Anda di halaman 1dari 126

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Makhluk hidup memiliki ciri di antaranya dapat berkembang biak, begitu
juga dengan manusia. Manusia hanya mengalami reproduksi secara kawin
(seksual/generatif). Laki-laki dan perempuan memiliki sistem reproduksi yang
berbeda sesuai dengan fungsinya.
Organ reproduksi laki-laki terdiri atas testis, saluran pengeluaran, dan
penis. Testis berfungsi sebagai penghasil sperma. Proses pembentukan sperma
disebut spermatogenesis. Testis berjumlah sepasang dan terletak pada kantong
yang disebut skortum.
Organ reproduksi pada wanita terdiri atas ovarium, tuba Fallopi, uterus dan
vagina. Ovarium terletak di bawah perut, dan berfungsi sebagai tempat produksi
ovum (Sel Telur). Tuba Fallopi (saluran telur atau oviduk) berbentuk seperti
pipa dan ujungnya berbentuk corong dengan rumbai-rumbai. Rumbai ini
berfungsi untuk menangkap ovum yang dilepaskan ovarium. Uterus atau rahim
merupakan tempat tumbuh dan berkembangnya janin. Vagina merupakan tempat
keluarnya bayi saat dilahirkan.
Proses reproduksi pada manusia diawali dengan pembentukan sel kelamin
pada laki-laki dan perempuan. Pembentukan sel kelamin pada laki-laki (sperma)
disebut spermatogenesis.
Proses kehamilan akan terjadi jika ovum dibuahi oleh sperma. Peristiwa
pembuahan ovum oleh sperma disebut fertilisasi. Fertilisasi terjadi pada tuba
Fallopi. Sel telur yang telah dibuahi disebut zigot. Zigot bergerak menuju rahim.
Dalam perjalanannya menuju rahim, zigot membelah berulang kali membentuk
embrio. Selanjutnya, embrio akan menempel pada dinding rahim. Embrio akan
tumbuh dan berkembang di dalam rahim membentuk janin. Janin akan keluar
sebagai bayi setelah sekitar 9 bulan berada di dalam rahim.
Penyakit pada sistem reproduksi biasa disebabkan oleh jamur, bakteri atau
virus. Bakteri dapat menyebabkan beberapa gangguan pada organ reproduksi
terutama organ reproduksi pada wanita. Keputihan dengan warna hijau dan bau
merupakan salah satu gangguan yang disebabkan oleh bakteri. Bakteri juga

1
dapat menyebabkan gangguan lebih lanjut berupa kista bahkan hingga
menimbulkan kanker rahim.

1.2. Rumusan Masalah


Dalam penulisan makalah ini terdapat beberapa rumusan masalah
diantaranya:
1. Bagaimana gangguan sistem reproduksi Penyakit Menular Seksual?
2. Bagaimana gangguan sistem reproduksi Ibu Resiko HIV/AIDS?
3. Bagaimana gangguan sistem reproduksi Gangguan Menstruasi?
4. Bagaimana gangguan sistem reproduksi Tumor Alat Reproduksi?
5. Bagaimana gangguan sistem reproduksi Kanker Alat Reproduksi?

1.3. Tujuan Penulisan


Makalah ini bertujuan untuk lebih mengetahui serta memberi pemahaman
kepada mahasiswa tentang Konsep Gangguan Sistem Reproduksi, kemudian
makalah ini juga mempunyai tujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah
Keperawatan Maternitas.

1.4. Manfaat Penulisan


Bagi penulis, penyusunan makalah ini bermanfaat ganda, yaitu selain lebih
memahami tentang Konsep Gangguan Sistem Reproduksi , penulis juga bisa
mengasah dan mengembangkan kemampuannya di bidang penulisan makalah.
Sedangkan bagi pembaca khususnya mahasiswa, makalah ini sebagai salah satu
bahan acuan pembelajaran dan referensi pustaka bagi mahasiswa.

2
BAB 2

KAJIAN TEORI

2.1. Gangguan Sistem Reproduksi Penyakit Menular Seksual


2.1.1. Definisi
PMS adalah infeksi atau penyakit yang di tularkan melalui
hubungan seks (oral, anal, vagina) atau penyakit kelamin atau infeksi
yang di tularkan melalui hubungan seks yang dapat menyerang alat
kelamin dengan atau tanpa gejala dapat muncul dan menyerang mata,
mulut, saluran pencernaan, hati, otak, serta organ tubuh lainnya,
misalnya HIV/AIDS, Hepatitis B.
Penyakit menular seksual merupakan penyakit ditakuti oleh setiap
orang. Angka kejadian penyakit ini termasuk tinggi di Indonesia.
Kelompok resiko yang rentan terinfeksi tentunya adalah seseorang yang
sering jajan alias punya kebiasaan perilaku yang tidak sehat.
Infeksi yang ditularkan lewat hubungan seksual, atau Penyakit
kelamin menular adalah penyakit yang cara penularanyya melalui
hubungan kelamin. Yang ditularkan dari satu orang ke orang lain saaat
berhubungan badan. Tempat terjangkitnya penyakit tersebut tidak
semata-mata pada alat kelamin saja, tetapi dapat terjadi diberbagai
tempat diluar alat kelamin.yang tergolong dari penyakkit ini adalah :
sifilis, gonore, ulkus mola, linfegranuloma venereum, granuloma
inguinale.

2.1.2. Gejala Penyakit Menular Seksual


1. Keluar Cairan/keputihan yang tidak normal dari vagina atau penis.
Pada wanita, terjadi peningkatan keputihan. Warnanya bisa menjadi
lebih putih, kekuningan, kehijauan, atau kemerah mudaan.
Keputihan b memiliki bau yang tidak sedap dan berlendir.
2. Pada pria, rasa panas seperti terbakar atau sakit selama atau setelah
kencing, biasanya disebabkan oleh PMS. Pada wanita, beberapa
gejala dapat disebabkan oleh PMS tapi juga disebabkan oleh infeksi
kandung kencing yang tidak ditularkan melalui hubungan seksual.

3
3. Luka terbuka dan atau luka basah disekitar alat kelamin atau mulut.
Luka tersebut dapat terasa sakit atau tidak.
4. Tonjolan kecil-kecil (papules) disekitar alat kelamin
5. Kemerahan di sekitar alat kelamin
6. Pada pria, rasa sakit atau kemerahan terjadi pada kantung zakar
7. Rasa sakit diperut bagian bawah yang muncul dan hilang, dan tidak
berhubungan dengan menstruasi
8. Bercak darah setelah hubungan seksual
9. Anus gatal atau iritasi.
10. Pembengkakan kelenjar getah bening di selangkangan.
11. Nyeri di paha atau perut lebih rendah.
12. Pendarahan pada vagina .
13. Nyeri atau pembengkakan testis.
14. Pembengkakan atau kemerahan dari vagina.
15. Nyeri seks
16. Perubahan pada kulit di sekitar kemaluan
17. Terasa sakit pada daerah pinggul (wanita)

2.1.3. Cara Penularan


Penularan PMS pada umumnya adalah melalui hubungan seksual
(95 %), sedangkan cara lainnya yaitu melalui transfusi darah, jarum
suntik, plasenta (dari ibu kepada anak yang dikandungannya).

2.1.4. Bahaya atau Akibat Penyakit Menular Seksual


1. Menimbulkan rasa sakit
2. Infertilisasi
3. Abortus
4. Ca cerviks
5. Merusak penglihatan, hati dan otak
6. Menular pada bayi
7. Rentan terhadap HIV/AIDS
8. Tidak dapat disembuhkan
9. Kematian.

4
2.1.5 Peningkatan Angka Kejadian Penyakit Menular Seksual
1. Kontrasepsi, timbul perasaan aman tidak terjadi kehamilan
2. Seks, bebas, norma moral yang menurun
3. Kurangnya pemahaman tentang seksualitas dan PMS
4. Transportasi yang makin lancar, mobilitas tinggi
5. Urbanisasi dan pengangguran
6. Kemiskinan
7. Pengetahuan
8. Pelacuran

2.1.6. Tipe Penyakit Menular Seksual Yang Umum Terjadi


1. Gonorhea
Penyakit ini paling banyak di jumpai di jajaran penyakit
menular seksual, namun mudah di obati. Tetapi jika terlambat
pengobatannya atau kurang tepat penanganannya dapat
menimbulkan komplikasi yang fatal, karena di jumpai 30 % - 50 %
kasus dengan strain yang resistensi terhadapa pengobatan
(penicillinase Producing Neisseria Gonorhoe / PPNG) dan sering
infeksi terjadi bersamaan dengan mikroorganisme lain seperti
chlamidia. Gonorea juga bisa menyerang wanita hamil dan dalam
kehamilan biassanya di jumpai dalam bentuk menahun.
a. Penyebab
- Infeksi gonore disebabkan oleh bakteri Nisseria Gonococcus
- Sifat bakteri
Bakteri mati dalam 1-2 jam pengeringan, bakteri mati
dengan uap 550C selama 5 menit, bakteri mati dengan
AgNO3 selama 2 menit.
b. Patofisiologis
- Laki-laki : Uretritis, prostatitis, epididimitis, orchitis,
vesikulitis
- Wanita : bartholinitis, cystitis, salfingitis
c. Gejala
1) Masa inkubasi 2-5 hari
2) Gejala pada pria meliputi :

5
- Rasa gatal dan panas di ujung kemaluan
- Rasa sakit saat kencing dan banyak kencing
- Keluar nanah pada ujung kemaluan kadang bercampur
darah
- Nyeri waktu ereksi
- Komplikasi : prostatitis dapat berlanjut ke epididmitis,
orchitis kemudian vesikulitis
3) Gejala pada wanita
- Gejala tersembunyi (carrier) karena yang terkena
pertama kali adalah mulut rahim, rasa sakit kurang,
genetalia luar tenang
- Mengeluarkan keputihan seperti nanah
- Nyeri pada daerah punggung
- Komplikasi : bartholinitis, dapat berlanjut ke cystitis
kemudian salfingitis.
d. Therapi
1) Pada individu dan ibu hamil diberikan salah satu
antibiotika di bawah ini :
- Ampisilin 2 gram IV dosis awal lanjutkan dengan 3x1
gram oral selama 7 hari.
- Ampisilin + sulbaktam 2,25 gram oral dosis tunggal
- Spektinomisin 2 gram IM dosis tunggal
- Sefriakson 500 mg IM dosis tunggal
2) Pada masa nifas, diberikan salah satu di bawah ini :
- Siprofloksasin 1 gram oral dosis tunggal
- Trimethoprim + sulfamethoksazo (160 = 800 mg) 5
kaplet dosis tunggal
3) Konjungtivitis pada bayi di obati dengan garamisin tetes
mata 3x2 tetes dan di berikan salah satu antibiotika di
bawah ini:
- Ampisilin 50 mg/kg BB IM selama 7 hari
- Amoksisilin = asam kalvulanat 50 mg/kg BB IM
selama 7 hari
- Sefriakson 50 mg/kg BB IM dosis tunggal

6
4) Lakukan konseling tentang penggunaan metode barier
dalam melakukan hubungan seksual selama pengobatan
dan resiko PMS terhadap ibu dan bayi (bila hamil).
5) Berikan pengobatan yang sama pada pasangannya
6) Buat jadwal kunjungan ulang dan pastikan pesien akan
menyelesaikan pengobatan sampai tuntas
2. Clamidia
Penyakit ini keerabannya sangat tinggi. Penjalaran penyakit
sama dengan gonorea yaitu di mulai dari serviks ataupun uretra ke
atas. Dan juga menyebabkan infertilitas serta meningkatkan resiko
kehamilan dan persalinan. Selain itu pada bayi yang lahir
pervaginam dapat terinfeksi penyakit yang sama dan dapat
mengalami konjungtivitis.
a. Penyebab
1) Infeksi ini disebabkan oleh chlamydia Tranchomatis
2) Sifat bakteri
Infektivitas hilang pada suhu 600C selama 10 menit, pada
suhu -500C sampai -700C infektivitas bertahan bertahun-
tahun, infektivitas hilang oleh eter selama 30 menit atau
fenol 0,5% selama 24 jam.
b. Patofisiologi
1) Sama dengan gonorea yaitu mulai dari serviks ataupun
uretra keatas yang menyebabkan bartholinitis, uretitis,
endometritis, salfingitis yang dapat mengakibatkan
infertilitas.
2) Pada kehamilan resiko meningkat karena dapat abortus,
kematian janin, persalinan prematur, ketuban pecah dini,
dan endometritis post abortum maupun post partum.
3) Pada bayi yang lahir pervaginam dapat mengalami
konjungtivitis inklusi dalam 2 minggu pertama
kehidupannya. Pneumonia dapat terjadi pada usia 3-4
bulan. Selain itu dapat terjadi otitis media, obstruksi nasal
dan bronkhiolitis.

7
c. Gejala
1) Masa inkubasi 1 4 minggu
2) Lesi primer sama dengan papula, vesikua didaerah genital
kemudian pecah menjadi ulkus dan sembuh sendiri, keluar
keputihan encer berwarna putih kekuningan. Rasa terbakar
saat buang air kecil.
3) Lesi sekunder (1 minggu 2 bulan) sama dengan
limfadenitis dengan bengkak, merah, sakit dan supuratif.
4) Pada kasusu kronis terjadi elefanfiasi genital oleh karena
obstruksi saluran limfe.
d. Komplikasi
1) Penyakit radang panggul kemungkinan kemandulan
2) Kehamilan di luar kandungan
3) Rasa sakit kronis di rongga panggul
4) Infeksi mata berat
5) Infeksi pneumonia pada bayi baru lahir
6) Memudahkan penularan HIV
e. Terapi
Di berikan antibiotika sulfonomida, tetrasiklin
3. Herpes Genitalis
Infeksi herpes virus harmonis pada orang dewasa ringan.
Walaupun demikian penyakit ini dapat menyebabkan kematian janin
dan bayi. Herpes genetalis merupakan virus yang senantiasa bersifat
kronik, rekuren dan dapat dikatakan sulit di obati.
a. Penyebab
Virus Herpes Simplek tipe II merupakan penyebab herpes
genetalis dengan gelembung-gelembung berisi cairan di vulva,
vagina, dan serviks, yang di kenal dengan nama herpes
simpleks. Di negara dengan prevalensi AIDS tinggi, herpes
genetalis dihubungkan dengan kemungkinan HIV(+).
b. Gejala
1) Masa inkubasi 3 5 hari
2) Infeksi primer sekitar 3 minggu

8
3) Lesi vasikulo ulseratif penis pada laki-laki dan serviks,
vagina, vulva atau perineum pada wanita
4) Rasa sangat nyeri
5) Demam, disuria dan malaise
6) Limfe denopati inguinal
7) Gejala kambuh lagi tetapi tidak seperti senyeri pada tahap
awal, biasanya hilang timbul dan menetap seumur hidup
c. Komplikasi
1) Rasa nyeri berasal dari syaraf
2) Penularan pada bayi dapat terjadi karena hematogen
melalui plasenta, penjalaran keatas dari vagina ke janin
apabila ketuban pecah, melalui kontak langsung pada
waktu bayi lahir
3) Pada kehamilan dapat mengakibatkan keguguran dan
kematian pada bayi.
d. Terapi
1) Diberikan anti virus yaitu Acyclovir
2) Bedrest, Neurotropik dan suport stamina
3) Persalinan dengan seksio cesarea jika terdapat perlukaan
4. Sifilis
Penyakit ini kini agak jarang ditemukan apalagi setelah
diperkenalkannya antibiotika penisilin. Penyakit ini menyerang
semua organ tubuh. Dalam banyak kasus tidak diketahui bahwa
seorang menderita sifilis karena kemungkinan asimptomatik cukup
besar. Sifilis dapat di klasifikasikan menjadi 3 yaitu sifilis primer
(stadium I), sifilis sekunder (standium II) sifilis laten (stadium III).
Penyakit sifilis yang terberat adalah sifilis kongenital.
a. Penyebab
Infeksi sifilis ini di sebabkan oleh bakteri treponema pallida
dengan sifat bakteri yaitu sukar untuk di biakan, bakteri mati
pada suhu 390C selama 5 jam, bakteri mati pada suhu 41,50C
selama 1 jam, bakteri mati pada suhu 400C selama 1 3 hari.
b. Patofisiologi

9
Dapat menyerang semua organ tubuh sehingga cairan tubuh
mengandung treponema pallida. Stadium lanjut menyerang
sistem kardiovaskuler, otak dan susunan syaraf, serta dapat
menjadi sifilis kongenital. Penjalaran menuju janin dalam
kandungan dapat menimbulkan cacat bawaan dan infeksi dini
pada saat persalinan.
c. Gejala
1) Stadium laten
- Dapat terjadi 3 10 tahun setelah guma
- Menyerang kardiovaskuler, otak, susunan syaraf dan
organ lain
2) Sifilis kongenital
- Pemfigus sifilitikus, deskuaminasi pada telapak kaki
dan tangan serta rhagade di kanan kiri mulut.
- Pada persalinan tampak janin ataupu plasenta yang
hidropik
d. Komplikasi
1) Menyebabkan kerusakan berat pada otak dan jantung
2) Kehamilan dapat menimbulkan kelainan pada plasenta
lebih besar, pucat, keabu-abuan dan licin
3) Kehamilan <16 minggu dapat mengakibatkan kematian
janin
4) Kehamilan lanjut dapat menyebabkan kehalahiran bayi
prematur dan menimbulkan cacat.
e. Terapi
1) Di berikan salah satu antibiotika di bawah ini :
- Benzatin penisilin 4,8 juta unit IM setiap minggu
hingga 4x pemberian
- Doksisilin hingga 600 mg oral dosis awal di lanjutkan
2x 100 mg oral hingga 20 hari
- Sefriakson 500 mg IM selama 10 hari.
2) Pada bayi harus benar-benar menderita sifilis dengan
pemeriksaan cairan serebro spinalis dan uji serologi
benar di berikan salah satu antibiotika di bawah ini :

10
- Banzatin penisilin 300 ribu unit / kg BB / mg sampai
4x pemberian
- Sefriakson 50 mg/kg BB dosis tunggal / hari 10 hari
3) Pastikan pengobatan lengkap dan terjadwal
4) Pantau lesi kronik / gejala lain yang menyertai
5. Hepatitis B
Penularan infeksi Hepatitis B di Amerika Serikat ternyata
paling sering terjadi akibat hubungan seksual. Hepatitis B ini sering
di jumpai pada remaja dan orang dewasa serta pada wanita hamil.
Terutama dalam trimester III biasanya lebih parah, dan
menyebabkan nekrosis hati yang laus dengan angka kematian
maternal dan fetal yang tinggi. Janin yang di kandung dapat tertular
penyakit yang sama.
a. Penyebab
1) Di sebabkan oleh virus hepatitis B
2) Yang penularannya melalui darah dan produk darah yaitu
bisa bisa melalui luka, kontak seksual, operasi, medikasi,
infus dan injeksi serta vertika dan ibu kepada bayinya.
b. Patofisiologi
1) Gejala akut sering karier, ditandai dengan anoreksia, rasa
mual, febris, nyeri, tekan pada perut kanan atas.
2) Tidak di waspadai dapat berlanjut menjadi kronik
3) Pada kehamilan gejala sering di tafsirkan sebagai
hiperemesis gravidarum
4) Diagnosa dapat di tegakan berdasarkan pemeriksaan
serologic
5) Dapat menjadi kanker hati dan menginfeksi janin pada
wanita hamil
c. Gejala
1) Masa inkubasi 60-90 hari
2) Gejala akut meliputi demam, nyeri tekan perut kanan atas,
mual, muntah, anoreksia, dan malaise serta ikterik
3) Gejala kronis meliputi hepatitis persisten kronik, sirosis
hepatitis, hepatoma.

11
d. Terapi
1) Bed rest
2) Perbaikan KU
3) Makan makanan yang mengandung protein dan kalori
tinggi
4) Pada orang yang positif terkena Hepatitis B di berikan
imunisasi HBIG (Hepatitis B Immune Glugulin) dengan
dosis 0,06 ml/kg BB IM dosis tunggal selama jangka
waktu 14 hari setelah terpapar dan di lanjutkan dengan
serial vaksin HB
5) Pada bayi di berikan HBIG 0,05 ml IM dosis tunggal
dalam 12 jam setelah lahir. Vaksinasi HB di berikan IM
di mulai dalam waktu 7 hari setelah lahir, pada usia 1
bulan dan 6 bulan.
6. HIV/AIDS
AIDS adalah singkatan dari Acquired Immuno Deficincy
Syndrome. AIDS merupakan suatu penyakit relatif baru yang di
tandai dengan adanya kelainan yang kompleks dari sistem
pertahanan seluler tubuh dan menyebabkan korban menjadi sangat
peka terhadap mikroorganisme oportunistik.
1) Penyebab
HIV (Human Immonu Virus) yaitu organisme patogen yang
terdapat dalam cairan tubuh (darah, air, mani, dan cairan
vagian) orang yang telah terinfeksi.
2) Penularan
1) Kontak seksual (homo/hetero seksual) dengan seseorang
pengidap per oral, per rectal, per vagina.
2) Kontak langsung dengan darah, produk darah dan jarum
suntik, transfusi darah yang mengandung virus HIV,
melalui alat suntik / alat tusuk lainnya (akupuntur, tato,
tindik) bekas orang yang mengidap HIV, melalui
transmisi dari ibu hamil yang mengidap virus AIDS
kepada janin yang di kandungnya melalui plasenta,
perlukaan dalam proses persalinan / melalui ASI.

12
3) Gejala
1) Fase 1 (window period)
- Belum ada gejala sama sekali
- Belum bisa terdeteksi melalui tes
- Sudah dapat menularka HIV
2) Fase II
- Terjadi 2 atau 5-10 tahun setekah terinveksi HIV
- Demam
- Pembengkakan kelenjar getah bening
- Tes darah sudah positiv HIV
3) Fase III (muncul gejala-gejala)
- Flu tidak sembuh sembuh
- Nafsu makan berkurang dan lemah
4) Fase IV
- Infeksi kulit atau selaput lender
- Infeksi paru-paru (TB paru)
- Infeksi usus yang menyebabkan diare parah selama
berminggu-minggu
- Infeksi otak yang menyebabkan kekacauan mental,
kelumpuhan
- Kanker kulit (khas pada penderita AIDS)
4) Pencegahan
1) Abstinence (tidak berhubungan seks)
2) Be faithful (setia pada pasangan)
3) Condom (gunakan kondom saat berhubungan seks
berisiko)
4) Drug (jangan pakai narkoba)
5) Equipment (hati-hati! Pakai alat steril)
5) Cara Memberikan Dukungan
1) Dukungan social
- Saling bertukar perasaan
- Mendengar perasaan
- Mendengar keinginannya
- Memberi semangat

13
2) Dukungan fisik
- Menuruti selera makan
- Memberikan waktu istirahat
- Memberikan dengan selalu mengingatkan waktu,
tanggal dan tempat berada
- Memberi keyakinan keamaman
7. Trikomoniasis
Digolongkan PMS karena sebagian besar menular melalui
hubungan seksual oleh karena itu infeksi dalam lingkup keluarga
perlu mendapatkan pengobatan bersama. Penyakit ini juga
menginfeksi bayi yang lahir.
a. Penyebab
Trikomoniasis adalah infeksi alat genitalia wanita / pria yang di
sebabkan oleh Trichomonas Vaginalis. Penulusurannya juga
bisa melalui alat-alat toilet seperti toilet seat, handuk, dll.
b. Patofisiologi
1) Wanita
Vagina mengeluarkan cairan keputihan bercampur nanah
dan berbau khas, dinding vagina merah dan bengkak.
Cairang yang keluar menimbulkan iritasi pada bengkak
cairan yang keluar menimbulkan iritasi pada lipat paha
samapai liang dubur. Infeksi apat terjadi dalam bentuk
uretriris, skonitis, dan bartholinitis.
2) Pria
Terjadi pada infeksi saluran kemih, infeksi kelenjar
prostat dan saluran spermatozoa. Infeksi menahun sulit di
tegakan karena gejala ringan.
c. Gejala
1) Masa inkubasi 4 hari
2) Sekret vagina berbusa, serupurulen dengan warna
kekuningan dan kuning kehijauan serta berbau khas
3) Rasa nyeri dan gatal
4) Dinding vagina meradang dengan infiltrasi
5) Pada pria gejala tersembunyi

14
d. Komplikasi
Kulit bibir kemaluan lecet, dapat menyebabkan bayi prematur,
memudahkan penularan HIV.
e. Terapi
1) Pengobatan menggunakan metronidazol per oral untuk
suami dan istri
2) Pada wanita juga di berikan obat pervagina
3) Pada kehamilan diberikan pada usia trimester II/III
dengan dosis tunggal sebanyak 2 gram.
8. Candiloma Akuminata
Condiloma akuminata adalah pertumbuhan kulit dan selaput
lendir seperti bunga kol atau jengger ayam jago dengan permukaan
kasar. Papiler menonjol dengan warna agak gelap berkumpul
menjadi satu.
a. Penyebab
Human Papiloma Virus tipe 6 dan 11
b. Cara penularan
1) Kontak seksual
2) Kontak langsung dengan kulitnya
3) Benda benda kontaminan seperti ; handuk, celana
dalam, dll.
c. Patofisiologi
1) Timbulnya kutil-kutil kecil pada bibir kemaluan yang
muncul dalam waktu kurang lebih 2 bulan setelah virus
masuk ke tubuh
2) Kutil-kutil tersebut dapat membesar kemudian dapat
bersatu menyerupai kembang kol atau jengger ayam jago
sehingga menutupi vagina dan anus.
d. Tanda dan Gejala
1) Masa inkubasi sekitar 2 bulan
2) Terdapat papil kecil dan multipel pada sekitar kemaluan
3) Permukaan kasar

