Anda di halaman 1dari 37

Tugas Keperawatan Anak II

Dosen : Alfiah, S.Kep.,Ns.,M.Kes

ASUHAN KEPERAWATAN
THALASEMIA

OLEH
Kelompok 7
Kelas A2/2018

1. Muh. Iqbaalul R. (NH0118049)


2. Nia Elvira Makase (NH0118054)
3. Nurlisa Rorano (NH0118060)
4. Ricky Saputra (NH0118066)
5. Risnawati (NH0118070)
6. Sirdayanti (NH0118078)
7. Susanti Marilalan (NH0118085)

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TNGGI ILMU KESEHATAN
NANI HASANUDDIN
MAKASSAR
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan rahmat
serta berkah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan  penyusunan makalah ini.
Pembuatan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Keperawatan Anak II.
Makalah ini membahas tentang bagaimana Asuhan Keperawatan Thalasemia
pada anak. Diharapkan makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita semua.
Kami menyadari, sebagai seorang mahasiswa yang masih perlu banyak belajar
mengenai isi dari makalah yang kami susun ini. Oleh karena itu, kami sangat
mengharapkan adanya kritik dan saran yang positif agar makalah ini menjadi lebih baik
dan berdaya guna. Harapan kami, mudah-mudahan makalah ini dapat berguna dan
bermanfaat bagi kita semua.

Makassar, 16 Oktober 2020

Kelompok 7

2
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL
KATA PENGANTAR .................................................................................................. 2
DAFTAR ISI ................................................................................................................. 3
BAB I KONSEP MEDIS.............................................................................................. 4
A. Definisi ............................................................................................................... 4
B. Etiologi ............................................................................................................... 5
C. Patofisiologi ....................................................................................................... 6
D. Jenis-jenis............................................................................................................ 7
E. Manifestasi Klinis............................................................................................... 8
F. Komplikasi.......................................................................................................... 9
G. Pemeriksaan Diagnostik......................................................................................10
H. Penatalaksanaan..................................................................................................10

BAB II KONSEP KEPERAWATAN..........................................................................13


A. Pengkajian ..........................................................................................................13
B. Diagnosa Keperawatan ......................................................................................16
C. Intervensi ............................................................................................................18
D. Implementasi ......................................................................................................19
E. Evaluasi ..............................................................................................................19
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN........................................................................21

A. Pengkajian ..........................................................................................................21
B. Diagnosa Keperawatan ......................................................................................28
C. Intervensi ...........................................................................................................28
D. Implementasi ......................................................................................................30
E. Evaluasi ..............................................................................................................32
BAB IV PENUTUP.......................................................................................................35
A. Kesimpulan.........................................................................................................35
B. Saran...................................................................................................................35
DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I

KONSEP MEDIS

A. Definisi
Penyakit Thalasemia adalah salah satu jenis penyakit kelainan darah
bawaan. Penyakit ini biasanya ditandai dengan dengan kondisi sel darah merah
(eritrosit) yang mudah rusak atau lebihpendek umurnya dari sel darah normal
pada umumnya, yaitu 120 hari. Kondisi ini diturunkan orang tua kepada
anaknya sejak dalam kandungan (Amelia, Labellapansa, & Siswanto, 2018).
Thalasemia merupakan sindrom kelainan yang diwariskan (inherited) atau
keturunan dan masuk ke dalam kelompok hemoglobinopati, yakni kelainan yang
disebabkan oleh gangguan sintesis hemoglobin akibat mutasi di dalam atau dekat
gen globin yang merupakan akibat dari ketidakseimbangan pembuatan salah satu
dari keempat rantai asam amino yang membentuk hemoglobin. Talasemia
dibedakan menjadi dua jenis, jenis yang pertama Talasemia Minor (bentuk
heterozigot) atau pembawa sifat yaitu, penderita talasemia tetapi mereka tidak sakit.
Mereka adalah orang yang sehat dan normal tetapi mereka sedikit menderita
anemia dan jenis yang kedua yaitu, Talasemia mayor/homozygous beta (bentuk
homozigot) adalah suatu penyakit darah yang berat diderita sejak lahir. Penderita
talasemia mayor tidak dapat membentuk hemoglobin yang cukup dalam darah
mereka sehingga memerlukan transfusi darah seumur hidup untuk mempertahankan
hidupnya. Bentuk heterozigot (minor) diturunkan oleh salah satu orangtuanya yang
mengidap penyakit talasemia, sedangkan bentuk homozigot (mayor) diturunkan
oleh kedua orangtuanya yang mengidap penyakit talasemia (Astarani, K. Siburian,
2016).
Thalasemia adalah gangguan pembuatan hemoglobin yang diturunkan
pertama kali ditemukan secara bersamaan di Amerika Serikat dan Italia antara
1925-1927. Kata thalasemia dimaksudkan untuk mengingatkan penyakit tersebut
dengan penduduk mediterania, dalam bahasa Yunani Thalasa berarti laut.
Thalasemia ditemukan tersebar di seluruh ras di Mediterania, Timur Tengah,India
sampai Asia Tenggara. Penyakit thalasemia untuk saat ini sebagian besar berhasil

4
selamat akan tetapi perlu menghabiskan dana yang cukup besar karena
penatalaksanaan thalasemia cukup mahal (Dautzenberg et al., 2015).

B. Etiologi
Thalasemia merupakan penyakit yang terjadi akibat gangguan sintesis
hemoglobin dan tidak dialami oleh anak pada umumnya. Thalasemia disebabkan
oleh kelainan genetik. Tanda dan gejala yang timbul adalah lemah, perkembangan
fisik tidak sesuai umur disebabkan karena pertumbuhan sel dan otak yang
terhambat oleh karena suplai oksigen atau Na ke jaringan yang menurun, berat
badan berkurang, tidak bisa hidup tanpa tranfusi darah, anemia, pembesaran limpa,
perubahan bentuk wajah, penonjolan tulang tengkorak, terjadi peningkatan
pertumbuhan tulang maksila, terjadi facecoley, hepatomegali dan kecemasan.
Perasaan bingung yang dialami orang tua karena ketidakpastian kondisi sakit dan
hasil pengobatan, konflik sehari-hari dengan peraturan medis, isolasi sosial, aturan-
aturan yang membatasi dan tekanan financial. Hal ini akan menambah beban
psikologis, khususnya bagi keluarga. Kecemasan pada orang tua dengan anak
thalasemia perlu penanganan yang baik, karena jika tidak diatasi akan
menimbulkan beberapa hal yang bisa terjadi antara lain dari segi perilaku:
produktivitas menurun, mengamati dan waspada, kontak mata buruk, gelisah,
insomnia. Orang tua yang mengalami cemas karena anaknya menderita thalasemia,
akan melakukan overprotektif pada anak, perasaan tanggung jawab dan rasa
bersalah pada anak yang menderita penyakit thalasemia, gangguan tidur dan dirinya
merasa tidak berharga dalam mengahadapi masalah tersebut dampak yang bisa
terjadi pada anak adalah anak bisa menarik diri dari lingkungan sosial (Astarani, K.
Siburian, 2016).
Thalasemia terjadi akibat ketidakmampuan sumsum tulang membentuk
protein yang dibutuhkan untuk memproduksi hemoglobin (Hb) secara sempurna.
Hemoglobin berfungsi untuk memungkinkan darah mengangkut oksigen ke seluruh
tubuh, kekurangan hemoglobin akan berdampak buruk pada tubuh. Bahkan jika
kadar hemoglobin dalam darah seseorang terlalu rendah, orang tersebut akan
mengalami sesak napas, hingga bisa berujung pada kematian. Penyakit ini
merupakan penyakit kelainan pembentukan sel darah merah akibat tidak adanya

5
sintesis Hb dan disebabkan oleh gen resesif autosomal (sifat gen nonseks) karena
adanya mutasi DNA pada gen globin, sehingga darah berubah bentuk dan pecah
(Setiyawan, 2013).

