Dosen Pembimbing
Oleh:
Kelompok 3
SEMARANG
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah ini dapat tersusun hingga selesai.Tidak lupa penulis juga mengucapkan banyak
terima kasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan
sumbangan baik materi maupun pikirannya.
Dan harapan penulis, semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca.Untuk kedepannya, dapat memperbaiki bentuk maupun
menambah isi makalah ini agar menjadi lebih baik lagi.
Kelompok 5
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................... 2
DAFTAR ISI................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 4
A. Latar Belakang...................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah................................................................................. 5
C. Tujuan Penulisan.................................................................................. 5
BAB II PEMBAHASAN................................................................................. 6
BAB IV PENUTUP.........................................................................................
A. Kesimpulan.......................................................................................... 24
B. Saran.................................................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 25
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ketuban pecah dini (KPD) atau Premature Rupture of Membrane (PROM)
merupakan keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan. Namun, apabila
ketuban pecah dini sebelum usia kehamilan 37 minggu, maka disebut sebagai ketuban
pecah dini pada kehamilan prematur atau Preterm Premature Rupture of Membrane
(PPROM). Pecahnya selaput ketuban tersebut diduga berkaitan dengan perubahan
proses biokimiawi yang terjadi dalam kolagen matriks ekstraseluler amnion, korion
dan apoptosis membran janin.
Etiologi pada sebagian besar kasus dari KPD hingga saat ini masih belum
diketahui. KPD pada kehamilan aterm merupakan variasi fisiologis, namun pada
kehamilan preterm, melemahnya membran merupakan proses yang patologis. KPD
sebelum kehamilan preterm sering diakibatkan oleh adanya infeksi. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa bakteri yang terikat pada membran melepaskan
substrat, seperti protease yang menyebabkan melemahnya membran. Penelitian
terakhir menyebutkan bahwa matriks metaloproteinase merupakan enzim spesifik
yang terlibat dalam pecahnya ketuban oleh karena infeksi.
Menurut hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2002- 2003,
angka kematian ibu di Indonesia sebesar 307 per 1000 kelahiran hidup atau setiap jam
terdapat 2 orang ibu bersalin meninggal karena berbagai sebab. Salah satu penyebab
langsung kematian ibu adalah karena infeksi sebesar 20-25% dalam 100.000 kelahiran
hidup dan KPD merupakan penyebab paling sering menimbulkan infeksi pada saat
mendekati persalinan.3 Prevalensi KPD berkisar antara 3-18 % dari seluruh
kehamilan. Saat kehamilan aterm, 8-10 % wanita mengalami KPD dan 30-40 % dari
kasus KPD merupakan kehamilan preterm atau sekitar 1,7% dari seluruh kehamilan.
KPD diduga dapat berulang pada kehamilan berikutnya. Hal ini juga berkaitan dengan
meningkatnya risiko morbiditas pada ibu maupun janin.
Oleh sebab itu, klinisi yang mengawasi pasien harus memiliki pengetahuan yang
baik mengenai anatomi dan struktur membran fetal, serta memahami patogenesis
terjadinya ketuban pecah dini, sehingga mampu menegakkan diagnosis ketuban pecah
dini secara tepat dan memberikan terapi secara akurat untuk memperbaiki luaran /
outcome dan prognosis pasien ketuban pecah dini dan bayinya.
