Anda di halaman 1dari 30

Tugas Keperawatan Medikal Bedah III

Dosen : Amriati Mutmainnah, S.Kep.Ns,.MSN

ASUHAN KEPERAWATAN
FRAKTUR

OLEH
Kelompok 1
Kelas A2/2018

1. Abdul Zakir Arsyad 9. Nirmala


(NH0118002) (NH0118055)
2. Audina Ismul Suliasni 10. Norlisa Sudirman
(NH0118012) (NH0118056)
3. Muhammad Iqbaalul 11. Nur Faujiah
(NH0118049) (NH0118057)
4. Muhsania Anwar 12. Reylita Widi A.
(NH0118050) (NH0118065)
5. Mutmainna 13. Roisatul Ulfah
(NH0118051) (NH0117073)
6. Nadia Nur Faizah 14. Sanawiah
(NH0118052) (NH0118074)
7. Natalia Delsi 15. Sapta Noven Tonapa
(NH0118053) (NH0118075)
8. Nia Elvira Makase 16. Sariani
(NH0118054) (NH0118076)
17. Sofiyani W Salim 21. Tasya Putri Tamara
(NH0118079) (NH0118088)
18. Sonia Titin Rahakratat 22. Wulan Sanna
(NH0118080) (NH0118093)
19. Sukma Wulandari 23. Yohanis Agustinus
(NH0118084) (NH0118095)
20. Susanti Marilalan 24. Asrianto
(NH0118085) (NH0118097)

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TNGGI ILMU KESEHATAN
NANI HASANUDDIN
MAKASSAR
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat serta berkah-Nya sehingga penyusunan makalh ini dapat
diselesaikan dengan tepat waktu.

Makalah ini disusun untuk diajukan sebagai tugas mata kuliah Keperawatan
Medikal Bedah III dengan judul “ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR” di
sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Nani Hasanuddin Makassar bidang S1 Keperawatan.

Terima kasih kami ucapkan kepada Amriati Mutmainnah, S.Kep.Ns,.MSN selaku


dosen pembimbing mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah III yang telah
membimbing dan memberikan materi kuliah demi lancarnya penyelesaian makalah ini.

Kami menyadari dalam menyusun materi yang telah kami sajikan ini masih jauh
dari sempurna, dimana banyak kekurangan dan perlu perbaikan. Untuk itu kami sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca.

Demikian makalah ini disusun semoga dapat digunakan sebagaimana mestinya


dan memberikan manfaat bagi para pembacanya.

Makassar, 3 Oktober 2020

Kelompok 1
DAFTAR ISI

Halaman Sampul

Kata Pengantar............................................................................................................i

Daftar Isi......................................................................................................................ii

Bab I Pendahuluan

A. Latar Belakang.......................................................................................................5
B. Rumusan Masalah..................................................................................................5
C. Tujuan....................................................................................................................5
Bab II Tinjauan Pustaka

A. Konsep medis fraktur.............................................................................................6


1. Definisi..............................................................................................................6
2. Etiologi..............................................................................................................6
3. Patofisiologi......................................................................................................6
4. Klasifikasi.........................................................................................................7
5. Manifestasi klinik..............................................................................................8
6. Test diagnostik................................................................................................11
7. Penatalaksanaan medik...................................................................................11
8. Farmakologi....................................................................................................12
9. Terapi diet.......................................................................................................13
10. Komplikasi.....................................................................................................17
B. Konsep keperawatan fraktur................................................................................16
1. Pengkajian......................................................................................................17
2. Penyimpangan KDM.....................................................................................17
3. Diagnosa keperawatan...................................................................................17
4. Intervensi.......................................................................................................17
Bab III Penutup
A. Kesimpulan..........................................................................................................17
B. Saran....................................................................................................................17
Daftar Pustaka
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Fraktur atau patah tulang merupakan suatu kondisi terputusnya
kontinuitas yang normal dari suatu jaringan tulang. Fraktur dapat terjadi pada
semua bagian tulang, baik ekstremitas atas maupun ekstremitas bawah. Fraktur
atau patah tulang dapat disebabkan oleh kecelakaan, baik itu kecelakaan kerja,
kecelakaan lalu lintas, trauma/ruda paksa atau tenaga fisik, dan sebagainya yang
ditentukan oleh jenis dan luasnya fraktur. (Aristi & Asti, 2018)
Menurut World Health Organization (WHO) di dunia terjadi kasus
fraktur kurang lebih 13 juta orang, dengan angka prevelensi sebesar 2,7%. Pada
tahun 2010 kasus fraktur mengalami peningkatan, yaitu sebanyak 28 juta orang
mengalami fraktur dengan angka prevelensi sebesar 4,2%. Terjadinya fraktur
tersebut termasuk didalamnya insiden kecelakaan, cidera olahraga, bencana alam
dan lain sebagainya, pada tahun 2011-2013 terdapat lebih dari 5,6 terdapat lebih
dari 5,6 juta orang meninggal dikarenakan insiden. (Astuti & Aini, 2020)
Di Indonesia terjadinya kasus fraktur banyak disebabkan oleh cedera
antara lain karena jatuh, kecelakaan lalu lintas dan trauma benda tajam atau
tumpul. Dari 45.987 peristiwa terjatuh yang mengalami fraktur sebanyak 1.775
orang (58%), dari 20.829 kasus kecelakaan lalu lintas yang mengalami fraktur
sebanyak 1.770 orang (25,9%), dan dari 14.125 trauma benda tumpul yang
mengalami fraktur sebanyak 236 orang (20,6%).
Di Sulawesi Selatan berdasarkan profil Dinas Kesehatan 2014, diperoleh
dari 44 Rumah Sakit kabupaten/kota se-Sulawesi Selatan (Pemerintah dan
Swasta) yang melaporkan situasi Penyakit Tidak Menular tahun 2013
menunjukkan bahwa kasus yang terbanyak adalah kecelakaan lalu lintas dan
cidera baik pada penderita rawat jalan (9.354 penderita) maupun penderita rawat
inap (3.842 penderita). Pada Tahun 2013 tercatat pasien yang mengalami fraktur
sebanyak 148 orang yang berjenis kelamin perempuan dan 404 orang yang
berjenis kelamin laki-laki, dan pada tahun 2014 tercatat pasien yang mengalami
fraktur sebanyak orang 58 orang yang berjenis kelamin laki-laki dan 235 orang
yang berjenis kelamin perempuan. Sedangkan pada tahun 2015 tercatat mulai
Januari sampai dengan April pasien yang mengalami fraktur sebanyak 26 orang.
(Kombong, 2018)
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah, sebagai berikut:
1. Apa pengertian Fraktur ?
2. Bagaimana etiologi Fraktur ?
3. Bagaiaman patofisiologi Fraktur ?
4. Bagaimana klasifikasi Fraktur?
5. Apa manifestasi klink Fraktur ?
6. Bagaimana tes diagnostic Fraktur ?
7. Bagaimana penatalaksanaan Fraktur ?
8. Apa Farmakologi Fraktur ?
9. Bagaimana Terapi diet Fraktur ?
10. Apa saja komplikasi yang dapat terjadi pada penderita Fraktur ?
11. Bagaimana pengkajian pada penderita Fraktur ?
12. Apa saja penyimpangan kdm Fraktur ?
13. Apa diagnose Fraktur ?
14. Apa intervensi Fraktur?
C. Tujuan Masalah
1. Mengetahui pengertian Fraktur
2. Mengetahui etiologi Fraktur
3. Mengetahui patofisiologi Fraktur
4. Mengetahui klasifikasi Fraktur
5. Mengetahui manifestasi klink Fraktur
6. Mengetahui tes diagnostik Fraktur
7. Mengetahui penatalaksanaan Fraktur
8. Mengetahui Farmakologi Fraktur
9. Mengetahui Terapi diet Fraktur
10. Mengetahui komplikasi yang terjadi pada penderita Fraktur
11. Mengetahui pengkajian pada penderita Fraktur
12. Mengetahui penyimpangan kdm Fraktur
13. Mengetahui diagnosa Fraktur
14. Mengetahui intervensi Fraktur
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Medis Fraktur


