Anda di halaman 1dari 10

TUGAS ILMIAH KEPANITERAAN KLINIK FK UMS

LAPORAN KASUS

Penegakkan Diagnosis dan Penatalaksanaan Anak dengan Thalasemia

Penyusun
Herdian Kusuma Adhi Wibowo, S.Ked J510185088
Moch. Iqbal Maulana, S.Ked J510185110

Pembimbing
dr. Sudarmanto, Sp. A 19680222 201001 1 001

PRODI PROFESI DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2019
HALAMAN PENGESAHAN
Tugas Ilmiah Kepaniteraan Klinik FK UMS
LAPORAN KASUS
Prodi Profesi Doker Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Surakarta

Judul : Penegakan Diagnosis dan Penatalaksanaan Anak dengan


Thalasemia
Penyusun : Herdian Kusuma Adhi Wibowo, S.Ked J510185088
Moch. Iqbal Maulana, S.Ked J510185110
Pembimbing : dr. Sudarmanto, Sp. A 19680222 201001 1 001
Ponorogo, Agustus 2019
Penyusun

Herdian Kusuma Adhi Wibowo, S.Ked Moch. Iqbal Maulana, S.Ked

Menyetujui,
Pembimbing

dr. Sudarmanto, Sp. A

Mengetahui,
Kepala Program Studi Profesi Dokter
Fakultas Kedokteran UMS

Dr. Iin Novita N.M., M.Sc., Sp.PD


Penegakkan Diagnosis dan Penatalaksanaan Anak dengan Thalasemia
Herdian Kusuma Adhi Wibowo*, Moch. Iqbal Maulana*, Sudarmanto**
*Fakultas Kedokteran, Universitas Muhammadiyah Surakarta

**Bagian Kesehatan Anak, RSUD Harjono Ponorogo

ABSTRAK
Hemofilia adalah gangguan perdarahan yang diturunkan secara resesif melalui kromosom
X, ditandai dengan terganggunya proses pembekuan darah akibat rendah atau tidaknya
faktor VIII dan IX. Hemofilia A dan B merupakan penyakit perdarahan herediter berat
yang paling sering, terjadi pada kira-kira 1: 5.000 laki-laki, sekitar 85% berupa hemofilia
A dan 10-15% berupa hemofilia B. Kami melaporkan presentasi klinis dan
penatalaksanaan sebuah kasus bayi dengan kecurigaan hemofilia di rumah sakit
kabupaten. Seorang bayi perempuan umur 44 hari dengan keluhan utama perdarahan
terus menerus sejak 3 jam SMRS. Perdarahan terjadi setelah bayi dilakukan tindik di
telinga kanan dan kirinya. Perdarahan sebanyak kurang lebih 5 kassa besar. Bayi terlihat
lemas dan kurang aktif. Pemeriksaan tanda vital yaitu denyut nadi 114x/menit, frekuensi
napas 46x/menit, suhu tubuh 36,3C, dan saturasi oksigen 98%. Status generalis:
konjungtiva anemis (+/+). Status lokalis auris dextra dan sinistra: inspeksi terdapat darah
yang keluar dari vulnus punctum (tidak dapat diukur), palpasi dalam batas normal.
Pemerikssan darah lengkap: Hb 8,4 g/dL. Edukasi dan terapi yang adekuat dapat
memberikan pasien hemofilia kehidupan yang baik dan produktif.
Kata Kunci: hemofilia, perdarahan, faktor VIII

