Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH MANAJEMEN LUKA MODERN

“MANAJEMEN NYERI PADA PERAWATAN LUKA”

Dosen Pembimbing : NELLY HERMALA DEWI, S.Kp., M.Kep

Disusun Oleh Kelompok 4 :

Dede Rodali

Mega Oktafiana P

Nana Bayina Putri

Retno Fauziah

Sri Artiningsing

DIPLOMA III KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA


KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang maha esa yang telah
melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan
tugas mata kuliah MANAJEMEN LUKA MODERN makalah penulis yang
berjudul “MANAJEMEN NYERI PADA PERAWATAN LUKA ”.
Makalah ini di maksudkan sebagai tuntutan belajar bagi mahasiswa pendidikan kesehatan
khususnya program studi D-III Kebidanan. Semoga dengan adanya makalah ini bisa memberi
banyak pengetahuan bagi pembaca khususnya bagi penulis sendiri, makalah ini terselesaikan
karena bantuan banyak pihak.
Tentunya penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan serta masih jauh dari kata
kesempurnaan. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang mendukung dari para
pembaca untuk perbaikan di masa yang akan datang.
Akhir kata penulis mohon maaf apabila ada kesalahan dalam penulisan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masalah Nyeri atau rasa sakit merupakan respon yang paling dipahami oleh individu
ketika mengalami cidera. Hal ini juga merupakan pengalaman pribadi yang diekspresikan secara
berbeda oleh masing-masing individu dan nyeri termasuk sensasi ketidaknyaman yang bersifat
individual. Rasa sakit melekat pada itera syaraf manusia dan merupakan pengalaman individual
yang berlangsung lama. The International Associaton for The Study of Pain (2010) memberikan
definisi yang paling banyak dijadikan acuan yaitu berdasarkan itera yang berkaitan dengan waktu
dan kesesuaian dengan penyakit.

Nyeri merupakan sensasi yang rumit, unik, dan universal. Dalam banyak iterature
menyebutkan bahwa adanya definisi nyeri yang berbeda-beda dan hal ini merefleksikan bahwa
sifat nyeri yang subjektif sehingga ada keragaman dalam cara memahami dan mengkategorikan
pengalaman manusia yang kompleks ini. Nyeri memiliki konstruk multidimensional yaitu
hubungan antara penyakit (sebagai pengalaman biologis) dan rasa sakit (sebagai pengalaman
ketidaknyamanan dan disfungsi) sehingga sangat sulit untuk menguraikannya dengan jelas
(Ospina dan Harstall, 2002)

1.2 Tujuan

Agar mahasiswa dapat mengetahui tentang keterampilan serta tentang gambaran nyeri,
jenis serta manajemen nyeri.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian

Rasa nyeri merupkan pengalaman yang tidak nyaman bagi pasien. Karenanya, tenaga
kesehatan perlu mengupayakan manajemen luka yang bebas nyeri. Pemahaman mengenai
fisiologis yang berhubungan dengan perawatan luka akan membantu tenaga kesehatan dalam
menilai nyeri yang dirasakan pasien dan merencanakan manajemen nyeri yang sesuai. selain
mengacu pada manajemen nyeri, seorang perawat juga perlu memikirkan penggunaan dressing
luka yang sesuai demi menghindari trauma atau lecet dan maserasi pada area sekitar luka.

2.2 Konsep nyeri

Dalam perawatan luka, perawat menentukan manajemen yang sesuai bagi pasien. Nyeri
merupakan salah satu keluhan yang sering ditemmui dalam perawatan luka; baik itu pada luka
kronis, maupun luka akut. Keluhan nyeri bersifat personal dan dipengaruhi oleh banyak hal,
seperti latar belakang budaya, pengalaman di masalalu, perawatan yang dijalani, dan juga
kondisi psikis pasien tersebut. Oleh karena itu, tiap orang memiliki ambang nyeri yang berbeda-
beda.

