Anda di halaman 1dari 49

MAKALAH

ASKEB NIFAS DAN MENYUSUI


Deteksi Dini Komplikasi Masa Nifas Dan Penanganannya

Disusun Dalam Rangka Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Askeb Nifas Dan Menyusui

Oleh : kelompok 1

1. Atika Putri (16.14.02.005)


2. Dian Ferliya A. (16.14.02.006)
3. Elysa Fitri (16.14.02.010)
4. Linda Silviya (16.14.02.017)
5. Pasih Paulina (16.14.02.024)
6. Silfana Rahmawati (16.14.02.030)
7. Sofa Ahya Sayyidatul H (16.14.02.031)
8. Sonia Kusdwiyani (16.14.02.032)
9. Surya Indah Pradina (16.14.02.031)
10. Za’imatun Niswah (16.14.02.036)
11. Wildha Adhita P. (16.14.02.039
AKADEMI KEBIDANAN PAMENANG
JL. SOEKARNO HATTA NO. 15 BENDO-PARE-KEDIRI
TELEPON (0354) 393102-FAX (0354) 395480

1
TAHUN2017/2018

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah Yang Maha Esa atas limpahan
rahmat dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “
Perkenankanlah kami menyampaikan terima kasih kepada : Ibu Dosen mata kuliah
ASKEB NIFAS DAN MENYUSUI atas tugas yang diberikan sehingga menambah wawasan
kami, demikian pula kepada teman-teman yang turut memberi sumbang saran dalam
penyelesaian makalah sebagaimana yang kami sajikan.
Kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak terdapat
kekurangan dan kesalahan, untuk itu kami memohon saran dan kritik yang sifatnya
membangun demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
kita semua.

Pare, September 2017

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .............................................................................. 1

1.3 Tujuan ................................................................................................ 1

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Deteksi Dini Komplikasi Pada Masa Nifas ..................... 3

2.2 Tujuan Deteksi Dini Komplikasi Pada Masa Nifas ........................... 3

2.3 Macam – Macam Komplikasi Yang Sering Timbul

Pada Masa Nifas Dan Upanya Penanganannya ................................ 4

2.3.1 Perdarahan (HPP) .................................................................. 4

2.3.2 Infeksi Masa Nifas ................................................................ 9

2.3.3 Sakit Kepala, Nyeri Epigastrik, Penglihatan Kabur .............. 20

2.3.4 Pembengkakan Di Wajah Atau Etstrimitas ........................... 21

2.3.5 Demam,Muntah,Rasa Sakit Waktu Berkemih ....................... 22

2.3.6 Perubahan Payudara............................................................... 23

2.3.7 Kehilangan Nafsu Makan Dalam Waktu Yang Lama .......... 38

2.3.8 Perubahan Pada Ekstremitas(Rasa Sakit, Merah, Lunak

Dan Pembengkakan Dikaki) .................................................. 40

2.3.9 Perubahan Psikologis(Rasa Sedih Dan Tidak Mampu

Merawat Bayi Dan Dirinya Sendiri ...................................... 42

3
BAB III PENUTUP

2.4 Kesimpulan ....................................................................................... 44

2.5 Saran .................................................................................................. 44

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 45

4
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Periode pascapersalinan meliputi masa transisi kritis bagi ibu, bayi dan keluarganya
secara fisiologis, emosional dan social. Baik di Negara maju maupun Negara berkembang,
perhatian utama bagi ibu dan bayi terlalu banyak tertuju pada masa kehamilan dan persalinan,
sementara keadaan yang sebenarnya justru merupakan kebalikannya, oleh karena resiko
kesakitan dan kematian ibu serta bayi lebih sering terjadi pada masa pascapersalinan.
Keadaan ini terutama disebabkan oleh konsekuensi ekonomi, disamping ketidaktersediaan
pelayanan atau rendahnya peranan pasilitas kesehatan dalm menyediakan pelayanan
kesehatan yang cukup berkualitas. Rendahnya kualitas pelayanan kesehatan juga
menyebabkan rendahnya keberhasilan promosi kesehatan dan deteksi dini sera
penatalaksanaan yang adekuat terhadap masalah dan penyakit yang timbul pada masa
pascapersalinan

Walaupun menderita nyeri dan tidak nyaman, kelahiran bayi biasanya merupakan
peristiwa yang menyenangkan karena dengan berakhirnya masa kehamilan yang telah lama
ditunggu-tunggu dan dimulainya suatu kehidupan baru. Namun kelahiran bayi juga
merupakan suatu masa kritis bagi kesehatan ibu. Kemungkinan timbul masalah atau penyulit.

Masa nifas merupakan masa yang diawali sejak beberapa jam setelah plasenta lahir dan
berakhir setelah 6 minggu setelah melahirkan. Akan tetapi seluruh organ kandungan baru
pulih kembali, seperti dalam keadaan sebelum hamil dalam waktu 3 bulan setelah bersalin.
Masa nifas tidak kalah penting dengan masa-masa ketika hamil, karena pada saat ini organ-
organ reproduksi sedang mengalami proses pemulihan setelah terjadinya proses kehamilan
dan bersalin.

Masa nifas dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu pasca nifas, masa nifas dini, dan masa
nifas lanjut, yang masing-masing memiliki cirri khas tertentu. Pasca nifas adalah masa setelah
persalinan sampai 24 jam sesudahnya (0-24 jam setelah melahirkan). Masa nifas dini adalah
masa permulaan nifas yaitu 1 hari sesudah melahirkan sampai 7 hari lamanya (1 minggu

5
pertama). Masa nifas lanjut adalah 1 minggu sesudah melahirkan sampai dengan 6 minggu
setelah melahirkan.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa Pengertian Dari Deteksi Dini Masa Nifas ?


2. Apa Tujuan Dari Deteksi Dini Masa Nifas?
3. Apa Saja Macam-Macam Komplikasi Yang Sering Timbul Pada Masa Nifas Dan
Bagaimana Upaya Penangannannya ?

1.3 Tujuan
1. Untuk Mengetahui Pengertian Dari Deteksi Dini Masa Nifas.
2. Untuk Mengetahui Tujuan Dari Deteksi Dini Masa Nifas.
3. Untuk Mengetahui Macam-Macam Komplikasi Yang Sering Timbul Pada Masa
Nifas Dan Untuk Mengetahui Bagaiman Upaya Penanganannya.

6
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Deteksi Dini Komplikasi Pada Masa Nifas

Pengertian deteksi dini komplikasi pada masa nifas adalah memantau kondisi ibu dan
bayi pasca persalinan dalam rangka menghindari komplikasi yang mungkin terjadi, dan untuk
mencapai tingkat kesehatan yang sebaik mungkin bagi ibu-ibu yang baru melahirkan (post
partum), bayi dan keluarga khususnya serta masyarakat pada umumnya. (wordpress.com)

2.2 Tujuan Deteksi Dini Komplikasi Pada Masa Nifas

1. Tujuan Deteksi Dini pada Masa Nifas


a. Deteksi dini komplikasi masa nifas 2 jam pertama
1. Pantau tekanan darah, nadi, tinggi fundus uteri, kandung kemih dan darah yang
keluar setiap 15 menit selama satu jam pertama dan setiap 30 menit selama satu
jam kedua kala empat. Jika ada temuan yang tidak normal, tingkatkan frekuensi
observasi dan penilaian kondisi ibu. (wordpress.com)
2. Masase uterus untuk membuat kontraksi uterus menjadi baik setiap 15 menit
selama satu jam pertama dan setiap 30 menit selama jam kedua kala empat. Jika
ada temuan yang tidak normal, tingkatkan frekuensi observasi dan penilaian
kondisi ibu. (wordpress.com)
3. Pantau temperatur tubuh setiap jam dalam dua jam pertama pascapersalinan. Jika
meningkat, pantau dan tatalaksana sesuai dengan apa yang diperlukan.
(wordpress.com)
4. Nilai perdarahan. Periksa perineum dan vagina setiap 15 menit selama satu jam
pertama dan setiap 30 menit selama jam kedua pada kala empat. (wordpress.com)
5. Ajarkan ibu dan keluarganya bagimana menilai kontraksi uterus dan jumlah darah
yang keluar dan bagimana melakukan masase jika uterus menjadi lembek.
(wordpress.com)
6. Minta anggota keluarga untuk memeluk bayi. Bersihkan dan bantu ibu
mengenakan baju atau sarung yang bersih dan kering, atur posisi ibu agar nyaman,
duduk bersandarkan bantal atau berbaring miring. Jaga agar bayi diselimuti

7
dengan baik. Bagian kepala tertutup baik, kemudian berikan bayi ke ibu dan
anjurkan untuk dipeluk dan diberi ASI. (wordpress.com)
b. Deteksi dini komplikasi masa nifas 6 jam masa nifas
1. Mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri
2. Mendeteksi dan perawatan penyebab lain perdarahan seta melakukan rujukan bila
perdarahan berlanjut.
3. Memberikan konseling pada ibu dan keluarga tentang cara mencegah perdarahan
yang disebabkan atonia uteri.
4. Pemberian ASI awal.
5. Mengajarkan cara mempererat hubungan antara ibu dan bayi baru lahir.
6. Menjaga bayi tetap sehat melalui pencegahan hipotermi.
(wordpress.com)
c. Deteksi dini komplikasi masa nifas 6 hari masa nifas
1. Memastikan involusi uterus berjalan dengan normal, uterus berkontraksi dengan
baik, tinggi fundus uteri di bawah umbilikus, tidak ada perdarahan.
2. Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi dan perdarahan.
3. Memastikan ibu mendapat istirahat yang cukup.
4. Memastikan ibu mendapat makanan yangbergizi dan cukup cairan.
5. Memastikan ibu menyusui dengan baik dan benar serta tidak ada tanda-tanda
kesulitan menyusui.
6. Memberikan konseling tentang perawatan bayi baru lahir.
(wordpress.com)
d. Deteksi dini komplikasi masa nifas 6 minggu masa nifas
1. Menanyakan penyulit-penyulit yang dialami ibu selama masa nifas
2. Memberikan konselin KB secara dini.

