“Tension pneumothoraks”
OLEH :
Kelompok 5
Nama NIM
Nur Wahyuni. A (P201701123)
Khofifa Najwati Rasyid (P201701126)
Fitri Hidayati (P201701109)
Meilisa (P201601064)
Jaelani la utu (P201802054)
J3 KEPERAWATAN
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan
makalah tentang “Tension Pneumothoraks” dengan baik meskipun banyak
kekurangan didalamnya. Dan juga kami berterima kasih pada Bapak
Nurdin,S.Kep,Ns.,M.Kep selaku Dosen mata kuliah Keperawatan Kritis yang
telah memberikan tugas ini kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai “Tension Pneumothoraks” Kami juga
menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan
jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan
usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang,
mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya.Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami
sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf
apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon
kritik dan saran yang membangun dari Anda demi perbaikan makalah ini di waktu
yang akan datang.
Penulis
LAPORAN PENDAHULUAN
A. KONSEP MEDIS
1. Definisi
Pneumotoraks adalah adanya udara yang terdapat antara pleura
visceralis dan cavum pleura. Pneumotoraks dapat terjadi secara spontan
atau karena trauma. Pada kondisi normal, rongga pleura tidak terisi udara
sehingga paru-paru dapat leluasa mengembang terhadap rongga dada.
Udara dalam kavum pleura ini dapat ditimbulkan oleh karena adanya
robekan pleura visceralis sehingga saat inspirasi udara yang berasal dari
alveolus akan memasuki kavum pleura. Pneumotoraks jenis ini disebut
sebagai closed pneumotorax. Apabila kebocoran pleura visceralis
berfungsi sebagai katup, maka udara yang masuk saat inspirasi tak akan
dapat keluar dari kavum pleura pada saat ekspirasi. Akibatnya, udara
semakin lama semakin banyak sehingga mendorong mediastum kearah
kontralateral dan menyebabkan terjadinya tension
pneumotorax[ CITATION Let17 \l 1033 ].
2. Etiologi
Menurut Alsegaf (2004), dalam Pratama, (2014) Terdapat beberapa jenis
pneumotoraks yang dikelompokkan berdasarkan penyebabnya:
a) Pneumotoraks primer: terjadi tanpa disertai penyakit paru yang
mendasarinya.
b) Pneumotoraks sekunder: merupakan komplikasi dari penyakit paru
yang mendahuluinya.
c) Pneumotoraks traumatik: terjadi akibat cedera traumatik pada dada.
Traumanya bisa bersifat menembus (luka tusuk, peluru atau benturan
pada kecelakaan motor). Pneumotoraks juga bisa merupakan
komplikasi dari tindakan medis tertentu (misal torakosentesis)
[ CITATION Let17 \l 1033 ].
3. Faktor Resiko
Beberapa faktor resiko telah berhasil diidentifikasi dari penelitian
sebelumnya, namun peningkatan kasus pneumotoraks belum dapat
dijelaskan dengan pasti. Peningkatan angka kejadian ini mungkin
berhubungan dengan habitus pasien, polusi udara, perubahan tekanan
atmosfer, kebiasaan merokok, peningkatan luas tubuh yang cepat
(ketidakseimbangan penambahan berat dengan tinggi tubuh), dan juga
faktor genetik. Terdapat hubungan antara insiden pneumotoraks
spontan dengan jenis kelamin, umur, dan penyakit penyerta.
Pneumotoraks spontan lebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan
perempuan. Berdasarkan umur, terlihat dua kali penambahan
kecenderungan pneumotoraks pada usia 20-30 untuk pneumotoraks
spontan primer (PSP) dan usia 50-60 untuk pneumotoraks spontan
sekunder (PSS).