Pengalaman nyeri itulah yang bersifat personal itulah yang perlu menjadi perhatian
perawat dan tenaga kesehatan lainnya dalam melakukan perawatan luka. Dokter dan tenaga
kesehatan lainnya cenderung berfokus pada kondisi luka pasien; seringkali mereka berpikir
mengenai cara menangani luka pasien secara cepat dan efesien, namun lupa memperhitungkan
rasa nyeri yang mungkin akan diderita pasien selama perawatan tersebut. Sementara itu, pasien
cenderung menginginkan perawatan luka yang tidak hanya efektif dan efesien, tetapi juga
dengan rasa nyeri yang minimal. Bahkan, demi perawatan luka yang lebih nyaman tersebut
pasien bersedia mengeluarkan biaya leih banyak.
Pasien cenderung menginginkan perawatan luka yang tidak
hanya efektif dan efesien, tetapi juga dengan rasa nyeri yang
minimal. Sementara itu, dokter dan tenaga kesehatan lainnya
cenderung hanya berfokus pada kondisi luka pasien.

2.3 Penyebab nyeri

1. Trauma
a. Mekanik
Rasa nyeri yang timbul akibat ujung-ujung saraf bebas mengalami kerusakan,
misalnya akibat benturan, gesekan, luka dan lain-lain
b. Thermis
Nyeri timbul karena ujung saraf reseftor mendapat rangsangan akibat pana, dingin,
missal karena api dan air
c. Khemis
Timbul karena kontak dengan zat kimia yang bersifat asam atau basa kuat
d. Elektrik
Timbul karena pengaruh aliran listrik yang kuat mengenai resptor rasa nyeri yang
menimbulkan kekejangan otot dan luka bakar

2. Neoplasma
a) jinak
b) ganas

3. Peradangan
Nyeri terjadi karena kerusakan ujung-ujung saraf reseptor akibat adanya peradangan atau
terjepit oleh pembengkakan

4. Gangguan sirkulasi darah dan kelainan pembuluh darah


5. Trauma psikologis

2.4 Fisiologi Nyeri

Nyeri merupakan rerpons fisiolgis otak terhadap kerusakan jaringan dalam tubuh. Secara umum,
nyeri dapat dikelompokkan menjadi 2 macam, nyeri nonsiseptif dan nyeri neuropatik. Nyeri
nosiseptis dipicu oleh gangguan pada sistem saraf. Pasien dengan luka kronis kemungkinan
menderita salah satu ataupun kedua jenis nyeri tersebut. Dalam perawatan luka, nyeri dapat
dikategorikan menjadi 4 tipe yaitu :
 Backround pain
Nyeri ini dirasakan pasien terus-menerus atau sering kambuh dengan interval yang
pendek (intermiten) dan tidak reda dengan istirahat.
 Incident pain
Nyeri yang dirasakan pasien pada kondisi tertentu, misalnya pada saat bergerak atau
batuk.
 Procedural pain
Pasien merasakan nyeri ini sebagai akibat dari suatu prosedur medis, misalnya,
pencucian dan penggantian dressing luka.
 Operative pain
Nyeri tipe ini mungkin dirasakan pasien saat dilakukan intervensi pada luka yang
dideritanya. Intervensi yang dapat memicu operative pain antara lain, debridement dan
biopsi luka.

Nyeri terkait luka sering dikategorikan sebagai background pain karena nyeri tersbut
seringkali dirasakan terus-menerus sejak terjadinya luka atau kerusakan jaringan. Akan tetapi,
seperti yang tercantum dalam tipe-tipe nyeri diatas, nyeri yang dirasakan pasien tidak hanya
disebabkan oleh luka itu sendiri, melainkan dipicu oleh manipulasi luka dan juga proses
patologis lainnya. Selain itu, pada kasus-kasus luka yang kronis, kondisi psikologis pasien juga
sangat mempengaruhi keluhan nyeri yang dirasakannya. Oleh karena itu, penanganan nyeri yang
tepat tidak hanya memberi kenyamanan bagi pasien, tetapi juga akan membantu pasien
memperoleh kualitas hidup yang lebih baik.