4
1.2. Rumusan Masalah
1.2.1 Apakah pengertian dari Ketuban Pecah Dini?
1.2.2 Apa penyebab terjadinya ketuban pecah?
1.2.3 Apa epidemiologi Ketuban Pecah Dini?
1.2.4 Apa patofisiologi dari Ketuban Pecah dini?
1.2.5 Apa diagnosis dari Ketuban Pecah Dini?
1.2.6 Apa diagnosa banding dari Ketuban Pecah Dini?
1.2.7 Apa penatalaksanaan dari Ketuban Pecah Dini?
1.2.8 Apa saja komlikasi dari Ketuban Pecah Dini?
1.3. Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui pengertian dari Ketuban Pecah Dini
1.3.2 Untuk mengetahui penyebab terjadinya ketuban pecah
1.3.3 Untuk mengetahui epidemiologi Ketuban Pecah Dini
1.3.4 Untuk mengetahui patofisiologi dari Ketuban Pecah ini
1.3.5 Untuk mengetahui diagnosis dari Ketuban Pecah Dini
1.3.6 Untuk mengetahui diagnosa banding dari Ketuban Pecah Dini
1.3.7 Untuk mengetahui penatalaksanaan dari Ketuban Pecah Dini
1.3.8 Untuk mengetahui komplikasi dari Ketuban Pecah Dini
5
BAB II
PEMBAHASAN
6
yang besar. Hilangnya elastisitas selaput ketuban ini sangat erat kaitannya dengan
jaringan kolagen, yang dapat terjadi karena penipisan oleh infeksi atau rendahnya
kadar kolagen. Kolagen pada selaput terdapat pada amnion di daerah lapisan
kompakta, fibroblas serta pada korion di daerah lapisan retikuler atau trofoblas,
dimana sebagaian bear jaringan kolagen terdapat pada lapisan penunjang (dari
epitel amnion sampai dengan epitel basal korion). Sintesis maupun degradasi
jaringan kolagen dikontrol oleh sistem aktifitas dan inhibisi intrleukin-1 dan
prostaglandin.
Adanya infeksi dan inflamasi menyebabkan bakteri penyebab infeksi
mengeluarkan enzim protease dan mediator inflamasi interleukin-1 dan
prostaglandin. Mediator ini menghasilkan kolagenase jaringan sehingga terjadi
depolimerisasi kolagen pada selaput korion/amnion menyebabkan selaput ketuban
tipis, lemah dan mudah pecah spontan. Selain itu mediator terebut membuat uterus
berkontraksi sehingga membran mudah ruptur akibat tarikan saat uterus
berkontraksi.
Sampai saat ini penyebab KPD belum diketahui secara pasti, tetapi
ditemukan beberapa faktor predisposisi yang berperan pada terjadinya ketuban
pecah dini, antara lain:
1. Infeksi
Adanya infeksi pada selaput ketuban (korioamnionitis lokal) sudah cukup
untuk melemahkan selaput ketuban di tempat tersebut. Bila terdapat bakteri
patogen di dalam vagina maka frekuensi amnionitis, endometritis, infeksi
neonatal akan meningkat 10 kali. Ketuban pecah dini sebelum kehamilan
preterm sering diakibatkan oleh adanya infeksi. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa bakteri yang terikat pada membran melepaskan substrat
seperti protease yang menyebabkan melemahnya membran. Penelitian terakhir
menyebutkan bahwa matriks metalloproteinase merupakan enzim spesifik yang
terlibat dalam pecahnya ketuban oleh karena infeksi.
2. Defisiensi vitamin C
Vitamin C diperlukan untuk pembentukan dan pemeliharaan jaringan kolagen.
Selaput ketuban (yang dibentuk oleh jaringan kolagen) akan mempunyai
elastisitas yang berbeda tergantung kadar vitamin C dalam darah ibu.
3. Faktor selaput ketuban
Pecahnya ketuban dapat terjadi akibat peregangan uterus yang berlebihan atau
7
terjadi peningkatan tekanan yang mendadak di dalam kavum amnion, di
samping juga ada kelainan selaput ketuban itu sendiri. Hal ini terjadi seperti
pada sindroma Ehlers- Danlos, dimana terjadi gangguan pada jaringan ikat oleh
karena defek pada sintesa dan struktur kolagen dengan gejala berupa
hiperelastisitas pada kulit dan sendi, termasuk pada selaput ketuban yang
komponen utamanya adalah kolagen. Dimana 72% penderita dengan sindroma
Ehlers-Danlos ini akan mengalami persalinan preterm setelah sebelumnya
mengalami ketuban pecah dini preterm.