2.3 Macam-Macam Komplikasi Yang Sering Timbul Dan Penanganannya

2.3.1 Pendarahan (HPP)

Perdarahan Pervaginam

Perdarahan post partum paling sering diartikan sebagai keadaan


kehilangan darah lebih dari 500 mL selama 24 jam pertama sesudah kelahiran
bayi. Perdarahan post partum merupakan penyebab penting kehilangan darah

8
serius yang paling sering dijumpai di bagian ostetrik. Sebagai penyebab
langsung kematian ibu, perdarahan post partum merupakan penyebab sekitar
¼ dari keseluruhan kematian akibat perdarahan obstetric yang diakibatkan
oleh perdarahan post partum. (Marmi.2014:161)
Perdarahan Per Vagina/Perdarahan Post Partum/Post Partum
Hemorargi/Hemorargi Post Partum/PPH adalah kehilangan darah sebanyak
500cc atau lebih dari traktus genetalia setelah melahirkan.
(Suherni.dkk.2009.128)
Perdarahan pervaginam yang melebihi 500 ml setelah bersalin didefinisikan
sebagai perdarahan pasca persalinan. Terdapat beberapa masalah mengenai
definisi ini.
1. .Perkiraan kehilangan darah biasanya tidak sebanyak yang sebenarnya,
kadang – kadang hanya setengah dari biasanya. Darah tersebut
bercampur dengan cairan amnion atau dengan urine, darah juga
tersebar pada spon, handuk dan kain didalam ember dan dilantai.
2. Volume darah yang hilang juga bervariasi akibatnya sesuai dengan
kadar haemoglobin ibu. Seorang ibu dengan kadar Hb normal akan
dapat menyesuaikan diri terhadap kehilangan darah yang akan
berakibat fatal pada anemia. Seorang ibu yang sehat dan tidak anemi
pun dapat mengalami akibat fatal dari kehilangan darah.
3. Perdarahan dapat terjadi dengan lambat untuk jangka waktu beberapa
jam dan kondisi ini dapat tidak dikenali sampai terjadi syok.
(Marmi.2014:161)
Penilaian resiko pada saat antenatal tidak dapat memperkirakan akan
terjadinya perdarahan pasca persalinan. Penanganan aktif kala III sebaiknya
dilakukan pada semua wanita yang bersalin karena hal ini dapat menurunkan
insiden perdarahan pasca persalinan akibat atonia uteri. Semua ibu pasca
bersalin harus dipantau dengan ketat untuk mendiagnosis perdarahan fase
persalinan. (Marmi.2014:162)
Jenis Perdarahan Pervaginam
1. Perdarahan Post Partum Primer:
Perdarahan post partum primer adalah mencakup semua kejadian perdarahan
dalam 24 jam setelah kelahiran.
Penyebab:

9
a. Uterus atonia, yang dapat terjadi karena plasenta atau selaput ketuban
tertahan.
b. Trauma genital, yang meliputi penyebab spontan dan trauma akibat
penatalaksanaan atau gangguan, misalnya kelahiran yang menggunakan
peralatan termasuk sectio caesaria dan episiotomi.
c. Koagulasi Intravasculer Diseminata.
Inversi Uterus. (Marmi.2014:162)

2. Perdarahan Post Partum Skunder:


Perdarahan post partum sekunder adalah mencakup semua kejadian PPH yang
terjadi antara 24 jam setelah kelahiran bayi dan 6 minggu masa post partum.
Penyebab:
a. Fragmen plasenta atau selaput ketuban tertahan
b. Pelepasan jaringan mati setelah persalinan macet ( dapat terjadi di cerviks,
vagina, kandung kemih, rektum )
c. Terbukanya luka pada uterus ( setelah sectio saesaria, ruptur uterus )
(Marmi.2014:162)

Penatalaksanaan Perdarahan:

1. Perdarahan Post Partum Primer


a. Perdarahan Post Partum Atonia
1) Pijat uterus agar berkontraksi dan keluarkan bekuan darah
2) Kaji kondisi pasien ( denyut jantung, tekanan darah, warna kulit,
kesadaran, kontraksi uterus ) dan perkiraan kehilangan darah yang
sudah keluar. Jika pasien dalam kondisi syok, pastikan jalan nafas
dalam kondisi terbuka, palingkan wajah kesalah satu sisi.
3) Berikan oksitosin 10 iu intravena dan ergometrin 0.5 intravena.
Berikan melalui IM apabila tidak bisa melalui IV.
4) Siapkan donor untuk tranfusi, ambil darah untuk kros cek, berikan
NaCl L/15 menit apabila pasien mengalami syok. ( pemberian infus
sampai sekitar 3 liter untuk menangani syok), pada kasus syok
yang parah gunakan plasma ekspander.
5) Kandung kemih selalu dalam kondisi kosong.

10
6) Awasi agar uterus tetap berkontraksi dengan baik. Tambahkan 40
iu oksitosin dalam 1 liter cairan infus dengan tetesan 40
tetes/menit. Usahakan tetap menyusui bayinya.
7) Jika perdarahan persisten dan uterus tetap relaks, lakukan kompresi
bimanual.
8) Jika perdarahan persisten dan uterus berkontraksi dengan baik,
maka lakukan pemeriksaan pada vagina dan serviks untuk
menentukan laserasi yang menyebabkan perdarahan tersebut.
9) Jika ada infeksi bahwa mungkin terjadi infeksi yang diikuti dengan
demam, menggigil, lokhea berbau busuk, segera berikan antibiotik
berspektrum luas.
10) Lakukan pencatatan yang akurat. (Suherni.dkk.2009.130)

Penatalaksanaan lanjut:

Pantau kondisi pasien secara seksama selama 24 – 48 jam, hal tersebut


meliputi:

1) Memeriksa bahwa uterus kenyal dan berkontraksi dengan baik.


2) Darah yang hilang
3) Suhu
4) Denyut nadi
5) Tekanan darah
6) Kondisi umum (misal kepucatan, tingkat kesadaran)
7) Asupan cairan (setelah pasien stabil cairan IV harus diberikan rata
– rata 1 liter dalam 6 – 8 jam)
8) Tranfusi darah harus dipantau dan volume yang di tranfusikan
harus dicatat sebagai asupan cairan.
9) Pengeluaran urine
10) Membuat catatan yang akurat. (Suherni.dkk.2009.130)

Hal yang harus diperhatikan:

1) Jangan pernah tinggalkan pasien sendirian sampai perdarahan


terkendali dan kondisi umum lainnya bagus.

11
2) Pada kasus perdarahan post partum atonia jangan pernah
memasukkan pack vagina.
3) Jika penolong berada dirumah, puskesmas tanpa fasilitas dan
keterampilan yang diperlukan rujukan ke rumah sakit dengan
fasilitas dan keterampilan yang memadai. (Marmi.2014:164)
b. Perdarahan Post Partum Traumatik
1) Pastikan asal perdarahan, perineum (robekan atau luka episiotomi),
vulva (ruptur varikositis, robekan atau hematoma; hematoma
mungkin tidak tampak dengan jelas tapi dapat menyebabkan nyeri
dan syok), vagina, serviks (laserasi), uterus (ruptur atau inversi
uterus dapat terjadi dan disertai dengan nyeri dan syok yang jelas).
2) Ambil darah untuk kros cek dan cek kadar Hb
3) Pasang infus IV, NaCl atau RL jika pasien mengalami syok

4) Pasien dalam posisi litotomi dan penerangan cukup


5) Perkiraan darah yang hilang
6) Periksa tekanan darah, denyut nadi, dan periksa kondisi umum
7) Jahit robekan
8) Berikan antibiotik berspektrum luas
9) Membuat catatan yang akurat. . (Marmi.2014:164)

2. Perdarahan Post Partum Sekunder


a. Masukkan pasien ke rumah sakit sebagai salah satu kasus kedaruratan.
b. Percepat kontraksi dengan cara melakukan massage uterus, jika uterus
masih teraba.
c. Kaji kondisi pasien, jika pasien di daerah terpencil mulailah sebelum
dilakukan rujukan.
d. Berikan oksitosin 10 iu IV dan ergometrin 0.5 IV. Berikan melalui IM
apabila tidak bisa melalui IV.
e. Siapkan donor untuk tranfusi, ambil darah untuk kros cek, berikan
NaCl 1 l/15 menit apabila pasien mengalami syok (pemberian infus
sampai sekitar 3 liter untuk mengatasi syok), pada kasus syok yang
parah gunakan plasma ekspandar.

12
f. Awasi agar uterus tetap berkontraksi dengan baik. Tambahkan 40 iu
oksitosin dalam 1 liter cairan infus dengan tetesan 40 tetes/menit.
g. Berikan antibiotik berspektrum luas.
h. Jika mungkin siapkan pasien untuk pemeriksaan segera dibawah
pengaruh anestesi. . (Marmi.2014:165)

2.3.2 Infeksi Masa Nifas.

1. Pengertian

Infeksi nifas adalah semua peradangan yang disebabkan oleh kuman


yang masuk ke dalam organ genital pada saat persalinan dan masa nifas.
Infeksi nifas adalah infeksi bakteri pada traktus genitalia yang terjadi setelah
elahirkan, ditandai dengan kenaikan suhu sampai 38 0C atau lebih selama 2
hari dalam 10 hari pertama pasca persalinan, dengan mengecualikan 24 jam
pertama (Joint Committe on Maternal Welfare, AS). Infeksi nifas terjadi 1-3
%. Infeksi jalan lahir 25-55 % dari semua kasus infeksi. (Sari Eka Puspita dan
Rimandini Kurnia Dwi. 2014 : 244)

Infeksi masa nifas atau sepsis puerperalis adalah infeksi pada traktus
genitalia yang terjadi pada setiap saat antara arwitan pecah ketuban (ruptur
membran) atau persalinan dan 42 hari setelah persalinan atau abortus dimana
teradapat dua atau lebih dari hal-hal berikut ini : (Suherni.dkk.2009.132)

1. Nyeri pelvik.
2. Demam 38, 5˚C atau lebih.
3. Rabas vagina yang abnormal.
4. Rabas vagina yang berbau busuk.
5. Keterlambatan dalam kecepatan penurunan uterus.