Dalam menentukan derajat nyeri yang dialami pasien, perawat perlu melakukan evaluasi
berkala. Hal ini dimaksudkan sebagai evaluasi atas terapi yang telah diberikan. Ada beberapa
pengukuran nyeri yang umum dipakai, antara lain visual analogue scale (VAS), numerical rating
scale (NRS), Wong-Baker FACES scale, atau kuesioner yang tervalidari. Strategi NOPRST juga
sering digunakan untuk mendapatkan diagnosis nyeri yang komphrehensif. Singkatan tersebut
merupakan jembatan untuk mengingat apa saja yang perlu diperhatikan dalam mendiagnosis
nyeri; Number of painful site (jumlah lokasi yang dirasa nyeri), Origin of the pain (sumber rasa
nyeri), Quality of ain (kualitas nyeri yang dirasakan), Region/Radiation of pain (penjalaran
nyeri), Severity of pain (derajat nyeri yang dirasakan), Temporal aspec of pain (berapa lama
nyeri tersebut berlangsung; apakah nyeri tersebut lebih terasa saat malam hari, siang hari, atau
terus-menerus). Berdasarkan masalah keperawatan nyeri tersebut, perawat bisa menyimpulkan
tipe, penyebab, dan juga derajat nyeri yang dialami oleh pasien sehingga dapat merencanakan
penanganan untuk mengurangi nyeri tersebut.

1. visual analogue scale (VAS)

2. numerical rating scale (NRS)

3. Wong-Baker FACES scale

Respon Tingkah Laku Terhadap Nyeri


Respon perilaku terhadap nyeri dapat mencakup:
1. Pernyataan verbal seperti Mengaduh, Menangis, Sesak Nafas, Mendengkur.
2. Ekspresi wajah seperti Meringis, Menggeletukkan gigi, Menggigit bibir.
3. Gerakan tubuh (Gelisah, Imobilisasi, Ketegangan otot, peningkatan gerakan jari &
tangan.

2.5 Klasifikasi Nyeri.


1. Berdasarkan sumbernya:
a. Cutaneus/superfisial, yaitu nyeri yang mengenai kulit/
jaringan subkutan. Biasanya bersifat burning (seperti terbakar).
Contoh : terkena ujung pisau atau gunting.
b. Deep somatic/ nyeri dalam, yaitu nyeri yang muncul dari ligament, pembuluh
darah,tendondan syaraf, nyeri menyebar & lebih lama dari pada cutaneus.
Contoh : sprain sendi.
c. Visceral (pada organ dalam), stimulasi reseptor nyeri dlm rongga abdomen,
craniumdan thorak.
Contoh : Biasanya terjadi karena spasme otot, iskemia, regangan jaringan.

2. Berdasarkan lama/durasinya
a) Nyeri Akut
Nyeri yang terjadi segera setelah tubuh terkena cidera, atau intervensi bedah dan
memiliki awitan yang cepat, dengan intensitas bervariasi dari berat sampai ringan. Fungsi
nyeri ini adalah sebagai pemberi peringatan akan adanya cidera atau penyakit yang akan
datang. Nyeri ini terkadang bisa hilang sendiri tanpa adanya intervensi medis, setelah
keadaan pulih pada area yang rusak.
Apabila nyeri akut ini muncul, biasanya tenaga kesehatan sangat agresif untuk
segera menghilangkan nyeri. Nyeri akut secara serius mengancam proses penyembuhan
klien, untuk itu harus menjadi prioritas bidan. Rehabilitasi bisa tertunda
danhospitalisasi bisa memanjang dengan adanya nyeri akut yang tidak terkontrol.
b) Nyeri kronik
Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap sepanjang suatu
periode tertentu, berlangsung lama, intensitas bervariasi, dan biasanya berlangsung lebih
dari enam bulan. Nyeri ini disebabkan oleh kanker yang tidak terkontrol, karena
pengobatan kanker tersebut atau karena gangguan progresif lain. Nyeri ini bisa
berlangsung terus sampai kematian. Pada nyeri kronik, tenaga kesehatan
tidak seagresifpada nyeri akut. Klien yang mengalami nyeri kronik akan mengalami
periode remisi(gejala hilang sebagian atau keseluruhan) dan eksaserbasi (keparahan
meningkat). Nyeri ini biasanya tidak memberikan respon terhadap pengobatan yang
diarahkan pada penyebabnya.
Nyeri ini merupakan penyebab utama ketidakmampunan fisik dan psikologis.
Sifat nyeri kronik yang tidak dapat diprediksi membuat klien menjadi frustasi dan
seringkali mengarah pada depresi psikologis. Individu yang mengalami nyeri kronik akan
timbul perasaan yang tidak aman, karena ia tidak pernah tahu apa yang akan
dirasakannya dari hari3.

