KEPERAWATAN MATERNITAS
KETUBAN PECAH DINI
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Maternitas
Dosen Pengampu : Siti Handayani, S.ST., M.Kes
Disusun Oleh :
Kelompok 13
Fika Ayub Krisnawati (P27220021068)
Fitri Rosdiana (P27220021069)
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terima
kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan
baik pikiran maupun materinya.
Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak
kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman
Kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca
demi kesempurnaan makalah ini.
Kelompok 13
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
A. Bagaimana konsep dasar KPD ?
B. Bagaimana konsep keperawatan KPD ?
1.3 Tujuan Penulisan
A. Untuk mengetahui konsep dasar KPD .
B. Untuk mengetahui konsep keperawatan KPD .
1.4 Manfaat Penulisan
Manfaat penulisan makalah ini untuk mengatasi dampak dari masalah ketuban pecah dini
(KPD) yang biasanya menjadi masalah uatama pada ibu hamil , dan juga sebagai
pengetahuan pada ibu hamil tentang konsep dasar dari ketuban pecah dini .
2
BAB II
KONSEP DASAR
Ketuban pecah dini (KPD) atau ketuban pecah sebelum waktunya (KPSW)
didefinisikan sebagai pecahnya ketuban sebelum waktunya melahirkan. Hal ini dapat
terjadi pada kehamilan aterm maupun pada kehamilan preterm.
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum waktunya tanpa disertai
tanda inpartu dan setelah satu jam tetap tidak diikuti dengan proses inpartu
sebagaimana mestinya. Menurut Nugroho (2012) menyatakan KPD adalah pecahnya
ketuban sebelum waktunya melahirkan sebelum inpartu, pada pembukaan < 4 cm
(fase laten).
b) Bagi janin :
1. Persalinan Prematur
Masalah yang dapat terjadi pada persalinan prematur diantaranya adalah
sindrom gawat napas, hipotermia, masaiah asupan makanan neonatus,
prematuritas retinopati, perdarahan intraventrikular, necrotizing enterocolitis,
gangguan otak (risiko untuk cerebral palsy), hiperbilirubinemia. anemia, dan
sepsis.
2. Prolaps funiculii penurunan tali pusat
Hal ini bisa menyebabkan gawat Janin dan kematian janin akibat hipoksia
(sering terjadi pada presentasi bokong atau Ietak lintang).
3. Hipoksia dan asfiksia
Mengakibatkan kompresi tali pusat, prolaps uteri, nilai APGAR rendah,
ensefalopati, cerebral palsy, perdarahan intracranial, gagal ginjal, dan sindrom
gawat napas.
6
6. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi beri antibiotik dan lakukan
induksi
7. Nilai tanda-tanda infeksi(suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi intra uterin)
8. Pada usia kehamilan 32-34 minggu berikan steroid, untuk memacu
kematangan paru janin dan kalau memungkinkan periksa kadar lesitin dan
spingomielin tiap minggu. Dosis deksametason IM 5 mg setiap 6 jam
sebanyak 4 kali.
b) Aktif
1. Kehamilan >37 minggu, induksi dengan oksitosin. bila gagal seksio sesarea.
Dapat pula diberikan misoprostol 50 gg intravaginal tiap 6 jam maksimal 4
kali.
2. Bila ada tanda-tanda infeksi berikan anlibiotika dosis tinggi, dan persalinan
diakhiri:
- Bila skor pelvik <5, lakukan pematangan serviks, kemudian induksi. Jika
tidak berhasil, akhiri persalinan dengan seksio sesarea.
- Bila syok pelvik >5, induksi persalinan, partus pervaginaan.