4. Faktor umur dan paritas
Semakin tinggi paritas ibu akan makin mudah terjadi infeksi cairan amnion
akibat rusaknya struktur serviks akibat persalinan sebelumnya
5. Faktor tingkat sosio-ekonomi
Sosio-ekonomi yang rendah, status gizi yang kurang akan meningkatkan
insiden KPD, lebih-lebih disertai dengan jumlah persalinan yang banyak, serta
jarak kelahiran yang dekat.
6. Faktor-faktor lain
Inkompetensi serviks atau serviks yang terbuka akan menyebabkan pecahnya
selaput ketuban lebih awal karena mendapat tekanan yang langsung dari
kavum uteri. Beberapa prosedur pemeriksaan, seperti amniosintesis dapat
meningkatkan risiko terjadinya ketuban pecah dini. Pada perokok, secara tidak
langsung dapat menyebabkan ketuban pecah dini terutama pada kehamilan
prematur. Kelainan letak dan kesempitan panggul lebih sering disertai dengan
KPD, namun mekanismenya belum diketahui dengan pasti. Faktor-faktor lain,
seperti : hidramnion, gamelli, koitus, perdarahan antepartum, bakteriuria, pH
vagina di atas 4,5, stres psikologis, serta flora vagina abnormal akan
mempermudah terjadinya ketuban pecah dini.
Berdasarkan sumber yang berbeda, penyebab ketuban pecah dini
mempunyai dimensi multifaktorial yang dapat dijabarkan sebagai berikut :
a. Serviks inkompeten.
b. Ketegangan rahim yang berlebihan : kehamilan ganda, hidramnion.
c. Kelainan letak janin dalam rahim : letak sungsang, letak lintang.
d. Kemungkinan kesempitan panggul : perut gantung, bagian terendah belum
masuk pintu atas panggul, disproporsi sefalopelvik.
e. Kelainan bawaan dari selaput ketuban.
8
f. Infeksi yang menyebabkan terjadi proses biomekanik pada selaput ketuban
dalam bentuk proteolitik sehingga memudahkan ketuban pecah.
2.1.3. Epidemiologi KPD
Prevalensi KPD berkisar antara 3-18% dari seluruh kehamilan. Saat
aterm, 8- 10 % wanita hamil datang dengan KPD dan 30-40% dari kasus
KPD merupakan kehamilan preterm atau sekitar 1,7% dari seluruh
kehamilan. KPD diduga dapat berulang pada kehamilan berikutnya, menurut
Naeye pada tahun 1982 diperkirakan 21% rasio berulang, sedangkan
penelitian lain yang lebih baru menduga rasio berulangnya sampai 32%. Hal
ini juga berkaitan dengan meningkatnya risiko morbiditas pada ibu atau pun
janin. Komplikasi seperti : korioamnionitis dapat terjadi sampai 30% dari
kasus KPD, sedangkan solusio plasenta berkisar antara 4-7%.
Komplikasi pada janin berhubungan dengan kejadian prematuritas
dimana 80% kasus KPD preterm akan bersalin dalam waktu kurang dari 7
hari. Risiko infeksi meningkat baik pada ibu maupun bayi. Insiden
korioamnionitis 0,5-1,5% dari seluruh kehamilan, 3-15% pada KPD
prolonged, 15-25% pada KPD preterm dan mencapai 40% pada ketuban
pecah dini dengan usia kehamilan kurang dari 24 minggu. Sedangkan insiden
sepsis neonatus 1 dari 500 bayi dan 2-4% pada KPD lebih daripada 24 jam.
9
Pada selaput ketuban juga diproduksi penghambat metaloproteinase / tissue
inhibitor metalloproteinase (TIMP). TIMP-1 menghambat aktivitas MMP-1,
MMP-8, MMP-9 dan TIMP-2 menghambat aktivitas MMP-2. TIMP-3 dan
TIMP-4 mempunyai aktivitas yang sama dengan TIMP-1
Keutuhan dari selaput ketuban tetap terjaga selama masa kehamilan oleh
karena aktivitas MMP yang rendah dan konsentrasi TIMP yang relatif lebih
tinggi. Saat mendekati persalinan keseimbangan tersebut akan bergeser, yaitu
didapatkan kadar MMP yang meningkat dan penurunan yang tajam dari TIMP
yang akan menyebabkan terjadinya degradasi matriks ektraseluler selaput
ketuban. Ketidakseimbangan kedua enzim tersebut dapat menyebabkan
degradasi patologis pada selaput ketuban. Aktivitas kolagenase diketahui
meningkat pada kehamilan aterm dengan ketuban pecah dini. Sedangkan pada
preterm didapatkan kadar protease yang meningkat terutama MMP-9 serta
kadar TIMP-1 yang rendah.
