa, Dwi, yulidar, Anang, & Mayasari. (2018). Profil Syndrome Mekonium Pada BBL di
RSUD Dr. Soetrasno Rembang. 1-5.

Alenzi, F. Q., Alotaibi, A. Q., Almotiri, G. M., Alanazi, A. M., Alanazi, F. M., Alenazi,
M. S. 2014. Role of Apoptosis in Microbial Infection. Open Journal of Apoptosis.
ketuban pecah dini (Revanthi dkk., 2015; Endale dkk., 2016; Lorthe dkk., 2016).
Brentnall, M., Rodriguez-Menocal, L., De Guevara, R. L., Cepero, E., & Boise, L. H.
2013. Caspase-9, caspase-3 and caspase-7 have distinct roles during intrinsic apoptosis.
BMC cell biology, 14(1), 32.

Hindriati dkk.2021.Efektifitas posisi miring kiri dan setengah duduk terhadap kemajuan
persalinan kala satu fase aktif pada ibu primigravida di ruang bersalin RSUD Raden Mattaher.
Riset Informasi Kesehatan, Vol. 10

Kurniawati,D.2017.Manajemen Intervensi Fase Laten ke Fase Aktif Pada Kemajuan


Persalinan.Nurscope. Jurnal Keperawatan dan Pemikiran Ilmiah. 3(4)

Kosim, M. (2016). Pemeriksaan Kekeruhan Air Ketuban. 379-384.

kosim, M. S. (2016). infeksi neonatal akibat air ketuban keruh. 212-218.

Qomariyah,K. & Oktavia,DS.(2021.Hubungan Ketuban Pecah Dini Dengan Perpanjangan Kala


I Fase Aktif Di Bps Suhartatik, S.St. Sakti Bidadari.Vol.4

29
30
31
32

Anda mungkin juga menyukai