C. Patofisiologi
Patofisiologi thalassemia mencakup mutasi atau delesi pada gen untuk rantai
globin alfa ataupun beta. Dalam keadaan fisiologis, molekul hemoglobin adalah
sebuah heterotetramer yang terdiri dari dua rantai α dan dua rantai non α. Rantai
globin non α dapat berupa rantai globin β (HbA), δ (HbA2), dan γ (hemoglobin
fetus/HbF). Normalnya, produksi dari rantai globin α dan non α harus dalam
keadaan seimbang dan saling berpasangan untuk membentuk tetramer normal. Pada
thalassemia, keseimbangan tersebut terganggu akibat adanya defek produksi dari
salah satu rantai globin, yang menyebabkan akumulasi dari rantai yang terproduksi
dalam jumlah normal (Angastiniotis dkk., 2019).
Penyebab anemia pada thalasemia bersifat primer dan sekunder. Primer
adalah berkurangnya sintesis HbA dan eritroipoeisis yang tidak efektif disertai
penghancuran sel-sel eritrosit.Sedangkan sekunder ialah krena defisiensi asam folat,
bertambahnya volume palsma intravaskular yang mengakibatkan hemodilusi dan
destruksi eritrosit oleh sistem retikuloendotelial dalam limpa dan hati. Penelitian
biomolekuler menunjukkan adanya mutasi DNA pada gen sehingga produksi rantai
alfa atau beta dari hemoglobin berkurang. Molekul globin terdiri atas sepasang
rantai- α dan sepasang rantai lain yang menentukan jenis Hb. Pada orang normal
terdapat 3 jenis Hb, yaitu Hb A (merupakan > 96% dari Hb total, tersusun dari 2
rantai- α dan 2 rantai- β = α2β2), Hb F(< 2% = α2γ2) dan HbA2 (< 3% = α2δ2).
Kelainan produksi dapat terjadi pada ranta- α (α- thalassemia), rantai- β (β-
thalassemia), rantai- γ (γ-thalassemia), rantai- δ(δ-thalassemia), maupun kombinasi
kelainan rantai- δdan rantai- β (βδ- thalassemia). Pada thalassemia- β, kekurangan
produksi rantai beta menyebabkan kekurangan pembentukan α2β2 (Hb A);
kelebihan rantai- α akan berikatan dengan rantai-γ yang secara kompensatoir Hb F
meningkat; sisanya dalam jumlah besar diendapkan pada membran eritrosit sebagai
Heinz bodies dengan akibat eritrosit mudah rusak (ineffective erythropoesis)
(Nurjanna Tunnaim, 2019).

6
D. Jenis-jenis
Menurut (Pertiwi & Maryatmi, 2019) jenis-jenis Thalasemia yaitu :
1. Thalasemia Minor
Pada keadaan ini didapatkan kadar hemoglobin normal atau anemia
ringan dan pasien tidak menunjukkan gejala klinis.
2. Thalasemia Intermedia
Pasien dengan thalasemia intermedia menunjukkan kelainan antara
thalasemia mayor dan minor. Pasien biasanya hidup normal tetapi dalam
keadaan tertentu seperti infeksi berat atau kehamilan memerlukan tindakan
transfusi darah. Penderita thalasemia minor dan thalasemia intermedia
mempunyai gejala yang sedang bahkan ringan sehingga pesian dengan
thalasemia jenis ini tidak membutuhkan transfusi darah yang rutin.
3. Thalasemia Mayor
Thalasemia mayor akan membutuhkan transfusi darah rutin secara teratur
seumur hidupnya. Hingga saat ini belum ada obat untuk menyembuhkan
penyakit ini.

Menurut (Efendi, 2016) jenis-jenis atau klasifikasi Thalasemia yaitu, sebagai


berikut :

1. Thalasemia alfa (α)


Thalasemia ini biasanya bersifat ringan hanya pembawaan sifat.
Gejalanya adalah anemia, perut membesar, Jantung berdetak keras, Penonjolan
dahi. Pencegahannya adalah dengan melakukan terapi chelation besi.
2. Thalasemia beta (β)
Jenis Thalasemia ini paling banyak dijumpai di Indonesia. Setiap 6-10
dari 100 orang di Indonesia membawa gen Thalasemia Beta. Pada awal
kelahiran, anak-anak penderita Thalsemia Beta tampak normal tetapi akan
mengalami anemia berat mulai usia 3 -18 bulan. Anak penderita Thalasemia ini
hanya bisa bertahan selama 2 tahun. Frekuensi pembawa gen Thalasemia Beta
di Indonesia berkisar 610%.mengingat jumlah ini cukup besar, maka deteksi

7
dini thalasemia sangatlah penting terutama pada individu. Gejala yang bisa
timbul adalah Mudah infeksi, Turun berat badan, Wajah pucat, Nafsu makan
kurang Pencegahannya adalah Kemoterapi.

E. Manifestasi Klinis
Thalasemia di sebabkan oleh kelainan genetic. Tanda dan gejala yang
timbul adalah lemah, perkembangan fisik tidak sesuai umur di sebabkan karena
pertumbuhan sel dan otak yang terhambat oleh karena suplai oksigen atau Na ke
jaringan yang menurun, berat badan berkurang, tidak bisa hidup tanpa tranfusi
darah, anemia, pembesaran limpah, perubahan bentuk wajah,penonjolan tulang
tengkorak, terjadi peningkatan pertumbuhan tulang maksila, terjadi facecoley,
hepatomegali dan kecemasan (Astarani & Siburian, 2016).
Menurut NANDA (2015), manifestasi kinis thalassemia dibagi 3 yaitu :
1. Thalasemia Minor
Tampilan klinis normal, splenomegali dan hepatomegali ditemukan pada
sedikit penderita, hyperplasia eritroid stipples ringan sampai sedang pada
sumsum tulang, bentuk homozigot, anemia ringan, MCV rendah. Pada anak
yang sudah besar sering dijumpai adanya :
a. Gizi buruk
b. Perut buncit karena pembesaran limpa dan hati yang mudah di raba.
c. Aktivitas tidak aktif karena pembesaran limpa dan hati (hepatomegali), limpa
yang besar ini mudah ruptur karena trauma ringan saja.
2. Thalasemia Mayor
Gejala klinik telah terlihat sejak anak baru berumur 1 tahun, yaitu :
a. Anemia simtomatik pada usia 6-12 bulan, seiring dengan turunya kadar
hemoglobin fetal.
b. Anemia mikrositik berat, terdapat sel target dan sel darah merah yang berinti
pada daerah perifer, tidak terdapat HbA. Kadar Hb rendah mencapai 3 atau 4
g%.
c. Lemah, pucat

8
d. Pertumbuhan fisik dan perkembanganya terhambat, kurus, penebalan tulang
tengkorak, splenomegali, ulkus pada kaki, dan gambaran patognomonik “hair
on end”.
e. Berat badan kurang
f. Tidak dapat hidup tanpa transfusi
3. Thalasemia Intermedia
a. Anemia mikrositik, bentuk heterozigot
b. Tingkat keparahanya berada diantara thalasemia minor dan mayor, masih
memproduksi sejumlah kecil HbA.
c. Anemia sedikit berat 7-9g/dL dan splenomegali.
d. Tidak tergantung pada transfusi

Gejala khas dari pasien thalasemia adalah :

1. Bentuk muka mongoloid yaitu hidung pesek, tanpa pangkal hidung, jarak
anatara kedua mata lebar dan tulang dahi juga lebar.
2. Keadaan kuning pucat pada kulit, jika sering ditransfusi kulitya menjadi kelabu
arena penimbunan besi.

