Anda di halaman 1dari 46

SEMINAR KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN.A DENGAN ANEMIA APLASTIK DI


RUANG KRONIK IRNA KEBIDANAN DAN ANAK RSUP
DR. M. DJAMIL PADANG
TAHUN 2023

Disusun oleh
Kelompok IV

1. 2. Ayu Melani Putri 7. Pamella Yulandari


3. 4. Cici Erlanda 8. Rahmadoni
5. 6. Elsa Eka Putri 9. Sella Febrianti
7. 8. Ghelsi Anggra Monita 10. Vinna Wahyu Marsilina
9. 10. Melsyha Melenia 11. Widiati Mawaddah
11. 12. Nadiah Ulfa Rahayun

Pembimbing Klinik Pembimbing Akademik

( ) ( )

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES SYEDZA SAINTIKA PADANG
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kelompok panjatkan kepada Allah Subhanallah wa Ta’ala atas berkat
dan rahmat-Nyalah sehingga kelompok dapat menyelesaikan seminar kasus keperawatan
dalam rangka memenuhi tugas Profesi Ners STIKes Syedza Saintika Padang dengan judul
“Asuhan Keperawatan pada An.A dengan ANEMIA APLASTIK di Ruang Kronik IRNA
Kebidanan dan Anak RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2023”.
Pada kesempatan ini, kelompok hendak menyampaikan terima kasih kepada semua pihak
yang telah memberikan dukungan moril maupun materil sehingga seminar kasus ini dapat
selesai. Ucapan terima kasih kami tujukan kepada:
1. Ibu Ns. , M. Kep. selaku pembimbing akademik di STIKes Syedza Saintika
Padang.
2. Ibu Ns. , S. Kep. selaku pembimbing klinik di ruang kronik IRNA Kebidanan
dan Anak RSUP Dr. M. Djamil Padang.
Kelompok menyadari bahwa seminar kasus ini masih banyak kekurangan. Oleh karena
itu, kelompok mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca guna
menyempurnakan segala kekurangan dalam penyusunan seminar kasus ini.