15
4) Berkembang menjadi besar sehingga dapat bersatu dan
dapat menutupi vagina serta anus yang berakibat
mengganggu proses kehamilan
e. Komplikasi
1) Condyloma acuminata yang sudah besar dapat menetupi
jalan lahir, sehingga dengan seksio cesarea sebagai
uasaha untuk mencegaha penularan Human Papiloma
Virus pada bayi yang dilahirkan, selain itu jika tidak
dengan tindakan SC dikhawatirkan dpat menimbulkan
kanker mulut rahim.
2) Condyloma acuminata yang sudah parah dapat
menimbulkan kanker mulut rahim.
f. Terapi
1) Lesi kecil dengan kauterisaasi, larutan podofilin, alkohol
atau TCAA (Trichloro Acetet Acid)
2) Lesi besar dengan pembedahan, penyinaran laser,
kauterisasi.
9. Ulkus mole/Cuncroid
Ulkus mole adalah infeksi menular seksual yang di tandai
dengan ulkus pada daerah genetalia di sertai dengan pembengkakan
kelenjar limfe inguinal.
a. Penyebab
Ulkus mole ini di sebabkan oleh bakteri heamophilus ducrey
dengan sifat bakteri sebagai berikut bakteri mati pada suhu
500C selama 1 jam, bateri mati dengan antiseptik.
b. Patofisiologi
1) Setelah bakteri masuk kedalam tubuh sekitar 7 hari
muncul pustuls ysng kemudian pecah dan meninggalkan
ulkus yang dalam.
2) Luka infeksi mengakibatkan kematian jaringan di
sekitarnya.
c. Gejala
1) Masa inkubasi 4-10 hari
2) Pustulah pecah menjadi ulkus

16
3) Rasa nyeri yang hebat
4) Ulkus bersifat multipel, dala, dinding menggaung, tepi
tidak rata, meradang, dasar ulkus kemerahan muda,
berada dan terdapat pus.
5) Pembesaran kelenjar limfe regional
d. Komplikasi
1) Jika ulkus membesar dapat menjadi Gian Chancroid
2) Pembesaran kelenjar limfe
3) Luka infeksi mengakibatkan kematian jaringan di
sekitarnya
e. Terapi
1) Berikan salah satu antibiotik dibawah ini:
- Eritromisin 4x500 mg oral selama 7 hari
- Trimethoprim + sulfamethoksazo 2x (160+800) mg
oral selama 7 hari
- Seftriakson 500 mh IM dosis tunggal
2) Pengobatan harus tuntas
3) Lakukan kunjungan terjadwal untuk pemantauan dan
asuhan antenatal.
10. Candidiasis Vaginalis
Kandidiasis vaginalis adalah inveksi yang di sebabakan oleh
jamur, yang terjadi di sekitar vagina. Umumnya menyerang orang-
orang yang imunnya lemah.
a. Penyebab
Kandidiasis vaginalis disebabkan oleh jamur kandida albicans,
selain di vagina dapat menyerang organ organ lain yaitu kulit,
mukosa oral, bronkus, paru-paru, usus, dll.
b. Patofisiologi
Keputihan dengan rasa gatal yang hebat. Jika tidak di obati
dapat menjalar ke uretra yang dapat mengakibatkan infeksi
saluran kemih. Juga bisa menjalar ke vagina proksimal (atas).
c. Gejala

17
Mengenai mukosa vulva (labia minora) dan vagina. Bercak
putih kekuningan, heperemia, leukore, seperti susu pecah, dan
gatal hebat. Dapat mengakibatkan infeksi saluran kemih.
d. Terapi
- Pemberian nistatin atau ketokonazole 2x200 mg selama 5
hari
- Tablet vaginal atau klotrimazole 500 mg dosis tunggal
- Salep mikonazol 2 %
- Lakukan konseling
- Buat jadwal kunjungan ulang

2.1.7. Pencegahan Penyakit Menular Seksual


1. Apabila belum menikah maka tidak melakukan hubungan seksual
2. Apabila sudah menikah maka saling setia dengan pasangan
3. Hindari hubungan seksual yang tidak aman atau berisiko
4. Menggunakan kondom untuk mencegah penularan
5. Menjaga kebersihan alat genetalia

2.1.8. Penanganan Bagi Yang Terkena Penyakit Menular Seksual


1. Segera periksa ke dokter atau petugas kesehatan
2. Jangan malu menyampaikan keluhan kepada dokter atau tenaga
kesehatan
3. Memenuhi aturan pengobatan sesuai petunjuk dokter atau petugas
kesehatan
4. Jangan melakukan hubungan seksual kecuali menggunakan kondom
5. Pasangan sex sebaiknya memeriksakan diri
6. Beritahu tentang akiba PMS yang berbahaya bagi kesehatan diri

2.1.9. Peran Perawat Dalam Pencegahan dan Penanggulangna Penyakit


Menular Seksual
1. Perawat sebagai role model memberikan contoh sikap yang baik
pada masyarakat
2. Memberikan konseling pada masyarakat terutama remaja dan
psangan suami istri tentang kesehatan reproduksi.

18
3. Memberikan konseling pada masyarakat tentang penyebab dan
akibat PMS
4. Bekerja sama dengan tokoh masyarakat dan tokoh agama dalam
pelaksanaan penyuluhan pada masyarakat
5. Mewaspadai gejala-gejala dan mendeteksi dini adanya PMS.

2.1.10. Asuhan Keperawatan pada Klien Dengan Diagnosa Ghonore


A. Pengkajian
1. Anamnese
a. Riwayat Keperawatan
1) Identitas
Meliputi :
- Nama,
- Umur : angka terjadi pada perempuan berusia
15 19 th dan laki-laki berusia 20 24 tahun
- Jenis kelamin : bisa terjadi pada kedua jenis
kelamin tetapi angka tertinggi pada perempuan
- Agama
- Suku bangsa : angka gonnorea di Amerika
serikat lebih tinggi daripada di negara-negara
inustri lainnya
- Pekerjaan
- Pendidikan
- Status perkawinan
- Alamat
- Tgl MRS.
2) Keluhan Utama
Klien biasanya mengatakan nyeri saat kencing namun
ada juga yang asimtomatik.
3) Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu ditanyakan apakah klien pernah mengalami
penyakit seperti ini sebelumnya.
4) Riwayat Penyakit Sekarang

19
P = Tanyakan penyebab terjadinya infeksi ?
(Terinfeksinya dikarenakan sering berhubungan seks
tanpa pengaman ) Q = Tanyakan bagaimana gambaran
rasa nyeri tersebut. (Berupa rasa gatal, panas sewaktu
kencing terdapat pada ujung penis atau bagian distal
uretra, perasaan nyeri saat ereksi) R = Tanyakan pada
daerah mana yang sakit, apakah menjalar ? (Rasa
tidak nyaman pada uretra kemudian diikuti nyeri ketika
berkemih) S = Kaji skala nyeri untuk dirasakan. (Rata-
rata nyeri berskala 7) T = Kapan keluhan dirasakan ?
(Keluhan dirasakan pada saat akan berkemih).
5) Riwayat Kesehatan Keluarga
Tanyakan pada kx apakah ada anggota keluarga px
yang menderita penyakit yang sama seperti yang
diderita px sekarang dan juga apakah ada penyakit
keturunan yang di derita keluarganya.

b. Pola Pola Fungsi Kesehatan


1) Pola persepsi dan tata laksana hidup
Perlu dikaji bagaimana kebiasaan kesehatannya
dalam kehiduoan sehati harinya, misalnya PH dari
klien seperti mandi dan gosok, gigi serta kebiasaan
kebiasaan dalam mengkonsumsi minum
minuman keras dan perokok.
2) Pola tidur dan istirahat
Perlu dikaji bagaimana kebiasaan pola tidur klien
setiap harinya, sebelum dan setelah sakit, biasanya
klien akan mengalami gangguan pola tidur karena
proses inflamasi dan pembengkakan jika telah
terjadi komplikasi.
3) Pola aktifitas dan latihan
Perlu dikaji kegiatan keseharian dari klien, dan
keteraturan klien dalam berolahraga.
4) Pola hubungan dan peran

20
Perlu dikaji bagaimana peran klien dengan
keluarganya dan lingkungan sekitarnya, biasanya
pada klien dengan gonore hubungan peran dengan
keluarga terutama suami atau istri kurang baik
sehingga menyebabkan pelampiasannya dengan
orang lain yang telah terjangkit gonore.
5) Pola persepsi dan konsep diri
Perlu dikaji bagaimana persepsi klien dengan
kondisi tubuhnya yang menderita gonore, apakah
hal ini akan mempengaruhi konsep diri klien yang
menyebabkan klien ini akan merasa rendah diri.
6) Pola sensori dan kognitif
Perlu dikaji tingkat pengetahuan klien mengenai
penyakit yang dideritanya dan juga kognitif klien,
misalnya tingkatan pendidikannya. Biasanya pada
klien gonore tingkat pendidikannya rendah sehingga
mereka sulit mendapatkan pekerjaan dan akan
melakukan pekerjaan yang bisa menyebabkan
tertularnya gonore.
7) Pola penanggulaan stress
Perlu dikaji bagaimana klien dalam menangani
stress yang dialami berhubungan dengan kondisi
sakitnya.
8) Pola tata nilai dan kepercayaan
Perlu dikaji bagaimana kebiasaan beribadah klien,
serta kepercayaannya.
9) Pola reproduksi dan seksual
Perlu dikaji apakah klien masih dalam masa subur
atau tidak, berapa jumlah anaknya, apakah
menggunakan alat kontrasepsi dan dengan kondisi
sakitnya saat ini bagaimana pola seksualitas dari
klien, biasnya klien mengalami perubahan dalam
pola seksualnya karena adanya inflamasi pada organ
reproduksinya.

21
10) Pola eliminasi
Perlu dikaji frekuensi dan konsistensi BAB serta
BAK klien setiap harinya, apakah mengalami
gangguan atau tidak, biasanya klie mengalami
disuria dan sulit untuk BAB serta diikuti dengan
rasa nyeri.
11) Pola nutrisi dan metabolism
Klien perlu dikaji dengan kondisi sakitnya, apakah
klien mengalami gangguan pola makan, namun
biasanya klien akan merasa malas, dan mengalami
gangguan pola makannya karena adanya inflamasi
pada faringnya sehingga akan mengalami penurunan
metabolisme tubuh.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Tingkat Kesadaran
GCS : biasanya kesadaran pasien normal yaitu 4,5,6
Observasi TTV Klien, yaitu :
- Nadi
- Tekanan Darah
- RR
- Suhu
b. Pengkajian Persistem
1) Sistem Integumen
Biasanya terjadi inflamasi jaringan sekitar uretra,
genital lesions dan skin rashes.
2) Sistem Kardiovaskuler
Kaji apakah bunyi jantung normal / mengalami
gangguan, biasanya pada klien bunyi jantung normal,
namun akan mengalami peningkatan nadi karena
proses dari inflamasi yang mengakibatkan demam.
3) Sistem Pernafasan
Perlu dikaji pola nafas klien, auskultasi paru paru
untuk mengetahui bunyi nafas, dan juga kaji anatomi
pada sistem pernafasan, apakah terjadi peradangan

22
atau tidak. Biasanya pada klien terdapat peradangan
pada faringnya karena adanya penyakit.
4) Sistem Penginderaan
Kaji konjungtiva, apakah ada peradangan / tidak.
(Konjungtiva tidak mengalami peradangan, namun
akan mengalami peradangan jika pada konjungtivitis
gonore dan juga bisa ditemukan adanya pus)
5) Sistem Pencernaan
Kaji mulut dan tenggorokan termasuk toksil. ( Mulut
sudah terjaga PHnya dan tidak terdapat toksil ) Pada
faring biasanya mengalami inflamasi sehingga akan
mengalami gangguan dalam pola makan Apakah
terdapat diare / tidak ( Pola eliminasi vekal tidak
mengalami gangguan). Anus, biasanya pasien
mengalami inflamasi jaringan akibat infeksi yang
menyebabkan klien sulit dan nyeri saat BAB
6) Sistem Perkemihan
Biasanya klien akan mengalami , retensi urin karena
inflamasi prostat, keluar nanah dari penis dan kadang
kadang ujung uretra disertai darah, pembengkakan
frenulum pada pria, dan pembengkakan kelenjar
bartoloni serta labio mayora pada wanita yang juga
disertai dengan nyeri tekan.
7) Sistem Muskuluskeletal
Biasanya pada pasien laki laki tidak mengalami
kesulitan bergerak, sedangkan pada pasien wanita
yang sudah mengalami komplikasi akan mengalami
kesulitan dalam bergerak dan juga saat duduk karena
terjadinya komplikasi pembengkakan pada kelenjar
bartholini dan juga labio mayoranya.
B. Diagnosa
1. Gangguan rasa nyaman nyeri saat BAK berhubungan dengan
adanya reaksi inflamasi pada uretra ditandai dengan klien
mengeluh sakit dan keluat nanah pada saat berkemih.

23
2. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan adanya reaksi
penyakit ( reaksi inflamasi )
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan
jaringan yang ditandai dengan adanya abses dan kemerahan
4. Perubahan pola eliminasi urin berhubungan dengan inflamasi
pada prostat ditandai dengan retensi urin dan disuria
5. Cemas berhubungan dengan proses penyakit yang ditandai
dengan klien banyak bertanya tentang penyakitnya.
6. Risiko penularan berhubungan dengan kurangnya pengetahuan
klien tentang cara penularan.
7. Resiko harga diri rendah berhubungan dengan proses
penyakitnya.
C. Intervensi
1. Diagnosa I
Gangguan rasa nyaman nyeri saat BAK berhubungan dengan
adanya reaksi inflamasi pada uretra ditandai dengan klien
mengeluh sakit dan keluat nanah pada saat berkemih.
Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan dalam waktu 3
x 24 jam, klien akan merasa nyaman saat berkemih.
Kriteria Hasil :
- Klien tampak rileks saat berkemih
- Klien secara verbal mengatakan tidak sakit / tidak nyeri
- Klien akan menggunakan pencegahan non analgetik untuk
mengurangi rasa nyerinya.
- Skala nyeri klien 2 3 / 0
- Tanda tanda vital klien dalam batas normal
- Klien tampak tenang

Rencana Tindakan :

1. Lakukan pendekatan pada klien dan keluarga


R/ : agar klien dan keluarga lebih kooperatif ketika
dilakukan tindakan
2. Jelaskan pada klien penyebab rasa nyeri

24
R/ : klien mengerti dari penyebab rasa nyeri dan
mengurangi rasa cemas
3. Observasi tanda-tanda nyeri non verbal, seperti ekspresi
wajah gelisah, menangis
R/ : Mengetahui tingkat rasa nyeri yang dirasakan pasien
4. Observasi skala nyeri
R/ : Mengetahui skala nyeri yang dirasakan oleh pasien
5. Observasi tanda-tanda vital
R/ : Mengetahui perkembangan dari penyakit
6. Ajarkan klien tehnik relaksasi dan dekstraksi untuk
mengurangi nyeri
R/ : Dengan tehnik relaksasi dan dekstraksi dapat
mengurangi rasa nyeri
7. Anjurkan klien untuk napas panjang
R/ : Untuk mengurangi rasa nyeri
8. Berikan lingkungan yang nyaman dan tenang
R/ : klien akan merasa nyaman dan tenang
9. Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian terapi
analgesik
R/ : Melaksanakan fungsi independen dan analgesik dapat
mengurangi rasa nyeri
2. Diagnosa II
Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan adanya reaksi
penyakit ( reaksi inflamasi )
Tujuan : setelah dilakukan intervensi keperawatan dalam waktu
1 x 24 jam suhu tubuh klien dalam batas normal
Kriteria Hasil :
- Suhu tubuh klien normal
- Klien tampak nyaman
- Secara verbal klien mengatakan nyaman
- Tanda vital klien normal
- Tidak ada perubahan warna kulit dan klien tidak pusing

Rencana Tindakan :

25
1. Bina hubungan saling percaya dengan klien
R/ : memudahkan perawat dalam melakukan tindakan
keperwatan
2. Jelaskan pada klien dan keluarga klien untuk mengompres
klien pada daerah arteri besar misalnya pada aksila dan
leher
R/ : dengan melakukan kompres pada daerah arteri besar
bisa membantu menyeimbangkan termoregulasi tubuh,
agar suhu tubuh klien normal
3. Jelaskan pada klien agar mengompres menggunakan air
hangat , tidak boleh menggunakan air dingin
R/ : menggompres menggunakan air hangat akan
mempercepat proses evaporasi tubuh untuk menurunkan
suhu tubuh hingga batas normal, namun jika menggunakan
air dingin akan beresiko terjadinya hipotermi.
4. Observasi suhu tubuh klien setiap 2 jam sekali
R/ : dengan memonitor secar rutin tentang suhu tubuh
klien bisa memantau perubahan perubahan yang terjadi
sehingga bisa segera dilakukan tindakan keperawatan.
5. Observasi nadi, tekanan darah dan respirasi rate klien
R/ : jika tubuh mengalami peningkatan maka nadi klien
juga bisa mengalami peningkatan, sehingga bisa
memperburuk kondisi klien jika tidak dilakukan observasi.
6. Tingkatkan inktake cairan dan nutrisi klien
R/ : peningkatan cairan bisa membantu menstabilkan
termoregulasi panas klien
7. Kolaborasi dengan tim medis lain dalam pemberian obat
antipiretik
R/ : obat antipiretik akan membantu menurunkan suhu
tubuh klien sesuai batas normal.
3. Diagnosa III
Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan
jaringan yang ditandai dengan adanya abses dan kemerahan.

26
Tujuan : setelah dilakukan intervensi keperawatan dalam waktu
3 x 24 jam gangguan integritas kulit klien akan teratasi.
Kriteria Hasil :
- Abses tidak ada
- Kemerahan tidak ada
- Mempertahankan integritas kulit
- Tidak terjadi infeksi dan komplikasi

Rencana Tindakan

1. Bina hubungan saling percaya dengan klien dan keluarga


klien
R/ : mempermudah perawat melakukan tindakan
keperawatan
2. Jelaskan pada klien agar tetap menjaga kekeringan dan
kebersihan di daerah luka
R/ : mengurangi dan mencegah terjadinya iritasi yang
meluas pada area kulit lain yang bisa memperparah kondisi
klien
3. Observasi kondisi kerusakan jaringan kulit klien, catat
adanya pembengkakan dan kemerahan.
R/ : daerah ini cenderung terkena radang dan infeksi dan
memantau kondisi kerusakan integritas kulit klien
4. Bersihkan dan keringkan kulit khususnya daerah dengan
kelembaban tinggi
R/ : kulit yang bersih dan kering tidak akan cenderung
mengalami kerusakan
5. Kolaborasi dengan tim medis lain dalam pemberian obat
antibiotik
R/ : obat antibiotik akan mempercepat proses penyembuhan
dengan membunuh bakteri penyebabnya.
4. Diagnosa VI
Resiko harga diri rendah berhubungan dengan proses
penyakitnya.

27
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu
3 x 24 jam resiko HDR tidak menjadi aktual.
Kriteria Hasil :
- Mengindentifikasi aspek-aspek positif diri
- Menganalisis perilaku sendiri dan konsekuensinya
- Mengidentifikasi cara-cara menggunakan kontrol dan
mempengaruhi hasil

Rencana Tindakan :

1. Bina hubungan saling percaya dengan klien


R/ : jika terjalin hubungan saling percaya antara perawat
dan klien maka akan mempermudah dalam melakukan
proses keperawatan
2. Jelaskan pada klien mengenai proses penyakitnya
R/ : jika klien tahu tentang penyakitnya akan mengurangi
kekhawatiran klien
3. Bantu individu dalam mengidentifikasi dan
mengekspresikan perasaan
R/ : dengan mengekspresikan perasaannya klien bisa
mengurangi beban pikirannya sehingga klien akan lebih
terbuka terhadap masalahnya
4. Motivasi klien untuk membayangkan masa depan dan hasil
positif dari kehidupan
R/ : motivasi yang positif bisa meningkatkan kepercayaan
diri klien
5. Perkuat kemampuan dan karakter positif (misal: hobi,
keterampilan, penampilan, pekerjaan)
R/ : dengan memperkuat kemampuan dan karakter positif
bisa membantu klien untuk bersosialisasi dengan
masyarakat dan keluarganya.
6. Bantu klien menerima perasaan positif dan negatif
R/ : dengan menerima kondisi dari klien akan lebih
bersabar dan menerima apa adanya sehingga klien tidak
akan atau klien akan membangkitkan kepercayaan dirinya

28
D. Implementasi
Pelaksanaan merupakan pengelolaan dan perwujudan dari rencana
tindakan, meliputi beberapa bagian yaitu validasi, rencana
keperawatan, memberikan asuhan keperawatan, dan pengumpulan
data. (Lismidar, 1990)
Pelaksanaan dilakukan sesuai dengan rencana tindakan yang telah
disusun dengan melihat situasi dan kondisi pasien.
E. Evaluasi
1. Klien tampak rileks saat berkemih
2. Klien secara verbal mengatakan tidak sakit / tidak nyeri
3. Klien akan menggunakan pencegahan non analgetik untuk
mengurangi rasa nyerinya.
4. Skala nyeri klien 2 3 / 0
5. Tanda tanda vital klien dalam batas normal
6. Klien tampak tenang
7. Suhu tubuh klien normal
8. Klien tampak nyaman
9. Secara verbal klien mengatakan nyaman
10. Tanda vital klien normal
11. Tidak ada perubahan warna kulit dan klien tidak pusing
12. Mengindentifikasi aspek-aspek positif diri
13. Menganalisis perilaku sendiri dan konsekuensinya
14. Mengidentifikasi cara-cara menggunakan kontrol dan
mempengaruhi hasil

2.2. Gangguan Sistem Reproduksi Ibu Resiko HIV/AIDS


2.2.1. Pengertian
Human immunodeficiency virus (HIV) adalah retrovirus yang
menginfeksi sel-sel sistem kekebalan tubuh, menghancurkan atau
merusak fungsinya. Selama infeksiberlangsung, sistem kekebalan tubuh
menjadi lemah, dan orang menjadi lebih rentan terhadap infeksi. Tahap
yang lebih lanjut dari infeksi HIV adalah acquired immunodeficiency
syndrome (AIDS). Hal inidapat memakan waktu 10-15tahun untuk orang
yang terinfeksi HIV hingga berkembang menjadiAIDS; obat

29
antiretroviral dapat memperlambat proses lebih jauh. HIV ditularkan
melalui hubungan seksual (anal atau vaginal), transfusi darah yang
terkontaminasi, berbagi jarum yang terkontaminasi, dan antara ibu dan
bayinyaselama kehamilan, melahirkan dan menyusui.
Kehamilan adalah keadaan mengandung embrio atau fetus didalam
tubuh, setelah penyatuan sel telur dan spermatozoon. Kehamilan ditandai
dengan berhentinya haid; mual yang timbul pada pagi hari (morning
sickness); pembesaran payudara dan pigmentasi puting; pembesaran
abdomen yang progresif. Tanda-tanda absolut kehamilan adalah gerakan
janin, bunyi jantung janin, dan terlihatnya janin melalui pemerikasaan
sinar-X, atau USG.
AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome) adalah sindrom
gejala penyakit infeksi oportunistik atau kanker tertentu akibat
menurunnya sistem kekebalan tubuh oleh infeksi HIV (Human
Immunodeficiency Virus) (Fogel, 1996)[9].
Menurut laporan CDR (Center for Disease Control) Amerika
mengemukakan bahwa jumlah wanita penderita AIDS di dunia terus
bertambah, khususnya pada usia reproduksi. Sekitar 80% penderita
AIDS anak-anak mengalami infeksi prenatal dari ibunya. Seroprevalensi
HIV pada ibu prenatal adalah 0,0-1,7%, saat persalinan 0,4-0,3% dan
9,4-29,6% pada ibu hamil yang biasa menggunakan narkotika
intravena[10]. Wanita usia produktif merupakan usia yang berisiko
tertular infeksi HIV.
Dilihat dari profil umur, ada kecendrungan bahwa infeksi HIV
pada wanita mengarah ke umur yang lebih muda, dalam arti bahwa usia
muda lebih banyak terdapat wanita yang terinfeksi, sedangkan pada usia
di atas 45 tahun infeksi pada wanita lebih sedikit. Dilain pihak menurut
para ahli kebidanan bahwa usia reproduktif merupakan usia wanita yang
lebih tepat untuk hamil dan melahirkan. Hasil survey di Uganda pada
tahun 2003 mengemukakan bahwa prevalensi HIV di klinik bersalin
adalah 6,2%, dan satu dari sepuluh orang Uganda usia antara 30-39
tahun positif HIV-AIDS perlu diwaspadai karena cenderung terjadi pada
usia reproduksi.