F. Komplikasi
Akibat dari anemia yang berat dan lama sering gagal jantung pada pasien
thalassemia. Transfusi darah yang berulang dan proses hemolisis menyebaban
kadar zat besi dalam darah sangat tinggi, sehingga ditimbun didalam berbagai
jaringan tubuh seperti hepar, limpa, kulit, jantung dan lain-lain. Hal ini dapat
mengaibatkan gangguan fungsi alat tersebut (hemokromatosis). Limpa yang besar
mudah rupture akibat trauma yang ringan saja. Kadang-kadang thalassemia disertai
tanda hipersplenisme seperti leukopnia dan trombositopenia. Kematian terutama
disebabkan oleh infeksi dan gagal jantung. Mortalitas dan morbiditas tidak terbatas
hanya pada penderita yang tidak diterapi, mereka yang mendapat terapi dengan
baik tetap beresiko mengalami bermacam-macam komplikasi. Kerusakan organ
akibat iron overload, infeksi berat yang kronis yang dicetuskan transfusi darah,
atau kompilkasi dari terapi kelasi, seperti katarak, tuli, atau infeksi, merupakan
komplikasi yang potensial.Thalasemia memerlukan perhatian khusus karena bukan

9
hanya menimbulkan masalah medis namun juga psikososial dan ekonomi.
Pengobatan yang diberikan berorientasi pada pendekatan dokter keluarga guna
memaksimalkan pengobatan dan hasil yang diperoleh (Agustin, Zuraida, 2020).

G. Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosis thalasemia dapat ditegakkan dengan melakukan serangkaian
pemeriksaan diagnostik antara lain (Susanto, 2019) :
1. laboratorium hematologi lengkap dan skrining meliputi
a. Pemeriksaan darah tepi (complete blood count/CBC),
b. Nilai Hb, indeks erittrosit rerata seperti MCV, MCH, MCHC, dan RDW.
c. Selain itu perlu dievaluasi sediaan apus darah tepi, hitung retikulosit dan
pemeriksaan elektroforesa Hb yang meliputi : kadar HbA2.
d. Selain itu diperlukan pemeriksaan cadangan besi tubuh berupa pemeriksaan
ferritin, serum iron (SI) dan total iron binding capacity (TIBC).
2. Pemeriksaan khusus
a. Hb F meningkat : 20%-90% Hb total
b. Elektroporesis Hb : hemoglobinopati lain dan mengukur kadar Hb F
c. Pemeriksaan pedigree : kedua orang tua pasien thalasemia mayor
merupakan trait (carrier dengan Hb A2 meningkat ( > 3,5 % dari Hb total ).
3. Pemeriksaan lain
a. Foto rontgen kepala
Gambaran hair on end, korteks menipis, diploe melebar dengan trabekula
tegak lurus dengan korteks.
b. Foto tulang pipi dan ujung tulang panjang
Perluasan sumsum tulang, sehingga trabekula tampak jelas

H. Penatalaksanaan
Adapun penatalaksanaan yang dapat di lakukanpada pasien dengan
thalasemia (Fitrianda, 2020), yaitu :
1. Transfusi darah
Transfusi dengan dosis 15-20 ml/kg sel darah merah (PRC) biasanya
diperlukan setiap 4-5 minggu. Uji silang dikerjakan untuk mencegah

10
alloimunisasi dan mencegah reaksi transfusi. Lebih baik digunakan PRC yang
relative segar (<1 minggu dalam antikoagulan CFD) walaupun dengan kehati-
hatian yang tinggi, reaksi demam akibat transfusi lazim ada.hal ini dapat
diminamalkan dengan menggunakan eritrosit yang direkonstitusi dari darah
beku atau penggunaan filter leukosit, dan dengan pemberian antipiretik
sebelum transfusi.
2. Terapi Kelator Besi
Terdapat 3 obat kelasi besi yang sering digunakan pada pasien
thalassemia, yaitu :
a. Deferoksamin
Deferoksamin adalah kelator besi yang telah banyak diteliti dan terbukti
menunjukkan efek yang dramatis dalam menurunkan morbiditas dan
mortalitas pasien thalassemia. Bioavaibilitas oralnya buruk, sehingga harus
diberikan secara subkutan, intravena, atau terkadang intramuskular.
Deferoksamin juga memiliki waktu paruh yang pendek (30 menit),
sehingga diberikan dalam durasi 8-12 jam per hari, 5-7 kali per minggu.
Obat ini diberikan dengan dosis 30-60 mg/kg per kali, dengan kecepatan
maksimal 15 mg/kg/jam dan total dosis per hari tidak melebihi 4-6 gram.
b. Deferipron
Deferipron merupakan kelator besi bidentat oral yang membutuhkan tiga
molekul untuk bergabung dengan satu atom besi. Obat ini diabsorbsi oleh
saluran gastrointestinal, yang mempunyai waktu paruh sekitar 90 menit (2-
3 jam). Besi yang telah dikelasi akan diekskresi utamanya melalui urin
(90%) dan sisanya melalui feses (10%). Beberapa penelitian menganjurkan
pemberian deferipron saja atau dikombinasikan dengan deferoksamin untuk
menurunkan kelebihan besi di jantung, meningkatkan fungsi jantung, dan
mencegah terjadinya penyakit jantung yang diinduksi oleh besi. Efek
samping dari deferipron meliputi gangguan gastrointestinal, utamanya mual
dan muntah yang terjadi pada sekitar 33% pasien. Artropati dengan
artralgia dan efusi pada beberapa sendi terjadi pada sekitar 15% pasien.
c. Deferasirox

11
Deferasirox adalah kelator oral berupa tablet dispersible. Bioavailabilitas
oralnya baik dan waktu paruhnya panjang, sehingga sesuai untuk
pemberian satu kali per hari. Dosis dimulai dari 20 hingga 40 mg/kg/hari.
Tablet dicampurkan ke dalam air, jus apel, atau jus jeruk, dan sebaiknya
dikonsumsi dalam keadaan perut kosong 30 menit sebelum atau setelah
makan.
3. Cangkok sumsum tulang (CST) adalah kuratif pada penderita thalasemia dan
telah terbukti keberhasilanya secara meningkat, meskipun pada penderita yang
telah menerima transfusi sangat banyak. Namun, prosedur ini membawa cukup
resiko sehingga hanya untuk penderita yang mempunya saudara kandung yang
sehat.