1. Definisi
Fraktur atau patah tulang merupakan suatu kondisi terputusnya
kontinuitas jaringan tulang dan/atau tulang rawan yang umumnya
disebabkan oleh rudapaksa.Trauma yang menyebabkan tulang patah dapat
berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung. Pada keadaan fraktur,
jaringan sekitarnya juga akan terpengaruh dimana akan terjadi edema
jaringan lunak, perdarahan ke otot dan sendi, dislokasi sendi, ruptur tendon,
kerusakan saraf dan kerusakan pembuluh darah. Kerusakan-kerusakan diatas
menimbulkan beberapa manifestasi klinis yang khas, salah satunya yaitu
nyeri.(Alvinanta, 2019)
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis
dan luasnya. Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya
meremuk dan kontraksi otot ekstrem. Saat tulang patah, jaringan disekitar
akan terpengaruh, yang dapat mengakibatkan edema pada jaringan lunak,
dislokasi sendi, kerusakan saraf. Organ tubuh dapat mengalami cedera akibat
gaya yang disebabkan oleh fraktur atau akibat fragmen tulang.
2. Etiologi
Fraktur dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah cidera,
stress, dan melemahnya tulang akibat abnormalitas seperti fraktur patologis
(Pratiwi, 2020).
Menurut Pratiwi (2020) etiologi/ penyebab terjadinya fraktur adalah :
a. Trauma langsung
Terjadi benturan pada tulang yang menyebabkan fraktur.
b. Trauma tidak langsung
Tidak terjadi pada tempat benturan tetapi ditempat lain,oleh karena
itu kekuatan trauma diteruskan oleh sumbu tulang ke tempat lain.
c. Kondisi patologis
Terjadi karena penyakit pada tulang (degeneratif dan kanker tulang).
3. Patofisiologi
Saat terjadi fraktur otot mengalami spasme dan menarik fragmen tulang
keluar posisi, bahkan mampu menggeser tulang besar sperti femur. Fragmen
fraktur dapat bergeser kesamping atau menimpa segmen lain, dapat berotasi
atau berpindah, setelah periosteum dan pembuluh darah di korteks marrow,
dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak, terjadilah perdarahan
dan terbentuk hematoma dirongga medula tulang. Jaringan tulang segera
berdekatan kebagian tulang yang patah, jaringan yang mengalami nekrosis
ini menstimulasi terjadinya inflamsasi yang ditandi dengan vasodilatasi,
eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih (Wahyudi, 2019).
Patofisiologi fraktur menurut Black dan Hawks (2014) antara lain :
Keparahan dari fraktur bergantung pada gaya yang menyebabkan fraktur.
Jika ambang fraktur suatu tulang hanya sedikit terlewati, maka tulang
mungkin hanya retak saja bukan patah. Jika gayanya sangat ekstrem, seperti
tabrakan mobil, maka tulang dapat pecah berkeping-keping. Saat terjadi
fraktur, otot yang melekat pada ujung tulang dapat terganggu. Otot dapat
mengalami spasme dan menarik fragmen fraktur keluar posisi. Kelompok
otot yang besar dapat menciptakan spasme yang kuat bahkan mampu
menggeser tulang besar, seperti femur. Walaupun bagian proksimal dari
tulang patah tetap pada tempatnya, namun bagian distal dapat bergeser
karena faktor penyebab patah maupun spasme pada otot-otot sekitar.
Fragmen fraktur dapat bergeser ke samping, pada suatu sudut (membentuk
sudut), atau menimpa segmen tulang lain. Fragmen juga dapat berotasi atau
berpindah. Selain itu, periosteum dan pembuluh darah di korteks serta
sumsumdari tulang yang patah juga terganggu sehingga dapat menyebabkan
sering terjadi cedera jaringan lunak. Perdarahan terjadi karena cedera
jaringan lunak atau cedera pada tulang itu sendiri. Pada saluran sumsum
(medula),hematoma terjadi diantara fragmen-fragmen tulang dandibawah
periosteum. Jaringan tulang disekitar lokasi fraktur akan mati dan
menciptakan respon peradangan yang hebat sehingga akan terjadi
vasodilatasi, edema, nyeri, kehilangan fungsi, eksudasi plasma dan leukosit.
Respon patofisiologis juga merupakan tahap penyembuhan tulang.(Andani,
2018)
4. Klasifikasi
a. Menurut (Hastriati, 2019) bentuk patah tulang
1) Fraktur komplit, apabila seluruh tulang patah dan tulang menjadi
dua pigemn.
2) Fraktur inkomplit, patah tulang sebagian tanpa terjadi pemisahan
tulang.
3) Fraktur tertutup , dimana kulit tidak ditembus oleh tulang.
4) Fraktur terbuka, tulang yang patah menembus kulit sehingga
tulang kelihatan
5) Fraktur tanpa perubahan posisi , tulang mengalami patah
sedangkan posisinya pada tempatnya.
6) Fraktur dengan perubahan posisi , tulang yang patah berjauhan
dari tempat patah.
7) Comminuted fraktur, serpihan-serpihan atau terputusnya
keutuhan jaringan terdapat lebih dari dua fragmen.
8) Impacted fraktur, salah satu ujung tulang yang patah menancap
pada yang lain.
b. Menurut (Hastriati, 2019) garis patah tulang.
1) Fraktur Greenstica, yaitu salah satu dari sisi tulang patah,
biasanya terjadi pada anak-anak yang tulang masih lunak.
2) Fraktur transverse, fraktur yang garis patahnya tegak lurus
terhadap tulang.
3) Fraktur obligue, fraktur yang garis patahnya membentuk sudut
tulang.
4) Fraktur spiral, fraktur yang timbul akibat kursi pada ekstremitas
dan dapat cepat sembuh dengan imobilisasi eksternal.
5. Manifestasi klinik
Mendiagnosis fraktur harus berdasarkan menifestasi klinis klien, riwayat,