Padang, 14 Januari 2023

Kelompok IV

2
DAFTAR ISI

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Anemia merupakan suatu keadaan dimana komponen di dalam darah yaitu
hemoglobin (Hb) dalam darah jumlahnya kurang dari kadar normal. Remaja putri
memiliki risiko sepuluh kali lebih besar untuk menderita anemia dibandingkan dengan
remaja putra. Hal ini dikarenakan remaja putri mengalami mentruasi setiap bulannya
dan sedang dalam masa pertumbuhan sehingga membutuhkan asupan zat besi yang
lebih banyak. Penentuan anemia juga dapat dilakukan dengan mengukur hematokrit
(Ht) yang rata-rata setara dengan tiga kali kadar hemoglobin. Batas kadar Hb remaja
putri untuk mendiagnosis anemiayaituapabila kadar Hb kurang 12 gr/dl
(Tarwoto,dkk,2015).
Anemia aplastik merupakan penyakit yang akan diderita seumur hidup,
sehingga diperlukan kerjasama tim medis, pasien, serta keluarga dan lingkungan
dalam pengelolaan penyakit ini. Edukasi terhadap pasien dan keluarganya tentang
penyakit dan komplikasi yang memungkinkan akan sangat membantu memperbaiki
hasil pengobatan, serta diharapkan dapat membantu memperbaiki kualitas hidup
pasien (Nimade,2016).
Anemia aplastik merupakan suatu sindroma kegagalan sumsum tulang yang
dikarakterisasi dengan adanya pansitopenia perifer, hipoplasia sumsum tulang dan
makrositosis oleh karena terganggunya eritropoesis dan peningkatan jumlah fetal
hemoglobin. Insiden penyakit anemia aplastik di dunia tergolong jarang, berkisar 2-6
kasus per 1 juta penduduk pada negara- negara Eropa. Namun di Asia dikatakan
bahwa insiden penyakit ini lebih besar yaitu berkisar 6-14 kasus per 1 juta penduduk.
Anemia Aplastik dapat terjadi pada semua golongan usia, serta dapat diturunkan
secara genetik ataupun didapat. Insiden anemia aplastik didapat mencapai puncak
pada golongan umur 20-25 tahun, sedangkan jumlah tertinggi kedua berada pada
golongan usia diatas 60 tahun. Rasio anemia aplastik pada pria dan wanita adalah 1:1,
namun perjalanan penyakit serta manifestasi klinis pada pria lebih berat dibandingkan
wanita (Nimade,2016).
Anemia aplastik (AA) adalah gangguan perdarahan yang serius dan
sering fatal, ditan- dai oleh kegagalan sel prekursor hematopoi- etik pada sumsum
4
tulang untuk menghasilkan eritrosit, granulosit, dan trombosit yang men- gakibatkan
pansitopenia, dengan kejadian tahunan sekitar 1-2 kasus baru per 1.000.000 individu
per tahun (Kriatina,2019).
Anemia aplastik adalah anemia yang disertai oleh pansitopenia yang
merupakan suatu keadaan yang ditandai oleh adanya anemia, leukopenia, dan
trombositopenia padadarah tepi. Hal ini disebabkan karena adanya kelainan primer
pada sumsum tulang dalambentuk aplasia atau hipoplasia tanpa adanyainfiltrasi,
supresi atau pendesakan sum-sum tulang. Teori terjadinya kegagalan sumsumtulang
dalam hematopoiesis adalah terjadinya efek pada sumsum tulang atau kerusakan sel-
sel induk. Berdasarkan etiologinya, anemia aplastic dibagi menjadi acquired aplastic
anemia dan congenital aplastic anemia. Berdasarkan derajat keparahan,anemia
aplastik diklasifikasikan menjadi derajat sedang, berat dan sangat berat.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh University Teaching Hospital
selama tahun 2000-2014 di Brazil, komplikasi mortalitas terbanyak pada kasus
anemia aplastik berat adalah perdarahan dan infeksi. Insidensi anemia aplastik
menunjukan adanya variabilitas geografis. Insiden anemia aplastik derajat sedang
hingga berat dilaporkan pada 33,33% dan 57,14% kasus masing- masing dari utara
distrik Bengal Barat. Salah satu pusat di India juga melaporkan bahwa anemia
aplastik menyumbang 20-30% kasus dengan pansitopenia. Frekuensi dari anemia
aplastik yang terlihat di rumah sakit di negara Asia jauh lebih tinggi dari pada yang
dilaporkan dari Barat.
Menurut salah satu penelitian yang membahas terkait perbedaan insidensi
Anemia aplastik di negara-negara Asia dengan negara-negara di Barat menyebutkan
adanya perbedaan variasi kriteria diagnostik antara negara-negara Asia dan negara-
negara Barat. Hypoplastic myelodys plastic sindrom(MDS)kadang- kadang sangat
sulit untuk dipisah kandari anemia aplastik menggunakan kriteria morfologi standar.
Istilah anemia aplastik moderat lebih umum di Asia, sedangkan Refractory Cytopenia
of Childhood(RCC) yang merupakan salah satu MDS masa kanak-kanak yang
diusulkan dari European Working Group of MDS(EWOGMDS) diterima dalam
klasifikasi WHO (Hery Aprijadi, 2019).
Anemia merupakan salah satu masalah kesehatan di seluruh dunia terutama
negara berkembang yang diperkirakan 30% penduduk dunia menderita anemia.
Anemia banyak terjadi pada masyarakat terutama pada remaja dan ibu hamil. Anemia
pada remaja putri sampai saat ini masih cukup tinggi, menurut World Health
5
Organization(WHO) (2013), prevalensi anemia dunia berkisar 40-88%.Jumlah
penduduk usia remaja(10-19 tahun)di Anemia merupakan suatu keadaan dimana
komponen di dalam darah yaitu hemoglobin (Hb) dalam darah jumlahnya kurang dari
kadar normal. Remaja putri memiliki risiko sepuluh kali lebih besar untuk menderita
anemia dibandingkan dengan remaja putra.
Hal ini dikarenakan remaja putri mengalami mentruasi setiap bulannya dan
sedang dalam masa pertumbuhan sehingga membutuhkan asupan zat besi yang lebih
banyak. Penentuan anemia juga dapat dilakukan dengan mengukur hematokrit (Ht)
yang rata-rata setara dengan tiga kali kadar hemoglobin. Batas kadar Hb remaja putri
untuk mendiagnosis anemiayaituapabila kadar Hb kurang 12 gr/dl
(Tarwoto,dkk,2015).Indonesiasebesar 26,2% yang terdiri dari 50,9% laki-laki
dan49,1% perempuan (KemenkesRI, 2013).
Mekanisme primer terjadinya anemia aplastik diperkirakan melalui
kerusakan pada sel induk (seed theory), kerusakan lingkungan mikro (soil theory) dan
melalui mekanisme imunologi (immune suppression). Mekanisme ini terjadi melalui
berbagai faktor (multi faktorial) yaitu: familial (herediter), idiopatik (penyebabnya
tidak dapat ditemukan) dan didapat yang disebabkan oleh obato batan, bahan kimia,
radiasi ion, infeksi, dan kelainan imunologis. Anemia aplastik merupakan kegagalan
hematopoiesis yang relatif jarang dijumpai namun berpotensi mengancam nyawa
(Nimade,2016).
Anemia aplastik ditandai dengan gejala kelelahan, pendarahan karena
trombositopenia dan terjadinya infeksi berulang akibat neutro-penia. Neutropenia
merupakan kondisi yang terjadi saat jumlah total neutrofil lebih rendah dari 2000
x 106 liter. Manifestasi neutropenia dalam rongga mulut berupa ulser nekrotik
dengan dasar putih atau keabu- abuan tanpa adanya tanda-tanda inflamasi.
Trombositope- nia didefinisikan sebagai kondisi dengan jumlah trombosit dibawah
150.000/mm Man- ifestasi oral yang sering terjadi pada kondisi trombositopenia yaitu
adanya satu atau lebih petekie hemoragik serta perdarahan spontan pada gingival
(Kriatina,2019).
Pada penderita anemia aplastik dapat ditemukan tiga gejala utama yaitu:
anemia, trombositopenia, dan leukopenia. Ketiga gejala ini dapat disertai dengan
gejala-gejala lain yang dapat diklasifikasikan sebagai berikut yaitu, anemia biasanya
ditandai dengan pucat, mudah lelah, dan lemah. Trombositopenia, misalnya
perdarahan pada gusi, epistaksis, petekia, ekimosa dan lain-lain. Dan leukopenia
6
ataupun granulositopenia, misalnya infeksi. Selain itu, hepatosplenomegali dan
limfadenopati juga dapat ditemukan pada penderita anemia aplastik ini meski sangat
jarang terjadi (ketut suega,2014).
Pengobatan pada anemia aplastik (AA) dapat dilakukan dengan
menggunakan terapi imunosupresif (IST) dengan antithymocyte globulin (ATG) dan
siklosporin A (CsA) untuk menghasilkan hasil yang sangat baik pada anemia aplastik.
Dimana severe aplastic anemia (SAA) atau non-severe aplastic anemia (NSAA),
masing-masing memiliki strategi pengobatannya masing-masing. Sebelum penekan
immuno secara luas digunakan, severe aplastic anemia (SAA) dikaitkan dengan
tingkat kematian yang tinggi, dengan sebagian besar pasien meninggal karena
perdarahan dan infeksi. Dengan penggunaan imunosupresan, efek terapi pada severe
aplastic anemia (SAA) telah sangat meningkat. Tingkat efektif untuk antithymocyte
globulin (ATG) dalam kombinasi dengan siklosporin A (CsA) telah mencapai lebih
dari 60%. dengan tingkat kelangsungan hidup 11 tahun dari 58%. Ada juga laporan
serupa untuk di China. Misalnya, efek terapi yang sangat baik telah dicapai di
Tianjintapi. Tidak ada hasil terapi yang sama telah dilaporkan untuk di Shanghai
(ketut suega,2014).
Dengan demikian, anemia aplastik ini merupakan penyakit yang berbahaya
dan tidak diketahui penyebabnya secara pasti, dengan melihat kasus dari tahun ke
tahun khususnya di daerah Bali. Maka dari itu, perlu adanya studi perbandingan
tingkat kejadian anemia aplastik dimana penelitian ini mencoba melihat perbandingan
tingkat kejadian kasus anemia aplastik dari tahun 2014 di RS Sanglah, dimana
esensinya agar dapat dilakukan upaya penanganan yang lebih maksimal lagi ditahun
berikutnya (ketut suega,2014).
Anemia merupakan salah satu faktor penyebab tidak langsung kematian ibu
hamil. Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia adalah tertinggi bila dibandingkan
dengan Negara ASEAN lainnya. Perempuan yang meninggal karena komplikasi
selama kehamilan dan persalinan mengalami penurunan pada tahun 2013 sebesar
289.000 orang. Target penurunan angka kematian ibu sebesar 75% antara tahun 1990
dan 2015 (WHO, 2015). Jika perempuan mengalami anemia akan sangat berbahaya
pada waktu hamil dan melahirkan. Perempuan yang menderita anemia akan
berpotensi melahirkan bayi dengan berat badan rendah (kurang dari 2,5 kg). Selain
itu, anemia dapat mengakibatkan kematian baik pada ibu maupun bayi pada waktu
proses persalinan(Rajab, 2015).
7
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Amanda Rizki, Zelly Dia Rofinda,
Gusti Revilla (2020) mengenai angka penderita anemia aplastik di RSUP Dr. M.
Djamil Padang Tahun 2018-2019 didapatkan pasien anemia aplastik sebagian besar
ada pada usia 56–65 tahun sebanyak 21, 57% dan kejadiannya lebih tinggi pada
perempuan dibanding lakilaki. Faktor risiko tertinggi yaitu paparan senyawa kimia
dan insektisida sebanyak 18, 62%, namun sebanyak 54, 9% data tidak tercantum
faktor risiko. 31, 37% bekerja sebagai pelajar/mahasiswa. 67, 65% menderita anemia
aplastik tidak berat, 60, 78% melakukan terapi imunosupresif, dan 65, 69%
mendapatkan luaran kesembuhan remisi sebagian. Kesimpulan. Karakteristik
penderita anemia aplastik berdasarkan usia paling banyak usia 56–65 tahun dan
berdasarkan jenis kelamin kejadiannya lebih tinggi pada perempuan. Faktor risiko
yang paling banyak terjadi yaitu paparan senyawa kimia dan insektisida.. Tingkat
keparahan yang paling banyak terjadi yaitu anemia aplastik tidak berat. Jenis terapi
yang paling banyak dilakukan yaitu terapi imunosupresif. Luaran kesembuhan yang
paling banyak terjadi yaitu remisi sebagia
Berdasarkan pembahasan di atas kelompok tertarik untuk membuat
seminar kasus dengan judul Asuhan Keperawatan pada An.A dengan Anemia
Aplastik di Ruang Kronik IRNA Kebidananan dan Anak di RSUP Dr. M. Djamil
Padang Tahun 2023 “
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan penulisan ini adalah untuk mendapatkan gambaran, pengalaman dan
menganalisa secara langsung tentang bagaimana menerapkan Asuhan Keperawatan
pada An. A dengan Anemia Aplastik di Ruang Kronik IRNA Kebidanan dan Anak
RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2023.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian secara komprehensif pada klien dengan
Anemia Aplastik
b. Mampu merumuskan masalah dan diagnosa keperawatan berdasarkan
data yang diperoleh pada klien dengan Anemia Aplastik
c. Mampu membuat intervensi sesuai dengan diagnosa pada klien dengan
Anemia Aplastik
d. Mampu melaksanakan implementasi pada klien dengan Anemia

8
Aplastik
e. Mampu mengevaluasi tindakan yang telah dilakukan pada klien Anemia
Aplastik

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Anemia Aplastik


1. Definisi

Anemia aplastik adalah suatu kelainan yang ditandai oleh


pansitopenia pada darah tepi dan penurunan selularitas sumsum tulang.
Anemia aplastik merupakan keadaan yang disebabkan berkurangnya sel
darah dalam tepi, akibat terhentinya pembentukan sel hemopoetik dalam
sum-sum tulang (Ani, 2016). Sistem limfoetik dan RES sebenarnya dalam
keadaan aplastik juga tetapi relatif lebih ringan dibandingkan dengan
ketiga sistem hemopoetik lainnya. Aplasia ini dapat terjadi hanya satu, dua
atau ketiga sistem hemopoetik (eritropoetik, granulopoetik, trombopoetik)
(Robbins, 2015).

Aplasia hanya mengenai sistem eritropoetik disebut

9
eritroblastopenia (anemia hipoplastik) yang hanya mengenai sistem
granulopoetik saja disebut agranulositosis (penyakit Schultz),
sedangkan yang mengenai sistem trombopoetik disebut amegakariositik
trombositoponik purpura (ATP) (Robbins, 2015).

Anemia aplastik merupakan salah satu jenis anemia yang ditandai

dengan adanya pansitopenia (defisit sel darah pada jaringan tubuh).

Defisit sel darah pada sumsum tulang ini disebabkan karena kurangnya

sel induk pluripoten sehingga sumsum tulang gagal membentuk sel-sel

darah. Kegagalan sumsum tulang ini disebabkan banyak faktor. Mulai

dari induksi obat, virus, sampai paparan bahan kimia (Ani, 2016).

Istilah-istilah lain dari anemia aplastik yang sering digunakan

antara lain anemia hipoplastik, anemia refrakter, hipositemia progresif,

anemia aregeneratif, aleukia hemoragika, panmielofisis dan anemia

paralitik toksik.

