Disusun Oleh :
Kelompok 1
1. P2790111506 Endah Pujiari
2. P27901115065 Hani Aulia
3. P27901115066 Hastin Ayu
Dinamarta
4. P27901115067 Hilda Puspa Yanti
5. P27901115068 Idri Astiyah
6. P27901115069 M. Dede Yusuf
D.W
7. P27901115096 Yuliyati
Mutmainnah
Tingkat 2B D3 Keperawatan
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
Rahmat dan Karunia-Nya, kami sebagai tim penyusun dapat menyelesaikan
makalah ini dengan judul Standar Operasional Proseddur Dan Lerbar Observasi
Tindakan Keperawatan Perawatan Infus Pada Bayi Dan Anak sebaik-baiknya dan
tepat pada waktunya.
Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas kelompok dalam mata
kuliah Maternitas.
selaku dosen pembimbing mata kuliah Maternitas serta kepada semua pihak
yang turut membantu dalam penyelesaian makalah ini.
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.......................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan............................................................................ 2
D. Manfaat Penulisan.......................................................................... 3
E. Metode Penulisan........................................................................... 3
A. Kesimpulan.................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 19
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di rumah sakit pasien mendapatkan terapi dan perawatan untuk dapat
sembuh, dimana kebanyakan pasien yang di rawat di rumah sakit diberikan
pemberian terapi intravena. Pemberian cairan intravena yaitu memasukkan
cairan atau obat langsung ke dalam pembuluh darah vena dalam jumlah dan
waktu tertentu dengan menggunakan infus set (Perry dan Potter, 2005). Bila
terapi intra vena hanya diperkirakan untuk jangka pendek, akses ke sirkulasi
biasanya melalui vena dipunggung telapak tangan, pergelangan tangan atau
dilengan bawah. Bila terapi intra vena dilakukan untuk jangka panjang,
beberapa hari atau minggu, biasanya kanulasi dilakukan di vena subklavia
atau vena jugularis internal. Prosedur ini merupakan prosedur infasif, oleh
karena itu teknik asepsis perlu dilakukan untuk mengurangi risiko infeksi
(Ruth Johnson, Wendy Taylor. 2004).
Salah satu dari banyak komplikasi pemasangan infus adalah plebitis.
Plebitis sering dijumpai berkaitan dengan intra vena kateter, dengan tingkat
kejadian 25% sampai 35% (H imam Rasjidi. 2008).
Menurut Perry dan Potter (2005), plebitis adalah peradangan vena
yang disebabkan oleh kateter atau iritasi kimiawi zat aditif dan obatobatan
yang diberikan secara intravena. Tanda dan gejalanya meliputi nyeri,
peningkatan temperatur kulit diatas vena, dan beberapa kasus, timbul
kemerahan ditempat insersi atau di sepanjang jalur vena.
Menurut Chris Brookke (2008), Etiologi plebitis antara lain
berdasarkan mekanismenya disebabkan oleh kanula di dalam vena,
berdasarkan kimiawi disebabkan oleh zat yang diinfus, berdasarkan bakteri
disebabkan oleh infeksi lokal.
Dalam salah satu penelitian jurnal kesehatan Rumah Sakit pada kasus
plebitis atau infeksi area pemasangan infus banyak dijumpai pada pasien
anak.
1
Fenomena tersebut menggambarkan bahwa masih ditemukan angka
kejadian plebitis diruang rawat inap anak. Hal tersebut menunjukan bahwa
prevalensi kejadian plebitis masih dibawah standar indikator mutu Rumah
Sakit. Berdasarkan hal di atas kelompok kemudian mencari materi berkaitan
dengan tindakan keperawatan dalam perawatan infus anak serta standar
operasional prosedur dan lembar observasi.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari kebutuhan cairan dan perawatan infus pada anak?
2. Apa saja Jenis-jenis Cairan Intravena?
3. Apa Tujuan Perawatan Infus?
4. Apa Indikasi dan kontra indikasi Perawatan infus pada anak?
5. Apa gangguan Atau Masalah-Masalah Yang Berkaitan Dengan
Pemenuhan Kebutuhan Cairan?