pemeriksaan fisik, dan temuan radiologis.
Tanda dan gejala terjadinya fraktur antara lain :
 Deformitas
Pembengkakan dari pendarahan local dapat menyebabkan defomitas
pada lokasi fraktur.Spasme otot dapat menyebabkan pemendekan
tungkai,deformitas rotasional,atau angulasi.Dibandingkan sisi yang
sehat,lokasi fraktur dapat memiliki deformitas yang nyata.
 Pembengkakan
Edema dapat muncul segera, sebagai akibat dari akumulasi cairan serosa
pada lokasi fraktur serta ekstravasasi darah ke jaringan sekitar.
 Memar
Memar terjadi karena pendarahan subkutan pada lokasi fraktur
 Spasme Otot
Spasme otot involuntary berfungsi sebagai bidai alami mengurangi
gerakan lebih lanjut dari fragmen fraktur.
 Nyeri
Jika pasien secara neurologis masih baik,nyeri akan selalu mengiringi
fraktur, intensitas dan keparahan dari nyeri akan berbeda pada masing-
masing klien. Nyeri biasanya terus-menerus, meningkat jika fraktur
dimobilisasi. Hal ini terjadi karena spasme otot, fragmen fraktur yang
bertindihan atau cedera pada struktur sekitarnya.
 Ketegangan
Ketegangan diatas lokasi fraktur disebabkan oleh cedera yang terjadi.
 Kehilangan fungsi
Hilangnya fungsi terjadi karena nyeri yang disebabkan fraktur atau
karena hilangnya fungsi pengungkit lengan pada tungkai yang terkena.
Kelumpuhan juga dapat terjadi dsri cdera saraf.
 Gerakan abnormal dan krepitasi
Manifestasi ini terjadi karena gerakan dari bagian tengah tulang atau
gesekan antar fragmen fraktur.
 Perubahan neurovaskuler
Cedera neurovaskuler terjadi akibat kerusakan saraf perifer atau struktur
vascular yang terkait.Klien dapat mengeluhkan rasa bebas atau
kesemutan atau tidak teraba nadi pada daerah distal dari fraktur.
 Syok
Fragmen tulang dapat merobek pembuluh darah.Pendarahan besar atau
tersembunyi dapat menyebabkan syok.
6. Test diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang memiliki keakuratan tinggi adalah dengan
foto toraks lateral. Dengan diagnostik dini yang diikuti fiksasi eksternal dini
akan menurunkan angka morbiditas dan mortalitas pada pasien fraktur
sternum.(Edwar et al., 2018)
Foto toraks ialah suatu jenis pemeriksaan radiologi dengan menggunakan
sinar roentgen (sinar X) dimana radiograf diambil dari sudut pandang
posteroanterior dan kadang juga diambil dari sudut pandang lateral dan
melintang. Foto toraks dapat membantu dalam kasus batuk kronik karena
sangat bermanfaat dalam mendiagnosis penyakit terutama penyakit paru dan
gangguan lainnya yang dapat menyebabkan batuk kronik. Selain itu foto
toraks juga bermanfaat untuk menilai kondisi sederhana seperti trauma, serta
fraktur iga dan tulang belakang.(Pradjoko & Jaya, 2018)
Pemeriksaan Diagnostik trauma servikal diantaranya pemeriksaan MRI,
pemeriksaan ini digunakan untuk menilai derajat kompresi pada korda.
Pemeriksaan MRI spinal servikal didapatkan kesan: tampak
spondyloarthritis dan degenerasi diskus ringan, terutama pada segmen C4/5
C5/6 C6/7, disertai dengan bulging diskus intraspinal, dan tampak gambaran
myelophaty atau tanda-tanda kontusio meduler pada level C6/7, selain itu tek
terlihat abnormalitas lebih lanjut pada struktur tulang, diskus maupun neural
lainnya dari sepanjang columna vertebralis cervicallis, terutama tak terlihat
dengan spondyloartritis SOL, atau tanda-tanda spondylitis.(Dina Lusiana,
2016)
Menurut (Nofitasari, 2016)mengatakan pemeriksaan diagnostik pada
pasien fraktur sebagai berikut :
1) Pemeriksaan radiologi dilakukan untuk menentukan jenis dan
kedudukan fragmen fraktur. Foto rontgen harus memenuhi
beberapa syarat yaitu letak patah tulang harus diletakkan
dipertengahan foto dan sinar harus menembus tempat secara
tegak lurus.
2) Pemeriksaan khusus seperti CT-scan atau MRI kadang
diperlukan, misalnya pada kasus fraktur vetebra yang disertai
gejala neurologis.
3) Pemeriksaan laboratorium seperti darah lengkap (Hemoglobin,
hematokrit, leokosit, LED).
7. Penatalaksanaan medik
Penatalaksanaan medik antara lain (Rastu, Mahartha, Maliawan, &
Kawiyana, 2016) :
a. Fraktur Terbuka
Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh
bakteri dan disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6 – 8 jam
(golden period). Kuman belum terlalu jauh meresap dilakukan:
1) Pembersihan luka
2) Exici
3) Hecting situasi
4) Antibiotik
b. Seluruh Fraktur
a. Rekognisis/Pengenalan
Riwayat kejadian harus jelas untuk menentukan diagnosa dan
tindakan selanjutnya.
b. Reduksi/Manipulasi/Reposisi
Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali
seperti semula secara optimun. Dapat juga diartikan Reduksi
fraktur (setting tulang) adalah mengembalikan fragmen tulang
pada kesejajarannya dan rotasfanatomis.
8. Farmakologi
Nyeri merupakan keluhan yang paling sering terjadi pada pasien post
operasi fraktur, di mana nyeri yang tidak diatasi akan menghambat proses
penyembuhan, keterbatasan lingkup gerak sendi sehingga mempersulit
pasien memenuhi aktivitas sehari-hari. Penatalaksanaan nyeri fraktur yang
biasanya digunakan adalah manajemen secara farmakologi dan non
farmakologi.
Secara farmakologi dengan obat anti nyeri dan secara non farmakologi.
Penatalaksanaan nyeri fraktur yang biasanya digunakan adalah manajemen