ABSTRACT
Hemophilia is a bleeding disorder that is recessively transmitted through the X
chromosome, characterized by disruption of the blood clotting process due to the low or
no factor VIII and IX. Hemophilia A and B are the most common hereditary bleeding
diseases, occurring in approximately 1: 5,000 men, about 85% in the form of hemophilia
A and 10-15% in the form of hemophilia B. We report clinical presentation and
management of a case with suspicion hemophilia in a district hospital. A baby girl aged
44 days with the main complaint of continuous bleeding since 3 hours of SMRS. Bleeding
occurs after the baby is pierced in the right and left ear. Bleeding as much as about 5
large gauze. Babies look limp and less active. Examination of vital signs namely pulse
114x/minute, respiratory rate 46x/ minute, body temperature 36.3C, and oxygen
saturation 98%. Generalist status: anemic conjunctiva (+/+). Status localist of dextra
and sinistra of auris: inspection is blood coming out of the vulnus punctum (cannot be
measured), palpation within normal limits. Complete blood examination: Hb 8.4 g/dL.
Adequate education and therapy can give hemophilia patients a good and productive life.
Keywords: hemophilia, bleeding, factor VIII
PENDAHULUAN anemis, ikterus, facies cooley,
hepatosplenomegali, gizi kurang, serta pada
Thalasemia adalah penyakit anemia hemolitik
pemeriksaan laboratorium yang menunjukkan
herediter yang disebaban oleh defek genetik
kelainan morfologi dari eritrosit serta
pada pembentukan rantai globin. Penyakit ini
penurunan Hb.
baru muncul pada seseorang apabila ia
memiliki dua gen thalasemia yang berasal dari Berikut dilaporkan sebuah kasus dengan
kedua orang tuanya yaitu satu dari ayah dan kecurigaan thalasemia mayor di Rumah Sakit
satu dari ibu [5]. Umum Daerah Ponorogo.
Thalasemia tersebar diseluruh ras di LAPORAN KASUS
mediterania, Timur tengah, India sampai Asia
Seorang anak laki-laki umur 12 tahun suku
tenggara dan presentasi klinisnya bervariasi
Jawa dirujuk dari puskesmas dengan keluhan
dari asimptomatik sampai berat hingga
pucat yang terus menerus semakin memberat
mengancam jiwa, tetapi tidak menutup
sejak 3 hari SMRS. Dilakukan alloanamnsis
kemungkinan penyakit ini dapat ditemukan
kepada orangtuanya, didapatkan bahwa sering
dimana saja diseluruh dunia [5].
pucat (berulang) dan dirasakan pertama kali
WHO (2006) meneliti kira-kira 5% penduduk sejak usia 6 th. Menurut keterangan ibunya,
dunia adalah carrier dari 300-400 ribu bayi keluhan pucat paling terlihat di daerah muka,
thalassemia yang baru lahir pertahunnya. telapak tangan, dan telapak kaki. Keluhan
Frekuensi gen thalassemia di Indonesia pucat disertai rasa cepat lelah. Keluhan disertai
berkisar 3-10%. Berdasarkan angka ini, rasa pusing, namun tidak sampai mengganggu
diperkirakan lebih 2000 penderita baru aktivitas dan konsentrasi belajar. Tiga hari
dilahirkan setiap tahunnya di Indonesia. Salah keluhan tidak ada perbedaan dengan hari
satu RS di Jakarta, sampai dengan akhir tahun sebelumnya. Keluhan tidak disertai panas