Beberapa bakteri dapat menyebabkan infeksi setelah persalinan.


Infeksi masa nifas masih merupakan penyebab tertinggi AKI. Infeksi alat
genetal merupakan komplikasi masa nifas. Infeksi yang meluas ke saluran
urinari, payudara dan pembedahan merupakan penyebab terjadinya AKI
tinggi. Gejala umum infeksi dapat dilihat dari temperature atau suhu
pembekakan takikardi dan malaise. (Heryani Reni, 2012 : 112)

13
Sedangkan gejala lokal dapat berupa uterus lembek, kemerahan, dan rasa nyeri
pada payudara atau adanya disuria. Infeksi alat genital. Ibu beresiko terjadi infeksi
postpartum karena adanya luka pada bekas pelepasan plasenta, laserasi pada
saluran genital termasuk episiotomi pada perineum, dinding vagina dan serviks,
infeksi post SC kemungkinan yang terjadi. (Heryani Reni, 2012 : 112)

2. Penyebab Infeksi Nifas

Infeksi nifas dapat disebabkan oleh masuknya kuman ke dalam organ


kandungan maupun kuman dari luar yang sering menyebabkan infeksi.
Berdasarkan masuknya kuman ke dalam organ kandungan terbagi menjadi
Ektogen (kuman datang dari luar), Autogen (kuman dari tempat lain), dan
Endogen (kuman dari jalan lahir sendiri). (Sari Eka Puspita dan Rimandini
Kurnia Dwi. 2014 : 244)

 Bakteri endogen

Bakteri ini secara normal hidup di vagina dan rectum tanpa


menimbulkan bahaya, bahkan jika tehnik steril sudah digunakan untuk
persalinan, infeksi masih dapat terjadi akibat bakteri endogen. Bakteri
endogen dapat membahayakan dan menyebabkan infeksi jika :
(Suherni.dkk.2009.132)

1. Bakteri ini masuk ke dalam uterus melalui jari pemeriksa atau melalui
instrumen pemeriksaan pelvik.
2. Bakteri terdapat dalam jaringan yang memar, robek/lacerasi atau jaringan
yang mati (misal setelah persalinan macet atau persalinan traumatik).
3. Bakteri masuk sampai ke dalam uterus jika terjadi pecah ketuban yang
lama.

 Bakteri eksogen

Bakteri ini masuk ke dalam vagina dari luar (streptokokus, klostridium


tetani dll). Bakteri eksogen masuk kedalam vagina : (Suherni.dkk.2009.133)

1. Melalui tangan yang tidak bersih dan instrumen yang tidak steril.

14
2. Melalui substansi/benda asing yang masuk ke dalam vagina (misal
ramuan/jamu, minyak, kain).
3. Melalui aktivitas seksusal.

Selain itu, infeksi nifas dapat disebabkan oleh Streptococcus Haemolyticus


Aerobic, Staphylococcus Aerus, Escheria Coli, dan Clostridium Welchii. (Sari
Eka Puspita dan Rimandini Kurnia Dwi. 2014 : 244)

1. Streptococcus Haemolyticus Aerobic

Streptococcus Haemolyticus Aerobic merupakan penyebab


infeksi yang paling berat. Infeksi ini bersifat eksogen (misal dari
penderita lain, alat yang tidak steril, tangan penolong, infeksi
tenggorokan orang lain). (Sari Eka Puspita dan Rimandini Kurnia Dwi.
2014 : 245)

2. Staphylococcus Aerus

Cara masuk Staphylococcus Aerus secara eksogen, merupakan


penyebab infeksi sedang. Sering ditemukan di rumah sakit dan dalam
tenggorokan orang-orang yang nampak sehat. (Sari Eka Puspita dan
Rimandini Kurnia Dwi. 2014 : 245)

3. Escheria Coli

Escheria Coli berasal dari kandung kemih atau rektum.


Escheria Coli dapat menyebabkan infeksi terbatas pada perineum,
vulva dan endometrium. Kuman ini merupakan penyebab dari infeksi
traktus urinarius. (Sari Eka Puspita dan Rimandini Kurnia Dwi. 2014 :
245)

4. Clostridium Welchii

Clostridium Welchii bersifat anaerob dan jarang ditemukan


akan tetapi sangat berbahaya. Infeksi ini lebih sering terjadi pada
abortus kriminalis dan persalinan ditolong dukun. (Sari Eka Puspita
dan Rimandini Kurnia Dwi. 2014 : 245)

15
1. Sepsis puerperalis bergantung pada seberapa luas sepsis ini telah
menyebar, mungkin tampak sebagai :
a. Infeksi terlokalisasi pada daerah laserasi atau episiotomi.
b. Infeksi pada lacerasi atau episiotomi yang telah menyebar
kejaringan lunak dibawahnya.
c. Endometritis.
d. Salpingitis.
e. Parametritis.
f. Peritonitis menyeluruh.
g. Tromboplebitis septik.
h. Abses tubo ovarium.
i. Abses ligamen besar.
j. Abses pada kantong douglas.
k. Abses disisi lain abdomen atau dada.
l. Septikemia (infeksi yang telah memasuki aliran darah dan
merupakan suatu kondisi yang serius).
1. Infeksi payudara seperti mastitis atau pada stadium lanjut abses
payudara.
2. Infeksi saluran kemih/urinari tract infection (UTI).
3. Infeksi luka (jaringan perut pada SC).
4. Gangguan tromboembolik, termasuk tromboflebitis superfisial dan
trombosis vena dalam, kadang-kadang menimbulkan demam dan
takhikardia.
o Penyebab non infeksius
Peningkatan suhu badan yang tidak banyak merupakan hal yang
sangat umum selama periode post partum terutama dalam 24 jam
pertama. Penyebab demam seperti ini antara lain dehidrasi, luka/trauma
pada jaringan, reaksi terhadap protein janin, engorgement payudara.
Meskipun demam yang terjadi dalam 24 jam pertama setelah kelahiran
biasanya dianggap tidak berkaitan dengan infeksi, suhu tubuh sekitar
38,5˚C atau lebih selama 24 jam pertama harus menyiagakan akan
kemungkinan terjadinya sepsis puerperalis. (Suherni.dkk.2009.135-136)

Penyebab demam yang tidak berkaitan dengan persalinan

16
Infeksi apapun dapat terjadi selama masa puerperium. Di bawah
ini adalah contoh-contohnya : (Suherni.dkk.2009.136)

1. Infeksi dada (seperti pnemonia, bronkhitis, tuberkulosis, paru).


2. Malaria.
3. Tifoid.
4. Disentri.
5. Hepatitis.
6. Meningitis.
7. AIDS juga dapat menimbulkan berbagai macam gejala dan
membuat ibu menjadi lebih rentan terhadap infeksi lain.

. 3. Patofisologi Infeksi Nifas

Tempat yang baik sebagai tempat tumbuhnya kuman adalah di daerah


bekas insersio (plasenta). Insersio plasenta merupakan sebuah luka dengan
diameter 4 cm, permukaan tidak rata, berbenjol-benjol karena banyaknya vena
yang ditutupi oleh trombus. Selain itu, kuman dapat masuk melalui serviks,
vulva, vagina dan perineum. Infeksi nifas dapat terjadi karena manipulasi
penolong yang tidak steril atau pemeriksaan dalam berulang-ulang, alat-alat
tidak steril suci hama, infeksi droplet, sarung tangan dan alat-alat yang
terkontaminasi, infeksi nosokomial rumah sakit, infeksi intrapartum, dan
hubungan seksual akhir kehamilan yang menyebabkan ketuban pecah dini.
(Sari Eka Puspita dan Rimandini Kurnia Dwi. 2014 : 245)

Faktor predisposisi infeksi nifas antara lain :

a. Semua keadaan yang dapat menurunkan daya tahan tubuh, seperti


perdarahan banyak, pre eklampsia, malnutrisi, anemia, infeksi lain
(pneumonia, penyakit jantung). (Sari Eka Puspita dan Rimandini Kurnia
Dwi. 2014 : 245)
b. Persalinan dengan masalah seperti partus/persalinan lama dengan
ketuban pecah dini, korioamnionitis, persalinan traumatik, proses
pencegahan infeksi yang kurang baik dan manipulasi yang berlebihan. (Sari
Eka Puspita dan Rimandini Kurnia Dwi. 2014 : 246)

17
c. Tindakan obstetrik operatif baik per vaginam maupun per abdominal.
(Sari Eka Puspita dan Rimandini Kurnia Dwi. 2014 : 246)
d. Tertinggalnya sisa plasenta, selaput ketuban dan bekuan darah dalam
rongga rahim. (Sari Eka Puspita dan Rimandini Kurnia Dwi. 2014 : 246)
e. Episiotomi atau laserasi jalan lahir. (Sari Eka Puspita dan Rimandini
Kurnia Dwi. 2014 : 246)
4. Tanda dan Gejala Infeksi Nifas
1. Demam.
2. Nyeri pelvik.
3. Nyeri tekan di uterus.
4. Lokia berbau menyengat (busuk).
5. Terjadi keterlambatan dalam penurunan ukuran uterus.
6. Pada laserasi/luka episiotomi terasa nyeri, bengkak, mengeluarkan cairan
nanah(Suherni.dkk.2009.133)

Tanda dan gejala yang timbul pada infeksi nifas antara lain demam,
sakit di daerah infeksi, warna kemerahan, fungsi organ terganggu.

