Anda di halaman 1dari 18

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK

DENGAN THALASEMIA
KELOMPOK 1
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Tindakan Keperawatan Anak
Semester Tiga Tingkat Dua

Nama Kelompok:

1. Akhyen Nurhanifah
2. Alifatun Khasanah
3. Anggun Kusuma Dewi
4. Anis Listianingsih
5. Anissa Shohwatul Islam
6. Arif Purnomo
7. Bambang Dedi Setiawan
8. Danang Ardiazis
9. Devi Rahayu Agustin
10. Dika Ruliyana
11. Dini Saputri

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH
GOMBONG
2014
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Thalasemia berasal dari kata Yunani, yaitu talassa yang berarti laut. Yang
dimaksud dengan laut tersebut ialah Laut Tengah, oleh karena penyakit ini pertama kali
dikenal di daerah sekitar Laut Tengah. Penyakit ini pertama sekali ditemukan oleh seorang
dokter di Detroit USA yang bernama Thomas B.1
Thalasemia adalah penyakit kelainan darah yang diwariskan oleh orangtua kepada
anak. Thalasemia mempengaruhi kemampuan dalam menghasilkan hemoglobin yang
berakibat pada penyakit anemia. Hemoglobin adalah suatu protein dalam sel darah merah
yang mengangkut oksigen dan nutrisi lainnya ke sel-sel lainnya dalam tubuh. Sekitar
100.000 bayi di seluruh dunia terlahir dengan jenis thalassemia berbahaya setiap tahunnya.
Thalassemia terutama menimpa keturunan Italia, Yunani, Timur Tengah, Asia dan Afrika.
Ada dua jenis thalassemia yaitu alpha dan beta. Kedua jenis thalassemia ini diwariskan
dengan cara yang sama. Penyakit ini diturunkan oleh orangtua yang memiliki mutated gen
atau gen mutasi thalassemia. Seorang anak yang mewarisi satu gen mutasi disebut
pembawa atau carrier, atau yang disebut juga dengan thalassemia trait (sifat thalassemia).
Kebanyakan pembawa ini hidup normal dan sehat. Anak yang mewarisi dua sifat gen, di
mana satu dari ibu dan satu dari ayah, akan mempunyai penyakit thalassemia. Jika baik ibu
maupun ayah adalah pembawa, kemungkinan anak mewarisi dua sifat gen, atau dengan
kata lain mempunyai penyakit thalassemia, adalah sebesar 25 persen. Anak dari pasangan
pembawa juga mempunyai 50 persen kemungkinan lahir sebagai pembawa.
Jenis paling berbahaya dari alpha thalassemia yang terutama menimpa keturunan
Asia Tenggara, Cina dan Filipina menyebabkan kematian pada jabang bayi atau bayi baru
lahir. Sementara itu, anak yang mewarisi dua gen mutasi beta thalassemia akan menderita
penyakit beta thalassemia. Anak ini memiliki penyakit thalassemia ringan yang disebut
dengan thalassemia intermedia yang menyebabkan anemia ringan sehingga si anak tidak
memerlukan transfusi darah. Jenis thalassemia yang lebih berat adalah thalasemia major
atau disebut juga dengan Cooley's Anemia. Penderita penyakit ini memerlukan transfusi
darah dan perawatan yang intensif. Anak-anak yang menderita thalasemia major mulai
menunjukkan gejala-gejala penyakit ini pada usia dua tahun pertama. Anak-anak ini
terlihat pucat, lesu dan mempunyai nafsu makan rendah, sehingga menyebabkan
pertumbuhannya terlambat.

1
Tanpa perawatan medik, limpa, jantung dan hati menjadi membesar. Di samping
itu, tulang-tulang tumbuh kecil dan rapuh. Gagal jantung dan infeksi menjadi penyebab
utama kematian anak-anak penderita thalassemia major yang tidak mendapat perawatan
semestinya. Bagi anak-anak penderita thalassemia major, transfusi darah dan suntikan
antibiotic sangat diperlukan.
Transfusi darah yang rutin menjaga tingkat hemoglobin darah mendekati normal.
Namun, transfusi darah yang dilakukan berkali-kali juga mempunyai efek samping, yaitu
pengendapan besi dalam tubuh yang dapat menyebabkan kerusakan hati, jantung dan
organ- organ tubuh lain.
B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mampu menerapkan asuhan keperawatan klien dengan thalasemia

2. Tujuan Khusus

a. Dapat melakukan pengkajian secara langsung pada klien thalasemia.

b. Dapat merumuskan masalah dan membuat diagnosa keperawatan pada klien


thalasemia.

c. Dapat membuat perencanaan pada klien thalasemia.

d. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan dan mampu mengevaluasi tindakan


yang telah dilakukan pada klien thalasemia.