30
Kehamilan merupakan usia yang rawan tertular HIV-AIDS.
Penularan HIV-AIDS pada wanita hamil terjadi melalui hubungan
seksual dengan suaminya yang sudah terinfeksi HIV. Pada negara
berkembang isteri tidak berani mengatur kehidupan seksual suaminya di
luar rumah. Kondisi ini dipengaruhi oleh sosial dan ekonomi wanita
yang masih rendah, dan isteri sangat percaya bahwa suaminya setia, dan
lagi pula masalah seksual masih dianggap tabu untuk dibicarakan.
Wanita hamil lebih berisiko tertular Human Immunodeficien Virus
(HIV) dibandingkan dengan wanita yang tidak hamil. Jika HIV positif,
wanita hamil lebih sering dapat menularkan HIV kepada mereka yang
tidak terinfeksi daripada wanita yang tidak hamil International
Microbicides Conference 2010, abstract#8). Peningkatan kerentanan
untuk terinfeksi HIV selama kehamilan adalah mereka yang berperilaku
seks bebas dan mungkin karena penyebab biologis yang tidak diketahui.

2.2.2. Epidemiologi
Sampai saat ini obat dan vaksin yang diharapkan dapat membantu
memecahkan masalah penanggulangan HIV/AIDS belum ditemukan.
Salah satu alternatif dalam upaya menanggulangi problematik jumlah
penderita yang terus meningkat adalah upaya pencegahan yang
dilakukan semua pihak yang mengharuskan kita untuk tidak terlibat
dalam lingkungan transmisi yang memungkinkan dapat terserang HIV.
Epidemi HIV di Indonesia telah berlangsung 20 tahun. Sejak tahun
2000 epidemi tersebut sudah mencapai tahap terkonsentrasi pada
beberapa sub-populasi berisiko tinggi (dengan prevalens > 5%), yaitu
pengguna Napza suntik (penasun), wanita penjaja seks (WPS), dan
waria. Situasi demikian menunjukkan bahwa pada umumnya Indonesia
berada pada tahap concentrated epidemic. Situasi penularan ini
disebabkan kombinasi transmisi HIV melalui penggunaan jarum suntik
tidak steril dan transmisi seksual di antara populasi berisiko tinggi. Di
Tanah Papua (Provinsi Papua dan Papua Barat), keadaan yang
meningkat ini ternyata telah menular lebih jauh, yaitu telah terjadi
penyebaran HIV melalui hubungan seksual berisiko pada masyarakat

31
umum (dengan prevalens > 1%). Situasi di Tanah Papua menunjukkan
tahapan telah mencapai generalized epidemic.
Epidemi HIV yang terkonsentrasi ini tergambar dari laporan
Departemen Kesehatan (Depkes) tahun 2006. Sejak tahun 2000
prevalens HIV mulai konstan di atas 5% pada beberapa sub-populasi
berisiko tinggi tertentu. Dari beberapa tempat sentinel, pada tahun 2006
prevalens HIV berkisar 21% 52% pada penasun, 1%-22% pada WPS,
dan 3%-17% pada waria.
Situasi epidemi HIV juga tercermin dari hasil Estimasi Populasi
Dewasa Rawan Tertular HIV pada tahun 2006. Diperkirakan ada 4 juta
sampai dengan 8 juta orang paling berisiko terinfeksi HIV dengan
jumlah terbesar pada sub-populasi pelanggan penjaja seks (PPS), yang
jumlahnya lebih dari 3,1 juta orang dan pasangannya sebanyak 1,8 juta.
Sekalipun jumlah sub-populasinya paling besar namun kontribusi
pelanggan belum sebanyak penasun dalam infeksi HIV. Gambaran
tersebut dapat dilihat dari hasil estimasi orang dengan HIV dan AIDS
(ODHA) di Indonesia tahun 2006, yang jumlahnya berkisar 169.000-
217.000, dimana 46% diantaranya adalah penasun sedangkan PPS (Peria
Penjajah Seks)14%.
Prevalensi HIV-AIDS menurun dikalangan wanita hamil pendapat
ini berdasarkan hasil survey di daerah perkotaan Kenya terutama di
Busnia, Meru, Nakura, Thika, dimana rata-rata prevalensi HIV menurun
tajam dari kira-kira 28% pada tahun 1999 menjadi 9% pada tahun 2003.
Di wilayah India prevalensi secara nasional dikalangan wanita hamil
masih rendah di daerah miskin padat penduduk yaitu Negara bagian
utara Uttar Pradesh dan Bihar. Tetapi peningkatan angka penularan
relatif kecil dapat berarti sejumlah besar orang terinfeksi karena wilayah
tersebut dihuni oleh seperempat dari seluruh populasi India. Prevalensi
HIV lebih dari 1% ditemukan dikalangan wanita hamil, di wilayah
industri di bagian barat dan selatan India.
Namun data terbaru dari Afrika Selatan memperlihatkan bahwa
prevalensi HIV dikalangan wanita hamil saat ini telah mencapai angka
tertinggi, yaitu 29,5% dari seluruh wanita yang mengunjungi klinik
bersalin yang positif terinfeksi HIV ditahun 2004. Prevalensi tertinggi

32
adalah dikalangan wanita usia 25-34 tahun atau lebih yaitu satu dari tiga
wanita yang diperkirakan akan terinfeksi HIV. Tingkat prevalensi yang
tertinggi melebihi 30% dikalangan wanita hamil masih terjadi juga pada
empat Negara lain di wilayah Botswana, Lesotho, Nambia dan
Swaziland.

2.2.3. Etiologi
Penyebab AIDS adalah sejenis virus yang tergolong Retrovirus
yang disebut Human Immunodeficiency Virus (HIV). Virus ini pertama
kali diisolasi oleh Montagnier dan kawan-kawan di Prancis pada tahun
1983 dengan nama Lymphadenopathy Associated Virus (LAV),
sedangkan Gallo di Amerika Serikat pada tahun 1984 mengisolasi (HIV)
III. Kemudian atas kesepakatan internasional pada tahun 1986 nama
firus dirubah menjadi HIV.
Human Immunodeficiency Virus adalah sejenis Retrovirus RNA.
Dalam bentuknya yang asli merupakan partikel yang inert, tidak dapat
berkembang atau melukai sampai ia masuk ke sel target. Sel target virus
ini terutama sel Lymfosit T, karena ia mempunyai reseptor untuk virus
HIV yang disebut CD-4. Didalam sel Lymfosit T, virus dapat
berkembang dan seperti retrovirus yang lain, dapat tetap hidup lama
dalam sel dengan keadaan inaktif. Walaupun demikian virus dalam
tubuh pengidap HIV selalu dianggap infectious yang setiap saat dapat
aktif dan dapat ditularkan selama hidup penderita tersebut[3].Secara
mortologis HIV terdiri atas 2 bagian besar yaitu bagian inti (core) dan
bagian selubung (envelop). Bagian inti berbentuk silindris tersusun atas
dua untaian RNA (Ribonucleic Acid). Enzim reverce transcriptase dan
beberapa jenis prosein. Bagian selubung terdiri atas lipid dan
glikoprotein (gp 41 dan gp 120). Gp 120 berhubungan dengan reseptor
Lymfosit (T4) yang rentan. Karena bagian luar virus (lemak) tidak tahan
panas, bahan kimia, maka HIV termasuk virus sensitif terhadap pengaruh
lingkungan seperti air mendidih, sinar matahari dan mudah dimatikan
dengan berbagai disinfektan seperti eter, aseton, alkohol, jodium
hipoklorit dan sebagainya, tetapi telatif resisten terhadap radiasi dan
sinar utraviolet[3].Virus HIV hidup dalam darah, saliva, semen, air mata

33
dan mudah mati diluar tubuh. HIV dapat juga ditemukan dalam sel
monosit, makrotag dan sel glia jaringan otak.

2.2.4. Pathogenesis
1. Transmisi Seksual
Penularan melalui hubungan seksual baik Homoseksual
maupun Heteroseksual merupakan penularan infeksi HIV yang
paling sering terjadi. Penularan ini berhubungan dengan semen dan
cairan vagina atau serik. Infeksi dapat ditularkan dari setiap
pengidap infeksi HIV kepada pasangan seksnya. Resiko penularan
HIV tergantung pada pemilihan pasangan seks, jumlah pasangan
seks dan jenis hubungan seks. Pada penelitian Darrow (1985)
ditemukan resiko seropositive untuk zat anti terhadap HIV
cenderung naik pada hubungan seksual yang dilakukan pada
pasangan tidak tetap. Orang yang sering berhubungan seksual
dengan berganti pasangan merupakan kelompok manusia yang
berisiko tinggi terinfeksi virus HIV.
a. Homoseksual
Didunia barat, Amerika Serikat dan Eropa tingkat promiskuitas
homoseksual menderita AIDS, berumur antara 20-40 tahun dari
semua golongan rusial.Cara hubungan seksual anogenetal
merupakan perilaku seksual dengan resiko tinggi bagi
penularan HIV, khususnya bagi mitra seksual yang pasif
menerima ejakulasi semen dari seseorang pengidap HIV. Hal
ini sehubungan dengan mukosa rektum yang sangat tipis dan
mudah sekali mengalami pertukaran pada saat berhubungan
secara anogenital.
b. Heteroseksual
Di Afrika dan Asia Tenggara cara penularan utama melalui
hubungan heteroseksual pada promiskuitas dan penderita
terbanyak adalah kelompok umur seksual aktif baik pria
maupun wanita yang mempunyai banyak pasangan dan
berganti-ganti.

34
2. Transmisi Non Seksual
a. Transmisi Parenral
- Yaitu akibat penggunaan jarum suntik dan alat tusuk
lainnya (alat tindik) yang telah terkontaminasi, misalnya
pada penyalah gunaan narkotik suntik yang menggunakan
jarum suntik yang tercemar secara bersama-sama.
Disamping dapat juga terjadi melaui jarum suntik yang
dipakai oleh petugas kesehatan tanpa disterilkan terlebih
dahulu. Resiko tertular cara transmisi parental ini kurang
dari 1%.
- Darah/Produk Darah
Transmisi melalui transfusi atau produk darah terjadi di
negara-negara barat sebelum tahun 1985. Sesudah tahun
1985 transmisi melalui jalur ini di negara barat sangat
jarang, karena darah donor telah diperiksa sebelum
ditransfusikan. Resiko tertular infeksi/HIV lewat trasfusi
darah adalah lebih dari 90%.
b. Transmisi Transplasental
Penularan dari ibu yang mengandung HIV positif ke anak
mempunyai resiko sebesar 50%. Penularan dapat terjadi
sewaktu hamil, melahirkan dan sewaktu menyusui. Penularan
melalui air susu ibu termasuk penularan dengan resiko rendah.

2.2.5. Penularan HIV dari Ibu Kepada Bayinya


Penularan HIV ke ibu bisa akibat hubungan seksual yang tidak
aman (biseksual atau hommoseksual), pemakaian narkoba injeksi dengan
jarum bergantian bersama penggidap HIV, tertular melalui darah dan
produk darah, penggunaan alat kesehatan yang tidak steril, serta alat
untuk menorah kulit. Menurut CDC penyebab terjadinya infeksi HIV
pada wanita secara berurutan dari yang terbesar adalah pemakaian obat
terlarang melalui injeksi 51%, wanita heteroseksual 34%, dtransfusi
darah 8%, dan tidak diketahui sebanyak 7%.
Penularan HIV dari ibu ke bayi dan anak bisa melalui darah,
penularan melalui hubungan seks. Penularan dari ibu ke anak karena

35
wanita yang menderita HIV atau AIDS sebagian besar (85%) berusia
subur (15-44 tahun) sehingga terdapat resiko penularan infeksi yang bisa
terjadi saat kehamilan (in utero). Berdasarkan laporan CDC Amerika
prevalensi penularan HIV dari ibu ke bayi adalah 0,01 % sampai 0,7%.
Bila ibu baru terinfeksi HIv dan belum ada gejala AIDS kemungkinan
bayi terinfeksi sebanyak 20-35%, sedangkan kalau gejala AIDS sudah
jelas pada ibu kemungkinannya mencapai 50%.
Penularan juga terjadi pada proses persalinan melalui transfuse
fetomaternal atau kontak antara kulit atau membrane mukosa bayi dan
darah atau sekresi maternal saat melahirkan. Semakin lama proses
persalinan semakin besar resiko, sehingga lama persalinan bisa dicegah
dengan operasi section caesarea. Transmisi lain terjadi selama periode
post partum melalui ASI, resiko bayi tertular melalui ASI dari ibu yang
positif sekitar 10%[17]. Kasus HIV-AIDS disebabkan oleh
heteroseksual. Virus ini hanya dapat ditularkanmelalui kontak langsung
dengandarah, semen, dan sekret vagina. Dan sebagian besar (75%)
penularan terjadi melalui hubungan seksual. HIV tergolong netrovirus
yang memiliki materi genetik RNA. Bilamana virus masuk kedalam
tubuh penderita (sel hospes), maka RNA diubah menjadi DNA oleh
enzim reverse transcriptase. DNA provirus tersebut diintegrasikan
kedalam sel hospes dan selanjutnya diprogramkan untuk membentuk gen
virus.
Penularan secara vertikal dapat terjadi setiap waktu selama
kehamilan atau pada periode intrapartum atau postpartum. HIV
ditemukan pada jaringan fetal yang berusia 12 dan 24 minggu dan
terinfeksi intrauterin sejumlah 30-50% yang penularan secara vertikal
terjadi sebelum persalinan, serta 65% penularan terjadi saat intrapartum.
Pembukaan serviks, vagina, sekresi serviks dan darah ibu meningkatkan
risiko penularan selama persalinan. Lingkungan biologis, dan adanya
riwayat ulkus genitalis, herpes simpleks, dan SST (Serum Test for
Syphilis) yang positif meningkatkan prevalensi infeksi HIV karena
adanya luka-luka merupakan tempat masuknya HIV. Sel-sel limfosit
T4/CD4 yang mempunyai reseptor untuk menangkap HIV akan aktif

36
mencari luka-luka tersebut dan selanjutnya memasukkan HIV tersebut ke
dalam peredaran darah.

2.2.6. Periode Prenatal


Insiden HIV pada wanita hamil diperkirakan meningkat (ACOG,
1992a). Riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik, dan pemeeriksaan
laboratorium harus meregleksikan perkiraan ini jika wanita dan bayi baru
lahir akan menerima perawatan yang tepat. Individu yang berada pada
kategori infeksi HIV meliputi:
a. wanita dan pasangan dari daerah geografi tempat HIV umum
terjadi;
b. wanita dan pasangan yang menggunakan obat-obatan intravena;
c. wanita dengan PMS persisten dan PMS rekuren;
d. wanita yang menerima transfuse darah antara tahun 1987 dan 1985;
e. setiap wanita yang yakin bahwa ia mungkin terpapar HIV.
Informasi tentang HIV dan ketersediaan pemeriksaan HIV harus
ditawarkan kepada wanita berisiko tinggi pada saat pertama kali mereka
dating ke perawatan prenatal. Hasil negative pada pemeriksaan HIV
prenatal pertama bukan suatu garansi bahwa titer selanjutnya akan
negative.
Pemeriksaan prenatal juga dapat menunjukkan adanya gonrorea, C.
trachomatis, hepatitis B, Micobacterium tuberculosis, kandidiasis
(infeksi orofaring atau infeksi vaginal kronis), sitomegalovirus (CMV),
dan toksoplasmosis. Sekitar setengah jumlah penderita AIDS mengalami
peningkatan titer[16]. Beberapa ketidaknyamanan prenatal (mis.,
keletihan, anoreksia, dan penurunan berat badan. Menyerupai tanda dan
gejala infeksi HIV. Diagnosis banding semua keluhan akibat kehamilan
dan gejala infeksi dibenarkan. Tanda-tanda utama perburukan infeksi
HIV meliputi penurunan berat badan, lebih dari 10% berat badan
sebelum hamil, diare kronis selama lebih dari satu bulan, dan demam
(intermiten atau konstan) selama lebih dari satu bulan.
Penyalahgunaan alcohol atau obat-obatan lain mengganggu sistem
imun tubuh dan meningkatkan risiko AIDS dan kondisi terkait:

37
a. sistem imun tubuh harus rusak dulu sebelum HIV dapat
menimbulkan penyakit
b. alcohol dan obat-obatan mengganggu banyak terapi medis dan
terapi alternatif untuk AIDS
c. dan obat-obatan mempengaruhi pertimbangan pengguna yang
menjadi lebih cenderung terlibat dalam aktivitas yang membuatnya
berisiko mengidap AIDS aatau meningkatkan pemaparan terhadap
HIV
d. alcohol dan penyalahgunaan obat menyebabkan stress, termasuk
masalah tidur, yang membahayakan fungsi sistem imun.

2.2.7. Periode Intrapartum


Perawatan wanita bersalin tidak secara sustansial berubah karena
infeksi asimptomatik HIV. Model kelahiran yang akan dilakukan
didasarkan hanya pada pertimbangan obstetric karena virus menembus
plasenta pada tahap awal kehamilan[16].Focus utama adalah mencegah
persebaran nosokomial HIV dan melindungi tenaga keperawatan
kesehatan. Risiko tranmisi HIV dianggap rendah selama proses kelahiran
per vaginam terlepas dari kenyataan bahwa bayi terpapar pada darah,
cairan amniotic, dan sekresi vagina ibunya.
Pemantauan janin secara elektronik dan eksternal lebih dipilih jika
pemantauan diperlukan. Ada kemungkinan inokulasi virus ke neonates
jika pengambilan sampel darah dilakukan pada kulit kepala janin atau
elektroda dipasang pada kulit kepala janin. Selain itu, individu yang
melakukan salah satu prosedur ini berisiko tertusuk jarum pada jarinya.

2.2.8. Periode Pascapartm


Hanya sedikit diketahui tentang kondisi klinis wanita yang
terinfeksi HIV selama periode pascapartum. Walaupun periode
pascapartum awal tidak signifikan, follow-up yang lebih lama
menunjukkan frekuensi penyakit klinis yang tinggi pada ibu yang
anaknya menderita penyakit. Konseling tentang pengalihan pengasuhan
anak dibutuhkan jika orang tua tidak lagi mampu merawat diri
mereka[16]. Terlepas dari apakah infeksi terdiagnosis, roses keperawatan

38
diterapkan dengan cara yang peka terhadap latar belakang budaya
individu dan dengan menjunjung nilai kemanusiaan. Infeksi HIV
merupakan suatu peristiwa biologi, bukan suatu komentarmoral. Sangat
penting untuk diingat, ditiru, dan diajarkan bahwa reaksi (pribadi)
terhadap gaya hidup, praktik, atau perilaku tidak boleh mempengaruhi
kemampuan perawat dalam member perawatan kesehatan yang efektif,
penuh kasih sayang, dan obyektif kepada semua individu.
Bayi baru lahir dapat bersama ibunya, tetapi tidak boleh disusui.
Tindakan kewaspadaan universal harus diterapkan, baaik untuk ibu
maupun bayinya, sebagaimana yang dilakukan pada semua pasien.
Wanita dan bayinya dirujuk ke tenaga kesehatan yang berpengalaman
dalam terapi AIDS dan kondisi terkait.

2.2.9. Manifestasi Klinis


Gejala dari infeksi akut HIV terjadi sekitar 50% kepada seseorang
yang baru terinfeksi. Gejala yang ditimbulkan adalah[6]:

a. Demam
b. Malaise
c. Ruam
d. Myalgia
e. Sakit kepala
f. Meningitis
g. Kehilangan napsu makan
h. Berkeringat
Adapun gejala infeksi HIV kronis sebagai berikut[6]:

a. Infeksi bakteri berulang


b. Candidiasis di saluran bronkus, trachea, paru dan esophagus
c. Herpes simpleks kronis
d. Kaposi sarcoma (proliferasi vaskuler neoplastik ganas yang multi
sentrik dan ditandai dengan nodul-nodul kutan berwarna merah
kebiruan, biasanya pada pada ekstremitas bawah yang ukuran dan
jumlahnya membesar dan menyebar ke daerah yang lebih
proksimal)

39
- Pneumoncystis
- Wasting syndrome
Gejala infeksi HIV pada wanita hamil, uumnya sma dengan
wanita tidak hamil atau orang dewasa. infeksi HIV memberikan
gambaran klinis yang tidak spesifik dengan spectrum yang lebar, mulai
dari infeksi tanpa gejala (asimtomatik) pada stadium awal sampai pada
gejala-gejala yang berat pada stadium yang lebih lanjut. Perjalanan
penyakit lambat dan gejala-gejala AIDS rata-rata baru timbl 10 tahun
sesudah infeksi, bahkan dapat lebih lama lagi.

Banyak orang yang terinfeksi HIV tidak menunjukkan gejala


apapun. mereka merasa sehat dan juga dari luar Nampak sehat-sehat
saja. Namun orang yang terinfeksi HIV akan menjadi pembawa dan
penular HIV kepada orang lain.

Kelompok orang-orang HIV tanpa gejala dapat dibagi menjadi


dua kelompok yaitu:

1. kelompok yang sudah terinfeksi HIV, tetapi tanpa gejala dan tes
darahnya negatif. pada tahap dini ini antibody terhadap HIV belum
terbentuk. Waktu antara masuknya HIV disebut window period
yang memerlukan waktu antara 15 hari sampai 3 bulan setelah
terinfeksi HIV.
2. kelompok yang sudah terinfeksi HIV, tanpa gejala tetapi tes darah
positif. Keadaan tanpa gejala ini dapat berlangsung lama sampai 5
tahun atau lebih.
CDC (Center for Disease Control, USA, 1986) menetapkan klasifikasi
infeksi HIV pada orang dewasa sebagai berikut[6]:
a. Kelompok I: infeksi akut
b. Kelompok II: infeksi asimptomatik
c. Kelompk III: Infeksi Limpadenopati Generalisata Persisten (LGP)
d. Kelompok IV: penyakit-penyakit lain.

40
2.2.10. Pemeriksaan Diagnostik
Tes-tes saat ini tidak membedakan antara antibody ibu/bayi, dan bayi
dapat menunjukkan tes negative pada usia 9 sampai 15 bulan. Penelitian
mencoba mengembangkan prosedur siap pakai yang tidak mahal untuk
membedakan respons antibody bayi vs.ibu:

a. Hitung darah lengkap (HDL) dan jumlah limfosit total: Bukan


diagnostic pada bayi baru lahir tetapi memberikan data dasar
imunologis.
b. EIA atau ELISA dan tes Western Blot: Mungkin positif, tetapi
invalid
c. Kultur HIV (dengan sel mononuclear darah perifer dan, bila
tersedia, plasma).
d. Tes reaksi rantai polymerase dengan leukosit darah perifer:
Mendeteksi DNA viral pada adanya kuantitas kecil dari sel
mononuclear perifer terinfeksi.
e. Antigen p24 serum atau plasma: peningkatan nilai kuantitatif dapat
menjadi indikatif dari kemajuan infeksi (mungkin tidak dapat
dideteksi pada tahap sanagt awal infeksi HIV)
f. Penentuan immunoglobulin G, M, dan A serum kualitatif (IgG, IgN,
dan IgA): Bukan diagnostic pada bayi baru lahir tetapi memberikan
data dasar imunoogis.

2.2.11. Diagnosis pada Bayi dan Anak


Bayi yang tertular HIV dari ibu bisa saja tampak normal secara
klinis selama periode neonatal. Penyakit penanda AIDS tersering yang
ditemukan pada anak adalah pneumonia yang disebabkan Pneumocystis
carinii. Gejala umum yang ditemukan pada bayi dengan ifeksi HIV
adalah gangguan tumbuh kembang, kandidiasis oral, diare kronis, atau
hepatosplenomegali (pembesaran hapar dan lien). Karena antibody ibu
bisa dideteksi pada bayi sampai bayi berusia 18 bulan, maka tes ELISA
dan Western Blot akan positif meskipun bayi tidak terinfeksi HIV karena
tes ini berdasarkan ada atau tidaknya antibody terhadap virus HIV. Tes
paling spesifik untuk mengidentifikasi HIV adalah PCR pada dua saat

41
yang berlainan. DNA PCR pertama diambil saat bayi berusia 1 bulan
karena tes ini kurang sensitive selama periode satu bulan setelah lahir.
CDC merekomendasikan pemeriksaan DNA PCR setidaknya
diulang pada saat bayi berusia empat bulan. Jika tes ini negative, maka
bayi terinfeksi HIV. Tetapi bila bayi tersebut mendapatkan ASI, maka
bayi resiko tertular HIV sehingga tes PCR perlu diulang setelah bayi
disapih. Pada usia 18 bulan, pemeiksaan ELISA bisa dilakukan pada
bayi bila tidak tersedia sarana pemeriksaan yang lain.
Anak-anak berusia lebih dari 18 bulan bisa didiagnosis dengan
menggunakan kombinasi antara gejala klinis dan pemeriksaan
laboratorium. Anak dengan HIV sering mengalami infeksi bakteri
kumat-kumatan, gagal tumbuh atau wasting, limfadenopati menetap,
keterlambatan berkembang, sariawan pada mulut dan faring. Anak usia
lebih dari 18 bulan bisa didiagnosis dengan ELISA dan tes konfirmasi
lain seperti pada dewasa. Terdapat dua klasifikasi yang bisa digunakan
untuk mendiagnosis bayi dan anak dengan HIV yaitu menurut CDC dan
WHO.
CDC mengembangkan klasifikasi HIV pada bayi dan anak
berdasarkan hitung limfosit CD4+ dan manifestasi klinis penyakit.
Pasien dikategorikan berdasarkan derajat imunosupresi (1, 2, atau 3) dan
kategori klinis (N, A, B, C, E). Klasifikasi ini memungkinkan adanya
surveilans serta perawatan pasien yang lebih baik. Klasifikasi klinis dan
imunologis ini bersifat eksklusif, sekali pasien diklasifikasikan dalam
suatu kategori, maka diklasifikasi ini tidak berubah walaupun terjadi
perbaikanstatus karena pemberian terapi atau factor lain.
Menurut Depkes RI (2003), WHO mencanangkan empat strategi
untuk mencegah penularan HIV dari ibu ke anak dan anak, yaitu dengan
mencegah jangan sampai wanita terinfeksi HIV/AIDS, apabila sudah
dengan HIV/AIDS dicegah supaya tidak hamil, apabila sudah hamil
dilakukan pencegahan supaya tidak menular pada bayi dan anaknya,
namun bila ibu dan anak sudah terinfeksi maka sebaiknya diberikan
dukungan dan perawatan bagi ODHA dan keluarga.
Uji HIV pada Wanita Hamil, CDC telah merekomendasikan
skrining rutin HIV secara suka rela pada ibu hamil sejak tahun 2001.