6. Apa saja Komplikasi Pemasangan Terapi Intravena?
7. Bagaimana Prosedur perawatan infus pada anak?
C. Tujuan Penulisan
B. Manfaat Penulisan
Bagi penulis, penyusunan makalah ini bermanfaat ganda, yaitu selain
lebih memahami tentang Standar Operasional Proseddur Dan Lerbar
Observasi Tindakan Keperawatan Perawatan Infus Pada Bayi Dan Anak,
2
penulis juga bisa mengasah dan mengembangkan kemampuannya di bidang
penulisan makalah. Sedangkan bagi pembaca khususnya mahasiswa,
makalah ini sebagai salah satu bahan acuan pembelajaran dan referensi
pustaka bagi mahasiswa.
C. Metode Penulisan
Adapun metode yang digunakan dalam penyusunan makalah ini, yaitu
browsing dan kajian pustaka. Browsing adalah metode yang dilakukan
dengan cara mencari bahan-bahan yang berkaitan dengan judul makalah
melalui akses internet. Dan kajian pustaka adalah metode yang dilakukan
dengan cara mecari bahan-bahan yang berkaitan dengan judul mekalah
melalui sumber buku.
3
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Pengertian
1. Pengertian kebutuhan cairan pada anak
Cairan tubuh adalah larutan yang terdiri dari air ( pelarut) dan zat
tertentu (zat terlarut). Keseimbangan cairan berarti adanya distribusi yang
normal dari air tubuh total ke dalam seluruh bagian tubuh.
Pada tubuh terdapat hampir 90% dari total berat badan adalah cairan.
Persentasi cairan tubuh manusia berbeda sesuai dengan usia. Persentasi
cairan tubuh pada bayi sekitar 75%, anak 70%, pria dewasa 57%, wanita
dewasa 55% dan dewasa tua 45% dari berat tubuh total. Persentasi yang
bervariasi tersebut dipengaruhi oleh lemak dalam tubuh dan jenis kelamin.
4
1. Ginjal
2. Kulit
3. Paru-paru
4. Gastrointestinal
5
Menurut SOP Keperawatan perawatan infus adalah perawatan pada
tempat pemasangan infus.
Perawatan infus merupakan tindakan yang dilakukan perawat kepada
pasie yang telah dilakukan pemasangan infus sesuai prosedur yang
dilakukan dalam 24-72 jam setelah pemasangan infus yang bertujuan
menhindari terjadinya infus.
Jadi secara umum perawatan infus pada anak merupakan tindakan
keperawatan yang dilakukan pada daerah pemasangan infus untuk
mencegah terjadinya infeksi pada anak.
6
Berdasarkan osmolalitasnya, menurut Perry dan Potter, (2005) cairan
intravena (infus) dibagi menjadi 3, yaitu :
a. Cairan bersifat isotonis : osmolaritas (tingkat kepekatan) cairannya
mendekati serum (bagian cair dari komponen darah), sehingga terus
berada di dalam pembuluh darah. Bermanfaat pada pasien yang
mengalami hipovolemi (kekurangan cairan tubuh, sehingga tekanan
darah terus menurun). Memiliki risiko terjadinya overload (kelebihan
cairan), khususnya pada penyakit gagal jantung kongestif dan
hipertensi. Contohnya adalah cairan Ringer-Laktat (RL), dan normal
saline/larutan garam fisiologis (NaCl 0,9%).
b. Cairan bersifat hipotonis : osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan
serum (konsentrasi ion Na+ lebih rendah dibandingkan serum),
sehingga larut dalam serum, dan menurunkan osmolaritas serum. Maka
cairan ditarik dari dalam pembuluh darah keluar ke jaringan sekitarnya
(prinsip cairan berpindah dari osmolaritas rendah ke osmolaritas tinggi),
sampai akhirnya mengisi sel-sel yang dituju. Digunakan pada keadaan
sel mengalami dehidrasi, misalnya pada pasien cuci darah (dialisis)
dalam terapi diuretik, juga pada pasien hiperglikemia (kadar gula darah
tinggi) dengan ketoasidosis diabetik. Komplikasi yang membahayakan
adalah perpindahan tiba-tiba cairan dari dalam pembuluh darah ke sel,
menyebabkan kolaps kardiovaskular dan peningkatan tekanan
intrakranial (dalam otak) pada beberapa orang. Contohnya adalah NaCl
45% dan Dekstrosa 2,5%.
c. Cairan bersifat hipertonis : osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan
serum, sehingga menarik cairan dan elektrolit dari jaringan dan sel ke
dalam pembuluh darah. Mampu menstabilkan tekanan darah,
meningkatkan produksi urin, dan mengurangi edema (bengkak).