BAB Ii
TINJAUAN TEORI
THALASEMIA PADA ANAK
A. Definisi

Thalasemia merupakan penyakit kongenital herediter yang diturunkan secara


autosomal berdasarkan kelainan haemoglobin, dimana satu atau dua rantai Hb kurang atau
tidak terbentuk secara sempurna sehingga terjadi anemia hemolitik. Kelainan hemolitik ini
mengakibatkan kerusakan pada sel darah merah didalam pembuluh darah sehingga umur
eritrosit menjadi pendek (Indanah, 2010).
Thalasemia adalah penyakit genetic yang diturunkan secara autosomal resesif
menurut hukum mendel dari orang tua kepada anak-anaknya yang dapat menunjukkan
gejala klinis dari yang paling ringan (bentuk heterozigot) yang disebut thalasemia minor
atau trait (carrier = pengembang sifat) hingga yang paling berat (bentuk homozigot) yang

2
disebut thalasemia mayor. Bentuk heterozigot diturunkan oleh salah satu orang tua yang
mengidap thalasemia, sedangkan bentuk homozigot diturunkan oleh kedua orang tuanya
yang mengidap penyakit thalasemia (Sudoyo, Aru W, 2009)
Thalasemia adalah suatu gangguan darah yang diturunkan ditandai oleh
haemoglobin (suryadi,2001)
Thalassemia alpa adalah kelainan herediter yang diakibatkan oleh berkurangnya
atau tidak adanya sintesis satu atau lebih rantai globin α. Thalasemia mayor dikenal
dengan (Coleey anemia) merupakan bentuk homozigot dari thalasemia β yang disertai
dengan anemia berat dan sangat tergantung pada tranfusi. Penyakit thalasemia merupakan
kelainan genetik tersering didunia. Kelainan ini terutama ditemukan dikawasan
Mediterania, Afrika dan Asia Tenggara dengan frekuensi sebagai pembawa gen sekitar 5-
30% (Indanah, 2010).
Thalasemia adalah penyakit yang diturunkan secara autosomal dari orang tua
kepada anaknya. Dimana adanya penurunan produksi jumlah hemoglobin yaitu salah satu
komponen terpenting darah yang berfungsi mensuplai oksigen ke seluruh tubuh, sehingga
mengakibatkan suplai oksigen keseluruh tubuh terganggu.

B. Etiologi

Thalasemia adalah penyakit herediter yang diturunkan orang tua kepada anaknya.
Anak yang mewarisi gen thalasemia dari salah satu orang tua dan gen normal dari orang
tua lain adalah seorang pembawa (carries). Anak yang mewarisi gen dari kedua orang
tuanya menderita thalasemia sedang sampai berat. (Muncie & Campbell, 2009)

C. Tanda dan Gejala

Pada penderita thalasemiamenurut James & Ashwil (2007) akan ditemukan beberapa
kelainan diantaranya :

1. Anemia dengan gejala seperti pucat, demam tanpa penyebab yang jelas, tidak nafsu
makan, infeksi berulang, dan pembesaran limfe atau hati
2. Anemia progresif yang ditandai dengan hipoksia kronis seperti nyeri kepala, nyeri
prekordial, tulang, penurunan toleransi terhadap latihan, lesu dan anoreksia
3. Perubahan pada tulang, tulang akan mengalami penipisan dan kerapuhan akibat
sumsum tulang yang bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan kekurangan
hemoglobin dalam sel darah. Hal ini terjadi pada kepala, frontal, parietal, molar yang
menjadi lebih menonjol, batang hidung menjadi lebih datar atau masuk ke dalam

3
dengan tulang pipih yang menonjol. Keadaan ini disebut facies cooley, yang
merupakan cirri khas thalasemia mayor.