Tension pneumotoraks yang luas dan durasi lama dapat menjadi
faktor resiko reexpansion pulmonary edema dan hipoksia.
a) Reexpansion Pulmonary Edema (REPE). REPE dapat terjadi pada
pneumotorak volume luas dengan durasi gejala yang mencapai lebih
dari 3 hari. Reekspansi paru yang cepat menyebabkan perubahan
cepat tekanan intratorakal sehingga terjadi peningkatan tekanan
kapiler dan hidrostatik paru. Kondisi ini diperkuat dengan kondisi
paru yang sudah mengalami hipoksemia jaringan paru regional
yang menyebabkan migrasi sel dan mediator inflamasi, serta
perubahan permeabilitas kapiler alveolar.
b) Hipoksia dapat menyebabkan stress oksidatif di paru. Adanya
kondisi, hipoksia dapat memicu produksi endogen berlebihan radikal
bebas / ROS (reactive oxygen species) oleh sel-sel paru. Radikal
bebas atau ROS ini dapat menyebabkan cedera sel paru (stress
oksidatif paru). Manifestasi yang timbul akibat stress oksidasi paru
dapat berupa inflamasi dan edema paru[ CITATION Mut19 \l
1033 ]
.
4. Manifestasi Klinik
Manifestasi Klinis Tension pneumotoraks
a) Pasien gelisah
b) Tachypnea/distress napas
c) Tachycardia
d) Shock
e) Penurunan udara yang masuk pada area yang terkena/ pernafasan
asimetris
f) Tidak ada suara nafas pada are yang terkena
g) Hiper-rensonan pada area yang terkena
h) Distensi vena leher
i) Deviasi trachea ke arah yang tidak terkena
j) Cyanosis
[ CITATION Rin19 \l 1033 ].
Penyebab tersering dari tension pneumotoraks yang bisa
didapatkan akibat kecelakaan lalu lintas (Siswanto A.H, 2020) : akibat
tingginya kecepatan kendaraan bermotor mengakibatkan resiko
terjadinya kecelakaa semakin, sehingga trauma yang terjadi akan
semakin parah. Jika kita menemukan penderita ditempat kejadian,
identifikasi terlebih dahulu. Akibat benturan yang keras terhadap dinding
dada penderita akan mengeluhkan nyeri pada dinding dadanya.
Disamping itu dilihat juga apakah ada atau tidak perlukaan yang terjadi
pada dinding dada, untuk mengetahui apakah terdapat luka terbuka pada
dinding dada penderita yang bisa menimbulkan pneumotoraks terbuka.
Sesak napas akan terjadi pada penderita pneumotoraks akibat udara
yang mulai masuk mengisi rongga pleura. Jika terus berlanjut penderita
akan terlihat gelisah akibat kesulitan bernapas. Usaha dari tubuh untuk
mengkompensasi akibat sesak napas yang terjadi adalah bernapas yang
cepat (takipneu) dan denyut nadi yang meningkat (takikardia). Udara
yang masuk kedalam rongga pleura ini akan menyebakan terjadi
pendesakan pada parenkim paru-paru hingga menjadi kolaps, jadi yang
mengisi rongga dada yang mengalami pneumotoraks adalah udara,
pada saat diperiksa dengan mengetuk dinding dada akan terdengar
suara hipersonor, akibat akumulasi udara pada rongga pleura.
Kolapsnya paru-paru yang terdesak oleh udara yang berada di rongga
pleura ini menyebabkan proses ventilasi dan oksigenasi berkurang atau
malah tidak terjadi, sehingga jika didengarkan dengan stetoskop suara
napas tidak terdengar[ CITATION Sis20 \l 1033 ].
5. Klasifikasi
Pneumotoraks dapat diklasifikasikan sesuai dengan dasar
etiologinya seperti Spontan pneumotoraks, dibagi menjadi 2 yaitu,
Spontan Pneumotoraks primer (primery spontane pneumothorax) dan
Spontan Pneumotoraks Sekunder (secondary spontane pneumothorax):
1. Pneumotoraks Spontan Primer ( primery spontaneous
pneumothorax)
D
ari kata “primer” ini dapat diketahui penyebab dari pneumotoraks
belum diketahui secara pasti, banyak penelitian dan terori telah di
kemukakan untuk mencoba menjelaskan tentang apa sebenarnya
penyebab dasar dari tipe pneumotoraks ini. Ada teori yang
menyebutkan, disebabkan oleh faktor konginetal, yaitu terdapatnya
bula pada subpleura viseral, yang suatu saat akan pecah akibat
tingginya tekanan intra pleura, sehingga menyebabkan terjadinya
pneumotoraks. Bula subpleura ini dikatakan paling sering terdapat
pada bagian apeks paru dan juga pada percabangan
trakeobronkial. Pendapat lain mengatakan bahwa PSP ini bisa
disebabkan oleh kebiasaan merokok. Diduga merokok dapat
menyebabkan ketidakseimbangan dari protease, antioksidan ini
menyebabkan degradasi dan lemahnya serat elastis dari paru-paru,
serta banyak penyebab lain yang kiranya dapat membuktikan
penyebab dari pneumotoraks spontan primer[ CITATION Pun \l
1033 ].