2003 terdapat 1060 pasien thalassemia mayor badan, sesak, mual dan muntah. Berat badan
yang berobat jalan di Pusat Thalassemia pasien sulit naik, sedangkan BAB dan BAK
Departemen Anak FKUI-RSCM yang terdiri dalam batas normal.
dari 52,5 % pasien thalassemia β homozigot,
Riwayat adanya batuk yang tidak sembuh-
46,2 % pasien thalassemia HbE, serta
sembuh disangkal. Riwayat kontak dengan
thalassemia α 1,3%. Sekitar 70-80 pasien
penderita batuk lama atau batuk berdahak
baru, datang tiap tahunnya [permono, 2010].
disangkal. Riwayat mudah patah tulang
Dikenal 3 jenis thalasemia, yaitu: thalasemia α bukan akibat benturan atau trauma lainnya
(minor), thalasemia β, dan thalasemia dan tanpa diketahui sebab yang jelas
intermediate. [2]. disangkal. Riwayat perdarahan seperti
mimisan, kecelakaan, perdarahan yang sukar
Penderita thalasemia α biasanya terjadi dalam
berhenti, adanya luka memar serta bintik
rahim. Bila hidup hanya dalam waktu pendek.
kemerahan yang sering muncul dikulit atau
Gambaran klinisnya adalah hidrops fetalis
gejala muntah dan berak darah disangkal.
dengan edema permagna dan
Riwayat adanya perubahan tingkah laku yang
hepatosplenomegali. Kadar Hb 6-8 g/dl
aneh disangkal. Riwayat cacingan seperti
dengan eritrosit hipokromik dan beberapa
terasa gatal didaerah sekitar dubur disangkal.
berinti. Sedangkan pada penderita thalasemia β
Riwayat mempunyai kebiasaan main ditanah
heterozigot memperlihatkan gejala klinis sejal
atau pasir di luar rumah tanpa menggunakan
lahir yaitu gagal tumbuh, infeksi berulang,
alas kaki disangkal. Riwayat pada anggota
kesulitan makan, kelemahan umum. Bayi
keluarga penderita pernah transfusi darah
tampak pucat dan terdapat splenomegali.
berulang diakui, yaitu alm kakak dari pasien.
Diagnosis thalasemia ditegakkan berdasar Riwayat ibu sering mengalami kurang darah
keluhan pucat yang lama, adanya riwayat disangkal. Riwayat pernikahan anggota
keluarga, pemeriksaan fisik didapatkan
keluarga yang masih berhubungan darah reguler, tidak ada suara tambahan; paru dalam
disangkal. batas normal; abdomen tidak ditemukan
distensi, kolateral, asites dan caput meduse,
Saat pasien berusia 6 tahun, keluhan pucat
bising usus normal, turgor baik, hepar
pertama kali muncul. Pasien tampak pucat
membesar 3cm dibawah arcus costaedan 4 cm
sekali yang disertai keluhan lemah dan lesu,
dibawah prosessus xifoideus, dan lien
tidak ada demam, tidak ada bintik-bintik
membesar pada schuffner III, nyeri tekan tidak
merah di kulit, tidak ada mimisan atau
ditemukan; ekstremitas akral hangat, kuku
perdarahan di gusi, dan gejala batuk pilek
pucat. Status lokalis perut datar lemas, turgor
dikatakan tidak ada. Pasien dibawa berobat
baik, hepar teraba 3 cm dibawah arkus costae
oleh ibunya ke Puskesmas Ngrayun. Setelah
dan 4 cm di bawah prosessus xifoideus rata
dilakukan pemeriksaan, pasien dikatakan
kenyal, lien teraba di garis schufner III, nyeri
mengidap anemia berat yang memerlukan
tekan (-), bising usus (+) normal, perkusi
transfuse secara rutin . Pasien dirawat selama 2
timpani pada seluruh kuadran abdomen.
hari untuk mendapatkan transfuse darah