Penggunaannya kontradiktif dengan cairan hipotonik. Misalnya
Dextrose 5%, NaCl 45% hipertonik, Dextrose 5%+Ringer-Lactate.
7
2. Menjaga agar kebutuhan cairan atau nutrisi parenteral tetap adequat.
3. Mempertahankan posisi-posisi intra-vena line (IV-line) dalam keadaan
adequat.
1. Intake cairan
2. Output Cairan
Kehilangan cairan tubuh melalui empat rute (proses) yaitu :
a. Urine
Proses pembentukan urine oleh ginjal dan ekskresi melalui
traktus urinarius merupakan proses output cairan tubuh yang utama.
8
Dalam kondisi normal output urine sekitar 1400-1500 ml per 24 jam,
atau sekitar 30-50 ml per jam pada orang dewasa. Pada orang yang
sehat kemungkinan produksi urine bervariasi dalam setiap harinya,
bila aktivitas kelenjar keringat meningkat maka produksi urine akan
menurun sebagai upaya tetap mempertahankan keseimbangan dalam
tubuh.
b. IWL (Insesible Water Loss)
IWL terjadi melalui paru-paru dan kulit. Melalui kulit dengan
mekanisme diffusi. Pada orang dewasa normal kehilangan cairan
tubuh melalui proses ini adalah berkisar 300-400 ml per hari, tetapi
bila proses respirasi atau suhu tubuh meningkat maka IWL dapat
meningkat. IWL Dewasa : 15 cc/kg BB/hari. Sedangkan IWL Anak :
(30-usia{tahun}cc/kgBB/hari.
c. Keringat
Berkeringat terjadi sebagai respon terhadap kondisi tubuh yang
panas, respon ini berasal dari anterior hypotalamus, sedangkan
impulsnya ditransfer melalui sumsum tulang belakang yang
dirangsang oleh susunan syaraf simpatis pada kulit.
d. Feses
Pengeluaran air melalui feses berkisar antara 100-200 ml per
hari, yang diatur melalui mekanisme reabsorbsi di dalam mukosa usus
besar (kolon).
Hal hal yang perlu di perhatikan:
1) Rata-rata cairan per hari
a) Air minum : 1500-2500 ml
b) Air dari makanan :750 ml
c) Air dari hasil oksidasi atau metabolisme :200 ml
2) Rata- rata haluaran cairan per hari
a) Urin : 1400 -1500 ml
9
b) Iwl
c) Paru : 350 -400 ml
d) Kulit : 350 400 ml
e) Keringat : 100 ml
f) Feses : 100 -200 ml
1. Diare
Diare adalah frekwensi buang air besar dalam bentuk cairan lebih
dari tiga kali, dalam satu hari .Biasanya berlangsung dua hari atau lebih,
selain itu tinja atau feses penderita masih memiliki kandungan air
berlebihan, kira kira 200 gram.Diare merupakan keadaan yang paling
sering menyebabkan kehilangan cairan dalam jumlah besar.Di seluruh
dunia, 4 juta anak-anak meninggal setiap tahun karena dehidrasi akibat
diare.
2. Nefritis
3. Anoreksia
10
Gagal ginjal adalah keadaan dimana ginjal tidak dapat melakukan
kerja sesuai dengan fungsinya. Berkaitan dengan keseimbangan cairan,
dengan ketidakmampuan ginjal melakukan fungsinya maka
keseimbangan cairan dalam darah tidak akan di filtrasi ataupun di
reabsorbsi oleh ginjal sehingga cairan tersebut masih akan bercampur
dalam darah.
1. Flebitis
Inflamasi vena yang disebabkan oleh iritasi kimia maupun
mekanik. Kondisi ini dikarakteristikkan dengan adanya daerah yang
memerah dan hangat di sekitar daerah insersi/penusukan atau sepanjang
vena, nyeri atau rasa lunak pada area insersi atau sepanjang vena, dan
pembengkakan.
2. Infiltrasi
Infiltrasi terjadi ketika cairan IV memasuki ruang subkutan di
sekeliling tempat pungsi vena. Infiltrasi ditunjukkan dengan adanya
pembengkakan (akibat peningkatan cairan di jaringan), palor (disebabkan
oleh sirkulasi yang menurun) di sekitar area insersi, ketidaknyamanan
dan penurunan kecepatan aliran secara nyata. Infiltrasi mudah dikenali
jika tempat penusukan lebih besar daripada tempat yang sama di
ekstremitas yang berlawanan. Suatu cara yang lebih dipercaya untuk
memastikan infiltrasi adalah dengan memasang torniket di atas atau di
daerah proksimal dari tempat pemasangan infus dan mengencangkan
11
torniket tersebut secukupnya untuk menghentikan aliran vena. Jika infus
tetap menetes meskipun ada obstruksi vena, berarti terjadi infiltrasi.
3. Iritasi vena
Kondisi ini ditandai dengan nyeri selama diinfus, kemerahan pada
kulit di atas area insersi. Iritasi vena bisa terjadi karena cairan dengan pH
tinggi, pH rendah atau osmolaritas yang tinggi (misal: phenytoin,
vancomycin, eritromycin, dan nafcillin)
4. Hematoma
Hematoma terjadi sebagai akibat kebocoran darah ke jaringan di
sekitar area insersi. Hal ini disebabkan oleh pecahnya dinding vena yang
berlawanan selama penusukan vena, jarum keluar vena, dan tekanan yang
tidak sesuai yang diberikan ke tempat penusukan setelah jarum atau
kateter dilepaskan. Tanda dan gejala hematoma yaitu ekimosis,
pembengkakan segera pada tempat penusukan, dan kebocoran darah pada
tempat penusukan.
5. Tromboflebitis
Tromboflebitis menggambarkan adanya bekuan ditambah
peradangan dalam vena. Karakteristik tromboflebitis adalah adanya nyeri
yang terlokalisasi, kemerahan, rasa hangat, dan pembengkakan di sekitar
area insersi atau sepanjang vena, imobilisasi ekstremitas karena adanya
rasa tidak nyaman dan pembengkakan, kecepatan aliran yang tersendat,
demam, malaise, dan leukositosis.
6. Trombosis
Trombosis ditandai dengan nyeri, kemerahan, bengkak pada vena,
dan aliran infus berhenti. Trombosis disebabkan oleh injuri sel endotel
dinding vena, pelekatan platelet.
7. Occlusion
Occlusion ditandai dengan tidak adanya penambahan aliran ketika
botol dinaikkan, aliran balik darah di selang infus, dan tidak nyaman
pada area pemasangan/insersi. Occlusion disebabkan oleh gangguan
aliran IV, aliran balik darah ketika pasien berjalan, dan selang diklem
terlalu lama.
8. Spasme vena K
Kondisi ini ditandai dengan nyeri sepanjang vena, kulit pucat di
sekitar vena, aliran berhenti meskipun klem sudah dibuka maksimal.
Spasme vena bisa disebabkan oleh pemberian darah atau cairan yang
12
dingin, iritasi vena oleh obat atau cairan yang mudah mengiritasi vena
dan aliran yang terlalu cepat.
9. Reaksi vasovagal
Digambarkan dengan klien tiba-tiba terjadi kollaps pada vena,
dingin, berkeringat, pingsan, pusing, mual dan penurunan tekanan darah.
Reaksi vasovagal bisa disebabkan oleh nyeri atau kecemasan
10. Kerusakan syaraf, tendon dan ligament
Kondisi ini ditandai oleh nyeri ekstrem, kebas/mati rasa, dan
kontraksi otot. Efek lambat yang bisa muncul adalah paralysis, mati
rasa dan deformitas. Kondisi ini disebabkan oleh tehnik pemasangan
yang tidak tepat sehingga menimbulkan injuri di sekitar syaraf, tendon
dan ligament.
13
Celemek atau baraschot.
