Anda di halaman 1dari 35

MAKALAH TABLE TOP DISASTER EXCERSICE

KASUS BENCANA TANAH LONGSOR

Oleh Kelompok 5:

KELAS 3E

PROGRAM S1 ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BINA SEHAT PPNI

MOJOKERTO

2019
Anggota :

1. Fredryk Ferdinandus (201601158)


2. Fajar Imaniyah Luthfi (201601159)
3. Maria Yensi Tamo Ina (201601162)
4. Muhammad Abdul Rochman (201601163)
5. Khusnul Khotimah (201601164)
6. Elsya Moriolkosu (201601165)
7. Nur Fadilah (201601166)
8. Fera Andaresata (201601167)
9. Sesty Emray (201601168)
10. Kornely Yotlely (201601169)
11. Nikolaus Yongki Yotlely (201601170)
12. Aisiah Ambarwati (201601171)
13. Rizkyani Aliffiyah Fauzi (201601172)
14. Fitri Nur Kholifah (201601173)
15. Samuel Gaiteborbir (201601174)
16. Benhur Papilaya Karwujud (201601175)
17. Hanif Arif Rahmadi (201601176)
18. Bangga Yusril Wicaksana (201601177)
19. Djuer Djies (201601178)
20. Lulus Yulianti (201601179)
21. Reza Berlianty Putri (201601180)
22. Silvia Rarasanti (201601181)
23. Salwa Aini (201601182)
24. Diah Fitrianah (201601183)

i
25. Weny S. Sabono (201601184)
26. Chynthia Rizki Pratiwi (201601185)
27. Katharina Ningsih Talangembun (201601186)
28. Intan Fitrianti Putri (201601187)
29. Rasfi Desta Rahmandar (201601188)
30. Muhammad Muamar Khadafi (201601189)
31. Nawang Wulandari (201601190)
32. Indah Zelvie Wulandari (201601191)
33. Ana Sambayon (201601192)
34. Zafar Sodik (201601193)
35. Erviandika Arrasyid (201601194)
36. Pamungkas (201601195)
37. Umi Maslahah (201601196)

ii
KATA PENGANTAR

Puji serta syukur kami panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat, karunia serta hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini dengan baik. Adapun judul Makalah ini yang penulis ambil adalah
“TABLETOP DISASTER EXERCISE KASUS BENCANA ALAM TANAH
LONGSOR”. Ucapan terima kasih tidak lupa kami sampaikan kepada semua pihak
yang telah membantu sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ilmiah ini, di
antaranya :

a. Bapak Dr. Muhammad Sajidin, S.Kep. M.Kes, selaku Ketua STIKES BINA
SEHAT PPNI MOJOKERTO
b. Ibu Ana Zakiyah M. Kep., selaku Ketua Prodi S1 Ilmu Keperawatan
c. Bapak Ns.Mukhamad Fathoni, S.Kep. MNS., selaku dosen pembimbing
d. Teman-teman yang telah membantu dan bekerja sama sehingga tersusun
makalah ini.
Kami menyadari atas kekurangan kemampuan kami dalam pembuatan makalah
ini, sehingga akan menjadi suatu kehormatan besar bagi kami apabila mendapatkan
kritikan dan saran yang membangun agar makalah ini selanjutnya akan lebih baik dan
sempurna.

Demikian akhir kata dari saya, semoga makalah ini bermanfaat bagi semua pihak
dan terima kasih atas perhatiannya.

Mojokerto, 24 Mei 2019

Penyusun

iii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ................................................................................................. iii

Daftar Isi........................................................................................................... iv

Bab 1 Pendahuluan ........................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1


1.2 Tujuan ................................................................................................ 2
1.3 Manfaat .............................................................................................. 2

Bab 2 Tinjauan Teori ....................................................................................... 4

2.1 Konsep Bencana................................................................................. 4


2.2 Konsep ICN ....................................................................................... 6
2.3 Konsep Tanah Longsor ...................................................................... 9
2.4 Triage ................................................................................................. 11

Bab 3 Deskriptif Bencana ................................................................................ 16

3.1 Tema Table Top ................................................................................. 16


3.2 Jumlah Korban ................................................................................... 16
3.3 Sektor ................................................................................................. 17
3.4 Deskriptif Bencana............................................................................. 17
3.5 Kondisi Korban .................................................................................. 14

Bab 4 Penutup .................................................................................................. 27

4.1 Kesimpulan ......................................................................................... 27


4.2 Saran .................................................................................................... 27

iv
Daftar Pustaka ................................................................................................. 28

v
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kompleksitas permasalahan bencana memerlukan manajemen
perencanaan dan penataan yang baik sehingga dapat dilaksanakan seara terarah dan
terpadu. Perencanaan dan penataan dalam menghadapi permasalahan bencana
menjadi tanggung jawab semua pihak, hal ini dikarenakan bencana memiliki
dampak serius pada masyarakat dan menyebabkan banyak korban, meskipun saat
ini perkembangan sains dan teknologi telah berkembang pesat (Jin, Jiong, Yang,
Huaping, & Wei, 2014). Bencana biasanya terjadi secara tak terduga sehingga
penilaian yang benar, adanya manajemen darurat bencana yang efektif menjadi
kebutuhan yang sangat penting untuk pengambilan keputusan, dan mampu
menghasilkan rencana aksi yang tepat dan cepat. Sebuah sistem sangat diperlukan
untuk melakukan manajemen bencana secara efisien, seperti halnya Indonesia yang
harus melibatkan berbagai sektor dalam bencana sebagai salah satu bentuk
ketangguhan dalam menghadapi becana termasuk adanya sistem penanggunangan
bencana. Hal ini sangat penting karena dikaitakan dengan Indonesia sebagai sebuah
Negara yang dijuluki sebagai laboratorium bencana yang memerlukan sistem
penanggulangan bencana secara tepat.
Indonesia merupakan sebuah negara yang memiliki letak di cincin api
pasifik dan beresiko mengalami berbagai bencana seperti letusan gunung berapi,
gempa bumi, banjir, tsunami dan lain sebagainya. Indonesia juga dikenal dengan
aktifitas tektoniknya yang menyebabkan terbentuknya deretan gunung api yang
merupakan bagian dari deretan gunung api sepanjang Asia – Pasifik yang sering di
sebut sebagai Ring of Fire (Amri et al., 2016). Sampai akhir tahun 2017, BNPB

