Anda di halaman 1dari 44

MAKALAH KEPERAWATAN MATERNITAS

DISUSUN OLEH:
1. Azura Selpina
2. Anisa Deltavia
3. Cici Pinaerti
4. Al-Iksan Rahmat
DOSEN PEMBIMBING:
Ns. Emitra Fatriona, M. Kep

AKADEMI KEPERAWATAN BINA INSANI SAKTI


KOTA SUNGAI PENUH
2022-2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat, rahmat dan hiday
at-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan makalah keperawatan maternitas tepat pada
waktunya. Makalah ini disusun sebagai tugas kelompok dari mata kuliah keperawatan
maternitas Tidak lupa pula kami mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang turut
membantu menyelesaikan makalah ini dan dukungan dari dosen pembimbing .

Akhir kata “Tiada Gading yang tak Retak” jadi bagaimanapun usaha yang dilakukan
oleh penulis untuk menyempurnakan isi pembahasan dalam makalah ini, tentunya masih
terdapat hal-hal yang bersifat keliru dan salah. Dengan ditulisnya makalah ini diharapkan
dapat memberikan manfaat kepada penyusun dan pembaca. Kami menyadari bahwa dalam
penulisan makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Hal ini disebabkan oleh terbatasnya
wawasan yang kami miliki dan kami dalam tahap belajar.

Kerinci, Oktober 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................... i

DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii

BAB  I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang...................................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah................................................................................................. 2

C. Tujuan Penulisan................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Konsep Post Partum,Defenisi............................................................................... 3

B. Askep Persalinan Normal..................................................................................... 22

C. Askep Persalinan Sc.............................................................................................. 36

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan............................................................................................................. 40

B. Saran....................................................................................................................... 40

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................ 41

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
partum merupakan suatu periode dalam minggu-minggu pertama setelah
kelahiran. Lamanya “periode” ini tidak pasti, sebagian besar mengganggapnya antara
4 sampai 6 minggu. Walaupun merupakan masa yang relatif tidak komplek
dibandingkan dengan kehamilan, nifas ditandai oleh banyaknya perubahan fisiologi.
Beberapa dari perubahan tersebut mungkin hanya sedikit mengganggu ibu baru,
walaupun komplikasi serius juga sering terjadi. (Cunningham, F, et al, 2013) Asuhan
keperawatan pasca persalinan diperlukan untuk meningkatkan status kesehatan ibu
dan anak. Masa nifas di mulai setelah dua jam lahirnya plasenta atau setelah proses
persalinan kala 1 sampai IV selesai. Berakhirnya proses persalinan bukan berarti ibu
terbebas dari bahaya atau komplikasi. Berbagai komplikasi dapat dialami ibu pada
masa nifas dan bila tidak tertangani dengan baik akan memberi kontribusi yang cukup
besar terhadap tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia. Ketuban pecah dini
(KPD) merupakan pecahnya ketuban sebelum waktu melahirkan terjadi pada fase
laten yaitu pembukaan < 4 cm. Ketuban pecah dini termasuk dalam kehamilan
beresiko tinggi, kesalahan dalam mengelola.
KPD akan membawa akibat meningkatnya angka morbiditas dan mortalitas
ibu maupun bayinya. ( Nugroho, T, 2012) Komplikasi potensial KPD yang sering
terjadi adalah resiko infeksi, prolaps tali pusar, gangguan janin, kelahiran premature
dan pada usia kehamilan 37 minggu sering terjadi komplikasi syndrom distress
pernafasan (RDS, Respiratory Distrees Syndrome) yang terjadi pada 10-40% bayi
baru lahir. Apabila terjadi pada usia kehamilan lebih dari 36 minggu dan belum ada
tanda-tanda persalinan maka dilakukan persalinan induksi. Pada kasus tertentu bila
induksi partus gagal, maka dilakukan tindakan operasi caesaria. Hasil Survey
Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012 menunjukkan bahwa secara nasional
Angka Kematian Ibu di Indonesia adalah 226/100.000 kelahiran hidup. Angka ini
masih jauh dari target tujuan pembangunan milenium (Millenium Development
Goals/MDGs), yakni hanya 102/100.000 kelahiran tahun 2015. Rendahnya kesadaran
masyarakat tentang kesehatan ibu hamil menjadi factor penentu angka kematian,
meskipun masih banyak faktor yang harus diperhatikan untuk menangani masalah ini.
Persoalan kematian yang terjadi lantaran indikasi yang lazim muncul, yakni 28 %

1
pendarahan, 5% aborsi, 24% eklamsi, 5% persalinan lama/macet, 8% komplikasi
masa nifas, 11% infeksi dan 14% lain-lain. Menurut Depkes RI tahun 2011
menjelaskan sekitar 30% kejadian mortalitas pada bayi preterm dengan ibu yang
mengalami ketuban pecah dini adalah akibat infeksi, biasanya infeksi saluran
pernafasan (asfiksia). Selain 3 itu, akan terjadi prematuritas. Sedangkan, prolaps tali
pusat dan malpresentrasi akan lebih memperburuk kondisi bayi preterm dan
prematuritas.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, permasalahan pokok
peneliti dapat dirumuskan dalam pertanyaan “Bagaimana Gambaran Psikologis Ibu
Postpartum Dengan Pelaksanaan Rawat Gabung (Rooming-in) Total dan Rawat
Gabung (Rooming-in) Parsial ?”
C. Tujuan
1. Agar mahasiswa dapat mengerti dan memahami apa itu konsep post
partum,defenisi
2. Askep persalinan normal
3. Askep persalinan SC

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Postpartum

Masa nifas atau post partum atau disebut juga masa puerperium merupakan
waktu yang diperlukan untuk memulihkan kembali organ reproduksinya seperti saat
sebelum hamil atau disebut involusi terhitung dari selesai persalinan hingga dalam
jangka waktu kurang lebih 6 Minggu atau 42 hari (Maritalia, 2017).

Dalam bahasa latin, waktu mulai tertentu setelah melahirkan anak disebut
dengan puerperium yang berasal dari kata Puer yang artinya bayi dan Parous yang
artinya melahirkan. Jadi, puerperium merupakan masa setelah melahirkan bayi dan
masa pulih kembali mulai kala IV selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti
saat sebelum hamil. Masa nifas (puerperium) dimulai sejak 2 jam setelah lahirnya
plasenta hingga dengan 6 Minggu atau 42 hari setelah (Dewi & Sunarsih 2012 dalam
Aprilianti, 2019).

1. Tahapan Post Partum


Beberapa tahapan pada masa nifas (Maritalia, 2017) adalah sebagai berikut :
a) Puerperium dini
Merupakan masa pemulihan awal dimana ibu yang melahirkan spontan tanpa
komplikasi dalam 6 jam pertama setelah kala IV dianjurkan untuk mobilisasi dini atau
segera. Ibu diperbolehkan untuk berdiri dan berjalan-jalan.
b) Puerperium intermedial
Merupakan masa pemulihan yang berlangsung selama kurang lebih 6 Minggu atau 42
hari, dimana organ-organ reproduksi secara berangsurangsur akan kembali ke keadaan
saat sebelum hamil.
c) Remote puerperium
Merupakan waktu yang diperlukan ibu untuk dapat pulih kembali terutama saat hamil
atau waktu persalinan mengalami komplikasi. Pada tahap ini rentang waktu yang
dialami setiap ibu akan berbeda tergantung dari berat ringannya komplikasi yang
dialami selama hamil ataupun persalinan
2. Perubahan Fisiologi Post Partum
Pada masa nifas, organ reproduksi interna dan eksterna akan mengalami
perubahan seperti keadaan sebelum hamil secara berangsurangsur. Selain organ

3
reproduksi, beberapa perubahan fisiologi yang terjadi selama masa nifas adalah
sebagai berikut :
1. Uterus
Uterus merupakan organ reproduksi interna yang berongga dan berotot, berbentuk
seperti buah alpukat yang sedikit gepeng dan berukuran sebesar telur ayam.
Panjang uterus sekitar 7 – 8 cm, lebar sekitar 5 – 5,5 cm dan tebal sekitar 2,5 cm.
uterus terdiri dari 3 bagian yaitu fundus uteri, korpus uteri, dan serviks uteri.
Dinding uterus terdiri dari otot polos dan tersusun atas 3 lapis, yaitu :
a. Perimetrium, yaitu lapisan terluar yang berfungsi sebagai pelindung uterus
b. Miometrium, yaitu lapisan yang kaya akan sel otot dan berfungsi untuk
kontraksi dan relaksasi uterus dengan melebar dan kembali ke bentuk semula
setiap bulannya.
c. Endometrium, yaitu lapisan terdalam yang kaya akan sel darah merah. Bila
tidak terjadi pembuahan maka dinding endometrium akan meluruh bersama
dengan sel ovum matang. Selama kehamilan, uterus berfungsi sebagai tempat
tumbuh, melekat dan berkembangnya hasil konsepsi. Pada akhir kehamilan,
berat uterus dapat mencapai 1000 gram. Berat uterus seorang wanita dalam
keadaan tidak hamil kurang lebih 30 gram. Perubahan berat ini karena
pengaruh peningkatan kadar hormone estrogen dan progresterone selama
hamil yang menyebabkan hipertropi otot polos uterus (Maritalia, 2017).

Satu minggu setelah persalinan berat uterus kurang lebih menjadi 500
gram, dua minggu setelah persalinan kurang lebih menjadi 300 gram dan setelah
enam minggu persalinan kurang lebih akan menjadi 40-60 gram. Perubahan ini
terjadi karena segera setelah persalinan kadar hormone estrogen dan progresterone
akan menurun dan mengakibatkan proteolisis pada dinding uterus (Maritalia,
2017).

Perubahan yang terjadi pada dinding uterus adalah munculnya thrombosis,


degenerasi dan nekrosis di tempat implantasi plasenta lalu jaringan-jaringan ini akan
terlepas. Tidak ada pebentukan jaringan parut pada bekas tempat implantasi plasenta
karena pelepasan jaringan ini berlangsung lengkap (Maritalia, 2017).

Dalam keadaan fisiologis, pada pemeriksaan fisik yang dilakukan secara


palpasi didapat bahwa tinggi fundus uteri akan berada setinggi pusat saat setelah janin

4
lahir, sekitar 2 jari di bawah pusat setelah plasenta lahir, pertengahan antara pusat dan
simfisis pada hari ke 5 postpartum dan setelah 12 hari postpartum tidak dapat diraba
lagi (Maritalia, 2017).