secara farmakologi dan secara non farmakologi. Secara farmakologi yaitu
memakai obat – obatan baik analgesik narkotik/non narkotik. Namun bila
keluhan nyeri dapat dihilangkan secara sederhana maka hal itu jauh lebih
baik daripada penggunaan obat-obatan karena obat- obatan akan
menimbulkan ketergantungan terhadap efek penghilang nyeri dan
menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan seperti mual, muntah,
diare, dan pendarahan lambung.
Penatalaksanaan nyeri fraktur dapat juga di manajemen secara non
farmakologi, seperti teknik distraksi, dan teknik relaksasi Manajemen nyeri
non-farmakologi adalah merupakan teknik perawatan mandiri perawat
dengan teknik relaksasi, massage, distraksi, guided imagery, TENS, terapi
panas atau dingin, terapi musik, akupressur. Teknik ini relatif murah, mudah
dilakukan dan tidak memiliki efek samping. Salah satu teknik non
farmakologi yang digunakan untuk penatalaksanaan nyeri adalah teknik
relaksasi dengan menggunakan aromaterapi Aromaterapi adalah terapi
komplementer dalam praktek keperawatan dan menggunakan minyak
esensial dari bau harum tumbuhan untuk mengurangi masalah kesehatan dan
memperbaiki kualitas hidup.(Lenny Astuti, 2020)
9. Terapi diet
Nutrisi merupakan faktor penunjang yang sangat penting untuk
penyembuhan luka operasi. Berdasarkan penelitian Chasman tahun 2007
mengatakan nutrisi yang baik untuk penyembuhan pasien pascaoperasi
fraktur adalah makanan yang tinggi protein, tinggi kalsium dan Vitamin D.
Hal ini menunjukkan bahwa kebutuhan responden mengenai nutrisi sangat
dibutuhkan karena dapat memperbaiki kondisi pada tulang dan mampu
mempercepat masa penyembuhan luka responden (Sajodin, S.Kep., M.Kes.,
2019).
Pasien fraktur rawan mengalami infeksi, komplikasi dan lama rawat
memanjang, sehingga pasien pascaoperasi membutuhkan informasi yang
baik terkait kebutuhan discharge planning. Berdasarkan discharge planning
aturan diet pasien fraktur adalah diet TKTP ( Tinggi Kalori Tinggi Protein).
(Wat, 2018)
Makanan yang harus dihindari pasien fraktur yaitu;
a. Penggunaan minyak yang berlebihan dan santan kental.
b. Makanan dan minuman yang berenergi rendah.
c. Bumbu-bumbu yang merangsang tajam seperti cabe dan merica.
Bahan makanan yang dianjurkan untuk pasien fraktur yaitu;
1) Karbohidrat ( Nasi, mie, roti, dan hasil olahan tepung-tepungan serta
gula pasir.
2) Protein Nabati ( Kacang-kacangan dan hasil olahan tahu tempe,
oncom dll).
3) Protein Hewani ( Daging sapi, ayam, ikan, telur, susu, dan hasil
olahan susu).
4) Sayuran ( semua jenis sayuran).
5) Buah-buahan ( semua jenis buah).
6) Lemak dan Minyak ( Minyak goreng, margarin, mentega, dan santan
encer).
10. Komplikasi
Ada komplikasi yang terjadi pada fraktur (Sari, 2020) :
a) Komplikasi Awal
Ada 6 komplikasi awal pada fraktur antara lain :
1. Kerusakan arteri
Pecahnya arteri jarena trauma bias ditandai dengan tidak
adanya nadi, CRT menurun, hematoma yang lebar, perubahan
posisi pada yang sakit dan pembedahan.
2. Kompartement syndrome
Komplikasi ini terjadi saat peningkatan tekanan jaringan
dalam ruang tertutup diotot, yang sering berhubungan dengan
akumulasi cairan sehingga menyebabkan hambatan aliran
darah yang berat dan 13 berikutnya menyebabkan kerusakan
pada otot. Gejalanya mencakup rasa sakit karena
ketidakseimbangan pada luka, rasa sakit yang berhubungan
dengan tekanan yang berlebihan pada kompertemen, rasa
sakit dengan perenggangan pasif pada otot . komplikasi ini
terjadi sering pada fraktur tulang kering (Tibia dan tulang
hasta, radius atau ulna).
3. Fat Embolism Syndrome (FSE)
Adalah komplikasi serius yang terjadi pada fraktur pangang.
FSE terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan oleh bone
morrow kurang masuk ke dalam aliran darah yang
menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah yang di
tandai dengan gangguan pernafasan, takikardi, hipertensi,
takipnea dan demam.
4. Infeksi
System pertahanan tubuh rusak apabila terjadi trauma pada
jaringan pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit
dan masuk ke dalam, biasanya terjadi pada kasus fraktur
terbuka.
5. Avaskuler Nekrosis
Terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau terganggu
yang bias menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan
adanya volkman’s ischenis.
6. Shock
Terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bias menyebabkan menurunnya
oksigenasi.
b) Komplikasi Dalam waktu Lama
Beberapa komplikasi dalam waktu lama yang terjadi pada fraktur
antara lain :
1) Delayed Union
Kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dalam waktu yang
dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini di sebabkan
karena penurunan suplai darah ke tulang.
2) Nonunion
Kegagalan fraktur berkonsolidasi dan memproduksi
sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan.
Nonunion ditandai dengan adanya pergerakan yang berlebih
pada sisi fraktur yang membentuk sendi palsu.
3) Malunion
Merupakan penyembuhan tulang di tandai dengan
meningkatnya tingkat kekuatan dan perubahan bentuk.
Malunion dilakukan dengan pembedahan.