Gangguan nutrisi merupakan salah satu faktor predisposisi adanya
gangguan pada struktur kolagen yang diduga berperan dalam ketuban pecah
dini. Mikronutrien lain yang diketahui berhubungan dengan kejadian ketuban
pecah dini adalah asam askorbat yang berperan dalam pembentukan struktur
triple helix dari kolagen. Zat tersebut kadarnya didapatkan lebih rendah pada
wanita dengan ketuban pecah dini. Pada wanita perokok ditemukan kadar asam
askorbat yang rendah.
Infeksi dapat menyebabkan ketuban pecah dini melalui beberapa
mekanisme. Beberapa flora vagina termasuk Streptokokus grup B,
Stafilokokus aureus dan Trikomonas vaginalis mensekresi protease yang akan
menyebabkan terjadinya degradasi membran dan akhirnya melemahkan selaput
ketuban. Respon terhadap infeksi berupa reaksi inflamasi akan merangsang
produksi sitokin, MMP, dan prostaglandin oleh netrofil PMN dan makrofag.
Interleukin-1 dan tumor nekrosis faktor α yang diproduksi oleh monosit akan
meningkatkan aktivitas MMP-1 dan MMP-3 pada sel korion. Infeksi bakteri
dan respon inflamasi juga merangsang produksi prostalglandin oleh selaput
ketuban yang diduga berhubungan dengan ketuban pecah dini preterm karena
menyebabkan iritabilitas uterus dan degradasi kolagen membran.
Beberapa jenis bakteri tertentu dapat menghasilkan fosfolipase A2 yang
melepaskan prekursor prostalglandin dari membran fosfolipid. Respon
10
imunologis terhadap infeksi juga menyebabkan produksi prostaglandin E2 oleh
sel korion akibat perangsangan sitokin yang diproduksi oleh monosit. Sitokin
juga terlibat dalam induksi enzim siklooksigenase II yang berfungsi mengubah
asam arakidonat menjadi prostalglandin. Sampai saat ini hubungan langsung
antara produksi prostalglandin dan ketuban pecah dini belum diketahui, namun
prostaglandin terutama E2 dan F2α telah dikenal sebagai mediator dalam
persalinan mamalia dan prostaglandin E2 diketahui mengganggu sintesis
kolagen pada selaput ketuban dan meningkatkan aktivitas dari MMP-1 dan
MMP-33.
Indikasi terjadi infeksi pada ibu dapat ditelusuri metode skrining klasik,
yaitu temperatur rektal ibu dimana dikatakan positif jika temperatur rektal
lebih 38°C, peningkatan denyut jantung ibu lebih dari 100x/menit, peningkatan
leukosit dan cairan vaginal berbau.
Gejala Frekuensi (%)
Temperature >37,8 ◦ C 100
Denyut jantung ibu 100/ menit 20-80
Denyut jantung janin 169/ menit 40-70
Leukosit/ ML >15.000 70-90
>20.000 3-10
Cairan vagina berbau 5-22
Tabel 3.1 frekuensi gejala yang berhubungan dengan infeksi intra amnotik
Hormon
Progesteron dan estradiol menekan proses remodeling matriks
ekstraseluler pada jaringan reproduktif. Kedua hormon ini didapatkan
menurunkan konsentrasi MMP-1 dan MMP-3 serta meningkatkan konsentrasi
TIMP pada fibroblas serviks dari kelinci percobaan. Tingginya konsentrasi
progesteron akan menyebabkan penurunan produksi kolagenase pada babi
walaupun kadar yang lebih rendah dapat menstimulasi produksi kolagen. Ada
juga protein hormon relaxin yang berfungsi mengatur pembentukan jaringan
ikat diproduksi secara lokal oleh sel desidua dan plasenta. Hormon ini
mempunyai aktivitas yang berlawanan dengan efek inhibisi oleh progesteron
dan estradiol dengan meningkatkan aktivitas MMP-3 dan MMP-9 dalam
membran janin. Aktivitas hormon ini meningkat sebelum persalinan pada
selaput ketuban manusia saat aterm. Peran hormon-hormon tersebut dalam
patogenesis pecahnya selaput ketuban belum dapat sepenuhnya dijelaskan.