1
(2017) mencatat 2.341 kejadian bencana di Indonesia dengan sebaran bencana di
berbagai daerah. Wilayah yang paling banyak terjadi bencana adalah di Jawa
Tengah sebanyak 600 kejadian, Jawa Timur sebanyak 419 kejadian, Jawa Barat
sebanyak 316 kejadian, Aceh sebanyak 89 kejadian, dan Kalimantan Selatan
sebanyak 57 kejadian. Sedangkan untuk wilayah kabupaten/kota, Kabupaten Bogor
menduduki peringkat pertama dengan 79 kejadian bencana, Cilacap 72 kejadian,
Ponorogo 50 kejadian, Temanggung sebanyak 46 kejadian, dan Banyumas
sebanyak 45 kejadian. Banyaknya kejadian bencana di Indonesia ini
mengakibatkan 377 orang meninggal dan hilang, 1.005 orang luka-luka, dan
3.494.319 orang mengungsi dan menderita.
Respon bencana sangat penting untuk memastikan bahwa orang-orang
yang tinggal di daerah bencana menerima bantuan dan sumber daya untuk
membantu mereka kembali mencapai keadaan normal secepat mungkin. Bantuan
medis adalah salah satu yang bentuk bantuan penting yang diberikan kepada korban
bencana untuk memulihkan kondisi kesehatan akibat bencana (baik jangka panjang
maupun akibat jangka pendek), sehingga mampu mengurangi kerentanan terhadap
cedera dan kesehatan lainnya (Hagos, Alemseged, Balcha, Berhe, & Aregay, 2014).
Pada dasarnya semua kerugian tersebut dapat diminimalkan bila menggunakan
sebuah sistem penanggulangan bencana yang efektif. Berdasarkan paparan masalah
diatas, diperlukan pemahaman tentang penanganan penanggulangan bencana di
Indonesia.

1.2 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengeksplorasi pemahaman
evakuasi korban saat bencana alam melalui table top kasus tanah longsor.

1.3 Manfaat
Beberapa manfaat yang didapatkan dalam kegiatan table top ini adalah bagi
mahasiswa mampu untuk meningkatkan gambaran pemahaman terhadap kasus

2
tanah longsor serta sebagai latihan mahasiswa sebelum menangani kasus tanah
longsor yang sesungguhnya.

3
BAB 2
TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Bencana


2.1.1 Definisi
Bencana merupakan peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam
dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat. Hal ini disebabkan
oleh beberapa faktor, diantaranya ialah faktor alam maupun faktor non alam
(BNPB, 2012, 2017). Adanya bencana menimbulkan dampak dan kerugian
seperti korban jiwa, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, serta dampak
psikologis bagi para korban bencana. Sedangkan menurut UU Nomor 24 (2007)
mendefinisikan bencana terdiri dari bencana alam yaitu peristiwa yang
diakibatkan karena alam, bencana non alam diakibatkan dari peristiwa non
alam, dan bencana sosial akibat dari peristiwa oleh manusia.

2.1.2 Bencana yang terjadi di Indonesia


Menurut (BNPB, 2012) bencana yang sering terjadi di Indonesia, meliputi:
a. Bencana Alam
Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam, meliputi:
1. Gempa bumi
Gempa bumi merupakan mekanisme perusakan secara tiba – tiba akibat
dari pelepasan energi yang menyebabkan pergeseran. Gempa bumi
sering menimbulkan korban jiwa, hal ini dikarenakan energi yang di
keluarkan mampu merusak bangunan, serta lingkungan sekitar manusia.
2. Tsunami
Tsunami merupakan sebuah gangguan impulsif dari dasar laut yang
menyebabkan adanya gelombang laut dengan periode panjang. Gempa

4
bumi tektonik, longsoran, erupsi vulkanik merupakan beberapa
penyebab timbulnya gangguan impulsif tersebut.
3. Gempa bumi
Gunung meletus merupakan kondisi erupsi yaitu sebuah aktivitas
vulkanik.
4. Tanah longsor
Tanah longsor merupakan terganggunya kestabilan tanah atau batuan
penyusun lereng. Hal ini disebabkan oleh adanya pergerakan massa
tanah.
5. Banjir
Banjir merupakan keadaan suatu wilayah yang tergenangi oleh air
dalam jumlah yang besar.
6. Angina putting beliung
Angin Puting Beliung merupakan kondisi pusaran angin kencang
dengan kecepatan tinggi yang disebabkan oleh perbedaan tekanan
dalam suatu sistem cuaca.
7. Kekeringan
Kekeringan adalah hubungan antara ketersediaan air yang jauh dibawah
kebutuhan air baik untuk kebutuhan hidup, pertanian, kegiatan ekonomi
dan lingkungan.

b. Bencana Non Alam


Bencana non alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
rangkaian peristiwa non alam. Contoh dari bencana non alam meliputi:
1. Wabah penyakit
2. Kebakaran hutan
3. Gagal teknologi

5
Merupakan suatu kondisi kejadian bencana yang disebabkan oleh
kesalahan desain, kelalaian, kesengajaan manusia dalam pemanfaatan
teknologi.
4. Gagal modernisasi

c. Bencana Sosial
Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi :
1. Konflik social
Konflik sosial merupakan keadaan yang tidak aman akibat adanya
perang atau kerusuhan dan melibatkan suku, kelompok, organisasi serta
masyarakat
2. Teror
Teror merupakan tindakan yang menyebabkan keresahan, mengancam
dan membahayakan manusia, terkadang juga dapat merusak lingkungan
sekitar

2.2 Konsep ICN


Kerangka konsep Menurut International Council of Nurses (ICN) terdapat
kerangka konsep manajemen bencana, yaitu :

6
Fase Bencana

Pre-Insiden Insiden Pasca Insiden

Reconstruction
Prevention
Respone / Rehabilitati
Preparedness Recovery
/ Mitigation