Gambaran klinis infeksi nifas adalah sebagai berikut :

a. Infeksi lokal : warna kulit berubah, timbul nanah, bengkak pada


luka, lokia bercampur nanah, mobilitas terbatas, suhu badan
meningkat. (Sari Eka Puspita dan Rimandini Kurnia Dwi. 2014 :
246)
b. Infeksi umum : sakit dan lemah, suhu badan meningkat, tekanan
darah menurun, nadi meningkat, pernapasan meningkat dan sesak,
kesadaran gelisah sampai menurun bahkan koma, gangguan involusi
uteri, lokia berbau, bernanah dan kotor. (Sari Eka Puspita dan
Rimandini Kurnia Dwi. 2014 : 246)
5 . Faktor Risiko Pada Sepsis Puerperalis
1. Anemia/kurang gizi.
2. Higiene yang buruk.
3. Tehnik aseptik yang buruk.
4. Manipulasi yang sangat banyak pada jalan lahir.

18
5. Adanya jaringan mati pada jalan lahir (akibat kematian janin intra
uterin, fragmen atau membran plasenta yang tertahan, pelepasan
jaringan dari dinding vagina setelah persalinan macet).
6. Inserasi tangan, instrumen, atau pembalut/tempon yang tidak steril
(praktek tradisional juga harus diperiksa).
7. Ketuban pecah lama.
8. Pemeriksaan vagina yang sering.
9. Kelahiran melalui SC, dan tindakan operasi lainnya.
10. Laserasi vagina atau laserasi servik yang tidak diperbaiki.
11. PMS yang diderita.
12. Haemoragi post partum.
13. Tidak diimunisasi terhadap tetanus.
14. Diabetes mellitus.
 Faktor-faktor risiko di masyarakat :
1. Tidak adanya transportasi dan sarana lain.
2. Jarak rumah ibu yang jauh ke fasilitas kesehatan.
3. Faktor-faktor yang memperlambat pencarian perawatan kesehatan,
status kesehatan wanita yang rendah.
4. Kurangnya pengetahuan tentang tanda tanda gejala sepsis
puerperalis.

 Faktor risiko di pelayanan kesehatan :


1. Pemantauan suhu badan yang tidak adekuat setelah persalinan
lama dan kelahiran.
2. Tidak adanya asepsis selama persalinan.
3. Pemeriksaan bakteriologis yang tidak adekuat pada ibu yang
mengalami sepsis puerperalis.
4. Kehabisan persediaan darah untuk transfusi.
5. Penatalaksanaan yang tidak adekuat dengan antibiotik yang tepat
atau intervensi operatif selanjutnya.
6. Ketidaktersediaan antibiotik yang tepat.

5. Klasifikasi Infeksi Nifas


1. Infeksi pada perineum, vulva, vagina, serviks dan endometrium.

19
Penyebaran infeksi nifas pada perineum, vulva, vagina, serviks dan
endometrium meliputi :
a. Vulvitis
Vulvitis adalah infeksi pada vulva. Vulvitis pada ibu pasca melahirkan
terjadi di bekas sayatan episiotomi atau luka perineum. Tepi luka
berwarna merah dan bengkak, jahitan mudah lepas, luka yamg terbuka
menjadi ulkus dan mengeluarkan nanah. (Sari Eka Puspita dan
Rimandini Kurnia Dwi. 2014 : 246)
b. Vaginitis
Vaginitis merupakan infeksi pada daerah vagina. Vaginitis pada ibu
pasca melahirkan terjadi secara langsung pada luka vagina atau luka
perineum. Permukaan mukosa bengkak dan kemerahan, terjadi ulkus
dan getah mengandung nanah dari daerah ulkus. (Sari Eka Puspita dan
Rimandini Kurnia Dwi. 2014 : 247)
c. Servisitis
Infeksi yang sering terjadi pada daerah serviks, tapi tidak menimbulkan
banyak gejala. Luka serviks yang dalam dan meluas dan langsung ke
dasar ligamentum latum dapat menyebabkan infeksi yang menjalar ke
parametrium. (Sari Eka Puspita dan Rimandini Kurnia Dwi. 2014 :
247)
d. Endometritis
Endometritis paling sering terjadi. Biasanya demam mulai 48 jam
postpartum dan bersifat naik turun. Kuman-kuman memasuki
endometrium (biasanya pada luka insersio plasenta) dalam waktu
singkat dan menyebar ke seluruh endometrium. Pada infeksi setempat,
radang terbatas pada endometrium. Jaringan desidua bersama bekuan
darah menjadi nekrosis dan mengeluarkan getah berbau yang terdiri
atas keping-keping nekrotis dan cairan. Pada infeksi yang lebih berat
batas endometrium dapat dilampaui dan terjadilah penjalaran. (Sari Eka
Puspita dan Rimandini Kurnia Dwi. 2014 : 247)
e. Septikemia dan Piemia
Pada septikemia, penderita sudah sakit dan lemah. Sampai tiga hari

postpartum suhu meningkat dengan cepat, biasanya disertai menggigil.

20
Selanjutnya, suhu berkisar antara 39-40°C, keadaan umum cepat

memburuk, nadi menjadi cepat (140-160 kali/menit atau lebih).

Penderita meninggal dalam enam sampai tujuh hari postpartum. Jika ia

hidup terus, gejala-gejala menjadi seperti piemia. (Rukiyah, Ai Yeyeh

dkk, 2010: 118)

Pada piemia, penderita tidak lama setelah postpartum sudah merasa

sakit, perut nyeri, dan suhu agak meningkat. Akan tetapi gejala-gejala

infeksi umum dengan suhu tinggi serta menggigil terjadi setelah

kuman-kuman dengan embolus memasuki peredaran darah umum.

Suatu ciri khusus pada piemia ialah berulang-ulang suhu meningkat

dengan cepat disertai menggigil, kemudian diikuti oleh turunnya suhu.

(Rukiyah, Ai Yeyeh dkk, 2010: 118)

f. Peritonitis

Pada peritonotis umum terjadi peningkatan suhu tubuh, nadi cepat dan

kecil, perut kembung dan nyeri, dan ada defense musculaire. Muka

yang semula kemerah-merahan menjadi pucat, mata cekung, kulit

muka dingin, terdapat fasies hippocratica. Pada peritonitis yang

terbatas didaerah pelvis, gejala tidak seberat peritonitis umum.

(Rukiyah, Ai Yeyeh dkk, 2010: 119)

Penanganan yang dapat dilakukan adalah nasogastrik suction, berikan

infus (NaCl atau Ringer Laktat), antibiotik sehingga bebas panas

selama 24 jam (ampisilin 2 gr IV, kemudian 1 gr setiap 6 jam,

ditambah gentamisin 5 mg/kg BB IV dosis tunggal/hari dan

metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam). Laparatomi dilakukan untuk

21
pembersihan perut (peritoneal lavage). (Rukiyah, Ai Yeyeh dkk, 2010:

119)

g. Selulitis Pelvik

Sellulitis pelvika ringan dapat menyebabkan suhu yang meninggi dalam

nifas. Bila suhu tinggi menetap lebih dari satu minggu disertai dengan

rasa nyeri di kiri atau kanan dan nyeri pada pemeriksaan dalam, hal ini

patut dicurigai terhadap kemungkinan sellulitis pelvika. Pada

pemeriksaan dalam dapat diraba tahanan padat dan nyeri di sebelah

uterus dan tahanan ini yang berhubungan erat dengan tulang panggul,

dapat meluas ke berbagai jurusan. Di tengah-tengah jairngan yang

meradang itu bisa tumbuh abses. (Rukiyah, Ai Yeyeh dkk, 2010: 119)

h. Salpingitis dan Ooforitis

Gejala Salpingitis dan ooforitis tidak dapat dipisahkan dari pelvio

peritonitis. Penyebaran melalui permukaan endometrium. Kadang-

kadang jaringan infeksi menjaral ke tuba fallopii dan ovarium disini

terjadi salpingitis dan/abfritis yang sukar dipisahkan dari pelvio

peritonitis. (Rukiyah, Ai Yeyeh dkk, 2010: 119)

i. Tromboflebitis

Perluasan infeksi nifas yang mengikuti aliran darah di sepanjang vena

dan cabang-cabangnya. Tromboflebitis, dikelompokkan sebagai berikut :

22
Pelvio Tromboflebitis

1) Nyeri pada perut bawah atau samping, pada hari ke 2-3 masa nifas

dengan atau tanpa panas.

2) Tampak sakit berat, menggigil berulang kali, suhu badan naik turun

secara tajam, dapat berlangsung selama 1-3 bulan.

3) Terdapat leukositosis.

4) Pada periksaan dalam hampir tidak ditemukan apa-apa karena yang

paling banyak terkena ialah vena ovarika yang sukar pada pemeriksaan

dalam.(Rukiyah, Ai Yeyeh dkk, 2010: 120)

j. Trombolfebitis Femoralis

1) Keadaan umum baik, subfebris selama 7-10 hari, kemudian mendadak

naik pada hari ke 10-20, yang disertai menggigil dan nyeri.

2) Pada salah satu kaki (biasanya kaki kiri), tanda-tanda seperti kaki

sedikit fleksi dan rotasi keluar serta sulit bergerak, lebih panas

dibandingkan dengan kaki yang lain. Nyeri hebat pada lipat paha

(daerah paha). Edema kadang-kadang terjadi sebelum atau setelah

nyeri.(Rukiyah, Ai Yeyeh dkk, 2010: 120)

Penanganan :

1) Kaki ditinggikan untuk mengurangi edema, lakukan kompresi pada

kaki, setelah mobilisasi kaki endaknya tetap dibalut elastik atau

memakai kaus kaki panjang selama mungkin.

2) Kondisi ibu jelek, sebaiknya jangan mneyusui.