2. Pneumotoraks Spontan Sekunder (Secondary Spontaneus
Pneumothorax) Pneumotoraks spontan sekunder merupakan suatu
pneumotoraks yang penyebabnya sangat berhubungan dengan
penyakit paru-paru, banyak penyakit paru-paru yang dikatakan
sebagai penyebab dasar terjadinya pneumotoraks tipe ini. Chronic
Obstructive Pulmonary Disease (COPD), infeksi yang disebabkan
oleh bakteri pneumocity carinii, adanya keadaan
immunocompremise yang disebabkan oleh infeksi virus HIV, serta
banyak penyebab lainnya, disebutkan penderita pneumotoraks tipe
ini berumur diantara 60-65 tahun[ CITATION Pun \l 1033 ].
6. Komplikasi
8. Pemeriksaan Diagnostik
a) Observasi klinis pasien
b) Radiologi dada : gambaran hilangnya vaskularisasi pulmonal pada
area yang terkena.jangan menunggu radiografi jika pasien
menujukkan tanda dan gejala tension pneumothorax[ CITATION
Rin19 \l 1033 ][CITATION Mut19 \l 1033 ].
Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium studi
Hematokrit dari cairan pleura
1) Pengukuran hematokrit hampir tidak pernah diperlakukan pada
pasiendengan hematothorax traumatis[ CITATION Asn191 \l
1033 ].
2) Studi ini mungkin diperlakukan untuk analisis berdarah
nontraumatik efusi dari penyebabnya. Dalam khusus tersebut,
sebuah efusi pleura dengan hematokrit lebih dari 50 % dari yang
hematokrit beredar deanggap sebagai
hematothorax[ CITATION Asn191 \l 1033 ].
b. Imagingstudy
1) Chest radiography
Chest radiographyadalah studi ideal untuk diagnostikdalam
evaluasi hematothorax. Dalam unscarrednormal,rongga pleura
yang hemothtorax dicatat sebagai meniskus cairan menumpulkan
costophiremicdiafragmatik sudut atau permukaan dan penentuan
atas margin pleura dinding dada saat dilihat pada hasil thorax foto
AP. Pada dasarnya tampakan yang sama ditemukan pada
radiography dada pasien dengan efusi pleura. Pengaturan posisi
pada trauma akut, ialah posisi terlentang agar diagnosa dapat
ditegakkan dan terapi definitifdapat diberikan. Jika kejadian
hematothoraxjauh lebih sulit untuk mengevaluasi pada film
terlentang[ CITATION Asn191 \l 1033 ] .
2) Ultrasonography
USG digunakan dibeberapa pusat trauma untuk melakukan
evaluasi awal pasienhematothorax. Salah satu kekurangan dari
USG dalam identifikasi traumatis terkait hematothorax adalah luka
–luka yang terlihat pada radiography dada pada pasientrauma,
seperti cedera tulang, mediastinum yang melebar dan
pneumothorax, tidak mudah diidentifikasi di dada
Ultrasonographgambar. Ultrasonographylebih mungkin berperan
dalam kasus –kasus tertentu dimana x–ray dada pada
hematothorax yang samar –samar[ CITATION Asn191 \l 1033 ].
3) CTScan
CT scan sangat akurat studi diagnostik cairan pleura atau darah.
Pengaturan trauma tidak memegang peran utama dalam
diagnostik hematothorax tetapi melengkapi data radiography.
Karena banyak korban trauma tumpul melakukan rongten dada
atau evaluasi CT scan abdomen. Saat ini CT scan adalah penentu
terbesar dalam penegakan diagnostik kemudian untuk lokalisasi
dan klasifikasi dari setiap temuan dalam rongga
pleura[ CITATION Asn191 \l 1033 ].