11
Kematian Sel Terprogram
Pada ketuban pecah dini aterm ditemukan sel-sel yang mengalami
kematian sel terpogram (apoptosis) di amnion dan korion terutama disekitar
robekan selaput ketuban. Pada korioamnionitis terlihat sel yang mengalami
apoptosis melekat dengan granulosit, yang menunjukkan respon imunologis
mempercepat terjadinya kematian sel. Kematian sel yang terprogram ini terjadi
setelah proses degradasi matriks ekstraseluler dimulai, menunjukkan bahwa
apoptosis merupakan akibat dan bukan penyebab degradasi tersebut. Namun
mekanisme regulasi dari apoptosis ini belum diketahui dengan jelas.
Peregangan Selaput Ketuban
Peregangan secara mekanis akan merangsang beberapa faktor di selaput
ketuban seperti prostaglandin E2 dan interleukin-8. Selain itu peregangan juga
merangsang aktivitas MMP-1 pada membran. Interleukin-8 yang diproduksi
dari sel amnion dan korionik bersifat kemotaktik terhadap neutrofil dan
merangsang aktifitas kolegenase. Hal-hal tersebut akan menyebabkan
terganggunya keseimbangan proses sintesis dan degradasi matriks ektraseluler
yang akhirnya menyebabkan pecahnya selaput ketuban.
12
Anamnesa pasien dengan KPD merasa basah pada vagina atau
mengeluarkan cairan yang banyak berwarna putih jernih, keruh, hijau, atau
kecoklatan sedikit- sedikit atau sekaligus banyak, secara tiba-tiba dari jalan
lahir. Keluhan tersebut dapat disertai dengan demam jika sudah ada infeksi.
Pasien tidak sedang dalam masa persalinan, tidak ada nyeri maupun
kontraksi uterus. Riwayat umur kehamilan pasien lebih dari 20 minggu
Pada pemeriksaan fisik abdomen, didapatkan uterus lunak dan tidak
adanya nyeri tekan. Tinggi fundus harus diukur dan dibandingkan dengan
tinggi yang diharapkan menurut hari pertama haid terakhir. Palpasi
abdomen memberikan perkiraan ukuran janin dan presentasi.
2. Pemeriksaan dengan spekulum
Pemeriksaan dengan spekulum pada KPD untuk mengambil sampel cairan
ketuban di forniks posterior dan mengambil sampel cairan untuk kultur dan
pemeriksaan bakteriologis.
Tiga tanda penting yang berkaitan dengan ketuban pecah dini adalah :
a. Pooling : Kumpulan cairan amnion pada fornix posterior.
b. Nitrazine Test : Kertas nitrazin merah akan jadi biru.
c. Ferning : Cairan dari fornix posterior di tempatkan pada
objek glass dan didiamkan dan cairan amnion tersebut akan memberikan
gambaran seperti daun pakis.
Pemeriksaan spekulum pertama kali dilakukan untuk memeriksa
adanya cairan amnion dalam vagina. Perhatikan apakah memang air
ketuban keluar dari ostium uteri eksternum apakah ada bagian selaput
ketuban yang sudah pecah. Gunakan kertas lakmus. Bila menjadi biru
(basa) adalah air ketuban, bila merah adalah urin. Karena cairan alkali
amnion mengubah pH asam normal vagina.