3) Antibiotik dan analgesik.

(Rukiyah, Ai Yeyeh dkk, 2010: 120)

23
2.3.3 Sakit Kepala,Nyeri Epigastrik,Penglihatan Kabur.
Wanita yang baru melahirkan sering mengeluh sakit kepala hebat atau
penglihatan kabur. (Heryani Reni, 2012 : 112)

Sakit Kepala,Nyeri Epigastrik,Penglihatan Kabur

1) Data subjektif
a. Ibu mengatakan kepalanya terasa sakit.
b. Ibu mengatakan nyeri pada daerah perut atas samping.
c. Ibu mengatakan peenglihatannya kabur.
d. Ibu mengatakan mual, bahkan sampai muntah. (Sulistyawati Ari,
2009 : 187)
2) Data subjektif
a. Ekspresi wajah ibu kelihatan menahan sakit.
b. Mata dikerjap-kerjapkan supaya pandnagannya lebih jelas.
c. Vital sign : tekanan darah meningkat (lebih dari normal).
d. Kenaikan berat badan yang drastis sejak kehamilan.
e. Kaki odema dua-duanya. (Sulistyawati Ari, 2009 : 188)
3) Pemeriksaan penunjang/laboratorium
a. Terdapat proteinuria.

Penanganan :

1) Pre eklamsi ringan


a. Rawat jalan
 Banyak istirahat.
 Diet TKTP.
 Diet rendah garam, lemak, dan KH.
 Konsumsi multivitamineral sayuran dan buah.

24
 Pemberian sedatif ringan (Diazepam 3 x 2 mg) atau luminal
3 x 30 mg selama seminggu.
 Cek lab (HB, AL, Ct, Bt, Gold a, AT), darah kimia (alb,
globulin, gula darah sewaktu, ureum creatinin, got, gpt).
 Cek lab urine (uji faal hati, faal ginjal, estriol).
 Kontrol tiap minggu. (Sulistyawati Ari, 2009 : 188)

b. Rawat inap
 Dalam 2 minggu rawat jalan tidak menunjukkan perubahan.
 BB bertambah.
 Timbul salah satu pre eklamsi berat. (Sulistyawati Ari, 2009
: 188)
2) Pre eklamsi berat
 Penderita dirawat diruang yang tenang.
 Diet cukup protein (100 gr/hari) dan kurang garam (0,5
gr/hari).
 Infus RL 125/jam (20 tetes/menit).
 MgSo4. (Sulistyawati Ari, 2009 : 188)

2.3.4 Pembengkakan Di Wajah Dan Ekstremitas


 Periksa adanya varises
 Periksa kemerahan pada betis
 Periksa apakah tulang kering, pergelangan kaki, kaki
odema(Marmi.2014:166)

1) Deteksi melalui :
a. Data subjektif
 Ibu mengatakan wajah dan kakinya membengkak.
 Ibu mengatakan sesak napas dan gampang capek.
 Ibu mengatakan badan terasa lemas. (Sulistyawati Ari, 2009 : 189)
b. Data subjektif
 KU kelihatan menurun (lemah).

25
 Vital sign : nadi kecil dan cepat, tensi turun, suhu normal, respirasi
meningkat.
 Terdapat odema pada wajah dan ekstermitas.
 Pasien kelihatan pucat.
 Ujung jari pucat sampai berwarna biru.
 Berkeringat.
 Aktivitas berkurang. (Sulistyawati Ari, 2009 : 189)
c. Pemeriksaan penunjang
 Pemeriksaan EKG. (Sulistyawati Ari, 2009 : 189)

Penanganan :

a) Perbanyak istirahat.
b) Diet TKTP rendah garam.
c) Pemantauan melekat vital sign.
d) Rujuk ke ahli penyakit dalam (bagi seorang bidan) jika dalam
RS lakukan kolaborasi dengan ahli lain (ahli penyakit dalam,
ahli gizi). (Sulistyawati Ari, 2009 : 189)

2.3.5 Demam,Muntah,Rasa Sakit Waktu Berkemih.

Organisme yang menyebabkan infeksi saluran kemih berasal dari flora


normal perinium. Sekarang terdapat bukti bahwa beberapa galur Esherichia
coli memiliki pili yang meningkatkan virulensinya (Svanborg-Eden, 1982)

Pada masa nifas dini, sentivitas kandung kemih terhadap tegangan air
kemih didalam vesika sering menurun akibat trauma persalinan serta anelgesia
epidural atau spinal sensasi peregangan kadung kemih juga mungkin
berkurang akibat rasa tidak nyaman yang ditimbulkan oleh episiotomi yang
lebar, laserasi periuretra, atau hematom dinding vagina. Setelah melahirkan
terutama saat infus oksitosin dihentikan terjadi diuresis yang disertai
peningkatan produksi urin dan distensi kandung kemih. Overdistensi yang
disertai katerisasi untuk mengeluarkan air kemih sering menyebabkan infeksi
menyebabkan infeksi saluran kemih. (Marmi.2014:161 – 167)

1) Deteksi dini melalui :

26
a. Data subjektif
 Ibu mengatakan suhu badan naik dan menggigil.
 Ibu mengatakan tidak badan.
 Ibu mengatakan muntah setiap habis makan.
 Ibu mengatakan sakit waktu kencing dan terasa panas.
 Ibu mengatakan kalau kencing seperti anyang-anyangen.
 Ibu mengatakan sakit mulai hari ke-5 stetelah melahirkan.
(Sulistyawati Ari, 2009 : 190)
b. Data objektif
 Suhu badan meningkat.
 Denyut nadi cepat.
 Sakit saat ditekan (nyeri tekan) di bagian atas simpisis pubis
dan daerah lipat paha. (Sulistyawati Ari, 2009 : 190)
c. Pemeriksaan laboratorium
 Jumlah lekosit meningkat.
 Terdapat bakteri. (Sulistyawati Ari, 2009 : 190)

Penanganan :

a) Pemberian parasetamol 500 mg sebanyak 3-4 kali sehari.


b) Antibiotik sesuai dengan mikroorganisme yang ditemukan.
c) Minum yang banyak.
d) Katerisasi bila perlu.
e) Makan makanan yang bergizi.
f) Jaga kebersihan daerah genetalia. (Sulistyawati Ari, 2009 :
190)

2.3.5 Perubahan Payudara

Payudara yang berubah menjadi merah, panas, dan terasa sakit

Payudara bengkak yang tidak di susu secara adekuat dapat


menyebabkan payudara menjadi merah, panas, terasa sakit, akhirnya

27
terjadi mastitis. Puting lecet akan memudahkan masuknya kuman dan
terjadinya payudara bengkak. (Heryani Reni, 2012 : 114)
BH yang terlalu ketat, mengakibatkan segmental engorgement. Kalau
tidak disusui dengan adekuat, bisa terjadi mastitis. Ibu yang diet jelek,
kurang istirahat, anemia akan mudah terkena infeksi. (Heryani Reni, 2012 :
114)

Gejala :

a. Bengkak, nyeri seluruh payudara/nyeri lokal.


b. Kemerahan pada seluruh payudara atau hanya lokal.
c. Payudara keras dan berbenjol-benjol (merongkol).
d. Panas badan dan rasa sakit umum. (Heryani Reni, 2012 : 114)

Penatalaksanaan :

a. Menyusui diteruskan. Pertama bayi di susukan pada payudara yang


terkena selama dan sesering mungkin, agar payudara kosong,
kemudian pada payudara yang normal.
b. Berilah kompres panas, bilas menggunakan shower hangat atau lap
basah panas pada payudara yang terkena.
c. Ubahlah posisi menyusui dari waktu ke waktu, yaitu dengan posisi
tiduran, duduk atau posisi memegang bola (football position).
d. Pakailah baju BH longgar.
e. Istirahat yang cukup, makanan yang bergizi.
f. Banyak minum sekitar 2 liter per hari.
g. Dengan cara-cara seperti tersebut diatas biasanya peradangan akan
menghilang setelah 48 jam, jarang sekali yang menjadi abses. Tetapi
bila dengan cara-cara seperti tersebut di atas tidak ada perbaikan
setelah 12 jam, maka diberikan antibiotika selama 5-10 hari dan
analgesik. (Heryani Reni, 2012 : 114)

 . PERMASALAHAN DALAM PENYUSUAN

1. Permasalahan atau Kelainan Payudara

 Payudara Bengkak (Engagement)

28
Penyebab :

Payudara bengkak disebabkan karena menyusui yang tidak


kontinyu , sehingga sisa ASI terkumpul pada daerah duktus. Hal
ini dapat terjadi pada hari ke tiga setelah melahirkan. Selain itu,
penggunaan bra yang ketat serta keadaan puting susu yang tidak
bersih dapat menyebabkan sumbatan pada duktus. (Marmi.
2011: 168)

Gejala :

Perlu dibedakan antara payudara bengkak dengan payudara


penuh. Pada payudara bengkak: payudara odem, sakit, puting
susu kencang, kulit mengkilat walau tidak merah, dan ASI tidak
keluar kemudian badan menjadi demam setelah 24 jam.
sedangkan pada payudara penuh: payudara terasa berat, panas
dan keras. Bila ASI dikeluarkan tidak ada demam. (Marmi.
2011: 169)

Pencegahan :

1) Menyusui bayi segera setelah lahir dengan posisi dan


perlekatan yang benar.

2) Menyusui bayi tanpa jadwal (non jadwal dan on demand).

3) Keluarkan ASl dengan tangan atau pompa bila produksi


melebihi kebutuhan bayi.

4) Jangan memberikan minuman lain pada bayi.

5) Lakukan perawatan payudara pasca persalinan (masase, dan


sebagainya). (Marmi. 2011: 169)

Penatalaksanaan :

1) Keluarkan sedikit ASI sebelum menyusui agar payudara


lebih lembek, sehingga lebih mudah memasukkannya ke dalam
mulut bayi.