B. Konsep Keperawatan Fraktur


1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses
keperawatan, untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-
masalah klien sehingga dapat memberikan arah terhadap tindakan
keperawatan. (Dwi & Sari, 2020)
a) Identitas klien
Meliputi nama, faktor usia yang menentu terkadang yang menderita
fracture juga bisa pada usia remaja, dewasa, dan tua. Jenis kelamin
belum dapat diketahui secara pasti yang mendominasi pasien fraktur
karena fraktur itu sendiri dikarenakan mengalami kecelakaan yang
tidak di sengaja. Rendahnya pendidikan berpengaruh juga karena
kurangnya pengetahuan tentang rambu-rambu lalu lintas sehingga
pengguna bermotor dapat membahayakan diri sendiri dan orang lain
yang dapat mengakibatkan fraktur, Selain hal tersebut diatas juga
termasuk di dalam pengkajian identitas ini meliputi : alamat, nomer
register tanggal dan jam masuk rumah sakit (MRS) dan diagnosa
medis. (Dwi & Sari, 2020)
b) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri
pada daerah luka post op apabila digerakkan. Nyeri tersebut bisa akut
atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk memperoleh
pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan yaitu :
P = Provoking incident : Karena adanya luka post op.
Q = Quality of pain : seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau di
gambarkan klien. Apa seperti terbakar, berdenyut atau menusuk.
R = Region : apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit menjalar
atau menyebar dan dimana rasa sakit terjadi.
S = Severyty (scale) of pain : seberapa jauh rasa nyeri yang di
rasakan klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan
seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.
T = Time : berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah
buruk pada malam hari atau siang hari. (Dwi & Sari, 2020).
c) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari
fraktur yang nantinya membantu dalam rencana tindakan terhadap
klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga
nantinya bisa di tentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh
mana yang terkena. Selain itu dengan mengetahui mekanisme
terjadinya kecelakaan bisa di ketahui luka kecelakaan yang lain. (Dwi
& Sari, 2020)
d) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditentukan kemungkinan penyebab fraktur dan
memberi petunjuk berapa lama tulang akan menyambung, dan
keluarga pasien bisa mengatakan apa sebelumnya pasien tidak pernah
mengalami kecelakaan seperti sekarang ini dan belum pernah operasi
selain itu apa pasien mempunyai penyakit Diabetes dan Hipertensi
karena dengan tekanan darah yang tinggi serta gula darah juga tinggi
yang mempersulit proses penyembuhan.
e) Riwayat Penyakit Keluarga
Pada pengkajian ini kemungkinan penyebab fraktur dan memberi
petunjuk berapa lama tulang tersebut menyambung terkait dengan
penyakit keturunan ataupun alergi baik obat-obatan maupun
makanan. Selain itu penyakit diabetes mellitus dengan luka di kaki
sangat beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan
juga diabetes menghambat proses penyembuhan tulang. (Dwi & Sari,
2020)
f) Riwayat psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya
dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau
pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga
ataupun dalam masyarakat.
g) Status Cairan dan Nutrisi
Pada pasien ftaktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan
sehari-hari seperti kalsium, zat besi, protein, vit C, dan lainnya untuk
membantu proses penzembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola
nutrisi klien bisa membantu menentukan penyebab masalah
muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang
tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar
matahari yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah
muskuloskeletal terutama pada lansia,. Selain itu juga obesitas juga
menghambat degenerasi dan mobilitas klien.
h) Kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan
Seperti tidak mematuhi makanan makanan yang mengandung
vitamin K misalnya mineral, susu, kedelai, rendah kalori tinggi
protein dan tidak mau mobilisasi.
i) Pemeriksaan fisik
Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status
generalisata) untuk mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan
setempat (lokalis). Hal ini perlu untuk dapat melaksanakan total care
karena ada kecenderungan dimana spesialisasi hanya memperlihatkan
daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam. (Dwi & Sari, 2020)
Gambaran Umum
Perlu menyebutkan:
1) Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah
tanda-tanda, seperti:
 Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah,
komposmentis tergantung pada keadaan klien.
 Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan,
sedang, berat dan pada kasus fraktur biasanya akut.
 Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan
baik fungsi maupun bentuk.
2) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin
a) Sistem Integumen
Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat,
bengkak, oedema, nyeri tekan.
b) Kepala
Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak
ada penonjolan, tidak ada nyeri kepala.
c) Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan,
reflek menelan ada.
d) Muka
Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada
perubahan fungsi maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris,
tak oedema.
e) Mata
Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis
(karena tidak terjadi perdarahan)
f) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak
ada lesi atau nyeri tekan.
g) Hidung
Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.
h) Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan,
mukosa mulut tidak pucat.
i) Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada
simetris.
j) Paru
 Inspeksi
Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya
tergantung pada riwayat penyakit klien yang
berhubungan dengan paru.
 Palpasi
Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba
sama.
 Perkusi
Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara
tambahan lainnya.
 Auskultasi
Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara
tambahan lainnya seperti stridor dan ronchi.
k) Jantung
 Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung.
 Palpasi
Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
 Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur
l) Abdomen
 Inspeksi
Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
 Palpasi
Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar
tidak teraba.
 Perkusi
Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
 Auskultasi
Peristaltik usus normal ± 20 kali/menit.
m) Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada
kesulitan BAB.
2. Penyimpangan KDM (Pratiwi, 2020)