merah (menurut ibu pasien pertana kali pasien Kemudian dilakukan pemeriksaan penunjang
mendapatkan tranfusi sebanyak 2 kantong), yaitu darah lengkap, dengan hasil sebagai
serta vitamin. Selama perawatan kondisi berikut: Hb 8,3 g/dL, RBC 3,61 x 106µL,
pasien membaik, dan pucat berkurang. WBC 8,6 x 106µL, Hct 26,1%, PLT 330 x
106µL, MCV 72,3 fL, MCH 23,6 pg, MCHC
Setelah itu pasien rutin menjalani terapi
31,8 g/dL, RDW-CV 17,3%, PDW 17,0%, Eos
transfusi rata-rata setiap 4 minggu sekali atau
4,0%, Bas 0,5%, Neu 57,1%, Lim 31,9%, Mon
jika pasien tampak semakin pucat. Setelah
6,5%.
dilakukan transfusi keluhan pucat berkurang.
Dua hari setelah terapi transfusi pasien rutin Dari anamnesis, pemeriksaaan fisik, dan
kontrol di poli klinik anak. laboratorium, pasien didiagnosis dengan
thalasemia mayor. Diberikan terapi infus NaCl
Selama kehamilan ibu selalu melakukan
20 tpm makro, transfusi PRC 400 cc, DFP 3x1
pengecekan kandungan rutin ke bidan dan
tablet. Dan disarankan untuk dilakukan
tidak pernah mengalami masalah selama
pemeriksaan HDT dan serum besi, TIBC, dan
kehamilannya. Bayi dilahirkan oleh ibunya
feritin serum.
pada usia ibu 37 tahun dengan usia kehamilan
37-38 minggu secara normal di bidan. Berat Setelah transfusi dilakukan pemeriksaan darah
badan lahir 3500gram dengan panjang 47cm. lengkap ulang dengan hasil sebagai berikut:
Riwayat minum jamu atau obat-obatan Hb 9,6 g/dL, RBC 3,98 x 106µL, WBC 9,3 x
disangkal 106µL, Hct 30,0%, PLT 258 x 106µL, MCV
75,4 fL, MCH 24,1 pg, MCHC 32,0 g/dL,
Bayi merupakan anak kedua dari dua
RDW-CV 17,0%, PDW 15,9%, Eos 1,0%, Bas
bersaudara. Kakak pasien memiliki keluhan
0,3%, Neu 74,4%, Lim 19,8%, Mon 4,5%.
serupa dengan pasien namun meninggal pada
usia 12 th. Di rumah tinggal bersama ayah dan Diberikan terapi tambahan PRC 400 cc.
ibunya.
Dilakukan pemeriksaan darah lengkap ulang
Pemeriksaan tanda vital yaitu tekanan darah post transfusi: Hb 12,9 g/dL, RBC 4,54 x
110/70 mmHg, denyut nadi 92x/menit, 106µL, WBC 13,9 x 106µL, Hct 38%, PLT
frekuensi napas 22x/menit, suhu tubuh 36,9C, 354 x 106µL, MCV 83,7 fL, MCH 28,4 pg,
dan saturasi oksigen 99%. Pada pemeriksaan MCHC 33,9 g/dL, RDW-CV 14,7%, PDW
fisik pasien menunjukkan keadaan umum 16,7%, Eos 4,8%, Bas 2,2%, Neu 51,6%,
lemah dan kesan gizi kurang. Status generalis: Lim 26,9%, Mon 14,5 %.
wajah dan bibir pucat; konjungtiva anemis
Setelah program transfusi kedua kali, pasien
(+/+); tampak facies cooley; inspeksi thorax
menunjukkan perbaikan klinis maupun
tidak didapatkan spider nevi; batas-batas
laboratorium darah lengkap. Pasien tidak pucat
jantung normal, bunyi jantung I dan II tunggal,
dan lemas, serta Hb sudah mencukupi Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan
kebutuhan. Dilakukan observasi satu hari pada thalasemia antara lain adalah darah tepi
setelah keadaan membaik dan diperbolehkan dengan hasil berupa penurunan kadar
pulang keesokan harinya. hemoglobin, MCV MCH MCHC menurun.
Diagnosis pasti thalasemia adalah dengan
pemeriksaan elektroforesis hemoglobin dan
PEMBAHASAN molekular diagnosis.