29
2) Bila bayi belum dapat menyusu, ASI dikeluarkan dengan
tangan atau pompa dan diberikan pada bayi dengan cangkir atau
sendok.

3) Tetap mengeluarkan ASI sesering yang diperlukan sampai


bendungan teratasi.

4) Untuk mengurangi rasa sakit dapat diberi kompres hangat


dan dingin.

5) Bila ibu demam dapat diberikan obat penurun demam dan


pengurang sakit.

6) Lakukan pemijatan pada daerah payudara yang bengkak,


bermanfaat untuk membantu memperlancar pengeluaran ASI.

7) Pada saat menyusui, sebaiknya ibu tetap rileks.

8) Makan makanan bergizi untuk meningkatkan daya tahan


tubuh dan perbanyak minum. (Marmi. 2011: 169)

 Mastitis

Mastitis adalah peradangan pada payudara. Mastitls ini dapat


terjadi kapan saja sepanjang periode menyusui, tapi paling
sering terjadi antara hari ke-10 dan hari ke-28 setelah
kelahiran(Marmi. 2011: 170).

Penyebab :

1) Payudara bengkak yang tidak disusukan secara adekuat.

2) Bra yang terlalu ketat.

3) Puting susu lecet yang menyebabkan infeksi.

4) Asupan gizi kurang, istirahat tidak cukup dan terjadi anemia.


(Marmi. 2011: 170)

Gejala :

30
1) Bengkak dan nyeri.

2) Payudara tampak merah pada keseluruhan atau di tempat


tertentu.

3) Payudara terasa keras dan berbenjol-benjol.

4) Ada demam dan rasa sakit umum. (Marmi. 2011: 170)

Penanganan :

1) Payudara dikompres dengan air hangat.

2) Untuk mengurangi rasa sakit dapat diberikan pengobatan


analgetika.

3) Untuk mengatasi infeksi diberikan antibiotika.

4) Bayi mulai menyusu dari payudara yang mengalami


peradangan.

5) Anjurkan ibu selalu menyusui bayinya.

6) Anjurkan ibu untuk mengkonsumsi makanan yang bergizi


dan istirahat cukup. (Marmi. 2011: 170)

 Abses Payudara

Abses payudara berbeda dengan mastitis. Abses payudara


terjadi apabila mastitis tidak tertangani dengan baik, sehingga
memperberat infeksi.

Gejala :

1) Sakit pada payudara ibu tampak lebih parah.

2) Payudara lebih mengkilap dan berwarna merah.

3) Benjolan terasa lunak karena berisi nanah. (Marmi. 2011:


170)

Penanganan :

31
1) Teknik menyusui yang benar.

2) Kompres payudara dengan air hangat dan air dingin secara


bergantian.

3) Meskipun dalam keadaan mastitis, harus sering menyusui


bayinya.

4) Mulailah menyusui pada payudara yang sehat.

5) Hentikan menyusui pada payudara yang mengalami abses,


tetapi ASI harus tetap dikeluarkan.

6) Apabila abses bertambah parah dan mengeluarkan nanah,


berikan antibiotik.

7) Rujuk apabila keadaan tidak membaik. (Marmi. 2011: 171)

 Puting Susu Lecet (Abraded and or cracked nipple)

Puting susu lecet dapat disebabkan trauma pada puting susu saat
menyusui, selain itu dapat pula terjadi retak dan pembentukan
celah-celah. Retakan pada puting susu bisa sembuh sendiri
dalam waktu 48 jam. (Marmi. 2011: 171)

Penyebab :

1) Teknik menyusui yang tidak benar.

2) Puting susu terpapar oleh sabun krim, alkohol ataupun zat


iritan lain saat ibu membersihkan puting susu.

3) Moniliasis pada mulut bayi yang menular pada puting susu


ibu.

4) Bayi dengan tali lidah pendek (frenulum lingue).

5) Cara menghentikan menyusui yang kurang tepat(Marmi.


2011: 171)

Penatalaksanaan :

32
1) Cari penyebab puting susu lecet.

2) Bayi disusukan lebih dulu pada putting susu yang normal


atau lecetnya sedikit.

3) Tidak menggunakan sabun, krim, alkohol ataupun zat iritan


lain saat membersihkan payudara.

4) Menyusui lebih sering (8-12 kali dalam 24 jam).

5) Posisi menyusui harus benar, bayi menyusu sampai ke kalang


payudara dan susukan secara bergantian diantara kedua
payudara.

6) Keluarkan sedikit ASI dan oleskan ke Puting yang lecet dan


biarkan kering.

7) Pergunakan BH yang menyangga

8) Bila terasa sangat sakit boleh minum obat pengurang rasa


sakit

9) Jika penyebabnya monilia, diberi pengobatan dengan tablet


Nystatin. (Marmi. 2011: 172)

 Saluran Susu Tersumbat (Obstructed Duct)

Penyebab :

1) Air susu mengental hingga menyumbat lumen saluran Hai ini


terjadi sebagai akibat air susu jarang dikeluarkan.

2) Adanya penekanan saluran air susu dari luar.

3) Pemakaian bra yang terlalu ketat. (Marmi. 2011: 172)

Gejala :

Gejala ini jarang sekali dirasakan antara lain :

1) Pada payudara terlihat jelas dan lunak pada perabaan (pada


wanita kurus).

33
2) Payudara terasa nyeri dan bengkak pada payudara yang
tersumbat. (Marmi. 2011: 172)

Penanganan :

1) Payudara dikompres dengan air hangat dan air dingin setelah


bergantian, setelah itu bayi disusui.

2) Lakukan masase pada payudara untuk mengurangi nyeri dan


bengkak.

3) Menyusui bayi sesering mungkin.

4) Bayi disusui mulai dengan payudara yang salurannya


tersumbat.

5) Gunakan bra yang menyangga payudara

6) Posisi menyusui diubah-ubah untuk melancarkan aliran ASI.


(Marmi. 2011: 172)

2.Masalah menyusui pada keadaan khusus

Masalah yang timbul pada periode ini adalah :

a. Ibu melahirkan dengan bedah sesar

Meskipun seorang ibu menjalani persalinan sesar tetapi juga yang


mempunyai keinginan kuat untuk tetap memberikan ASI pada
bayinya. Namun demikian, ada beberapa keadaan yang dapat
mempengaruhi ASI baik langsung maupun tidak langsung antara
lain : pengaruh pembiusan saat operasi, psikologi ibu.

Ibu dengan pasca persalinan sesar tetap dapat memberikan ASI nya.
Hal yang perlu diperhatikan pada kondisi ini adalah :

1) Mintalah segera mungkin untuk dapat menyusui

34
2) Cari posisi yang nyaman untuk menyusui seperti : Iying flat on
your back, ciutch ( football ) hold, side Iying, cross cradle
( transition ) hold.

3) Mintalah dukungan dari keluarga

4) Berdoa dan yakinlah bahwa ibu dapat memberikan ASI

( Marmi.2014 : 173 )

b. Ibu sakit

Ibu sakit bukan merupakan alasan untuk berhenti menyusui. Justru


dengan tetap menyusui, ASI akan melindungi bayi dari penyakit.
Perlu diperhatikan, pada saat ibu sakit diperlukan bantuan dari orang
lain untuk mengurus bayi dan rumah tangga. Dengan harapan ibu
tetap mendapatkan istirahat yang cukup. Periksalah ke tenaga
kesehatan terdejkat, untuk mendapatkan pengobatan yang tidak
mempengaruhi ASI maupun bayi. ( Marmi. 2014 : 173 )

c. Ibu penderita HIV/AIDS (+) dan Hepatitis ( HbsAg + )

Masih ada perbedaan pandangan mengenai penularan penyakit


HIV/AIDS atau Hepatitis melalui ASI dari ibu penderita kepada
bayinya. Ada yang berpendapat bahwa ibu penderita HIV/AIDS
atau hepatitis tidak diperkenakan untuk menyusui. Namun demikian
WHO berpendapat ibu penderita tetap dianjurkan memberikan ASI
kepada bayinya dengan berbagai pertimbangan antara lain : alasan
ekonomi, aspek kesehatan ibu. ( Marmi 2014 : 173 )

d. Ibu penderita TBC paru

Pada ibu penderita TBC paru tetap dianjurkan untuk menyusui,


karena kuman TBC tidak ditularkan melalui ASI. Ibu tetap diberikan
pengobatan TBC paru secara adekuat dan diajarkan cara pencegahan
pada bayi dengan menggunakan masker. Bayi diberikan INH
sebagai profilaksis. Penggunakan pada ibu dilakukan kurang lebih 3
bulan kemudian dilakukan uji Mantoux pada bayi bila hassil negatif

35
terapi INH dihentikan dan imunisasi bayi dengan vaksinasi BCG. .
( Marmi 2014 : 173 )

e. Ibu penderita diabetes

Bayi tetap diberikan ASI, namun kadar gula darahnya tetap


dimonitor. ( Marmi 2014 : 173)

f.Ibu yang memerlukan pengobatan

Banyak dijumpai pada ibu menyusui yang meminum obat – obatan


dikarenakan sakit menghentikan pemberian ASI nya. Dengan
alasan, obat – obatan yang ibu minum mengganggu bayi dan kadar
ASI. Namun demikian ada jenis obat – obatan tertentu yang
sebaiknya tidak diberikan pada ibu menyusui. Apabila ibu
memerlukan obat, diberikan obat yang masa paruh obat pendek dan
mempunyai rasio ASI-plasma kecil dicari obat alternatif yang tidak
berakibat pada bayi maupun ASI. . ( Marmi 2014 : 174 )

g. Ibu hamil

Pada saat ibu masih menyusui, terkadang hamil lagi. Dalam hal ini
tidak membahayakan bagi ibu maupun bayi, asalkan asupan gizi
pada saat menyusui dan hamil terpenuhi. Namun demikian perlu
dipertimbangkan adanya hal – hal yang dapat dialami antara lain :
puting susu lecet, keletihan, ASI berkurang, rasa ASI berubah dan
dapat terjadi kontraksi uterus dari isapan bayi. . ( Marmi 2014 : 174)

36
Masalah menyusui masa pasca persalinan lanjut

Masalah yang timbul pada periode ini adalah :

a. Sindrom ASI kurang

Masalah sindrom ASI kurang diakibatkan oleh kecukupan bayi akan ASI
tidak terpenuhi sehingga bayi mengalami ketidakmampuan setelah
menyusui, bayi sering menangis atau rewel, tinja bayi keras dan payudara
tidak terasa membesar. Namun kenyataannya ASI sebenarnya tidak kurang.
Sehingga terkadang timbul masalah bahwa ibu merasa ASInya tidak
mencukupi dan ada keinginan untuk menambah dengan susu formula.
Kecukupan ASI dapat dinilai dari penambahan berat badan bayi secara
teratur, frekuensi BAK paling sedikit 6 kali sehari.