42
Banyak dokter telah mengadopsi kebijakan universal opt-out skrining
HIV (yang berarti bahwa pengujian adalah otomatis kecuali jika wanita
secara khusus memilih untuk tidak di uji) pada wanita hamil selama tes
kehamilan rutin dan telah dieliminasi persyaratan untuk konseling
sebelum uji dilakukan dan persetujuan tertulis untuk tes HIV. Penelitian
dianalisis oleh Angkatan US Preventive Services Task mengungkapkan
bahwa pada tahun 1995 tingkat tes HIV di antara wanita hamil di
Amerika Serikat adalah 41% 9 (dianjurkan dilakukan tes universal pada
tahun pertama kehamilan) dan meningkat menjadi 60% pada 1998.
Identifikasi dini pada wanita hamil memungkinkan untuk pemberian
pengobatan terapi antiretroviral untuk mendukung kesehatan dan
mengurangi risiko penularan bayinya. Tes HIV direkomendasikan Tes
HIV direkomendasikan untuk semua wanita hamil pada kunjungan
prenatal pertama. Tes HIV kedua, selama trimester ketiga sebelum 36
minggu kehamilan, juga dianjurkan bagi wanita yang berisiko, tinggal di
daerah prevalensi HIV tinggi, atau memiliki tanda-tanda atau gejala yang
konsisten dengan infeksi HIV akut.

2.2.12. Penatalaksanaan
a. Intervensi Terapetik Antiretrovirus
Terapi yang sekarang berlaku menghadapi masalah membidik
berbagai harapan dalam proses masuknya virus ke dalam sel dan
replikasi virus, memanipulasi gen virus untuk mengendalikan
produksi protein virus, membangun kembali sistem imun,
mengkombinasikan terapi, dan mencegah resistensi obat. Dua
pemeriksaan laboratorium, hitung sel T CD4+ dan kadar RNA HIV
serum, digunakan sebagai alat untuk memantau risiko
perkembangan penyakit dan menentukan waktu yang tepat untuk
memulai atau memodifikasi regimen obat. Hitung sel T CD4+
memberikan informasi mengenai status imunologik pasien yang
sekarang, sedangkan kadar RNA HIV serum (viral load)
memperkirakan prognosis klinis (status hitung sel T CD4+ dalam
waktu dekat). Hitung RNA HIV sebesar 20.000 salinan/ml (2x104)
dianggap oleh banyak pakar sebagai indikasi untuk memberikan

43
terapi antiretrovirus berapa pun hasil hitung sel T CD4+.
Pengukuran serial kadar RNA HIV dan sel T CD4+ serum
sangat bermanfaat untuk mengetahui laju perkembangan penyakit,
angka pergantian virus, hubungan antara pengaktivasian sistem
imun dan replikasi virus, dan saat terjadinya resistensi obat
antiretrovirus disebabkan oleh penurunan kadar RNA HIV.
b. Tujuan utama terapi antivirus adalah penekanan secara maksimum
dan berkelanjutan jumlah virus, pemulihan atau pemeliharaan (atau
keduanya) fungsi imunologik, perbaikan kualitas hidup, dan
pengurangan morbiditas an mortalitas HIV.
c. Prinsip pengobatan untuk infeksi HIV
1. replikasi HIV yang berlangsung terus menerus menyebabkan
sistem imun rusak dan berkembang menjadi AIDS. Infeksi
HIV selalu merugikan dan kesintasan jangka-panjang sejati
yang bebas dan disfungsi sistem imun sagat jarang terjadi.
2. Kadar RNA HIV dalam plasma menunjukkan besarnya
replikasi HIV dan berkaitan dengan laju destruksi limfosit T
CD4+ untuk yang terinfeksi oleh HIV, perlu dilakukan
pengukuran periodik berkala kadar RNA HIV plasma dan
hitung sel T CD4+ untuk menentukan factor risiko
perkembangan penyakit serta mengetahui saat yang tepat
untuk memulali atau memodifikasi regimen terapi
antiretrovirus
3. Karena laju perkembangan penyakit berbeda diantara orang-
orang yang terinfeksi HIV, maka keputusan tentang
pengobatan harus disesuaikan orang per orang berdasarkan
tingkat risiko yang ditunjukkan oleh kadar RNA HIV plasma
dan hitung sel T CD4+.
4. Pemakaian terapi antiretrovirus kombinasi yang poten untuk
menekan replikasi HIV dibawah kadar yang dapat dideteksi
oleh pemeriksaan-pemeriksaan RNA HIV plasma yang
sensitive akan membatasi kemungkinan munculnya varian-
varian HIV resisten-penyakit. Karena itu, tujuan terapi
seyogyanya adalah penekanan replikasi HIV semaksimal yang

44
dapat dicapai.
5. Cara paling efektif untuk menekan replikasi virus dalam
jangka panjang lama dalah pemberian secara simultan
kombinasi obat-obat anti-HIV yang efektif yang belum pernah
diterima oleh pasien dan tidak memperlihatkan resistensi
silang dengan obat antiretrovirus yang pernag diterima oleh
pasien.
6. Setiap obat antiretrovirus yang digunakan dalam regimen
terapi kombinasi harus selalu dipakai sesuai jadwal dan dosis
yang optimal.
7. Jumlah dan mekanisme kerja obat-obat antiretrovirus efektif
yang tersedia masih terbatas, karena telah terbukti adanya
resistensi-silang di antara obat-obat spesifik. Karena itu, setiap
perubahan dalam terapi antiretrovirus meningkatkan
pembatasan-pembatasan terapetik di masa mendatang.
8. Perempuan harus mendapat terapi antiretrovirus yang oprimal,
tanpa memandang status kehamilan.
9. Prinsip terapi antiretrovirus yang sama juga berlaku pada
anak, remaja dan dewasa yang terinfeksi HIV, walaupun terapi
pada anak yang terinfeksi oleh HIV memerlukan
pertimbangan farmakologik, virologik, dan imunologik
tersendiri.
10. Individu yang terdeteksi pada infeksi HIV akut harus diterapi
dengan terapi antiretrovirus kombinasi untuk menekan
replikasi virus sampai ke kadar batas deteksi pemeriksaan
pemeriksaan RNA HIV plasma sensitive.
11. Individu yang terinfeksi oleh HIV, walaupun dengan kadar
virus yang dibawah batas yang dapat dideteksi, harus terap
dianggap menular. Dengan demikian, para pasien harus diberi
penyuluhan untuk menghindari perilaku seksual dan
penyalahgunaan obat yang berkaitan dengan penularan atau
akuisisi HIV dan pathogen menular lainnya.

45
Keterangan untuk obat yang digunakan pada pasien HIV/AIDS:

1. 3TC (nama dagang)


Lamivudine 150 mg
Indikasi: pengobatan HIV pada dewasa dengan progresive
immunodefeciency dengan atau tanpa pengobatan sebelumnya
dengan antiretroviral, infeksi HIV pada anak-anak (umur 3 bulan)
dengan progresif immunodefeciency dengan atau tanpa pengobatan
sebelumnya dengan retrovir
2. Norvir (nama dagang)
Ritonavir
Indikasi: monoterapi untuk infeksi HIV.
Kontra indikasi: Hipersensitifitas
Efek samping: astenia, gangguan GI dan neurologi, termasuk mual,
muntah, diare, anoreksia, nyeri abdomen, gangguan pengecapan,
prestesis perifer dan sirkum oral
Dosis: kapsul/solid sehari 2 x 600mg
3. Reyataz (nama dagang)
Atazanavir sulfat
Indikasi: terapi untuk infeksi HIV-1 dalam kombinasi dengan obat
antiretroviral lain.
Kontra indikasi: hipersensitifitas terhadapa atazanavir, kombinasi
dengan midazolam, dihiroergotamin, ergotamin, ergonovin,
metilergonovin, cisapride, dan pimozid.
Efek samping: skit kepala, mual, ikterus, muntah, diare, nyeri
abdomen, pusing, insomnia, gangguan saraf perifer, ruam kulit.
Dosis: dewasa (pasien yang belum pernah mendapat terapi) sehari
1 x 400mg, dewasa (pasien yang sudah pernah mendapat terapi)
sehari 1 x 300mg, pasien ditambah dengan ritnovir sehari 1 x
100mg + efavirenz.
Pengobatan untuk ibu hamil dengan HIV salah satunya dapat
menggunakan obat anti-HIV dimana menurut penelitian dapat mencegah
terjadinya transmisi virus HIV kepada janin dengan cara penggunaan
sebagai berikut:

46
a. selama kehamilan setelah trimester pertama: dengan memberikan
anti-HIV sedikitnya tiga anti-HIV yang berbeda yang
dikombinasikan (atripla).
b. selama labor dan persalinan: diberikan AZT (zidovudine) IV,
kemudaian diberikan anti-HIV yang lain melalui mulut.
c. setelah melahirkan: diberikan cairan AZT selama 6 minggu.

2.2.13. Pencegahan
Penularan HIV dari ibu ke bayi bisa dicegah melalui empat cara,
mulai saat hamil, saat melahirkan, dan setelah lahir yaitu:
a. Penggunaan antiretroviral selama kehamilan
b. Penggunaan antiretroviral saat perasalinan dan bayi bayi yang baru
dilahirkan
c. Penatalaksanan selama menyusui
Tindakan-tindakan lain yang dianjurkan untuk mengurangi risiko
penularan HIV ibu kepada anak antaea lain:

1. seksio sesaria sebelum tanda-tanda partus dan pecahnya ketuban


(mengurangi angka penularan sebesar 50%);
2. pemberian zidovudin intravena selama persalinan dan pelahiran;
3. pemberian sirup zidovudin kepada bayi setelah lahir;
4. tidak memberi ASI

2.2.14. Asuhan Keperawatan pada Klien Dengan Diagnosa Ibu Hamil


dengan HIV
A. Pengkajian
1. Biodata Klien
2. Riwayat Penyakit
Jenis infeksi sering memberikan petunjuk pertama karena sifat
kelainan imun. Umur kronologis pasien juga mempengaruhi
imunokompetens. Respon imun sangat tertekan pada orang
yang sangat muda karena belum berkembangnya kelenjar
timus. Pada lansia, atropi kelenjar timus dapat meningkatkan
kerentanan terhadap infeksi. Banyak penyakit kronik yang

47
berhubungan dengan melemahnya fungsi imun. Diabetes
meilitus, anemia aplastik, kanker adalah beberapa penyakit
yang kronis, keberadaan penyakit seperti ini harus dianggap
sebagai factor penunjang saat mengkaji status imunokompetens
pasien. Berikut bentuk kelainan hospes dan penyakit serta
terapi yang berhubungan dengan kelainan hospes :
- Kerusakan respon imun seluler (Limfosit T )
- Terapi radiasi, defisiensi nutrisi, penuaan, aplasia timik,
limfoma, kortikosteroid, globulin anti limfosit, disfungsi
timik congenital.
- Kerusakan imunitas humoral (Antibodi)
- Limfositik leukemia kronis, mieloma, hipogamaglobulemia
congenital, protein liosing enteropati (peradangan usus)
3. Pemeriksaan Fisik (Objektif) dan Keluhan (Subyektif)
a. Aktifitas / Istirahat
- Gejala : Mudah lelah,intoleran activity,progresi
malaise,perubahan pola tidur.
- Tanda : Kelemahan otot, menurunnya massa otot,
respon fisiologi aktifitas ( Perubahan TD, frekuensi
Jantun dan pernafasan ).
b. Sirkulasi
- Gejala : Penyembuhan yang lambat (anemia),
perdarahan lama pada cedera.
- Tanda : Perubahan TD postural,menurunnya volume
nadi perifer, pucat / sianosis, perpanjangan pengisian
kapiler.
c. Integritas dan Ego
- Gejala : Stress berhubungan dengan
kehilangan,mengkuatirkan penampilan, mengingkari
doagnosa, putus asa,dan sebagainya.
- Tanda : Mengingkari,cemas,depresi,takut,menarik
diri, marah.
d. Eliminasi

48
- Gejala : Diare intermitten, terus menerus, sering
dengan atau tanpa kram abdominal, nyeri panggul,
rasa terbakar saat miksi
- Tanda : Feces encer dengan atau tanpa mucus atau
darah, diare pekat dan sering, nyeri tekan abdominal,
lesi atau abses rectal, perianal, perubahan jumlah,
warna dan karakteristik urine.
e. Makanan / Cairan
- Gejala : Anoreksia, mual muntah, disfagia
- Tanda : Turgor kulit buruk, lesi rongga mulut,
kesehatan gigi dan gusi yang buruk, edema
f. Hygiene
- Gejala : Tidak dapat menyelesaikan AKS
- Tanda : Penampilan tidak rapi, kurang perawatan diri.
g. Neurosensoro
- Gejala : Pusing, sakit kepala, perubahan status
mental,kerusakan status indera,kelemahan
otot,tremor,perubahan penglihatan.
- Tanda : Perubahan status mental, ide paranoid,
ansietas, refleks tidak
normal,tremor,kejang,hemiparesis,kejang.
h. Nyeri / Kenyamanan
- Gejala : Nyeri umum / local, rasa terbakar, sakit
kepala,nyeri dada pleuritis.
- Tanda : Bengkak sendi, nyeri kelenjar,nyeri
tekan,penurunan rentan gerak,pincang.
i. Pernafasan
- Gejala : ISK sering atau menetap, napas pendek
progresif, batuk, sesak pada dada.
- Tanda : Takipnea, distress pernapasan, perubahan
bunyi napas, adanya sputum.

49
j. Keamanan
- Gejala : Riwayat jatuh,
terbakar,pingsan,luka,transfuse darah,penyakit
defisiensi imun, demam berulang,berkeringat malam.
- Tanda : Perubahan integritas kulit,luka perianal /
abses, timbulnya nodul, pelebaran kelenjar limfe,
menurunya kekuatan umum, tekanan umum.
k. Seksualitas
- Gejala : Riwayat berprilaku seks dengan resiko tinggi,
menurunnya libido, penggunaan pil pencegah
kehamilan.
- Tanda : Kehamilan,herpes genetalia.
l. Interaksi Sosial
- Gejala : Masalah yang ditimbulkan oleh diagnosis,
isolasi, kesepian, adanya trauma AIDS.
- Tanda : Perubahan interaksi.
4. Pemeriksaan Diagnostik
a. Tes Laboratorium
Telah dikembangkan sejumlah tes diagnostic yang
sebagian masih bersifat penelitian. Tes dan pemeriksaan
laboratorium digunakan untuk mendiagnosis Human
Immunodeficiency Virus (HIV) dan memantau
perkembangan penyakit serta responnya terhadap terapi
Human Immunodeficiency Virus (HIV). Tes tersebut
antara lain :
1) Serologis
- Tes antibody serum
Skrining Human Immunodeficiency Virus (HIV)
dan ELISA. Hasil tes positif, tapi bukan
merupakan diagnosa
- Tes blot western
Mengkonfirmasi diagnosa Human
Immunodeficiency Virus (HIV)
- Sel T limfosit

50
Penurunan jumlah total
- Sel T4 helper
Indikator system imun (jumlah <200>
- T8 ( sel supresor sitopatik )
Rasio terbalik ( 2 : 1 ) atau lebih besar dari sel
suppressor pada sel helper ( T8 ke T4 )
mengindikasikan supresi imun.
- P24 ( Protein pembungkus HIV)
Peningkatan nilai kuantitatif protein
mengidentifikasi progresi infeksi
- Kadar Ig
Meningkat, terutama Ig A, Ig G, Ig M yang
normal atau mendekati normal
- Reaksi rantai polimerase
Mendeteksi DNA virus dalam jumlah sedikit pada
infeksi sel perifer monoseluler.
- Tes PHS
Kapsul hepatitis B dan antibody, sifilis, CMV
mungkin positif
2) Neurologis
- EEG, MRI, CT Scan otak, EMG (pemeriksaan
saraf)
- Tes Lainnya
- Sinar X dada
- Menyatakan perkembangan filtrasi interstisial dari
PCP tahap lanjut atau adanya komplikasi lain
- Tes Fungsi Pulmonal
- Deteksi awal pneumonia interstisial
- Skan Gallium Ambilan difusi pulmonal terjadi
pada PCP dan bentuk pneumonia lainnya.
- Biopsis
- Diagnosa lain dari sarcoma Kaposi

51
- Bronkoskopi / pencucian trakeobronkial
Dilakukan dengan biopsy pada waktu PCP
ataupun dugaan kerusakan paru-paru
3) Tes Antibodi
Jika seseorang terinfeksi Human Immunodeficiency
Virus (HIV), maka system imun akan bereaksi dengan
memproduksi antibody terhadap virus tersebut.
Antibody terbentuk dalam 3 12 minggu setelah
infeksi, atau bisa sampai 6 12 bulan. Hal ini
menjelaskan mengapa orang yang terinfeksi awalnya
tidak memperlihatkan hasil tes positif. Tapi antibody
ternyata tidak efektif, kemampuan mendeteksi
antibody Human Immunodeficiency Virus (HIV)
dalam darah memungkinkan skrining produk darah dan
memudahkan evaluasi diagnostic. Pada tahun 1985
Food and Drug Administration (FDA) memberi lisensi
tentang uji kadar Human Immunodeficiency Virus
(HIV) bagi semua pendonor darah atau plasma. Tes
tersebut, yaitu :
- Tes Enzym Linked Immunosorbent Assay (
ELISA)
Mengidentifikasi antibody yang secara spesifik
ditujukan kepada virus Human Immunodeficiency
Virus (HIV). ELISA tidak menegakan diagnosa
AIDS tapi hanya menunjukkan bahwa seseorang
terinfeksi atau pernah terinfeksi Human
Immunodeficiency Virus (HIV). Orang yang
dalam darahnya terdapat antibody Human
Immunodeficiency Virus (HIV) disebut
seropositif.
- Western Blot Assay
Mengenali antibody Human Immunodeficiency
Virus (HIV) dan memastikan seropositifitas
Human Immunodeficiency Virus (HIV)

52
- Indirect Immunoflouresence
Pengganti pemeriksaan western blot untuk
memastikan seropositifitas.
- Radio Immuno Precipitation Assay ( RIPA )
Mendeteksi protein dari pada antibody.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunosupresi,
malnutrisi dan pola hidup yang beresiko.
2. Resiko tinggi penularan infeksi pada bayi berhubungan dengan
adanya kontak darah dengan bayi sekunder terhadap proses
melahirkan.
3. Resiko tinggi defisit volume cairan berhubungan dengan output
cairan berlebih sekunder terhadap diare
4. Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran
oksigen, malnutrisi, kelelahan.
5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake yang kurang, meningkatnya kebutuhan
metabolic, dan menurunnya absorbsi zat gizi.
6. Tidak efektif koping keluarga berhubungan dengan cemas
tentang keadaan orang yang dicintai

53
C. Rencana Keperawatan

Tujuan dan
No Diagnosa Intervensi Rasional
Kriteria hasil

1 Resiko tinggi Pasien akan 1. Monitor tanda- 1. Untuk


infeksi bebas infeksi tanda infeksi pengobatan
berhubungan setelah baru. dini
dengan dilakukan 2. gunakan teknik 2. Mencegah
imunosupresi, tindakan aseptik pada pasien
malnutrisi dan keperawatan setiap tindakan terpapar
pola hidup selama 324 invasif. oleh kuman
yang beresiko. jam dengan patogen
kriteria hasil: yang
diperoleh di
- Tidak ada
3. Cuci tangan rumah sakit.
luka atau
sebelum 3. Mencegah
eksudat.
meberikan pasien
- Tanda
tindakan. terpapar
vital
oleh kuman
dalam
patogen
batas
yang
normal
diperoleh di
(TD=110/
rumah sakit.
70, 4. Anjurkan
4. Mencegah
RR=16- pasien metoda
bertambahn
24, N=60- mencegah
ya infeksi
100, terpapar
S=36-37) terhadap
- Pemeriksa lingkungan
an leukosit yang patogen.
5. Meyakinkan
normal 5. Kumpulkan
diagnosis
(6000- spesimen untuk
akurat dan
10000) tes lab sesuai
pengobatan
order.

54
6. Atur pemberian 6. Mempertaha
antiinfeksi nkan kadar
sesuai order darah yang
terapeutik

2 Resiko tinggi Infeksi HIV 1. Anjurkan 1. Pasien dan


infeksi tidak di pasien atau keluarga mau
(kontak transmisikan orang penting dan
pasien) setelah lainnya metode memerlukan
berhubungan dilakukan mencegah informasikan
dengan tindakan transmisi HIV ini
infeksi HIV, keperawatan dan kuman
adanya infeksi selama 324 patogen
non jam dengan lainnya.
opportunisitik kriteria hasil: 2. Gunakan darah
yang dapat dan cairan
kontak 2. Mencegah
ditransmisika tubuh
pasien dan transimisi
n. precaution bial
tim infeksi HIV
merawat
kesehatan ke orang lain
pasien.
tidak
3. Gunakan
terpapar
masker bila 3. Untuk
HIV
perlu. mencegah

55
Tidak penularan
terinfeksi infeksi
patogen oportunistik
lain seperti melalui udara
TBC.

3 Resiko tinggi Defisit volume 1. Kaji 1. Mendeteksi


defisit volume cairan dapat konsistensi dan adanya
cairan teratasi setelah frekuensi feses darah dalam
berhubungan dilakukan dan adanya feses
dengan output tindakan darah. 2. Hipermotilit
cairan keperawatan 2. Auskultasi i mumnya
berlebih selama 124 bunyi usus dengan
sekunder jam dengan 3. Atur agen diare
terhadap diare criteria hasil: antimotilitas 3. Mengurangi
dan psilium motilitas
Perut lunak
(Metamucil) usus, yang
Tidak
sesuai order pelan,
tegang
emperburuk
Feses
perforasi
lunak,
pada
warna
4. Berikan intestinal
normal
ointment A dan 4. Untuk
Kram perut
D, vaselin atau menghilang
hilang,
zinc oside kan distensi

56
D. Implementasi
Didasarkan pada diagnosa yang muncul baik secara aktual, resiko,
atau potensial. Kemudian dilakukan tindakan keperawatan yang
sesuai berdasarkan NCP.
E. Evaluasi
Disimpulkan berdasarkan pada sejauh mana keberhasilan mencapai
kriteria hasil, sehingga dapat diputuskan apakah intervensi tetap
dilanjutkan, dihentikan, atau diganti jika tindakan yang sebelumnya
tidak berhasil

2.3. Gangguan Sistem Reproduksi Gangguan Menstruasi


2.3.1. Pengertian
Menstruasi adalah pelepasan dinding rahim (endometrium) yang
disertai dengan pendarahan dan terjadi setiap bulannya kecuali pada saat
kehamilan. Menstruasi yang terjadi terus menerus setiap bulannya
disebut sebagai siklus menstruasi. menstruasi biasanya terjadi pada usia
11 tahun dan berlangsung hingga anda menopause (biasanya terjadi
sekitar usia 45 55 tahun). Normalnya, menstruasi berlangsung selama 3
7 hari.
Gangguan menstruasi adalah kelainan-kelainan pada keadaan
menstruasi yang dapat berupa kelainan atau kelainan dari jumlah darah
yang dikeluarkan dan lamanya perdarahan.