12
BAB II

KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Pengkajian merupakan proses awal seorang perawat melakukan tindakan,
dimana perawat akan mendapatkan data dari pasien (Mitcheel., 2015), yaitu :
1. Identitas
Meliputi nama, umur, nama ayah dan ibu, pekerjaan ayah dan ibu,
alamat, suku, agama, dan pendidikan. Untuk umur pasien thalasemia biasanya
terjadi pada anak dengan usia kurang dari 1 tahun dan bersifat herediter
2. Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan perasaan yang dirasakan pasien disaat
perawat melakukan pengkajian saat itu juga. Anak thalasemia biasanya
mengeluh pucat, badan terasa lemas, tidak bisa beraktivitas dengan normal,
tidak nafsu makan, sesak nafas dan badan kekuningan
3. Riwayat kehamilan dan kelahiran
a. Antenatal (Riwayat ibu saat hamil)
b. Pada saat masa antenatal, diturunkan secara autosom dari ibu atau ayah
yang menderita thalasemia, sehingga setelah lahir anak beresiko menderita
thalasemia.
c. Natal
Saat masa natal terjadi peningkatan Hb F pada anak thalasemia
d. Prenatal
Pada saat masa prenatal, terjadi Penghambatan pembentukan rantai β pada
anak thalasemia
4. Riwayat kesehatan dahulu
Riwayat kesehatan dahulu merupakan riwayat kesehatan pasien pada saat
sebelum pasien dirawat sekarang. Dimana anak thalasemia cenderung memiliki

13
riwayat kesehatan yang mudah terkena infeksi saluran pernafasan atas atau
infeksi lainya. Ini dikarenakan rendahnya Hb yang berfungsi sebagai alat
transport, selain itu kesehatan anak di masa lampau cenderung mengeluh lemas.
5. Riwayat keluarga
Pada pengkajian ini dilihat dari genogram keluarga, karena riwayat
keluarga dapat dilihat dari komposisi keluarga pasien bisa dari orang tua, nenek
kakek, saudara atau yang lainya yang masih dalam komposisi keluarga pasien.
Untuk penyakit thalasemia yang merupakan penyakit keturunan, perlu dikaji
lebih dalam orang tua dari anak penderita thalasemia. Apabila kedua orangtua
menderita thalasemia, maka anaknya beresiko menderita thalasemia.
6. Riwayat sosial
Riwayat sosial yang dimaksud yaitu riwayat hubungan anak dengan
lingkungan baik rumah, sekolah, ataupun yang lain. Pada anak thalasemia saat
di lingkungan rumah maupun sekolah tetap melakukan hubungan dengan teman
sebaya, akan tetapi ada anak yang cenderung lebih menarik diri.
7. Pemeriksaan tingkat perkembangan
Pemeriksaan tingkat perkembangan adalah pemeriksaan yang bermaksud
menilai tumbuh kembang sang anak selama ini. Apakah berjalan dengan baik
tumbuh kembang anak atau tidak, karena tumbuh kembang dapat
mempengaruhi banyak faktor salah satunya motorik anak. Sering didapatkan
data adanya kecenderungan gangguan terhadap tumbuh kembang sejak masih
bayi. Terutama untuk thalasemia mayor, pertumbuhan fisik anak masuk dalam
kategori kecil untuk umurnya dan adanya keterlambatan dalam kematangan
seksual, seperti tidak ada pertumbuhan rambut pubis dan ketiak. Kecerdasan
anak juga mengalami penurunan namun, pada jenis thalasemia minor, sering
terlihat pertumbuhan dan perkembangan anak normal.
8. Kebutuhan dasar
Merupakan pengkajian aktivitas sehari-hari pada pasien baik saat di
rumah maupun di rumah sakit, diantaranya :
a. Pola makan
Pada pola makan dapat dikaji dari porsi yang dihabiskan pasien, berapa kali
pasien makan, apakah timbul mual muntah, apa ada diit tertentu yang

14
dilakukan dan juga apa mengalami penurunan berat badan yang berlebih.
Pada anak thalasemia, terjadi penurunan nafsu makan sehingga berat badan
rendah dan tidak sesuai dengan usia sang anak.
b. Pola tidur
Pola tidur dapat dikaji dari kenyamanan pasien, dan waktu tidur. Anak
thalasemia biasanya tidak ada gangguan, karena mereka banyak yang
memilih tidur ataupun beristirahat dari pada beraktivitas.
c. Kebersihan diri
Kebersihan diri dapat dikaji dari tingkat kemandirian pasien saat melakukan
kebersihan seperti mandi, berpakaian, ataupun buang air. Pada anak
thalasemia saat melakukan kebersihan diri biasanya tidak bisa secara
mandiri, mereka harus dengan bantuan orang lain, karena fisik mereka
mudah lelah.
d. Aktivitas
Aktivitas adalah kegiatan yang dapat dilakukan pasien saat di rumah dan
juga dirumah sakit. Pada anak thalasemia biasanya dapat melakukan
aktivitas seperti biasanya akan tetapi tidak dibebaskan, karena anak mudah
merasa lelah dan cenderung banyak beristirahat.
e. Eliminasi
Eliminasi adalah pola dari BAB dan BAK seorang pasien. Selain itu
eliminasi dapat mengkaji tingkat output cairan, keluhan saat eliminasi, dan
juga waktu eliminasi pada BAB dan BAK. Pada anak thalasemia bisa terjadi
konstipasi maupun diare untuk pola BAB sedangkan pola BAK, biasanya
anak thalasemia nomal seperti anak yang lain.
9. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan untuk melihat tanda pasti pada pasien.
Pemeriksaan fisik dilakukan secara Head To Toe, diantaranya :
a. Keadaan umum
Anak biasanya terlihat lemah dan kurang bergairah, tidak selincah anak lain
yang seusianya.
b. Tanda-tanda vital
1) Tekanan Darah : Hipotensi (<90/60 mmHg)

15
2) Nadi : Takikardi (>90x/menit)
3) Pernafasan : Takipnea (>20x/menit)
4) Suhu : Naik/turun (>37.2oC/<36.6oC)
c. Tinggi Badan/Berat Badan
Pertumbuhan fisik dan berat badan anak thalasemia mengalami penurunan
atau tidak sesuai dengan usianya
d. Kepala dan bentuk muka
Pada anak thalasemia yang belum/tdak mendapatkan pengobatan
mempunyai bentuk yang khas, yaitu kepala membesar dan muka
mongoloid, jarak mata lebar, serta tulang dahi terlihat lebar.
e. Mata
Pada bagian konjungtiva terlihat pucat (anemis) dan kekuningan
f. Hidung
Pada penderita thalasemia biasanya tidak terdapat pangkal hidung
g. Telinga
Pada anak thalasemia tidak memiliki gangguan pada telinga
h. Mulut
Bagian mukosa pada mulut terlihat pucat
i. Dada
Pada inspeksi cenderung terlihat dada sebelah kiri menonjol akibat adanya
pembesaran jantung yang disebabkan oleh anemia kronik
j. Abdomen
Pada saat inspeksi terlihat membuncit, dan saat di palpasi ada pembesaran
limfa dan hati (hepatospeknomegali)
k. Kulit
Warna kulit pucat kekuningan, jika anak sering mendapatkan tansfusi maka
warna kulit akan menjadi kelabu seperti besi. Hal ini terjadi karena adanya
penimbunan zat besi pada jaringan kulit (hemosiderosis)
l. Ekstermitas
Dapat terjadi fraktur patologik yaitu fraktur yang terjadi pada tulang karena
adanya kelainan/penyakit yang menyebabkan kelemahan pada tulang.