Cara mengatasi masalah tersebut, sebaiknya disesuaikan dengan


penyebabnya. Hal yang dapat menyebabkan sindrom kekurangan ASI
antara lain :

1. Faktor teknik menyusui, antara lain masalah frekuensi, perlekatan,


penggunaan dot atau botol, tidak mengosongkan payudara.

2. Faktor psikologis : ibu kurang percaya diri, stres

3. Faktor fisik, antara lain : penggunaan kontrasepsi, hamil, merokok,


kurang gizi.

4. Faktor bayi, antara lain : penyakit, abnormalitas, kelainan kongenital.

Oleh karena itu, diperlukan kerjasama antara ibu dan bayi sehingga
produksi ASI dapat meningkat dan bayi dapat memberikan isapan secara
efektif. . ( Marmi 2014 : 174)

37
b. Ibu kerja

Ibu yang bekerja bukan menjadi alasan tidak dapat menyusui bayinya.
Banyak cara yang dapat digunakan untuk mengatasi hal tersebut,
antara lain :

1. Bawalah bayi anda jika tempat kerja ibu


memungkinkan

2. Menyusui sebelum berangkat bekerja

3. Perahlah ASI sebagai persediaan di rumah sebelum


berangkat bekerja

4. Ditempat kerja ibu dapat mengosongkan payudara


setiap 3 – 4 jam

5. ASI perah dapat disimpan di lemari es atau freezer

6. Pada saat ibu dirumah, susuilah bayi sesering mungkin


dan rubah jadwal menyusui

7. Minum dan makan makanan yang bergizi serta cukup


istirahat selama bekerja dan menyusui. . ( Marmi
2014 : 175 )

Masalah menyusui pada bayi

Masalah pada bayi dapat berupa bayi sering menangis,


bingung puting, bayi dengan kondisi tertentu seperti BBLR, ikterus, bibir
sumbing, bayi kembar, bayi sakit, bayi dengan lidah pendek ( lingual
frenulum ), bayo yang memerlukan perawatan. . ( Marmi 2014 : 175 )

38
a. Bayi sering menangis

Tangisan bayi dapat dijadikan sebagai cara berkomunikasi antara bayi


dan buah hari. Pada saat bayi menangis, maka cari sumber penyebabnya.
Dan yang paling sering karena kurang ASI. . ( Marmi 2014 : 176 )

b. Bayi bingung puting ( Nipple Confusion )

Bingung puting ( Nipple Confusion ) terl yang berganti – ganti. Hal jadi
akibat pemberian susu formula dalam botol yang berganti – ganti. Hal ini
akibat mekanisme menyusu pada puting susu ibu berbeda dengan
mekanisme menyusu pada botol. Menyusu pada ibu memerlukan kerja
otot – otot bersifat pasif, tergantung pada faktor pemberi yaitu
kemiringan botol atau tekanan gravitasi susu, besar lubang dan ketebalan
karet dot.

Tanda bayi bingung puting antara lain :

1. Bayi menolak menyusu

2. Isapan bayi terputus – putus dan sebentar – sebentar

3. Bayi mengisap puting seperti mengisap dot

Hal yang perlu diperhatikan agar bayi tidak bingung puting antara lain :

1. Berikan susu formula menggunakan sendok ataupun cangkir

2. Berikan susu formula dengan indikasi yang kuat. ( Marmi 2014 :


176 )

c. Bayi dengan BBLR dan bayi prematur

Bayi dengan berat badan lahir rendah, bayi prematur maupun bayi kecil
mempunyai masalah menyusui karena refleks menghisapnya lemah.
Oleh karena itu harus segera dilatih untuk menyusu. Bila bayi di rawat di
rumah sakit, harus lebih sering dijenguk, disentuh dengan kasih sayang
dan bila memungkinkan disusui. ( Marmi 2014 : 176 )

39
d.Bayi dengan ikterus

Ikterik pada bayi sering terjadi pada bayi yang kurang mendapatkan ASI.
Ikterik dini terjadi pada bayi usia 2 – 10 hari yang disebabkan oleh kadar
bilirubin dalam darah tinggi.

Untuk mengatasi agar tidak terjadi hiper bilirubinemia pada bayi maka :

1. Segeralah menyusu bayi setelah lahir

2. Menyusu bayi, sesering mungkin tanpa jadwal dan on demand

Oleh karena itu, menyusui dini sangat penting karena bayi akan mendapatkan
kolustrum. Kolustrum membantu bayi mengeluarkan mekonium, bilirubin
dapat dikeluarkan melalui feses sehingga mencegah bayi tidak kuning.
( Marmi 2014 : 177)

d. Bayi dengan bibir sumbing

Bayi dengan bibir sumbing tetap masih bisa menyusu. Pada bayi
dengan bibir sumbing pallatum molle ( langit – langit lunak ) dan
pallatum durum ( langit – langit keras ), dengan posisi tertentu masih
dapat menyusu tanpa kesulitan. Meskipun bayi terdapat kelainan, ibu
harus tetap menyusui karena dengan menyusui dapat melatih kekuatan
otot rahang dan lidah.

Anjuran menyusui pada keadaan ini dengan cara :

1. Posisi bayi duduk

2. Saat menyusui, puting dan areola dipegang

3. Ibu jari digunakan pada bayi dengan labiopalatoskisis


( sumbing pada bibir dan langit – langit ) . ( Marmi 2014 : 177)

e. Bayi kembar

Posisi yang dapat digunakan pada saat menyusui bayi kembar adalah
dengan posisi memegang bola ( football position ). Pada saat menyusui

40
secara bersamaan, bayi menyusu secara bergantian. Susuilah bayi sesering
mungkin. Apabila bayi ada yang dirawat dirumah sakit, berikanlah ASI
peras dan susuilah bayi yang di ada dirumah sakit. Agar ibu dapat
beristirahat maka sebaiknya mintalah bantuan pada anggota keluarga atau
oranga lain untuk mengasuh bayi anda. ( Marmi 2014 : 177 )

f. Bayi sakit

Bayi sakit dengan indikasi khusus tidak diperbolehkan mendapatkan


makanan per oral, tetapi pada saat kondisi bayi sudah memungkinkan maka
berikan ASI. Menyusui bukankontraindikasi pada bayi sakit dengan muntah
– muntah ataupun diare. Posisi menyusui yang tepat dapat mencegah
timbulnya muntah, antara lain dengan posisi duduk. Berikan ASI sedikit
tapi sering kemudian sendawakan. Pada saat bayi akan ditidurkan posisikan
tengkurap atau miring kanan untuk mengurangi bayi terdesak karena
regurgitasi. . ( Marmi 2014 : 177)

g. Bayi dengan lidah pendek ( Lingual Frenulum )

Bayi dengan lidah pendek atau lingual frenulum ( jaringan ikat penghubung
lidah dan dasar mulut ) yang pendek dan tebal serta kaku tak elastis,
sehingga membatasi gerak lidak dan bayi tidak dapat menjulurkan lidahnya
untuk “ mengurut “ puting dengan optimal.

Akibat lidah bayi tidaj sanggup “memegang” puting dan areola dengan
baik, maka proses laktasi tidak dapat berjalan dengan sempurna. Ileh karena
itu ibu dapat membantu dengan menahan kedua bibir bayi segera setelah
bayi dapat menangkap puting dan areola dengan benar. Kemudian posisi
kedua bibir bayi dipertahankan agar tidak berubah – ubah. . ( Marmi 2014 :
178 )

h. Bayi yang memerlukan perawatan

Pada saat bayi sakit dan memerlukan perawatan padahal bayi masih
menyusu, sebaiknya ibu tetap merawat dan meberikan ASI. Apabila tidak

41
terdapat fasilitas maka ibu dapat memerah ASI dan menyimpannya. Cara
penyimpanan ASI perahpun juga perlu diperhatikan agar tidak mudah basi

. ( Marmi 2014 : 178 )

i. Menyusui dalam keadaan darurat

Masalah pada keadaan darurat misalnya : kondisi ibu yang panik sehingga
prosuksi ASI dapat berkurang ; makanan pengganti ASI tidak terkontrol

Rekomendasi untuk mengatasi keadaan darurat tersebut antara lain :


pemberian ASI harus dilindungi pada keadaan darurat, pemberian makanan
pengganti ASI ( PASI ) dapat diberikan dalam kondidi tertentu dan hanya
pada waktu dibutuhkan bila memungkinkan pemberian PASI tidak
menggunakan botol. . ( Marmi 2014 : 178 )

2.3.6 kehilangan nafsu makan dalam waktu lama.