2.3.2. Macam Macam Gangguan Menstruasi


A. Premenstrual Tension (Ketegangan Prahaid)
Keteganagan prahaid adalah keluhan-keluhan yang biasanya
mulai satu minggu sampai beberapa hari sebelum datangnya haid
dan menghilang sesudah haid datang walaupun kadang-kadang
berlangsung terus sampai haid berhenti.
Penyebab ketegangan prahaid tidak jelas, tetapi mungkin
faktor penting ialah ketidakseimbangan esterogen dan progesteron
dengan akibat retensi cairan dan natrium, penambahan berat badan,

57
dan kadang-kadang edema. Dalam hubungan dengan kelainan
hormonal, pada tegangan prahaid terdapat defisiensi luteal dan
pengurangan produksi progesteron.
Faktor kejiwaan, masalah dalam keluarga, masalah sosial,
dll.juga memegang peranan penting. Yang lebih mudah menderita
tegangan prahaid adalah wanita yang lebih peka terhadap perubahan
hormonal dalam siklus haid dan terhadap faktor-faktor psikologis.
Meningkatnya kadar esterogen dan menurunnya kadar
progesteron di dalam darah, yang akan menyebabkan gejala deprese
dan khususnya gangguan mental. Kadar esterogen akan
mengganggu proses kimia tubuh ternasuk vitamin B6 (piridoksin)
yang dikenal sebagai vitaminanti depresi karena berfungsi
mengontrol produksi serotonin. Serotonin penting sekali bagi otak
dan syaraf, dan kurangnya persediaan zat ini dalam jumlah yang
cukup dapat mengakibatkan depresi.
Hormon lain yang dikatakan sebagai penyebab gejala
premenstruasi adalah prolaktin. Prolaktin dihasilkan sebagai oleh
kelenjar hipofisis dan dapat mempengaruhi jumlah esterogen dan
progesteron yang dihasilkan pada setiap siklus. Jumlah prolaktin
yang terlalu banyak dapat mengganggu keseimbangan mekanisme
tubuh yang mengontrol produksi kedua hormon tersebut. Wanita
yang mengalami sindroma pre-menstruasi tersebut kadar prolaktin
dapat tinggi atau normal.
Gangguan metabolisme prostaglandin akibat kurangnya
gamma linolenic acid (GLA). Fungsi prostaglandin adalah untuk
mengatur sistem reproduksi (mengatur efek hormon esterogen,
progesterone), sistem saraf, dan sebagai anti peradangan.
Keluhan terdiri dari gangguan emosional berupa iritabilitas,
gelisah, insomnia, nyeri kepala, perut kembung, mual, pembesaran
dan rasa nyeri pada mammae, dsb. Sedang pada kasus yang berat
terdapat depresi, rasa ketakutan, gangguan konsentrasi, dan
peningkatan gejala-gejal fisik tersebut diatas.
Terapi yang diberikan berupa :

58
1. Progesteron sintetik dosis kecil dapat diberikan selama 8
jam sampai 10 hari sebelum haid
2. Metiltestosteron 5mg sebagai tablet isap, jangan lebih dari
7 hari
3. Pemberian diuretik selama 5 hari dapat bermanfaat
4. Pemakaian garam dibatasi dan minum sehari-hari dikurang
selama 7-10 hari sebelum haid
5. Psikoterapi suportif
B. Disminorea
Disminorea adalah nyeri haid menjelang atau selama haid,
sampai membuat wanita tersebut tidak dapat bekerja dan harus tidur.
Nyeri sering bersamaan dengan rasa mual, sakit kepala, perasaan
mau pingsan, lekas marah. Dikenal adanya disminore primer dan
sekunder.
Nyeri haid atau disminorea ada dua macam :
1. Nyeri haid primer
Timbul sejak haid pertama dan akan pulih sendiri
dengan berjalannya waktu, tepatnya setelah stabilnya
hormon tubuh atau perubahan posisi rahim setelah menikah
dan melahirkan. Nyeri haid itu normal, namun dapat
berlebihan jika dipengaruhi oleh faktor psikis dan fisik, dan
seperti stres, shock, penyempitan pembuluh darah, penyakit
yang menahun, kurang darah, dan kondisi tubuh yang
menurun. Gejala tersebut tidak membahayakan kesehatan.
2. Nyeri haid sekunder
Biasanya baru muncul kemudian, yaitu jika ada
penyakit atau kelainan yang menetap seperti infeksi rahim,
kista atau polip, tumor sekitar kandungan, kelainan
kedudukan rahim yang mengganggu organ dan jaringan di
sekitarnya.
Penyebab pasti disminore primer belum diketahui.
Diduga faktor psikis sangat berperan terhadap timbulnya
nyeri. Disminore primer umumnya dijumpai pada wanita
dengan siklus haid berovulasi. Penyebab tersering

59
disminore sekunder adalah endometriosis dan infeksi
kronik genitalia interna

Pada disminorea primer :

Bila tidak terjadi kehamilan, maka korpus luteum akan


mengalami regresi dan hal ini akan mengakibatkan penurunan kadar
progesteron. Penurunan ini akan mengakibatkan labilisasi membran
lisosom, sehingga mudah pecah dan melepaskan enzim fosfolipase
A2.

Fosfolipase A2 ini akan menghidrolisis senyawa fosfolipid yang


ada di membran sel endometrium menghasilkan asam arakhidonat.
Adanya asam arakhidonat bersama dengan kerusakan endometrium
akan merangsang kaskade asam arakhidonat yang akan
menghasilkan prostaglandin, antara lain PGE2 dan PGF2 alfa.

Wanita dengan disminorea primer didapatkan adanya


peningkatan kadar PGE dan PGF2 alfa di dalam darahnya, yang
akan merangsang miometrium dengan akibat terjadinya peningkatan
kontraksi dan distrimi uterus. Akibatnya akan terjadi penurunan
aliran darah ke uterus dan ini akan mengakibatkan iskemia.

Prostaglandin sendiri dan endoperoksid juga menyebabkan


sensitisasi dan selanjutnya menurunkan ambang rasa sakit pada
ujung-ujung syaraf aferen nervus pelvicus terhadap rangsang fisik
dan kimia.

Pada disminorea sekunder :

Adanya kelainan pelvis, misalnya : endometriosis, mioma uteri,


stenosis serviks, malposisi uterus atau adanya IUD dapat
menyebabkan kram pada uterus sehingga timbul rasa nyeri

Manifestasi klinis :

a. Disminore Primer
b. Usia lebih muda

60
c. Timbul setelah terjadinya siklus haid yang teratur
d. Sering pada nulipara
e. Nyeri sering terasa sebagai kejang uterus dan spastik
f. Nyeri timbul mendahului haid
g. Nyeri meningkat pada hari pertama dan kedua saat haid
h. Tidak dijumpai keadaan patologi pelvik
i. Hanya terjadi pada siklus haid yang ovulatorik
j. Sering memberikan respons terhadap pengobatan
medikamentosa
k. Pemeriksaan pelvik normal
l. Sering disertai nausea, muntah, diare, kelelahan, dan nyeri
kepala
m. Disminore Sekunder
n. Usia lebih tua
o. Cenderung timbul setelah 2 tahun siklus haid teratur
p. Tidak berhubungan dengan paritas
q. Nyeri sering terasa terus-menerus dan tumpul
Nyeri dimulai saat haid dan meningkat bersamaan dengan
keluarnya darah
r. Berhubungan dengan kelainan pelvik
s. Tidak berhubungan dengan adanya ovulasi
t. Seringkali memerlikan tindakan operatif
u. Terdapat kelainan pelvik
Terapi yang diberikan :
1) Penerangan dan nasihat
Perlu dijelaskan kepada penderita bahwa disminore
adalah gangguan yang tidak berbahaya untuk kesehatan.
Hendaknya diadakan penjelasan dan diskusi mengenai cara
hidup, pekerjaan, kegiatan, lingkungan penderita. Nasihat-
nasihat mengenai makanan sehat, istirahat yang cukup, dan
olahraga mungkin berguna. Kadang-kadang diperlukan
psikoterapi.
2) Pemberian obat analgesik

61
Dewasa ini telah banyak beredar obat-obat analgesik
yang dapat diberikan sebagai terapi simptomatik. Jika rasa
nyerinya berat, diperlukan istirahat di tempat tidur dan
kompres panas pada perut bawah untuk mengurangi
penderitaan.
Obat analgesik yang sering diberikan adalah preparat
kombinasi aspirin, fenasetin, dan kafein. Obat-obat paten
beredar di pasaran ialah antara novalgin, ponstan, acet-
aminophen dan sebagainya.
3) Terapi hormonal
Tujuan terapi hormonal ialah menekan ovulasi.
Tindakan ini bersifat sementara dengan maksud untuk
membuktikan bahwa gangguan benar-benar disminore
primer, atau untuk memungkinkan penderita melaksanakan
pekerjaan penting pada waktu haid tanpa gangguan. Tujuan
ini dapat dicapai dengan pemberian salah satu jenis pil
kombinasi kontrasepsi.
4) Terapi dengan obat nonstreoid antiprostaglandin
Memegang peranan yang makin penting terhadap
disminore primer. Termasuk disini indometasin, ibuprofen,
dan naproksen dalam kurang lebih 70% penderita dapat
disembuhkan atau mengalami banyak perbaikan.
Hendaknya pengobatan diberikan sebelum haid mulai 1
sampai 3 hari sebelum haid dan pada hari pertama haid.
C. Perdarahan Uterus Abnormal
1. Hipermenore (Menorraghia)
Hipermenore adalah perdarahan berkepanjangan atau
berlebihan pada waktu menstruasi teratur. Bisa disebut juga
dengan perdarahan haid yang jumlahnya banyak hingga 6-7 hari,
ganti pembalut 5-6 kali/hari tetapi masih memiliki siklus-siklus
yang teratur.
Pada hipermenore perdarahan menstruasi berat berlangsung
sekitar 8-10 hari dengan kehilangan darah lebih dari 80ml. 40-
60% wanita yang mengaku mengalami perdarahan hebat saat

62
haid tidak ada patologi pada sistem reproduksinya dan hal ini
disebut perdarahan uterus disfungsional.
Penyebab
a. Lokal seperti : myomata, endometril polip, uterus
retro versi, first menstrual period after childbirth or
abortion (MPT), tumor sel granulosa di ovarium.
b. Penyakit sistemik, seperti hipertiroidisme dan
gangguan perdarahan.
c. Penggunaan IUCD (Intra Uterine Contraceptive
Device). Penggunaan IUCD akan meningkatkan
aliran menstruasi.
d. Hypopalsia Uteri, menurut beratnya hipoplasia
dapat mengakibatkan amenorrhoe (uterus sangat
kecil), hipermenorrhoe (uterus kecil jadi luka kecil).
e. Astheni, Menorrhagia terjadi karena tonus otot pada
umumnya kurang. Sealama atau sesudah menderita
suatu penyakit atau karena terlalu lelah, juga karena
tonus otot kurang.
f. Hypertensi.
g. Decompensatio cordis.
h. Infeksi : endometriosis, salphingitis.
i. Retroflexio uteri, karena kandungan pembuluh
darah balik.
j. Penyakit darah : Hemofili
k. Pada siklus ovulasi normal, hipotalamus mensekresi
Gonadotropin releasing hormon (GnRH), yang
menstimulasi pituitary agar melepaskan Folicle-
stimulating hormone (FSH). Hal ini pada gilirannya
menyebabkan folikel di ovarium tumbuh dan matur
pada pertengahan siklus, pelepasan leteinzing
hormon (LH) dan FSH menghasilkan ovulasi.
Perkembangan folikel menghasilkan esterogen yang
berfungsi menstimulasi endometrium agar
berproliferasi. Setelah ovum dilepaskan kadar FSH

63
dan LH rendah. Folikel yang telah kehilangan ovum
akan berkembang menjadi korpus luteum, dan
korpus luteum akan mensekresi progesteron.
Progesteron menyebabkan poliferasi endometrium
untuk berdeferemnsiasi dan stabilisasi. 14 hari
setelah ovulasi terjadilah menstruasi. Menstruasi
berasal dari dari peluruhan endometrium sebagai
akibat dari penurunan kadar esterogen dan
progesteron akibat involusi korpus luteum.
l. Siklus anovulasi pada umumnya terjadi 2 tahun
pertama setelah menstruasi awal yang disebabkan
oleh HPO axis yang belum matang. Siklus
anovulasi juga terjadi pada beberapa kondisi
patologis. Pada siklus anovulasi, perkembangan
folikel terjadi dengan adanya stimulasi dari FSH,
tetapi dengan berkurangnya LH, maka ovulasi tidak
terjadi. Akibatnya tidak ada korpus luteum yang
terbentuk dan tidak ada progesteron yang disekresi.
Endometrium berplroliferasi dengan cepat, ketika
folikel tidak terbentuk produksi esterogen menurun
dan mengakibatkan perdarahan. Kebanyakan siklus
anovulasi berlangsung dengan pendarahan yang
normal, namun ketidakstabilan poliferasi
endometrium yang berlangsung tidak
mengakibatkan pendarahan hebat.

Manifestasi klinis

a. Menorrhagia yang berat dapat menyebabkan


anemia.
b. Gejala lain yang dapat menyertainya antara lain :
1) Sakit kepala
2) Kelemahan
3) Kelelahan
4) Kesemutan pada kaki dan tangan

64
5) Meriang
6) Penurunan konsentrasi

Terapi yang diberikan:

a) Terapi spesifik untuk menorrhagia diberikan


berdasarkan :
b) Umur dan riwayat kesehatan
c) Kondisi sebelumnya
d) Toleransi pada terapi pengobatan spesifik

Terapi untuk menorrhagia, yaitu :


e) Suplemen zat besi (jika kondisi menorrhagia
disertai anemia, kelainan darah yang disebabkan
oleh defisiensi sel darah merah atu hemoglobin).
f) Prostaglandin inhibitor seperti medications
(NSAID), seperti aspirin atau ibuprofen.
g) Kontrasepsi oral (ovulation inhibitor)
h) Progesteron (terapi hormon)
i) Hysteroctomy (operasi untuk menghilangkan
uterus)
2. Amenore
Amenore bukan suatu penyakit tetapi merupakan gejala.
Amenore adalah tidak adanya haid selama 3 bulan atau lebih.
Klasifikasi amenore :
1. Amenore primer, tejadi apabila seseorang wanita
belum pernah mendapat menstruasi dan tidak boleh
didiagnosa sebelum pasien mencapai usia 18 tahun
2. Amenore sekunder ialah hilangnya haid selama
menarche
3. Amenore yang normal hanya terjadi sebelum masa
pubertas, selama kehamilan, selama menyusui dan
setelah menapause.

Disebabkan karena :

65
a. Tertundanya menarke ( menstruasi pertama )
b. Kelainan bawaan pada pada sistem kelamin (
misalnya tidak memiliki rahim atau vagina, adanya
sekat pada vagina, serviks yang sempit, lubang pada
selaput yang menutupi vagina terlalu sempit / himen
imperforata )
c. Penurunan berat badan yang drastis ( akibat
kemiskinan, diet berlebihan, anoreksia nervosa,
bulimia, dan lain lain )
d. Kelainan bawaan pada sistem kelamin
e. Kelainan kromosom ( misalnya sindroma Turner atau
sindroma Swyer ) dimana sel hanya mengandung 1
kromosom X )
f. Obesitas yang ekstrim
g. Hipoglikemia
h. Disgenesis gonad
i. Hipogonadisme hipogonadotropik
j. Sindroma feminisasi testis
k. Hermafrodit sejati
l. Penyakit menahun
m. Kekurangan gizi
n. Penyakit Cushing
o. Fibrosis kistik
p. Penyakit jantung bawaan ( sianotik )
q. Kraniofaringioma, tumor ovarium, tumor adrenal
r. Hipotiroidisme
s. Sindroma adrenogenital
t. Sindroma Prader-willi
u. Penyakit ovarium polikista
v. Hiperplasia adrenal kongenital

Penyebab amenore sekunder :

1) Kehamilan
2) Kecemasan akan kehamilan

66
3) Penurunan berat badan yang drastis
4) Olah raga yang berlebihan
5) Lemak tubuh kurang dari 15 17 % extreme
6) Mengkonsumsi hormon tambahan
7) Obesitas
8) Stres emosional
9) Menopause
10) Kelinan endrokin
Misalnya sindorma Cushing yang menghasilkan
sejumlah besar hoemon kortisol oleh kelenjar adrenal
11) Obat obatan
Misalnya busulfan, klorambusil, siklofosfamid, pil
KB, fenotiazid
12) Prosedur dilatasi kuratesa
13) Kelainan pada rahim,
Seperti mola hidatidosa (tumor plasenta) dan sindrom
Asherman ( pembentukan jaringan parut pada lapisan
rahim akibat infeksi atau pembedahan)
14) Tidak adanya uterus,
Baik itu sebagai kelainan atau sebagai bagian dari
sindrom hemaprodit seperti testicular feminization,
adalah penyebab utama dari amenore primer.
Testicular feminization disebabkan oleh kelainan
genetik. Pasien dengan aminore primer yang
diakibatkan oleh testicular feminization menganggap
dan menyampaikan dirinya sebagai wanita yang
normal, memiliki tubuh feminin. Vagina kadang
kadang tidak ada atau mengalami kecacatan, tapi
biasanya terdapat vagina. Vagina tersebut berakhir
sebagai kantong kosong dan tidak terdapat uterus.
Gonad, yang secara morfologi adalah testis berada di
kanal inguinalis. Keadaan seperti ini menyebabkan
pasien mengalami amenore yang permanen.

67
15) Amenore primer juga dapat diakibatkan oleh
kelainan pada aksis hipotalamus-hipofisis-ovarium.
Hypogonadotropic amenorrhoea menunjukkan
keadaan dimana terdapat sedikit sekali kadar FSH
dan SH dalam serum. Akibatnya, ketidakadekuatan
hormon ini menyebabkan kegagalan stimulus
terhadap ovarium untuk melepaskan estrogen dan
progesteron. Kegagalan pembentukan estrogen dan
progesteron akan menyebabkan tidak menebalnya
endometrium karena tidak ada yang merasang.
Terjadilah amenore. Hal ini adalah tipe keterlambatan
pubertas karena disfungsi hipotalamus atau hipofosis
anterior, seperti adenoma pitiutari.
16) Hypergonadotropic amenorrhoea merupakan salah
satu penyebab amenore primer. Hypergonadotropic
amenorrhoea adalah kondisi dimnana terdapat kadar
FSH dan LH yang cukup untuk menstimulasi
ovarium tetapi ovarium tidak mampu menghasilkan
estrogen dan progesteron. Hal ini menandakan bahwa
ovarium atau gonad tidak berespon terhadap
rangsangan FSH dan LH dari hipofisis anterior.
Disgenesis gonad atau prematur menopause adalah
penyebab yang mungkin. Pada tes kromosom seorang
individu yang masih muda dapat menunjukkan
adanya hypergonadotropic amenorrhoea. Disgenesis
gonad menyebabkan seorang wanita tidak pernah
mengalami menstrausi dan tidak memiliki tanda seks
sekunder. Hal ini dikarenakan gonad ( oavarium )
tidak berkembang dan hanya berbentuk kumpulan
jaringan pengikat.
17) Amenore sekunder disebabkan oleh faktor lain di luar
fungsi hipotalamus-hipofosis-ovarium. Hal ini berarti
bahwa aksis hipotalamus-hipofosis-ovarium dapat
bekerja secara fungsional. Amenore yang terjadi

68
mungkin saja disebabkan oleh adanya obstruksi
terhadap aliran darah yang akan keluar uterus, atau
bisa juga karena adanya abnormalitas regulasi
ovarium sperti kelebihan androgen yang
menyebabkan polycystic ovary syndrome.

Manifestasi klinisnya bervariasi, tergantung penyebabnya.


Jika penyebabnya adalah kegagalan mengalami pubertas, maka
tidak akan ditemukan tanda tanda pubertas seperti pembesaran
payudara, pertumbuhan rambut kemaluan dan rambut ketiak serta
perubahan bentuk tubuh.

Jika penyebanya adalah kehamilan, akan ditemukan


morning sickness dan pembesaran perut. Jika penyebabnya
adalah kadar hoemon tiroid yang tinggi maka gejalanya adalah
denyut jantung yang cepat, kecemasan, kulit yang hangat dan
lembab. Sindroma Cushing menyebabkan wajah bulat ( moon
face ), perut buncit, dan lengan serta tungkai yang lurus.

Gejala lainnya yang mungkin ditemukan pada amenore :

a) Sakit kepala
b) Galaktore ( pembentukan air susu pada wanita yang
tidak hamil dan tidak sedang menyusui )
c) Gangguan penglihatan ( pada tumor hipofisa )
d) Penurunan atau penambahan berat badan yang berarti
e) Vagina yang kering
f) Hirsutisme ( pertumbuhan rambut yang berlebihan,
yang mengikuti pola pria ), perubahan suara dan
perubahan ukuran payudara

Pengobatan untuk kasus amenore tergantung kepada


penyebabnya. Jika penyebanya adalah penurunan berat badan
yang drastis atau obesitas, penderita dianjurkan untuk menjalani
diet yang tepat. Jika penyebabnya adalah olah raga yang
berlebihan, penderita dianjurkan untuk menguranginya.

69
Jika seorang anak perempuan yang belum pernah
mengalami menstruasi ( amenore primer ) dan selama hasil
pemeriksaan normal, maka dilakukan pemeriksaan setiap 3 6
bulan untuk memantau perkembangan pubertasnya.

D. Oligomenorrhea
Periode menstruasi yang tidak dapat diprediksi mungkin
masih dianggap normal jika dialami ketika masa awal tahun pertama
mengalami menstruasi dan pada saat akan mengalami menopause.
Mentruasi yang tidak teratur bisa disebabkan oleh beberapa
fakktor, antara lain karena ketidakseimbangan hormon, kelainan
organ reproduksi, stress yang tinggi, berat badan yang turun drastis,
obesitas dan kista.
Kebanyakan wanita wanita menstruasi selama 25 sampai 30
hari jika mereka tidak sedang hamil, menyusui, atau memiliki
kelainan lain seperti tumor, atau anorexia nervosa.
Dalam oligomenore, menstruasi terjadi dengan interval 35 hari
atau lebih diantara periode menstruasi . Penyebab gangguan ini
kadang-kadang dipicu oleh masalah emosional, diet ketat dan
obesitas, gangguan hormonal.
E. Polymenorrhea (menstruasi berulang-ulang)
Jenis gangguan ini ditandai dengan menstruasi yang muncul
kurang dari 20 hari atau haid terjadi 2 kali dalam sebulan (baca:
Gangguan haid 2 kali dalam satu bulan). Penyebab menstruasi ini
dikarenakan tidak seimbangnya hormone estrogen dengan
progesterone (estrogen lebih mendominasi).
Kondisi ini sering ditemukan pada anak perempuan yang
masih muda dan belum berovulasi dan juga biasa dialami oleh
wanita yang akan mengalami masa menopause.
F. Anovulasi (perdarahan tidak terjadi/tidak haid lagi)
Anovulasi mengacu pada setiap perdarahan abnormal dari
Miss V yang tidak termasuk dari kategoi siklus menstruasi normal.
Anovulasi dialami wanita pada dua atau tiga tahun pertama setelah

70
haid dan akan dialami lagi saat lima tahun sebelum menopause
(tidak haid lagi).
Tanpa ovulasi pada siklus menstruasi normal maka hormone
progesteron tidak dapat diproduksi lagi. (baca: Masa Subur).
Progesteron mengatur waktu siklus menstruasi, dan tanpa itu
menstruasi menjadi tidak teratur bahkan berhenti sama sekali.
Para ahli percaya bahwa 20% dari kegagalan ovulasi adalah
hasil dari beberapa kondisi berikut latihan fisik berlebihan, obesitas,
penyakit kronis, produksi androgen yang berlebihan, disfungsi
kelenjar tiroid, produksi prolaktin yang berlebihan atau masalah
psikologis seperti stress.
2.3.3. Asuhan Keperawatan pada Klien Dengan Gangguan Menstruasi
A. Pengkajian
1. Identitas

Nama

Umur

Alamat

Status

No MR

Penanggung jawab

2. Riwayat Kesehatan
Riwayat kesehatan dahulu
Biasanya klien mengatakan tidak ada mengalami penyakit yang
sama seperti saat ini, biasanya klien mengatakan pola kebiasaan
yang tidak sehat, gaya hidup dan nutrisi yan tidak baik.

Riwayat kesehatan sekarang


Biasanya klien merasakan demam,nyeri dibagian abdomen,
klien mengatakan tidak bisa beraktifitas,klien biasanya

71
mengatakan badan terasa demam, klien biasanya mengatakan
cemas terhadap penyakit yang diderita sekarang
Biasanya klien mengatakan tidak ada keluarga yang mengalami
penyakit yang sama seperti klien.

3. Pemeriksaan fisik
Kepala dan wajah : Rambut bisanya berwarna hitam,
tidak oedema,tidak ada lesi, wajah biasanya oval
Mata : Sklera biasanya tidak ikterik,
konjungtiva tidak anemis
Leher : Biasanya JVP dalam normal
Abdomen (Perut)
Inspeksi : biasanya simetris kiri dan kanan, tidak ada
tonjolan, tidak ada kelainan umbilikus dan adanya pergerakan
didindng abdomen
Auskultasi : biasanya suara peristaltik (bising usus) di semua
kuadran (bagian diafragma dari stetoskop)
Palpasi : biasanya turgor kulit baik, hepar tidak teraba
Perkusi : biasanya tympani
Thorak (dada)
Inspeksi : Biasanya ditemukan ketidaksimetrisan rongga
dada dan tulang belakang
Palpasi : Taktil fremitus seimbang kanan dan kiri
Perkusi : Cuaca resonan pada seluruh lapang paru
Auskultasi : Biasanya vesikuler
Jantung
inspeksi : Biasanya Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Biasanya Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Biasanya pekak
Auskultasi : Biasanya irama jantung teratur
Kesadaran : Kesadaran biasanya kompos mentis. Pada
kasus yang lebih parah, klien dapat mengeluh pusing dan
gelisah.
Ekstermitas

72
Pada inspeksi dan palpasi daerah kolumna vertebralis,biasanya
tidak ada perubahan gaya berjalan, deformitas tulang, leg-
length inequality dan nyeri spinal.
4. Pengkakjian bio-psiko-sosisal dan spiritual
a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatann
Biasanya pasien tidak menengetahui tentang penyakit
Biasanya pasien kebiasaan minum alkohol, kafein
b. Pola aktivitas dan latihan
Jarang berolah raga
Istirahat kurang dari kebutuhan
c. Pola tidur dan istirahat
Biasanya tidur terganggu karena adanya nyeri
d. Pola reproduksi seksualitas
Usia remaja dan dewasa
e. Pola mekanisme koping terhadap stres
Stres, cemas karena penyakitnya

B. Diagnosa
1. Nyeri akut b.d peningkatan kontraksi uterus saat menstruasi
2. Intoleran aktivitas b.d kelemahan akibat anemia
3. Ansietas b.d ketidaktahuan penyebab nyeri abdomen

73
C. Intervensi

No Diagnosa Tujuan Intervensi

1. Nyeri akut NOC : NIC :

Batasan karakteristik : - Pain level Pain management

- Perubahan selera - Pain control - Lakukan


makan pengakajian nyeri
- Comfort level
secara
- Perubahan
KH : komprehensif
tekanan darah
termasuk lokasi,
- Mampu
- Perubahan karakteristik,
mengontrol nyeri (tahu
frekuensi jantung durasi, frekuensi,
penyebeb nyeri,
kualitas dan faktor
- Perubahan mampu menggunakan
presipitasi.
frekuensi pernapasan teknik nonfarmakologi
untuk mengurangi - Observasi
- Diaforesis
nyeri, mencari reaksi nonverbal
- Perubahan posisi bantuan) dari
untuk menghidari nyeri ketidaknyamanan
- Melaporkan
- Dilatasi pupil bahwa nyeri berkurang - Gunakan
dengan menggunakan teknik komunikasi
- Sikap tubuh
manajemen nyeri teraupetik untuk
melindungi
mengetahui
- Mampu
- Gangguan tidur pengalaman nyeri
mengenali nyeri (skala
pasien
intensitas, frekuensi
dan tanda nyeri) - Kaji kultur
yang
- Menyatakan
mempengaruhi
rasa nyaman setealah
respon nyeri
nyeri berkurang
- Evaluasi
pengalaman nyeri

74
masa lampau

- Evaluasi
bersama pasien
dan tim kesehatan
lain tentang
ketidakefektifan
kontrol nyeri
masa lampau

- Bantu
pasien dan
keluarga untuk
mencari dan
menemukan
dukungan

- Kontrol
lingkungan yang
dapat
mempengaruhi
nyeri seperti suhu
ruangan,
pencahayaan, dan
kebisingan

- Kurangi
faktor presipitasi
nyeri

- Pilih dan
lakukan
penanganan nyeri

- Kaji tipe
dan sumber nyeri

75
- Ajarkan
tentang teknik
nonfarmakologi

- Berikan
analgetik untuk
mengurangi nyeri

- Evaluasi
keefektifan
kontrol nyeri

- Tingkatkan
istirahat

- Monitor
penerimaan
pasien tentang
manajemen nyeri

2. Intoleransi aktifitas NOC


NIC
Batasan karakteristik : - Energy
conservation Activity Therapy
Respon tekanan
darah abnormal terhadap - Activity - Kolaborasi
aktivitas tolerance dengan tenaga
rehabilitasi
Tekanan - Self care :
frekuensi jantung ADLs - Bantu klien
abnormal terhadap untuk
KH:
aktivitas mengidentifikasi
- Berpatisipasi aktivitas yang
Ketidaknyamanan
dalam aktivitas fisik mampu dilakukan
setelah beraktivitas
- Mempu - Bantu
Menyatakan
melakukan aktivitas klien untuk

76
merasa letih sehari-hari membuat jadwal
latihan
Menyatakan - Tanda-tanda
merasa lemah vital normeal - Bantu
untuk memilih
- Energy
aktivitas yang
psikomotor
sesuai dengan
- Sirkulasi status kemampuan fisik
baik
- Sediakan
- Mampu penguatan positif
berpindah tanpa bagi yang aktif
bantuan beraktivitas

- Monitor
respon
fisik,emosi,sosial
dan spiritual

3.
NOC
Ansietas
- Anxiety self NIC
Batasan karakteristik:
control
Anxiety
- Penurunan
- Anxiety level Reduction
produktivitas
- Coping - Gunakan
- Gerakan yang
pendekatan yang
relevan KH:
menyenangkan
- Gelisah - Klien mampu
- Nyatakan
mengidentifikasi
- Melihat sepintas dengan jelas
gejala cemas
harapan terhadap

77
- Kontak mata yang - pelaku pasien
buruk Mengungkapkan
- Temani
teknik untuk
- Mengekspresikan pasien untik
mengontrol cemas
kekhawatiran memberikan
- Vital sign keamanan
- Tampak waspada
dalam batas normal
- Bantu
- Tingkat pasien untuk
aktivitas menunjukan mengenal situasi
berkurangnya yang
kecemasan menimbulkan
kecemasan

-
Instruksikan
pasien
menggunakan
teknik relaksasi

- Berikan
obat mengurangi
kecemasan

2.4. Gangguan Sistem Reproduksi Tumor Alat Reproduksi


2.4.1. Pengertian
Tumor adalah benjolan atau suatu pertumbuhan bisa ganas bisa
jinak. Tumor adalah perkembangan tubuh akibat pertumbuhan sel-sel
tubuh sendiri. Tumor adalah bengkak akibat radang, neoplasma, edema
(Ramli Ahmad, 2003, Kamus Kedokteran, Jakarta: Djambatan)
Tumor adalah terbentuknya neoplasma yang di sebabkan oleh
pertumbuhan atau regnerasi sel tubuh yang tidak wajar. Tumor adalah
sekumpulan sel yang membelah diri dengan sangat cepat sehingga
tumbuh dan jumlahnya menjadi semakin banyak dan tidak terkendali.

78
Untuk beberapa jenis tumor tertentu, kumpulan sel yang tumbuh dengan
sangat cepat ini terlihat sebagai benjolan jika sudah mencapai tahap yang
cukup lanjut.
Namun demikian, tidak semua kanker harus terlihat sebagai
benjolan apalagi pada stadium awal. Dalam keadaan normal,
pembelahan sel selalu terkendali. Di dalam tubuh kita terdapat sistem
yang mengatur kapan sel membelah dan seberapa cepat sel - sel tersebut
harus memperbanyak diri. Jika sistem pengaturan ini terganggu maka sel
- sel akan membelah secara tidak terkendali sehingga menyebabkan
timbulnya tumor. Sebenarnya perbanyakan jumlah sel ini dilakukan
tubuh untuk menggantikan sel - sel yang secara rutin mengalami
kematian serta untuk menambah jumlah sel tubuh pada masa
pertumbuhan. Sel akan mati jika sudah mencapai masa tertentu.

2.4.2. Penyebab Tumor


Tumor disebabkan oleh adanya mutasi DNA yang terakumulasi
merupakan faktor utama penyebab tumor. Sebenarnya sel manusia
mempunyai mekanisme perbaikan DNA dan mekanisme lainnya yang
menyebabkan DNA mengalalmi kerusakan dirinya dengan apoptosis jika
kerusakan sel sangat parah. Apoptosi adalah proses aktif kematian sel
ditandai dengan pembelahan DNA pada kromosom sampai pada sel itu
sendiri.

2.4.3. Pemicu Timbulnya Tumor


1. Perokok
2. Gaya hidup yang tidak sehat
3. Alkoholik
4. Obesitas
5. Benzena dan zat kimia lainnya yang berasa sekitar lingkungan,
diserap oleh darah sehingga meracuni seluruh jaringan tubuh
6. Akibat radiasi
7. Masalah genetic

79
2.4.4. Tumor pada Organ Reproduksi
A. Tumor pada Vulva
1. Tumor Kistik
Kista dibagi atas beberapa jenis, antara lain :
- Kisti Inclusi (kista epidermis), terjadi akibat perlukaan,
terutama pada persalinan karena episiotomi atau robekan,
dimana suatu segmen epitel terpendam dan kemudian
menjadi kista. Kista ini terdapat dibawah epitel
vulva/perineum maupun vagina berwarna kekuning-
kuningan atau abu-abu biasanya bergaris tengah kurang
dari 1 cm dan berisi cairan kental. Umumnya kista ini tidak
menimbulkan keluhan.
- Kista sisa jaringan embrio.
- Kista Gartner, berasal dari saluran mesonefridikus
ujolfifi. Terdapat pada dinding lateral-anterolateral vagina
sampai pada vulva dekat urethra dan klitoris. Dindingnya
terdiri dari epitel torak atau kubus berisi cairan jernih tanpa
musin. Biasanya berukuran kecil dan multhipel namun
dapat mencapai ukuran kepala janin, dengan konsistensi
yang lunak.
- Kista bidrokele saluran nuck, berasal dari sisa prosesus
vaginalis peritoneum yang terletak dalam saluran inguinal,
kadang-kadang melanjutkan diri sampai pada labium
mayor. Terletak mulai dari saluran inguinal sampai dinding
labium mayor, kadang-kadang terdiri dari beberapa kista.
Kista saluran Nuvck berisi cairan jernih dengan dinding
selaput peritoneum. Dengan demikian kista ini harus
dibesarkan dengan hernia (burut) inguinal dan varikokel
yang sering terdapat pada kehamilan.
- Kista Kelenjar
Kista Bartholini, terjadi akibat radang. Dapat berasal
dari bartholinitis kronis. Teraba sebagai suatu tonjolan
pada bagian belakang dari labium majus, mudah

80
digerakkan. Umumnya tidak memberikan
keluhan,tetapi kadang-kadang mengalami pernanahan
Kista sebasea, Berasal dari kelenjar sebasea kulit yang
terdapat pada labium mayor, labium minor dan mons
veneris, terjadi karena penyumbatan saluran kelenjar
sehinggga terjadilah penimbunan sebum.Kelenjar ini
biasanya terletak dekat dibawah permukaan kulit
berwarna kuning keabu-abuan, dengan batas yang jelas
dan konsistensi keras, ukuran kecil sering multiple.
Dindingnya berlapis epitel kelenjar dengan isi sebum
(minyak yang berfungsi melindungi elemen rambut dan
mengatur keseimbangan kelembapan) yang
mengandung Kristal kolesterol. Kristal ini sering
mengalami infeksi.
Hidranenoma, berasal dari kelenjar keringat, ada yang
mengatakan berasal dari saluran wolfri. Dapat
menyebabkan Penyakit fox-forduce (apoxsin
miliara), terjadi akibat sumbatan saluran kelenjar
keringat sehingga membentuk banyak kristal kecil
dengan diameter 1-3mm, multiple, terasa gatal.
Kelainan ini dapat juga terjadi di ketiak dan gelenggang
susu. Dapat mengalami kekambuhan apabila terjadi
gangguan emosi antara lain rangsang seksual.
Kista paraurethra (skene), terjadi karena saluran
kelenjar ini tertutup oleh infeksi. Kista ini biasa
menonjol pada dinding depan vagina, dan sering
mengalami infeksi.
- Kista endrometriosis, jarang sekali terjadi, namun dapat
tumbuh pada vulva maupun vagina. Kista pada vulva ini
umum hanya memerlukan pengangkatan kalau
mengganggu saja. Pada kista yang mengalami infeksi dapat
dilakukan insisi.

81
2. Tumor Solid Vulva
- Tumor epitel
Konidiloma akuminatum (Kutil Genitalis). Kutil
Genitalis (Kondiloma Akuminata) merupakan kutil di
dalam atau di sekeliling vagina, penis atau dubur, yang
ditularkan melalui hubungan seksual.
Karunkula urethra, ada 2 macam. Karunkula
urethra neoplasma , terdiri dari polip merah muda
dengan tangkai pada tepi dorsal muara urethtra,
mikroskopik sebagai papiloma urethra yang ditutup
oleh epitel transisional yang tersusun sebagai lipatan
dengan tipe yang sering menyerupai pertumbuhan
ganas. Tumor ini mempunyai kecendrungan untuk
kambuh lokal. Gangguan yang ditimbulkan antara lain
adalah nyeri pada saat waktu berjalan dan duduk,
dispareunia, disuria, perdarahan, dan pembengkakan.
Karunkula urethra granulomatosa, penonjolan ini
terdiri dari jaringan granulomatosa pada muara-muara
urethra terutama bagian belakang yang meluas ke
samping juga, dengan demikian lubang muara urethra
ini menonjol akan tetapi tidak mempunyai tangkai,
berwarna merah kusam dan tidak menimbukan nyeri
seperti pada karunkula urethra neoplasma.
Nevus pigmentosus, Pada pemeriksaan mikroskopik
menunjukan sel nevus yang khas dengan inti biru tua
dan terletak di bawah lapisan epitel. Menurut Masson
sel nevus berasal dari melanosit dalam epidermis atau
darisel Schwann dari serabut saraf yang menuju ke
kulit. Yang berbahaya ialah lesi yang berpigmen dan
tak meluas sehingga sebaiknay diperiksa secara
histologik.
Hiperkreatosis, disebabkan infeksi menahun,
deramatitis.

82
- Tumor Jaringan Mesodermal
Fibroma, berasal dari jaringan disekitar labium majus,
dapat tumbuh besar dengan konsistensi lunak dan
berwarna putih keabu-abuan.Dapat dilakukan terapi
dangan operasi
Lipoma, berasal dari otot polos ligamentum rotondum
dekat pada labium majus dengan konsistensi lunak,
dapat bertangkai dan mencapai ukuran besar(hamper
mnyerupai fibroma). Dapat dilakukan terapi dangan
operasi
Leiomima, berasal dari otot polos ligamentum
rotundum dekat pada labium mayus tersusun seperti
pusaran air/konde.
Neurofibroma, berasal dari sarung serabut saraf,
biasanya kecil saja, lunak, berbentuk polipoid dan
berwarna seperti daging
Hemangioma, berasal dari konginetal biasanya akan
menghilang sendiri pada pertumbuhan anak. Pada
wanita pasca menopause biasanya terjadi karena adanya
varices yang kecil-kecil dan dapat menyebabkan
perdarahan pasca menopause.
Limfangioma, berasal dari jaringan pembuluk limfe,
jarang sekali dijumpai. Mikroskopik tampak seperti
limfangioma namun tidak berwarna.
B. Tumor pada Vagina
1. Tumor Kistik Vagina
Tumor-tumor di vagina umunya mempunyai sifat yang
sama dengan yang didapatkan pada vulva. Tumor vulva dan
vagina hendaknya dibedakan dengan vaginiti semfisematosa.
Dapat juga saluran Muller terjadi di dekat serviks biasanya
soliter,akan tetapi dapat multiple, kista ini dilapisis epitel
seperti endoserviks, berisi cairan musin. Tumor ini dibedakan
menjadi:

83
- Kista Inklusi
- Kista sisa jaringan embrio
- Kista qarten
- Kista saluran muller
2. Tumor Solid Vagina
- Granuloma Bukan neoplasma yang sebenarnya. Jaringan
merupakan granulasi yang terbatas- batas, seringkali
berbentuk polip terutama terjadi pada bekas operasi
kolpografidan histerektomi total dan dapat bertahan sampai
bertahun-tahun.
- Tumor miksoid vagina. Konsistensi lunak seperti kista
berisi jaringan miksomatosa, jaringan pengikat dan jaringan
lemak seperti yang biasa terdapat pada daerah glutea,
fossaiskhiorektales, serta apabila terdapat di vagina berada
pada daerah parakolpos.Kadang-kadang kambuh kembali
dan dapat juga menjadi ganas.
- Adenosis vagina. Berasal dari sisa saluran
paramesonefridikus Muler berupa tumor jinak
vagina,terutama terletak dekat serviks uteri, terdiri dari
epitel torak yang mengeluarkanmucus. Di tempat itu
mukosa vagina tampak merah dan berbintik. Ini
disebabkankarena pemberian hormone estrogen sintesis
lain, diberikan pada ibu penderitawaktu hamil muda
(sindrom D. E .S ). Tumor ini dapat menjadi
adenocarcinoma.Diagnosis ditegakkan dengan kolposkopi
yang terlihat sebagai ulserasi dikemudian dilanjutkan
dengan biopsy dan pemeriksaan histopatologi.
C. Tumor pada Tuba Falopii
Dapat berupa neoplasma maupun non neoplasma. Tumor
neoplasmatik jinak dekat tuba, kista parovarium terletak si antara
tuba bagian distal dan ovarium dengan diameter biasanya tidak
mencapai 4 cm. sedangkan tumor non neoplasma disebabkan oleh
radang

84
Hsu, Taymor, dan Hertig membagi histologik tumor ini dalam
3 jenis menurut keganasannya:
- Jenis papiler : tumor belum mencapai otot tuba dan difeensiasi
selnya masih baik, batasdaerah normal dengan tumor masih
dapat ditunjukkan.
- Jenis papilo-alveolar (adenomatosa) : tumor ini telah
memasuki otot tuba danmemperlihatkan gambaran kelenjar.
- Jenis alveo-meduler : terlihat mitosis yang atipik dan terlihat
invasi sel ganas ke dalamsaluran limfa tuba.
D. Tumor pada Uterus
Tumor yang terjadi pada uterus biasanya menyerang Serviks.
Tumor serviks terdiri dari:
1. Tumor ektoserviksa.
- Kista sisa jaringan embrional: berasal dari saluran
mesonefridikus Wolffi terdapatdinding samping ektoserviks
- Kista endometriosis: letaknya superficial.
- Folikel atau kista Naboth: kista retensi kelenjar
endoserviks, biasanya terdapat pada wanita multipara,
sebagai penampilan servisitis. Kista ini jarang
mencapaiukuran besar berwarna putih mengkilap berisi
cairan mucus. Kalau kista inimenjadi besar dapat
menyebabkan perasaan nyeri.
- Papiloma: dapat tunggal maupun multiple seperti
kondiloma akuminata.Kebanyakan papiloma ini adalah sisa
epitel yang terlebih pada trauma bedahmaupun persalinan.
- Hemangioma: jarang terjadi, biasanya terletak superficial,
dapat membesar padawaktu kehamilan, dapat menyebabkan
metroragi. Terapi tumor ektoservikstergantung pada
kelainan ataupun potensi akan kelainan yang
dapatdisebabkannya. Umunya bersifat ekspektatif saja.
Kista Nabothi dapat diinsisi,tumor-tumor lain dapat
dilakukan ekstirpasi, kauterisasi dan krioterapi.

85
2. Tumor endoserviks Polip
Sebetulnya adalah suatu adenoma maupun adenofibroma
yang berasaldari selaput lender endoserviks. Tangkainya dapat
panjang hingga keluar dari vulva.Epitel yang melapisi biasanya
adalah epitel endoserviks yang dapat juga mengalamimenjadi
lebih semakin kompleks. Bagian ujung polip dapat mengalami
nekrosis, sertamudah berdarah. Polip ini berkembang karena
pengaruh radang maupun virus. Harusditegakkan apakah polip
itu suatu adenoma, sarcoma botriodes, adenokarsinomaserviks
atau mioma yang dilahirkan. Polip endoserviks diangkat dan
perlu diperiksasecara histologik.
3. Tumor endometriuma.
- Polip endometriumSering didapati terutama dengan
pemeriksaan histeroskop. Polip berasal dari
Adenoma, adenofibroma
Mioma submukosum
Plasenta
- Adenoma-adenofibromaBiasanya terjadi dari epitel
endometrium dengan stroma yang sesuaidengan daur haid.
Adenoma ini biasanya merupakan penampilan
hyperplasiaendometrium, dengan konsistensi lunak dan
berwarna kemerah-merahan.Gangguan yang sering
ditimbulkan adalah metroragi sampai
menometroragi,infertilias. Mempunyai kecenderungan
kambuh kembali.
- Mioma submukosumSarang mioma dapat tumbuh
bertangkai dan keluar dari uterus menjadimioma yang
dilahirkan. Tumor berkonsistensi kenyal berwarna putih.
- Polip plasentaBerasal dari plasenta yang tertinggal setelah
partus maupun abortus.Pemeriksaan histology
memeperlihatkan vili korialis dalam berbagai
tingkatdegenerasi yang dilapisi endometrium. Polip
plasenta menyebabkan uterusmengalami subinvolusio yang

86
menimbulkan perdarahan. Polip endometriosisumumnya
diangkat dengan cara kauterisasi dan bedah laser.
4. Miometrium Neoplasma ini berasal dari otot uterus dan
jaringan ikat yang menumpangnya.Efek fibromatosa baik pada
permukaan maupun pada tempat lain dalam abdomen.Menurut
letaknya, mioma dapat kita bagi menjadi:
- Mioma submukosum: berada id bawah endometrium dan
menonjol ke dalamrongga uterus.
- Mioma intramural: mioma terdapat di dinding uterus di
antara serabutmiometrium. Mioma subserosum: apabila
tumbuh keluar dinding uterus sehingga menonjol pada
permukaan uterus, diliputi oleh serosa.
5. AdenomiosisAdenomiosis adalah adanya sarang enometriosis
di antara serabut miometrium.
6. HemangiomaTumor jinak pembuluh darah ini jarang sekali
ditemukan. Umunya didapatkansecara kebetulan pada
pemeriksaan histologik uterus yang diangkat karena
perdarahan. Bentuk histologinya dapat beraneka ragam.
E. Tumor Pada Ovarium
Diantara tumor ada yang bersifat neoplastik dan non neoplastik.
Diagnosis pada tumor ovarium biasanya uterus daoat diraba sendiri.
Jika tumor ovarium terletak di garis tengah dalam rongga perut bagian
bawah dan konsistensinya kstik. Apabila sudah ditentukan bahwa
tumor ovarium, maka perlu diketahui apakah bersifat neoplastik dan
non neoplastik. Tumor non neoplastik akibat peradangan umumnya
adalah anamnesis menunjukkan gejala-gejala ke arah peradangan
genital, dan pada pemeriksaan tumor-tumor akibat peradangan tidak
dapat digerakkan karena pelekatan. Kista non neoplastik umumnya
tidak menjadi besar, dan diantaranya pada suatu waktu biasanya
menghilang sendiri. Penanganannya dapat dipakai sebagai prinsip
bahwa tumor ovarium neoplastik memerlukan operasi dan tumor non
neoplastik tidak.