Kertas nitrazine menjadi biru bila terdapat cairan alkali amnion. Bila
diagnosa tidak pasti, adanya lanugo atau bentuk kristal daun pakis cairan
amnion kering (ferning) dapat membantu. Bila kehamilan belum cukup
bulan penentuan rasio lesitin-sfingomielin dan fosfatidilgliserol membantu
dalam evaluasi kematangan paru janin. Bila kecurigaan infeksi, apusan
diambil dari kanalis servikalis untuk pemeriksaan kultur serviks terhadap
Streptokokus beta group B, Clamidia trachomatis dan Neisseria gonorea.
3. Pemeriksaan dalam
13
Pemeriksaan dalam dilakukan untuk menentukan penipisan dan dilatasi
serviks. Pemeriksaan vagina juga mengindentifikasikan bagian presentasi
janin dan menyingkirkan kemungkinan prolaps tali pusat. Periksa dalam
harus dihindari kecuali jika pasien jelas berada dalam masa persalinan atau
telah ada keputusan untuk melahirkan.
4. Pemeriksaan penunjang
a. Dengan tes lakmus, cairan amnion akan mengubah kertas lakmus
merah menjadi biru.
b. Pemeriksaan leukosit darah, bila meningkat > 15.000 /mm3
kemungkinan ada infeksi.
c. USG untuk menentukan indeks cairan amnion, usia kehamilan, letak
janin, letak plasenta, gradasi plasenta serta jumlah air ketuban.
d. Kardiotokografi untuk menentukan ada tidaknya kegawatan janin
secara dini atau memantau kesejahteraan janin. Jika ada infeksi
intrauterin atau peningkatan suhu, denyut jantung janin akan
meningkat.
e. Amniosintesis digunakan untuk mengetahui rasio lesitin - sfingomielin
dan fosfatidilsterol yang berguna untuk mengevaluasi kematangan paru
janin.
2.1.6. Diagnosis Banding KPD
Fistula vesiko vaginal pada kehamilan.
14
jam.
e. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik dan
lakukan induksi.
f. Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi
intrauterin).
g. Pada usia kehamilan 32-34 minggu, berikan steroid untuk memacu
kematangan paru janin dan kalau memungkinkan periksa kadar lesitin
dan spingomielin tiap minggu. Dosis betametason 12 mg sehari dosis
tunggal selama 2 hari, deksametason i.m 5 mg setiap 6 jam sebanyak
4 kali.
Aktif
a. Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitosin, bila gagal pikirkan
seksio sesarea. Dapat pula diberikan misoprostol 50µg intravaginal
tiap 6 jam maksimal 4 kali.
b. Bila ada tanda-tanda infeksi, berikan antibiotika dosis tinggi dan
persalinan diakhiri jika :
c. Bila skor pelvik < 5, lakukanlah pematangan serviks, kemudian
induksi. Jika tidak berhasil, akhiri persalinan dengan seksio sesarea.
d. Bila skor pelvik > 5, induksi persalinan, partus pervaginam
2.1.8. Komplikasi KPD
Persalinan Prematur
Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan.
Periode laten tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90%
terjadi di dalam 24 jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan aterm
90% terjadi dalam 24 jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan antara
28-34 minggu 50% persalinan dalam 24 jam. Pada kehamilan kurang
dari 26 minggu persalinan terjadi dalam 1 minggu.1
Infeksi
Risiko infeksi ibu dan anak meningkat pada ketuban pecah dini.
Pada ibu terjadi korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi septikemia,
pneumonia, omfalitis. Umumnya terjadi korioamnionitis sebelum janin
terinfeksi. Pada ketuban pecah dini prematur, infeksi lebih sering
daripada aterm. Secara umum, insiden infeksi sekunder pada ketuban
pecah dini meningkat sebanding dengan lamanya periode laten.
15
Hipoksia dan Asfiksia
Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan
tali pusat hingga terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara
terjadinya gawat janin dan derajat oligohidramnion, semakin sedikit air
ketuban, janin semakin gawat.
Sindroma deformitas janin
Ketuban pecah dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan
pertumbuhan janin terhambat, kelainan disebabkan kompresi muka dan
anggota badan janin, serta hipoplasia pulmonal.
2.1.9. Prognosis KPD
Ditentukan berdasarkan umur dari kehamilan, penatalaksanaan dan
komplikasi-komplikasi yang mungkin timbul.