Gambar 1. Kerangka Konsep Manajemen Bencana ICN

Menurut ICN (2009) terdapat tiga fase bencana, didalam fase pre insiden
terdapat dua komponen yang harus dilakukan yaitu (1) Pencegahan/ mitigasi
merupakan suatu proses pencegahan atau paya untuk meminimalkan risiko terkait
dengan bencana. Dalam hal ini, perawat memiliki peran yaitu melakukan identifikasi
resiko pada individu maupun masyarakat. Pelaksanaan pencegahan/mitigasi ini,
perawat bekerja sama dengan tenaga kesehatan profesional lainnya untuk menentukan
segala resiko yang dapat terjadi, melakukan kolaborasi serta melakukan identifikasi
bersama untuk untuk mengurangi resiko, serta membantu dalam pengembangan sistem
pengawasan bencana yang ada di setiap wilayah. Identifikasi perawat ini dapat
dilakukan dengan cara menilai kebutuhan masyarakat untuk menentukan kerentanan
bencana yang dapat terjadi di daerah tersebut, serta menilai kerentanan fasilitas
kesehatan dan kemampuan masyarakat dalam mengatasi masalah bencana, (2)
Preparedness, kesiapan adalah fase manajemen bencana di mana perencanaan dan
kesiapan adalah prioritas. Elemen kesiapan meliputi: perekrutan relawan, perencanaan,
pelatihan, melengkapi segala kebutuhan bencana, memberikan pendidikan terkait
penanganan bencana, ikut sertakan masyarakat dalam simulasi. Penanganan bencana

7
dan senantiasa melakukan evaluasi. Perawat mengembangkan dan memberikan
pelatihan kepada perawat lain dan profesional kesehatan, serta masyarakat. Perawat
dapat terlibat dalam peran kepemimpinan, perencanaan, berpartisipasi dalam
komunitas penanganan bencana dan evaluasi latihan kesiapan untuk memastikan
bahwa masyarakat, dan tenaga kerja keperawatan itu sendiri, disiapkan dalam waktu
darurat atau bencana.

Fase berikutnya adalah saat terjadi bencana, dimana perawat memiliki


peran dalam hal Response, dalam hal ini perawat memiliki peran untuk memberikan
penanganan saat bencana. Perawat dituntut untuk memiliki pengetahuan dan
kemampuan menangani kegawatdaruratan bencana. Selain pengetahuan dan
keterampilan, perawat juga hendaknya mampu mengelola sumber daya, mampu
melakukan koordinasi perawatan, memberikan tindakan perawatan dengan kondisi
bencana yang sewaktu-waktu dapat berubah, membuat rujukan yang tepat, melakukan
triase dengan tepat, melakukan penilaian, pengendalian serta evakuasi dan
penyelamatan pada korban bencana, (2) Recovery, dalam hal ini perawat melanjutkan
peran dalam memberikan perawatan dan dukungan bagi korban bencana. Bentuk
recovery yang dapat dilakukan oleh perawat adalah memenuhi kebutuhan kesehatan
fisik maupun mental. Perawat juga harus mampu memberikan penanganan awal yang
tepat pada korban luka, korban dengan penyakit kronis, kesehatan mental korban yang
terganggu, atau cacat, dan hal ini harus dipantau untuk mengurangi risiko komplikasi.

Fase ketiga adalah Pasca Bencana, yang terdiri dari dua hal yaitu (1)
Reconstruction/ Rehabilitation, dimana selama pemulihan dan rehabilitasi, perawat
memiliki peran untuk mengevaluasi penanganan bencana, hal ini diperlukan untuk
meningkatkan pengelolaan bencana dan mengurangi dampak bencana yang akan
datang kembali. Perawat memiliki tanggung jawab untuk membuat dokumentasi dan
memiliki peran aktif dalam mengevaluasi proses bencana, serta berpartisipasi aktif
dalam kegiatan tindak lanjut yang mencakup perencanaan serta pengembangan
penanganan bencana.

8
2.3 Konsep Tanah Longsor
2.3.1 Pengertian
Tanah Longsor secara umum adalah perpindahan material pembentuk
lereng berupa batuan, bahan rombakan, tanah, atau material laoporan, bergerak
kebawah atau keluar lereng. Secara geologi tanah longsor adalah suatu
peristiwa geologi dimana terjadi pergerakan tanah seperti jatuhnya bebatuan
atau gumpalan besar tanah. (Nandi, 2007).
Bencana tanah longsor merupakan gerakan masa batuan atau tanah pada
suatu lereng karena pengaruh gaya gravitasi. Tanah longsor yang terjadi di
Indonesia terjadi pada topografi terjal dengan sudut lereng sekitar 15° -45° dan
pada batuan volkanik lapuk dengan curah hujan tinggi. (Ramadhani & Idajati,
2017)

2.3.2 Genesa Bencana Tanah Longsor


Pada prinsifnya tanah longsor terjadi bila gaya pendorong pada lereng lebih
besar daripada gaya penahan. Gaya penahan umumnya dipengaruhi oleh
kekuatan batuan dan kepadatan tanah. Sedangkan daya pendorong dipengaruhi
oleh besarnya sudut lereng, air, beban serta berat jenis tanah batuan. Proses
terjadinya tanah longsor dapat diterangkan sebagai berikut : air yang meresap
kedalam tanah akan menambah bobot tanah. Jika air tersebut menembus sampai
tanah kedap air yang berperan sebagai bisang gelincir, maka tanah menjadi licin
dan tanah pelapukan diatasnya akan bergerak mengikuti lereng dan luar lereng.
(Nandi, 2007).

2.3.3 Penyebab Terjadinya Tanah Longsor


Faktor penyebab terjadinya tanah longsor secara alamiah yakni morfologi
permukaan bumi, penggunaan lahan, litologi, struktur geologi, curah hujan, dan
kegempaan. Selain faktor alamiah, juga disebabkan oleh faktor aktivitas
manusia yang mempengaruhi suatu bentang alam, seperti kegiatan pertanian,

9
pembebanan lereng, pemotongan lereng, dan penambangan (Ramadhani &
Idajati, 2017).
Gejala umum tanah longsor ditandai dengan munculnya retakan-retakan
dilereng yang sejajar dengan arah tebing, biasanya terjadi setelah hujan,
munculnya mata air baru secara tiba-tiba dan tebing rapuh serta kerikil mulai
berjatuhan. (Nandi, 2007). Faktor penyebabnya antara lain :
a. Lereng Terjal
Lereng atau tebing yang terjal akan memperbesar gaya pendorong. Lereng
yang terjal terbentuk karena pengikisan air sungai, mata air, air laut dan
angin. Kebanyakan sudut lereng yang menyebabkan longsor adalah 1800
apabila Ujung lerengnya terjal dan bidang longsorannya mendatar.
b. Ketinggian
Semakin tinggi maka semakin besar potensi jatuhnya tanah.
c. Curah Hujan
Musim kering yang panjang akan menyebabkan terjadinya penguapan air
dipermukaan tanah dalam jumlah besar. Hal itu mengakibatkan munculnya
pori-pori atau rongga tanah hingga terjadi retakan dan merekahnya tanah
permukaan. Ketika hujan, air akan menyusup kebagian yang retak sehingga
tanah dengan cepat mengambang kembali dan dapat menyebabkan
terjadinya longsor bila tanah tersebut terletak pada lereng yang terjal.
d. Jenis Tanah
Jenis tanah yang kurang padat adalah tanah lempung atau tanah liat dengan
ketebalan lebih dari 2,5 m dari sudut lereng lebih dari 220. Tanah jenis ini
memiliki potensi terjadinya tanah longsor terutama bila terjadi hujan. Selain
itu tanah ini sangat retan terhadap pergerakan tanah karena menjadi lembek
terkena air dan pecah ketika hawa terlalu panas.
e. Penggunaan Lahan
Tanah longsor sering terjadi di daerah tata lahan persawahan, perladangan
dan adanya genangan air dilereng yang terjal. Pada lahan persawahan

10
akarnya kurang kuat untuk mengikat butir tanah dan membuat tanah
menjadi lembek dan jenuh dengan air sehingga mudah terjadi longsor.
Sedangkan untuk daerah perladangan penyebabnya adalah karena akar
pohonnya tidak dapat menembus bidang longsoran yang dalam dan
umumnya terjadi didaerah longsoran lama.
f. Batuan yang kurang kuat: Batuan endapan gunung api dan batuan sedimen
berukuran pasir dan campuran antara kerikil, pasir, dan lempung umumnya
kurang kuat.Batuan tersebut akan mudah menjadi tanah bila mengalami
prosespelapukan dan umumnya rentan terhadap tanah longsor bila
terdapatpada lereng yang terjal.

2.3.4 Jenis Tanah Longsor


Ada 6 jenis tanah longsor, yakni: longsoran translasi, longsoran rotasi,
pergerakan blok,runtuhan batu, rayapan tanah, dan aliran bahan rombakan.
Jenis longsoran translasi dan rotasipaling banyak terjadi di Indonesia.
Sedangkan longsoran yang paling banyak memakan korban jiwa manusia
adalah aliran bahan rombakan.
a. Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada
bidang gelincir berbentuk rata ataumenggelombang landai.
b. Longsoran rotasi adalah bergerak-nya massa tanah dan batuan pada bidang
gelincir berbentuk cekung.
c. Pergerakan blok adalah perpindahan batuan yang bergerakpada bidang
gelincir berbentuk rata. Longsoran ini disebutjuga longsoran translasi blok
batu.
d. Runtuhan Batu terjadi ketika sejum-lah besar batuan atau material lain
bergerak ke bawah dengan cara jatuh bebas.Umumnya terjadi pada lereng
yang terjal hingga meng-gantung terutama di daerah pantai. Batu-batu besar
yang jatuh dapat menyebabkan kerusakan yang parah.

11
e. Rayapan Tanah adalah jenis tanah longsor yang bergeraklambat. Jenis
tanahnya berupa butiran kasar dan halus. Jenistanah longsor ini hampir tidak
dapat dikenali. Setelah waktuyang cukup lama longsor jenis rayapan ini bisa
menyebabkan tiang-tiang telepon, pohon, atau rumah miring ke bawah.
f. Aliran Bahan Rombakan Jenis tanah longsor ini terjadi ketika massa tanah
bergerakdidorong oleh air. Kecepatan aliran tergantung padakemiringan
lereng, volume dan tekanan air, dan jenis materialnya. Gerakannya terjadi
di sepanjang lembah danmampu mencapai ratusan meter jauhnya. Di
beberapa tempatbisa sampai ribuan meter seperti di daerah aliran sungai
disekitar gunungapi. Aliran tanah ini dapat menelan korban cukup banyak.

2.3.5 Upaya Meminimalisir


Jangan mencetak sawah dan membuat kolam pada lereng bagian atas di dekat
pemukiman. Buatlah terasering (sengkedan) [ada lereng yang terjal bila
membangun permukiman. Segera menutup retakan tanah dan dipadatkan agar
air tidak masuk ke dalam tanah melalui retakan. (Nandi, 2007)
a. Jangan melakukan penggalian di bawah lereng terjal.
b. Jangan menebang pohon di lereng
c. Jangan membangun rumah di bawah tebing.
d. Jangan mendirikan permukiman di tepi lereng yang Terjal
e. Pembangunan rumah yang benar di lereng bukit.
f. Jangan mendirikan bangunan di bawah tebing yang terjal.
g. Pembangunan rumah yang salah di lereng bukit.
h. Jangan memotong tebing jalan menjadi tegak.
i. Jangan mendirikan rumah di tepi sungai yang rawan erosi.

12
2.4 Triage
Triase dilakukan untuk mengidentifikasi secara cepat korban yang
membutuhkan stabilisasi segera (perawatan di lapangan) dan mengidentifikasi
korban yang hanya dapat diselamatkan dengan pembedahan darurat (life-saving
surgery). Dalam aktivitasnya, digunakan kartu merah, hijau dan hitam sebagai
kode identifikasi korban, seperti berikut.
a. Merah
Sebagai penanda korban yang membutuhkan stabilisasi segera dan korban
yang mengalami:
1. Syok oleh berbagai kausa
2. Gangguan pernapasan
3. Trauma kepala dengan pupil anisokor
4. Perdarahan eksternal massif

Pemberian perawatan lapangan intensif ditujukan bagi korban yang


mempunyai kemungkinan hidup lebih besar, sehingga setelah perawatan di
lapangan ini penderita lebih dapat mentoleransi proses pemindahan ke Rumah
Sakit, dan lebih siap untuk menerima perawatan yang lebih invasif. Triase ini
korban dapat dikategorisasikan kembali dari status “merah” menjadi “kuning”
(misalnya korban dengan tension pneumothorax yang telah dipasang drain
thoraks (WSD).

b. Kuning
Sebagai penanda korban yang memerlukan pengawasan ketat, tetapi perawatan
dapat ditunda sementara. Termasuk dalam kategori ini:
1. Korban dengan risiko syok (korban dengan gangguan jantung, trauma
abdomen)
2. Fraktur multiple
3. Fraktur femur / pelvis
4. Luka bakar luas

13
5. Gangguan kesadaran / trauma kepala
6. Korban dengan status yang tidak jelas Semua korban dalam kategori ini
harus diberikan infus, pengawasan ketat terhadap kemungkinan timbulnya
komplikasi, dan diberikan perawatan sesegera mungkin.

c. Hijau
Sebagai penanda kelompok korban yang tidak memerlukan pengobatan atau
pemberian pengobatan dapat ditunda, mencakup korban yang mengalami:
1. Fraktur minor
2. Luka minor, luka bakar minor
3. Korban dalam kategori ini, setelah pembalutan luka dan atau pemasangan
bidai dapat dipindahkan pada akhir operasi lapangan.
4. Korban dengan prognosis infaust, jika masih hidup pada akhir operasi
lapangan, juga akan dipindahkan ke fasilitas kesehatan.

d. Hitam
Sebagai penanda korban yang telah meninggal dunia dan prioritas terakhir.
(Depkes RI, 2007)

Triase lapangan dilakukan pada tiga kondisi:


1. Triase di tempat (triase satu)
Triase di tempat dilakukan di “tempat korban ditemukan” atau pada tempat
penampungan yang dilakukan oleh tim Pertolongan Pertama atau Tenaga
Medis Gawat Darurat. Triase di tempat mencakup pemeriksaan, klasifikasi,
pemberian tanda dan pemindahan korban ke pos medis lanjutan.
2. Triase medik (triase dua)
Triase ini dilakukan saat korban memasuki pos medis lanjutan oleh tenaga
medis yang berpengalaman (sebaiknya dipilih dari dokter yang bekerja di Unit

14
Gawat Darurat, kemudian ahli anestesi dan terakhir oleh dokter bedah). Tujuan
triase medik adalah menentukan tingkat perawatan yang dibutuhkan oleh
korban.
3. Triase evakuasi (triase tiga)
Triase ini ditujukan pada korban yang dapat dipindahkan ke Rumah Sakit yang
telah siap menerima korban bencana massal. Jika pos medis lanjutan dapat
berfungsi efektif, jumlah korban dalam status “merah” akan berkurang, dan
akan diperlukan pengelompokan korban kembali sebelum evakuasi
dilaksanakan.Tenaga medis di pos medis lanjutan dengan berkonsultasi dengan
Pos Komando dan Rumah Sakit tujuan berdasarkan kondisi korban akan
membuat keputusan korban mana yang harus dipindahkan terlebih dahulu,
Rumah Sakit tujuan, jenis kendaraan dan pengawalan yang akan dipergunakan.
(Depkes RI, 2007)

15
BAB 3

DESKRIPTIF KASUS DAN SKENARIO

3.1 Tema Table Top


Tanah longsor di Dusun Ledok Desa Pacet Barat Kecamatan Pacet Kabupaten
Mojokerto tanggal 24 Mei 2019 pada pukul 13.20 WIB.

3.2 Jumlah Korban


Terdapat 9 orang korban, dengan rincian:
a. Korban 1: Hitam
Terdapat 3 korban tertimbun dalam tanah dan tidak bernafas. Laki-laki ber
umur 70 tahun, di dalam rumahnya, laki-laki berumur 24 tahun tertimpun di
belakang rumah, perempuan berumur 30 tahun tertimbun reruntuhan rumah.
Ketiga korban di rujuk RSK. Sumber Glagah Mojokerto.

b. Korban 2 : Merah
Terdapat 3 korban yaitu 2 orang dewasa. Perempuan umur 20 tahun
mengalami sesak nafas laki – laki berumur 40 tahun mengalami sesak nafas
dan satu orang bayi. dan bayi berumur 2 bulan yang tidak teraba nadi
brachialis. Ketiga korban di rujuk ke puskemas pacet . jika kondisi sudah stabil
maka korban akan di rujuk ke RSK. Sumber Glagah.

c. Korban 3: Kuning
Terdapat 2 korban yaitu Perempuan umur 30 tahun mengalami patah tulang
pada kaki yang terperosok dalam tanah yang terdalam, laki-laki berumur 32
tahun patah tulang paha pada kaki yang terperosok tanah yang dalam.

16
d. Korban 4: Hijau
Terdapat 1 anak usia 13 tahun menanggis histeris setelah melihat kejadian
tanah longsor.

3.3 Sektor
Polisi, TNI, BKPH, BPBD, Tim SAR, Perangkat Desa, Perawat, Dokter.

3.4 Deskriptif Bencana


Tanggal 24 Mei 2018 pada pukul 13.20 WIB telah tejadi tanah longsor
di Dusun Ledok Desa Pacet Barat Kecamatan Pacet dengan durasi kurang lebih 20
detik. Kejadian ini mengakibatkan beberapa kerusakan bangunan dan
mengakibatkan timbulnya beberapa korban. Ada berbagai macam korban yaitu :
adanya yang tertimbun, ada yang mengalami sesak nafas, patah tulang pada kaki,
bayi yang tidak teraba nadi brachialis dan respon korban ada yang histeris. Proses
evakuasi korban pun dilaksanakan dengan secepatnya. Dalam hal ini peran BPBD
itu ada, namun pada kejadian tersebut penanganan yang tercepat dilakukan oleh
bantua dari pihak BKPH. Dalam hal ini BKPH melaporkan kejadian tersebut pada
pihak BPBD untuk menindak lanjuti dengan pihak TNI, Polisi dan Tim SAR,
BPBD pun mengirimkan TRC ( ) untuk meninjau lokasi. Setelah peninjauan lokasi
dilakukan, TRC melaporkan kondisi lapangan kepada pihak BPBD. Pihak BPBD
pun melaporkan kejadian ini kepada pihak kepolisian, TNI, Tim SAR dan
ambulans untuk melakukan koordinasi lanjut terkait tanggap darurat. Pihak
kepolisian, TNI, SAR dan ambulans pun bersedia untuk mengirimkan peralatan
dan personel ke lokasi kejadian. Pukul 13.45 WIB, seluruh pihak terkait
melakukan pelaporan kepada incident commander (IC) untuk menginformasikan
sumberdaya yang tersedia.
Pukul 14.00 WIB stabilisasi keamanan lingkungan telah dilakukan oleh
berbagai pihak. Polisi dan TNI telah mengamankan lokasi semantara tim SAR dan
beberapa personel medis bersiap untuk melakukan evakuasi. Setelah dilakukan

17
koordinasi, pihak ambulans yang diwakili medical commander atau MC
memutuskan untuk meminta bantuan satu unit ambulans lengkap beserta personel
tambahan untuk melakukan tanggap darurat.
Koordinator lapangan pun meminta MC untuk melaporkan sumberdaya
yang dibawa kepada IC. Penjelasan tentang kondisi bencana dan pemetaan lokasi
dilakukan oleh IC kepada MC. Melihat jumlah korban yang membutuhkan
tambahan personel ambulans, MC melakukan koordinasi dengan kantor pusat
setelah disetujui IC.
MC kembali ke tim medis memimpin doa dan mengarahkan personel
medis untuk melakukan penagangan korban yang dimulai dengan initial assesment
dan triage menggunakan metode START oleh perawat triase yang berada di TKP
dan tim reaksi cepat pun segera mengevakuasi dan menangani para korban. Setelah
kondisi korban mulai stabil satu per satu, Medical Comander mengintruksikan para
ketua tim agar para anggota tim medis segera mengevakuasi korban yang telah
distabilkan. Situasi di lokasi kembali aman seperti sediakala setelah penanganan
terpadu dari pihak terkait pada pukul 17.00.

SCENE 1 (Di Desa Pacet Barat, Kabupaten Mojokerto)


Pada tanggal 24 Mei 2019 pukul 13.20, seperti biasa aktvitas warga
diperumahan, dan beberapa anak sekolah mengikuti kegiatan ekstrakulikuler baris
berbaris di sekolah. Tiba-tiba terjadi getaran yang tidak terlalu kuat dan dalam
waktu sekitar 3 detik. Hanya beberapa orang yang merasakan getaran tersebut
namun tidak disadari merupakan awal tanah longsor. Selang 5 menit, terjadi
getaran cukup kuat dan ada suara bergemuruh yang ternyata tanah longsor. Saat
itu, beberapa warga berada didalam rumah keluar dan menyelamatkan diri, namun
terdapat beberapa warga lansia yang tidak dapat berlari sehingga terjebak didalam
rumah.

18
SCENE 2 (Kepala Desa Melaporkan Kejadian ini kepada BPBD melalui
Telepon)
Pukul 13.45, Kepala Desa Pacet Barat, Kabupaten Mojokerto melaporkan kejadian
ini kepada BPBD.
Kepala Desa : “ Selamat siang, Pak, saya lurah dari Desa Pacet Barat
Kecamatan Pacet, melaporkan bahwa telah terjadi tanah longsor
dan tepatnya beberapa rumah rusak da nada korban yang
terjebak di dalam rumah. Kami tidak bisa masuk ke dalam untuk
mengevakuasi, mohon bantuan ya pak”.
BPBD (TRC) : “Baik, kami akan mengirimkan satu tim reaksi cepat (TRC) ke
lokasi kejadian, Pak mohon pastikan kondisi di sekitar tempat
kejadian, tidak warga lain, karena ditakutkan ada tanah longsor
susulan”.
Kepala Desa : “Baik Pak, terima kasih”.

BPBD pun mengirimkan TRC ke lokasi kejadian. Setelah meninjau lokasi TRC
melaporkan kondisi lapangan kepada pihak BPBD.
(TRC melakukan komunikasi dengan BPBD)
TRC : “Selamat siang, Pak… kami TRC ingin melaporkan bahwa
benar telah terjadi tanah longsor di Desa Pacet Barat Kabupaten
Mojokerto, beberapa rumah rusak sebagian, kami perkirakan
ada 3 orang yang terjebak di dalam rumah tertimpa tanah
longsor. Tidak ada lagi aktivitas di lokasi, semua warga menuju
lapangan terdekat desa.
BPBD : “Terima kasih rekan TRC. Mohon menunggu instruksi
selanjutnya”.
TRC : “ Baik Pak, Terima kasih”.

19
Pihak BPBD pun melaporkan kejadian ini kepada pihak kepolisian, TNI, Tim SAR
dan ambulans untuk melakukan koordinasi lanjut terkait tanggap darurat. Pihak
kepolisian, TNI, SAR dan ambulans pun bersedia untuk mengirimkan peralatan
dan personel ke lokasi kejadian.