87
2.4.5. Asuhan Keperawatan pada Klien Dengan Diagnosa Tumor Kista
Ovarium
A. Pengkajian
Melaksanakan pengkajian secara lengkap yang berhubungan
dengan kista ovarium kepada klien, kemudian dari hasil
pengkajian tersebut dapat disimpulkan analisa guna menentukan
perawatan selanjutnya.
1. Data Biografi
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan,
agama dan alamat, diagnosa medis serta data penanggung
jawab. Wanita yang rentang terkena tumor ovarium berkisar
antara usia 20 40 tahun. Wanita dengan pekerjaan berat
mempengaruihi terjadinya tumor ovarium.
2. Riwayat Kesehatan
a) Keluhan utama
Biasanya klien merasa nyeri pada daerah perut.
b) Riwayat Kesehatan Sekarang
Merupakan data yang diperlukan untuk mengetahui
kondisi kesehatan klien saat ini. Keluhan yang dirasakan
klien seperti nyeri perut, perut buncit, gangguan fungsi
saluran cerna, berat badan turun secara nyata, rasa
tertekan pada rongga panggul, siklus menstruasi yang
memanjang dan memendek, nyeri pinggul pada waktu
bersenggama atau pada waktu berjalan atau bergerak,
gangguan saluran kencing, nyeri pinggul pada waktu
menstruasi, mual muntah dan infertilitas ( tidak subur).
c) Riwayat kesehatan dahulu
Merupakan data yang diperlukan untuk mengetahui
kondisi kesehatan klien sebelum menderita penyakit
sekarang, seperti pernah mengalami opname, kanker atau
tumor pada organ lain.
d) Riwayat kesehatan keluarga

88
Apakah keluarga klien ada yang menderita penyakit
seperti yang diderita klien, dan untuk menentukan
apakah ada penyebab herediter atau tidak.
e) Riwayat kehamilan
Hamil dan persalinan berapa kali, anak yang dilahirkan
hidup atau mati, sehat atau tidak dan pada saat
melahirkan normal atau melalui pembedahan.
3. Kebutuhan bio-psiko-sosial-spritual atau kebutuhan sehari-
hari
a) Pola makan
Anoreksia, mual / muntah.intoleransi makanan,
perubahan pada berat badan penurunan BB, perubahan
pada kelembaban / turgor kulit, edema.
b) Pola eliminasi
Perubahan pada pola defekasi misal:darah pada
feces,nyeri pada defekasi, perubahan eliminasi urinarius
misalnya: nyeri, perubahan pada bising usus.
c) Pola aktifitas dan latihan
Kelemahan atau keletihan. perubahan pola istirahat dan
jam kebisaan tidur, adanya factor -faktor yang
mempengaruhi tidur misal : nyeri, ansietas, keterbatasan,
partisipasi dalam hobi dan latihan.
d) Riwayat penggunaan zat
Kebiasaan dan lama penggunaan rokok, minuman
alkohol, dan obat obatan mempengaruhi terbentuknya
kista.
e) Integritas ego
Factor stress dan cara mengatasi stress, masalah tentang
perubahan dalam penampilan insisi pembedahan,
perasaan tidak berdaya, putus asa,depresi,menarik diri.
f) Neurosensori
Pusing, sinkop
g) Nyeri / kenyamanan

89
Terdapat nyeri dengan derajat bervariasi misalnya :
ketidaknyamanan ringan sampai nyeri berat
(dihubungkan dengan proses penyakit).
h) Keamanan
Pemajanan pada kimia toksik, karsinogen, pemajanan
matahari lama, berlebihan, demam, ruam kulit / ulserasi.
i) Seksualitas
Perubahan pada tingkat kepuasan karena nyeri yang di
rasakan pada waktu bersenggama.
j) Interaksi social
Ketidak adekuatan / kelemahan system pendukung,
riwayat perkawinan, masalah tentang fungsi / tanggung
jawab peran. ( Marlyn. E. Dongoes, 1999)
4. Pemeriksaan fisik
Kaji keadaan umum, kesadaran, berat badan atau tinggi badan
dan tanda tanda vital.
a) Kepala
Adanya keluhan pusing atau sakit kepala, serta kaji
warna rambut, keadaan, distribusi rambut, dan
kebersihan rambut.
b) Mata
Mata berkunag kunang dan penglihatan kabur.
c) Hidung
Tidak ada kelainan jadi perlu di kaji kesimetrisan,
keadaan kehersihan hidung, dan fungsi penciuman.
d) Mulut
mukosa mulut dan bibir kering, fungsi pengecapan
berkurang, keadaan mulut dan fungsi menelan berkurang
karena mual muntah dan anoreksia.
e) Telinga
Tidak ada kelainan tapi perlu dikaji adanya kelainan
bentuk, keadaan, dan fungsi pendengaran.
f) Leher

90
Pembekakan, pembesaran kelenjar tiroid, distensi vena
jugularis, pebesaran kelenjar getah bening.
g) Daerah dada
Adanya keluhan sesak nafas, bentuk, nyeri dada,
auskultasi suara jantung, bunyi jantung, frekuensi nadi,
dan tekanan darah.
h) Abdomen
Adanya massa pada abdomen, distensi, bising usus,
bekas luka, nyeri tekan, karakteristik nyeri, kondisi hepar
dan kandung kemih.
i) Genitalia Eksterna
Adanya pengeluaran sekret dan perdarahan, warna, bau,
keluhan gatal dan kebersihan.
j) Anus
Adanya keluhan konstipasi, dan inspeksi adanya
hemoroid eksterna.

k) Ektremitas
Nyeri panggul saat beraktivitas, kontraktur pada
persendian dan kesulitan pergerakan.
5. Pemeriksaan penunjang
a) Laparaskopi
Pemeriksaan ini sangat berguna untuk mengetahui
apakah sebuah tumor berasal dari ovarium atau tidak,
dan untuk menentukan sifat- sifat tumor itu.
b) Ultrasonografi
Dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan letak dan batas
tumor , apakah tumor berasal dari uterus, ovarium, atau
kandung kencing, apakah tumor kistik atau solid dan
dapat dibedakan pula antara cairan di dalam
rongga perut yang bebas dan tidak.
c) Foto Rontgen

91
Pemeriksaan ini berguna untuk menentukan adanya
hidrothoraks selanjutnya, pada kista dermoid kadang-
kadang dapat dilihat adanya gigi dalam tumor.
Penggunaan foto rontgen pada pielogram intravena dan
pemasukan bubur barium dalam kolon sudah disebut di
atas.
d) Parasentetis
Telah disebut pada fungsi asites berguna untuk
menentukan sebab asites. Perlu diingatkan bahwa
tindakan tersebut dapat mencemarkan kavum peritonei
dengan isi kista bila dinding kista tertusuk.
e) Hitung Darah Lengkap
Penurunan Hb dapat menunjukan anemia kronis jika
ditemukan adanya massa, maka kemungkinan adalah
keganasan ovarium.
B. Pengelompokan Data
DS :
- Nyeri perut
- Perut buncit
- Gangguan fungsi saluran cerna
- Rasa tertekan pada rongga panggul
- Siklus menstruasi yang memanjang dan memendek
- Nyeri pinggul pada waktu bersenggama atau pada waktu
berjalan atau bergerak
- Gangguan saluran kencing
- Nyeri pinggul pada waktu menstruasi
- Mual muntah
- Biasanya Klien selalu mempertanyakan tentang
penyakitnya.
- Biasanya Klien mengeluh pengeluaran darah yang banyak.
- Biasanya klien mengeluh tidak ada tenaga.
- Biasanya klien mengeluh tidak ada nafsu makan.
DO :
- Ekpresi wajah tampak meringis

92
- Klien tampak pucat.
- Biasanya klien tampak memegangi area abdomen bagian
- bawah.
- Biasanya klien tampak cemas.
- Biasanya klien tampak depresi dan stres
- Biasanya klien tampak lemah hanya berbaring di tempat
tidur.
- Tampak banyak keluar darah.
- Terjadi penurunan berat badan
- Mukosa bibir kering
C. Analisa data
Analisa data adalah mengkaitkan data, menghubungkan data
dengan konsep, teori dan kenyataan yang relevan untuk
membuat kesimpulan dalarn menentukan masalah keperawatan
klien.

No
Symptom Etiologi Problem
Dx
1 Kekurangan volume
DS :
Tumor ovarium cairan dan elektrolit.
- Biasanya Klien
mengeluh
Penurunan
pengeluaran darah
hormone estrogen
yang banyak.
- Mual muntah
- Gangguan saluran
kencing
- Siklus menstruasi
yang memanjang
Aminorhea
dan memendek
DO :
- Klien tampak

93
pucat.
- Tampak banyak
keluar darah siklus menstruasi
- Mukosa bibir memanjang
kering

perdarahan

2 Gangguan pemenuhan
Tumor ovarium nutrisi kurang dari
DS : kebutuhan
- Mual muntah
- Biasanya klien Penurunan

mengeluh tidak hormon estrogen


ada nafsu makan.
DO :
Aminorhea
- Klien tampak
pucat.
Siklus menstruasi
- Biasanya klien
memanjang
tampak lemah
hanya berbaring di
tempat tidur.
- Tampak banyak
keluar darah.
- Terjadi penurunan Perdarahan
berat badan

Anoreksia

94
Mual muntah

BB menurun
3 DS : Gangguan rasa
- Nyeri perut Tumor ovarium nyaman nyeri
- Perut buncit
- Rasa tertekan pada Perasaan penuh
rongga panggul pada abdomen

- Nyeri pinggul pada


waktu
bersenggama atau
pada waktu
berjalan atau Teraba masa
bergerak intra abdomen
- Nyeri pinggul pada
waktu menstruasi
DO : Terjadi
- Ekpresi wajah penekanan pada
tampak meringis jaringan disekitar
- Klien tampak abdomen
pucat.
- Biasanya klien Nyeri abdomen
tampak bagian bawah
memegangi area
abdomen bagian
bawah.

4 DS : Kelemahan
- Nyeri pinggul pada Tumor ovarium

waktu
bersenggama atau
Penurunan
pada waktu
hormon estrogen
berjalan atau

95
bergerak
- Biasanya klien
mengeluh tidak Aminorhea

ada tenaga.
- DO :
Siklus
- Biasanya klien
menstruasi
tampak lemah
memanjang
hanya berbaring di
tempat tidur.
perdarahan

5 DS : Ansietas
- Biasanya Klien Tumor ovarium

selalu
mempertanyakan
Perkembangan
tentang
sel epitel yang
penyakitnya.
tidak terkendali di
- DO :
ovarium
- Biasanya klien
tampak cemas.
Kurang
- Biasanya klien
pengetahuan
tampak depresi dan
stres

96
D. Diagnosa keperawatan
Pernyataan yang jelas tentang masalah klien dan penyebab. Selain
itu harus spesifik berfokus pada kebutuhan klien dengan
mengutamakan prioritas dan diagnosa yang muncul harus dapat
diatasi dengan tindakan keperawatan.
1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan nyeri
abdomen bagian bawah.
2. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan penurunan berat badan dan mual muntah.
3. Kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan
perdarahan.
4. Kelemahan berhubungan dengan perdarahan.
5. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan
mengenai penyakitnya.
E. Intervensi
Perencanaan keperawatan adalah menyusun rencana tindakan
keperawatan yang dilaksanakan untuk menanggulangi masalah
dengan diagnosa keperawatan yang telah ditentukan dengan tujuan
terpenuhinya kebutuhan pasien.

No Tujuan dan kriteria


Rencana Rasional
Dx hasil
1 Tujuan : - Tentukan riwayat - Informasi
gangguan rasa nyeri, mis., lokasi memberikan data
nyaman nyeri dapat nyeri, frekuensi, dassar untuk
teratasi. durasi, dan mengevaluasi
kriteria hasil : intensitas (skala kebutuhan/efektifitas
- mengungkapkan 0-10), dan intervensi.
berkurangnya tindakan
nyeri. penghilangan
- Tampak rileks, yang digunakan. - Pada banyak klien,
mampu - Berikan tindakan nyeri dapat
tidur/istirahat kenyamanan menyebabkan gelisah

97
dengan tepat. dasar (mis., serta dapat
reposisi, gosokan meningkatkan TD
punggung) dan dan nadi.
aktifitas hiburan
(mis., musik, - Meningkatkan
televisi). relaksasi dan
- Dorong membantu
penggunaan memfokuskan
keterampilan kembali perhatian.
manajemen nyeri
(mis., teknik
relaksasi,
visualisasi,
bimbingan - Rencana
imajinasi), terorganisasi
tertawa, musik, mengembangkan
dan sentuhan kesempatan untuk
terpeutik. kontrol nyeri.
- Kembangkan - Pemberian analgesic
rencana dapat mengurangi
manajemen nyeri rasa nyeri.
dengan pasien - Kontrasepsi oral
dan dokter. dapat menghambat
- Berikan analgesik pertumbuhan sel
sesuai indikasi. kanker.
- Anjurkan - Kista akan ruptur
penggunaan atas diri mereka
kontrasepsi oral. sendiri dan tak
(Olds. Selly B., berbahaya
dkk, 2004)

98
2 Tujuan : - Kaji kebiasaan - Kebiasaan makan
gangguan pemenuhan makan pasien. pasien menentukan
nutrisi dapat teratasi asupan makanan
dengan. pasien.
kriteria hasil : - Kaji kembali - Validasi data untuk
- nafsu makan penyebab menentukan
- Berat meningkat gangguan intervensi lebih
- Pola makan yang kebutuhan nutrisi. lanjut.
adekuat - Berat badan sebagai
- badan normal salah satu indikator
gangguan nutrisi.
- Timbang berat - Meningkatkan nafsu
badan setiap 3 makan dan
hari jika kondisi Memenuhi
pasien kebutuhan nutrisi.
memungkinkan. - Menentukan
- Berikan makanan perkembangan
dalam keadaan status nutrisi.
hangat, bersih.
- Observasi
tekanan darah,
nadi setiap 4 jam. - Menilai kebutuhan
nutrisi pasien.
- Observasi secara
rutin setiap hari
tanda tanda
kekurangan
nutrisi : - Menentukan
kojungtiva, perkembangan
sclera, tonus otot, status pasien.
LLA. - Meningkatkan
- catat intake intake makanan.

99
makanan pasien.

- Laksanakan
program
pengobatan
seperti pemberian - Untuk
vitamin, obat anti meningkatkan nafsu
emetic, obat makan.
peningkatan nafsu
makan.
- Lakukan oral
hygine.

3 Tujuan : - Awasi tanda - Perubahan Td dan


Menunjukkan tanda Vital nadi dapat
keseimbangan cairan. digunakan untuk
kriteria hasil : perkiraan kasar
- TTV klien kehilangan darah.
stabil Hipotensi postural
- mukosa lembab menunjukan
- turgor kulit penurunan volume
baik.. - Catat respon sirkulasi.
fisiologis - Memburuknya
individual pasien gejala dapat
terhadap menunjukan
perdarahan. berlajutnya
Mis.,ansietas, perdarahan atau
pucat, tidak adekuatnya
berkeringat,takipn penggantian cairan.
ea, - Penggantian cairan
tergantung pada
- peningkatan suhu. derajat hipovolemia
- Berikan dan lamanya

100
cairan/darah perdarahan (akut
sesuai indikasi. atau kronis).
- Awasi - Alat untuk
pemeriksaan menentukan
laboratorium kebutuhan
mis.,: Hb/Ht, penggantian darah
jumlah sel darah dan mengawassi
merah (SDM). keefektifan terapi.

4 Tujuan ; - evaliusi laporan - menentukan derajat


kelemahan dapat kelemahan, (berlanjutnya atau
teratasi dengan perbaikan) dari efek
kriteria hasil : ketidakmampuan.
- melaporkan - kaji kemampuan - mengidentifikasi
perbaikan rasa untuk kebutuhan
berenergi berpartisipasi individual dan
- berpartisipasi pada aktifitas membantu
pada aktifitas yang di inginkan pemilihan interfensi
yang di inginkan atau di butuhkan.
- identifikasi faktor - mungkin
stres atau mempunyai efek
psikologis yang akumulatif
dapat (sepanjang faktor
memperberat. psikologis) yang
dapat di turunkan
bila masalah yang
takut di akui dan d
ketahui.
- mengubah energi,
- berikan bantuan memungkinkan
aktifitas sehari- berlanjutnya
hari dan aktifitas yang di
ambulasi. butuhkan atau

101
normal.
- meningkatkan rasa
- tingkatkan membaik atau
tingkat partisifasi mningkatkan
sesuai toleransi kesehatan dan
pasien. membatasi frustasi.
- ketidak seimbangan
dapat menganggu
- awasi kadar fungsi
elektrolit neuromuskular yang
termasuk meningkatkan
kalsium, penggunaan energi
magnesium dan untuk
kalium. menyelesaikan
tugas dan potensial
perasaan lelah.
5 Tujuan : - evaluasi tingkat - ketakutan dapat
masalah ansietas, catat terjadi karna nyeri
ansietas dapat respon verbal hebat,
teratasi kriteria hasil : dan non verbal meningkatkan
- menyatakan pasien. Dorong perasaan sakit,
kesadaran ekspresi bebas penting pada
terhadap perasaan akan emosi. prosedur diagnostik
dan cara yang dan kemungkinan
sehat untuk pembedahan.
menghadapi - berikan - mengetahui apa
masalah. informasi tentang yang di harapkan
- melaporkan proses penyakit dapat menurunkan
ansietas menurun dan antisipasi ansietas.
sampai tingkat tindakan. - membatasi
dapat di tahani. - jadwal istirahat kelemahan,
- tampak rileks. adekuat dan menghemat energi
priode dan dapat

102
menghentikan menuingkatkan
tidur. kemampuan koping.
- perubahan pada
tanda-tanda vital
mungkin
menujukan tingkat
ansietas yang di
- catat alami pasien atau
palpitasi,peningk merefleksikan
atan denyut atau gangguan-gangguan
frekuensi faktor psikologis.
pernafasan. - untuk membantu
pasien dalam
mengurangi
ansietas.

- kolaborasi dalam
pemberian
medikasi sesuai
kebutuhan
misalnya
diazevam
(valium), x3
klorazepat
dipotassium
(tranxene),
klordiazepoxida
(librium),
alprazolam
(xanax).

103
F. Implementasi
Setelah rencana keperawatan ditetapkan maka langkah selanjutnya
diterapkan dalam bentuk tindakan nyata. Implementasi merupakan
pelaksanaan perencanaan keperawatan oleh perawat dan klien. hal-
hal yang harus diperhatikan ketika melakukan implementasi adalah
intervensi yang dilakukan sesuai dengan rencana setelah dilakukan
validasi., penguasaan keterampilan interpersonal, intelektual dan
teknikal. Intervensi harus dilakukan dengan cermat dan efisien
pada waktu dan situasi yang tepat. Keamanan fisik dan psikologis
harus dilindungi dan didokumentasikan dalam dokumentasi
keperawatan berupa pencatatan dan pelaporan. (La Ode Jumadi
Gaffar, 1995: 64)
Ada 3 fase dalam melaksanakan implementasi keperawatan, yaitu:
a) Fase persiapan
Meliputi pengetahuan tentang rencana, validasi, rencana,
pengetahuan dan keterampilan. Mengimplementasikan
rencana, persiapan dan lingkungan.
b) Fase operasional
Merupakan puncak implementasi dengan berorientasi pada
tujuan. pada fase ini, implementasi dapat dilakukan secara
independen, dependent dan interdependent. Selanjutnya
perawat akan melakukan pengumpulan data yang berhubungan
dengan reaksi klien terhadap fisik, psikologis, sosial dan
spritual.
c) Fase Terminasi
Merupakan terminasi perawat dengan klien setelah
implementasi dilakukan.
G. Evaluasi
Merupakan fase akhir dari proses keperawatan adalah evaluasi
terhadap asuhan keperawatan yang diberikan. hal-hal yang
dievaluasi adalah kekuatan, kelengkapan dan kwalitas data, teratasi
atau tidaknya masalah klien dan pencapaian tujuan serta ketepatan
intervensi keperawatan. (Al Ode Jumaidi Gaffar, 1995: 67)
Evaluasi dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP

104
S = merupakan respon seubjektif klien terhadap tindakan
keperawatan yang telah dilakukan.
O = Respon objektif klien terhadap tindakan keperawatan yang
telah dilakukan.
A = Analisa ulang atas data subjektif dan objektif untuk
menyimpulkan masalah baru atau data yang kontradiktif dengan
masalah yang ada.
P = Perencanaan atau tindakan lanjut berdasarkan hasil analisa
pada respon klien.
Klien dan keluarga perlu dilibatkan dalam evaluasi agar dapat
melihat perubahan yang terjadi serta dapat mempertahankan serta
memelihara kondisi kesehatan.
Hal yang perlu di evaluasi pada tumor ovarium adalah :
1. Nyeri berkurang dan pemulihan kesadaran.
2. Mampu bertoleransi dengan aktivas secara normal.
3. Memperoleh pemahaman dan kemampuan tentang proses
penyakitnya.
4. Mendapat nutrisi yang optimal.
5. Tidak mengalami komplikasi.

2.5. Gangguan Sistem Reproduksi Kanker Alat Reproduksi


2.5.1. Pengertian
kanker atau yang biasa disebut tumor ganas, kecepatan pembelahan
selnya sangat tinggi dan sel - selnya menunjukkan keabnormalan yang
relatif besar. Tumor ganas juga tidak terbungkus oleh selaput seperti
halnya tumor jinak sehingga akan menyulitkan untuk mengangkat sel
tumor ganas sampai bersih melalui metode pembedahan sehingga
biasanya pengobatan atas tumor ganas ini dilakukan dengan
menggunakna metode penyinaran atau kemoterapi. Tumor ganas ini
biasa disebut dengan kanker. Tumor ganas juga bisa menyerang dan
merusak jaringan di sekitarnya. Sel - sel tumor bisa masuk ke dalam
pembuluh darah dan menyebar ke bagian - bagian tubuh yang lainnya.
Proses penyebaran sel tumor ganas ini disebut sebagai metastasis.

105
2.5.2. Perbedaan Tumor dan Kanker
Terdapat beberapa perbedaan antara tumor jinak dan ganas, antara
lain :
1. Tumor jinak
a. Batas tegas
b. Berkapsul
c. Pertumbuhan lambat
d. Tidak menimbulkan kematian
2. Tumor Ganas (Kanker)
a. Batas tidak tegas
b. Tidak berkapsul
c. Pertumbuhan cepat
d. Metastase
e. Menimbulkan kematian

2.5.3. Klasifikasi Kanker Alat Reproduksi


1. Kanker Vagina
Vagina adalah saluran terpanjang 7,5-10 cm, ujung atasnya
berhubungan denga serviks (leher rahim), sedangkan ujung
bawahnya berhubungan dengan vulva.
Tumor ganas vagina adalah kanker yang tumbuh dengan cepat
dan tidak terkendali pada daerah vagina dan merusak jaringan
sekitarnya. Kanker vagina jarang terjadi, biasanya diderita oleh
wanita berumur 50 tahun ke atas. Klasifikasi kanker vagina adalah
sebagai berikut :
- Karsinoma sel skuamosa, Berasal dari lapisan epitelium
vagina. Banyak ditemukan di vagina bagian atas pada wanita
berusia 60-80 tahun.
- Karsinoma verukosa, Sejenis karsinoma sel skuamosa yang
tumbuhnya lambat, tumbuh ke arah rongga vagina dan tampak
seperti kutil atau bunga kol.
- Adenokarsinoma,Sering terjadi pada wanita 12-30 tahun.
- Melanoma maligna, Berasal dari sel-sel penghasil pigmen,
banyak ditemukan di vagina bagian bawah.

106
- Sarkoma, Tumbuh jauh di dalam dinding vagina. Ada
beberapa jenis sarkoma, yaitu :
- Ieiomiosarkoma, menyerang wanita berusia 50 tahun ke atas
- Rabdomiosarkoma, kanker pada masa kanak-kanak (biasanya
terjadi sebelum usia 3 tahun)
2. Tumor ganas (kanker) Vulva
Vulva merupakan bagian luar dari sistem reproduksi wanita,
yang meliputi labia, lubang vagina, lubang uretra dan klitoris.
Tumor ganas vulva adalah kanker yang tumbuh dengan cepat
dan tidak terkendali pada daerah vulva dan merusak jaringan
sekitarnya.
80-85% terdapat pada wanita baik (pasca menopause), terutama
yang dalam dekade ke-7 sebagai puncak insidensi, paling tidak
mengenai 30%.
Tidak banyak diketahui mengenai etiologi jenis tumor ganas
ini, meskipun disebut tentang lambatnya menarche (15-17 tahun)
dan awalnya menopous (40 tahun) dalam riwayat penyakitnya.
Lesi primer sering berupa ulkus dengan tepi induratif (ulcero-
granulating) atau sebagai tumbuhan eksofitik (kutil) dengan tempat
predileksi terutama di labia mayora, labia minora, klitoris dan
komisura posterior. Lesi bilateral tidaklah jarang, bahkan kedua
labia mayora dapat simetris terkena (kissing). Klasifikasi kanker
pada vulva antara lain:
- Karsinoma sel skuamosa, Karsinoma sel skuamosa berasal
dari sel-sel skuamosa yang merupakan jenis sel kulit yang
utama. Kanker jenis ini biasanya terbentuk secara perlahan
selama bertahun-tahun dan biasanya didahului oleh suatu
perubahan prekanker yang mungkin berlangsung selama
beberapa tahun.
- Istilah kedokteran yang sering digunakan untuk keadaan
prekanker ini adalah Neoplasma Intraepitel Vulva (NIV).
Intraepitel artinya sel-sel prekanker terbatas pada epitel yang
merupakan lapisan permukaan pada kulit vulva. NIV terbagi
menjadi 3 kelompok, yaitu NIV1, NIV2, and NIV3. Istilah

107
lainnya untuk NIV adalah displasia. Tingkat keparahan
perubahan prekanker mulai dari yang terendah sampai yang
terberat:
- Melanoma, Melanoma berasal dari sel penghasil pigmen yang
memberikan warna pada kulit.
- Sarkoma, Sarkoma adalah tumor jaringan ikat di bawah kulit
yang cenderung tumbuh dengan cepat. Sarkoma vulva bisa
menyerang semua golongan usia, termasuk anak-anak.
- Karsinoma sel basal, Karsinoma sel basal sangat jarang terjadi
pada vulva, karena biasanya menyerang kulit yang terpapar
oleh sinar matahari.
- Adenokarsinoma, Sejumlah kecil kanker vulva berasal dari
kelenjar dan disebut adenokarsinoma. Beberapa diantaranya
berasal dari kelenjar Bartholin yang ditemukan pada lubang
vagina dan menghasilkan cairan pelumas yang menyerupai
lendir. Kebanyakan kanker kelenjar Bartholin adalah
adenokarsinoma, tetapi beberapa diantaranya (terutama yang
tumbuh dari saluran kelenjar) merupakan karsinoma sel
transisional atau karsinoma sel skuamosa. Meskipun agak
jarang, adenokarsinoma juga bisa berasal dari kelenjar keringat
pada kulit vulva.
3. Tumor ganas (kanker) Tuba
Tuba adalah saluran yang keluar dari kornu rahim kanan dan
kiri, panjangnya 12-13 cm, diameternya 3-8 mm. bagian luarnya
diliputi oleh peritoneum viseral yang merupakan bagian dari
ligamentum latum.
Tumor tuba adalah kanker yang tumbuh dengan cepat dan tidak
terkendali pada daerah tuba dan merusak jaringan sekitarnya.
Karsinoma tuba fallopi primer termasuk jarang, merupakan
tumor ganas primer saluan genetalia perempuan yang jumlahnya
paling sedikit, yaitu 0,5% hingga 1% dari semua keganasan
ginekologi. Ditemukan 1 banding 1000 kasus operasi ginekologi
abdominal, dapat dijumpai pada semua umur (dari 19-80), dengan
rata rata puncaknya pada usia 52 tahun. Kebanyakan tumor ganas