16
BAB III
I. PENGKAJIAN
Dilaksanakan pada tanggal 28 Mei 2021 jam 08.00 WIB
A. Data Subyektif
Biodata Pasien
Nama Ibu : Ny. W Nama Suami : Tn.D
Umur : 30 th Umur : 32 th
Agama : Islam Agama : Islam
Suku Bangsa : Jawa Suku Bangsa : Jawa
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Kepunduhan 10/2
Keluhan Utama :
Ibu merasa saat ini keluar air-air dari jalan lahir sejak jam 04.00 WIB
Alasan datang :
Tanggal 28 Mei 2021 pukul 08.00 WIB Ny.W umur 30 tahun G3P2A0
umur kehamilan 36 minggu mengatakan keluar cairan dari jalan lahir
sejak jam 04.00 WIB namun tidak disertai mulas dan tidak ada
pengeluaran lendir darah
18
4. Kebiasaan
Pantangan makan : Ibu mengatakan tidak ada pantangan makan
Minum jamu : Ibu mengatakan tidak minum jamu
Minum obat-obatan : Ibu mengatakan tdk minum obat kecuali dari
tenaga medis
Merokok dan minum alkohol : Ibu mengatakan tidak merokok dan
minum alkohol
Binatang peliharaan : Ibu mengatakan tdk mempunyai binatang
peliharaan
19
B. Data Obyektif
1. Pemeriksaan Umum :
Keadaan Umum : Baik.
Kesadaran : Composmentisc
Vital Sign : Tekanan darah: 110/70mmHg
Suhu: 36,7ºC
Nadi: 83 x/menit
Respirasi: 22 x/menit
Tinggi Badan : 155 cm
Berat Badan Sekarang : 52 kg
BB sebelum hamil : 44 kg
Lingkar Lengan Atas : 25 cm
2. Pemeriksaan Fisik
Kepala
Muka : Bersih, tdk pucat, tdk ada chloasma
gravidarum
Mata : Simetris, konjungtiva merah muda, sklera
putih.
Mulut/gigi : Bersih, tidak ada sariawan, tidak ada gigi
berlubang.
Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
maupun kelenjar tyroid.
Payudara : Simetris, bersih, ada hiperpigmentasi areola,
Puting susu menonjol, tidak ada benjolan
abnormal
Abdomen : Leopold I : teraba bokong
Leopold II : teraba punggung kiri &
ekstremitas
Leopold III : teraba kepala
Leopold IV : konvergen
Terdapat luka bekas operasi SC
TFU Mc.Donald : 30 cm
20
DJJ : 146x/menit
Genitalia : Tidak ada oedema, tidak adavarises, tidak ada
pembesaran kelenjar bartholini, pengeluaran
pervaginam keluar cairan berwarna jernih
(ketuban).
Ekstremitas : Jari tangan dan kaki tidak ada kelainan, tidak
oedema, tidak ada varices, kuku tidak pucat.
3. Pemeriksaan dalam
Vulva tenang, dinding vagina licin, servik tebal, pembukaan tidak
ada , pengeluaran pervaginam cairan berwarna jernih(ketuban),
lendir darah tidak ada. Pemeriksaan lakmus : Kertas lakmus
berwarna biru.
C. Interpretasi Data
Tanggal : 28 Mei 2021
Pukul : 08.00 WIB
Diagnosa Kebidanan : Ny.W umur 23 tahun G3P2A0 umur kehamilan
36mgg dengan KPD
Data Subyektif :
Ibu mengatakan bernama Ny.W dan saat ini berumur 30 tahun
Ibu mengatakan ini kehamilan yang ketiga
Ibu mengatakan pernah dioperasi SC saat melahirkan anak kedua
Ibu mengatakan HPHT nya adalah tanggal 18 September 2020
Ibu mengatakan keluar cairan dari jalan lahir sejak pukul 04.00 WIB
TFU : 30 cm
DJJ : 146x /menit
Genetalia : Tidak ada oedema, tidak ada
varises, tidak ada pembesaran kelenjar bartholini,
pengeluaran pervaginam keluar cairan berwarna jernih
(ketuban).