9. Penatalaksanaan
Pneumothoraks
tension
Udara diruang
pleura
Akumulasi Udara
dirongga dada
Insers Ketidakefektifa
n pola nafas
WSD
Nyeri Akut
2. Pengkajian
a) Aktivitas / Istirahat
Gejala : dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat.
b) Sirkulasi
Tanda : Takikardia, frekuensi tak teratur (diskritmia), S3 atau S4 /
irama jantung gallop, nadi apical (PMI) berpindah oleh adanya
penyimpangan mediastinal, tanda homman (bunyi rendah
sehubungan dengan denyutan jantung, menunjukkan udara dalam
mediastinum).
c) Psikososial / Integritas Ego
Tanda : ketakutan, gelisah, stressor, masalah financial.
d) Neurosensori
Tanda : perubahan mental (bingung, somnolerik).
e) Makanan/ Cairan
Tanda : adanya pemasangan IV vena sankral / infuse tekanan,
kehilangan nafsu makan, mual, muntah, malnutrisi.
f) Nyeri/ Kenyamanan
Gejala : nyeri dada imilateral meningkat karena batuk, timbul tiba-tiba
gejala sementara batuk/ regangan, taPukul atau nyeri menusuk yang
diperberat oleh napas dalam.
Tanda : Perilaku distraksi, mengerutkan wajah.
g) Pernapasan
Tanda : Pernapasan meningkat/ takipnea, peningkatan kerja napas,
penggunaan otot aksesoris pernapasan pada dada, ekspirasi
abdominal kuat, bunyi napas menurun, perkusi dada : hiperesonan
diatas terisi udara, observasi dan palpasi dada ; gerakan dada tidak
sama bila trauma, kulit : pucat, sianosis, berkeringat, mental :
ansietas, gelisah, bingung pingsan.
h) Gejala : Kesulitan bernapas, batuk, riwayat bedah dada/ trauma :
penyakit paru kronis, inflamasi / infeksi paru (empisema/ efusi),
keganasan (Mis : obstruksi humor).
i) Keamanan
Gejala : adanya trauma dada, radiasi / hemoterapi untuk keganasan.
j) Penyuluhan/ Pembelajaran
Gejala : riwayat faktor resiko keluarga : tuberculosis, kanker adanya
bedah intratorakal/ biopsi paru. Bukti kegagalan membaik.
Pemeriksaan Diagnostik
1) Sinar x dada : menyatakan akumulasi udara/ cairan pada area
pleural : dapat menunjukkan penyimpangan struktur mediastinal.
2) GDA : Variabel tergantung dari derajat fungsi paru yang
dipengaruhi gangguan mekanik pernapasan dan kemampuan
mengkompensasi.
3) Torasentasis : menyatakan darah/ cairan sarusanguinosa
(hematorak)
4) HB : mungkin menurun, menunjukkan kehilangan darah.
3. Diagnosa
a) Ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan Ekspansi paru,
akumulasi udara dalam pleura.
b) Nyeri akut b.d agen injury fisik (luka insisi post pemasangan WSD)
c) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakcukupan
kekuatan dan ketahanan untuk ambulasi dengan alat eksternal.
d) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kuranganya impormasi
tentang proses penyakit dan penatalaksanaan.
e) Risiko infeksi berhubungan dengan diskontinuitas jaringan
4. Implementasi
No Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Implementasi
5. Evaluasi
a) Ketidak efektifan pola nafas teratasi ditandai dengan:
1) Keluhan sesak napas berkurang,
2) Menunjukkan jalan nafas yang paten
3) Nafas ringan, tidak nyeri saat melakukan
4) pernapasan, bebas dari tanda sianosi
b) Nyeri akut teratasi ditandai dengan
1) Mampu mengontrol nyeri
2) Melaporkan bahwa nyeri berkurang
3) Mampu mengenali nyeri
4) Mengatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
c) Gangguan mobilitas fisik teratasi ditandai dengan
1) Klien dapat melakukan pergerakan dan perpindahan
2) Mempertahankan mobilitas
d) Kurang pengetahuan teratasi ditandai dengan
1) Pasien dapat mengungkapkan pemahaman tentang penyakit,
prognosis dan pengobatannya
2) Klien memperlihatkan peningkatan tingkah pengetahuan
mengenai perawatan diri.