7
BAB III
3.1 Pengkajian
Adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang
sistematis dalampengumpulan data dari berbagai sumber data untuk
mengevaluasi dan mengidentifikasi statuskesehatan klien (nursalam , 2008)
a. Identitas klien
b. Keluhan utama
c. Riwayat kesehatan dahulu
d. Data objektif
Pemeriksaan fisik
1) Kepala dan leher
2) Dada
3) Abdomen
4) Genetalia
3.2 Diagnosa Keperawatan
1. Risiko tinggi infeksi maternal yang berhubungan dengan prosedur invasif,
pemeriksaan vagina berulang, dan ruptur membran amniotik.
2. Gangguan kerusakan pertukaran gas pada janin berhubungan dengan
kompresi mekanisne kepala, penurunan perfusi plasenta,persalinan lama
3. ansietas yang berhubungan dengan situasi kritis, ancaman pada diri
sendiri/ janin
4. Risiko tinggi cidera brhubungan dengan malpresentasi, posisi, pencetus
kelahiran.
3.3 Intervensi
1. Risiko tinggi infeksi maternal yang berhubungan dengan prosedur
invasif, pemeriksaan vagina berulang, dan ruptur membran amniotic
Intervensi :
a. Lakukan pemeriksaan vagina awal, ulangi bila pola kontraksi atau
perilaku ibu menandakan kemajuan .
Rasional : Pengelungan pemeriksaan vagina berperan dalam
insiden infeksi saluran asenden.
8
b. Gunakan teknik aseptik selama pemeriksaan vagina.
Rasional : Mencegah pertumbuhan bakteri dan kontaminasi
pada vagina
c. Anjurkan perawatan perinium setelah eliminasi setiap 4 jam dan
sesuai indikasi.
Rasional : Menurunkan risiko infeksi saluran asenden.
d. Pantau suhu, nadi, pernafasan dan sel darah putih sesuai indikasi.
Rasional : Pada infeksi, cairan amnion menjadi lebih kental dan
kuning pekat serta dapat terdeteksi adanya bau yang kuat.
2. Gangguan kerusakan pertukaran gas pada janin berhubungan
dengan kompresi mekanisne kepala, penurunan perfusi
plasenta,persalinan lama.
Intervensi :
a. Pantau DJJ setiap 15-30 menit
Rasional : takikardi atau bradikardi janin adalah indikasi dari
kemungkinan penurunan yang mungkin perlu intervesi.
b. Pemeriksaan DJJ dengan segera bila terjadi pecah ketuban dan
periksa 5 menit kemudian, observasi perineum ibu mendeteksi
prolaps tali pusat.
Rasional : Mendeteksi distres janin karena kolab alveoli
c. Perhatikan dan catat warna serta jumlah cairan amnion dan waktu
pecahnya ketuban.
Rasional: Pada presentasi verteks, hipoksia yang lama
mengakibatkan cairan amnion berwarna seperti mekonium karena
rangsangan vagal yang merelaksasikan sfingter anus janin.
d. Siapkan untuk melahirkan dengan cara yang paling baik atau
dengan intervensi bedah bila tidak terjadi perbaikan.
Rasional :Dengan penurunan viabilitas mungkin memerlukan
kelahiran seksio caesaria untuk mencegah cedera janin dan
kematian karena hipoksia.
3. Ansietas yang berhubungan dengan situasi kritis, ancaman pada diri
sendiri/ janin
9
Intervensi :
a. Kaji tingkat ansietas klien melalui isyarat verbal dan nonverbal.
Rasional : Mengidentifikasi tingkat intervensi yang perlu. Ansietas
berlebihan meningkatkan presepsi nyeri dan dapat mempunyai
dampak negatif terhadap hasil persalinan.
b. Berikan dukungan profesional intrapratal kontinu. Informasikan
klien bahwa ia tidak akan ditingalkan sendirian.
Rasional : Rasa takut terhadap penolakan dapat makin berat sesuai
kemajuan persalinan.
c. Anjurkan penggunaan teknik pernafasan dan relaksasi. Bernafas
dengan klien /pasangan bila perlu.