Ekstremitas : Jari tangan dan kaki tidak ada
kelainan, tidak oedema, tidak ada varices
21
Masalah : Ibu cemas dengan keadaan bayinya
Kebutuhan : Dukungan emosional berupa motivasi ibu tetap tenang
dan sabar
D.Diagnosa Potensial
Bagi Ibu : Infeksi, antisipasi yaitu pemberian antibiotik.
Bagi janin : Fetal Distress
E.Tindakan Segera
Kolaborasi dengan dokter Obgyn
F.Rencana Tindakan
1. Beritahu ibu hasil pemeriksaan
2. Jelaskan pada ibu tentang kondisi ibu sekarang
3. Lakukan informed consent kepada ibu dan keluarga, persetujuan atas segala
tindakan medis yang akan dilakukan pada ibu
4. Lakukan advice dokter Obgyn
5. Beri dukungan psikologis untuk mengurangi kecemasan ibu.
6. Dokumentasi
G.IMPLEMENTASI
Tanggal : 28 Mei 2021 Pukul : 08.30 WIB
1.Memberitahu hasil pemeriksaan kepada ibu dan keluarga bahwa
keadaan ibu dan janin sehat
2. Menjelaskan pada ibu tentang kondisi ibu sekarang
3. Melakukan informed consent kepada ibu dan keluarga, yang berisi
persetujuan untuk dilakukan rujukan
4. Melakukan advice dokter Obgyn
5. Melakukan pemasangan infus RL 20 tpm
6. Memberikan antibiotik kepada ibu
7. Melakukan persiapan rujukan
8. Memberi dukungan psikologis untuk mengurangi kecemasan ibu.
9. Melakukan dokumentasi
22
H.EVALUASI
Tanggal : 28 Mei 2021 Pukul : 09.30 WIB
1. Ibu dan keluarga sudah mengerti hasil pemeriksaan
2. Ibu sudah mengerti kondisinya sekarang.
3. Suami sudah mengerti dan menandatangani informed consent
4. Advice dokter telah dilakukan yaitu melakukan pemasangan infus,
memberikan antibiotik, melakukan persiapan rujukan
5. Ibu mengatakan cemasnya sedikit berkurang
6. Ibu bersedia untuk dirujuk ke rumah sakit
7. Telah dilakukan dokumentasi
23
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Data Subyektif
Ibu datang ke mampu persalinan dengan keluhan keluar air-air dari jalan
lahir sejak jam 04.00 WIB tanggal 28 Mei 2021 namun tidak merasa mulas.
HPHT 18-9-2020, HPL 25-6-2021. Ibu mengatakan pernah operasi cesar
saat melahirkan anak yang kedua.
2. Data Obyektif
Tekanan darah: 110/70mmHg, suhu: 36,7ºC, nadi: 83 x/menit,
respirasi: 22 x/menit, TFU : 30 cm, DJJ 146x/menit. His tidak ada,
pemeriksaan dalam belum ada pembukaan, pemeriksaan lakmus :
lakmus merah berubah menjadi biru
3. Analisa
Ny.W umur 30 tahun G3P2A0 umur kehamilan 36 minggu dengan
ketuban pecah dini dan riwayat SC. Keadaan ibu dan janin baik.
4. Penatalaksanaan
Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian therapy antibiotik dan
persiapan rujukan
5. Faktor Pendukung
a. Sarana dan prasarana mampu persalinan Puskesmas Talang
cukup memadai
b. Pasien kooperatif saat dilakukan asuhan
c. Pihak rumah sakit sangat membantu dalam proses rujukan
B. SARAN
1. Bagi Puskesmas
Puskesmas diharapkan dapat terus meningkatkan kualitas pelayanan
kesehatan bagi seluruh pengguna jasa layanan khususnya kebidanan.
2. Bagi klien dan keluarga
Klien dan keluarga diharapkan dapat memahami tanda bahaya pada masa
kehamilan, nifas dan bayi baru lahir.
24
DAFTAR PUSTAKA
25