16
B. Diagnosa keperawatan
Menurut Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (Perifer, 2017),
diagnosa yang dapat muncul pada pasien thalasemia yaitu :
1. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan kelemahan
a. Definisi
Intoleransi aktivitas adalah ketidakcukupan energi untuk melakukan
aktivitas sehari- hari
b. Gejala dan Tanda
1) Mengeluh lelah
2) Frekuensi jantung meningkat >20% dari kondisi istirahat
3) Dispnea saat/setelah aktivitas
4) Merasa tidak nyaman setelah beraktivitas, lemas
5) Tekanan darah berubah >20% dari kondisi istirahat
6) Gambaran EKG menunjukkan iskemia/aritmia saat/setelah aktivitas
7) Sianosis
2. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan konsentrasi
hemoglobin
a. Definisi
Perfusi perifer tidak efektif adalah penurunan sirkulasi darah pada level
kapiler yang dapat mengganggu metabolisme tubuh
b. Gejala dan tanda mayor
1) Pengisian kapiler >3 detik
2) Nadi perifer menurun atau tidak teraba
3) Akral teraba dingin
4) Warna kulit pucat
5) Turgor kulit menurun
6) Parastesia
7) Nyeri ektermitas
8) Edema
9) Penyembuhan luka lambat
10) Indeks ankle-brachial <0,90
11) Bruit femoral

17
3. Risiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan tubuh
skunder (penurunan hemoglobin)
a. Definisi
Risiko infeksi adalah berisiko mengalami peningkatan terserang organism
patogenik.
b. Faktor risiko
1) Penyakit kronis
2) Efek prosedur invasif
3) Peningkatan paparan organism patogen lingkungan
4) Malnutrisi
5) Ketidakedekuatan pertahanan tubuh primer
a) Gangguan peristaltic
b) Kerusakan integritas kulit
c) Perubahan sekresi pH
d) Statis cairan tubuh
6) Ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder
a) Penurunan hemoglobin
b) Imunosupresi
c) Vaksinasi tidak adekuat
d) Supresi respon inflamasi

C. Intervensi
Tahap perencanaan dilakukan setelah diagnosis dirumuskan. Adapun
kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah menyusun prioritas masalah,
merumuskan tujuan dan kriteria hasil, memilih strategi asuhan keperawatan,
melakukan konsultasi dengan tenaga kesehatan lain, dan menuliskan atau
mendokumentasikan rencana asuhan keperawatan (Nurjanna Tunnaim, 2019).
Menurut Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (2018) bahwa intervensi yang
tepat dari 3 diagnosa diatas, adalah :
1. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan kelemahan
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
masalah intoleransi aktivitas pada klien teratasi.

18
Kriteria hasil :
a. Adanya peningkatan aktivitas sehari-hari
b. Tanda-tanda vital dalam batas normal
c. Level kelemahan berkurang
2. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan konsentrasi
hemoglobin
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan
klien menunjukkan perfusi yang adekuat
Kriteria Hasil : Tanda-tanda vital stabil; membrane mukosa warna merah muda,
pengisian kapiler baik, keluaran urine adekuat dan keadaan mental seperti biasa
3. Resiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan skunder
(penurunan hemoglobin)
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan 3x24 jam diharapkan tidak
terjadi infeksi pada klien
Kriteria Hasil : Klien terbebas dari tanda dan gejala infeksi, menunjukkan
kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi

D. Implementasi
Implementasi merupakan tahap keempat dari proses keperawatan. Tahap
implementasi adalah tahap melakukan rencana yang telah dibuat pada klien.
Adapun kegiatan yang ada dalam tahap implementasi meliputi pengkajian ulang,
memperbaharui data dasar, meninjau dan merevisi rencana asuhan yang telah
dibuat, dan melaksanakan intervensi keperawatan yang telah direncanakan
(Nurjanna Tunnaim, 2019).

E. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah proses keperawatan yang memungkinkan
perawat untuk menentukan apakah intervensi keperawatan telah berhasil
meningkatkan kondisi klien. Tahap akhir dari proses keperawatan adalah evaluasi.
Ada tahap ini, kegiatan yang dilakukan adalah mengkaji respon klien setelah
dilakukan intervensi keperawatan, membandingkan respon klien dengan kriteria

19
hasil, memodifikasi asuhan keperawatan sesuai dengan hasil evaluasi, dan mengkaji
ulang asuhan keperawatan yang telah diberikan (Nurjanna Tunnaim, 2019).
Dari diagnosa yang ada dan kegiatan yang dilakukan dalam evaluasi ini
adalah mengevaluasi kondisi klien berdasarkan penilaian subyek, untuk
dibandingkan dengan hasil obyek yang diperoleh selama tindakan dilakukan,
kemudian hasil tersebut dianalisis untuk kemudian diambil kesipulan bahwa
masalah teratasi, teratasi sebagian, atau tidak teratasi, setelah itu baru perencanaan
lanjutan yang akan di lakukan berdasarkan hasil analisa dengan cara
membandingkan antara SOAP dengan tujuan, kriteria hasil yang telah di tetapkan.
Format evaluasi mengguanakan (Fandi, 2018) :

S : subjective adalah informasi yang berupa ungkapan yang didapat dari klien
setelah tindakan diperbaiki
O : objective adalah informasi yang didapat berupa hasil pengamatan, penilaian,
pengukuran, yang dilakukan oleh perawat setelah dilakukan tindakan
A : analisa/asesmen adalah membandingkan antara informasi subjektif dan objektif
dengan tujuan dan kriteria hasil, kemudian diambil kesimpulan bahwa masalah
teratasi, masalah belum teratasi, masalah teratasi sebagian, atau muncul masalah
baru.
P : planning adalah rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan berdasarkan
hasil analisa, baik itu rencana diteruskan, dimodifikasi, dibatalkan ada masalah
baru, selesai (tujuan tercapai).

20
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

Kasus : Seorang pasien atas nama An. D (12 th) dengan diagnosa medis Thalasemia.
Dirawat di rumah sakit dengan keluhan ibu pasien mengatakan anaknya pucat,
Konjungtiva anemis, Bibir pucat, Akral dingin, pada tanggal 8 Juli 2019 jam 08.00 wit
ibu pasien membawa anaknya ke poli anak, kemudian dianjurkan untuk cek
laboraturium dan hasilnya Hb kurang (7,6 g/dl), pada jam 12.00 wit pasien di antar ke
ruangan anggrek untuk rawat inap dan melakukan transfusi darah.

A. Pengkajian
Tanggal masuk rumah sakit : 8 Juli 2019 / jam : 12.30 wit
No.Rekam Medik : 212670
1. Identitas Anak
Nama : An. D
Tanggal lahir : 30 Januari 2007
Jenis kelamin : Laki – laki (12 tahun)
Tanggal MRS : 8 Juli 2019
Diagnosa medis : Thalasemia
Sumber informasi : Pasien, ibu pasien, dan status pasien

Identitas Orang Tua


Nama ayah : Tn.S
Nama ibu : Ny.P
Pekerjaan ayah/ibu : Karyawan swasta / IRT
Pendidikan ayah/ibu : SMA / SMA
Agama : Islam
Suku/ bangsa : Jawa / Indonesia

21
2. Riwayat Keperawatan
a. Riwayat Penyakit sekarang
1) Keluhan utama
Saat MRS : ibu pasien mengatakan anaknya pucat.
Saat Pengkajian : ibu pasien mengatakan anaknya pucat.
2) Riwayat penyakit saat ini
Ibu pasien mengatakan anaknya pucat , pada tanggal 8 Juli 2019 jam
08.00 wit ibu pasien membawa anaknya ke poli anak, kemudian
dianjurkan untuk cek laboraturium dan hasilnya Hb kurang (7,6 g/dl),
pada jam 12.00 wit pasien di antar ke ruangan anggrek untuk rawat inap
dan melakukan transfusi darah.
3) Riwayat penyakit dahulu
Ibu pasien mengatakan asien menderita thalasemia sudah ±9 tahun dan
kini usianya 12 tahun. Pada usia 3 tahun pasien di diagnosa thalasemi di
RS. dengan keluhan saat itu pasien terlihat pucat dan lemas. Mulai saat
itu setiap bulannya pasien rutin melakukan transfusi darah sampai
sekarang.
4) Riwayat persalinan
Antenatal : ibu pasien berkata selama masa kehamilan ibu pasien rutin
memeriksakan kehamilanya di bidan dan selama hamil tidak pernah ada
keluhan penyakit apapun.
Natal : Ibu pasien mengatakan pasien lahir dengan normal di bidan, saat
lahir kondisi pasien sehat, menangis spontan, BB lahir 3 kg 3 ons, PB
lahir : 49 cm, jenis kelamin : laki-laki.
Post natal : Ibu pasien mengatakan setelah lahir pasien dapat menetek
ASI ibunya dan tidak ada keluhan apapun pada pasien.
b. Riwayat keperawatan keluarga
1) Riwayat kesehatan ibu
Ibu pasien mengatakan pernah menderita sakit ringan seperti batuk,
pilek, dan demam. Tidak pernah menderita penyakit seperti yang
diderita pasien (thalasemia).
2) Riwayat kesehatan keluarga

22
Ibu pasien mengatakan paman pasien menderita peyakit yang sama
dengan pasien (thalsemia)
c. Riwayat nutrisi
Nutrisi pasien terpenuhi
Di rumah sakit : makan setengah porsi
minum : ± 1000cc/hari

Di rumah : makanan yang disajikan selalu habis

minum : ±1000cc/hari

Status gizi baik

BB saat ini : 39 kg

BB saat MRS : 39 kg

TB : 132 cm

Usia : 12 tahun

d. Riwayat Imunisasi

No Jenis Imunisasi Waktu Reaksi Setelah


Pemberian pemberian
1 BCG Lupa Lupa
2 DPT(I,II,III) Lupa Lupa
3 Polio (I,II,III,1V) Lupa Lupa
4 Campak Lupa Lupa
5 Hepatitis B (I,II,III) Lupa Lupa
Keterangan : Ibu pasien mengatakan lupa dan buku KMsnya sudah hilang

e. Riwayat Tumbuh Kembang


1) Pertumbuhan Fisik
BB saat ini : 39 Kg, TB :132cm, LK :50cm, LLA :20 cm
BB lahir : 3Kg 3ons, panjang lahir : 132cm
Waktu tumbuh gigi : 9 bulan
2) Perkembangan tiap tahap
Usia anak saat
a) Berguling : 4 bulan

23
b) Duduk : 7 bulan
c) Merangkak : 9 bulan
d) Berdiri : 12 bulan
e) Berjalan : 14 bulan
f) Senyum kepada orang lain pertama kali : 3 bulan
g) Bicara pertama kali : 6 bulan
h) Berpakaian tanpa bantu : 4 Tahun
f. Riwayat Nutrisi
1) Pemberian ASI
a) Pertama kali di susui : saat bayi baru lahir
b) Cara pemberian : setiap kali menanangis
c) Lama pemberian : dari lahir sampai Usia 2 tahun
2) Pemberian susu formula
a) Alasan pemberian : pasien kurang kalau hanya ASI
b) Jumlah pemberian : ± 2 botol/hari (400 cc)
c) Cara pemberian : dengan menggunakan Dot
3) Pola perubahan nutrisi tiap tahap usia sampai nutrisi saat ini

Usia Jenis Nutrisi Lama pemberian


0 – 6 bulan ASI + susu formula 6 bulan
6 – 12 bulan ASI + susu formula + 6 bulan
bubur
2 tahun - saat ini ASI Nasi + sayur + lauk + 10 bahun
buah + susu

3. Observasi dan Pengkajian Fisik (body of system)


Keadaan umum : Cukup
TD : 100/70 mmHg
N : 65 x/menit
S : 36,2 0C
RR : 21 x/menit
a. Pernafasan

24
Bentuk dada simetris antara kanan dan kiri, Pola nafas teratur , Retraksi
otot, bantu nafas tidak ada, Perfusi thorak sonor, Alat bantu pernafasan tidak
ada, Batuk tidak ada
b. Kardiovaskuler
Irama jantung teratur (reguler), Bunyi jantung BJ I dan BJ II tunggal,
Capillary Refill Time (CRT) < 3 detik
c. Pesyarafan
Kesadaran : composmentis
Istirahat tidur : ± 10 jam / hari
d. Genitourinaria
Tidak terkaji pasien malu, BAK ±5 x/hari warna : kuning pekat, jumlah :
±400cc/hari
e. Pencernaan Mulut
Mukosa mulut lembab, Bibir lembab dan pucat, Kebersihan rongga mulut
bersih, Suara serak, tidak ada batuk
f. Abdomen
Bentuk : buncit
Palpasi
I II
IV III

Kwadran I : Teraba organ hepar (hepatomegali) ± 3 cm (2 jari)


dibawa arcus costa paling bawah, tepi tajam, padat
kenyal.
I : Tidak teraba organ.
III : Teraba organ limfa (splenomegali), S4 (titik garis
shcufner ke-4).
IV : Tidak teraba organ Bising usus 11 x/menit.
g. Muskuloskeletal dan integument
1) Kemampuan pergerakan sendi lengan dan tungkai baik (pasien mampu
menggerakan dengan bebas tanpa keluhan)
2) Kekuatan otot baik 5 5 (mampu menahan dorongan kuat)

25
5 5
3) Akral dingin
4) Turgor kulit elastic
5) Kelembapan kulit cukup
6) Warna kulit kehitaman
7) CRT < 3 detik
h. Endokrin
Pembesaran kelenjar tiroid tidak ada, Pembesaran kelenjar parotis tidak ada,
Hiperglikemi tidak ada, Hipoglikemi tidak ada.
i. Pengindraan
1) Mata
Bentuk simetris antara kanan dan kiri, Pergerakan bola mata normal,
Pupil reaksi cahaya (+), bila diberi cahaya mengecil dan melebar jika
gelap, Konjungtiva anemis, Sklera icterus, Palbebra tidak cowong dan
tidak ada benjolan.
2) Hidung
Bentuk hidung simetris, Lubang hidung bersih, tidak ada sekret dan
sumbatan benda asing.
3) Kepala
Rambut hitam, Pertumbuhan rambut merata, Dahi lebar
4) Telinga
Bentuk simetris antara kanan dan kiri, Tulang rawan elastic
j. Aspek psikososial
1) Ekspresi afek dan emosi wajah pasien murung dan gelisah.
2) Dampak hospitalisasi pada anak : pasien cemas dengan sering bertanya-
tanya tentang perkembangan kesehatannya, pasien selalu mengeluh dan
bosan dirumah sakit, pasien mengatakan pengen cepat pulang kerumah
dan bisa masuk sekolah lagi.
4. Klasifikasi dan Analisa Data

No Kelompok Data Kemungkinan Penyebab Masalah


1. DS : Produksi eritrosit Perubahan perfusi

26
- Ibu pasien mengatakan menurun jaringan
anaknya pucat.
- Ibu pasien mengatakan Hb menurun
di diagnose sakit
Thalasemi sejak usia 3 Suplai O2 Menurun
tahun dan rutin setiap
bulanya transfusi. Perubahan
DO : perfusi jaringan
- k/u cukup
- Pasien puca
- Konjungtiva anemis
- Bibir pucat
- Akral dingin
- TTV :
TD : 100/70 mmHg
N : 65x/menit
S : 36,20C
RR : 21x/mnit
2. DS : Perubahan status Reaksi
- Pasien selalu mengeluh kesehatan Hospitalisasi
bosan dirumah sakit
- Pasien mengatakan Tindakan
pengen cepat pulang Hospitalisasi
kerumahnya dan masuk
sekolah lagi. Reaksi
DO : Hospitalisasi
- Ekspresi wajah pasien
murung dan gelisah.
- pasien cemas dengan
sering bertanya-tanya
tentang perkembangan
kesehatannya.

27
B. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan pengkajian diatas maka dapat di tentukan diagnosa
keperawatan dan prioritas masalah yang dapat di ambil adalah seperti sebagai
berikut :
1. Perubahan perfusi Jaringan berhubungan dengan penurunan suplai O2 ke
jaringan ditandai dengan pasien yang terlihat pucat, konjungtiva anemis dan
akral dingin.
2. Reaksi Hospitalisasi berhubungan dengan perubahan status kesehatan ditandai
dengan Ekspresi wajah pasien murung, gelisah dan pasien cemas dengan sering
bertanya-tanya tentang perkembangan.

C. Intervensi

No. / Diagnosa Tujuan dan Rencana Rasional


Tgl Keperawatan Kriteria Hasil Tindakan
1./ Perubahan perfusi Tujuan : 1. Observasi 1. Perubahan
8 Juli
jaringan berhubungan - Setelah TTV perfusi
2019
dengan penurunan dilakukan 2. Tinggikan jaringan dapat
suplai O2 ke jaringan tindakan kepala di menyebakan
ditandai dengan keperawatan tempat tidur terjadinya
pasien yang terlihat 1x24 jam 3. Pertahankan perubahan TD
pucat, konjungtiva diharap suhu dan penurunan
anemis dan akral perfusi lingkungan RR.
dingin. jaringan agar tetap 2. Meningkatkan
adekuat. hangat ekspansi paru
4. Batasi dan
Kriteria Hasil : aktivitas memaksimalk
- k/u baik pasien an oksigenasi
- Pasien tidak 5. Kolaborasi paru untuk
pucat dengan kebutuhan
- Konjungtiva dokter seluler.

28
tidak anemis dalam 3. Dengan suhu
Warna sclera pemberian yang hangat
putih tidak terapi dan dapat
- TTV : tranfusi meningkatkan
TD : 90-120/ darah perfusi
60-80 mmHg jaringan.
N : 80-100 4. Mencegah
x/menit Psien
S : 36,5 – 37,5 kelelahan.
0C 5. Untuk
RR: 20-30 meningkatka
x/menit Hb.

2./ Reaksi Hospitalisasi Tujuan : 1. Lakukan 1. Memudahkan


8 Juli
berhubungan dengan - Setelah pendekatan intervensi dan
2019
perubahan status dilakukan pada pasien. pasien tidak
kesehatan ditandai tindakan 2. Ciptakan takut.
dengan Ekspresi keperawatan lingkungan 2. Memberikan
wajah pasien murung, 1x24 jam yang tenang rasa nyaman
gelisah dan pasien diharapkan dan pada pasien.
cemas dengan sering dampak nyaman. 3. Motivasi
bertanya-tanya hospitalisasi 3. Berikan membantu
tentang minimal. motivasi pasien untuk
perkembangan. pasien untuk mengekstern
Kriteria Hasil : mengungka alisasikan
- Pasien pkan pikiran kecemasan
tenang,wajah dan yang
tidak murung, perasaan. dirasakan.
tidak selalu 4. Anjurkan 4. Agar pasien
mengeluh dan pada selalu berasa
tidak cemas keluaraga seperti berada
untuk sering dirumah dan
berkunjung. selalu terhibur.

29
D. Implementasi

Hari ke – 1 (tanggal 8 Juli 2019)

No Tgl Jam Tindakan Keperawatan


Dx. 8 Juli 12.15 1. Mengobservasi TTV :
1 2019
TD : 100/70 mmHg
N : 65 x/menit
S : 36,2 0C
RR : 21 x/menit
12.30 2. Meninggikan kepala dengan mengatur tempat tidur untuk
dinaikan ±350 , saat tidur kepala lebih tinggi dari badan
dengan diganjal mengguanakan bantal.
3. Mempertahankan suhu lingkungan agar tetap hangat.
12.35
- Memakaikan selimut saat tidur
- Menganjurkan untuk memakai baju yang tebal.
- Menganjurkan saat mandi menggunakan air hangat.
4. Membatasi aktivitas pasien.
12.45
- Membantu pasien dalam beraktivitas (makan, minum,
dan ke kamar mandi).
5. Memberikan infus NaCl 0,9% 10 tpm, kemudian
13.00
memasukkan tranfusi darah.
- Sebelumnya transfusi dimasukkan memeriksa kondisi
pasien, mencocokan identitas, memeriksa suhu pasien
36,2oC.
- Kolf ke I ( jam : 13.00- 15.00 wit)
- Jenis PRC jumlah 125cc
- Golongan darah O
Dx. 8 Juli 12.34 1. Melakukan pendekatan pada pasien.
2 2019
- Pasien mau mengungkapkan perasaanya dia pengen
cepat pulang dan masuk sekolah lagi, serta dia merasa
sudah bosen.
2. Menciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman.

30
12.35 - Membatasi pengunjung yang masuk diruangan.
3. Memberikan motivasi pasien untuk mengungkapkan
12.45 pikiran dan perasaan.
- Memberikan semangat untuk pasien agar tetap sabar
dalam menjalani masa pengobatan agar cepat sembuh
dan bisa bermain dengan teman-temannya lagi.
4. Menganjurkan pada keluarga untuk sering berkunjung.

Hari ke – 2 (tanggal 9 Juli 2019)

No. Tgl Jam Tindakan Keperawatan


Dx. 9 Juli 08.00 1. Mengobservasi TTV :
1 2019
TD : 110/70 mmHg
N : 68 x/menit
S : 37 0C
RR : 28 x/menit
08.15 2. Meninggikan kepala dengan mengatur tempat tidur untuk
dinaikan ±350 , saat tidur kepala lebih tinggi dari badan
dengan diganjal mengguanakan bantal.
3. Mempertahankan suhu lingkungan agar tetap hangat.
08.40
- Memakaikan selimut saat tidur
- Menganjurkan untuk memakai baju yang tebal.
- Menganjurkan saat mandi menggunakan air hangat.
4. Membatasi aktivitas pasien.
08.50
- Membantu pasien dalam beraktivitas (makan, minum,
dan ke kamar mandi).
09.00 5. Memberikan infus NaCl 0,9 % (10 tpm) kemudian
memasukkan tranfusi darah.
- Sebelumnya transfusi dimasukkan memeriksa kondisi
pasien, mencocokan identitas, memeriksa suhu pasien
370C.
- Kolf ke II (jam : 08.00- 10.00 wit)
- Jenis PRC jumlah 125cc

31
- Golongan darah O

Dx. 9 Juli 08.00 1. Melakukan pendekatan pada pasien.