3) Klien dan keluarga dapat bekerja sama dalam perawatan dan
tindakan
e) Resiko infeksi teratasi ditandai dengan
1) Pasien bebas dari tanda dan gejala infeksi
2) Menunjukan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi.
ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS
IDENTITAS
1. Nama Pasien :Tn M
2. Umur :17 Tahun
3. Suku/ Bangsa :Muna
4. Agama :Islam
5. Pendidikan :SMA
6. Pekerjaan :Pelajar
7. Alamat : Jl. Dr. Sitanala No.46
8. Sumber Biaya :BPJS
KELUHAN UTAMA: Klien mengatakan nyeri pada dada kiri, nyeri seperti ditusuk
tusuk dan nyeri bertambah saat bergerak, nyeri pada dada
kiri terutama tempat pemasangan selang. Klien merasa
sesak dan pinggang terasa sakit sehingga kurang dapat
bergerak secara leluasa.
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Riwayat Penyakit Sekarang: Klien datang ke rumah sakit dengan diantar
keluarganya dalam keadaan sadar tidak mual
dan muntah, nyeri, sesak, pergerakan terbatas
dilakukan pemeriksaan foto, lab kemudian
dilaksanakan pemasangan selang untuk
mengurangi sesaknya. Jam 10.00 pindah
ruangan ICU untuk mendapat perawatan dan
observasi lanjut.
45
50
0
16
Keterangan :
: laki-laki
: perempuan
: laki-laki meninggal
: perempuan meninggal
: klien
: orang tinggal serumah
: orang terdekat
8. Sistem Endokrin
a. Pembesaran tyroid : tidak
b. Pembesaran kelenjar getah bening : tidak
c. Hipoglikemia : tidak
d. Hiperglikemia : tidak
PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL
e. Persepsi klien terhadap penyakitnya:
Klien mengharapkan cepat sembuh dan dapat melaksanakan kembali
tugasnya sebagai seorang pelajar SMA
f. Ekspresi klien terhadap penyakitnya : Murung/diam
g. Reaksi saat interaksi : kooperatif
h. Gangguan konsep diri : tidak ada
PERSONAL HYGIENE & KEBIASAAN
Sebelum sakit klien Mandi 2-3 kali perhari dengan menggunakan sabun mandi,
kuku dipotong tiap 1 minggu. Setelah sakit klien dilap oleh keluarganya 2 kali
sehari
PENGKAJIAN SPIRITUAL
a. Kebiasaan beribadah
- Sebelum sakit : sering
- Selama sakit : sering
b. Bantuan yang diperlukan klien untuk memenuhi kebutuhan beribadah:
bantuan dalam memerlukan perlengkapan beribadah
PEMERIKSAAN PENUNJANG (Laboratorium,Radiologi, EKG, USG , dll)
1. Hasil Laboratorik
Tanggal 24 november 2020
a. Hb : 13,8 mg% (11,4 – 15,1 mg%)
b. Trombosit : 328 X 109/l (150 – 300 X 109/l )
c. Leukosit : 28,8 X 109/l (4,3 – 11,3 X 109/l )
d. PCV : 0, 39 ( 0,38-0,42 )
3. Hasil foto
a. Thoraks ditemukan adanya tension pneumotoraks
b. BFO/BOF tidak ada kelainan
c. Femur tidak ada kelainan
4. Terapi Pengobatan :
a. Infus RL “ D 5% 2;2
b. Dower kateter, warna, produksi
c. Control foto
d. BD-18-20 cm H2O
e. Head up 30o
f. Obs tanda-tanda akut abdomen
g. Injesi :
h. Kedacillin 3x1 gr
i.