108
yang timbul dalam tuba fallopi adalah penyebaran dari kanker
ovarium atau uterus. Sehingga terdapat kriteria untuk menetapkan
tumor apapun sebagai tumor primer dari tuba fallopi. Kanker harus
terletak dalam tuba, dan uterus serta ovarium harus terbebas dari
karsinoma. Bila bagian lain terdapat kanker, maka tumor dalam tuba
fallopi secara histology harus benar benar berbeda. Tumor ganas
primer tuba fallopi yang paling sering adalah adenokarsinoma.
Tumor tumor lain dapat berupa sarcoma seperti leimoosarkoma,
kondrosarkoma, tumor mesodermal campuran, limfoma, dan
kariokarsinoma. Semua jenis kanker ganas dalam tuba fallopi ini
sangat jarang. Tumor ganas tuba fallopi bernetastasis dengan
pembuluh limfe menuju kelenjar regional dan menyebar dengan
cara bermigrasi ke dalam pelvis atau rongga abdomen, atau
mungkin berpenetrasi ke serosa dan sel sel melepaskan diri
langsung ke dalah pelvis atau rongga abdomen.
4. Tumor ganas (kanker) Uterus
Uterus adalah suatu struktur otot yang cukup kuat, bagian
luarnya ditutupi oleh peritonium sedangkan rongga dalamnya
dilapisi oleh mukosa rahim, dalam keadaan tidak hamil, rahim
terletak dalam rongga panggul kecil di antara kandung kemih dan
dubur.
Tumor uterus adalah kanker yang tumbuh dengan cepat dan
tidak terkendali pada daerah rahim dan merusak jaringan sekitarnya
5. Tumor ganas (kanker) ovarium
Ovarium adalah organ reproduksi wanita yang bentuknya
menyerupai kacang dan tersimpan di dalam rongga pert sebelah
bawah. Tumor ganas ovarium adalah kanker yang menyerang
ovarium
Kanker ovarium jarang ditemukan pada usia dibawah 40 tahun.
Angka kejadianmeningkat dengan makin tua, yaitu 15-16 per
100.000 pada usia 40-44 tahun, dan paling tinggiyaitu 57 per
100.000 pada usia 70-74 tahun. Usia median saat diagnosis adalah
63 tahun dan48% penderita berusia diatas 65 tahun. Belum ada

109
metode skrining yang efektif untuk kanker ovarium, sehingga 70%
kasus ditemukan pada stadium lanjut.
Ada beberapa teori tentang etiologi kanker ovarium yaitu:
- Hipotesis Incessant Ovulatio, Teori ini pertama kali
diperkenalkan olehFathalla pada tahun 1972, yangmenyatakan
bahwa pada saat terjadi ovulasi, terjadi kerusakan pada sel-sel
ovarium.Untuk penyembuhan luka yang sempurna diperlukan
waktu. Jika sebelum penyembuhan tercapai terjadi lagi ovulasi
atau trauma baru, proses penyembuhan akan terganggu
dankacau sehingga dapat menimbulkan transformasi menjadi
sel-sel tumor.
- Hipotesis gonadotropin, Teori ini didasarkan pada
pengetahuan dari percobaan binatang dan data epidemiologi.
Hormon hipofisis diperlukan untuk perkembangan tumor
ovarium pada beberapa percobaan pada rodentia. Pada
percobaan ini ditemukan bahwa jika kadar hormon estrogen
rendah di sirkulasi perifer, kadar hormon gonadotrofin juga
menigkat.Peningkatan kadar hormon gonadotrofin ini ternyata
berhubungan dengan makin bertambah besarnya tumor ovarium
pada binatang tersebut.Kelenjar ovarium yang telah terpapar
pada zat karsinogenik dimetilbenzatrene (DMBA) akan
menjadi tumor ovarium jika ditransplantasikan pada tikus yang
telah diooforektomi, tetapi tidak menjadi tumor jika tikus
tersebut telah di hipofisektomi.Berkurangnya resiko kanker
ovarium pada wanita multipara dan wanita pemakai pil
kontrasepsi dapat diterangkan dengan rendahnya kadar
gonadotrofin.
- Hipotesis Androgen, Teori ini pertama kali dikemukakan oleh
Rish pada tahun 1998 yang mengatakan bahwa androgen
mempunyai peran penting dalam terbentuknya kanker ovarium.
Teori ini didasarkan pada bukti bahwa epitel ovarium
mengandung reseptor androgen. Epitelovarium selalu terpapar
pada androgenic steroid yang berasal dari ovarium itu sendiri
dan kelenjar adrenal, seperti androstenedion,

110
dehidroepiandrosteron, dan testosterone. Dalam percobaan
invitro androgen dapat menstimulasi pertumbuhan epitel
ovarium normal dan juga sel-sel kanker ovarium epitel dalam
kultur sel.
- Hipotesis progesteron Berbeda dengan efek peningkatan
resiko kanker ovarium oleh androgen, progesteron ternyata
mempunyai peranan protektif terhadap terjadinya kanker
ovarium. Epitel normal ovarium mengandung reseptor
progesteron. Pemberian pil yang mengandung estrogen saja
pada wanita pasca menopauseakan meningkatkan resiko
terjadinya kanker ovarium, sedangkan pemberian
kombinasidengan pemberian progesteron akan menurunkan
resikonya. Kehamilan, dimana kadar progesteron tinggi,
menurunkan resiko kanker ovarium. Pil kontrasepsi
kombinasimenurunkan resiko terjadinya kanker ovarium.
- Paritas, Penelitian menunjukkan bahwa wanita dengan satu
paritas yang tinggi memilikiresiko terjadinya kanker ovarium
yang lebih rendah daripada nulipara, yaitu denga risikorelative
0,7. Pada wanita yang mengalami 4 atau lebih kehamilan aterm,
resiko terjadinyakanker ovarium berkurang sebesar 40% jika
dibandingkan dengan wanita nulipara.
- Pil kontrasepsi, Penelitian dari center for disease control
menemukan penurunan resiko terjadinya kanker ovarium
sebesar 40% pada wanita usia 20-54 tahun yang memakai pil
kontasepsi,yaitu dengan resiko relative 0,6.
- Talk, Pemakaian talk pada daerah perineum dilaporkan
meningkatkan resiko terjadinya kanker ovarium dengan resiko
relative 1,9%.
- Ligasi tuba , Pengikatan tuba ternyata menurunkan terjadinya
kanker ovarium dengan resiko relatif 0,3. Mekanisme
terjadinya efek protektif ini diduga dengan terputusnya akses
talk ataukarsinogen lainnya dengan ovarium.

111
Klasifikasi Tumor Ovarium menurut WHO yang dimodifikasi
antara lain :

Tumor Epitelial yang umum :

- Serosa,
- Musinosa
- Endometroid,
- Clearcell (mesonephroid) :
- Benigna,
- Borderline malignancy,
- Karsinoma,
- Brenner,
- Epitelial campuran,
- Karsinoma tak terdiferensiasi,
- Tumor tak terklasifikasi.
6. Kanker Serviks
Kanker serviks adalah pertumbuhan sel-sel abnormal pada daerah
batas antara epitel yang melapisi ektoserviks (porsio) dan
endoserviks kanalis serviksalis yang disebut squamo-columnar
junction (SCJ) (Wiknjosastro, Hanifa. 2005).
Menurut Wiknjosastro Hanifa ada beberapa faktor yang dapat
meningkatkan resiko terjadinya kanker serviks, antara lain adalah :
a. Hubungan seks pada usia muda atau pernikahan pada usia
muda
b. Berganti-ganti pasangan seksual
c. Factor genetic
d. Kebiasaan merokok
e. Defisiensi zat gizi (vitamin A dan C)
f. Multiparitas
g. Gangguan sistem kekebalan
h. Status social ekonomi

Tanda dan gejala kanker serviks ialah:

112
Pada fase prakanker (tahap displasia), sering tidak ada gejala atau
tanda-tanda yang khas. Namun, kadang bisa ditemukan gejala-gejala
sebagai berikut :
a. Keputihan atau keluar cairan encer dari vagina. Getah yang
keluar dari vagina ini makin lama akan berbau busuk akibat
infeksi dan nekrosis jaringan
b. Perdarahan setelah senggama (post coital bleeding) yang
kemudian berlanjut menjadi perdarahan yang abnormal
c. Pada fase invasif dapat keluar cairan berwarna kekuning-
kuningan dan berbau busuk.
d. Bisa terjadi hematuria karena infiltrasi kanker pada traktus
urinarius
e. Timbul gejala-gejala anemia bila terjadi perdarahan kronis.
f. .Kelemahan pada ekstremitas bawah
g. Timbul nyeri panggul (pelvis) atau di perut bagian bawah bila
ada radang panggul. Bila nyeri terjadi di daerah pinggang ke
bawah, kemungkinan terjadi infiltrasi kanker pada serabut
saraf lumbosakral.
h. Pada stadium lanjut, badan menjadi kurus kering karena
kurang gizi, edema kaki, timbul iritasi kandung kencing dan
poros usus besar bagian bawah (rektum), terbentuknya fistel
vesikovaginal atau rektovaginal, atau timbul gejala-gejala
akibat metastasis jauh.

Pemeriksaan penunjang:

a. Pemeriksaan Sitology Pap Smear


b. Kolposkopi
c. IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat)
d. Serviksografi
e. Gineskopi
f. Pemeriksaan Darah Lengkap

113
2.5.4. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Diagnosa Kanker Serviks
A. Pengkajian
1. Identitas pasien
2. Riwayat keluarga
3. Status kesehatan
- Status kesehatan saat ini
- Status kesehatan masa lalu
- Riwayat penyakit keluarga
4. Pola fungsi kesehatan Gordon
a. Pemeliharaan dan persepsi kesehatan.
Kanker serviks dapat diakibatkan oleh higiene yang
kurang baik pada daerah kewanitaan. Kebiasaan
menggunakan bahan pembersih vagina yang mengandung
zat zat kimia juga dapat mempengaruhi terjadinya
kanker serviks.
b. Pola istirahat dan tidur.
Pola istirahat dan tidur pasien dapat terganggu akibat dari
nyeri akibat progresivitas dari kanker serviks ataupun
karena gangguan pada saat kehamilan.gangguan pola
tidur juga dapat terjadi akibat dari depresi yang dialami
oleh ibu.
c. Pola eliminasi
Dapat terjadi inkontinensia urine akibat dari uterus yang
menekan kandung kemih. Dapat pula terjadi disuria serta
hematuria. Selain itu biisa juga terjadi inkontinensia alvi
akibat dari peningkatan tekanan otot abdominal
d. Pola nutrisi dan metabolic
Asupan nutrisi pada Ibu dengan kanker serviks harus
banyak. Kaji jenis makanan yang biasa dimakan oleh Ibu
serta pantau berat badan Ibu . Kanker serviks pada Ibu
yang sedang hamil juga dapat mengganggu dari
perkembangan janin.
e. Pola kognitif perseptual

114
Pada Ibu dengan kanker serviks biasanya terjadi
gangguan pada pada panca indra meliputi penglihatan,
pendengaran, penciuman, perabaan, pengecap. Bila sudah
metastase ke organ tubuh
f. Pola persepsi dan konsep diri
Pasien kadang merasa malu terhadap orang sekitar karena
mempunyai penyakit kanker serviks, akibat dari persepsi
yang salah dari masyarakat. Dimana salah satu etiologi
dari kanker serviks adalah akibat dari sering berganti
ganti pasangan seksual.
g. Pola aktivitas dan latihan.
Kaji apakah penyakit mempengaruhi pola aktivitas dan
latihan. Dengan skor kemampuan perawatan diri (0=
mandiri, 1= alat bantu, 2= dibantu orang lain, 3= dibantu
orang lain dan alat, 4= tergantung total).
h. Pola seksualitas dan reproduksi
Kaji apakah terdapat perubahan pola seksulitas dan
reproduksi pasien selama pasien menderita penyakit ini.
Pada pola seksualitas pasien akan terganggu akibat dari
rasa nyeri yang selalu dirasakan pada saat melakukan
hubungan seksual (dispareuni) serta adanya perdarahan
setelah berhubungan. Serta keluar cairan encer
(keputihan) yang berbau busuk dari vagina.
i. Pola manajemen koping stress
Kaji bagaimana pasien mengatasi masalah-masalahnya.
Bagaimana manajemen koping pasien. Apakah pasien
dapat menerima kondisinya setelah sakit.
j. Pola peran hubungan
Bagaimana pola peran hubungan pasien dengan keluarga
atau lingkungan sekitarnya. Apakah penyakit ini dapat
mempengaruhi pola peran dan hubungannya.
k. Pola keyakinan dan nilai
Kaji apakah penyakit pasien mempengaruhi pola
keyakinan dan nilai yang diyakini.

115
B. Analisis data
1. Data subyektif :
- Pasien mengatakan merasa sakit ketika senggama dan
terjadi perdarahan setelah senggama yang kemudian
berlanjut menjadi perdarahan yang abnormal
- Pasien mengatakan merasa lemah pada ekstremitas bawah
- Pasien mengatakan merasa nyeri pada panggul (pelvis)
atau di perut bagian bawah
- Pasien mengatakan merasa nyeri ketika buang air kecil
dan urine bercampur darah
- Pasien mengatakan nafsu makan berkurang
- Pasien mengatakan merasa tidak bertenaga dan lemas
- Pasien mengatakan kurang mengetahui mengenai kanker
serviks
- Pasien mengatakan merasa cemas tentang kondisinya
serta kondisinya.
- Pasien mengatakan merasa kurang perhatian dari
keluarganya
2. Data obyektif
- TTV tidak dalam batas normal
Dimana batas normal TTV meliputi :
Nadi : 60-100 x / menit
Nafas : 16 - 24 x / menit
Tekanan Darah : 110-140 / 60-90 mmHg
Suhu : 36,5 0C 37,5 0C
Membran mukosa kering
Turgor kulit buruk akibat perdarahan
Pengisian kapiler lambat ( tidak kembali dalam < 2-3
detik setelah ditekan )
Ekspresi wajah pasien pucat
Pasien tampak lemas
Warna kulit kebiruan
Kulit pecah pecah, rambut rontok, kuku rapuh

116
Ekspresi wajah pasien meringis
Pasien tampak gelisah
Pasien mengalami kejang
Tampak tanda - tanda infeksi (kalor, rubor, dolor,
tumor, fungsio laesia)
Terjadi hematuria
Terjadi inkontinensia urine
Terjadi inkontinensia alvi
Berat badan pasien tidak stabil
Mual ataupun muntah
Keluar cairan encer yang berbau busuk dari vagina.
C. Diagnosa Keperawatan
1. Kekurangan volume cairan b/d kehilangan volume cairan
tubuh secara aktif akibat pendarahan
2. Gangguan perfusi jaringan b/d penurunan suplai O2 ke
jaringan
3. Nyeri kronis b/d nekrosis jaringan pada serviks akibat
penyakit kanker serviks
4. Hipertermi b/d penyakit kanker serviks dan peningkatan
aktivitas metabolic
5. Risiko infeksi b/d penyakit kronis (metastase sel kanker)
6. Kerusakan eliminasi urine b/d infiltrasi kanker pada traktus
urinarius
7. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d
peningkatan aktivitas metabolik terhadap kanker
8. Disfungsi seksual b/d perubahan fungsi tubuh akibat proses
penyakit kanker serviks
9. Intoleransi aktivitas b/d produksi energi tubuh menurun
10. Inkontinensia alvi b/d peningkatan tekanan otot abdominal
akibat nekrosis jaringan, kerusakan neuromuscular
11. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan neuromuscular
akibat infiltrasi kanker pada serabut saraf lumbosacral
12. PK Gagal Ginjal

117
13. Gangguan pola tidur b/d depresi akibat penyakit kanker
serviks
14. Kurang pengetahuan b/d kurangnya informasi mengenai
proses penyakit kanker serviks, terapi, dan prognosisnya
15. Ansietas b/d krisis situasional
16. Berduka antisipasi b/d penyakit kronis yang diderita
(kanker serviks) dan ancaman kematian
17. Koping keluarga melemah b/d sakit yang berkepanjangan
pada anggota keluarga terdekat
18. Defisit perawatan diri b/d kelemahan
19. Risiko cedera pada ibu b/d penurunan jumlah trombosit
20. PK Anemia
21. Mual b/d kemoterapi
22. Kerusakan integritas kulit b/d perubahan status nutrisi dan
kemoterapi
23. Gangguan citra tubuh b/d proses penyakit dan kemoterapi
24. HDR b/d bau busuk pada keputihan

E. Rencana Tindakan
Dx 1 : Kekurangan volume cairan b/d kehilangan volume cairan
tubuh secara aktif akibat pendarahan
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 5 jam
diharapkan keseimbangan volume cairan adekuat
Kriteria Hasil :
1. TTV pasien dalam batas normal, meliputi :
Nadi normal ( 60 - 100 x / menit)
Pernapasan normal ( 16 - 24 x / menit)
Tekanan darah normal ( 100 - 140 mmHg / 60 - 90 mmHg)
Suhu normal ( 36,5oC - 37,5oC)
2. Membran mukosa lembab
3. Turgor kulit baik (elastis)
4. Pengisian kapiler cepat ( kembali dalam 2-3 detik setelah
ditekan)
5. Ekpresi wajah pasien tidak pucat lagi

118
No Intervensi Rasional

1. Awasi masukan dan haluaran. Memberikan pedoman untuk


Ukur volume darah yang keluar penggantian cairan yang perlu
melalui perdarahan diberikan sehingga dapat
mempertahankan volume
sirkulasi yang adekuat untuk
transport oksigen.

2. Catat kehilangan darah ibu Kehilangan darah ibu secara


berlebihan menurunkan perfusi

3. Hindari trauma dan pemberian Mengurangi potensial


tekanan berlebihan pada daerah terjadinya peningkatan
yang mengalami pendarahan pendarahan

4. Pantau status sirkulasi dan volume kemungkinan menyebabkan


darah hipovolemia atau hipoksia

5. Pantau TTV. Evaluasi nadi Menunjukkan keadekuatan


perifer, dan pengisian kapiler volume sirkulasi

6. Catat respon fisiologis individual Simtomatologi dapat berguna


pasien terhadap pendarahan, untuk mengukur berat /
misalnya kelemahan, gelisah, lamanya episode pendarahan.
ansietas, pucat, berkeringat / Memburuknya gejala dapat
penurunan kesadaran menunjukkan berlanjutnya
pendarahan / tidak adekuatnya
penggantian cairan

7. Kaji turgor kulit, kelembaban Merupakan indikator dari status


membran mukosa, dan perhatikan hidrasi / derajat kekurangan
keluhan haus pada pasien cairan

8. Kolaborasi : Cairan IV juga digunakan untuk


mengencerkan obat
Berikan cairan IV sesuai indikasi
antineoplastik pada penderita

119
Penggantian cairan tergantung kanker.
pada derajat hipovolemia dan
lamanya pendarahan (akut /
kronis).

9. Kolaborasi : Transfusi trombosit penting


untuk memaksimalkan
Berikan transfusi darah (Hb, Hct)
mekanisme pembekuan darah
dan trombosit sesuai indikasi
sehingga pendarahan lanjutan
Transfusi darah diperlukan untuk dapat diminimalisir.
memperbaiki jumlah darah dalm
tubuh ibu dan mencegah
manifestasi anemia yang sering
terjadi pada penderita kanker.

10. Kolaborasi : Perlu dilakukan untuk


menentukan kebutuhan
Awasi pemeriksaan laboratorium,
resusitasi cairan dan mengawasi
misalnya : Hb, Hct, sel darah
keefektifan terapi
merah

Dx 2 : Risiko infeksi b/d proses penyakit kronis (metastase sel


kanker)

Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam,


pasien tidak mengalami infeksi

Kriteria Hasil :

1. Tidak tampak tanda - tanda infeksi (kalor, rubor, dolor, tumor,


fungsio laesia)
2. TTV pasien dalam batas normal, meliputi :

Nadi normal ( 60 - 100 x / menit)


Pernapasan normal ( 16 - 24 x / menit)
Tekanan darah normal ( 100 - 140 mmHg / 60 - 90 mmHg)

120
Suhu normal ( 36,5oC - 37,5oC)
3. Nilai WBC (sel darah putih) dari pemeriksaan laboratorium
berada dalam batas normal (4 - 9 103/L).

No Intervensi Rasional

1. Kaji tanda / gejala infeksi Pengenalan dini dan intervensi


secara kontinyu pada semua segera dapat mencegah
sistem tubuh (misalnya : perkembangan infeksi lebih
pernafasan, pencernaan, lanjut
genitourinaria)

2. Pantau perubahan suhu Peningkatan suhu pada ibu hamil


pasien. dengan kanker serviks dapat
terjadi karena proses
penyakitnya, infeksi, dan efek
samping kemoterapi yang
dijalaninya. Identifikasi dini
proses infeksi memungkinkan
terapi yang tepat untuk dimulai
segera

3. Kaji janin untuk melihat Deteksi dini terhadap reaksi


adanya tanda infeksi seperti infeksi yang bisa berdampak
takikardi dan penurunan pada janin dan menghambat
keaktifan gerakan janin pertumbuhan janin.

4. Pertahankan teknik perawatan Menurunkan risiko kontaminasi


aseptik. Hindari / batasi agen infeksius
prosedur invasif

5. Utamakan personal hygiene Membantu mengurangi pajanan


potensial sumber infeksi dan
menimalisir paparan
pertumbuhan sekunder patogen

121
6. Kolaborasi : Diferensial dan peningkatan
WBC merupakan salah satu
Awasi hasil laboratorium
respon tubuh untuk mengatasi
untuk melihat adanya
infeksi yang timbul oleh antigen
diferensial atau peningkatan
WBC

7. Kolaborasi : Mengidentifikasi organisme


penyebab dan terapi yang tepat
Dapatkan kultur sesuai
indikasi

8. Kolaborasi : Digunakan untuk menghambat


perkembangan agen infeksi
Berikan antibiotik sesuai
indikasi

Dx 3 : Perubahan Pola eliminasi urine b/d infiltrasi kanker pada


traktus urinarius

Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1 x 24 jam,


pola eliminasi urine pasien kembali normal (adekuat)

Kriteria Hasil :

1. Tidak terjadi hematuria


2. Tidak terjadi inkontinensia urine
3. Tidak terjadi dysuria
4. Jumlah output urine dalam batas normal ( 0,5 - 1 cc / kgBB /
jam)

No Intervensi Rasional

1. Catat keluaran urine, Penurunan aliran urine tiba-tiba dapat


selidiki penurunan / mengindikasikan adanya obstruksi /
penghentian aliran urine disfungsi pada traktus urinarius
tiba-tiba

122
2. Kaji pola berkemih Identifikasi kerusakan fungsi vesika
(frekuensi dan jumlahnya). urinaria akibat metastase sel-sel kanker
Bandingkan haluaran urine pada bagian tersebut
dan masukan cairan serta
catat berat jenis urine

3. Observasi dan catat warna Penyebaran kanker pada traktus


urine. Perhatikan ada / urinarius (salah satunya di vesika
tidaknya hematuria urinaria) dapat menyebabkan jaringan di
vesika urinaria mengalami nekrosis
sehingga urine yang keluar berwarna
merah karena bercampur dengan darah

4. Observasi adanya bau yang Identifikasi tanda - tanda infeksi pada


tidak enak pada urine (bau jaringan traktus urinarius
abnormal)

5. Dorong peningkatan cairan Mempertahankan hidrasi dan aliran


dan pertahankan pemasukan urine baik
akurat

6. Awasi tanda vital. Kaji nadi Indikator keseimbangan cairan dan


perifer, turgor kulit, menunjukkan tingkat hidrasi
pengisian kapiler, dan
membran mukosa

7. Kolaborasi : Pemeriksaan diagnostik dan penunjang


misalnya pemeriksaan retrograd dapat
Siapkan untuk tes
digunakan untuk mengevaluasi tingkat
diagnostik, prosedur
infiltrasi kanker pada traktus urinarius
penunjang sesuai indikasi
sehingga dapat menjadi dasar untuk
intervensi selanjutnya

8. Kolaborasi : Kadar BUN dan kreatinin yang


abnormal dapat menjadi indikator
Pantau nilai BUN dan
kegagalan fungsi ginjal sebagai akibat

123
kreatinin komplikasi metastase sel-sel kanker
pada traktus urinarius hingga ke organ
ginjal.

F. Implementasi
Implementasi yang dilakukan sesuai dengan intervensi yang
direncanakan.
G. Evaluasi
1. Keseimbangan volume cairan
2. Tidak ada tanda tanda infeksi
3. Pola eliminasi uri ( bak ) normal
4. Nyeri berkurang / hilang / teratasi
5. Nafsu makan meningkat
6. Pengetahuan tentang penyakit kanker meningkat
7. Perhatian keluarga meningkat
8. Turgor kulit normal
9. Cairan yang keluar pervagina tidak berbau busuk
10. Berat badan stabil
11. Pola eliminasi alvi normal sehari sekali dengan konsistensi
lembek
12. Mual dan muntah berkurang / hilang
13. Ekspresi wajah klien tenang
14. Pengisian kapiler cepat
15. Kulit lembab, rambut tidak rontok atau sudah tumbuh.

124
BAB 3
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Penyakit pada sistem reproduksi biasa disebabkan oleh jamur, bakteri atau
virus. Bakteri dapat menyebabkan beberapa gangguan pada organ reproduksi
terutama organ reproduksi pada wanita. Keputihan dengan warna hijau dan bau
merupakan salah satu gangguan yang disebabkan oleh bakteri. Bakteri juga
dapat menyebabkan gangguan lebih lanjut berupa kista bahkan hingga
menimbulkan kanker rahim.
Gangguan pada sistem reproduksi meliputi, penyakit menular seksual, ibu
resiko HIV/AIDS, gangguan menstruasi, tumor dan kanker alat reproduksi.

3.2. Saran
Penulisan makalah ini memuat saran-saran yang ditujukan ke berbagai
pihak, antara lain:
1. Bagi pembaca, terutama mahasiswa keperawatan diharapkan dapat
menggunakan makalah ini sebagai referensi untuk menambah pengetahuan
tentang Konsep Gangguan Sistem Reproduksi.

2. Bagi pembaca agar memperbaiki segala kekurangan yang terdapat pada


makalah ini, sehingga makalah ini dapat terbit dengan kondisi yang lebih
baik.

125
DAFTAR PUSTAKA

126

Anda mungkin juga menyukai