Thalasemia mayor merupakan kasus terbanyak Thalasemia perlu dibedakan dengan beberapa
diantara jenis thalasemia lainnya. Penyakit ini penyakit anemia hipokromik mikrositik. Pola
baru muncul pada seseorang apabila ia pewarisannya PvW bersifat autosomal resesif
memiliki dua gen thalasemia yang berasal dari yaitu bila munculnya pada lebih dari satu
kedua orang tuanya yaitu satu dari ayah dan anggota keluarga, biasanya terdapat hanya
satu dari ibu (Gambar 1,2, dan 3). Beta globin pada kakak atau adik penderita, bukan pada
memiliki 2 gen pada kromosom 11. Adanya orang tua, anak, atau kerabat lain dari
gen abnormal pada 1 gen β, disebut dengan penderita dan resiko munculnya fenotip pada
beta thalassemia trait. Secara genetik, saudara (kakak atau adik) penderita sebesar
gangguan pembentukan protein globin dapat 1:4 serta bisa muncul pada kedua jenis
disebabkan karena kerusakan gen yang kelamin (4,7).
terdapat pada kromosom 11 atau 16 yang
Tabel 2. Diagnosis banding hemofilia.
ditempati lokus gen globin. Kerusakan pada
salah satu kromosom homolog menimbulkan Hemofilia Hemofilia Penyakit
terjadinya keadaan heterozigot, sedangkan A B von
Willebrand
kerusakan pada kedua kromosom homolog Pewarisan X-linked X-linked Autosomal
menimbulkan keadaan homozigot. dominant
Defisiensi VIII IX FvW dan
Jika tidak mendapat pengobatan maka anak- VIII
anak dengan talasemia beta akan bergejala Lokasi Otot, sendi Otot, sendi Mukokutane
perdaraha us, pasca
anemia berat, lemas, cardiac decompensation n utama trauma
selama periode 6 bulan kedua kehidupannya. Hitung Normal Normal Nomal
Transfusi darah harus dilakukan terutama trombosit
Waktu Normal Normal Memanjang
bulan kedua atau tahun kedua kehidupan. perdaraha
Transfusi darah bergantung pada kemampuan n
anak untuk mengkompensasi derajat PT Normal Normal Normal
anemianya. Kebanyakan penderita gagal APTT Memanjang Memanjang Memanjang
Faktor Rendah Normal Rendah
mengkompensasi ketika hemoglobin lebih VIII
rendah dari 4,0 g/dL. Terdapat juga fatigue, FvW Normal Normal Rendah
nafsu makan menurun, letargi. Faktor IX Normal Rendah Normal
Tes Normal Normal Negatif
Gejala klinis pada pasien anak dengan talasemi ristosetin
berat adalah facies Cooley (maxillary
hyperplasia, flat nasal bridge, frontal bossing),
patah tulang yang patologis,
hepatosplenomegali. Pada anak yang
mendapat transfusi dan terapi chelasi (pengikat
besi), anak bisa mencapai pubertas dan terus
mencapai usia dewasa dengan normal. Bila
terapi chelasi tidak adekuat, secara bertahap
akan terjadi penumpukkan besi yang efeknya
mulai nampak pada dekade pertama.
Adolscent growth spurt tidak akan tercapai,
komplikasi ke hati, endokrin, dan jantung.
Prinsip umum tatalaksana dari hemofilia titer rendah, sementara bila kadarnya >5 BU
adalah pencegahan terjadinya perdarahan, disebut titer tinggi. Hemofilia A dengan titer
menghentikan perdarahan akut sedini inhibitor rendah dapat diberikan peningkatan
mungkin, dan penanganan perdarahan berat di dosis 2-3 kali, sedangkan pada titer tinggi
rumah sakit dengan fasilitas yang memadai perlu pemberian faktor VII porcine, konsentrat
(5). faktor IX, faktor VIII rekombinan, atau faktor
VIIa rekombinan (5).
Pada perdarahan akut di sendi/otot, dapat
dilakukan pertolongan dengan RICE (rest, ice, Induksi toleransi imun digunakan untuk
compression, elevation). Dalam waktu kurang eradikasi inhibitor dan sering melibatkan
dari 2 jam, pasien harus mendapatkan suntikan konsentrat selama berbulan-bulan.
replacement therapy faktor VIII/IX, yaitu Studi Toleransi Immune Internasional
berupa konsentrat faktor VIII dan menunjukkan bahwa walaupun dosis tinggi
kriopresipitat untuk faktor VIII dan konsentrat (200 IU / kg) per hari dan dosis rendah (50 IU
faktor IX dan FFP (fresh frozen plasma) untuk / kg) setiap hari sama-sama efektif dalam
faktor IX. mendorong toleransi, pasien pada pengobatan
dosis rendah sering terjadi perdarahan dalam 5
Selain replacement therapy, pasien dapat
bulan pertama terapi. Induksi toleransi imun
diberikan terapi ajuvan berupa Desmopresin
dapat dilakukan pada pasien dengan hemofilia
dosis 0,3 µg/kg (untuk meningkatkan kadar F
A ringan (6).
VIII 3-6x dari baseline) dan Asam traneksamat
dengan dosis 25 mg/kgBB/kali diberikan 3 kali Edukasi dan terapi yang adekuat dapat
sehari. memberikan pasien hemofilia kehidupan yang
baik dan produktif. Profilaksis dan terapi dini
Profilaksis pada hemofilia adalah pengobatan
dengan konsentrat F VIII yang bebas dari
dengan injeksi konsentrat faktor secara
kontaminasi virus berpengaruh terhadap
intravena untuk mencegah perdarahan dan
prognosis pada pasien dengan hemofili berat
kerusakan sendi, dengan tujuan menjaga
(9).
fungsi muskuloskeletal normal. Profilaksis
primer pada hemofilia bersifat jangka panjang
dan membutuhkan pengobatan 2-3 kali per
minggu, dimulai pada usia dini (≤2 tahun) KESIMPULAN
sebelum penyakit sendi mucul, sedangkan Telah dilaporkan seorang bayi perempuan,
profilaksis sekunder dimulai setelah timbulnya usia 44 hari datang dengan perdarahan terus
penyakit sendi. Terapi profilaksis biasanya menerus selama 3 jam. Diagnosis ditegakkan
diberikan dalam dosis 25-40 IU / kg 2–3 kali melalui anamnesis dengan menelusuri silsilah
per minggu. Regimen profilaksis dosis rendah keluarga penderita, perdarahan yang
10-20 IU / kg dua kali per minggu telah berkepanjangan pada penderita. Berdasarkan
diusulkan di beberapa negara dengan sediaan sifat pewarisan yang X-linked recessive dan
konsentrat yang terbatas, dan efeknya cukup penampakan perdarahan yang tidak berat,
efektif (6). kemungkinan penderita termasuk hemofili A
dengan manifestasi klinis ringan. Kasus ini
Bila keadaan klinis tidak membaik setelah
menekankan pada pentingnya pengakan
terapi yang adekuat, maka perlu dilakukan
diagnosis dan tatalaksana optimal pada pasien
pemeriksaan inhibitor. Inhibitor adalah
hemofilia.
antibodi yang dapat menetralisir faktor VIII.
Pada pasien hoemofilia A, insiden yang
membentuk inhibitor sebanyak 30%,
sementara hemofilia B sebanyak 1-3% (5). REFERENSI