Kasus anemia aplastik ini sangat rendah pertahunnya. Kira-kira 2


– 5 kasus/juta penduduk/tahun. Dan umumnya penyakit ini bisa diderita
semua umur. Meski termasuk jarang, tetapi penyakit ini tergolong
penyakit yang berpotensi mengancam jiwa dan biasanya dapat
menyebabkan kematian. Pada pria penyakit anemia aplastik ini lebih berat
dibanding wanita walaupun sebenarnya perbandingan jumlah antara pria
dan wanita hampir sama. Siapa saja berpeluang mendapat anemia aplastik
ini (Ani, 2016).

2. Etiologi

Etiologi anemia aplastik beraneka ragam. Berikut ini adalah


berbagai factor yang menjadi etiologi anemia aplastik
1. Faktor Genetik
Kelompok ini sering dinamakan anemia aplastik konstitusional dan
sebagian besar dari pada diturunkan menurut hukum Mendel. Pembagian

10
kelompok pada factor ini adalah sebagai berikut.
a. Anemia fanconi.
b. Diskeratosis bawaan.
c. Anemia aplastik kontitusionsal tanpa kelainan kulit/tulang.
d. Sindrom aplastik parsial : 1) Sindrom Blackfand-Diamond.
2) Trombosit bawaan
3) Agranulositosis

2. Obat-obatan dan Bahan Kimia


Anemia aplastik dapat terjadi atas dasar hipersensitivitas atau
dosis obat berlebihan. Obat yang sering menyebabkan anemia aplastik
adalah kloramfenikol. Sedangkan bahan kimia yang terkenal dapat
menyebabkan anemia aplastik adalah senyawa benzen.
3. Infeksi dapat menyebabkan anemia aplastik sementara atau
permanen

a. Sementara
1) Mononukleosis infeksiosa
2) Tuberkulosis
3) Influenza
4) Bruselosis
5) Dengue

b. Permanen
Penyebab yang terkenal ialah virus hepatitis tipe non-A dan non-B.
virus ini dapat menyebabkan anemia. Umumnya anemia aplastik pasca-
hepatitis ini mempunyai prognosis yang buruk.
4. Iradiasi
Hal ini terjadi pada pengobatan penyakit keganasan dengan sinar X.
peningkatan dosis penyinaran sekali waktu akan menyebabkan terjadinya
pansitopenia. Bila penyinaran dihentikan,sel-sel akan berproliferasi
kembali. Iradiasi dapat menyebabkan anemia aplastik berat atau ringan.

5. Kelainan imunologis
Zat anti terhadap sel-sel hematopoietic dan lingkungan mikro dapat
menyebabkan aplastik.

6. Idiopatik
Sebagian besar (50-70%) penyebab anemia aplastik tidak diketahui

11
atau bersifat idiopatik.
7. Anemia Aplastik pada Keadaan atau Penyakit Lain
Seperti leukemia akut, hemoglobinuria nocturnal paroksimal, dan kehamilan
dimana semua keadaan tersebut dapat menyebabkan terjadinya
pansitopenia.
3. Patofisiologi
Tiga faktor penting untuk terjadinya anemia aplastik menurut (Ni
Made,2016) adalah sebagai berikut :
a. Gangguan sel induk hemopoeitik

b. Gangguan lingkungan mikro sumsum tulang

c. proses imunologik

Kerusakan sel induk telah dapat dibuktikan secara tidak langsung

melalui keberhasilan transplantasi sumsum tulang pada penderita anemia

aplastik, yang berarti bahwa penggantian sel induk dapat memperbaiki

proses patologik yang terjadi. Teori kerusakan lingkungan mikro

dibuktikan melalui tikus percobaan yang diberikan radiasi, sedangkan

teori imunologik dibuktikan secara tidak langsung melalui keberhasilan

pengobataimunosupresif. Kelainan imunologik diperkirakan menjadi

penyebab dasadari kerusakan sel induk atau lingkungan mikro sumsum

tulang.

Gambar .Destruksi imun pada sel hematopoeitik

12
Proses tersebut dapat diterangkan sebagai berikut: sel target

hematopoeitik dipengaruhi oleh interaksi ligan-reseptor, sinyal

intrasesuler dan aktivasi gen. Aktivasi sitotoksik T-limfosit berperan

penting dalam kerusakan jaringan melalui sekresi IFN-γ dan TNF.

Keduanya dapat saling meregulasi selular reseptor masing-masing dan Fas

reseptor. Aktivasi tersebut menyebabkan terjadinya apoptosis pada sel

target. Beberapa efek dari IFN-γ dimediasi melalui IRF-1 yang

menghambat transkripsi selular gen dan proses siklus sel sehingga regulasi

sel-sel darah tidak dapat terjadi. IFN-γ juga memicu produksi gas NO

yang bersifat toksik terhadap sel-sel lain. Selain itu, peningkatan IL-2

menyebabkan meningkatnya jumlah T sel sehingga semakin mempercepat

terjadinya kerusakan jaringan pada sel

4. Manifestasi klinis

anemia aplastik biasanya khas yaitu bertahap ditandai oleh

kelemahan, pucat, sesak napas pada saat latihan, dan manifestasi anemia

lainnya. Apabila granulosit juga terlibat, pasien biasanya mengalami

demam, faringitis akut, atau berbagai bentuk lain sepsis dan perdarahan.

Tanda fisik selain pucat dan perdarahan kulit, biasanya tidak jelas.

Pemeriksaan hitung darah menunjukkan adanya defisiensi berbagai jenis

sel darah (pansitopenia). Sel darah merah normositik dan normokromik

artinya ukuran dan warnanya normal.

Sering, pasien tidak mempunyai temuan fisik yang khas :

adenopati (pembesaran kelenjar) dan hepatosplenomegali (pembesaran

13
hati dan limpa) (Bakta.2015).

5. Pemeriksaan Penunjang
Kelainan laboratorik yang dapat dijumpai pada anemia aplastik

adalah :

a. Anemia normokromik normositer disertai retikusitopenia


b. Anemia sering berat dengan kadar Hb<7 g/d
c. Leukopenia dengan relatif limfositosit
d. Sumsum tulang: hipoplasia sampai aplasia. Aplasia tidak menyebar
secara merata pada seluruh sumsum tulang, sehingga sumsum tulang
yang normal dalam satu kali pemeriksaan tidak dapat
menyingkirkan diagnosis anemia aplastik, harus diulangi pada
tempat-tempat yang lain.
e. Besi serum normal atau meningkat, TIBC normal, HbF meningkat.
f. Pemeriksaan Sumsum Tulang: Aspirasi sumsum tulang biasanya
mengandung sejumlah spikula dengan daerah yang kosong, dipenuhi
lemak dan relatif sedikit sel hematopoiesis.
g. Pemeriksaan Flow cytometry dan FISH (Fluorescence In Situ
Hybridization) Sel darah akan diambil dari sumsum tulang,
tujuannya untuk mengetahui jumlah dan jenis sel-sel yang terdapat di
sumsum tulang. Serta untuk mengetahui apakah terdapat kelainan
genetik atau tidak.
h. Tes Fungsi Hati dan Virus Anemia aplastik dapat terjadi pada 2-3
bulan setelah episode akut hepatitis. Tes ini juga dinilai jika
mempertimbangkan dilakukannya bone marrow transplantasion
i. Level Vitamin B-12 dan Folat menyingkirkan anemia megaloblastik
j. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan radiologis umumnya tidak dibutuhkan untuk
menegakkan diagnosa anemia aplastik. Survei skletelal khusunya
berguna untuk sindrom kegagalan sumsum tulang yang diturunkan,
karena banyak diantaranya memperlihatkan abnormalitas skeletal.
Pada pemeriksaan MRI (Magnetic Resonance Imaging) memberikan
gambaran yang khas yaitu ketidakhadiran elemen seluler dan

14
digantikan oleh jaringan lemak (Ni Made,2016).
k. Darah Lengkap: Jumlah masing-masing sel darah (eritrosit, leukosit,
trombosit)
l. Hapusan Darah Tepi: Ditemukan normokromik normositer

6. Penatalaksanaan pengobatan
Adapun Dua metode penanganan yang saat ini sering dilakukan yaitu

(Bakta, 2015) :

a. Transplantasi sum – sum tulang

Transplantasi sumsum tulang ini dapat dilakukan pada pasien anemia

aplastik jika memiliki donor yang cocok HLA-nya (misalnya saudara

kembar ataupun saudara kandung). Terapi ini sangat baik pada pasien yang

masih anak-anak. Transplantasi sumsum tulang ini dapat mencapai angka

keberhasilan lebih dari 80% jika memiliki donor yang HLA-nya cocok.