2. Serviks
Serviks merupakan bagian dasar dari uterus yang bentuknya menyempit
sehingga disebut juga sebagai leher rahim. Serviks menghubungkan uterus dengan
saluran vagina dan sebagai jalan keluarnya janin dari uterus menuju saluran
vagina pada saat persalinan. Selama kehamilan, serviks mengalami perubahan
karena pengaruh hormone estrogen. Meningkatnya hormone estrogen pada saat
hamil dan disertai dengan hipervaskularisasi mengakibatkan konsistensi serviks
menjadi lunak (Maritalia, 2017).
Serviks tidak memiliki fungsi sebagai sfingter. Setelah melahirkan, serviks
tidak secara otomatis akan menutup seperti sfingter. Membukanya serviks pada
saat persalinan hanya mengikuti tarikan-tarikan korpus uteri ke atas dan tekanan
bagian bawah janin ke bawah (Maritalia, 2017).
Saat setelah persalinan bentuk serviks akan menganga seperti corong. Hal
ini disebabkan oleh korpus uteri yang berkontraksi sedangkan serviks tidak
berkontraksi. Warna serviks berubah menjadi merah kehitaman karena
mengandung banyak pembuluh darah dengan konsistensi lunak (Maritalia, 2017).
Segera setelah janin dilahirkan, serviks masih dapat dilewati oleh tangan
pemeriksa. Setelah 2 jam persalinan serviks hanya dapat dilewati oleh 2-3 jari dan
setelah 1 minggu persalinan hanya dapat dilewati oleh 1 jari saja (Maritalia,
2017).
3. Vagina
Vagina merupakan saluran yang menghubungkan rongga uterus dengan
tubuh bagian luar. Dinding depan dan belakang vagina berdekatan satu sama lain
dengan ukuran panjang kurang lebih 6,5 cm dan kurang lebih 9 cm. Bentuk vagina
sebelah dalam berlipat-lipat dan disebut rugae. Lipatan-lipatan ini memungkinkan
vagina melebar pada saat persalinan dan sesuai dengan fungsinya sebagai bagian
lunak jalan lahir. Selama kehamilan, terjadi hipervaskularisasi lapisan jaringan
dan mengakibatkan dinding vagina berwarna kebiru-biruan (Maritalia, 2017).
Selama proses persalinan vagina mengalami penekanan serta peregangan yang
sangat besar, terutama pada saat melahirkan bayi. Beberapa hari pertama setelah

5
proses tersebut, vagina tetap berada pada keadaan kendur. Setelah 3 minggu
vagina kembali pada keadaan tidak hamil dan rugae dalam vagina secara
berangsur-angsur akan muncul kembali (Maritalia, 2017).
Sesuai dengan fungsinya sebagai bagian lunak jalan lahir dan merupakan
saluran yang menghubungkan cavum uteri dengan tubuh bagian luar, vagina juga
berfungsi sebagai saluran tempat dikeluarkannya secret yang berasal dari cavum
uteri selama masa nifas yang disebut lochea (Maritalia, 2017).
Secara fisiologis, lochea yang dikeluarkan dari cavum uteri akan berbeda
karakteristiknya dari hari ke hari. Hal ini disesuaikan dengan perubahan yang
terjadi pada dinding uterus akibat penurunan kadar hormone estrogen dan
progesterone (Maritalia, 2017). Karakteristik lochea dalam masa nifas adalah
sebagai berikut :
a. Lochea Rubra/kruenta Timbul pada hari ke 1-2 postpartum. Terdiri dari darah
segar bercampur sisa-sisa selaput ketuban, sel-sel desidua, sisa-sisa verniks
kaseosa, lanugo dan mekonium.
b. Lochea Sanguinolenta Timbul pada hari ke 3-7 postpartum. Karakteristik lochea
sanguinolenta berupa darah bercampur lendir.
c. Lochea Serosa Merupakan cairan berwarna agak kuning, timbul setelah 1 minggu
postpartum.
d. Lochea Alba Timbul setelah 2 minggu postpartum dan hanya merupakan cairan
putih.
Normalnya lochea agak berbau amis, kecuali bila terjadi infeksi pada jalan lahir,
baunya akan berubah menjadi bau busuk. Bila lochea berbau busuk segera
ditangani agar ibu tidak mengalami infeksi lanjut atau sepsis (Maritalia, 2017).
4. Vulva
Vulva merupakan organ reproduksi eksterna, berbentuk lonjong, bagian
depan dibatasi oleh klitoris, bagian belakang oleh perineum, bagian kiri dan kanan
oleh labia minora. Pada vulva, dibawah clitoris, terdapat orifisium uretra eksterna
yang berfungsi sebagai tempat keluarnya urin (Maritalia, 2017). Sama halnya
dengan vagina, vulva juga mengalami penekanan serta peregangan yang sangat
besar selama proses melahirkan bayi. Beberapa hari pertama setelah proses
melahirkan vulva tetap berada dalam keadaan kendur. Setelah 3 minggu vulva
akan kembali kepada keadaan tidak hamil dan labia menjadi lebih menonjol
(Maritalia, 2017).

6
5. Payudara (Mammae)
Payudara atau mammae adalah kelenjar yang terletak di bawah kulit, di
atas otot dada. Secara makroskopis, struktur payudara terdiri dari korpus (badan),
areola dan papilla atau putting. Fungsi dari payudara adalah memproduksi susu
(Air Susu Ibu) sebagai nutrisi bagi bayi (Maritalia, 2017).
Sejak kehamilan trimester pertama kelenjar mammae sudah dipersiapkan
untuk menghadapi masa laktasi. Perubahan yang terjadi pada kelenjar mammae
selama kehamilan adalah :
a. Proliferasi jaringan atau pembesaran payudara. Terjadi karena pengaruh hormone
estrogen dan progesterone yang meningkat selama hamil, merangsang duktus dan
alveoli kelenjar mammae untuk persiapan produksi ASI.
b. Terdapat cairan yang berwarna kuning (kolostrum) pada duktus laktiferus. Cairan
ini kadang-kadang dapat dikeluarkan atau keluar sendiri melalui putting susu saat
usia kehamilan memasuki trimester ketiga.
c. Terdapat hipervaskularisasi pada bagian permukaan maupun bagian dalam
kelenjar mammae.
Setelah proses persalinan selesai, pengaruh hormone estrogen dan
progesterone terhadap hipofisis mulai menghilang. Hipofisis mulai mensekresi
hormone kembali yang salah satu diantaranya adalah lactogenic hormone atau
hormone prolaktin (Maritalia, 2017).
Selama kehamilan hormone prolaktin dari plasenta meningkat tetapi ASI
belum keluar karena pengaruh hormone estrogen yang masih tinggi. Kadar
estrogen dan progesterone akan menurun pada saat hari kedua atau ketiga pasca
persalinan, sehingga terjadi sekresi ASI. Pada hari-hari pertama ASI mengandung
banyak kolostrum, yaitu cairan berwarna agak kuning dan sedikit lebih kental dari
ASI yang disekresi setelah hari ketiga postpartum (Maritalia, 2017). Pada proses
laktasi terdapat dua reflek yang berperan, yaitu refleks prolaktin dan refleks aliran
yang timbul akibat perangsangan puting susu dikarenakan isapan bayi (Maritalia,
2017).
a. Refleks Prolaktin
Akhir kehamilan hormone prolaktin memegang peranan untuk membuat
kolostrum, tetapi jumlah kolostrum terbatas dikarenakan aktivitas prolaktin
dihambat oleh estrogen dan progesterone yang masih tinggi. Pasca persalinan,

7
yaitu saat lepasnya plasenta dan berkurangnya fungsi korpus luteum maka
estrogen dan progesterone juga berkurang. Hisapan bayi akan merangsang putting
susu dan kalang payudara, karena ujung-ujung saraf sensoris yang berfungsi
sebagai reseptor mekanik (Maritalia, 2017).
Rangsangan ini dilanjutkan ke hipotalamus melalui medulla spinalis
hipotalamus dan akan menekan pengeluaran faktor penghambat sekresi prolaktin
dan sebaliknya merangsang pengeluaran faktor pemacu sekresi prolaktin.
Hormone ini merangsang sel-sel alveoli yang berfungsi untuk membuat air susu
(Maritalia, 2017).
Kadar prolaktin pada ibu menyusui akan menjadi normal 3 bulan setelah
melahirkan sampai penyapihan anak dan pada saat tersebut tidak akan ada
peningkatan prolaktin walau ada isapan bayi, namun pengeluaran air susu tetap
berlangsung. Pada ibu nifas yang tidak menyusui, kadar prolaktin akan menjadi
normal pada minggu kedua sampai minggu ketiga (Maritalia, 2017).
b. Refleks Aliran (let down reflek)
Bersamaan dengan pembentukan prolaktin oleh hipofise anterior,
rangsangan yang berasal dari isapan bayi dilanjutkan ke hipofise posterior
(neurohipofise) yang kemudian mengeluarkan oksitosin. Melalui aliran darah,
hormone ini menuju uterus sehingga menimbulkan kontraksi. Kontraksi dari sel
akan memeras air susu yang telah terbuat, keluar dari alveoli dan masuk ke sistem
duktus dan selanjutnya mengalir melalui duktus lactiferus masuk ke mulut bayi
(Maritalia, 2017).
Beberapa faktor yang dapat meningkatkan reflek let down adalah : melihat
bayi, mendengarkan suara bayi, mencium bayi, memikirkan untuk menyusui bayi.
Faktor-faktor
yang menghambat reflek let down adalah stress, seperti : keadaan bingung atau
pikiran kacau, takut dan cemas (Maritalia, 2017).
6. Tanda-tanda Vital
Tanda-tanda vital merupakan tanda-tanda penting pada tubuh yang dapat
berubah bila tubuh mengalami gangguan atau masalah. Tanda-tanda vital yang
sering digunakan sebagai indikator bagi tubuh yang mengalami gangguan atau
masalah kesehatan adalah nadi, pernafasan, suhu, dan tekanan darah. Tanda-tanda
vital ini biasanya saling mempengaruhi satu sama lain. Artinya, bila suhu

8
meningkat, maka nadi dan pernafasan juga akan meningkat, dan sebaliknya.
Tanda-tanda vital yang berubah selama masa nifas adalah :
a. Suhu Tubuh
Setelah proses persalinan, suhu tubuh dapat meningkat sekitar 0,50C dari keadaan
normal (360C – 37,50C), namun tidak lebih dari 380C. Hal ini disebabkan karena
meningkatnya metabolisme tubuh pada saat proses persalinan. Setelah 12 jam
postpartum, suhu tubuh yang meningkat tadi akan kembali seperti keadaan
semula. Bila suhu tubuh tidak kembali ke keadaan normal atau bahkan meningkat,
maka perlu dicurigai terhadap kemungkinan terjadinya infeksi (Maritalia, 2017).
b. Nadi
Denyut nadi normal berkisar antara 60-80 kali per menit. Pada saat proses
persalinan denyut nadi akan mengalami peningkatan. Setelah proses persalinan
selesai frekwensi denyut nadi dapat sedikit lebih lambat. Pada masa nifas biasanya
denyut nadi akan kembali normal.
c. Tekanan Darah
Tekanan darah normal untuk systole berkisar antara 110 – 140 mmHg. Setelah
partus, tekanan darah dapat sedikit lebih rendah dibandingkan pada saat hamil
karena terjadinya perdarahan pada proses persalinan. Bila tekanan darah
mengalami peningkatan lebih dari 30 mmHg pada systole atau lebih dari 15
mmHg pada diastole perlu dicurigai timbulnya hipertensi atau pre eklamsia post
partum.
d. Pernafasan Frekwensi
pernafasan normal berkisar antara 18 – 24 kali per menit. Pada saat partus
frekwensi pernafasan akan meningkat karena kebutuhan oksigen yang tinggi unuk
tenaga ibu meneran atau mengejan dan mempertahankan agar persediaan oksigen
ke janin tetap terpenuhi. Setelah partus selesai, frekwensi pernafasan akan kembali
normal. Keadaan pernafasan biasanya berhubungan dengan suhu dan denyut nadi.
7. Hormon
Selama kehamilan terjadi peningkatan kadar hormone estrogen dan
progesterone. Hormone tersebut berfungsi untuk mempertahankan agar dinding
uterus tetap tumbuh dan berproliferasi sebagai media tempat tumbuh dan
berkembangnya hasil konsepsi. Sekitar 1-2 minggu sebelum partus dimulai, kadar
hormone estrogen dan progesterone akan menurun. Memasuki trimester kedua
kehamilan, mulai terjadi peningkatan kadar hormone prolaktin dan prostaglandin.