Perbedaan karakteristik nyeri akut dan kronik

 Nyeri akut
a. Lamanya dalam hitungan menit.
b. Ditandai peningkatan BP, nadi, dan respirasi.
c. Respon pasien Fokus pada nyeri, menyetakan nyeri menangis dan mengerang.
d. Tingkah laku menggosok bagian yang nyeri.
 Nyeri kronik
a. Lamanya sampai hitungan bulan, > 6 bulan.
b. Fungsi fisiologi bersifat normal.
c. Tidak ada keluhan nyeri.
d. Tidak ada aktifitas fisik sebagai respon terhadap nyeri.

2.6 Berdasarkan lokasi/letak


1. Radiating pain
Nyeri menyebar dari sumber nyeri ke jaringan di dekatnya.
Contoh: cardiac pain.
2. Referred pain
Nyeri dirasakan pada bagian tubuh tertentu yang diperkirakan berasal dari jaringan
penyebab nyeri.
3. Intractable pain
Nyeri yg sangat susah dihilangkan.
Contoh: nyeri kanker maligna.
4. Phantom pain
Sensasi nyeri dirasakan pada bagian.Tubuh yg hilang.
Contoh: Bagian tubuh yang diamputasi atau bagian tubuh yang lumpuh karena injuri
medulla spinalis.

2.7 Faktor yang mempengaruhi Nyeri.


1) Usia
Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga bidan harus mengkaji respon nyeri
pada anak. Pada orang dewasa kadang melaporkan nyeri jika sudah patologis dan
mengalami kerusakan fungsi. Pada lansia cenderung memendam nyeri yang dialami,
karena mereka menganggap nyeri adalah hal alamiah yang harus dijalani dan mereka
takut kalau mengalami penyakit berat atau meninggal jika nyeri diperiksakan.
2) Jenis kelamin
Gill (1990) mengungkapkan laki-laki dan wnita tidak berbeda secara signifikandalam
merespon nyeri, justru lebih dipengaruhi faktor budaya. Contoh: tidak pantas kalo laki-
laki mengeluh nyeri, wanita boleh mengeluh nyeri.
3) Kultur
Orang belajar dari budayanya, bagaimana seharusnya mereka berespon terhadap nyeri.
Contoh : suatu daerah menganut kepercayaan bahwa nyeri adalah akibat yang harus
diterima karena mereka melakukan kesalahan, jadi mereka tidak mengeluh jika ada nyeri.
4) Makna nyeri
Berhubungan dengan bagaimana pengalaman seseorang terhadap nyeri dan dan
bagaimana mengatasinya.
5) Perhatian
Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat mempengaruhi
persepsi nyeri. Menurut Gill (1990), perhatian yang meningkat dihubungkan dengan
nyeri yang meningkat, sedangkan upaya distraksi dihubungkan dengan respon nyeri yang
menurun. Tehnik relaksasi, guided imagery merupakan tehnik untuk mengatasi nyeri.
6) Ansietas
Cemas meningkatkan persepsi terhadap nyeri dan nyeri juga bisa menyebabkan seseorang
cemas.
7) Pengalaman masa lalu
Seseorang yang pernah berhasil mengatasi nyeri dimasa lampau, dan saat ini nyeri yang
sama timbul, maka ia akan lebih mudah mengatasi nyerinya. Mudah tidaknya seseorang
mengatasi nyeri tergantung pengalaman di masa lalu dalam mengatasi nyeri.
8) Pola koping
Pola koping adaptif akan mempermudah seseorang mengatasi nyeri dan sebaliknya pola
koping yang maladaptive akan menyulitkan seseorang mengatasi nyeri.
9) Support keluarga dan social
Individu yang mengalami nyeri seringkali bergantung kepada anggota keluarga atau
teman dekat untuk memperoleh dukungan, bantuan dan perlindungan.