Trauma langsung truma tidak langsung Kondisi patofisiologi

FRAKTUR

Pergeseran fragmen tulang

Diskontinuitas tulang Timbul respon stimulus nye mm Tindakan ORIF /


ORIF

Fratur terbuka fratur tertutup pengeluaran istamin pemasangan


plasenta

Leseri kulit perubahan frakmen tulang reaksi nosis pektor ganguan fungsi
Tulang

Putus vena/akteri spasme otot suptur vena/akteri Respon reflek potekti pada tulang

Kehilangan volume cairan Edema Nyeri akut


Hambatan
mobeletas
Penekanan pembyluh darah
Resiko syo fisik
k
3. Diagnosa keperawatan
Diagnosa Keperawatan (PRATIWI, 2020)
a) Nyeri akut b/d terputusnya kontinuitas jaringan atau cidera jaringan
lunak.
b) Hambatanmobilitas fisik b/d nyeri, pembengkakan, prosedur bedah,
imobilisasi.
c) Ketidakefektifan perfusi jaringan b/d edema.
d) Resiko syok hipovolemik b/d perdarahan
Diagnosa Keperawatan Berdasarkan data dari hasil pengkajian kedua
klien yang dilakukan di ruangan pada klien 1 dan 2 ditemukan masalah
keperawatan dengan penyebab yang sama sehingga dapat ditentukan
diagnosa keperawatan yang sama yaitu nyeri akut berhubungan dengan
prosedur bedah. (Irawati, Priyanti, & Maryati, 2016)
4. Intervensi
Rencana Keperawatan ( Intervensi ) Perencanaan dalam prose
keperawatan lebih dikenal dengan rencana keperawatan merupakan tahap
selanjutnya setelah pengkajian dan penentuan dignosa keperawatan. Adapun
unsur- unsur dari tahap perencanaan adalah sebagai berikut :
a) Memprioritaskan masalah yaitu menentukan masalah apa yang
memerlukan perhatian atau prioritas.
b) Perumusan tujuan administrasi ditetapkan dalam bentuk jangka panjang
atau jangka pendek harus jelas dapat diukur dan realitas.
c) Penentuan tindakan keperawatan yaitu perawatan mempertimbangkan
beberapa alternatif tindakan keperawatan dan melaksanakan tindakan
yang mungkin berhasil, mengurangi, atau memecahkan masalah klien.
d) Penentuan kriteria evaluasi merupakan tolak ukur keberhasilan tindakan
keperawatan. (PRATIWI, 2020a)

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi


keperawatan Hasil
1 Diagnosa NOC : NIC :
Keperawatan a. Pain Level 1. Lakukan pengkajian nyeri
Nyeri akut b. Pain Control secara komprehensif
berhubungan dengan c. Comfort Level termasuk lokasi,
terputusnya karakteristik, durasi,
kontinuitas jaringan Kriteria hasil : frekuensi, kualitas dan
atau cidera jaringan 1. Mampu faktor presipitasi.
lunak mengontrol nyeri 2. Observasi reaksi non
(mengetahui verbal dari
a. Batasan penyebab nyeri, ketidaknyamanan
karakteristik: mampu 3. Bantu pasien dan
Perubahan menggunakan keluarga untuk mencari
selera makan teknik non dan menemukan
b. Perubahan farmakologi untuk dukungan.
pada parameter mengurangi nyeri) 4. Kontrol lingkungan yang
fisiologis 2. Melaporkan bahwa dapat mempengaruhi
c. Diaforesis nyeri berkurang nyeri seperti suhu
d. Perilaku dengan ruangan, pencahayaan
distraksi menggunakan dan kebisingan.
e. Bukti nyeri manajemen nyeri 5. Kurangi faktor presipitasi
dengan daftar 3. Mampu mengenali nyeri
periksa nyeri nyeri (skala, 6. Kaji tipe dan sumber
untuk pasien intensitas, nyeri untuk menentukan
yang tidak frekuensi, dan intervensi
dapat tanda nyeri) 7. Ajarkan tentang teknik
mengungkapka 4. Menyatakan rasa non farmakologi:napas
nnya nyaman setelah dalam, relaksasi,
f. Perilaku nyeri berkurang distraksi, kompres
ekspresif 5. Tanda tanda vital hangat/dingin
g. Ekspresi wajah dalam rentang 8. Berikan analgetik untuk
nyeri norma mengurangi nyeri
h. Sikap tubuh 9. Tingkatkan istirahat
melindungi 10. Berikan informasi tentang
i. Putus asa nyeri, berapa lama nyeri
akan berkurang dan
Faktor yang antisipasi
berhubungan: ketidaknyamanan
a. Agen cidera dariprosedur
fisik 11. Monitor vital sign
b. Agen cidera
kimiawi
c. Agen cidera
biologis
2 Hambatan mobilitas NOC: NIC :
fisik b/d nyeri, a. Join movent : active 1. Bantu klien untuk
pembengkakan, b. Mobility level menggunakan tongkat
prosedur bedah, c. Self care : ADLs saat berjalan dan cegah
imobilisasi. d. Transfer performance terhadap cedera
2. Kaji kemampuan pasien
kriteria hasil dalam mobilitasi
1. Klien meningkat 3. Damping dan bantu
dalam aktivitas fisik pasien saat mobilisasi dan
2. Mengerti tujuan dari bantu penuhi kebutuhan
mobiltas ADLs ps.
3. Memverbalisasikan 4. Monitoring vital sign
perasaan dalam sebelum/ sesudah latihan
meningkatkan dan lihat repon pasien
kekuatan dan saat latihan
kemampuan berpindah 5. Ajarkan pasien
4. Memperagakan bagaimana merubah
penggunaan alat bantu posisi dan berikan
untuk mobilisasi bantuan jika diperlukan
(walker)