9
Hormone prolaktin akan merangsang pembentukan air susu pada kelenjar
mammae dan prostaglandin memicu sekresi oksitosin yang menyebabkan
timbulnya kontraksi uterus.
Pada wanita menyusui, kadar prolaktin tetap meningkat sampai sekitar 6
minggu setelah melahirkan. Kadar prolaktin dalam darah ibu dipengaruhi oleh
frekwensi menyusui, lama setiap kali menyusui, dan nutrisi yang dikonsumsi ibu
selama menyusui. Hormone prolaktin ini akan menekan sekresi Folikel
Stimulating Hormon (FSH) sehingga mencegah terjadinya ovulasi. Oleh karena
itu, memberikan ASI pada bayi dapat menjadi alternative metode KB yang dikenal
dengan MAL (Metode Amenorhea Laktasi) (Maritalia, 2017).
8. Sistem Peredaran Darah (Cardio Vascular)
Perubahan hormone selama hamil dapat menyebabkan terjadinya
hemodilusi sehingga kadar Hemoglobin (Hb) wanita hamil biasanya sedikit lebih
rendah dibandingan dengan wanita tidak hamil. Selain itu, terdapat hubungan
antara sirkulasi darah ibu dengan sirkulasi janin melalui plasenta. Setelah janin
dilahirkan, hubungan sirkulasi darah tersebut akan terputus sehingga volume
darah ibu relative akan meningkat. Keadaan ini terjadi secara cepat dan
mengakibatkan beban kerja jantung sedikit meningkat. Namun hal tersebut segera
diatasi oleh system homeostatis tubuh dengan mekanisme kompensasi berupa
timbulnya hemokonsentrasi sehingga volume darah akan kembali normal.
Biasanya ini terjadi sekitar 1 sampai 2 minggu setelah melahirkan (Maritalia,
2017).
9. Sistem Pencernaan
Pada ibu yang melahirkan dengan cara operasi (Sectio Caesarea) biasanya
membutuhkan waktu sekitar 1 – 3 hari agar fungsi saluran cerna dan nafsu makan
dapat kembali normal. Ibu yang melahirkan secara spontan biasanya lebih cepat
lapar karena telah mengeluarkan energi yang begitu banyak pada saat proses
melahirkan (Maritalia, 2017). Buang air besar (BAB) biasanya mengalami
perubahan pada 1 – 3 hari pertama postpartum. Hal ini karena penurunan tonus
otot selama proses persalinan. Selain itu, enema sebelum melahirkan, kurang
asupan nutrisi dan dehidrasi serta dugaan ibu terhadap timbulnya rasa nyeri
disekitar anus atau perineum setiap kali akan BAB juga mempengaruhi defekasi
secara spontan. Faktor-faktor tersebut sering menyebabkan timbulnya konstipasi

10
pada ibu nifas dalam minggu pertama. Kebiasaan defekasi yang teratur perlu
dilatih kembali setelah tonus otot kembali normal (Maritalia, 2017).
10. Sistem Perkemihan
Perubahan hormonal pada masa hamil menyebabkan peningkatan fungsi
ginjal, sedangkan penurunan kadar hormone steroid setelah wanita melahirkan
sebagian menjelaskan sebab penurunan fungsi ginjal selama postpartum. Fungsi
ginjal kembali normal dalam waktu satu bulan setelah wanita melahirkan.
Diperlukan waktu sekitar 2 sampai 8 minggu supaya hipotonia pada kehamilan
dan dilatasi ureter serta pelvis ginjal kembali ke keadaan sebelum hamil. Pada
sebagian kecil wanita, dilatasi traktus urinarius bisa menetap selama 3 bulan
(Maritalia, 2017).
Terdapatnya laktosa dalam urin (laktosuria positif) pada ibu menyusui
merupakan hal yang normal. BUN (Blood Urea Nitrogen), yang meningkat selama
postpartum, merupakan akibat autolisis uterus yang mengalami involusi.
Pemecahan kelebihan protein di dalam sel otot uterus juga menyebabkan
proteinuria ringan selama satu sampai dua hari postpartum. Hal ini terjadi pada
sekitar 50% wanita. Asetonuria bisa terjadi pada wanita dengan persalinan normal
atau pada wanita dengan partus macet atau partus lama yang disertai dehidrasi
(Maritalia, 2017).
Dalam 12 jam pertama postpartum, ibu mulai membuang kelebihan cairan
yang tertimbun di jaringan selama ia hamil. Salah satu mekanisme untuk
mengurangi retensi cairan selama masa hamil ialah diaphoresis luas, terutama
pada malam hari, selama dua sampai tiga hari pertama setelah melahirkan.
Dieresis postpartum, yang disebabkan oleh penurunan kadar estrogen, hilangnya
peningkatan tekanan vena pada ekstermitas bawah, dan hilangnya peningkatan
volume darah akibat kehamilan, merupakan mekanisme tubuh untuk mengatasi
kelebihan cairan. Kehilangan cairan melalui keringat dan peningkatan jumlah urin
menyebabkan penurunan berat badan sekitar 2,5 kg selama postpartum.
Pengeluaran kelebihan cairan yang tertimbun selama hamil kadang-kadang
disebut kebalikan metabolisme air pada masa hamil (reversal of the water
metabolisme of pregnancy) (Maritalia, 2017).
Trauma yang terjadi pada uretra dan kandung kemih selama proses
melahirkan sewaktu bayi melewati jalan lahir dapat menyebabkan dinding
kandung kemih mengalami hiperemi dan edema. Kandung kemih yang edema,

11
terisi penuh dan hipotonik dapat mengakibatkan overdistensi, pengosongan yang
tak sempurna dan urine residual, kecuali jika dilakukan asuhan untuk mendorong
terjadinya pengosongan kandung kemih bahkan saat tidak merasa untuk berkemih.
Pemasangan kateter dapat menimbulkan trauma pada kandung kemih, uretra dan
meatus urinarius (Maritalia, 2017). Adanya trauma akibat kelahiran, peningkatan
kapasitas kandung kemih setelah bayi lahir, dan efek konduksi anastesi
menyebabkan keinginan untuk berkemih menurun. Selain itu, rasa nyeri pada
panggul yang timbul akibat dorongan saat melahirkan, laserasi vagina, atau
episiotomi menurunkan atau mengubah refleks berkemih. Penurunan berkemih,
seiring dieresis postpartum, bisa menyebabkan distensi kandung kemih. Distensi
kandung kemih yang muncul segera setelah wanita melahirkan dapat
menyebabkan perdarahan berlebih karena keadaan ini bisa menghambat uterus
berkontraksi dengan baik (Maritalia, 2017).
Pada masa postpartum tetap lanjut, distensi yang berlebihan ini dapat
menyebabkan kandung kemih lebih peka terhadap infeksi sehingga mengganggu
proses berkemih normal. Apabila terjadi distensi berlebih pada kandung kemih
dapat mengalami kerusakan lebih lanjut (atoni). Dengan mengosongkan kandung
kemih biasanya akan pulih kembali dalam 5 – 7 hari setelah bayi lahir (Maritalia,
2017).
11. Sistem Integumen
Perubahan kulit selama kehamilan berupa hiperpegmentasi pada wajah
(cloasma gravidarum), leher, mammae, dinding perut dan beberapa lipatan sendi
karena pengaruh hormone, akan menghilang selama masa nifas (Maritalia, 2017)
12. Sistem Musculoskeletal
Setelah proses persalinan selesai, dinding perut akan menjadi longgar,
kendur, dan melebar selama beberapa minggu atau bahkan sampai beberapa bulan
akibat peregangan yang begitu lama selama hamil. Ambulasi dini, mobilisasi dan
senam nifas sangat dianjurkan untuk mengatasi hal tersebut. Pada wanita yang
athenis terjadi diastasis dari otototot rectus abdominalis sehingga seolah-olah
sebagian dari dinding perut di garis tengah hanya terdiri dari peritoneum, fascia
tipis dan kulit. Tempat yang lemah ini menonjol jika berdiri atau mengejan
(Maritalia, 2017).

B. Definisi Persalinan

12
Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup
dari dalam uterus melalui vagina atau jalan lahir ke dunia luar. Persalinan adalah
serangkaian kejadian yang berakhir dengan pengeluaran bayi yang cukup bulan atau
hidup cukup bulan, disusul dengan pengeluaran plasenta dan selaput janin dari tubuh
ibu. Persalinan adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup
bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang
berlangsung dalam 18 jam tanpa komplikasi baik pada ibu maupun janin.
C. PROSES PERSALINAN
Pada proses persalinan menurut di bagi 4 kala yaitu :
a. Kala I : Kala pembukaan Waktu untuk pembukaan serviks sampai menjadi
pembukaan lengkap (10 cm). Dalam kala pembukaan dibagi menjadi 2 fase :
a) Fase laten
 Dimulai sejak awal kontraksi yang menyebabkan penipisan dan pembukaan
serviks secara bertahap
 Pembukaan kurang dari 4 cm
 Biasanya berlangsung kurang dari 8 jam
b) Fase aktif
 Frekuensi dan lama kontraksi uterus umumnya meningkat (kontraksi adekuat / 3
kali atau lebih dalam 10 menit dan berlangsung selama 40 detik atau lebih)
 Serviks membuka dari 4 ke 10, biasanya dengan kecepatan 1cm/lebih perjam
hingga pembukaan lengkap (10)
 Terjadi penurunan bagian terbawah janin
 Berlangsung selama 6 jam dan di bagi atas 3 fase, yaitu : Berdasarkan kurva
friedman :
1) Periode akselerasi, berlangsung selama 2 jam pembukaan menjadi
2) Periode dilatasi maksimal, berlangsung selama 2 jam pembukaan berlangsung
cepat dari 4 menjadi 9 cm
3) Periode diselerasi, berlangsung lambat dalam waktu 2 jam pembukaan 9cm
menjadi 10cm / lengkap
b. Kala II : Kala pengeluaran janin Waktu uterus dengan kekuatan his ditambah
kekuatan mengejan mendorong janin hingga keluar. Pada kala II ini memiliki ciri
khas :
 His terkoordinir, kuat, cepat dan lebih lama kira-kira 2-3menit sekali