2 2019
- Pasien mengatakan lebih nyaman dan tenang sudah
tidak bosan lagi.
2. Menciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman.
- Membatasi pengunjung yang masuk diruangan.
3. Memberikan motivasi pasien untuk mengungkapkan
pikiran dan perasaan.
- Memberikan semangat untuk pasien agar tetap sabar
dalam menjalani masa pengobatan agar cepat sembuh
dan bisa bermain dengan teman-temannya lagi.
4. Menganjurkan pada keluarga untuk sering berkunjung.

E. Evaluasi

Hari ke-1 (tanggal 8 Juli 2019)

No. Tanggal Evaluasi


Dx. 8 Juli 2019 S:
1 Ibu pasien mengatakan anaknya masih pucat
O:
- Pasien pucat
- Konjungtiva anemis
- Bibir pucat
- Sklera ikteri
- Kulit kehitaman
- TTV :
TD : 100/70 mmHg
N : 65 x/menit
S : 36,2 0C
RR : 21 x/menit
A : Masalah belum teratasi

32
P : Intervens dilanjutkan No 1 – 5
Dx. 8 Juli 2019 S:
2 Pasien mengatakan bosan dan kapan sembuh bisa pulang
kerumah
O:
- Ekspresi afek dan emosi wajah pasien
- Murung dan gelisah.
- Pasien cemas dengan masih sering bertanya-tanya tentang
perkembangan kesehatannya.
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi nomor 1 – 4

Hari ke-1 (tanggal 9 Juli 2019)

No. Tanggal Evaluasi


Dx. 9 Juli 2019 S:
1 Ibu pasien mengatakan anaknya masih saja pucat
O:
- Pasien pucat
- Konjungtiva anemis
- Bibir pucat
- Akral dingain
- TTV :
TD : 110/70 mmHg
N : 68 x/menit
S : 37 0C
RR : 28 x/menit
A : Masalah belum teratasi
P : Intervens dilanjutkan No 1 – 5
Dx. 9 Juli 2019 S:
2 Pasien mengatakan lebih nyaman dan tenang sudah tidak bosan
lagi.
O:

33
- Pasien tenang dan tidak gelisah
- Pasien tidak bertanya-tanya lagi tentang
- Ekspresi afek dan emosi wajah pasien terlihat ceria.
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi nomor 1 – 4

BAB IV
PENUTUP

34
A. Kesimpilan
Penyakit Thalasemia adalah salah satu jenis penyakit kelainan darah
bawaan. Thalasemia merupakan sindrom kelainan yang diwariskan (inherited) atau
keturunan dan masuk ke dalam kelompok hemoglobinopati, yakni kelainan yang
disebabkan oleh gangguan sintesis hemoglobin akibat mutasi di dalam atau dekat
gen globin yang merupakan akibat dari ketidakseimbangan pembuatan salah satu
dari keempat rantai asam amino yang membentuk hemoglobin.
Tanda dan gejala yang timbul adalah lemah, perkembangan fisik tidak
sesuai umur di sebabkan karena pertumbuhan sel dan otak yang terhambat oleh
karena suplai oksigen atau Na ke jaringan yang menurun, berat badan berkurang,
tidak bisa hidup tanpa tranfusi darah, anemia, pembesaran limpah, perubahan
bentuk wajah,penonjolan tulang tengkorak, terjadi peningkatan pertumbuhan tulang
maksila, terjadi facecoley, hepatomegali dan kecemasan.
Talasemia dibedakan menjadi dua jenis, jenis yang pertama Talasemia
Minor (bentuk heterozigot) dan Talasemia mayor/homozygous beta (bentuk
homozigot), selain itu menurut beberapa pendapat jenis-jenis atau klasifikasi
Thalasemia juga dibedakan dengan 2 nama berbeda yaitu Thalasemia alfa (α) dan
Thalasemia beta (β).

B. Saran
Demikian yang dapat kami sampaikan semoga dengan disusunya makalah
Asuhan Keperawatan Thalasemia pada anak ini diharapkan dapat menjadi sarana
bagi mahasiswa untuk dapat mampu lebih memahami tentang bagaimana Askep
dari Thalasemia itu sendiri. Seperti yang di bahas pada mata kuliah Keperawatan
Anak II ini. Serta diharapkan bagi pembaca agar dapat menelaah apa yang tertulis
dalam makalah ini dengan mudah.

35
DAFTAR PUSTAKA

Agustin, R., Zuraida, R., Kedokteran, F., & Lampung, U. (2020). Penatalaksanaan
Holistik pada Pasien Anak Usia 8 Tahun dengan Diagnosis Talasemia Melalui
Pendekatan Kedokteran Keluarga Holistic Management In Children Aged 8 Years
with a Diagnosis of Thalassemia Through Family Medicine Approaches. 866, 1–
11.

Amelia, R., Labellapansa, A., & Siswanto, A. (2018). Sistem Pakar Sebagai Alat Bantu
Untuk Pendekatan Diagnosis Penyakit Thalasemia Pada Anak Menggunakan
Metode Dempster-Shafer. It Journal Research and Development, 2(2), 14–23.
https://doi.org/10.25299/itjrd.2018.vol2(2).1034

Astarani, K. Siburian, G. G. (2016). Gambaran Kecemasan Orang Tua Pada Anak


Dengan Thalasemia. Journal of Chemical Information and Modeling, 9(1), 22.

Astarani, K., & Siburian, G. G. (2016). GAMBARAN KECEMASAN ORANG TUA


PADA ANAK DENGAN THALASEMIA OVERVIEW OF ANXIETY IN CHILDREN
WITH PARENTS THALASSEMIA Kili.

Dautzenberg, B., Wilde, N. J., Strauss, E., Tulsky, D. S., Beatrix, W., Gods, D., …
Timmann, D. (2015). 済 無 No Title No Title. Journal of Chemical Information
and Modeling, 53(1), 1–13.

Efendi, Y. (2016). Diagnosis Kanker Darah pada Anak menggunakan Inferensi Forward
Chaining. SATIN – Sains Dan Teknologi Informasi Journal, 2(1), 1–6.

Fandi, A. (2018). Konsep Teori Asuhan Keperawatan. High School Of Health Sciences,
v(1), 89.

Fitrianda, M. I. (2020). Hubungan Antar Kadar Serum Feritin Dengan Kadar Serum
TSH dan FT4 pada Pasien Thalassemia mayor di RS. Jember. Jember: Digital
Repository Universitas Jember.

Mitcheel. (2015). Keperawatan Anak Dengan Thalasemia.

Nurjanna Tunnaim. (2019). Asuhan Keperawatan Anak dengan Thalasemia di Ruang


Rawat Melati RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda. Karya Tulis Ilmiah.
Perifer, P. J. (2017). Asuhan keperawatan anak thalasemia dengan diagnosa prioritas
ketidakefektifan perfusi jaringan perifer. 1(2), 100–108.

Pertiwi, D. Y., & Maryatmi, A. S. (2019). Gambaran Subjective Well Being Pada Ibu
Yang Memiliki Anak Thalasemia Di Perumahan X. Ikraith-Humaniora, 3(1), 118–
127.

Setiyawan. (2013). 済 無 No Title No Title. Journal of Chemical Information and


Modeling, 53(9), 1689–1699.

Susanto, H. (2019). Korelasi kadar HBA2 dengan indeks mentzer pada pasien
thalasemia. Anakes : Jurnal Ilmiah Analis Kesehatan, 5(1), 53–64. Retrieved from
p-issn: 2088-5687

37

Anda mungkin juga menyukai