Manifestasi klinik yang dapat dijumpai sebagai dampak patologis penyakit pada
thalasemia yaitu anemia yang menahun disebabkan eritropoises yang tidak efektif, proses
hemolisis dan reduksi sintesa hemoglobin (Indanah, 2010).
Adanya anemia tersebut mengakibatkan pasien memerlukan transfusi darah seumur
hidupnya. Pemberian transfusi darah secara terus menerus akan menyebabkan terjadinya
penumpukan zat besi pada jaringan parenkim disertai dengan kadar serum besi yang tinggi.
Hal tersebut dapat menimbulkan hemosiderosis pada berbagai organ tubuh seperti,
jantung, hati, limpa serta kelenjar endokrin. Kondisi anemia kronis menyebabkan
terjadinya hypoxia jaringan dan merangsang peningkatan produksi eritropoitin yang
berdampak pada ekspansi susunan tulang sehingga pasien thalasemia mengalami
deformitas tulang, resiko menderita gout dan defisiensi asam folat. Selain itu peningkatan
eritropoitin juga mengakibatkan hemapoesis ekstra medular. Hemapoesis eksta medular
serta hemolisis menyebabkan terjadinya hipersplenisme dan splenomegali. Hypoxia yang
kronis sebagai dampak dari anemia mengakibatkan penderita sering mengalami sakit
kepala, irritable, aneroxia, nyeri dada dan tulang serta intoleran aktifitas. Pada taraf lanjut
pasien juga beresiko mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan reproduksi.
Pasien dengan thalasemia juga mengalami perubahan struktur tulang yang ditandai dengan
penampilan wajah khas berupa tulang maxilaris yang menonjol, dahi yang lebar dan tulang
hidung datar (Indanah, 2010).
D. Patofisiologi

Pada pasien thalasemia terjadi gangguan sintesis globin. Tidak seimbangnya


jumlah rantai α dan β globin yang disintesis menyebabkan hemoglobin tidak terbentuk
secara normal. Kondisi ini menyebabkan penurunan sintesis rantai β dalam molekul
hemoglobin yang terjadi secara parsial atau total. Penurunan rantai β- akan dikompensasi
oleh meningkatnya sintesis rantai α-, sedangkan rantai –γ tetap aktif dan menghasilkan
pembentukan hemoglobin yang cacat. (Rund & Rachmilewitz, 2005)
Keadaan unit polipeptida yang tidak seimbang menyebabkan kelainan produksi
hemoglobin secara kronis dan destruksi eritrosit. Kondisi ini menyebabkan sumsum tulang
membentuk eritrosit baru, sehingga muncul eritropoeisis. (Price & Wilson, 2006)