SCENE 3 ( Seluruh sector bersiap di lokasi untuk melakukan koordinasi dan


penanganan tanggap darurat)
Pada Pukul 13.50, seluruh pihak terkait melakukan pelaporan kepada
incident commander (IC) untuk menginformasikan sumberdaya yang tersedia.
Pada pukul 14.35 stabilisasi telah dilakukan oleh berbagai pihak. Polisi dan TNI
telah mengamankan lokasi sementara tim SAR dan beberapa personel medis
bersiap untuk melakukan evakuasi.
Setelah dilakukan koordinasi, pihak ambulans yang diwakili ketua tim
ambulans sebagai Medical Commander (MC) memutuskan untuk meminta
bantuan satu unit ambulans lengkap beserta personel tambahan untuk melakukan
tanggap darurat. Korlap pun meminta MC tersebut untuk melaporkan sumberdaya
yang dibawa kepada IC. Penjelasan tentang kondisi bencana dan pemetaan lokasi
dilakukan oleh IC dibantu oleh safety officer kepada petugas ambulans. Melihat
jumlah korban yang membutuhkan tambahan personel ambulans, MC melakukan
koordinasi dengan kantor pusat setelah disetujui oleh IC.
MC : “Selamat siang, kami sudah di TKP, terdapat 6 korban, mohon
tambahan ambulans dan peralatan, karena masih ada korban
yang sulit ditangani karena terjebak tanah longsor.
Tim Medis : “ Baik, kami akan coba kirimkan ambulans beserta
personelnya”.
(Ketua tim ambulans bersama Safety Officer melakukan scene survey di TKP)
MC kembali ke tim petugas ambulans memimpin doa dan mengarahkan personel
ambulans untuk melakukan penangangan korban. Zona daerah bencana telah
ditentukan oleh safety officer, kemudian diikuti dengan tindakan triage oleh

20
petugas triage lapangan di masing-masing zona. Assesment dan triage
menggunakan metode START. Dari hasil tindakan tersebut, didapatakan 5 orang
korban terdiri dari Label Merah: 2 orang (Tidak sadarkan diri, cedera tulang
belakang tertimpa reruntuhan) Kuning: 1 orang (Laserasi dan perdarahan kepala),
Hijau: 2 orang (perdarahan di kaki kanan dan dislokasi tangan kanan). Tim
evakuasi di masing-masing zone segera mengevakuasi korban menuju zona hijau
tempat ambulans berada.
(Korlap dan Safety officer memastikan area steril. Hanya ada korlap, Safety
officer, tim SAR dan petugas triage & evakuasi lapangan di zona bencana)
(Tim triage bergegas ke lokasi untuk melakukan START dan menempelkan
kartu triage pada korban. Sementara tim SAR membantu mencari dan
mengevakuasi pasien kemudian membawa pasien menuju zona hijau tempat
petugas medis atau petugas ambulans berada untuk memberikan
penanganan awal)

SCENE 4
(Perawat ambulans siap di zona hijau TKP sesuai dengan tanggungjawabnya
masing-masing dengan membawa peralatan medis yang dibutuhkan. Korban
selain label merah dievakuasi langsung menuju titik kumpul, sementara label
merah dilakukan penanganan di tempat, u zona hijau dibantu petugas
evakuasi. Tim SAR membantu tim ambulans untuk melakukan evakuasi.
Peralatan yang dibutuhkan meliputi: Long Spine Board/Scoop Stretcher,
peralatan pertolongan pertama)
Di zona hijau, Ners Fitri yang menangani label hijau pun segera mengevakuasi
penderita dari lokasi untuk memudahkan evakuasi korban label merah dan kuning.
Ns. Fitri : “Bagi anda yang mendengar suara dan mampu berjalan, mohon
ikuti saya”.

21
Korban Hijau : (seorang korban berjalan mengikuti Ns. Fitri, sambil merintih
kesakitan)
(Ns. Fitri membantu memapah korban dan menuju ke petugas
ambulans di zona hijau)

SCENE 5 (Petugas evakuasi di label merah bersiap dengan peralatan


evakuasi. Ambulans siap di jalur evakuasi di zona hijau)
Perawat ambulans pun melakukan tugasnya masing-masing sesuai dengan kondisi
pasien yang telah diidentifikasi.
Ners Puspa tiba di zona hijau kemudian dan bekerjasama dengan beberapa
tim ambulance melakukan pertolongan pada korban.
Ns. Fitri : “Mari dek, silakan duduk di sini dulu. Saya bersihkan luka-
luka bapak dulu ya biar tidak infeksi nanti” (Ns. Fitri dengan
sigap mengambil peralatan membalut luka dan menghentikan
pendarahan di kaki)

SCENE 6 (Selang 2 menit, datang 1 ambulance - Ns Nila dan Ns Retno)


mengevakuasi korban tidak sadarkan diri)
Ns. Aisiah : “Selamat siang, Ns. Niko, dimana korban selanjutnya?”
Ns. Niko : “Iya Ns. Aisiah, disana. “ini korban tertimbun tanah longsor”.
Ns. Aisiah : “ Ns. Ana, mari kita lakukan stabilisasi terlebih dahulu”.
Ns. Ana : “Baik, Ns. Aisiah”.
Ns. Aisiah : “Mari kita bawa ke ambulance. “Kemudian pasien tersebut di
rujuk ke RSK Sumber Glagah Mojokerto”.

MC dan para petugas ambulance kedua (Ns. Indah) datang ke zona merah.
Setibanya di zona merah, para petugas segera mengevakuasi korban
selanjutnya yang sudah ditriage tadi, yaitu korban dengan kondisi Cedera
Tulang Paha.

22
Ns. Indah : (memeriksa kesadaran pasien)
Ns. Dia : “Ibu, kami akan mencari bantuan untuk menyingkirkan
reruntuhan itu, dan membawa peralatan untuk membantu ibu di
sini. Mohon tunggu sebentar”.
(Berlari menuju Ns. Niko untuk meminta bantuan)
Ns. Niko : (menghubungi IC melalui korlap) “Izin Pak, petugas (MC)
kami menemukan seorang korban di zona merah tertimpa
reruntuhan bangunan rumah dan sulit di evakuasi. Mohon
bantuan”.
Hanif (Korlap) : “Baik, saya segera hubungi IC untuk koordinasi bantuan tim”.
Ns. Niko : “Apakah sudah diketahui ada tanah longsor susulan atau
tidak?”
Hanif (Korlap) : “Saya barusan mendapat info dari BMKG bahwa tidak
terdeteksi akan terjadi tanah longsor susulan, namun tetap
berhati-hati”.
Ns. Indah : “Iya Pak”

SCENE 8
Ns Indah tiba di lokasi korban tertimpa reruntuhan bangunan, kemudian
menenangkan dan memeriksa pasien, serta melakukan pemasangan infus
menggunakan cairan NS.
Ns. Indah : “Bu, saya perawat akan membantu ibu di sini sambil menunggu
tim dating untuk memindahkan reruntuhan ini. Saya akan
menghentikan pendarahan, lalu memasang infus ya bu”.
Kemudian ambulance datang dan setelah di evakuasi, pasien segera dirujuk
ke Puskesmas Pacet. Apabila kondisi pasien sudah stabil, pasien akan dirujuk
di RSK Sumber Glagah Mojokerto.

23
SCENE 9
MC (melihat sekeliling).Melihat kondisi korban label merah telah tertangani,
perawat lain yang berada di lokasi berinisiatif untuk melakukan penanganan bagi
pasien label kuning. Ns Istha menghampiri Ns. Niko untuk mengevakuasi korban
d label kuning dan kemudian di rujuk ke RSK Sumber Glagah Mojokerto,
sedangkan dua pasien dengan label hijau dirujuk ke Puskesmas Pacet.

SCENE 10
Situasi di lokasi kembali aman seperti sediakala setelah penanganan terpadu dari
pihak terkait pada pukul 17.00
(korlap memastikan seluruh ambulans sudah berada di jalur awal, posko siap)
(koordinasi akhir pun dilakukan dipimpin oleh IC)
(korlap mempersilakan pers untuk melakukan konferensi pers dengan IC)

3.5 Kondisi Korban


Hal yang dilaporkan saat konferensi Pers, :
Mekanisme Tanah Longsor (waktu, durasi, kekuatan), Lokasi kejadian, Korban
saat ini dan lokasi perujukan pasien, kondisi saat ini.
a. Label Hitam
Korban dengan Label Hitam didapatkan tiga orang yaitu :
1. Laki-laki ber umur 70 tahun, di dalam rumahnya,
2. Laki-laki berumur 24 tahun tertimpun di belakang rumah,
3. Perempuan berumur 30 tahun tertimbun reruntuhan rumah. Ketiga korban
di rujuk RSK. Sumber Glagah Mojokerto.
b. Label Merah
Korban dengan Label Merah didapatkan tiga orang yaitu:
1. Perempuan umur 20 tahun mengalami sesak nafas
2. Laki – laki berumur 40 tahun mengalami sesak nafas dan satu orang bayi.
dan

24
3. Bayi berumur 2 bulan yang tidak teraba nadi brachialis. Ketiga korban di
rujuk ke puskemas pacet . jika kondisi sudah stabil maka korban akan di
rujuk ke RSK. Sumber Glagah.
c. Label Kuning
Korban dengan label Kuning didapatkan dua orang yaitu:
1. Perempuan umur 30 tahun mengalami patah tulang pada kaki yang
terperosok dalam tanah yang terdalam.
2. Laki-laki berumur 32 tahun patah tulang paha pada kaki yang terperosok
tanah yang dalam.
d. Label Hijau
Korban dengan Label Hijau didapatkan satu orang yaitu:
1. Terdapat 1 anak usia 13 tahun menanggis histeris setelah melihat kejadian
tanah longsor.

25
26
BAB 4

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
a. Terdapat Sembilan korban dalam bencana Tanah Longsor di Desa Pacet Barat
Kabupaten Mojokerto yaitu tiga korban dengan label hitam, tiga korban label
merah, 2 korban label kuning dan satu korban label hijau.
b. Proses Table Top Disaster Tanah Longsor melibatkan berbagai sector seperti
Kepolisian, TNI, Tim SAR, BPBD dan tenaga kesehatan.

4.2 Saran
Saran selanjutnya dari table top ini adalah diadakan kombinasi table top dan
simulasi agar pemahaman mahasiswa semakin meningkat.

27
DAFTAR PUSTAKA

Amri, M. R., Yulianti, G., Yunus, R., Sesa, W., Asfirmanto, Ichwana, A. A. N.,…
Septian, R. T. (2016). Risiko bencana indonesia. (J. Raditya & A. Mohd.
Robi, Eds.). Jakarta: Badan Nasional Penanggulangan Bencana.

BNPB. (2012). Buku Saku Tanggap Tangkas Tangguh Menghadapi Bencana.


Badan Nasional Penanggulangan Bencana. Jakarta.

BNPB. (2017). Buku Saku Tanggap Tangkas Tangguh Menghadapi Bencana:


Edisi 2017. Jakarta: Pusat Data, Informasi dan Humas Badan Nasional
Penanggulangan Bencana.

Departemen Kesehatan RI. (2007). Pedoman Teknis Penanggulangan Krisis


Kesehatan Akibat Bencana (Mengacu pada Standar Internasional).
Jakarta: Depkes RI

Hagos, F., Alemseged, F., Balcha, F., Berhe, S., & Aregay, A. (2014). Application of
nursing process and its affecting factors among nurses working in Mekelle
zone Hospitals , Northern Ethiopia. Nursing Research and Practice,
2014(675212), 1–9. https://doi.org/10.1155/2014/675212

ICN. (2009). ICN Framework of Disaster Nursing Competencies. Geneva Switzerland:


World Health Organization and International Council of Nurses.

Jin, L., Jiong, W., Yang, D., Huaping, W., & Wei, D. (2014). A simulation study for
emergency/disaster management by applying complex networks theory.
Journal of Applied Research and Technology, 12(2), 223–229.
https://doi.org/10.1016/S1665-6423(14)72338-7

Nandi. (2007). Longsor. Bandung: FPIPS-UPI

28
UU Nomor 24 Penanggulangan Bencana, Pub. L. No. 24, Igarss 2014 1 (2007).
Indonesia. https://doi.org/10.1007/s13398-014-0173-7.2

Ramdhani, N. I., & Idajati, H. (2017). Identifikasi Tingkat Bahaya Bencana Longsor,
Studi Kasus: Kawasan Lereng Gunung Lawu, Kabupaten Karanganyar.
Jawa Tengah: Jurnal Teknik

29

Anda mungkin juga menyukai