13
 Kepala janin telah turun masuk ruang panggul dan secara reflektoris
menimbulkan rasa ingin mengejan
 Tekanan pada rektum, ibu merasa ingin BAB
 Anus membuka : Pada waktu his kepala janin mulai kelihatan, vulva membuka
dan perineum meregang, dengan his dan mengejan yang terpimpin kepala
akan lahir dan diikuti seluruh badan janin.
Lama pada kala II ini pada primi dan multipara berbeda yaitu :
 Primipara kala II berlangsung 1,5 jam - 2 jam
 Multipara kala II berlangsung 0,5 jam - 1 jam
Pimpinan persalinan Ada 2 cara ibu mengejan pada kala II yaitu menurut dalam
letak berbaring, merangkul kedua pahanya dengan kedua lengan sampai batas
siku, kepala diangkat sedikit sehingga dagu mengenai dada, mulut dikatup;
dengan sikap seperti diatas, tetapi badan miring kearah dimana punggung janin
berada dan hanya satu kaki yang dirangkul yaitu yang sebelah atas
c. Kala III : Kala uri Yaitu waktu pelepasan dan pengeluaran uri (plasenta). Setelah
bayi lahir kontraksi rahim berhenti sebentar, uterus teraba keras dengan fundus
uteri setinggi pusat dan berisi plasenta yang menjadi tebal 2 kali sebelumnya.
Beberapa saat kemudian timbul his pengeluaran dan pelepasan uri, dalam waktu 1
– 5 menit plasenta terlepas terdorong ke dalam vagina dan akan lahir spontan atau
dengan sedikit dorongan (brand androw, seluruh proses biasanya berlangsung 5 –
30 menit setelah bayi lahir dan pada pengeluaran plasenta biasanya disertai
dengan pengeluaran darah kira – kira 100-200cc. Tanda kala III terdiri dari 2 fase:
a. Fase pelepasan uri
Mekanisme pelepasan uri terdiri atas:
1) Schultze Data ini sebanyak 80 % yang lepas terlebih dahulu di tengah
kemudian terjadi reteroplasenterhematoma yang menolak uri mula – mula di
tengah kemudian seluruhnya, menurut cara ini perdarahan biasanya tidak ada
sebelum uri lahir dan banyak setelah uri lahir.  Dunchan Lepasnya uri mulai
dari pinggirnya, jadi lahir terlebih dahulu dari pinggir (20%). Darah akan
mengalir semua antara selaput ketuban.
2) Serempak dari tengah dan pinggir plasenta
b. Fase pengeluaran uri Perasat-perasat untuk mengetahui lepasnya uri yaitu :

14
1) Kustner Meletakkan tangan dengan tekanan pada / diatas simfisis, tali pusat
diregangkan, bila plasenta masuk berarti belum lepas, bila tali pusat diam dan
maju (memanjang) berarti plasenta sudah terlepas.
2) Klien Sewaktu ada his kita dorong sedikit rahim, bila tali pusat kembali berarti
belum lepas, bila diam/turun berarti sudah terlepas.
3) Strastman Tegangkan tali pusat dan ketuk pada fundus, bila tali pusat bergetar
berarti belum lepas, bila tidak bergetar berarti sudah terlepas.
4) Rahim menonjol diatas symfisis.
5) Tali pusat bertambah panjang.
6) Rahim bundar dan keras
7) Keluar darah secara tiba-tiba.
d. Kala IV: Kala pengawasan Yaitu waktu setelah bayi lahir dan uri selama 1-2 jam
dan waktu dimana untuk mengetahui keadaan ibu terutama terhadap bahaya
perdarahan post partum
D. MEKANISME PERSALINAN
Mekanisme persalinan merupakan gerakan-gerakan janin pada proses persalinan yang
meliputi langkah sbb :
a. Turunnya kepala, meliputi :
 Masuknya kepala dalam PAP
 Dimana sutura sagitalis terdapat ditengah – tengah jalan lahir tepat diantara
symfisis dan promontorium ,disebut synclitismus.Kalau pada synclitismus
os.parietal depan dan belakang sam tingginya jika sutura sagitalis agak kedepan
mendekati symfisis atau agak kebelakang mendekati promontorium disebut
Asynclitismus.
 Jika sutura sagitalis mendekati symfisis disebut asynclitismus posterior jika
sebaliknya disebut asynclitismus anterior.
b. Fleksi
Fleksi disebabkan karena anak didorong maju dan sebaliknya mendapat tahanan
dari pinggir PAP serviks, dinding panggul atau dasar panggul.
c. Putaran paksi dalam
Yaitu putaran dari bagian depan sedemikian rupa sehingga bagian terendah dari
bagian depan memutar ke depan ke bawah symfisis.
d. Ekstensi

15
Setelah kepala di dasar panggul terjadilah distensi dari kepala hal ini disebabkan
karena lahir pada intu bawah panggul mengarah ke depan dan keatas sehingga
kepala harus mengadakan ekstensi untuk melaluinya.
e. Putaran paksi luar
Setelah kepala lahir maka kepala anak memutar kembali kearah punggung anak
torsi pada leher yang terjadi karena putaran paksi dalam.
f. Ekspulsi
g. Setelah kepala melakukan putaran paksi luar sesuai arah punggung dilakukan
pengeluaran anak dengan gerakan biparietal sampai tampak ¼ bahu ke arah
anterior dan posterior dan badan bayi keluar dengan sangga susur
E. LANGKAH ASUHAN PERSALINAN NORMAL
1. Mendengar dan melihat adanya tanda persalinan kala dua
a. Ibu merasa ada dorongan kuat untuk meneran
b. Ibu merasa takanan yang semakin meningkat pada rektum dan vagina
c. Perineum tampak menonjol
d. Vulva dan sfingter ani membuka
2. Pastikan kelengkapan peralatan, bahan dan obat-obatan esensial untuk menolong
persalinan dan penatalaksanaan komplikasi ibu dan bayi baru lahir. Untuk asfiksia 
tempat yang datar dan keras, 2 kain dan 1 handuk bersih dan kering, lampu sorot 60
watt dengan jarak 60 cm dari tubuh bayi.
a. Menggelar kain di atas perut ibu dan tempat resusitasi serta ganjal bahu bayi
b. Menyiapkan oksitosin 10 unit dan alat suntik steril sekali pakai di dalam partus set
3. Pakai celemek plastik
4. Melepaskan dan menyimpan semua perhiasan yang dipakai, cuci tangan dengan sabun
dan air bersih mengalir kemudian keringkan tangan dengan handuk yang bersih dan
kering
5. Pakai sarung tangan DTT pada tangan yang akan digunakan untuk periksa dalam.
6. Masukkan oksitosin ke dalam tabung suntik (gunakan tangan yang memakai sarung
tangan DTT atau steril) dan letakkan di partus set/wadah DTT atau steril (pastikan
tidak terjadi kontaminasi pada alat suntik).
7. Membersihkan vulva dan perineum, menyekanya dengan hati-hati dari depan ke
belakang dengan menggunakan kapas atau kasa yang dibasahi dengan DTT
a. Jika introitus vagina, perineum atau anus terkontaminasi tinja, bersihkan dengan
seksama dari arah depan ke belakang.

16
b. Buang kapas atau kasa pembersih (terkontaminasi) dalam wadah yang tersedia.
c. Ganti sarung tangan jika terkontaminasi (dekontaminasi, lepaskan dan rendam
larutan klorin 0,5 %)
8. Lakukan periksa dalam untuk memastikan pembukaan lengkap. Bila selaput ketuban
belum pecah dan pembukaan sudah lengkap maka lakukan amniotomi.
9. Dekontaminasi sarung tangan dengan cara mencelupkan tangan yang masih memakai
sarung tangan ke dalam larutan klorin 0,5%, kemudian lepaskan dan rendam dalam
keadaan terbalik dalam larutan klorin 0,5 % selama 10 menit. Cuci kedua tangan
setelah sarung tangan dilepaskan. 10. Periksa DJJ setelah kontraksi/saat relaksasi
uterus untuk memastikan bahwa DJJ dalam batas normal (120 – 160x/menit).
a. Mengambil tindakan yang sesuai jika DJJ tidak normal
b. Mendokumentasikan hasil-hasil pemeriksaan dalam, DJJ, dan semua hasil-hasil
penilaian serta asuhan lainnya pada partograph
10. Beritahu bahwa pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin baik dan bantu ibu
menemukan posisi yang nyaman dan sesuai dengan keinginannya.
a. Tunggu hingga timbul rasa ingin meneran, lanjutkan pemantauan kondisi dan
kenyamanan ibu dan janin (ikuti pedoman penatalaksanaan fase aktif)
b. Jelaskan pada anggota keluarga tentang bagaimana peran mereka untuk
mendukung dan memberi semangat pada ibu untuk meneran dengan benar
11. Minta keluarga membantu menyiapkan posisi meneran (bila ada rasa ingin meneran
dan terjadi kontraksi yang kuat, bantu ibu ke posisi setengah duduk atau posisi lain
yang diinginkan dan pastikan ibu merasa nyaman).
12. Laksanakan bimbingan meneran saat ibu marasa ada dorongan kuat untuk meneran.
a. Bimbing ibu agar dapat meneran secara baik dan efektif
b. Dukung dan beri semangat pada saat meneran dan perbaiki cara meneran apabila
caranya tidak sesuai
c. Bantu ibu mengambil posisi nyaman sesuai pilihannya (kecuali posisi berbaring
terlentang dalam waktu yang lama)
d. Anjurkan ibu untuk beristirahat diantara kontraksi
e. Anjurkan keluarga memberi dukungan dan semangat untuk ibu
f. Berikan cukup asupan cairan per oral (minum)
g. Menilai DJJ setiap kontraksi uterus selesai
h. Segera rujuk jika bayi belum atau tidak akan segera lahir setelah 120 menit (2
jam) meneran (primigravida) atau 60 menit (1 jam) meneran (multigravida)

17
13. Anjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau mengambil posisi yang nyaman jika ibu
belum merasa ada dorongan untuk meneran dalam 60 menit.
14. Letakkan handuk bersih (untuk mengeringkan bayi di perut ibu, jika kepala bayi telah
membuka vulva dengan diameter 5-6 cm)
15. Letakkan kain bersih yang dilipat 1/3 bagian di bawah bokong.
16. Buka tutup partus set dan perhatikan kembali kelengkapan alat dan bahan.
17. Pakai sarung tangan DTT pada kedua tangan.
18. Setelah tampak kepala bayi dengan diameter 5-6 cm membuka vulva maka lindungi
perineum dengan tangan yang dilapisi dnegan kain bersih dan kering. Tangan yang
lain menahan kepala bayi untuk meneran perlahan atau bernafas cepat dan dangkal.
19. Seka dengan lembut muka, mulut, dan hidung bayi dengan kasa/kain bersih.
20. Periksa kemungkinan adanya lilitan tali pusat dan ambil tindakan yang sesuai jika hal
itu terjadi dan segera lanjutkan proses kelahiran bayi.
a. Jika tali pusat melilit leher secara longgar, lepaskan lewat bagian atas kepala bayi
b. Jika tali pusat melilit leher secara kuat, klem tali pusat di dua tempat dan potong
diantara dua klem tersebut
21. Tunggu kepala bayi melakukan putaran paksi luar secara spontan.
22. Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, pegang secara biparetal. Anjurkan ibu
untuk meneran saat kontraksi. Dengan lembut gerakkan kepala ke arah bawah dan
distal hingga bahu depan muncul di bawah arkus pubis dan kemudian gerakan arah
atas dan distal untuk melahirkan bahu belakang.
23. Setelah kedua bahu lahir, geser tangan bawah ke arah perineum ibu untuk
menyanggah kepala, lengan dan siku sebelah bawah. Gunakan tangan atas untuk
menelusuri dan memegang lengan dan siku sebelah atas.
24. Seteleh tubuh dan lengan lahir, penelusuran tangan atas berlanjut ke punggung,
bokong, tungkai dan kaki. Pegang kedua mata kaki (masukkan telunjuk diantara mata
kaki dan pegang masing-masing mata kaki ibu jari dan jari-jari lainnya).
25. Penilaian segera bayi baru lahir.
26. Keringkan tubuh bayi, bungkus kepala dan badan bayi kecuali bagian tali pusat.
27. Jepit tali pusat dengan klem kira-kira 3cm dari pusat bayi. Mendorong isi tali pusat ke
arah distal (ibu) dan jepit kembali tali pusat pada 2cm distal dari klem pertama.
28. Dengan satu tangan, pegang tali pusat yang telah dijepit dan lakukan pengguntingan
(lindungi perut bayi) tali pusat diantara 2 klem tersebut.

18
29. Ganti handuk yang basah dengan handuk/kain baru yang bersih dan kering, selimuti
dan tutup kepala bayi dan biarkan tali pusat terbuka. Tali pusat tidak perlu ditutup
dengan kassa atau diberi yodium tapi dapat dioles dengan antiseptik.Jika bayi
mangalami kesulitan bernafas, lihat penatalaksanaan asfiksia
30. Berikan bayi kepada ibunya dan anjurkan ibu untuk memeluk bayinya dan untuk
memulai pemberian ASI.
31. Letakkan kain bersih dan kering pada perut ibu, periksa kembali uterus untuk
memastikan tidak ada lagi bayi dalam uterus (hamil tunggal).
32. Beritahu ibu bahwa ia akan disuntik agar uterus berkontraksi baik.
33. Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir, suntikan oksitosin 10 unit IM di 1/3 paha atas
bagian distal lateral (lakukan aspirasi sebelum menyuntikan oksitosin).
34. Pindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5-10 cm dari vulva.
35. Letakkan satu tangan diatas kain pada perut ibu, di tepi atas simpisis untuk
mendeteksi. Tangan lain menegangkan tali pusat.
36. Setelah uterus berkontraksi, tegangkan tali pusat ke arah bawah sambil tangan yang
lain mendorong uterus ke arah belakang-atas (dorsokranial) secara hati-hati (untuk
mencegah inversio uteri). Jika plasenta tidak lahir setelah 30-40 detik, hentikan
penegangan tali pusat dan tunggu hingga timbul kontraksi berikutnya dan ulangi
prosedur di atas. Jika uterus tidak segera berkontraksi minta ibu, suami datau anggota
keluarga untuk melakukan stimulasi puting susu
37. Lakukan penegangan dan dorongan dorso kranial hingga plasenta terlepas. Minta ibu
meneran sambil penolong menarik tali pusat dengan arah sejajar lantai dan kemudian
ke arah atas mengikuti poros jalan lahir (tetap lakukan tekanan dorsokranial).
38. Saat plasenta muncul di introitus vagina, lahirkan plasenta dengan kedua tangan.
Pegang dan putar plasenta hingga selaput ketuban terpilin kemudian lahirkan dan
tempatkan plasenta pada tempat yang telah disediakan. Jika selaput ketuban robek,
pakai serung tangan DTT atau steril untuk melakukan eksplorasi sisa selaput
kemudian gunakan jari-jari tangan atau klem DTT atau steril untuk mengeluarkan
bagian selaput yang tertinggal.
39. Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, lakukan masase uterus, letakkan
telapak tangan di fundus dan lakukan masase dengan gerakan melingkar dengan
lembut hingga uterus berkontraksi (fundus teraba keras)
40. Lakukan tindakan yang diperlukan jika uterus tidak berkontraksi setelah 15 detik
masase.

19
41. Periksa kedua sisi plasenta baik bagian meternal maupun fetal dan pastikan selaput
ketuban lengkap dan utuh. Masukkan palsenta ke dalam kantung plastik atau tempat
khusus
42. Evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum. Lakukan panjahitan bila
laserasi menyebabkan perdarahan.
43. Pastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi perdarahan pervaginam.
44. Celupkan kedua tangan yang memakai sarung tangan ke dalam larutan klorin 0,5 %,
bilas kedua tangan tersebut dengan air DTT dan keringkan dengan kain yang bersih
dan kering.
45. Selimuti bayi dan tutupi bagian kepalanya dengan handuk atau kain bersih dan kering.
46. Minta ibu memulai pemberian ASI secara dini (30-60 menit setelah bayi lahir)
47. Lanjutkan pemantauan kontraksi dan mencegah perdarahan pervaginam.
a. 2-3 kali dalam 15 menit pertama pascapersalinan
b. Setiap 15 menit pada 1 jam pertama pascapersalinan
c. Setiap 20-30 menit pada jam kedua pascapersalinan
d. Jika uterus tidak berkontraksi dengan baik, melakukan asuhan yang sesuai untuk
penatalaksanaan atonia uteri
48. Ajarkan ibu/keluarga cara melakukan masase uterus dan menilai kontraksi.
49. Evaluasi dan estimasi jumlah kehilangan darah.
50. Memeriksa nadi ibu dan keadaan kandung kemih setiap 15menit selama 1jam pertama
pascapersalinan dan setiap 30menit selama jam kedua pascapersalinan.
a. Memeriksa temperatur tubuh ibu sekali setiap jam selama dua jam pertama
pascapersalinan
b. Melakukan tindakan ynag sesuai untuk temuan yang tidak normal.
51. Tempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan klorin 0,5 % untuk
dekontaminasi (10 menit). Cuci dan bilas peralatan setelah didekontaminasi.
52. Buang bahan-bahan yang terkontaminasi ke tempat sampah yang sesuai.
53. Bersihkan ibu dengan menggunakan air DTT. Bersihkan sisa cairan ketuban, lendir,
dan darah. Bantu ibu memakai pakaian bersih dan kering.
54. Pastikan ibu merasa nyaman. Bantu ibu memberikan ASI. Anjurkan keluarga untuk
memberi ibu minuman dan makanan yang diinginkannya.
55. Dekontaminasi tempat persalinan dengan larutan klorin 0,5 %. 57. Celupkan sarung
tangan kotor ke dalam larutan klorin 0,5 %, balikkan bagian dalam keluar dan rendam
dalam larutan klorin 0,5 % selama 10 menit.

20
56. Cuci kedua tangan dengan sabun dan air mengalir. Lengkapi partograf (halaman
depan dan belakang), periksa tanda vital dan asuhan kala IV dan lakukan
penimbangan bayi, beri tetes mata profilaksis dan vitamin K,

21
ASKEP PERSALINAN NORMAL
A. Kala I
1. Pengkajian
1) Anamnesa
a. Nama, umur, dan alamat
b. Gravida dan para
c. Hari pertama haid terakhir (HPHT)
d. Riwayat alergi obat
e. Riwayat kehamilan sekarang: ANC, masalah yang dialami selama kehamilan
seperti perdarahan, kapan mulai kontraksi, apakah gerakan bayi masih terasa,
apakah selaput ketuban sudah pecah? Jika ya, cairan warnanya apa? Kental/
encer? Kapan pecahnya? Apakah keluar darah pervagina? Bercak atau darah
segar? Kapan ibu terakhir makan dan minum? Apakah ibu kesulitan
berkemih?
f. Riwayat kehamilan sebelumnya
g. Riwayat medis lainnya seperti hipertensi, pernafasan
h) Riwayat medis saat ini (sakit kepala, pusing, mual, muntah atau nyeri epigastrium)
2) Pemeriksaan Fisik
a. Tunjukkan sikap ramah
b. Minta mengosongkan kandung kemih
c. Nilai keadaan umum, suasana hati, tingkat kegelisahan, warna konjungtiva,
kebersihan, status gizi, dan kebutuhan cairan tubuh
d. Nilai tanda – tanda vital (TD, Nadi, suhu, dan pernafasan), untuk akurasi
lakukan pemeriksaan TD dan nadi diantara dua kontraksi.
e. Pemeriksaan abdomen
3) Menentukan tinggi fundus
4) Kontraksi uterus
5) Palpasi jumlah kontraksi dalam 10 menit, durasi dan lamanya kontraksi
 Memantau denyut jantung janin (normal 120-160x/menit)
 Menentukan presentasi (bokong atau kepala)
 Menentukan penurunan bagian terbawah janin
 Pemeriksaan dalam
6) Nilai pembukaan dan penipisan serviks

22
7) Nilai penurunan bagian terbawah dan apakah sudah masuk rongga panggul
8) ika bagian terbawah kepala, pastikan petunjuknya.
2. Diagnosa keperawatan
1) Nyeri berhubungan dengan kontraksi uterus selama persalinan
2) Kelelahan berhubungan dengan peningkatan kebutuhan energy akibat peningkatan
metabolisme sekunder akibat nyeri selama persalinan
3. Perencanaan
1) Nyeri berhubungan dengan kontraksi uterus selama persalinan Tujuan: diharapkan
ibu mampu mengendalikan nyerinya dengan kriteria evaluasi ibu menyatakan
menerima rasa nyerinya sebagai proses fisiologis persalinan Intervensi:
a) Kaji kontraksi uterus dan ketidaknyamanan (awitan, frekuensi, durasi, intensitas,
dan gambaran ketidaknyamanan) Rasional: untuk mengetahui kemajuan persalinan
dan ketidaknyamanan yang dirasakan ibu
b) Kaji tentang metode pereda nyeri yang diketahui dan dialam Rasional: nyeri
persalinan bersifat unik dan berbeda–beda tiap individu. Respon terhadap nyeri sangat
tergantung budaya, pengalaman terdahulu dan serta dukungan emosional termasuk
orang yang diinginkan
c) Kaji faktor yang dapat menurunkan toleransi terhadap nyeri
Rasional:mengidentifikasi jalan keluar yang harus dilakukan
d) Kurangi dan hilangkan faktor yang meningkatkan nyeri Rasional: tidak menambah
nyeri klien
e) Jelaskan metode pereda nyeri yang ada seperti relaksasi, massage, pola pernafasan,
pemberian posisi, obat – obatan Rasional: memungkinkan lebih banyak alternative
yang dimiliki oleh ibu, oleh karena dukungan kepada ibu untuk mengendalikan rasa
nyerinya (Rajan dalam Henderson, 2006)
f) Lakukan perubahan posisi sesuai dengan keinginan ibu, tetapi ingin di tempat tidur
anjurkan untuk miring ke kiri Rasional: nyeri persalinan bersifat sangat individual
sehingga posisi nyaman tiap individu akan berbeda, miring kiri dianjurkan karena
memaksimalkan curah jantung ibu.
g) Beberapa teknik pengendalian nyeri Relaksasi Massage Rasional : Bertujuan untuk
meminimalkan aktivitas simpatis pada system otonom sehingga ibu dapat memecah
siklus ketegangan-ansietas-nyeri. Massage yang lebih mudah diingat dan menarik
perhatian adalah yang dilakukan orang lain.

23
2) Kelelahan berhubungan dengan peningkatan kebutuhan energy akibat peningkatan
metabolisme sekunder akibat nyeri selama persalinan Tujuan : Diharapkan ibu tidak
mengalami keletihan dengan kriteria evaluasi: nadi:60-80x/menit(saat tidak ada his),
ibu menyatakan masih memiliki cukup tenaga

Intervensi:

a) Kaji tanda – tanda vital yaitu nadi dan tekanan darah Rasional: nadi dan tekanan
darah dapat menjadi indicator terhadap status hidrasi dan energy ibu.
b) Anjurkan untuk relaksasi dan istirahat di antara kontraksi Rasional: mengurangi
bertambahnya keletihan dan menghemat energy yang dibutuhkan untuk persalinan
c) Sarankan suami atau keluarga untuk mendampingi ibu Rasional: dukungan
emosional khususnya dari orang – orang yang berarti bagi ibu dapat memberikan
kekuatan dan motivasi bagi ibu
d) Sarankan keluarga untuk menawarkan dan memberikan minuman atau makanan
kepada ibu Rasional: makanan dan asupan cairan yang cukup akan memberi lebih
banyak energy dan mencegah dehidrasi yang memperlambat kontraksi atau kontraksi
tidak teratur
B. Kala II
1. Pengkajian
1) Aktivitas /istirahat
a) adanya kelelahan, ketidak mampuan melakukan dorongan sendiri/ relaksasi.
b) Letargi.
c) Lingkaran hitam di bawah mata
2) Sirkulasi: tekanan darah dapat meningkat 5-10mmHg diantara kontraksi. 3)
Integritas Ego
a) Respon emosional dapat meningkat.
b) Dapat merasa kehilangan control atau kebalikannya seperti saat ini klien
terlibat mengejan secara aktif.
3) Eliminasi.
a) Keinginan untuk defikasi, disertai tekanan intra abdominal dan tekanan uterus.
b) Dapat mengalami rabas fekal saat mengejan.
c) Distensi kandung kemih mungkin ada , dengan urine dikeluarkan selama upaya
mendorong
4) Nyeri/ Ketidak nyamanan

24
a) Dapat merintih/ meringis selama kontraksi.
b) Amnesia diantara kontraksi mungkin terlihat.
c) Melaporkan rasa terbakar/ meregang dari perineum.
d) Kaki dapat gemetar selama upaya mendorong.
e) Kontraksi uterus kuat terjadi 1,5 – 2 mnt masing-masing dan berakhir 60- 90
dtk.
f) Dapat melawan kontraksi , khususnya bila tidak berpartisipasi dalam kelas
kelahiran anak.
5) Pernafasan: peningkatan frekuensi pernafasan.
6) Keamanan
a) Diaforesis sering terjadi.
b) Bradikardi janin dapat terjadi selama kontraksi
7) Sexualitas
a) Servik dilatasi penuh( 10 cm) dan penonjolan 100%.

b) Peningkatan penampakan perdarahan vagina.

c) Penonjolan rectal/ perineal dengan turunnya janin.

d) Membrane mungkin rupture pada saat ini bila masih utuh.

e) Peningkatan pengeluaran cairan amnion selama kontraksi.

f) Crowning terjadi, kaput tampak tepat sebelum kelahiran pada presentasi vertex

2. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri akut berhubungan dengan tekanan mekanik pada bagian presentasi , dilatasi/
peregangan jaringan , kompresi saraf, pola kontraksi semakin intense lama,
hiperventilasi maternal.
2) Resiko infeksi maternal b/d prosedur invasive berulang, trauma jaringan,
pemajanan terhadap pathogen, persalinan lama atau pecah ketuban
3. Perencanaan
1) Nyeri b/d tekanan mekanik pada presentasi, dilatasi/ peregangan jaringan, kompresi
saraf, pola kontraksi semakin intensif Tujuan : diharapkan klien dapat mengontrol
rasa nyeri dengan kriteria evaluasi :
a) Mengungkapkan penurunan nyeri
b) Menggunakan tehnik yang tepat untuk mempertahan kan control.nyeri.

25
c) Istirahat diantara kontraksi
Intervensi :
a) Identifikasi derajat ketidak nyamanan dan sumbernya. R/ Mengklarifikasi
kebutuhan memungkinkan intervensi yang tepat.

b) Pantau dan catat aktivitas uterus pada setiap kontraksi. R/ Memberikan informasi
tentangkemajuan kontinu, membantu identifikasi pola kontraksi abnormal

c) Berikan dukungan dan informasi yang berhubungan dengan persalinan. R/


Informasi tentang perkiraan kelahiran menguatkan upaya yang telah dilakukan berarti.

d) Anjurkan klien untuk mengatur upaya untuk mengejan. R/ Upaya mengejan


spontan yang tidak terus menerus menghindar

feknegatif berkenaandenganpenurunan kadar oksigen ibu dan janin.

e) Bantu ibu untuk memilih posisi optimal untuk mengejan R/ Posisi yang tepat
dengan relaksasi memudahkan kemajuan persalinan.

f) Kaji pemenuhan kandung kemih, kateterisasi bila terlihat distensi. R/ Meningkatkan


kenyamanan, memudahkan turunnya janin, menurunkan resiko trauma kantung
kencing.

g) Dukung dan posisikan blok sadel / anastesi spinal, local sesuai indikasi. R/ Posisi
yang tepat menjamin penempatan yang tepat dari obat-obatan dan mencegah
komplikasi.

2) Risiko infeksi maternal b/d prosedur invasive berulang, trauma jaringan,


pemajanan terhadap pathogen, persalinan lama atau pecah ketuban Tujuan :
diharapkan tidak terjadi infeksi dengan kriteria evaluasi : Tidak ditemukan tanda-
tanda adanya infeksi. Intervensi :

a) Lakukan perawatan parienal setiap 4 jam. R/ Membantu meningkatkan kebersihan ,


mencegah terjadinya infeksi uterus asenden dan kemungkinan sepsis.ah kliendan janin
rentan pada infeksi saluran asenden dan kemungkinan sepsis.

b) Catat tanggal dan waktu pecah ketuban. R/ Dalam 4 jam setelah ketuban pecah
akan terjadi infeksi .

26
c) Lakukan pemeriksaan vagina hanya bila sangat perlu, dengan menggunakan tehnik
aseptic R/ Pemeriksaan vagina berulang meningkatkan resiko infeksi endometrial.

d) Pantau suhu, nadi dan sel darah putih. R/ Peningkatan suhu atau nadi > 100 dpm
dapat menandakan infeksi.

e) Gunakan tehnik asepsis bedah pada persiapan peralatan. R/ Menurunkan resiko


kontaminasi. Kolaborasi :

f) Berikan antibiotik sesuai indikasi R/ Digunakan dengan kewaspadaan karena


pemakaian antibiotic dapat merangsang pertumbuhan yang berlebih dari organisme
resisten

C. Kala III
1. Pengkajian
1) Aktivitas/istirahat Perilaku dapat direntang dari senang sampai keletihan.
2) Sirkulasi
a) Tekanan darah meningkat saat curah jantung meningkat kemudian
b) Hipotensi dapat terjadi sebagai respon terhadap analgesik dan anastesi.
c) Frekuensi nadi lambat pada respon terhadap perubahan jantung.
3) Makanan/cairan: kehilangan darah normal 200-300m.
4) Nyeri/ketidaknyamanan: inspeksi manual pada uterus dan jalan lahir menetukan
adanya robekan atau laserasi. Perluasan episiotomi atau laserasi jalan lahir mungkin
ada.
5) Seksualitas: darah yang berwarna hitam dari vagina terjadi saat plasenta lepas dari
endometrium, biasanya dalam 1-5 menit setelah melahirkan bayi. Tali pusat
memanjang pada muara vagina. Uterus berubah dari discoid menjadi bentuk globular
6) Pemeriksaan fisik
a) Kondisi umum ibu: tanda vital (tekanan darah, nadi, respirasi, suhu tubuh), status
mental klien.
b) Inspeksi: perdarahan aktif dan terus menerus sebelum atau sesudah melahirkan
plasenta.
c) Palpasi: tinggi fundus uteri dan konsistensinya baik sebelum maupun sesudah
pengeluaran plasenta.

27
2. Diagnosa keperawatan
1) Risiko cedera (meternal) b/d posisi selama melahirkan/pemindahan, kesulitan
dengan plasenta
2) Nyeri b/d trauma jaringan, respon fisiologis setelah melahirkan.
3. Perencanaan
1) Risiko cedera (meternal) b/d posisi selama melahirkan/pemindahan, kesulitan
dengan plasenta. Tujuan : diharapkan tidak terjadi cedera maternal dengan kriteria
evaluasi
a) Tidak terjadi tanda-tanda perdarahan.
b) Kesadaran pasien bagus.
Intervensi : Mandiri
a) Palpasi fundus uteri dan masase perlahan. R/ Memudahkan pelepasan plasenta.
b) Masase fundus secara perlahan setelah pengeluaran plasenta. R/ Menghindari
rangsangan/trauma berlebihan pada fundus.
c) Kaji irama pernapasan dan pengembangan. R/ Pada pelepasan plasenta. Bahaya ada
berupa emboli cairan amnion dapat masuk ke sirkulasi maternal, menyebabkan
emboli paru.
d) Bersihkan vulva dan perineum dengan air larutan antiseptik, berikan pembalut
perineal steril. R/ Menghilangkan kemungkinan kontaminan yang dapat
mengakibatkan infesi saluran asenden selama periode pasca partum.
e) Rendahkan kaki klien secara simultan dari pijakan kaki. R/ Membantu menghindari
regangan otot. f) Kaji perilaku klien, perhatikan perubahan SSP. R/ Peningkatan
tekanan intrakranial selama mendorong dan peningkatan curah jantung yang cepat
membuat klien dengan aneurisme serebral sebelumnya berisiko terhadap ruptur.
g) Dapatkan sampel darah tali pusat untuk menetukan golongan darah. R/ Bila bayi
Rh-positif dan klien Rh-negatif, klien akan menerima imunisasi dengan imun globulin
Rh (Rh-Ig) pada pasca partum. Kolaborasi
h) Gunakan bantuan ventilator bila diperlukan. R/ Kegagalan pernapasan dapat terjadi
mengikuti emboli amnion atau pulmoner.
i) Berikan oksitosin IV, posisikan kembali uterus di bawah pengaruh anastesi dan
berikan ergonovin maleat (ergotrat) setelah penemapatan uterus kembali. Bantu
dengan tampon sesuai dengan indikasi. R/ Meningkatkan kontraktilitas miometrium
uterus.
j) Berikan antibiotik profilatik. R/ Membatasi potensial infeksi endometrial

28
2) Nyeri b/d trauma jaringan, respon fisiologis setelah melahirkan. Tujuan :
diharapkan nyeri hilang atau berkurang dengan kriteria evaluasi :

a) Menyatakan nyeri berkurang dengan skala (0-3).

b) Wajah tampak tenang.

c) Wajah tampak tidak meringis.