3 Ketidakefektifan NOC : NIC :


perfusi jaringan b/d  Circulation status Peripheral Sensation
edema.   Tissue Prefusion : cerebral Management (Manajemen
sensasi perifer)
Kriteria Hasil : 1. Monitor adanya
a.    mendemonstrasikan status daerah tertentu yang
sirkulasi yang ditandai hanya peka terhadap
dengan : panas/dingin/tajam/tu
  Tekanan systole mpul
dandiastole dalam 2. Monitor adanya
  Tidak ada paretese
ortostatikhipertensi 3. Instruksikan keluarga
  Tidak ada tanda tanda untuk mengobservasi
peningkatan tekanan kulit jika ada lsi atau
intrakranial (tidak lebih laserasi
dari 15 mmHg) 4. Gunakan sarun tangan
b.    mendemonstrasikan untuk proteksi
kemampuan kognitif yang 5. Batasi gerakan pada
ditandai dengan: kepala, leher dan
c.    menunjukkan fungsi punggung
sensori motori cranial 6. Monitor kemampuan
yang utuh : tingkat BAB
kesadaran mambaik, tidak 7. Kolaborasi pemberian
ada gerakan gerakan analgetik
involunter rentang yang 8. Monitor adanya
diharapkan tromboplebitis
9. Diskusikan menganai
penyebab perubahan
sensasi
4 Resiko syok NOC : NIC :
hipovolemik b/d a. Syok prevention Syok prevention
perdarahan b. Syok management 1. Monitor status sirkulasi
BP, warna kulit, suhu
Kriteria hasil : kulit, denyut jantung, HR,
1. Nadi dalam batas dan ritme, nadi perifer,
yang diharapkan dan kapiler refill
2. Irama jantung 2. Monitor tanda inadekuat
dalam batas yang oksigenasi jaringan
diharapkan 3. Monitor suhu dan
3. Frekuensi jantung pernafasan
dalam batas yang 4. Monitor input dan output
diharapkan 5. Pantau nilai
4. Frekuensi nafas laboratorium :
dalam batas normal HB,HT,AGD dan
5. Mata cekung tidak elektrolit
ditemukan 6. Monitor hemodinamik
6. TD dalam batas invasi yang sesuai
normal 7. Monitor tanda dan gejala
7. Demam tidak asites
ditemukan 8. Monitor tanda awal syok
9. Tempatkan pasien pada
posisi supine,kaki elevasi
untuk peningkatan
preload dengan tepat
10. Lihat dan pelihara
kepatenan jalan nafas
11. Berikan cairan iv dan
atau oral yang tepat
12. Berikan vasodilator yang
tepat
13. Ajarkan keluarga dan
pasien tentang tanda dan
gejala datangnya syok
14. Ajarkan keluarga dan
pasien tentang langkah
untuk mengatasi gejala
syok

Syok management
1. Monitor fungsi
neurologis
2. Monitor fungsi renal
( e.g. BUN dan Cr lavel )
3. Monitor tekanan nadi
4. Monitor status
cairan,input output
5. Catat gas darah arteri dan
oksigen dijaringan
6. Memonitor gejala gagal
pernafasan
( misalnya,rendah
PaO₂ peningkatan
PaO₂ tingkat,kelelahan
otot pernafasan)
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Di Indonesia kejadian fraktur banyak akibat kecelakaan kerja.Fraktur
adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya.
Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk dan kontraksi
otot ekstrem. Saat tulang patah, jaringan disekitar akan terpengaruh, yang dapat
mengakibatkan edema pada jaringan lunak, dislokasi sendi, kerusakan saraf.
Saat terjadi fraktur otot mengalami spasme dan menarik fragmen tulang
keluar posisi, bahkan mampu menggeser tulang besar sperti femur. Fragmen
fraktur dapat bergeser kesamping atau menimpa segmen lain, dapat berotasi atau
berpindah, setelah periosteum dan pembuluh darah di korteks marrow, dan
jaringan lunak yang membungkus tulang rusak, terjadilah perdarahan dan
terbentuk hematoma dirongga medula tulang.Banyak komplikasi akibat fraktur
salah satunya resiko infeksi. Diakibatkan karena System pertahanan tubuh rusak
apabila terjadi trauma pada jaringan pada trauma orthopedic infeksi dimulai
pada kulit dan masuk ke dalam, biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka.
Asuhan keperawatan pada fraktur biasa nya ditemukan intervensi seperti
Nyeri akut b/d terputusnya kontinuitas jaringan atau cidera jaringan
lunak,Hambatanmobilitas fisik b/d nyeri, pembengkakan, prosedur bedah,
imobilisasi.Ketidakefektifan perfusi jaringan b/d edema dan Resiko syok
hipovolemik b/d perdarahan.
B. Saran
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi
pokok bahasan dalam makalah ini. Tentunya masih banyak kekurangan dan
kelemahannya karena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau
referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini. Kami banyak
berharap kepada para pembaca untuk memberikan kritik dan saran yang
membangun kepada kami demi sempurnanya makalah ini. Semoga makalah ini
berguna bagi penulis pada khusunya juga para pembaca.
DAFTAR PUSTAKA

Alvinanta, N. P. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Post Op Fraktur


Ekstremitas Bawah Di Ruang Cempaka Rsud Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.
Ilmu Keperawatan, 1.