4
E. Pathway

5
F. Komplikasi

6
Komplikasi yang dapat terjadi pada Klien Dengan Thalasemia
a) Fraktur patologis
b) Hepatosplenomegali
c) Gangguan tumbuh kembang
d) Disfungsi organ
e) Gagal jantung
f) Hemosiderosis
g) Hemokromatosis
G. Pemeriksaan penunjang
1. Darah tepi :
a. Hb rendah dapat sampai 2-3 g%
b. Gambaran morfologi eritrosit : mikrositik hipokromik, sel target, anisositosis berat
dengan makroovalositosis, mikrosferosit, polikromasi, basophilic stippling, benda
Howell-Jolly, poikilositosis dan sel target. Gambaran ini lebih kurang khas.
c. Retikulosit meningkat.
2. Sumsum tulang (tidak menentukan diagnosis) :
a. Hiperplasi sistem eritropoesis dengan normoblas terbanyak dari jenis asidofil.
b. Granula Fe (dengan pengecatan Prussian biru) meningkat.
3. Pemeriksaan khusus :Hb F meningkat : 20%-90% Hb total
a. Elektroforesis Hb : hemoglobinopati lain dan mengukur kadar Hb F.
b. Pemeriksaan pedigree: kedua orangtua pasien thalassemia mayor merupakan trait
(carrier) dengan Hb A2 meningkat (> 3,5% dari Hb total).
4. Pemeriksaan lain :
a. Foto Ro tulang kepala : gambaran hair on end, korteks menipis, diploe melebar
dengan trabekula tegak lurus pada korteks.
b. Foto tulang pipih dan ujung tulang panjang : perluasan sumsum tulang sehingga
trabekula tampak jelas.
H. Penatalaksanaan
Terapi thalasemia bertujuan meningkatkan kemampuan mendekati perkembangan
normal serta meminimalkan infeksi dan komplikasi sebagai dampak sistemik penyakit.
Terapi thalasemia mayor meliputi pemberian tranfusi, mencegah penumpukan zat besi
(Hemocromatosi) akibat tranfusi, pemberian asam folat, usaha mengurangi hemolisis
dengan splenektomi, dan transplantasi sumsum tulang (Indanah, 2010).
1) Tranfusi Darah
7
Tranfusi darah yang teratur dilakukan untuk mempertahankan hemoglobin normal
atau mendekati normal. Terapi ini diberikan jika kadar hemoglobin < 6 mg/dl dalam
interval 1 bulan selama 3 bulan berturut-turut. Tehnik yang dipakai adalah hipertranfusi,
yaitu untuk mencapai kadar hemoglobin diatas 10 gr/dl dengan jalan memberikan tranfusi
2 – 4 unit darah setiap 4 - 6 minggu, sehingga produksi hemoglobin abnormal ditekan.
Tindakan ini bertujuan mengurangi komplikasi anemia dan eritropoesis, memaksimalkan
pertumbuhan dan perkembangan serta memperpanjang ketahanan hidup (Indanah, 2010).
2) Iron Chelator
Iron chelator diberikan untuk mencegah penumpukan zat besi (hemocromatosis)
akibat tranfusi dan akibat patogenesis dari thalasemia sendiri serta mengontrol kadar besi
didalam tubuh secara optimal (Indanah, 2010). Iron chelator yang diberikan berupa
desferoksamin (desferal ®), berfungsi untuk membantu mengekresikan besi dalam urin.
Desferoksamin diberikan dengan infusion bag dengan 1 – 2 g tiap unit darah yang
ditranfusikan atau melalui infus subcutan 20 – 4 mg/kg dalam 8 – 12 jam, 5 – 7 hari
seminggu. Terapi ini diberikan setelah tranfusi darah 10 – 15 unit. Besi yang terkelasi oleh
desferoksamin diekresikan melalui urin dan feses. Pemberian Vitamin C (200 mg/hari)
membantu meningkatkan eksresi besi oleh desferoksamin. Harapan hidup pasien
thalasemia akan meningkat jika pasien patuh terhadap terapi iron chelator ini. Selain
harganya yang mahal, terapi ini member efek samping pada pasien seperti bengkak, gatal,
tuli, kerusakan pada retina, kelainan tulang dan retardasi pertumbuhan (Indanah, 2010).
3) Splenektomi
Splenektomi adalah terapi thalasemia yang bertujuan mengurangi proses hemolisis.
Splenektomi dilakukan jika splenomegali cukup besar dan terbukti adanya hipersplenisme
serta dilakukan jika pasien berumur lebih dari 6 tahun karena resiko infeksi pasca
splenektomi (Indanah, 2010).
4) Transplantasi Sumsum Tulang
Transplantasi sumsum tulang merupakan alternatif pengobatan yang dipercaya
untuk kasus thalasemia. Proses penatalaksaan pengobatan thalasemia dengan transplantasi
sumsum tulang ini, harus dengan pertimbangan yang sangat matang karena mengandung
banyak resiko (Indanah, 2010) menyebutkan penatalaksanaan transplantasi sumsum tulang
yang mempertimbangkan tingkatan hepatosplenomegali, ada tidaknya fibrosis postal pada
biopsi hati secara efektifitas iron chelation therapy sebelum penatalaksanaan transplantasi.
Terapi dengan transplantasi sumsum tulang mampu menghilangkan kebutuhan pasien
terhadap iron chelation therapy.
8
I. Diet
Berdasarkan berbagai hal yang telah diuraikan di atas, maka asupan nutrisi yang
dianjurkan pada pasien thalassemia adalah tinggi kalori, tinggi protein, kalsium, seng,
vitamin A (‚-karoten), vitamin D, vitamin E, dan rendah besi, sedangkan vitamin C harus
dibatasi karena dapat meningkatkan absorpsi besi. (Tabel 1 dan 2)
Tabel 1. Makanan yang harus dihindari oleh pasien Thalasemia
Makanan dengan kandungan zat besi tinggi Kandungan besi
Organ dalam (hati, ginjal, limpa) 5 – 14 mg/dl/100 g
• Daging sapi 2,2 mg/100 g
• Hati dan ampela ayam 2-10 mg/100 g
• Ikan pusu (dengan kepala dan tulang) 5,3 mg/100 g
• Kerang 13,2 mg/100 g
• Telur ayam 2,4 mg/butir
• Telur bebek 3,7 mg/ butir
• Buah kering / kismis, kacang 2,9 mg/ 100 g
• Kacang-kacangan yang digoreng 4-8 mg/100 g
• Kacang-kacangan yang dibakar 1,9 mg/100 g
• Biji-bijian yang dikeringkan 21,7 mg/100 g
• Sayuran berwarna hijau (bayam, kailan, kangkung) >3 mg/100 g