Intervensi : Mandiri

a) Bantu dengan teknik pernapasan selama perbaikan pembedahan bila tepat. R/


Pernapasan membantu mengalihkan perhatian langsung dari ketidaknyamanan,
meningkatkan relaksasi.

b) Berikan kompres es pada perineum setelah melahirkan. R/ Mengkonstriksikan


pembuluh darah, menurunkan edema dan memberikan kenyamanan dan anastesi
lokal.

c) Ganti pakaian dan linen basah. R/ Meningkatkan kenyamanan, hangat, dan


kebersihan.

d) Berikan selimut hangat. R/ Tremor/menggigil pada pasca melahirkan mungkin


karena hilangnya tekanan secara tiba-tiba pada saraf pelvis atau kemungkinana
dihubungkan dengan tranfusi janin ke ibu yang terjadi pada pelepasan plasenta.
Kolaborasi

e) Bantu dalam perbaikan episiotomi bila perlu. R/ Penyambungan tepi-tepi


memudahkan penyembuhan

D. Kala IV
1. Pengkajian
1) Aktivitas / Istirahat Pasien tampak “berenergi” atau keletihan / kelelahan,
mengantuk
2) Sirkulasi
a) Nadi biasanya lambat (50 – 70x / menit) karena hipersensitivitas vagal
b) TD bervariasi : mungkin lebih rendah pada respon terhadap analgesia / anastesia,
atau meningkat pada respon terhadap pemeriksaan oksitosin atau hipertensi karena
kehamilan

29
c) Edema : bila ada mungkin dependen (misal : pada ekstremitas bawah), atau dapat
juga pada ekstremitas atas dan wajah atau mungkin umum (tanda hipertensi pada
kehamilan)
d) Kehilangan darah selama persalinan dan kelahiran sampai 400 – 500 ml untuk
kelahiran per vagina atau 600-800 ml untuk kelahiran sesaria
3) Integritas Ego
a) Reaksi emosional bervariasi dan dapat berubah-ubah misal : eksitasi atau perilaku
menunjukkan kurang kedekatan, tidak berminat (kelelahan), atau kecewa
b) Dapat mengekspresikan masalah atau meminta maaf untuk perilaku intrapartum
atau kehilangan kontrol, dapat mengekspresikan rasa takut mengenai kondisi bayi
baru lahir dan perawatan segera pada neonatal
4) Eliminasi
a) Hemoroid sering ada dan menonjol
b) Kandung kemih mungkin teraba di atas simpisis pubis atau kateter urinarius
mungkin dipasang
c) Diuresis dapat terjadi bila tekanan bagian presentasi menghambat aliran urinarius
dan atau cairan IV diberikan selama persalinan dan kelahiran
5) Makanan / Cairan Dapat mengeluh haus, lapar, mual
6) Neurosensori: Hiperrefleksia mungkin ada (menunjukkan terjadinya dan
menetapnya hipertensi, khususnya pada pasien dengan diabetes mellitus, remaja, atau
pasien primipara)
7) Nyeri / Ketidaknyamanan. Pasien melaporkan ketidaknyamanan dari berbagai
sumber misalnya setelah nyeri, trauma jaringan / perbaikan episiotomi, kandung
kemih penuh, atau perasaan dingin / otot tremor dengan “menggigil”
8) Keamanan
a) Pada awalnya suhu tubuh meningkat sedikit (dehidrasi)
b) Perbaikan episiotomi utuh dengan tepi jaringan merapat
9) Seksualitas
a) Fundus keras berkontraksi, pada garis tengah dan terletak setinggi umbilikus ]
b) Drainase vagina atau lokhia jumlahnya sedang, merah gelap dengan hanya
beberapa bekuan kecil c) Perineum bebas dari kemerahan, edema, ekimosis, atau
rabas
d) Striae mungkin ada pada abdomen, paha, dan payudara
e) Payudara lunak dengan puting tegang

30
10) Penyuluhan / Pembelajaran. Catat obat-obatan yang diberikan, termasuk waktu
dan jumlah
11) Pemeriksaan Diagnostik. Hemoglobin / Hematokrit (Hb/Ht), jumlah darah
lengkap, urinalisis. Pemeriksaan lain mungkin dilakukan sesuai indikasi dari temuan
fisik
2. Diagnosa keperawatan
1) Nyeri akut b/d trauma mekanis / edema jaringan, kelelahan fisik dan psikologis,
ansietas
2) Perubahan proses keluarga b/d transisi / peningkatan perkembangan anggota
keluarga
3. Perencanaan
1) Nyeri akut b/d trauma mekanis / edema jaringan, kelelahan fisik dan psikologis,
ansietas Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama … diharapkan pasien
dapat mengontrol nyeri, nyeri berkurang Kriteria Evaluasi :
a) Pasien melaporkan nyeri berkurang
b) Menunjukkan postur dan ekspresi wajah rileks
c) Pasien merasakan nyeri berkurang pada skala nyeri (0-2)
Intervensi :
a) Kaji sifat dan derajat ketidaknyamanan, jenis melahirkan, sifat kejadian intrapartal,
lama persalinan, dan pemberian anastesia atau analgesia Rasional : Membantu
mengidentifikasi faktor – faktor yang memperberat ketidaknyamanan nyeri
b) Berikan informasi yang tepat tentang perawatan rutin selama periode pascapartum
Rasional : Informasi dapat mengurangi ansietas berkenaan rasa takut tentang
ketidaktahuan, yang dapat memperberat persepsi nyeri
c) Inspeksi perbaikan episiotomi atau laserasi. Evaluasi penyatuan perbaikan luka,
perhatikan adanya edema, hemoroid Rasional : Trauma dan edema meningkatkan
derajat ketidaknyamanan dan dapat menyebabkan stress pada garis jahitan
d) Berikan kompres es Rasional : Es memberikan anastesia lokal, meningkatkan
vasokontriksi dan menurunkan pembentukan edema
e) Lakukan tindakan kenyamanan (misalnya : perawatan mulut, mandi sebagian, linen
bersih dan kering, perawatan perineal periodik) Rasional : Meningkatkan
kenyamanan, perasaan bersih
f) Masase uterus dengan perlahan sesuai indikasi. Catat adanya faktor-faktor yang
memperberat hebatnya dan frekuensi afterpain Rasional : Masase perlahan

31
meningkatkan kontraktilitas tetapi tidak seharusnya menyebabkan ketidaknyamanan
berlebihan. Multipara, distensi uterus berlebihan, rangsangan oksitosin dan menyusui
meningkatkan derajat after pain berkenaan dengan kontraksi miometrium
g) Anjurkan penggunaan teknik pernafasan / relaksasi Rasional : Meningkatkan rasa
kontrol dan dapat menurunkan beratnya ketidaknyamanan berkenaan dengan afterpain
(kontraksi) dan masase fundus
h) Berikan lingkungan yang tenang, anjurkan pasien istirahat Rasional : Persalinan
dan kelahiran merupakan proses yang melelahkan. Dengan ketenangan dan istirahat
dapat mencegah kelelahan yang tidak perlu
i) Kolaborasi : pemberian analgesik sesuai kebutuhan Rasional : Analgesik bekerja
pada pusat otak, yaitu dengan menghambat prostaglandin yang merangsang timbulnya
nyeri
2) Perubahan proses keluarga b/d transisi / peningkatan perkembangan anggota
keluarga Tujuan : diharapkan keluarga dapat menerima kehadiran anggota keluarga
yang baru Kriteria Evaluasi :
a) Menggendong bayi saat kondisi ibu dan neonatus memungkinkan
b) Mendemonstrasikan perilaku kedekatan dengan
anak Intervensi :
a) Anjurkan pasien untuk menggendong, menyentuh, dan memeriksa bayi Rasional :
Jam-jam pertama setelah kelahiran memberikan kesemaptan untuk terjadinya ikatan
keluarga, karena ibu dan bayi secara emosional saling menerima isyarat yang
menimbulkan kedekatan dan penerimaan
b) Anjurkan ayah untuk menyentuh dan menggendong bayi dan membantu dalam
perawatan bayi, sesuai kondisi Rasional : Membantu memfasilitasi ikatan / kedekatan
di antara ayah dan bayi. Ayah yang secara aktif berpartisipasi dalam proses kelahiran
dan aktivitas interaksi pertama dari bayi, secara umum menyatakan perasaan ikatan
khusus pada bayi
c) Observasi dan catat interaksi bayi – keluarga, perhatikan perilaku untuk
menunjukkan ikatan dan kedekatan dalam budaya khusus Rasional : Kontak mata
dengan mata, penggunaan posisi menghadap wajah, berbicara dengan suara tinggi dan
menggendong bayi dihubungkan dengan kedekatan antara ibu dan bayi
d) Catat pengungkapan / perilaku yang menunjukkan kekecewaan atau kurang minat /
kedekatan Rasional : Datangnya anggota keluarga baru, bahkan sekalipun sudah

32
diinginkan menciptakan periode disekulibrium sementara, memerlukan penggabungan
anak baru ke dalam keluarga yang ada.
e) Terima keluarga dan sibling dengan senang hati selama periode pemulihan bila
diinginkan oleh pasien dan dimungkinkan oleh kondisi ibu / neonatus dan lingkungan
Rasional : Meningkatkan unit keluarga, dan membantu sibling untuk memulai proses
adaptasi positif pada peran baru dan masuknya anggota baru dalam struktur keluarga.
f) Anjurkan dan bantu pemberian ASI, tergantung pada pilihan pasien dan keyakinan /
praktik budaya Rasional : Kontak awal mempunyai efek positif pada durasi
pemberian ASI, kontak kulit dengan kulit, dan mulainya tugas ibu meningkatkan
ikatan
g) Berikan informasi mengenai perawatan segera pasca kelahiran Rasional : Informasi
menghilangkan ansietas yang mungkin mengganggu ikatan atau hasil dari “self
absorption” lebih dari perhatian pada bayi baru lahir