Diagnosis pasti dilakukan dengan pemeriksaan


kadar plasma inhibitor faktor VIII/IX, yaitu
bila kadarnya <5 BU (Bethesda Unit) disebut
[1] D. Prianto, C. Tanto and H. Ambara, Cetakan ketiga. Penerbit
"Hemofilia," in Kapita Selekta
Badan Penerbit IDAI, Jakarta :
Kedokteran, Jakarta, Media Aesculapius,
2014, pp. 53-5. 2010, hlm 64-84

[2] "Penyakit Akibat Gangguan Koagulasi


yang Diturunkan," 2017. [Online].
Available:
http://spesialis1.ika.fk.unair.ac.id/wp-
content/uploads/2017/04/HO11_Hemofili
a-revisi-1.pdf. [Accessed 15 Juni 2019].

[3] Pusdatin, "Hari Hemofilia Sedunia,"


Kementrian Keseharan Republik
Indonesia, 2015.

[4] N. M. Renny and K. Suega, "SEORANG


PENDERITA HEMOFILIA RINGAN
DENGAN PERDARAHAN MASIF," J
Peny Dalam, vol. 7, no. 2, pp. 113-120,
2006.

[5] Pudjiadi AH, Badriul H, Dkk. Pedoman


Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak
Indonesia. Jakarta: IDAI; 2011.

[6] Peyvandi F, Garagiola I, Young G. The


past and future of haemophilia : diagnosis
, treatments , and its complications.
Lancet [Internet]. 2016;6736(15):1–11.
Available from:
http://dx.doi.org/10.1016/S0140-
6736(15)01123-X

[7] Yoshua V, Angliadi E. Rehabilitasi medik


pada hemofilia. J Biomedik. 2013;5:67–
73.

[8] Mansouritorghabeh H. Clinical and


Laboratory Approaches to. Iran J Med
Sci. 2015;40(3).

[9] Drelich DA. Hemophilia A. Medscape.


2019.
1. Permono, H. BAmbang;
Sutaryo; Windiastuti, Endang;
Abdulsalam, Maria; IDG
Ugrasena: Buku Ajar
Hematologi-Onkologi Anak,
Gambar 1. Skema penurunan gen hemophilia dari ibu carrier dan ayah yang sehat.

Gambar 2. Skema penurunan gen hemophilia dari ibu yang sehat dan ayah hemofilia.
Gambar 3. Skema penurunan gen hemophilia dari ibu carrier dan ayah hemofilia.

Anda mungkin juga menyukai