Tabel 2. Makanan yang diperbolehkan bagi pasien hallassemia.24

Makanan dengan kandungan besi sedang Jumlah pemberian


 Daging ayam 2 potong/hari
 Tahu 1 potong
 Sawi, kacang panjang 1-2 porsi (0,5 cup)/hari
 Ikan pusu Tanpa kepala dan tulang
 Bawang, gandum Jumlah sedang
Makanan dengan kandungan besi rendah
• Nasi, mie, roti, biscuit
• Umbi-umbian (wortel, lobak, bengkoang)
• Semua jenis ikan
• Semua jenis buah (yang tidak dikeringkan)
• Susu, keju, minyak, lemak

BAB II

TINJAUAN ASUHAN KEPERAWATAN

9
A. PENGKAJIAN
1. Asal Keturunan / Kewarganegaraan
Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa di sekitar laut Tengah (Mediteranial) seperti
Turki, Yunani, dll. Di Indonesia sendiri, thalasemia cukup banyak dijumpai pada anak,
bahkan merupakan penyakit darah yang paling banyak diderita.

2. Umur
Pada penderita thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala telah terlihat sejak
anak berumur kurang dari 1 tahun, sedangkan pada thalasemia minor biasanya anak akan
dibawa ke RS setelah usia 4 tahun.

3. Riwayat Kesehatan Anak


Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran pernapasan atas atau infeksi lainnya. Ini
dikarenakan rendahnya Hb yang berfungsi sebagai alat transport.

4. Pertumbuhan dan Perkembangan


Seiring didapatkan data adanya kecenderungan gangguan terhadap tumbang sejak masih
bayi. Terutama untuk thalasemia mayor, pertumbuhan fisik anak, adalah kecil untuk
umurnya dan adanya keterlambatan dalam kematangan seksual, seperti tidak ada
pertumbuhan ramput pupis dan ketiak, kecerdasan anak juga mengalami penurunan.
Namun pada jenis thalasemia minor, sering terlihat pertumbuhan dan perkembangan anak
normal.

5. Pola Makan
Terjadi anoreksia sehingga anak sering susah makan, sehingga BB rendah dan tidak sesuai
usia.

6. Pola Aktivitas

Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak seusianya. Anak lebih banyak tidur/istirahat
karena anak mudah lelah.

7. Riwayat Kesehatan Keluarga


Thalasemia merupakan penyakit kongenital, jadi perlu diperiksa apakah orang tua juga
mempunyai gen thalasemia. Jika iya, maka anak beresiko terkena talasemia mayor.

8. Riwayat Ibu Saat Hamil (Ante natal Core – ANC)


Selama masa kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam adanya faktor resiko
talasemia. Apabila diduga ada faktor resiko, maka ibu perlu diberitahukan resiko yang
mungkin sering dialami oleh anak setelah lahir.

10
9. Data Keadaan Fisik Anak Thalasemia
a. Keadaan Umum = lemah dan kurang bergairah, tidak selincah anak lain yang seusia.
b. Kepala dan bentuk muka. Anak yang belum mendapatkan pengobatan mempunyai
bentuk khas, yaitu kepala membesar dan muka mongoloid (hidung pesek tanpa
pangkal hidung), jarak mata lebar, tulang dahi terlihat lebar.
c. Mata dan konjungtiva pucat dan kekuningan
d. Mulut dan bibir terlihat kehitaman
e. Dada, Pada inspeksi terlihat dada kiri menonjol karena adanya pembesaran jantung
dan disebabkan oleh anemia kronik.
f. Perut, Terlihat pucat, dipalpasi ada pembesaran limpa dan hati (hepatospek nomegali).
g. Pertumbuhan fisiknya lebih kecil daripada normal sesuai usia, BB di bawah normal
h. Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas tidak tercapai
dengan baik. Misal tidak tumbuh rambut ketiak, pubis ataupun kumis bahkan mungkin
anak tidak dapat mencapai tapa odolense karena adanya anemia kronik.
i. Kulit, Warna kulit pucat kekuningan, jika anak telah sering mendapat transfusi warna
kulit akan menjadi kelabu seperti besi. Hal ini terjadi karena adanya penumpukan zat
besi dalam jaringan kulit (hemosiderosis).
B. Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang
diperlukan untuk pengiriman Oksigen ke sel.
Tujuan: Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam , pasien mampu
mempertahankan perfusi jaringan adekuat.

Kriteria hasil :

Kode Kriteria hasil IR ER

060001 Denyut jantung apikal 3 5

060002 Irama jantung apikal 3 5

060003 Pernapasan 3 5

060034 Tingkat kelelahan 3 5

060035 Kelemahan otot 3 5

060041 Paresthesia menurun atau hilang 3 5

00507 Warna Kulit 2 5

11
Intervensi :

a) Awasi tanda vital, palpasi nadi perifer


b) Lakukan pengkajian neurofaskuler periodik misalnya sensasi, gerakan nadi, warna
kulit atau suhu.
c) Berikan oksigen sesuai indikasi Awasi tanda-tanda vital, kaji pengisian kapiler,
warna kulit/ membran mukosa, dasar kuku.
d) Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi (kontra indikasi pada pasien dengan
hipotensi).
e) Kaji respon verbal melambat, mudah terangsang, agitasi, gangguan memori,
bingung.
f) Catat keluhan rasa dingin, pertahankan suhu lingkungan, dan tubuh hangat sesuai
indikasi.
g) Kolaborasi pemeriksaan laboratorium, Hemoglobin, AGD, dll
h) Kolaborasi dalam pemberian transfusi.
i) Awasi ketat untuk terjadinya komplikasi transfusi.

2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai O2 dan


kebutuhan.
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperwatan selama 2x24 jam diharapkan klien mampu
melakukan aktivitas sehari-hari.
Kriteria hasil:
Kode Kriteria hasil IR ER

00502 Rata-rata nadi dengan akivitas 3 5

00504 Tekanan darah sistolik dalam aktivitas 3 5

00505 Tekanan darah diastolic dalam aktivitas 3 5

041004 Pernapasan 3 5

041015 Sesak napas saat istirahat 2 5

00507 Warna Kulit 2 5

Intervensi :

a) Kaji toleransi fisik anak dan bantu dalam aktivitas yang melebihi toleransi anak

12
b) Berikan anak aktivitas pengalihan misalnya bermain
c) Berikan anak periode tidur sesuai kondisi dan usia
d) Kaji kemampuan pasien untuk melakukan aktivitas, catat kelelahan dan kesulitan
dalam beraktivitas.
e) Awasi tanda-tanda vital selama dan sesudah aktivitas.
f) Catat respon terhadap tingkat aktivitas.
g) Berikan lingkungan yang tenang.
h) Pertahankan tirah baring jika diindikasikan.
i) Ubah posisi pasien dengan perlahan dan pantau terhadap pusing.
j) Pilih periode istirahat dengan periode aktivitas.
k) Beri bantuan dalam beraktivitas bila diperlukan.
l) Rencanakan kemajuan aktivitas dengan pasien, tingkatkan aktivitas sesuai
toleransi.
m) Gerakan teknik penghematan energi, misalnya mandi dengan duduk.

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk
mencerna atau ketidakmampuan mencerna makanan/absorbsi nutrien yang diperlukan
untuk pembentukan sel darah merah normal.

Tujuan : menunjukkan pemahaman pentingnya nutrisi

Kriteria hasil :

Kode Kriteria hasil IR ER

184102 Index berat badan tubuh 3 5

184109 Nutrisi kesehatan tubuh 3 5

184110 Asupan Cairan 3 5

184112 Mengetahui makanan yang baik atau tidak 3 5

184121 Mengetahui teknik untuk menghindari 3 5


penurunan BB

Intervensi:

a) Pantau jumlah dan jenis intake dan output pasien


b) Timbang berat badan klien

13
c) Beri Health Education tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh
d) Kolaborasi dengan ahli gizi
e) Berikan makanan yang bergisi.
f) Berikan minuman yang bergisi misalnya susu
g) Beri makanan sedikit tapi sering.
h) Berikan suplemen atau vitamin pada anak
i) Berikan lingkungan yang menyenangkan

4. Resiko terjadi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan sirkulasi dan neurologis.
Kriteria hasil :
Kode Kriteria hasil IR ER