Sesudah anak lahir ibu akan merasa lelah mungkin juga lemas karena
kehabisan tenaga. Hendaknya lekas berikan minuman hangat, susu, kopi atau teh
yang bergula. Apabila ibu menghandaki makanan, berikanlah makanan yang sifatnya
ringan walaupun dalam persalinan lambung dan alat pencernaan tidak. langsung
turut mengadakan proses persalianan, tetapi sedikit atau banyak pasti dipengaruhi
proses persalinanya tersebut. Sehingga alat pencernaan perlu istirahat guna
memulihkan keadaannya kembali. Oleh karena itu tidak benar bila ibu diberikan
makanan sebanyak-banyaknya walaupun ibu menginginkannya. Tetapi biasanya
disebabkan adanya kelelahan yang amat berat, nafsu makan pun akan terganggu,
sehingga ibu tidak ingin makan sampai kelelahan itu hilang. Sesudah anak lahir ibu
akan merasa lelah mungkin juga lemas karena kehabisan tenaga. Hendaknya lekas
berikan minuman hangat, susu, kopi atau teh yang bergula. Apabila ibu
menghandaki makanan, berikanlah makanan yang sifatnya ringan walaupun dalam
persalinan lambung dan alat pencernaan tidak. langsung turut mengadakan proses
persalianan, tetapi sedikit atau banyak pasti dipengaruhi proses persalinanya

42
tersebut. Sehingga alat pencernaan perlu istirahat guna memulihkan keadaannya
kembali. Oleh karena itu tidak benar bila ibu diberikan makanan sebanyak-
banyaknya walaupun ibu menginginkannya. Tetapi biasanya disebabkan adanya
kelelahan yang amat berat, nafsu makan pun akan terganggu, sehingga ibu tidak
ingin makan sampai kelelahan itu hilang. (Marmi. 2011: 167)

1) Analisa data
a. Ibu merasa trauma dengan persalinannya.
b. Stres dengan perubahan bentuk tubuh yang tidaik menarik lagi seperti
dulu.
c. Pada ibu post SG yang mual sampai muntah karena pengaruh obat
anestesi dan keterbatasan aktivitas (terlalu lama dalam posisi berbaring,
kepala sering pusing).
d. Adanya nyeri setelah melahirkan. (Sulistyawati Ari, 2009 : 192)
2) Kemungkinan penyulit yang akan muncul
a. Pemenuhan kebutuhan nutrisi pada ibu nifas akan kurang.
b. Terjadi gangguan dalam proses laktasi dan menyusui.
c. Kurang maksimalnya ibu dalam merawat bayinya. (Sulistyawati Ari,
2009 : 193)

Penanganan :

a. Pemberian dukungan mental pada ibu.


b. Pemberian KIE mengenai pentingnya asupan gizi yang baik untuk ibu
dan bayinya.
c. Kaji sejauh mana dukungan keluarga untuk mengatasi permasalahan
ini.
d. Fasilitasi dengan pemberian bimbingan dalam menyusun menu
seimbang sesuai selera ibu. (Sulistyawati Ari, 2009 : 193)

43
2.3.7 perubahan pada ekstremitas (rasa sakit,merah,lunak dan pembengkakan dikaki )

Selama masa nifas, dapat terbentuk thrombus sementara pada vena-vena


manapun di pelvis yang mengalami dilatasi, dan mungkin lebih sering mengalaminya.
(Marmi. 2011: 167)

Faktor predisposisi :

1. Obesitas

2. Peningkatan umur maternal dan tingginya paritas

3. Riwayat sebelumnya mendukung

4 . Anestesi dan pembedahan dengan kemungkinan trauma yang lama pada


keadaan pembuluh vena

5. Anemia maternal

6. Hipotermi atau penyakit jantung

7. Endometritis

8. Varicostitis Marmi. 2011: 168)

Manifestasi :

1. Timbul secara akut

2. Timbul rasa nyeri akibat terbakar

3. Nyeri tekan permukaan (Marmi. 2011: 167-168)

1) Data sebjektif

44
a. Ibu mengatakan sakit pada tungkai bawah disertai dengan pembekakan.

b. Ibu mengatakan susah berjalan. (Sulistyawati Ari, 2009 : 193)

2) Data objektif

a. Suhu badan subfebris selama 7 hari meningkat mulai hari ke-10 sampai ke-
20, yang disertai dengan menggigil dan nyeri sekali.

b. Pada kaki yang terkena akan menunjukan tanda-tanda :

 Kaki sedikit dalam keadaan fleksi dan rotasi keluar, serta sukar
bergerak, lebih panas dibandingkan dengan kaki satunya.

 Seluruh bagian dari salah satu vena pada kaki terasa tegang dan
keras pada paha bagian atas.

 Nyeri hebat pada lipat paha dan daerah paha.

 Refleks tonik akan terjadi spasme arteri sehingga kaki menjadi


bengkok, tegang, putih, nyeri, dan dingin.

 Edema kadang terjadi sebelum atau setelah nyeri dan pada


umumnya terdapat pada paha, terapi lebih sering dimulai dari jari-
jari kaki dan pergelangan kaki, kemudian mulai dari bawah ke atas.

 Nyeri pada betis. (Sulistyawati Ari, 2009 : 194)

3) Pemeriksaan penunjang

Cek lab darah (lekosit).

Penanganan :

a. Perawatan

a) Kaki ditinggikan untuk mengurangi edema, lakukan komopresi pada


kaki.

b) Kaki dibalur dengan elastik.

a. Menyusui tetap dilanjutkan selama kondisi ibu masih memungkinkan.

45
b. Tirah baring.

c. Antibiotik dan analgetik.

d. Antikoagulansia untuk mencegah bertambah luasnya thrombus dan


mengurangi bahaya emboli (misalnya, heparin 10.000 satuan tiap 6 jam
per infus, kemudian diteruskan dengan warfarin per oral). (Sulistyawati
Ari, 2009 : 195)

2.3.8 perubahan psikologis (rasa sedih dan tidak mampu merawat bayi dan dirinya
sendiri)

Pada minggu-minggu awal setelah persalinan sampai kurang lebih i tahun ibu
post partum cenderung akan mengalami perasaan-perasaan yang tidak pada
umumnya. seperti merasa sedih, tidak mampu mengasuh dirinya sendiri dan bayinya.
(Marmi. 2011: 168)

Faktor penyebab :

1. Kekecewaan emosional yang mengikuti kegiatan bercampur rasa takut yang


dialami kebanyakan wanita selama hamil dan melahirkan

2. Rasa nyéri pada awal masa nifas

3. Kelelahan akibat kurang tidur selama persalinan dan telah melahirkan


kebanyakan di rumah sakit

4. Kecemasan akan kemampuannya untuk marawat bayinya setelah


meninggalkan rumah sakit

5. Ketakutan akan menjadi tidak menarik lagi. (Marmi. 2011: 168)

1) Data sebjektif

a. Riwayat persalinan (spontan/operasi).

b. Respon terhadap kelahiran bayinya.

c. Kualitas pelayanan penolong persalinan.

d. Riwayat perkawinan.

46
e. Ibu anak ke...

f. Riwayat pola pendidikan ibu oleh orang tuanya.

g. Karakter suami (bentuk dukungan psikologisnya).

h. Umur ibu.

i. Status pekerjaan dan pendidikan.

j. Tingkat sosial ekonomi.

k. Bagaimana dukungan keluarga.

e. Respon masyarakat sekitar. (Sulistyawati Ari, 2009 : 196)

2) Data objektif

a. Ekspresi wajah saat menceritakan tentang responnya terhadap kelahiran


bayinya.

b. Cara menyentuh bayinya.

c. Kebersihan dirinya.

d. Cara menyusui.

e. Cara melakukan perawatan bayinya.

f. Posisi tidur (bersebelahan dengan bayinya /tidak). (Sulistyawati Ari, 2009 :


196)

Penanganan :

a) Memberikan dukungan mental kepada ibu dan keluarga.

b) Memberikan bimbingan cara perawatan bayi dan dirinya.

c) Meyakinkan ibu bahwa ia pasti mampu malakukan perannya.

d) Mendengarkan semua keluh-kesah ibu.

f. Memfasilitasi suami dan keluarga dalam memberikan dukungan


kepada ibu. (Sulistyawati Ari, 2009 : 197)

47
BAB III

PENUTUP

3.1 kesimpulan

Nifas adalah masa yang dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-
alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Komplikasi pada masa nifas harus
segera ditangani guna mencegah komplikasi lebih lanjut. Infeksi nifas adalah semua
peradangan yang disebabkan oleh kuman yang masuk ke dalam organ genital pada saat
persalinan dan masa nifas.

3.2 Saran

1. Mahasiswa
Semoga makalah ini bisa membuat pembaca lebih banyak mengerti tentang Deteksi dini
komplikasi pada masa nifasSehingga bagi calon pendidik ataupun mahasiswa dapat
memudahkan dalam proses pembelajaran baik menampilkan dalam bentuk diskusi
maupun sebagai bahan ajar.

2. Bidan
Sebagai seorang bidan, kita harus melakukan kunjungan pada masa nifas karena pada
masa ini terjadi banyak sekali komplikasi dan penyulit yang harus di deteksi secara dini.

3. Instansi

48
Instansi dapat memfasilitasi dengan fasilitas yang memadai sehingga dapat mendukung
adanya peningkatan kreatifitas mahasiswa.

DAFTAR PUSTAKA

Marmi.2014.Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas.Yogyakarta:Pustaka Pelajar.

Sulistyawati Ari. 2009. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas. Yogyakarta : Andi.

Heryani Reni. 2012. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Ibu Nifas Dan Menyusui. Jakarta : TIM

Sari Eka Puspita dan Rimandini Kurnia Dwi. 2014. Asuhan Kebidanan Masa Nifas (Posnatal
Care). Jakarta : Trans Info Media

Suherni.Dkk.2009. Perawatan Masa Nifas. Yogyakarta : Fitramaya

Rukiyah, Ai Yeyeh dkk. 2010. Asuhan Kebidanan III (Nifas). Jakarta: TIM

49

Anda mungkin juga menyukai