Andani, W. (2018). Penerapan Mobilitas Dini Pada Asuhan Keperawatan Pasien Post
Operasi Fraktur Femur Dengan Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Aktivitas di
RSUD Sleman. 1–96.

Aristi, & Asti. (2018). PENERAPAN MOBILISASI DINI PADA PASIEN POST ORIF
FRAKTUR EKSTREMITAS BAWAH DENGAN GANGGUAN MOBILITAS
FISIK. Polltekkes Kemenkes, 1–5.

Astuti, L., & Aini, L. (2020). Pengaruh Pemberian Aromaterapi Lavender Terhadap
Skala Nyeri Pada Pasien Post Operasi Fraktur. Journal of Chemical Information
and Modeling, 12(1), 1689–1699.

Dina Lusiana, F. N. R. (2016). Upaya meningkatkan efektifitas pola napas pada pasien
fraktur dislokasi servikal di rsop surakarta.

Dwi, R., & Sari, P. (2020). Asuhan Keperawatan Pada Tn. A Dengan Diagnosa Medis
Post Operative Closed Frakture Tibia 1/3 Distal di Ruang Melati RSUD Bangil
Pasuruan. 65.

Edwar, P. P. M., Airlangga, P. S., Salinding, A., Semedi, B. P., Sylvaranto, T., &
Rahardjo, E. (2018). Kesulitan “Weaning” pada Kasus Flail Chest Akibat Fraktur
Sternum yang Tidak Teridentifikasi. JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia), 10(1),
42. https://doi.org/10.14710/jai.v10i1.20667

Hastriati, A. Y. (2019). TINGKAT PENGETAHUAN KELUARGA TENTANG CARA


PERAWATAN PASIEN FRAKTUR DI RSUD ARIFIN ACHMAD. 3(1), 25–33.

Irawati, I., Priyanti, R. P., & Maryati, H. (2016). ASUHAN KEPERAWATAN PADA
PASIEN POST OPERASI FRAKTUR EKSTREMITAS ATAS DENGAN NYERI
AKUT DI PAVILIUN ASOKA RSUD JOMBANG.
Kombong, S. (2018). PENGARUH KOMPRES AIR DINGIN (ES) TERHADAP
PERSEPSI NYERI PADA PASIEN FRAKTUR DI RSUD LABUANG BAJI
MAKASSAR. 02(02), 138–143.

Lenny Astuti, L. A. (2020). PENGARUH PEMBERIAN AROMATERAPI LAVENDER


TERHADAP SKALA NYERI PADA PASIEN POST OPERASI FRAKTUR. 12, 171–
178.

NOFITASARI, D. I. (2016). ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAPAK H YANG


MENGALAMI CLOSE FRAKTUR ANTEBRACHII 1/3 MEDIAL SINISTRA DI
RUANG DAHLIA RSUD ABDUL WAHAB SJAHRANIE SAMARINDA.

Pradjoko, I., & Jaya, C. (2018). Ekstraksi Benda Asing pada Kavum Nasi Melalui
Bronkoskopi. Jurnal Respirasi, 4(2), 45. https://doi.org/10.20473/jr.v4-
i.2.2018.45-50

Pratiwi, agustina eka. (2020). Asuhan Keperawatan Pada Klien Fraktur Femur Dengan
Masalah Nyeri. Orphanet Journal of Rare Diseases, 21(1), 1–9.
https://doi.org/10.1155/2010/706872

PRATIWI, A. E. (2020a). Asuhan Keperawatan Pada Klien Fraktur Femur Dengan


Nyeri Di Ruang Melati Rsud Bangil Pasuruan. 21(1), 1–9. https://doi.org/http://
doi.org/10.1 155/2010/706872

PRATIWI, A. E. (2020b). ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN FRAKTUR


FEMUR DENGAN NYERI DI RUANG MELATI RSUD BANGIL PASURUAN.
21(1), 1–9. https://doi.org/10.1155/2010/706872

Rastu, G., Mahartha, A., Maliawan, S., & Kawiyana, K. S. (2016). MANAJEMEN
FRAKTUR PADA TRAUMA MANAGEMENT OF FRACTURE OF
MUSCULOSCELETAL TRAUMA. 1–13.

Sajodin, S.Kep., M.Kes., A. (2019). Jurnal Keperawatan ’ Aisyiyah (Vol. 6).

Sari, R. D. P. (2020). ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.A DENGAN DIAGNOSA


MEDIS POST OPERATIVE CLOSED FRAKTURE TIBIA FIBULA 1/3 DISTAL DI
RUANG MELATI RSUD BANGIL PASURUAN.
Wahyudi, B. (2019). Pengaru Intervensi Auditori Hipnosis Lima Jari Terhadap Vital
Sing : Tekanan Darah, Frekuensi Nadi, Frekuensi Pernapasan, dan Nyeri Pada
Kline Fraktur Ekstremitas. 1–83.

Wat, R. I. (2018). ASUHAN KEPERAWATAN POST OPERASI FRAKTUR CRURIS


PADA NY S DAN NN T DENGAN MASALAH KEPERAWATAN NYERI AKUT DI
RUANG KENANGA RSUD dr. HARYOTO LUMAJANG TAHUN 2018.

Anda mungkin juga menyukai