Handscoen steril
Persiapan alat-alat yang digunakan
Baki yang beralasi yang berisi :
1. Pinset anatomis steril : 3 buah
2. Kassa steril
3. Plester atau hypavic atau transparan dressing dan gunting plester
4. Alkohol swab
5. Cairan NaCl 0,9%
6. Petunjuk waktu
7. Bengkok 1 buah atau kantung sampah
8. Perlak atau pengalas
4) Prosedur kerja
Fase Orientasi
1. Memberikan salam dan menyapa nama klien
2. Memperkenalkan diri
3. Memverifikasi data dan tanyakan kondisi klien
4. Menjelaskan tujuan dan langkah prosedur yang akan dilakukan
kepada orang tua dan menanyakan kesiapan
5. Mendekatkan alat ke dekat klien
Fase Kerja
6. Membuka alat yang harus dibuka sebelum memakai handscoen
7. Pasang perlak dibawah sekitar luka infus
8. Siapkan plester atau transparan dressing sesuai kebutuhan
9. Dekatkan bengkok atau kantung sampah dekat area kerja
10. Bila perlu terlebih dahulu klem selang infus untuk
menghentikan sementara cairan infus
11. Cuci tangan dan memakai handscoen
12. Membasahi plester dengan alkohol swab dan buka balutan
dengan menggunakan pinset
13. Membersihkan bekas plester dengan alkohol swab
menggunakan pinset
14
14. Membersihkan daerah sekitar tempat penusukan dengan kassa
yang dibasahi NaCl dan dilanjutkan kassa kering, sekaligus
observasi daerah penusukan adalah tanda-tanda infeksi atau
flebitis (merah, bengkak, nyeri)
15. Menutup daerah penusukan jarum infus dengan kassa steril
dengan rapi, bila dengan menggunakan transparan dressing
tidak perlu ditutup dengan kassa
16. Melepas handsoen
17. Memasang plester penutup (Gunakan kembali spalk untuk
memfiksasi daerah infus)
18. Mengatur tetesan infus sesuai program
Fase Terminasi
19. Rapihkan klien dan rapihkan alat
20. Lepaskan Alat Pelindung Diri (APD)
21. Tanyakan respon klien setelah dilakukan tindakan, beri pujian
anak atas kerja samanya
22. Cuci tangan dan bereskan alat
23. Dokumentasi tindakan dalam catatan tindakan keperawatan
15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penderita anak sering mengalami gangguan homeostasis, termasuk
homeostasis air dan elektrolit. Perbaikan maupun perburukan keadaan klinis
berjalan parallel dengan perubahan-perubahan pada variable fisiologis.
Total cairan tubuh dapat diperkirakan dari berat badan. Kebutuhan
rumatan air dan elektrolit tergantung pada banyaknya air yang keluar
melalui urine, feses, dan insensible losses. Jumlah total air dan elektrolit
dalam tubuh merupakan hasil dari pengaturan keseimbangan antara intake
dan output.
Penatalaksanaan cairan dan elektrolit pada penderita anak didasarkan
pada prinsip-prinsip fisiologi. Meskipun demikian ini tidaklah sama halnya
dengan membuat normal semua variable fisiologis, tetapi harus
mempertimbangkandasar penyebab gangguannya. Kegagalan dalam
melakukan ini dapat mengakibatkan harm kepada penderita.
Mempertahankan suatu infus intravena yang sedang terpasang
merupakan tugas perawat yang menuntut pengetahuan serta ketrampilan
tentang pemasangan dan perawatan infus, prinsipprinsip aliran, selain itu
pasien harus dikaji dengan teliti baik komplikasi lokal maupun sisitemik.
Jika plebitis terjadi maka masukan terapi cairan intravena pasien harus
mendapat pengawasan dan observasi yang ketat.
Pemasangan dan perawatan infus memerlukan kompetensi perawat
dalam mengontrol angka kejadian flebitis. Roe (2001) menyatakan bahwa
kompetensi itu adalah kemampuan untuk melaksanakan satu tugas atau
peran, kemampuan mengintegrasikan pengetahuan, keterampilan-
keterampilan, sikap-sikap dan nilai nilai pribadi, dan kemampuan untuk
membangun pengetahuan dan keterampilan yang didasarkan pada
pengalaman dan pembelajaran yang dilakukan. Kompetensi menurut
Undang-Undang Keperawatan Bab IV pasal 16 ayat (2), standart
kompetensi perawat meliputi aspek pengetahuan, keterampilan, sikap,
mental, moral, penguasaan bahasa dan tehnologi. Kompetensi perawat
dalam hal pemasangan, dan perawatan infus harus mencakup aspek
pengetahuan, keterampilan, sikap dan tehnologi untuk mengurangi angka
16
kejadian flebitis, sehingga citra dan kualitas pelayanan rumah sakit dapat
tercapai.
17
DAFTAR PUSTAKA
18