IDENTIFIKASI DIAGNOSA DAN MASALAH POTENSIAL YANG


BERHUBUNGAN

Potensial terjadinya partus lama Dasar :

1. Ibu inpartu kala I awal

2. Ibu hamil anak pertama

IDENTIFIKASI KEBUTUHAN TERHADAP TINDAKAN SEGERA / KOLABORASI

Tidak ada

RENCANA MANAJEMEN

1. Beritahu ibu dan keluarga tentang hasil pemeriksaan

a. Jelaskan pada ibu tentang kondisinya saat ini

b. Jelaskan kondisinya saat ini

c. Jelaskan tentang kemajuan persalinan

2. Persiapan ruangan untuk persalinan

3. Persiapkan perlengkapan, bahan-bahan dan obat-obatan yang dibutuhkan

4. Persiapan rujukan

33
5. Dukung dan anjurkan suami atau keluarga untuk mendampingi ibu

6. Anjurkan ibu untuk mencoba posisi yang nyaman selama persalinan

7. Anjurkan ibu supaya tetap mendapat asupan nutrisi selama persalinan

8. Anjurkan ibu untuk mengosongkan kandung kemihnya

9. Jelaskan manfaat meneran efektif dan ajarkan serta pimpin ibu meneran yang baik dan
efektif

10. Jaga lingkungan tetap bersih untuk pencegahan infeksi

11. Yakinkan ibu bahwa persalinan akan lancer

12. Lakukan pengawasan kala II / observasi dengan partograph

IMPLEMENTASI LANGSUNG

1. Memberitahukan pada ibu dan keluarga tentang hasil pemeriksaan, bahwa;

a. Kondisi ibu saat ini telah memasuki proses persalinan dengan ada tanda-tanda persalinan
yaitu mulas-mulas pada perut bagian bawah keluar lendir berwarna kecoklatan bercampur
sedikit darah

b. Kondisi bayinya sehat dengan posisi normal dan DJJ 134 x/menit

c. Proses persalinannya telah memasuki 3-4 cm

2. Menyiapkan ruangan untuk persalinan

3. Menyiapkan perlengkapan persalinan

a. Menyipakan alat persalinan : partus set, heating set, radian warner

b. Menyiapkan alat resusitasi

c. Menyiapkan pakaian bayi

d. Menyiapkan alat penanganan syok dan perdarahan

4. Mempersiakan rujukan jika terjadi penyulit dalam persalinan

5. Mendukung dan menganjurkan suami dan keluarga untuk mendampingi ibu

6. Menganjurkan ibu untuk mencoba posisi yang nyaman selama persalinan

34
7. Menganjurkan ibu supaya tetap mendapat asupan nutrisi selama persalinan dengan makan
dan minum

8. Menganjurkan ibu untuk mengosongkan kandung kemih

9. Menjelaskan manfaat meneran efektif pada ibu yaitu apabila ibu meneran dengan baik,
dapat membantu mempercepat penurunan kepala dan pengeluaran bayi Mengajarkan dan
memimpin ibu cara mengejan yang baik dan efektif yaitu mengejan yang dilakukan pada saat
his dan bila telah memasuki kala II persalinan sehingga diagfragma berfungsi lebih baik,
badan ibu dilengkungkan dan dengan dagu di dada, kaki ditarik kearah badan sehingga
lengkungan badan dapat membantu mendorong janin.

10. Menjaga lingkungan tetap bersih untuk pencegahan infeksi

11. Meyakinkan ibu bahwa persalinan akan lancer

12 Melakukan pengawasan kala II dengan partograph

35
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
SECTIO CAESAREA (SC)
A. PENGKAJIAN
a. Identitas Pasien dan Penanggung Jawab
Nama, Umur, Kebangsaan, Alamat, Pendidikan, Agama, Pekerjaan, Keluhan
Utama, Gol. Darah. Di Samping Atau Dibawah Data Penanggung Jawab.
b. Keluhan Utama
Nyeri pada luka post operasi.
c. Riwayat Kesehatan
1. Riwayat Kesehatan Sekarang
Meliputi keluhan atau yang berhubungan dengan gangguan atau penyakit
dirasakan saat ini dan keluhan yang dirasakan setelah pasien operasi.
2. Riwayat Kesehatan Dahulu
Meliputi penyakit yang lain yang dapat mempengaruhi penyakit sekarang.
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
Meliputi penyakit yang diderita pasien dan apakah keluarga pasien ada juga
mempunyai riwayat persalinan plasenta previa.
d. Pola Aktivitas Sehari-hari
a. Sirkulasi
Hipertensi dan perdarahan vagina yang mungkin terjadi. Kemungkinan
kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800 mL.
b. Makanan dan Cairan
Abdomen lunak dengan tidak ada distensi (diet ditentukan).
c. Neurosensori
Kerusakan gerakan dan sensasi di bawah tingkat anestesi spinal epidural.
d. Nyeri/ Ketidak Nyamanan
Mungkin mengeluh nyeri dari berbagai sumber karena trauma bedah,
distensi kandung kemih, efek-efek anesthesia, nyeri tekan uterus mungkin
ada.
e. Pernafasan
Bunyi paru-paru vesikuler dan terdengar jelas.

36
B. DIAGNOSA
1. Nyeri akut b/d agens cedera fisik d/d ekspresi wajah nyeri
2. Resiko infeksi area pembedahan b/d kontaminasi luka bedah
3. Hambatan mobilitas fisik b/d ansietas
C. INTERVENSI
DIAGNOSA NOC NIC AKTIVITAS
Nyeri akut  Kontrol Manajem - Lakukan
b/d agens nyeri en Nyeri pengkajian nyeri
cedera fisik dengan komprehensif yang
d/d ekspresi indikator: meliputi lokasi,
wajah nyeri melaporka onset/durasi,frekue
n nyeri nsi,kualitas,intensit
yang as/beratnya nyeri
terkontrol dan faktor
dipertahan pencetus.
kan pd - Dorong pasien u/
jarang menggunakan
menunjuk obat-obatan
kan (2) penurunan nyeri
ditingkatk yang adekuat.
an ke - Atur posisi klien
sering senyaman mungkin
menunjuk untuk penurunan
kan (4). nyeri.
 Tingkat - Ajarkan metode
nyeri farmakologi u/
dengan menurunkan nyeri.
indikator - Gunakan
ekspresi pengontrol nyeri
wajah sebelum nyeri
nyeri bertmabah berat.
dipertahan - Dukung
kan pada istirahat/tidur yang

37
cukup adekuat u/
berat (2) membantu
ditingkatk penurunan nyeri.
an ke
ringan (4).

Resiko Kontrol Kontrol - Ganti peralatan


infeksi area risiko:proses Infeksi perawatan per
pembedahan infeksi dg pasien sesuai
b/d indikator: mencari protokol institusi.
kontaminasi informasi terkait - Anjurkan pasien
luka bedah kontrol infeksi mengenai teknik
dipertahankan mencuci tangan
pada jarang dengan tepat.
menunjukkan (2) - Bersihkan
ditingkatkan ke lingkungan dengan
sering baik setelah
menunjukkan (4). digunakan untuk
setiap pasien.
- Pastikan teknik
perawatan luka
yang tepat.
- Ajarkan pasien dan
anggota keluarga
mengenai
bagaimana
menghindari
infeksi.
- Jaga lingkungan
aseptik yang
optimal selama
penusukan di
samping tempat

38
tidur dari saluran
penghubung.
Hambatan Pergerkan dengan Terapi - Beri pasien pakaian
mobilitas indikator: Latihan yang tidak
fisik b/d keseimbangan Ambulasi mengekang.
ansietas dipertahankan - Sediakan tempat
pada banyak tidur berketinggian
terganggu (2) rendah yang sesuai.
ditingkatkan ke - Dorong untuk
sedikit terganggu duduk di tempat
(4). tidur, disamping
Bergerak dengan tempat tidur
mudah di (menjuntai), atau
pertahankan pada dikursi,
banyak terganggu sebagaimana yang
(2) ditingkatkan dapat ditoleransi
ke sedikit pasien.
terganggu (4). - Bantu pasien untuk
duduk disisi tempat
tidur untuk
memfasilitasi
penyesuaian sikap
tubuh.
- Bantu pasien untuk
perpindahan, sesuai
kebutuhan.
- Bantu pasien
dengan ambulasi
awal dan jika
diperlukan.

39
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Masa nifas atau post partum atau disebut juga masa puerperium merupakan
waktu yang diperlukan untuk memulihkan kembali organ reproduksinya seperti saat
sebelum hamil atau disebut involusi terhitung dari selesai persalinan hingga dalam
jangka waktu kurang lebih 6 Minggu atau 42 hari (Maritalia, 2017).
Dalam bahasa latin, waktu mulai tertentu setelah melahirkan anak disebut
dengan puerperium yang berasal dari kata Puer yang artinya bayi dan Parous yang
artinya melahirkan. Jadi, puerperium merupakan masa setelah melahirkan bayi dan
masa pulih kembali mulai kala IV selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti
saat sebelum hamil. Masa nifas (puerperium) dimulai sejak 2 jam setelah lahirnya
plasenta hingga dengan 6 Minggu atau 42 hari setelah (Dewi & Sunarsih 2012 dalam
Aprilianti, 2019).

Di negara berkembang seperti di Indonesia kejadian operasi Sectio Caesarea


yang semakin banyak sudah issue, tapi ada suatu indicator yang dijadikan patokan
masyarakat. Dari data tahun 1975, di jaman operasi section caesare masih jarang
dilakukan, angka kematian ibu yang melahirkan sekitar 30 orang setiap 1000 orang
ibu yang melahirkan.
Oleh karena itu Perawat harus memahami hal tersebut, harus mampu
melakukan asuhan keperawatan pada pasien post operasi sectio caesarea. Melakukan
pengkajian pada pasien, menentukan diagnose yang bisa atau mungkin muncul,
menyusun rencana tindakan dan mengimplementasikan rencana tersebut serta
mengevaluasi hasilnya.
B. Saran
Saya selaku mahasiswa berharap dengan pembuatan makalah ini, dapat memberikan
manfaat dalam proses belajar mengajar. Dan tetap mengharapkan bimbingan lebih
dalam lagi dari para dosen pengampu mengenai Asuhan Keperawatan Normal dan
Sectio Caesaria.

40
DAFTAR PUSTAKA
Bulecheck, Glria M dkk. 2008. Nursing Interventions Classifications (NIC) Edisi 6.
USA : Elsevier.
Hether, Herdman T. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi& Klasifikasi 2015-2017
Edisi 10. Jakarta : EGC.

Huda, amin. 2015. Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa medis dan nanda
NIC-NOC. Yogyakarta:MediAction
Jitowiyono, sugeng. 2010. Asuhan Keperawatan Post Operasi. Yogyakarta:
Nuha Medika.

41

Anda mungkin juga menyukai