110101 Temperatur 2 5

110104 Hidrasi 3 5

110108 Tekstur 2 5

110105 Pigmen yang abnormal 2 5

110115 Lesi di kulit 4 5

110121 Kemerahan 3 5

Intervensi :
a) Kaji integritas kulit, catat perubahan pada turgor, gangguan warna, aritema dan
ekskoriasi.
b) Ubah posisi secara periodik.
c) Pertahankan kulit kering
d) Anjurkan pasien dan keluarga menjaga kebersihan
e) Batasi penggunaan sabun.
f) Anjurkan klien dan keluarga mencuci tangan

5. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tidak adekuat, penurunan


Hb, leukopenia atau penurunan granulosit.
Kriteria hasil :
Kode Kriteria hasil IR ER

14
192401 Kurang pengetahuan tentang resiko infeksi 2 5

192404 Mengidentifikasi resiko infeksi di semua situasi 3 5

192405 Mengidentifikasi tanda umum dan penyebab infeksi 3 5

192412 Penggunaan strategi pengurangan infeksi 3 5

192416 Strategi mengontrol kebersihan 4 5

110301 Granulasi 3 5

110320 Pembentukan Scar 3 5

110321 Penurunan ukuran luka 3 5

Intervensi :
a) Pertahankan teknik septik antiseptik pada prosedur perawatan.
b) Dorong perubahan ambulasi yang sering.
c) Tingkatkan masukan cairan yang adekuat.
d) Pantau dan batasi pengunjung.
e) Pantau tanda-tanda vital.
f) Kolaborasi dalam pemberian antiseptik dan antipiretik.
g) Kolaborasi pemberian diet dengan ahli gizi

6. Kurang pengetahuan tentang prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan


dengan interpretasi informasi dan tidak mengenal sumber informasi.

Kriteria hasil :
Kode Kriteria hasil IR ER

160301 Diskusi mengenai kesehatan 1 5

memperoleh bantuan dari hidup sehari-hari sesuai 3 5


160313
dengan kebutuhan

160303 Melakukan penilaian diri 2 5

160305 Melakukan aktivitas sehari – hari dengan toleransi 2 4

180304 Mengetahui faktor resiko 3 5

180305 Mengetahui efek dari penyebab tindakan 2 5


keperawatan

15
180306 Mengetahui tanda dan gejala dari talasemia 2 5

Intervensi :

a) Berikan informasi tentang thalasemia secara spesifik.


b) Diskusikan kenyataan bahwa terapi tergantung pada tipe dan beratnya thalasemia.
c) Rujuk ke sumber komunitas, untuk mendapat dukungan secara psikologis.
d) Konseling keluarga tentang pembatasan punya anak/ deteksi dini keadaan janin
melalui air ketuban dan konseling perinahan: mengajurkan untuk tidak menikah
dengan sesama penderita thalasemia, baik mayor maupun minor.
e) Berikan informasi mengenai tindakan medis yang akan dilakukan
f) Gunakan teknik komunikasi terapeutik
g) Bantu pasien mengidentifikasi aktivitas yang dilakukan

DAFTAR PUSTAKA

16
Arijanty, L., & Nasar, S. S. (2006). Masalah nutrisi pada thalassemia. Sari Pediatri,
5(1), 21-6.
Aru W. Sudoyo, 2009 Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi 5 InternaPublishing:
Jakarta
Fatriani, Liza, 2012 Talasemia
Ganie, R. A. (2005). Thalassemia: Permasalahan dan Penanganannya. Disampaikan
dalam Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Bidang Ilmu Patologi pada
Fakultas Kedokteran. USU, Medan.
Indanah, 2010 Analisis Faktor Yang Berhubungan Dengan “self care behavior”
Pada Anak Usia Sekolah Dengan Talasemia Mayor Di RSUPN, Dr. Cipto Mangun
Kusumo Jakarta.
James, S.R. & Ashwill, J.W. (2007). Nursing care of the children: Principle’s
&practice (3rd ed.)St. Louis: Saunders Elsevier.
Muncie, H.J. & Campbell, J.S. (2009). Alpha and beta thalasemia.
Rund, D., & Rachmilewitz, E. (2005). Cognitive abilities, mood changes and
adaptive functioning in children with β thalassaemia. Current Psychiatry, 16(3): 244-54.
Tentang, P. O. T., Anak, P. T. P., Thalasemia, C., & Aceh B. Dara Khairina.

17

Anda mungkin juga menyukai