5. perawatan
a. bedrest
b. puasa
ANALISIS DATA
DO : Udara di ruang
RR :28x/mnt pleura
terpasang O2
Akumulasi udara di
Terdapat bunyi
rongga
tambahan ronki
Pada foto Thoraks
Kolaps paru
ditemukan adanya
tension pneumotoraks
Penurun ekspansi
Terpasang WSD
paru
produksi 30 cc
Ketidakefektifan pola
napas
DS: Pneumothoraks Nyeri Akut
Klien mengatakan nyeri tension
pada dada kiri terutama
tempat pemasangan Insersi WSD
selang
P : nyeri saat bergerak Thoraks drains
Q : seperti tertusuk tusuk bergesek
R :dada sebelah kiri
tempat pemasangan Merangasang
selang reseptor
S :skala 7
T :5 menit Nyeri pada perifer
kulit
DO:
S : 370C Nyeri akut
N :96 x/menit
TD :130/80 mmHg
RR :28x /mnt
DS: Pneumothoraks Risiko infeksi
Klien mengatakan nyeri tension
pada dada kiri terutama
tempat pemasangan Udara di ruang
selang WSD pleura
DO:
adanya luka tempat Akumulasi udara di
pemasangan selang pada
dada kiri rongga
terpasang WSD produksi
30 cc
Kolaps paru
terpasang dower kateter
(gross hematuria),
leukosit 28,8 X 109/l) Insersi WSD
suhu 37 oC
Risiko Infeksi
DS : Pneumothoraks Defisien pengetahuan
tension
klien mengatakan apakah
penyakit saya bisa Udara di ruang
sembuh pleura
klien mengatakan kapan
alat ini bisa dilepas Akumulasi udara di
DO: rongga
tampak terpasang WSD
produksi 30cc Kolaps paru
tingkat pendidikan pasien
SMA Insersi WSD
Kurang informasi
Defisien
pengetahuan
indikator awal Akhir c. Kolaborasi dengan pasien, orang terdekat dan tim kesehatan lainnya
untuk memilih dan mengimplementasikan tindakan penurun nyeri
Nyeri 2 3
yang nonfarmakologis
Setelah dilakukan perawatan 1 x 24 b. Jelaskan tanda dan gejala yang umum dari penyakit sesuai
Kamis/26 2 10.00 a. Memberikan informasi mengenal 14.00 S: klien mengatakan nyeri pada
November nyeri, seperti penyebab nyeri, dada kiri
2020/pagi berapa lama nyeri dirasakan, dan
antisipasi dari ketidaknyamanan
akibat prosedur
14.25
f. Membandingkan dan catat setiap
perubahan luka P: lanjutkan intervensi
g. Menganjurkan pasien atau anggota
14.30
keluarga pada prosedur perawatan
luka
Siswanto, A. H., Setyawan, & Chan, M. E. (2020). Gambaran Pengetahuan Perawat Dalam
Penanganan Awal Tension Pneumothoraks Di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)
Kabupaten Karanganyar.
Asnidar. (2019). ANALISIS ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN PNEUMOTHORAX
DENGAN INTERVENSI POSITIONINGDAN MONITORING WATER SEAL
DRAINAGE(WSD. Depok: FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS
INDONESIA.
Lette, I. S. (2017). Laporan kasus Asuhan kebidanan pada bayi dengan Pneumotoraks.
Kupang: SEKOLAH TINGGI KESEHATAN CITRA HUSADA MANDIRI KUPANG.
Muttaqien, F. (2019). PENGARUH DURASI PNEUMOTORAK TERHADAP TINGKAT STRESS
OKSIDATIF PARU TIKUS WISTAR. Qanun Medika, 3(1).
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2016). Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan diagnosa
medis & Nanda NIC NOC. Jogjakarta: Mediaction.
Peter Stawicki, S. S. (2017). ‘Republication : Reexpansion pulmonary edema. International
Journal of Academic Medicine, 3(1), 1–4.
Punarbawa, I. A., & Suarjaya, P. P. (2016). 1IDENTIFIKASI AWAL DAN BANTUAN HIDUP
DASAR PADA PNEUMOTORAKS. E jurnal Medika Udayana.
Rini, I. S., Suharsono, T., & Ulya, I. (2019). Pertolongan pertama gawat darurat. Malang: UB
press.
Herdman, T. &. (2017). Nanda-1 Diagnosis Keperawatan. Jakarta: Penerbit buku kedokteran
EGC.
Nurjannah, I. &. (2013). Nursing Outcomes Classification (NOC) Pengukuran Outcomes
Indonesia. Singapura: Elsevier.
Nurjannah, I., & Tumanggor, R. D. (2013). Nursing Intervention Classification (NIC). Singapura:
Elsilver.