2.8 Metode yang di gunakan untuk menghilangkan nyeri

1. Distraksi
Distraksi adalah metode pengalihan perhatian dari "persepsi" rasa nyeri. Dengan
mengalihkan perhatian, kita bisa mengurangi fokus terhadap respon nyeri. Distraksi bisa
diterapkan untuk rasa nyeri ringan dan sedang, untuk rasa nyeri berat obat masih menjadi
pilihan paling tepat.
Contoh dari metode distraksi dalam mengurangi rasa nyeri adalah melakukan
kegiatan ringan untuk mengalihkan "persepsi" rasa nyeri, bisa dengan mengobrol,
menonton tv, atau dengan menikmati pemandangan alam.
Dengan menerapkan metode distraksi untuk mengurangi rasa nyeri akan
menghindari dampak negatif dari obat kimia, seperti yang dijelaskan di atas, distraksibisa
diterapkan pada nyeri ringan dan sedang, untuk itu pada kasus rasa nyeri berat harus
ditangani dengan obat/tindakan medis.
2 Relaksasi
Teknik relaksasi dapat mengurangi ketegangan otot dan mengurangi kecemasan.
Membantu klien dengan teknik relaksasi , bidan dapat mengenal nyeri klien
dan ekspresikebutuhan dibantu dari klien untuk mengurangi distress yang disebabkan
oleh nyerinya. Teknik relaksasi lebih efektif untuk klien dengan nyeri kronik.

Relaksasi memberikan efek positif untuk klien yang mengalami nyeri, yaitu:
a. Memperbaiki kualitas tidur
b. Memperbaiki kemampuan memecahkan masalah
c. Mengurangi keletihan / fatigue
d. Meningkatkan kepercayaan dan perasaan dapat mengontrol diri dalam mengatasi
nyeri
e. Mengurangi efek kerusakan fisiologi dari stress yang berlanjut atau
berulang karena nyeri.
f. Pengalihan rasa nyeri/distraksi.
g. Meningkatkan keefektifan teknik – teknik pengurangan nyeri yang lain.
h. Memperbaiki kemampuan mentoleransi nyeri
i. Menurunkan distress atau ketakutan selama antisipasi terhadap nyeri.

Secara umum untuk melakukan teknik relaksasi membutuhkan 4 hal, yaitu:


a. Berikan posisi yang nyaman
b. Dilakukan dalam lingkungan yang tenang
c. Mengulang kata-kata, suara, phrase, doa-doa tertentu
d. Melakukan sikap yang pasif saat mendistraksi klien.
e. Metode yang lain untuk meningkatkan relaksasi dapat berupa music atau suara
alam sambil santai, memikirkan sesuatu yang merilekskan, atau dengan
teknik meditasiseperti yoga, dan lain-lain.

3 Imagery
Klien dapat menggunakan imagery / membayangkan untuk menurunkan
nyeri.Imagery sesuatu yang menyenangkan. Imagery dapat digunakan lebih efektif pada
klien dengan nyeri kronik dari pada nyeri akut, atau nyeri berat. Bidan dapat mengajarkan
klien untuk menggunakan teknik imagery dengan melakukan guided imagery.
4 Stimulasi Kutan
Teknik dengan menstimulasi permukaan kulit untuk mengurangi
nyeri. Meintz(1995) menyatakan bahwa massage, salah satu bentuk stimulasi kutan, dapat
mengurangi kecemasan dan persepsi nyeri pada klien dengan kanker. Stimulasi kutan,
meliputi :
a. Massage
b. Kompres hangat atau dingin, atau keduanya bergantian
c. Accupressure
d. Stimulasikon trilateral.