Namun angka ini dapat menurun bila pasien yang mendapat terapi semakin

tua. Artinya, semakin meningkat umur, makin meningkat pula reaksi

penolakan sumsum tulang donor. Kondisi ini biasa disebut GVHD atau

graft-versus-host disease. Kondisi pasien akan semakin memburuk.

Dilakukan untuk memberikan persediaan jaringan hematopoesis yang masih

dapat berfungsi. Agar transplantasi dapat berhasil, diperlukan kemampuan

menyesuaikan sel donor dan resipien serta mencegah komplikasi selama

masa penyembuhan (Bakta, 2015)

b. Terapi imuunosupresif

Terapi imunosupresif dapat dijadikan pilihan bagi mereka yang

menderita anemia aplastik. Terapi ini dilakukan dengan konsumsi obat-

obatan. Obat-obat yang termasuk terapi imunosupresif ini antara lain

15
antithymocyte globulin (ATG) atau antilymphocyte globulin (ALG),

siklosporin A (CsA) dan Oxymethalone.

Oxymethalon juga memiliki efek samping diantaranya, retensi garam

dan kerusakan hati. Orang dewasa yang tidak mungkin lagi melakukan

terapi transplantasi sumsum tulang, dapat melakukan terapi imunosupresif

ini. Dengan ATG diberikan untuk menghentikan fungsi imunologis yang

memperpanjang aplasia sehingga memungkinkan sum – sum tulang

mengalami penyembuhan. ATG diberikan setiap hari melalui kateter vena

sentral selama 7 sampai 10 hari. Pasien yang berespon terhadap terapi

biasanya akan sembuh dalam beberapa minggu sampai 3 bulan, tetapi

respon dapat lambat sampai 6 bulan setelah penanganan. Pasien yang

mengalami anemia berat dan ditangani secara awal selama perjalanan

penyakitnya mempunyai kesempatan terbaik berespon terhadap ATG

(Bakta, 2015)

c. Terapi suportif
Berperan sangat penting dalam penatalaksanaan anemia aplastik.
Setiap bahan penyebab harus dihentikan. Pasien disokong dengan
transfusi sel darah merah dan trombosit secukupnya untuk mengatasi
gejala.

7. Penatalaksanaan pencegahan

Pencegahan pengobatan yang mengakibatkan anemia aplastik sangat

penting. Karena tidak mungkin meramalkan pasien mana yang akan

mengalami reaksi samping terhadap bahan tertentu, obat yang potensial

16
toksik hanya boleh digunakan apabila terapi alternatif tidak tersedia. Pasien

yang minum obat toksik dalam jangka waktu lama harus memahami

pentingnya pemeriksaan darah secara periodik dan mengerti gejala apa yang

harus dilaporkan (Bakta, 2015).

B. Asuhan Keperawatan Teoritis pada Anemia Aplastik


1. Pengkajian Keperawatan
a. Identitas pasien: meliputi nama, usia, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan,
agama, suku bangsa, diagnosa medis (apabila mengetahui) dan identitas orang tua/
penanggung jawab yang bertujuan untuk mempermudah komunikasi serta
menyesuaikan diri terhadap kebiasaan (keyakinan dan adat istiadat) pasien.

b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama: tanyakan pada anak atau keluarga (orangtua) apakah ada
keluhan yang paling dirasakan/ paling menganggu terkait nutrisi anak misalnya
mual, muntah, sakit perut, tidak nafsu makan, menolak makan, ada sariawan
(stomatitis), gusi berdarah, lemas, demam, pusing, bagian tubuh ada yang
bengkak atau kemerahan, nyeri pada bagian tubuh tertentu.
2) Riwayat penyakit saat ini: kaji mengenai kondisi anak saat ini, apakah anak
mengalami infeksi, adakah tanda-tanda infeksi, demam, apakah anak
mengalami pendarahan, apakah anak mengalami penurunan nafsu makan,
apakah anak mengalami kesulitan menelan, apakah ada sariawan (stomatitis),
apakah anak merasakan mual, kapan anak merasakan mual, apakah anak muntah
saat atau setelah makan, apakah anak demam, apakah ada bagian tubuh yang
bengkak dan nyeri.
3) Riwayat kesehatan dahulu: kaji apakah klien perah dirawat sebelumnya, kapan
dan dimana dirawat, obat apa yang pernah digunakan, dan kaji apakah klien ada
alergi terhadap obat ataupun makanan.
4) Riwayat penyakit keluarga: Kaji apakah anggota keluarga lain ada yang
menderita penyakit kanker khususnya kanker darah atau leukemia seperti yang
di derita klien saat ini.
5) Riwayat tumbuh kembang: kaji riwayat prenatal, intranatal dan riwayat tumbuh

17
kembang klien sesuai usianya.
c. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum klien.
2) Tingkat kesadaran: klien biasanya sadar (composmentis).
3) Tanda-tanda vital: meliputi suhu, pernapasan, nadi, dan skrinning nyeri.
4) Kepala: biasanya klien tidak mengalami kelainan pada kepala.
5) Mata: biasanya konjungtiva pasien anemis karena anemia, adanya perdarahan
retina.
6) Hidung: biasanya terjadi epistaksis.
7) Mulut: biasanya terjadi perdarahan pada gusi.
8) Telinga: biasanya tidak ditemukan masalah pada telinga, telinga simetris kiri
dan kanan, tidak ada lesi/ luka, tidak ada sekret, membran timpani tidak ada
masalah.
9) Leher: biasanya ditemukan pembesaran kelenjer getah bening.
10) Thoraks: biasanya tidak ada nyeri tekan pada dada.
11) Abdomen: biasanya hepatomegali, splenomegali, limfadenopati, nyeri
abdomen.
12) Kulit: biasanya kulit tampak pucat, terdapat ptekie pada tubuh akibat
perdarahan.
13) Ekstremitas: biasanya teraa nyeri sendi terutama pada persendian apabila
digerakkan.

d. Hasil pemeriksaan penunjang: meliputi hasil pada pemeriksaan yang dilakukan.


Terapi yang diberikan

2. DIAGNOSIS KEPERAWATAN BERDASARKAN PRIORITAS


1. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan konsentrasi
hemoglobin ditandai dengan warna kulit pucat, bibir pucat, dan konjungtiva
anemis.
2. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit (mis. Infeksi, kanker)
ditandai dengan kulit terasa hangat, demam.
3. Risiko defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorbsi

18
nutrien di tandai dengan indeks massa tubuh kurang, gizi kurang.

4. INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa
No Luaran Keperawatan Intervensi Keperawatan
Keperawatan
1 Perfusi perifer tidak Setelah dilakukan intervensi Perawatan sirkulasi (I.14570), Tindakan
efektif berhubungan keperawatan selama 3 x 24 jam, Observasi
dengan penurunan maka diharapkan perfusi perifer  Periksa sirkulasi perifer (mis.
konsentrasi meningkat, dengan kriteria hasil
Nadi perifer, edema,
hemoglobin ditandai  Warna kulit pucat
dengan warna kulit
pengisapan kapiler, warna,
menurun
pucat, bibir pucat, dan suhu, ankle-brachial index)
 Kelemahan otot
konjungtiva anemis.  Monitor panas, kemerahan,
menurun
nyeri, atau bengkak pada
 Akral membaik
ekstrimitas
 Kelemahan otot
Terapeutik

19
menurun  Hindari pemasangan infus
 Pengisian kapiler atau pengambilan darah di
membaik area keterbatasan perfusi
 Lakukan pencegahan infeksi
 Lakukan perawatan kaki dan
kuku
 Lakukan hidrasi
Edukasi

 Ajarkan program diet untuk


memperbaiki sirkulasi (mis.
Rendah lemak jenuh, minyak
ikan omega 3)
 Informasikan tanda dan gejala
darurat yang harus dilaporkan
(mis. Rasa sakit yang tidak
hilang saat istirahat, luka tidak
sembuh, hilangnya Rasa)
2 Hipertermi Setelah dilakukan intervensi Manajemen Hipertermia (I.15506),
berhubungan dengan keperawatan selama 3 x 24 jam Tindakan
proses penyakit (mis. diharapkan termoregulasi
Infeksi, kanker) membaik dengan kriteria hasil, Observasi
ditandai dengan kulit  Pucat menurun  Identifikasi penyebab
terasa hangat, demam.
 Suhu tubuh membaik hipotermia (mis. Dehidrasi,
 Suhu kulit membaik terpapar lingkungan panas,
 Kadar glukosa tubuh penggunaan inkubator)
membaik  Monitor suhu tubuh
 Monitor kadar elektrolit
 Monitor haluaran urine
 Monitor komplikasi akibat
hipertermia
Terapeutik

 Sediakan lingkungan yang


dingin

20
 Longgarkan atau lepaskan
pakaian
 Basahi dan kipas permukaan
tubuh
 Berikan cairan oral
 Ganti linen setiap hari atau
lebih sering jika mengalami
hiperhidrosis (keringat
berlebih)
 Lakukan pendinginan
eksternal (mis. Selimut
hipotermia atau kompres
dingin pada dahi, leher, dada,
abdomen, aksila)
 Hindari pemberian antipiretik
atau aspirin
 Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi

 Anjurkan tirah baring


3 defisit nutrisi Setelah dilakukan intervensi Manajemen Nutrisi (I.03119, Tindakan
berhubungan dengan keperawatan selama 3 x 24 jam
ketidakmampuan diharapkan status nutrisi Observasi
mengabsorbsi nutrien membaik dengan kriteria hasil,  Identifikasi status nutrisi
di tandai dengan  Pengetahuan tentang
 Identifikasi alergi dan
indeks massa tubuh
pilihan makanan yang
kurang, gizi kurang. intoleransi makanan
sehat meningkat
 Identifikasi makanan yang
 Pengetahuan tentang
disukai
pilihan minuman yang
 Identifikasi kebutuhan kalori
sehat meningkat
dan jenis nutrien
 Pengetahuan tentang
 Monitor asupan makanan
standar asupan nutrisi
 Monitor berat badan
yang tepat meningkat
 Monitor hasil pemeriksaan
 Berat badan membaik

21
 Indeks masa tubuh laboratorium
(IMT) membaik Terapeutik

 Frekuensi makan  Lakukan oral hygienis

membaik sebelum makan, jika perlu

 Membran Mukosa  Fasilitasi menentukan

membaik pedoman diet (mis. Piramida


makanan)
 Sajikan makanan secara
menarik dan suhu yang sesuai
 Berikan makanan tinggi serat
untuk mencegah konstipasi
 Berikan makanan tinggi kalori
dan tinggi protein
 Berikan suplemen makanan,
jika perlu
Edukasi

 Anjurkan posisi duduk, jika


mampu
 Ajarkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi

 Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan (mis.
Pereda nyeri, antlemetik), jika
perlu
 Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrien yang
dibutuhkan, jika perlu

5. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan merupakan insiatif dari rencana tindakan untuk

22
mencapai tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan
disusun dan ditujukan pada nursing orders untuk membantu klien mencapai tujuan
yang diharapkan. Oleh karena itu rencana tindakan yang spesifik dilaksanakan untuk
memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan klien

6. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan adalah penilaian terakhir didasarkan pada tujuan
keperawatan yang ditetapkan. Penetapan keberhasilan suatu asuhan keperawatan
didasarkan pada kriteria hasil yang telah ditetapkan, yaitu terjadinya adaptasi pada
individu.

BAB III

TINJAUAN KASUS

A. IDENTITAS DATA
Nama Anak : An.A
BB/TB : 13 kg / 104 cm
TTL/ Usia : 16 – 02 – 2017 (5 tahun 11 bulan)
Jenis Kelamin : Perempuan

23
Pendidikan Anak : TK
Anak ke : 2 dari 2 bersaudara
Nama Ibu : Ny.Y
Pekerjaan : IRT
Pendidikan : SMP
Alamat : Lubuk Pinang, Muko – Muko, Bengkulu
Diagnosis Medis : Anemia Aplastik + Susp Leukemia
B. KELUHAN UTAMA
(Alasan Masuk RS) :
An.A masuk ke RSUP Dr. M. Djamil Padang pada 9 Januari 2023 melalui IGD dengan
keluhan gusi berdarah saat menggosok gigi yang bertambah parah sejak 2 hari yang lalu
sebelum masuk rumah sakit.
C. RIWAYAT KEHAMILAN DAN KELAHIRAN
1. Prenatal :
Ny.Y mengatakan selama kehamilan An.A, Ny.Y rutin memeriksakan kehamilan ke
bidan sebanyak kurang lebih 6 kali. Ny.Y juga mengatakan selama kehamilan tidak
pernah sakit dan rutin meminum tablet tambah darah dengan riwayat gestasi
G0P2A0H2. Ny.Y mengatakan usia kehamian cukup bulan dengan 36 minggu dan
mengalami kenaikan berat badan selama hamil sebanyak 11 kg dengan golongan
darah Ny.Y : O.

2. Intranatal :
An.A lahir di rumah bersalin dengan persalinan normal yang berlangsung dalam
waktu kurang lebih 1 jam yang ditolong oleh bidan. Ny.Y juga mengatakan tidak
ada komplikasi pada saat anak lahir dengan cairan ketuban yang keluar berwarna
jernih dan adanya mekonium setelah bayi lahir.
3. Postnatal :
An.A merupakan anak keenam dari pasangan Tn.B dan Ny.Y dengan BBL 2.5 kg
dan PBL 48 cm. Ny.Y mengatakan saat lahir An.A tidak memiliki penyakit, tidak
ada masalah saat menyusui, dan usaha napas tanpa bantuan.
D. RIWAYAT KESEHATAN SAAT INI
Keluarga mengatakan alasan masuk Rumah Sakit saat ini adalah karena An.A
demam tinggi 5 hari yang lalu, dan gusi anak berdarah semenjak 1 hari yang lalu. Ny.Y

24
mengatakan An.A masih mengalami demam yang hilang timbul, tidak menggigil, dan
tidak berkeringat banyak. An.A mengatakan gusi berdarah sudah tidak ada. An.A juga
mengatakan tidak ada keluhan pada BAB dan BAK. An.A juga mengatakan tidak ada
terasa mual, muntah, sakit kepala, batuk, dan sesak napas. Pada saat pemeriksaan
didapatkan keadaan umum sedang dan tampak lemah, tingkat kesadaran composmentis,
GCS E4V5M6, TB : 104 cm, BB : 13 kg, TD : 95/56 mmHg, N : 95x/menit, P :
20x/menit, S : 37,50C, konjungtiva anemis, membran mukosa bibir tampak kering dan
pucat.
Berdasarkan hasil laboratorium didapatkan hemoglobin : 5.6 g/dl (menurun),
leukosit : 1.74 10^3/mm^33 (menurun), hematokrit : 16% (menurun), trombosit : 19
10^3/mm^3 (menurun), eritrosit : 1.89 10^6/UL (menurun), retikulosit : 2.59
(meningkat), eosinofil : 0.00 (menurun), neutrofil segmen : 5 (menurun), limfosit : 82
( meningkat).
E. RIWAYAT KESEHATAN DAHULU
Ny.Y mengatakan An.A pernah tidak pernah menderita penyakit lain sebelumnya. Selain
itu, Ny.Y juga mengatakan An.A hanya menderita demam, pilek, dan batuk, namun sakit
tersebut akan hilang ketika Ny.Y memberikan obat yang dibeli di apotek.
F. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA
Ny.Y mengatakan tidak ada anggota keluarga lain yang memiliki penyakit yang sama
dengan An.A, seperti anemia. Ny.Y juga mengatakan ada anggota keluarga yang
memiliki riwayat penyakit DM, yaitu kakak dari Ny.Y. Ny.Y juga mengatakan tidak ada
juga anggota keluarga yang memiliki riwayat penyakit menular, seperti TBC.
Disertai genogram 3 (tiga) generasi :

Keterangan :
= Hubungan keluarga
= Laki – laki
= Tinggal serumah
= Perempuan
= Laki-laki meninggal
= Klien 25
= Perempuan meninggal
G. RIWAYAT TUMBUH KEMBANG
1. Kemandirian dan bergaul :
Ny.Y mengatakan An.A sudah mampu mandiri dalam melakukan aktivitas sehari-
hari dan perawatan diri, seperti mandi, makan, dan lainnya. Ny.Y juga mengatakan
An.A juga sudah mampu bergaul dan bersosialisasi dengan baik terhadap teman-
temannya.
2. Motorik Kasar :
Ny.Y mengatakan An.A sudah mampu melakukan aktivitas sehari-harinya, seperti
berdiri, berjalan, berlari, dan lainnya, namun aktivitas tersebut tidak dapat dilakukan
terlalu lama, karena An.A akan kelelahan.
3. Motorik Halus :
Ny.Y mengatakan An.A sudah mampu mengenali dan membedakan hal yang baik
dan buruk terhadap dirinya, serta mampu mengenali dan menunjukkan minat dan
bakat yang dimilikinya.
4. Kognitif dan Bahasa :
Ny.Y mengatakan An.A sudah mampu menyampaikan keinginannya.

H. RIWAYAT SOSIAL
1. Yang mengasuh klien : Orang tua An.A, yaitu Tn.S dan Ny.Y.
2. Hubungan dengan anggota keluarga : Ny.Y mengatakan An.A memiliki hubungan
dan kedekatan yang baik dengan anggota keluarga lainnya.
3. Hubungan dengan teman sebaya : Ny.Y mengatakan An.A juga memiliki hubungan
yang baik dengan teman sebayanya.
4. Pembawaan secara umum : Ny.Y mengatakan pembawaan An.A secara umum
masih aktif dan ceria.
5. Lingkungan rumah : Ny.Y mengatakan mereka tinggal di komplek perumahan
dengan tipe rumah semi permanen, pencahayaan dan sirkulasi yang baik, sumber air
PAM, toilet di dalam rumah, perkarangan sempit, dan pembuangan sampah di luar
perkarangan rumah.

I. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum : Sedang dan tampak lemah

26
2. TB/ BB (cm) : 104 cm dan 13 kg
3. Kepala
a. Lingkar kepala : 36 cm
b. Rambut :
 Kebersihan : Bersih, tidak ada lesi
 Warna : Hitam
 Tekstur : Halus dan lurus
 Distribusi rambut : Merata
 Kuat/mudah tercabut : Kuat dan tidak mudah rontok

4. Mata :
a. Simetris : Tampak simetris
b. Sclera : Tidak ikterik
c. Konjungtiva : Anemis
d. Palpebra : Normal
e. Pupil : Ukuran : 3 mm / 3 mm Bentuk : Isokor
f. Reaksi Cahaya : Mengecil (+/+)
5. Telinga :
a. Simetris : Tampak simetris
b. Serumen : Tidak ada serumen
c. Pendengaran: Tidak ada gangguan pendengaran
6. Hidung :
a. Septum simetris : Tampak simetris
b. Sekret : Tidak ada sekret
c. Polip : Tidak ada polip
d. Perdarahan : Tidak ada perdarahan
7. Mulut :
• Kebersihan : Bersih
• Membran mukosa bibir : Tampak kering dan pucat
• Lidah : Tidak adanya sariawan
• Gigi : Berwarna putih kekuningan
• Gusi : Tidak adanya perdarahan
8. Leher
b. Kelenjer Getah Bening : Tidak adanya pembesaran kelenjar getah bening
27
c. Kelenjer Tiroid : Tidak adanya pembesaran kelenjar tiroid
d. JVP : Tidak adanya peningkatan JVP
9. Dada
a. Inspeksi : Tampak simetris, tidak ada lesi
b. Palpasi : Tidak adanya nyeri tekan
10. Jantung
a. Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
b. Palpasi : Ictus cordis teraba 1 jari di LMCS RIC V
c. Perkusi : Pekak
d. Auskultasi : S1 dan S2 reguler, tidak ada bunyi jantung tambahan
11. Paru-paru
a. Inspeksi : Tampak simetris, tidak adanya retraksi dinding dada
b. Palpasi : Vokal premitus getaran sama kanan = kiri
c. Perkusi : Sonor
d. Auskultasi : Vesikuler, tidak ada bunyi napas tambahan
12. Abdomen
a. Inspeksi : Tampak simetris dan tidak membuncit
b. Palpasi : Supel dan tidak ada nyeri tekan
c. Perkusi : Thympani
d. Auskultasi : Bising usus normal sebanyak 20x/menit
13. Ekstremitas :
a. Akral teraba hangat
b. CRT < 2 detik
c. Kekuatan dan tonus otot : 5555 5555
5555 5555
14. Genitalia : Tidak ada kelainan, bersih, tidak ada lesi.
15. Kulit :
a. Warna : Sawo matang
b. Tugor : Cubit perut kembali cepat
c. Integritas : Baik
d. Elastisitas : Baik
16. Pemeriksaan Neurologis :
a. Keadaan Umum : Sedang dan tampak lemah
b. Status Mental : Sehat
28
c. Tingkat Kesadaran : Composmentis
d. GCS : E4V5M6

J. PEMERIKSAAN PERTUMBUHAN
a. STATUS GIZI DENGAN MENGGUNAKAN CDC
BB : 13 kg, TB : 104 cm, IMT : 12, 01 kg/m2
1) BB/U : 13/20 x 100 = 65 (interpretasi : kurang)
2) TB/U : 104/113 X 100 = 92 (interpretasi : normal)
3) BB/TB : 13/17 x 100 = 76,4 (interpretasi : normal)
4) IMT/U : 12,01/5 x 100 = (interpretasi : kurang)

K. PEMERIKSAAN PSIKOSOSIAL
Ny.Y mengatakan status mental An.A sehat dan tidak mengalami stres serta ansietas.
Ny.Y juga mengatakan An.A memiliki hubungan dan dukungan yang baik dari keluarga
dan teman-temannya.

L. PEMERIKSAAN CAIRAN
Kebiasaan defekasi : Kebiasaan berkemih :
Frekuensi : 4 - 5 x/hari
Frekuensi : 1x/Hari
Warna : Kuning keputihan
Konsistensi : Lembek berbentuk
Konsistensi : Cair
Warna : Kuning kecoklatan Banyaknya : 2500 cc/hari
Banyaknya : 100 cc/hari Alat bantu : Tidak menggunakan kateter
Alat bantu : Tidak menggunakan pampers

M. PEMERIKSAAN SPIRITUAL
Ny.Y mengatakan bahwa An.A sudah mampu membaca doa – doa pendek seperti doa
sebelum makan, sebelum tidur dan sebagainya.

N. KEBUTUHAN DASAR SEHARI-HARI


No Jenis Kebutuhan Di Rumah / Sebelum Sakit Di Rumah Sakit

1 Makan dan 1 posi ¼ porsi


minum
2 Tidur Tenang dan tidak Tenang dan tidak
mengalami kesulitan tidur mengalami kesulitan tidur
3 Mandi Sebanyak 2x/hari Sebanyak 1x/hari

29
4 Eliminasi BAB : 1x/hari, lembek BAB : 1x/hari, lembek
berbentuk, dan kuning berbentuk, dan kuning
kecoklatan kecoklatan
BAK : 5-6x/hari, cair, BAK : 4 - 5x/hari, cair,
kuning keputihan kuning
5 Bermain An.A aktif dan sering An.A masih bisa duduk
bermain bersama teman- namun lemah untuk
temannya berjalan

O. RINGKASAN RIWAYAT KEPERAWATAN


Sebelum pengkajian didapatkan bahwa An.A masuk ke RSUP Dr. M. Djamil Padang
pada 9 Januari 2023 melalui IGD rujukan dari RSUD Muko – muko, Bengkulu dengan
keluhan gusi berdarah yang bertambah parah sejak 2 hari yang lalu sebelum masuk
rumah sakit. An.A mengalami demam yang hilang timbul sejak 4 hari sebelum masuk
rumah sakit, tidak menggigil, tidak berkeringat, dan tidak disertai dengan kejang. Saat
pemeriksaan didapatkan keadaan umum sedang, GCS E4V5M6, tingkat kesadaran
composmentis, TD : 95/86 mmHg, N : 72x/menit, P : 23x/menit, S : 38,7OC, BB : 13 kg,
TB : 104 cm, konjungtiva anemis, tidak ada retraksi dinding dada, akral teraba hangat,
CRT < 2 detik. Setelah observasi di IGD dengan diagnosa awal pensitopenia ec susp
anemia aplasia gum bleeding ec trombositopenia. An.A langsung dirawat di Ruang
Rawat Inap Anak Kronis dengan indikasi keadaan umum sedang, GCS E4V5M6, dan
tingkat kesadaran composmentis.
Pada saat pengkajian didapatkan Ny.Y mengatakan An.A masih mengalami demam yang
hilang timbul, tidak menggigil, dan tidak berkeringat banyak. An.A mengatakan gusi
berdarah sudah tidak ada. An.A juga mengatakan tidak ada keluhan pada BAB dan BAK.
An.A juga mengatakan tidak ada terasa mual, muntah, sakit kepala, batuk, dan sesak
napas. Pada saat pemeriksaan didapatkan keadaan umum sedang dan tampak lemah,
tingkat kesadaran composmentis, GCS E4V5M6, TB : 104 cm, BB : 13 kg, TD : 95/56
mmHg, N : 95x/menit, P : 20x/menit, S : 37,5 0C, konjungtiva anemis, membran mukosa
bibir tampak kering dan pucat.
Berdasarkan hasil laboratorium didapatkan hemoglobin : 5.6 g/dl (menurun), leukosit :
1.74 10^3/mm^33 (menurun), hematokrit : 16% (menurun), trombosit : 19 10^3/mm^3
(menurun), eritrosit : 1.89 10^6/UL (menurun), retikulosit : 2.59 (meningkat), eosinofil :

30
0.00 (menurun), neutrofil segmen : 5 (menurun), limfosit : 82 ( meningkat).

31
P. PEMERIKSAAN PENUNJANG

No. Pemeriksaan Nilai Normal Keterangan


1 Pemeriksaan Hematologi (9/1/2023)
a. Hemoglobin : 5.6 g/dL 12.0 – 15.0 Menurun (↓)
4.5 – 13.5 Menurun (↓)
b. Leukosit : 1.74 10^3/mm^3
35.0 – 49.0 Menurun (↓)
c. Hematokrit : 16 %
150 – 450 Menurun (↓)
d. Trombosit : 19 10^3/mm^3 4.00 – 5.20 Menurun (↓)
e. Eritrosit : 1.89 10^6/UL 0.5 – 1.5 Normal
f. Retikulosit : 2.59 % 80.0 – 94.0 Normal

g. MCV : 85 fL 26.0 – 32.0 Normal


32.0 – 36.0 Normal
h. MCH : 30 pg
11.5 – 14.5 Normal
i. MCHC : 35 % 0–2 Normal
j. RDW-CV : 14.5 % 1–4 Menurun (↓)
k. Basofil : 0 0.0 – 5.0 Normal

l. Eosinofil : 0 % 23.0 – 53.0 Menurun (↓)


23 – 53 Meningkat (↑)
m. Netrofil batang : 0 %
2 – 11 Normal
n. Netrofil segmen : 5%
o. Limfosit : 82 %
p. Monosit : 2 %
2 Pemeriksaan Kimia Klinik (9/1/2023)
a. Total protein : 7.7 g/dl 6.6 – 8.7 Normal
3.8 – 5.0 Normal
b. Albumin : 4.6 g/dl
1.3 – 2.7 Meningkat (↑)
c. Globulin : 3.1 g/dl
10.0 – 50.0 Normal
d. Ureum darah : 19 mg/dL 0.3 – 0.6 Normal
e. Kreatinin darah : 0.5 mg/dL

32
Q. DIAGNOSIS KEPERAWATAN BERDASARKAN PRIORITAS
1. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan konsentrasi hemoglobin
ditandai dengan warna kulit pucat, bibir pucat, dan konjungtiva anemis.
2. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan
3. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien di tandai
dengan indeks massa tubuh kurang, gizi kurang.

33
R. ANALISA DATA
Masalah
No. Data Subjektif dan Objektif Penyebab
Keperawatan
1. Data Subjektif : Penurunuan Perfusi perifer

 Ny.Y mengatakan An.A badannya masih konsentrasi Hb tidak efektif

lemah.
 Ny.Y mengatakan tangan An.A tampak
pucat
Data Objektif :
 Badan tampak lemah
 Bibir pucat, warna kulit pucat, konjungtiva anemis
 Hb : 5.6
 TD : 100/80
 N : 98/menit
 Suhu : 38,7)
2 Data Subjektif : Peningkatan suhu Hipertermi

 Keluarga mengatakan anak nya lemah, dan tubuh

tidak bersemangat, pulang dari kamar


mandi terasa pusing
 An. Mengalami demam hilang timbul
Data Objektif :
 S : 38, 7 oC
 Klien tampak lemah
 Kulit terasa hangat
 Leukosit : 1.74
3 Data Subjektif : Faktor biologis Defisit nutrisi

 Ny. Y mengatakan tidak ada masalah


dalam makan.
Data Objektif :

 BB : 13 kg
 TB : 104 cm
 IMT : 12,01
 Gizi kurang

34
S. RENCANA KEPERAWATAN
Diagnosa
No Luaran Keperawatan Intervensi Keperawatan
Keperawatan
1 Perfusi perifer tidak Setelah dilakukan intervensi Menajemen sensori perifer
efektif berhubungan keperawatan selama 3 x 24 Tindakan
dengan penurunan jam, maka diharapkan perfusi Observasi
konsentrasi perifer meningkat, dengan  Periksa sirkulasi perifer (mis.
hemoglobin ditandai kriteria hasil
Nadi perifer, edema, pengisapan
dengan warna kulit  Warna kulit pucat
pucat, bibir pucat, dan
kapiler, warna, suhu, ankle-
menurun
konjungtiva anemis. brachial index)
 Kelemahan otot
 Monitor panas, kemerahan,
menurun
nyeri, atau bengkak pada
 Akral membaik
ekstrimitas
Terapeutik

 Hindari pemasangan infus atau


pengambilan darah di area
keterbatasan perfusi
 Lakukan pencegahan infeksi
 Lakukan perawatan kaki dan
kuku
 Lakukan hidrasi
Edukasi

 Ajarkan program diet untuk


memperbaiki sirkulasi (mis.
Rendah lemak jenuh, minyak
ikan omega 3)
 Informasikan tanda dan gejala
darurat yang harus dilaporkan
(mis. Rasa sakit yang tidak
hilang saat istirahat, luka tidak
sembuh, hilangnya Rasa)
2 Hipertermi Setelah dilakukan intervensi Manajemen Hipertermia (I.15506),
keperawatan selama 3 x 24 Tindakan
jam diharapkan termoregulasi

35
membaik dengan kriteria
hasil, Observasi
 Pucat menurun  Identifikasi penyebab hipotermia
 Suhu tubuh membaik (mis. Dehidrasi, terpapar
 Suhu kulit membaik lingkungan panas, penggunaan
 Kadar glukosa tubuh inkubator)
membaik  Monitor suhu tubuh
 Monitor kadar elektrolit
 Monitor haluaran urine
 Monitor komplikasi akibat
hipertermia
Terapeutik

 Sediakan lingkungan yang


dingin
 Longgarkan atau lepaskan
pakaian
 Basahi dan kipas permukaan
tubuh
 Berikan cairan oral
 Ganti linen setiap hari atau lebih
sering jika mengalami
hiperhidrosis (keringat berlebih)
 Lakukan pendinginan eksternal
(mis. Selimut hipotermia atau
kompres dingin pada dahi, leher,
dada, abdomen, aksila)
 Hindari pemberian antipiretik
atau aspirin
 Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi

 Anjurkan tirah baring


3 defisit nutrisi Setelah dilakukan intervensi Manajemen Nutrisi (I.03119, Tindakan

36
berhubungan dengan keperawatan selama 1 x 24
ketidakmampuan jam diharapkan status nutrisi Observasi
mengabsorbsi nutrien membaik dengan kriteria  Identifikasi status nutrisi
di tandai dengan hasil,
 Identifikasi alergi dan intoleransi
indeks massa tubuh  Pengetahuan tentang
kurang, gizi kurang. makanan
pilihan makanan
 Identifikasi makanan yang
yang sehat
disukai
meningkat
 Identifikasi kebutuhan kalori dan
 Pengetahuan tentang
jenis nutrien
pilihan minuman
yang sehat  Monitor asupan makanan

meningkat  Monitor berat badan

 Pengetahuan tentang  Monitor hasil pemeriksaan


standar asupan laboratorium
nutrisi yang tepat Terapeutik

meningkat  Lakukan oral hygienis sebelum

 Berat badan makan, jika perlu

membaik  Fasilitasi menentukan pedoman

 Indeks masa tubuh diet (mis. Piramida makanan)

(IMT) membaik  Sajikan makanan secara menarik

 Frekuensi makan dan suhu yang sesuai

membaik  Berikan makanan tinggi serat

 Membran Mukosa untuk mencegah konstipasi

membaik  Berikan makanan tinggi kalori


dan tinggi protein
 Berikan suplemen makanan, jika
perlu
Edukasi

 Anjurkan posisi duduk, jika


mampu
 Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi

 Kolaborasi pemberian medikasi

37
sebelum makan (mis. Pereda
nyeri, antlemetik), jika perlu
 Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah kalori
dan jenis nutrien yang
dibutuhkan, jika perlu

38
T. CATATAN PERKEMBANGAN
Hari/ Diagnosa Evaluasi
No Implementasi Keperawatan
Tanggal Keperawatan Keperawatan
1 Selasa, 10 Perfusi perifer  Memonitor sirkulasi S : Ny.Y mengatakan An.A
Januari 2023 tidak efektif badannya masih lemah
perifer (mis. Nadi
O:
perifer, edema,
 Tampak lemah
pengisapan kapiler,
 Warna kulit pucat
warna, suhu, ankle-
brachial index)  Bibir pucat dan
kering
 Memonitor panas,
kemerahan, nyeri, atau  Konjungtiva anemis
A : Masalah perfusi perifer
bengkak pada ekstrimitas
tidak efektif belum teratasi
 Mengajarkan program P : Tindakan keperawatan
diet untuk memperbaiki dilanjutkan
sirkulasi (mis. Rendah
lemak jenuh, minyak
ikan omega 3)
 Menginformasikan tanda
dan gejala darurat yang
harus dilaporkan (mis.
rasa sakit yang tidak
hilang saat istirahat, luka
tidak sembuh, hilangnya
rasa)
2 Rabu, 11 Hipertermia  Mengidentifikasi S : Ny.Y mengatakan An.A
Januari 2023 masih mengalami demam
penyebab hipotermia
hilang timbul
(mis. Dehidrasi, terpapar O:
lingkungan panas,
 Konjungtiva anemis
penggunaan inkubator)
 Membran mukosa
 Memonitor suhu tubuh
bibir tampak kering

39
 Memonitor kadar dan pucat
elektrolit  Klien tampak lemah
 Memonitor haluaran urine  S : 38, 7oC
 Memonitor komplikasi A : Masalah hipertermia
belum teratasi
akibat hipertermia
P : Tindakan keperawatan
dilanjutkan

3 Rabu, 11 Defisit nutrisi  Mengidentifikasi S:


Januari 2023  keluarga
makanan yang disukai
mengatakan An.A
 Mengidentifikasi
tidak mau makan
kebutuhan kalori dan
jenis nutrien  keluarga
mengatakan porsi
 Memonitor asupan
makan tidak habis
makanan
O:
 Memonitor berat badan
 pasien tampak lemah
 Memonitor hasil
 pasien tampak pucat
pemeriksaan laboratorium
 BB : 13 kg
 TB : 104 cm
 IMT : 12,01
 Gizi kurang
A : Masalah risiko defisit
nutrisi belum teratasi
P : Tindakan keperawatan
dilanjutkan

40
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Pengkajian Keperawatan

Pada saat pengkajian tanggal 9 januari 2023 , didapatkan An.A mengatakan An.A
masih mengalami demam yang hilang timbul, tidak menggigil, dan tidak
berkeringat banyak. An.A mengatakan gusi berdarah sudah tidak ada. An.A juga
mengatakan tidak ada keluhan pada BAB dan BAK. An.A juga mengatakan tidak
ada terasa mual, muntah, sakit kepala, batuk, dan sesak napas.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum sedang, GCS E4V5M6, tingkat
kesadaran composmentis, TD : 95/86 mmHg, N : 72x/menit, P : 23x/menit, S :
38,7OC, BB : 13 kg, TB : 104 cm, konjungtiva anemis, tidak ada retraksi dinding
dada, akral teraba hangat, CRT < 2 detik. Setelah observasi di IGD dengan
diagnosa awal pensitopenia ec susp anemia aplasia gum bleeding ec
trombositopenia. An.A langsung dirawat di Ruang Rawat Inap Anak Kronis
dengan indikasi keadaan umum sedang, GCS E4V5M6, dan tingkat kesadaran
composmentis.
Penatalaksanaan yang dilakukan pada klien adalah pemberian obat, MB 1200
kkal,IVFD RL,Paracetamol gunanya untuk menurunkan demam .
Asumsi kelompok pada kasus An. A ditemukan klien masih mengalami demam
yang hilang timbul,tetapi klien masih terlihat pucat dan lemas.

B. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan hasil pengkajian , kelompok menemukan 3 masalah keperawatan
pada An.A yaitu :
Menurut SDKI (2018),batasan karakteristik untuk menegakan diagnosa perfusi
perifer yaitu nadi perifer menurun ,akral teraba dingin,warna kulit pucat dan
turgor kulit menurun
1. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan konsentrasi
hemoglobin ditandai dengan warna kulit pucat, bibir pucat, dan konjungtiva

41
anemis.
Menurut analisa kelompok pada kasus An.A ditemukan beberapa batasan
karakteristik tersebut yaitu : ibu klien mengatakan klien masih tampak lemah
dan lesu,,ibu klien mengatakan klien sudah menjalani pengobatan dengan diet
obat ,keadaan umum klien sedang dan tampak lemah, tingkat kesadaran
composmentis, GCS E4V5M6, TB : 104 cm, BB : 13 kg, TD : 95/56 mmHg, N
: 95x/menit, P : 20x/menit, S : 37,50C, konjungtiva anemis, membran mukosa
bibir tampak kering dan pucat.
2. Menurut SDKI (2018),batasan karakteristik untuk menegakan diagnosa
hipertermi yaitu suhu tubuh diatas nilai normal,kulit
merah,kejang,takikardi,kulit terasa hangat Hipertermi berhubungan dengan
proses penyakit (mis. Infeksi, kanker) ditandai dengan kulit terasa hangat,
demam.
Menurut analisa kelompok pada kasus An.A ditemukan beberapa batasan
karakteristik tersebut yaitu : ibu klien mengatakan demam masih hilang
timbul,tetapi mual muntah tidak ada lagi dialami oleh klien
3. Menurut SDKI (2018),batasan karakteristik untuk menegakan diagnosa
defisit nutrisi yaitu berat badan menurun ,bising usus hiperaktif,ootot
mengunyah lemah,membran mukosa pucat,serum albumin menurun.
Menurut analisa kelompok pada kasus An.A ditemukan beberapa batasan
karakteristik tersebut yaitu : ibu klien mengatakan klien krang nafsu
makan,ibu klien mengatakan klien hanya menghabiskan 2-3 sendok makan
dari porsi makannya,klien tampak lemah dan lesu .
C. Intervensi Keperawatan
Intervensi merupakan suatu strategi untuk mengatasi masalah
klien yang perlu ditegakkan diagnosa dengan tujuan yang akan dicapai
serta kriteria hasil. Umumnya perencanaan yang ada pada tinjauan
teoritis dapat diaplikasikan dan diterapkan dalam tindakan keperawatan
sesuai dengan masalah yang ada atau sesuai dengan prioritas masalah.
(Ayu, 2019)

42
Intervensi yang dilakukan pada diagnosa pertama yaitu monitor
tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik, batasi jumlah pengunjung,
cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan
pasien, jelaskan tanda dan gejala infeksi, jelaskan cara cuci tangan
dengan benar, anjurkan meningkatkan asupan nutrisi, anjurkan
meningkatkan asupan cairan.
Intervensi yang dilakukan pada diagnosa kedua yaitu identifikasi
hipertermi, identifikasi demam hindarkan pasien kontak dengan
pengunjung dan atur istirahat pada klien.
Intervensi yang dilakukan pada diagnosa ketiga yaitu identifikasi
makanan yang disukai klien dan hindarkan makanan yang tidak disukai
klien
A. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan harus sesuai dengan perencanaan
keperawatan yang telah ditetapkan pada teori SDKI, SLKI, dan SIKI.
Implmentasi pada masalah keperawatan perfusi perifer dilakukan perawat
pada An. A sudah sesuai dengan perencanaan yang telah disusun. Menurut
kelompok implementasi sudah sesuai dengan teori ulang yang ada pada SLKI
SIKI (2018)
B. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan adalah penilaian terakhir didasarkan pada tujuan
keperawatan yang ditetapkan. Penetapan keberhasilan suatu asuhan
keperawatan didasarkan pada kriteria hasil yang telah ditetapkan, yaitu
terjadinya adaptasi pada individu. Evaluasi keperawatan mengukur
keberhasilan dari rencana dan pelaksanaan tindakan keperawatan yang
dilakukan dalam memenuhi kebutuhan klien. Hal ini bisa dilaksanakan
dengan mengadakan hubungan dengan klien berdasarkan respon klien
terhadap tindakan keperawatan yang diberikan sehingga perawat dapat
mengambil keputusan.

43
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Setelah dilakukan asuhan keperawatan pada An. A dengan Anemia
aplastik didapatkan kesimpulan:
1. Pada saat pengkajian tanggal 9 januari 2023 , didapatkan An.A
mengatakan An.A masih mengalami demam yang hilang timbul, tidak
menggigil, dan tidak berkeringat banyak. An.A mengatakan gusi berdarah
sudah tidak ada. An.A juga mengatakan tidak ada keluhan pada BAB dan
BAK. An.A juga mengatakan tidak ada terasa mual, muntah, sakit kepala,
batuk, dan sesak napas. TD : 95/56 mmHg, N : 95x/menit, P : 20x/menit,
S : 37,50C, konjungtiva anemis, membran mukosa bibir tampak kering
dan pucat.
2. Diagnosa keperawatan yang muncul pada An. A yaitu Perfusi serebral
tidak efektif, defisit nutrisi, dan hipertermi.
3. Rencana keperawatan yang disusun berdasarkan pada masalah
keperawatan yang ditemukan yang sesuai dengan teori yang ada
berdasarkan buku SDKI, SLKI, dan SIKI.
4. Implementasi keperawatan mengacu pada rencana keperawatan yang
telah disusun. Implementasi dilakukan selama 3 hari pada tanggal 10-12
Januari 2023. Sebagian rencana keperawatan dapat kelompok laksanakan
pada implementasi keperawatan.
5. Evaluasi yang dilakukan pada masalah keperawatan yang muncul pada
An. A diperoleh hasil evaluasi yang menunjukan masalah keperawatan
teratasi pada hari ke-3 yaitu hipertermi.
B. Saran

44
Diharapkan dengan adanya laporan seminar kasus ini pembaca
khususnya mahasiswa keperawatan dapat memperoleh ilmu yang lebih
tentang Asuhan Keperawatan dengan Anemia aplastik . Semoga makalah ini
dapat dijadikan sumber literatur yang layak digunakan untuk mahasiswa.

45
46

Anda mungkin juga menyukai