Rasional : Membantu dan menurunkan ansietas dan presepsi
terhadap nyeri dalam korteks serebral, meningkatkan rasa control
d. Pantau DJJ dan variabilitasi, pantau TD ibu.
Rasional : Ansietas yang lama dapat mengakibatkan
ketidakseimbangan endokrin, dengan kelebihan pelepasan
epineprin dan norepineprin meningkatkan TD dan Nadi.
4. Risiko tinggi cidera brhubungan dengan malpresentasi, posisi,
pencetus kelahiran.
Intervensi
a. Kaji posisi janin, station, dan presentasi.
Rasional : Malpresentasi seperti wajah, mentum ( dagu) atau
kening dapat memperlama persalinan dan meningkatkan
kemungkinan akan perlunya kelahiran sesaria.
b. Pantau kemajuan persalinan dan kecepatan turunya janin.
Rasional : Persalinan yang tergesa-gesa meningkatan resiko trauma
kepala janin karena tulang tengkorak tidak mempunyai waktu
cukup untuk menyelaraskan dengan dimensi jalan lahir.
c. Kaji jumlah cairan amnion yang dikeluarkan pada waktu ketuban
pecah dan kemudian selama kontraksi.
Rasional : Hidroamnion dihubungan dengan gangguan janin seperti
anesepali, gangguan saluran gas trointestinal, disfungsi ginjal, dan
diabetes maternal.
10
d. Perhatikan warna cairan amnion.
Rasional : Cairan amnion yang mengandung mekonium berwarna
kehijauan, dapat menandakan distres janin karena hipoksia pada
presentasi verteks atau kompresi saluran intestinal janin pada
presentasi bokong.
e. Kolaborasi dengan kelahiran vagina bila janin pada posisi
posterior.
Rasional :Posisi posterior meningkatkan kemungkinan trauma janin
karena cidera leher.
3.4 Implementasi
Merupakan tindakan yang sesuai dengan yang telah direncanakan mencakup
tindakan mandiri dan kolaborasi. Tindakan mandiri adalah tindakan
keperawatan berdasarkan analisis dan kesimpulan perawat. Tindakan
kolaborasi adalah tindakan keperwatan yang didasarkan oleh hasil keputusan
bersama dengan dokter atau petugas kesehatan lain (mitayani 2009 :78).
3.5 Evaluasi
1. Bebas dari infeksi
2. Bebas dari variabel atau deselerasi lanjut dengan DJJ. Menggunakan
posisi yang meningkatkan aliran balik vena/ sirkulasi plasenta.
3. Melaporkan ansietas berkurang/ dapat diatasi Tampak rileks
4. Melakukan sendiri teknik pernafasan dan rileksasi.
5. Bebas dari trauma yang dapat dicegah atau kompliksai lain.
11
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Pemeriksaan dalam dengan jari meningkatkan resiko infeksi dan tidak perlu
dilakukan pada wanita dengan pecah ketuban dini, karena ia akan diurussesuai
kebutuhan persalinan sampai persalinan terjadi atau timbul tanda dangejala
korioamninitis. Jika timbul tanda dan gejala korioamnionitis,diindikasikan
untuk segera berkonsultasi dengan dokter yang menanganiwanita guna
menginduksi persalinan dan kelahiran. Pilihan metode persalinan(melalui
vagina atau SC) bergantung pada usia gestasi, presentasi dan
beratkorioamnionitis.
4.2 Saran
Ketuban Pecah Dini dapat menimbulkan kecemasan pada wanita dan
keluarganya. Perawat harus membantu wanita mengeksplorasi rasa takut yang
menyertai perkiraan kelahiran janin premature serta risiko tambahan
korioamnionitis. Rencana penatalaksanaan yang melibatkan kemungkinan
periode tirah baring dan hospitalisasi yang memanjang harus didiskusikan
dengan wanita dan keluarganya. Pemahaman dan kerja sama keluarga
merupakan hal yang penting untuk kelanjutan kehamilan.
12
DAFTAR PUSTAKA
13