Manajemen Nyeri

Penanganan nyeri yang komphrehensif tidak hanya mengandalkan terapi farmakologis atau
pemberian antinyeri, melainkan juga mengatasi penyebab rasa nyeri tersebut. Infeksi merupakan
salah satu pemicu rasa nyeri pada luka. Oleh karena itu, penanganan nyeri pada luka yang
terinfeksi meliputi debridement yang tepat, pemakaian dressing luka yang sesuai, pencucian luka
dan pemakaian antimikroba topikal untuk mengendalikan pertumbuhan kuman di area luka.
Selain infeksi, faktor lokal atau kondisi luka itu sendiri (inflamasi, edema, tekanan, atau trauma)
dapat memicu nyeri. Proses debridement dan penggantian dressing luka juga sering kali

Bebas rasa nyeri

Opioid untuk nyeri sedang hingga berat

3
nyeri menetap atau bertambah intensitasnya

opoiod untuk nyeri ringan hingga sedang

2
Nyeri menetap atau bertambah inteensitasnya

Nyeri ringan

Menimbulkan nyeri. Hal tersebut sesuai dengan hasil yang ditunjukkan oleh sebuah survey yang
mengatakan bahwa pencucian luka dan penggantain dressing luka merupakan bagian prosedur
perawatan luka yang paling menyakitkan.

Berdasarkan kemungkinan penyebab nyeri yang timbul pada luka, strategi manajemen nyeri
berikut ini dapat meminimalkan nyeri dalam perawatan luka.

 Memilih dressing yang sesuai dengan kondisi luka. Pemilihan dressing yang tepat akan
mengurangi resiko trauma yang timbul akibat pemakaian ataupun pelepasan dressing
luka. Penggunaan bahan silikon yang lembut dikatakan mampu mengurangi nyeri
dibandingkan dengan bahan dressing yang lain. Selain itu, dressing yang dipilih juga
harus mampu menyerap eksudat dan mempertahankan suasana lembap yang menunjang
proses penyembuhan luka. Eksudat yang tidak terserap dengan baik dapat menyebabkan
maserasi sementara penyerapan eksudat yang berlebihan dapat mengakibatkan trauma
atau lecet padda kulit.
 Mengatasi faktor-faktor lokal yang menghambat penyembuhan luka dengan tepat. Hal
ini meliputi pemakaian anti-inflamasi, mengatur posisi anggota gerak yang terluka,
mencegah terjadinya distribusi tekanan yang tidak merata khususnya pada area-area
yang enonjol, dan menutup luka dengan dressing yang sesuai .
 Mengevaluasi derajat nyeri yang dialami pasien secara berkala dan menggunakan
antinyeri secara rasional.
 Melibatkan pasien dalam penanganan nyeri
 Melakukan penanganan nyeri yang berpusat pada keluhan nyeri yang dirasakan oleh
pasien sehingga perawat dapat memilih dan memastikan bahwa setiap pasien
memperoleh perawatan dengan nyeri yang minimal atau bahkan tanpa nyeri

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan makalah dapat disimpulkan :
Secara umum nyeri didefinisikan sebagai apapun yang menyakitkan tubuh, yang
dikatakan individu yang mengalaminya, dan yang ada kapanpun individu mengatakannya.
Sifat nyeri yaitu: melelahkan dan membutuhkan banyak energi, bersifat subyektif dan
individual, tak dapat dinilai secara objektif, bidan hanya dapat mengkaji nyeri pasien dengan
melihat perubahan fisiologis tingkah laku dan dari pernyataan klien. Untuk memudahkan
memahami fisiologi nyeri, maka perlu mempelajari 3 (tiga) komponen fisiologis yaitu:
resepsi, persepsi, reaksi . Klasifikasi nyeri dibedakan berdasarkan : sumber, penyebab, lama
(durasi), dan lokasi (letak). Faktor yang mempengaruhi nyeri yaitu : usia, jenis kelamin,
kultur, makna nyeri, perhatian, ansietas, pengalaman masa lalu, pola koping, support
keluarga dan sosial. Metode yang digunakan untuk menghilangkan nyeri ialah distraksi,
relaksasi, imagery, stimulasi kutan, anestesi dan terapi musik.

3.2 Saran
Penulis mengetahui bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak terdapat
kekurangan baik dari segi penulisannya, bahasa dan lain sebagainnya. Oleh sebab itu saran
untuk teman-teman agar dapat menambahkan referensi tentang keterampilan dasar
khususnya di perpustakaan agar lebih dapat meningkatkan jumlah referensi-referensi
terbaru.
.

DAFTAR PUSTAKA

Prasetyono, dr. Theddeus O.H. 2014. Panduan Klinis MANAJEMEN LUKA. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai