Anda di halaman 1dari 58

MAKALAH KEPERAWATATAN ANAK

PROSEDUR PELAKSANAAN ASKEP PADA BAYI BERDASARKAN NEONATUS


ESSENTIALIS

Disusun Oleh :
Kelompok 7

Serlin Triasmika PO.71.20.1.20.068


Aura Eka Putri PO.71.20.1.20.069
Ema Meryantika PO.71.20.1.20.067

Tingkat 2B

Dosen Pengampu :
Rehana, S.Pd, S.Kep, M.Kep

JURUSAN DIPLOMA III KEPERAWATAN PALEMBANG


POLTEKKES KEMENKES PALEMBANG
TAHUN AKADEMIK 2021-2022
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
dan karunia– Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Mata Kuliah Keperawatan
Anakn yang berjudul “PROSEDUR PELAKSANAAN ASKEP PADA BAYI
BERDASARKAN NEONATUS ESSENTIALIS” dengan baik.
Dalam penyusunan makalah ini, dengan kerja keras dan dukungan dari berbagai pihak,
kami telah berusaha untuk dapat memberikan yang terbaik dan sesuai dengan harapan,
walaupun didalam pembuatannya kami menghadapi kesulitan, karena keterbasan ilmu
pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki. Oleh karena itu, pada kesempatan ini, kami ingin
mengucapkan terima kasih kepada Ibu Rehana, S.Pd, S.Kep, M.Kep selaku dosen pengampu
mata kuliah Keperawatan Anak , Dan juga kepada teman – teman yang telah memberikan
dukungan dan dorongan kepada kami.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini terdapat banyak kekurangan, oleh
karena itu saran dan kritik yang membangun sangat kami butuhkan agar dapat
menyempurnakannya di masa yang akan datang. Semoga apa yang disajikan dalam makalah
ini dapat bermanfaat bagi teman – teman dan pihak yang berkepentingan.

17 September 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................................... 2

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................ 5

1.1 Latar Belakang ........................................................................................................ 5

1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................... 7

1.3 Tujuan ..................................................................................................................... 7

BAB II TINJAUAN TEORI ............................................................................................ 8

2.1 DEFINISI ................................................................................................................ 8

2.2 PROSEDUR PELAKSANAAN ASKEP PADA BAYI BERDASARKAN


NEONATUS ESSENSIAL ........................................................................................ 13

A. Gangguan Nafas Pada Penyakit Sangat Berat atau Infeksi Bakteri Berat ............ 13

B. Nutrisi Pada Neonatus........................................................................................... 13

C. Anjuran Pemberian ASI Ekslusif Pada Bayi Baru Lahir ...................................... 21

D. Cara Menyusui yang Benar ................................................................................... 23

E. Manajemen Nyeri Pada Neonatus ......................................................................... 24

2.3 MENGAJARI IBU CARA MENINGKATKAN PRODUKSI ASI ..................... 34

2.4 MENGATASI MASALAH PEMBERIAN ASI PADA BAYI ............................ 35

2.5 MENGATASI MASALAH PEMBERIAN ASI PADA IBU ............................... 38

2.6 CARA MENGELUARKAN ATAU MEMERAH ASI ........................................ 40

2.7 CARA MENYIMPAN ASI ...................................................................................... 41

2.8 ENAM PENYAKIT YANG SERING MENGINTAI BAYI BARU LAHIR ...... 51
BAB III PENUTUP ......................................................................................................... 1

3.1 Kesimpulan ............................................................................................................. 1

3.2 Saran ....................................................................................................................... 1

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 2


BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Neonatus (bayi baru lahir) normal adalah bayi yang baru lahir sampai usia 4 minggu
lahir biasanya dengan usia gestasi 38-42 minggu.Bayi lahir melalui jalan lahir dengan
presentasi kepala ssecara spontan tanpa gangguan,menangis kuat,nafas secara spontan dan
teratur, berat badan antara 2500-4000gram dan panjangnya 14-20 inci (35.6-50.8
sentimeter, walaupun bayi baru lahir pramasa adalah lebih kecil).
Kepala bayi baru lahir itu amat besar di banding bagian-bagian badan yang lain, Sedangkan
tengkorak manusia dewasa adalah kurang lebih 1/8 dari panjang badan. Ketika dilahirkan,
tengkorak bayi baru lahir masih belum sempurna menjadi tulang. Setengah bayi baru lahir
mempunyai bulu halus yang dinamakan lanugo, khususnya di belakang, bahu, dan dahi
bayi pramasa. Lanugo hilang dengan sendirinya dalam masa beberapa minggu.
Asuhan segera bayi baru lahir adalah asuhan yang diberikan pada bayi tersebut selama jam
pertama setelah kelahiran sebagian besar bayi baru lahir akan menunjukkan usaha napas
pernapasan spontan dengan sedikit bantuan atau gangguan.
Jadi asuhan keperawatan pada bayi baru lahir adalah asuhan keperawatan yang diberikan
pada bayi yang baru mengalami proses kelahiran dan harus menyesuaikan diri dari
kehidupan intra uteri kekehidupan ekstra uteri hingga mencapai usia 37-42 minggu dan
dengan berat 2.500-4.000 gram.
❖ Masa bayi baru lahir (Neonatal) dibagi menjadi 2 bagian, yaitu :
1. Periode Partunate, dimana masa ini dimulai dari saat kelahiran sampai 15
dan 30 menit setelah kelahiran
2. Periode Neonate, dimana masa ini dari pemotongan dan pengikatan tali
pusar sampai sekitar akhir minggu kedua dari kehidiupan pascamatur
Bayi baru lahir (BBL) adalah bayi yang baru mengalami proses kelahiran, berusia
0-28 hari. BBL memerlukan penyesuain fisiologi berupa maturasi, adaptasi (menyusuaikan
diri dari kehidupan intrauteri ke kehidupan ekstraurine) dan tolerasi BBL untuk dapat hidup
dengan baik. Bayi baru lahir disebut juga dengan neonatus merupakan individu yang
sedang bertumbuh dan baru saja mengalami trauma kelahiran serta harus dapat melakukan
penyesuaian diri dari kehidupan intrauterine ke kehidupan ekstrauterin. Caput
succedeneum merupakan penumpukan cairan serosanguineous, subkutan dan
ekstraperiosteal dengan batas yang tidak jelas.Kelainan ini biasanya pada presentasi
kepala, sesuai dengan posisi bagian mana yang bersangkutan.Pada bagian tersebut terjadi
edema sebagai akibat pengeluaran serum dari pembuluh darah.Kelainan ini disebabkan
oleh tekana bagian terbawah janin saat melawan dilatasi serviks.Caput succedeneum
menyebar melewati garis tengah dan sutura serta berhubungan dengan moulding tulang
kepala. Caput succedeneum biasanya tidak menimbulkan komplikasi dan akan menghilang
beberapa hari setelah kelahiran.
Terapi hanya berupa observasi Menurut Word Health Organization (WHO), pada
tahun 2013 Angka Kematian Bayi (AKB) di dunia 34 per 1.000 kelahiran hidup, AKB
Negara berkembang 37 per 1.000 kelahiran hidup dan AKB di Negara maju 5 per 1.000
kelahiran hidup. AKB di Asia Tenggara 24 per 1.000 kelahiran hidup dan Asia Barat 21
per 1.000 kelahiran hidup.Pada tahun 2013 AKB di Indonesia mencapai 25 per 1.000
kelahiran hidup.bila dibandingkan dengan Malaysia. Filipina dan Singapura, angka
tersebut lebih besar dibandingkan dengan angka dari Negara-negara tersebut dimana AKB
Malaysia hidup Berdasarkan data Sulawesi Selatan yang diperoleh dari profil dinas
kesehatan pada tahun 2015 jumlah kematian bayi menjadi 1.056 bayi atau 7.23 per 1000
kelahiran hidup yang disebakan oelh beberapa faktor seperti pertumbuhan janin yang
lambat, kekuranga gizi pada janin, kelahiran premature dan berta badan lair rendah (BBLR)
sedangkan penyebab lainnya yang cukup banyak terjadi adalah kejadian kurangnya
oksigen dalam rahim (hipoksia intrauterus) dan kegagalan nafas secara spontan dan teratur
pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir (afiksia lahir), dan trauma persalinan
(chefalhematoma, caput succedaneum), maka masih perlu peran dari semua pihak yang
terkait dalam rangka penurunan angka tersebut sehingga target Milinium Development
Goals (MDGs) khususnya penurunan angka kematian dapat tercapai. Pengambilan data
awal yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Labuang Baji Makassar didapatkan
jumlah kasus bayi baru lahir dengan caput succedeneum pada tahun 2016 sebanyak 278
bayi, pada tahun 2017 sebanyak 275 bayi, sedangkan pada tahun 2018 sebanyak 135
bayi.(Ruangan Rekam Medik, RSUD Labuang Baji Makassar, 2018).
1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana prosedur pelaksanaan askep pada bayi berdasarkan neonatus essentials

1.3 Tujuan

Mahasiswa mampu mengetahui tentang prosedur pelaksanaan askep pada bayi berdasarkan
neonatus essentials
A. cara mempertahankan status pernafasan pada bayi baru lahir

B. mempertahankan kecukupan nutrisi pada bayi

C. cara pemberian Asi, cara memerah dan penyimpanan ASI


BAB II TINJAUAN TEORI
2.1 DEFINISI

Neonatus (bayi baru lahir) normal adalah bayi yang baru lahir sampai usia 4
minggu lahir biasanya dengan usia gestasi 38-42 minggu.Bayi lahir melalui jalan lahir
dengan presentasi kepala ssecara spontan tanpa gangguan,menangis kuat,nafas secara
spontan dan teratur, berat badan antara 2500-4000gram dan panjangnya 14-20 inci (35.6-
50.8 sentimeter, walaupun bayi baru lahir pramasa adalah lebih kecil). Kepala bayi baru
lahir itu amat besar di banding bagian- bagian badan yang lain, Sedangkan tengkorak
manusia dewasa adalah kurang lebih 1/8 dari panjang badan. Ketika dilahirkan, tengkorak
bayi baru lahir masih belum sempurna menjadi tulang. Setengah bayi baru lahir
mempunyai bulu halusyang dinamakan lanugo, khususnya di belakang, bahu, dan dahi
bayi pramasa. Lanugo hilang dengan sendirinya dalam masa beberapa minggu.
❖ Masa bayi baru lahir (Neonatal) dibagi menjadi 2 bagian, yaitu :
1 Periode Partunate, dimana masa ini dimulai dari saat kelahiran sampai 15
dan 30 menit setelah kelahiran
2 Periode Neonate, dimana masa ini dari pemotongan dan pengikatan tali
pusar sampai sekitar akhir minggu kedua dari kehidiupan pascamatur
❖ Pengertian Neonatus menurut para ahli
Neonatus adalah bayi yang baru lahir 28 hari pertama kehidupan (Rudolph,
2015). Neonatus adalah usia bayi sejak lahir hingga akhir bulan pertama (Koizer,
2011). Neonatus adalah bulan pertama kelahiran. Neonatus normal memiliki berat
2.700 sampai 4.000 gram, panjang 48-53 cm, lingkar kepala 33-35cm (Potter &
Perry, 2009). Dari ketiga pengertian di atas dapat disimpulkan neonatus adalah
bayi yang lahir 28 hari pertama.
❖ Ciri Neonatus
Neonatus memiliki ciri berat badan 2700-4000gram, panjang, panjang 48-
53 cm, lingkar kepala 33-35cm (Potter & Perry, 2009). Neonatus memiliki
frekuensi denyut jantung 120-160 x/menit, pernapasan 40-60 x/menit, lanugo
tidak terlihat dan rambut kepala tumbuh sempurna, kuku agak panjang dan lemas,
nilai APGAR >7, refleks-refleks sudah terbentuk dengan baik (Dewi, 2010).
❖ Klasifikasi Neonatus
Klasifikasi neonatus menurut Marni (2015) :
a. Neonatus menurut masa gestasinya
1. Kurang bulan (preterm infan) :<259 hari ( 37 minggu)
2. Cukup bulan (term infant) : 259- 294 hari (37-42 minggu)
3. Lebih bulan( postterm infant) :>294hari (42 minggu)
b. Neonatus menurut berat lahir :
1. Berat lahir rendah : <2500 gram.
2. Berat lahir cukup : 2500-4000 gram.
3. Berat lahir lebih : >4000 gram.
Neonatus adalah bayi baru lahir sampai usia 4 minggu (0-28 hari), periode
neonatal adalah periode yang paling rentan terhadap infeksi karena imunitas
bayi yang masih immatur dan bayi sedang menyempurnakan penyesuaian
fisiologis yang dibutuhkan pada kehidupan extrauterin. Pada kehidupan
intrauterin bayi sepenuhnya mendapat perlindungan dari ibu, bayi
memperoleh antibodi melalui plasenta yang menghubungkan tubuh bayi
dengan tubuh ibu, antibodi ini sangat penting untuk menjaga janin dalam
kandungan agar tidak terkena infeksi dan berbagai komplikasi yang
membahayakan kesehatannya (Irsal, Paramita, & Sugianto 2017).
Saat bayi dilahirkan ia kehilangan perlindungan tersebut dan bayi juga
akan terpapar lingkungan yang penuh kuman, sementara tubuhnya belum
sepenuhnya mampu melindungi dirinya sendiri, hal ini dapat mengakibatkan
bayi akan lebih mudah terkena infeksi (Armini, Sriasih, & Marhaeni 2017).
Penyakit infeksi yang sering terjadi pada neonatus adalah Infeksi Saluran
Pernafasan Akut (ISPA), infeksi saluran cerna (diare), demam dan tetanus
neonatorum, sedangkan penyakit lain yang termasuk non infeksi adalah
hiperbilirubinemia (IDAI, 2014). World Health Organization (WHO) pada
tahun 2015 mengatakan bahwa penyakit infeksi yang termasuk sepsis,
pneumonia, tetanus dan diare masih merupakan penyebab utama kematian
neonatus di seluruh dunia yaitu sebesar 36% sesudah Berat Badan Lahir
Rendah (BBLR) 28% dan aspiksia lahir 23%.
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 menemukan bahwa
penyakit yang sering terjadi pada bayi adalah pada Infeksi Saluran Nafas Akut
(ISPA) yaitu sebesar 21,9% ; demam 11,8% dan diare 2,3%. Data Dinas
Kesehatan Kota Pekanbaru tahun 2017. menemukan bahwa kunjungan
neonatus sakit di Kota Pekanbaru berdasarkan jenis penyakit tertinggi yaitu
pada Infeksi Saluran Nafas Akut (ISPA) 76,22% ; demam 6,58% dan diare
5,73%. Salah satu cara yang tepat untuk melindungi bayi baru lahir dari infeksi
adalah dengan memberi bayi Air Susu Ibu (ASI) saja tanpa makanan tambahan
lain (Kemenkes, 2015a). ASI mengandung antibodi, enzim, dan antiinfektif
lainnya yang mampu memberikan daya perlindungan, baik secara aktif
maupun melalui pengaturan imunologis.
ASI tidak hanya menyediakan perlindungan yang baik terhadap infeksi
dan alergi, tetapi juga menstimulasi perkembangan yang memadai dari sistem
imunologi bayi itu sendiri, selain itu ASI juga mengandung beberapa
komponen antiinflamasi sehingga bayi yang minum ASI akan terlindung dari
berbagai macam infeksi yang disebabkan bakteri, virus, parasit dan antigen
lainnya (Purwanti, 2003). ASI yang pertama keluar berwarna putih
kekuningan disebut kolostrum, kolostrum dihasilkan payudara pada satu
sampai tiga hari setelah kelahiran.
Kolostrum mengandung lebih banyak antibodi, sel-sel darah putih, vitamin
dan anti infektif lainnya dibanding ASI matang, hal ini dapat membantu bayi
baru lahir mencegah infeksi berbahaya yang dapat menyebabkan sepsis dan
kematian, bayi yang segera menyusu setelah persalinan, dan tidak diberikan
makanan lain, lebih kecil resiko kematiannya di banding bayi yang menyusu
pertamanya di tunda, atau mendapat asupan lain (Kemenkes, 2015a).
United Nation Childrens Fund (UNICEF) tahun 2015 merekomendasikan
sebaiknya bayi hanya disusui Air Susu Ibu (ASI) selama paling sedikit enam
bulan. Pemberian ASI memiliki kontribusi yang besar terhadap tumbuh
kembang dan daya tahan tubuh bayi. Bayi yang diberi ASI saja akan tumbuh
dan berkembang secara optimal dan tidak mudah sakit. Hal tersebut sesuai
dengan beberapa kajian dan fakta global.
Kajian The Lancet Breastfeeding Series (2016) membuktikan bahwa
pemberian ASI saja sejak lahir sampai bayi berumur kurang dari enam bulan
dapat menurunkan angka kematian akibat infeksi sebanyak 87 %, sedangkan
pemberian ASI saja sampai bayi berusia kurang dari 3 bulan dapat
menurunkan kejadian diare sebesar 54 % dan pada Infeksi Saluran Pernafasan
Akut (ISPA) sebesar 32%, selain itu ASI juga berkontribusi terhadap
penurunan resiko stunting, obesitas, dan penyakit kronis di masa yang akan
datang.
Salah satu faktor kegagalan pemberian ASI pada bayi baru lahir adalah
pemberian makanan prelakteal (Kemenkes, 2015a). Makanan prelakteal
adalah makanan atau minuman selain ASI yang diberikan kepada bayi satu
sampai tiga hari setelah kelahiran, dengan alasan ASI belum keluar atau ASI
keluar sedikit-sedikit dan alasan tradisi. Pemberian makanan prelakteal dapat
diberikan oleh penolong persalinan atau oleh orangtua dan keluarga neonatus
(Kemenkes, 2014) Jenis makanan prelakteal yang diberikan cukup beragam
antar daerah tergantung kebiasaan di daerah tersebut.
Hasil Riset Kesehatan Dasar (2013) menemukan jenis makanan prelakteal
yang paling banyak diberikan kepada bayi baru lahir yaitu susu formula
sebesar 79,8% ; madu 14,3% dan air putih 13,2%. Dan jenis lain adalah susu
non formula (susu segar, susu kedelai), air gula, air tajin, pisang halus, kopi,
teh manis, nasi halus dan bubur halus.
Penelitian yang dilakukan oleh Rosha (2014), di Bogor menemukan bahwa
pemberian makanan prelakteal masih tinggi, dari 91 orang responden terdapat
51 orang (56,0%) ibu yang memberikan makanan prelakteal kepada bayinya,
dan 40 orang (44,%) ibu yang tidak memberikan makanan prelakteal pada
bayi. Penelitian yang dilakukan oleh Ventyaningsih (2016), di Malang
menemukan bahwa mayoritas makanan prelakteal yang diberikan pertama kali
pada 1-2 hari setelah bayi dilahirkan adalah susu formula 84%; madu 8,4%
dan pisang 4,7%. Jenis makanan prelakteal lain juga yang diberikan kepada
bayi adalah air gula, air putih, air kelapa muda, air tajin, dan kopi. Sedangkan
penelitian yang dilakukan oleh Nguyen (2013), di Vietnam menemukan
bahwa selama tiga hari pertama setelah lahir 73,3% bayi baru lahir diberi
makanan prelakteal. 53,5% pemberian makanan prelakteal adalah jenis susu
formula dan 44,1% jenis air putih. Data dari Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2013 mengatakan sebanyak 44,3 % bayi baru lahir di
Indonesia diberi makanan prelakteal, Provinsi tertinggi yang memberikan
makanan prelakteal adalah Provinsi Sumatera Utara yaitu 62,7% , diikuti
Provinsi Gorontalo 59,7 % , Provinsi Riau 55,3% dan yang paling rendah
Provinsi Nusa Tenggara Timur sebesar 22,2 %, sedangkan makanan Prelakteal
jenis susu formula tertinggi yaitu Provinsi Kepulauan Riau 95,5% dan Bali
93,7%, dan yang terendah adalah Provinsi Sulawesi Barat 40,2 %. Makanan
prelakteal sangat berbahaya bagi bayi karena makanan ini dapat menggantikan
kolostrum sebagai makanan bayi yang paling awal, makanan prelakteal
mengandung lebih sedikit zat gizi, antibodi, enzim, dan antiinfektif lainnya,
kondisi ini menyebabkan bayi bisa terkena diare, pneumonia dan sepsis.
Pemberian makanan prelakteal ini juga sangat merugikan karena dapat
menghilangkan rasa haus bayi sehingga bayi malas menyusui dan akan
berdampak pada produksi ASI ibu dan juga menghambat proses menyusui
(Kemenkes, 2015a). Makanan prelakteal mengandung zat-zat gizi yang tidak
sesuai dengan yang dibutuhkan tubuh yang dapat mengakibatkan intoleransi
dan sangat membahayakan bayi baru lahir (IDAI, 2016).
Sara (2017) dalam penelitiannya di Lombok Timur menemukan bahwa
jumlah anak yang diberikan makanan prelakteal lebih tinggi sebesar 63,5%
dibandingkan anak yang tidak diberi makanan prelakteal 36,5%. Anak yang
diberi makanan prelakteal mengalami penurunan imunitas dan gangguan
pencernaan yang menyebabkan anak mengalami diare. Hal ini juga dijelaskan
oleh Kemenkes (2009) bahwa pemberian makanan prelakteal (pisang dikerok,
madu, air tajin, kelapa muda, susu formula) memiliki dampak yang buruk
terhadap pertumbuhan dan perkembangan bayi, seperti gangguan sistem
pencernaan, invaginasi, ISPA dan gangguan sistem imunitas.
Wawancara yang dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Simpang Tiga
yaitu dengan cara mengunjungi rumah yang memiliki anak dengan kategori
neonatus (usia 0-28 hari) adalah sebanyak 5 orang. Hasil yang didapatkan dari
5 ibu yang dikunjungi bahwa masih terdapat 3 ibu yang memberikan susu
formula pada bayinya pada hari pertama setelah kelahiran dengan alasan bayi
selalu menangis, 1 dari 3 bayi yang diberi makanan prelakteal mengalami sakit
yaitu demam pada umur 18 hari.
Demam yang terjadi pada bayi disebabkan penurunan imunitas oleh karena
pemberian makanan prelakteal, dan dari hasil wawancara dengan ibu
neonatus, ibu mengatakan bahwa pada saat demam tersebut bayi tidak ada
mengalami hiperbilirubinemia dan infeksi pada tali pusat. Peneliti
menemukan fenomena pemberian makanan prelakteal pada neonatus dapat
menyebabkan sakit pada neonatus yang ditemukan, membuat peneliti tertarik
untuk melakukan penelitian tentang hubungan antara pemberian makanan
prelakteal terhadap kejadian sakit pada neonatus.
Tujuan umum dari penelitian ini adalah bertujuan untuk mengetahui
hubungan pemberian makanan prelakteal terhadap kejadian sakit pada
neonatus.
2.2 PROSEDUR PELAKSANAAN ASKEP PADA BAYI
BERDASARKAN NEONATUS ESSENSIAL
A. Gangguan Nafas Pada Penyakit Sangat Berat atau Infeksi Bakteri Berat

MENANGANI GANGGUAN NAPAS PADA PENYAKIT SANGAT BERAT


ATAU INFEKSI BAKTERI BERAT
Posisikan kepala bayi setengah tengadah, jika perlu bahu diganjal dengan
gulungan kain.
Bersihkan jalan napas dengan menggunakan alat pengisap lendir.
Jika mungkin, berikan oksigen dengan kateter nasal atau nasal prong.
dengan kecepatan 2 liter per menit.
Jika terjadi henti napas (apneu), lakukan resusitasi sesuai dengan Bagan Alur C
Manajemen Bayi Baru Lahir dengan Asfiksia

Cara Menggunakan Alat Pengisap Lendir:

Jika alat pengisap lendir dimasukkan melalui mulut, maka panjang pipa yang
dimasukkan maksimum 5 cm dari ujung bibir.

Jika alat pengisap lendir dimasukkan melalui hidung, maka panjang pipa yang
dimasukkan maksimum 3 cm dari ujung hidung.
B. Nutrisi Pada Neonatus
Nutrisi Parenteral (NP) merupakan suatu cara pemberian nutrisi dan energi secara
intravena yang bertujuan untuk memberikan kecukupan karbohidrat, protein, lemak,
vitamin dan mineral yang diperlukan untuk metabolisme dan pertumbuhan bayi baru lahir
yang mempunyai problem klinik yang berat, terutama pada Bayi Baru Lahir Amat Sangat
Rendah (BBLASR) di mana belum/tidak memungkinkan untuk diberikan nutrisi enteral.
Dewasa ini nutrisi parenteral baik Sebagai NP Total maupun NP Parsial telah merupakan
sarana penunjang utama perawatan bayi sakit berat maupun BBLASR yang dirawat di Unit
Perawatan Intensif Neonatus. Keuntungan pemberian nutrisi parenteral melebihi bahaya
yang dapat terjadi bilamana fasilitas medis, perawatan, farmasi dan laboratorium yang
dibutuhkan tersedia. Dapat dipahami bahwa banyak terdapat kendala untuk
pelaksanaannya misalnya sumber daya manusia atau logistik, namun dengan pemahaman
yang baik mengenai keselamatan yang utuh maka prosedur ini dapat dilaksanakan sesuai
kemampuan yang ada. Peran pemberian nutrisi parenteral cukup pentingnya, sehingga kita
semua dituntut mampu mandiri melaksanakan pemberian nutrisi parenteral khususnya
aspek kebutuhan nutrient pada neonatus. Tujuan TPN adalah agar dapat memberikan
nutrisi yang mencukupi untuk mencegah kekurangan energi, protein, dan asam lemak
esensial. Selain itu untuk mendukung pertumbuhan neonatus seperti normal tanpa diiringi
risiko peningkatan morbiditas dan mortalitas.
a. DEFINISI
Nutrisi Parenteral (NP) merupakan cara pemberian nutrisi dan energi secara
intravena yang bertujuan untuk memberikan kecukupan karbohidrat, protein,
lemak, vitamin dan mineral yang diperlukan untuk metabolisme dan pertumbuhan
bayi baru lahir yang mempunyai problem klinik yang berat, terutama pada Bayi
Baru Lahir Amat Sangat Rendah (BBLASR) di mana belum/tidak memungkinkan
untuk diberikan nutrisi enteral.
b. INDIKASI
❖ Bayi dengan berat badan  1800 g yang kebutuhan nutrisi enteralnya tidak
dapat terpenuhi > 3 hari.
❖ Bayi dengan berat badan > 1800 g yang kebutuhan nutrisi enteralnya tidak
terpenuhi > 5 hari.
❖ Gangguan respirasi > 4 hari (termasuk seringnya serangan apnea)
❖ Malformasi kongenital traktus gastrointestinalis
❖ Enterokolitis netrotikans
❖ Diare berlanjut atau malabsorbsi
❖ Pasca operasi (khusunya operasi abdomen)
c. KEBUTUHAN NUTRIEN
Untuk mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang optimal bayi baru
lahir harus mendapat cairan dan elektrolit, kalori (karbohidrat, protein, lemak),
vitamin dan mineral yang sesuai dengan kebutuhan.
➢ Cairan
Tabel 1 : Kebutuhan cairan inisial pada neonatus
Berat badan Jumlah cairan (ml/kg BB/hari)
(Kg) < 24 jam 24-28 jam > 48 jam
< 1,0 100 – 150 120 – 150 140 – 190
1,0 – 1,5 80 – 100 100 – 120 120 – 160
> 1,5 60 – 80 80 - 100 120 – 160
➢ Elektrolit
Tabel 2 : Kebutuhan elektrolit yang dianjurkan pada neonatus
Elektrolit Dosisi harian yang dianjurkan (meq/kg/BB)
1– 4
Kalium
2– 5
Natrium Klorida
1– 5
Kalsium
3– 4
Magnesium
0,3 – 0,5
Fosfor
1 – 2 mmol/kg
❖ Kalori

Kalori yang dibutuhkan untuk mempertahankan berat badan neonatus adalah 50-
60 kkal/kgBB/hari. Kalori yang dibutuhkan untuk meningkatkanberat badan neonatus
aterm adalah 100-120 kkal/kgBB/hari sedangkan kaloriyang dibutuhkan untuk
meningkatkan berat badan neonatus preterm adalah110-140 kkal/kgBB/hari (Gomella,
2013).

❖ Karbohidrat

Sebanyak 10-30 gram/hari (7,5-15 g/kgBB/hari) karbohidrat dapatmenyediakan


40-50% dari total kalori yang dibutuhkan neonatus. Padaneonatus dengan chronic lung
disease kebutuhkan karbohidrat yang lebihrendah sudah bisa memenuhi kebutuhan
kalori neonatus (Gomella, 2013).

❖ Protein

Asupan protein yang dibutuhkan neonatus adalah sekitar 2,25-4g/kgBB/hari.


Jumlah protein tersebut sudah memenuhi 7-16% dari total kaloriyang dibutuhkan
neonatus. Pada neonatus kurang bulan, asupan proteinyang diberikan tidak boleh
melebihi 4 g/kgBB/hari (Gomella, 2013).
Pemberian protein biasanya dimulai dalam 48 jam pemberian nutrisi parenteral dan
diberikan dalam bentuk asam amino sintetik. Dosis yang dianjurkan adalah sebagai
berikut :
a. Neonatus dengan BB < 1000 g
Pemberian awal dengan 0,5-1 g/kg BB/hari, kemudian ditingkatkan lagi 0,25-
0,5 g/kg BB/hari sampai mencapai 2,5-3,5 g/kg BB/hari dan asam amino 2-2,5
g/kg BB/hari.
b. Neonatus dengan BB > 1000 g
Pemberian awal dengan dosis 1 g/kg BB/hari, kemudian ditingkatkan 1 g/kg
BB/hari sampai mencapai 1,5-3,5 g/kg BB/hari.

❖ Lemak

Kebutuhan lemak pada neonatus adalah 5-7 g/kgBB/hari (batasan jumlah lemak
yang diperbolehkan adalah 40-55% dari total kalori yangdibutuhkan neonatus karena
jika melebihi batasan tersebut dapat terjadiketosis pada neonatus). Untuk memenuhi
kebutuhan asam lemak (Gomella,2013).
Pemberian lemak dapat menggunakan emulsi lemak 10% yang mengandung 10 g
trigliserida dan 1,1 kkal/ml atau 20% yang mengandung 20 g trigliserida dan 2 kkal/ml.
Kebutuhan lemak pada pemberian NPT adalah sebagai berikut :
a. Nonatus dengan BB < 1000 g
Pemberian awal 0,5 g/kg BB/hari, kemudian ditingkatkan 0,25-0,5 g/kg
BB/hari sampai mencapai 2-2,5 g/kg BB/hari.
b. Neonatus dengan BB > 1000 g
Pemberian awal di mulai dengan dosis 1 g/kg BB/hari, kemudian
ditingkatkan 1 g/kg BB/hari sampai mencapai 3 g/kg BB/hari. Pemberian emulsi
lemak dimulai setelah pemberian dekstrosa dan asam amino dapat di toleransi
dengan baik oleh neonatus dan pemberian emulsi lemak sebaiknya dalam 24 jam.
Untuk perkembangan otak diperlukan asam lemak rantai panjang seperti
asam linoleat dan asam arakhidonat. Pada bayi kurang bulan dan Bayi Berat Lahir
Sangat Rendah (BBLSR) sering defisiensi asam lemak. Manifestasi klinis
defisiensi asam lemak antara lain : dermatitis, pertumbuhan rambut yang buruk,
trombositopenia, gagal tumbuh dan mudah terjadi infeksi.
Pada pemberian lemak, harus dilakukan monitoring terhadap kadar
trigliserida darah, pemberian harus dikurangi jika kadar trigliserida > 150 mg/dl.
Hati-hati pemberian lemak pada bayi dengan penyakit paru atau hati. Pemberian
infus lemak harus di hentikan, jika terjadi :
• Sepsis
• Trombositopenia (< 50.000/mm3 )
• Asidosis (pH < 7,25)
• Hiperbilirubinemia
❖ Vitamin dan Mineral
Dapat diberikan multivitamin intravena yang berisi gabungan vitamin yang
larut dalam lemak dan air. Sediaan yang hanya larut dalam air, dapat ditambahkan
pada larutan glukosa dan yang larut dalam lemak, dapat ditambahkan pada larutan
lemak. Pemberian vitamin A dapat diberikan sejak awal, karena vitamin A penting
untuk pertumbuhan jaringan, sintesa protein, diferensiasi epitel dan juga diduga
dapat mengurangi insidensi displasia bronkopulmonal. Pemberian vitamin B12
setelah bayi berusia bayi berusia 1 bulan. Walaupun unsur mineral didalam tubuh
jumlahnya sangat sedikit (< 0,01%), tetapi diperlukan untuk pertumbuhan dan
perkembangan. The American Society for Clinical Nutrition menganjurkan
pemberian unsur kelumit setelah pemberian NPT selama 4 minggu, tetapi seng
(zinc) dapat diberikan lebih awal.
Tabel 3 : Komposisi Kebutuhan Vitamin & Unsur Kelumit
Bayi cukup bulan Bayi kurang bulan
Komponen
( /kg BB/hr) ( /kg BB/hr)
Vitamin :
Vitamin A 700 mcg 500 mcg
Vitamin E 7 mg 2,8 mcg
Vitamin K 200 mcg 80 mcg
Vitamin D 10 mcg 4 mcg
Thiamine (B1) 1,2 mg 0,35 mg
Riboflavin (B2) 1,4 mg 0,15 mg
Niacin 17 mg 6,8 mg
Piridoksin 1,0 mg 0,18 mg
Asam askorbat (C) 80 mg 25 mg
Asam pantotenat 5,0 mg 2 mg
Sianokobalamin 1,0 mg 0,3 mcg
Folat 140 mg 56 mcg
Unsur Kelumit :
Zinc 100-200 mcg 400-600 mcg
Copper (cupric sulfate) 10-20 mcg 20 mcg
Manganese sulfat 2-10 mcg 2-10 mcg
Kromium klorida 0,14-0,2 mcg 0,14-0,2 mcg
Flouride 1 mcg 1 mcg
Iodin 3-5 mcg 3-5 mcg

Meskipun disetujui bahwa nutrisi yang optimal adalah tujuan utama perawatan
neonatal, strategi administrasi nutrisi yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan ini
tidak sepenuhnya dipahami. Jadi, regimen nutrisi yang diberikan dapat sangat
bervariasi dari satu kasus ke kasus yang lain, terutama untuk neonatus sakit atau
BBLSR pada hari-hari pertama kehidupan. Pada neonatus, nutrisi parenteral sering
ditingkatkan secara bertahap pada 1-2 minggu pertama kehidupan karena
kekhawatiran dapat terjadi intoleransi neonatus pada substrat segera setelah lahir.
Hal ini terjadi akibat ketidakmampuan neonatus untuk memetabolisme nutrisi yang
sering dikaitkan dengan stres dari proses kelahiran, proses metabolisme yang belum
matang pada bayi prematur, dan proses patofisiologis yang terkait berbagai dengan
penyakit yang berbeda, seperti infeksi. Bayi dengan BBLSR yang hanya menerima
nutrisi intravena berupa glukosa kehilangan> 1% dari total protein setiap hari,
namun penambahan asam amino intravena dapat membalikkan tingkat katabolisme
protein. Namun demikian, pengenalan asam amino pada hari-hari pertama
kehidupan pada bayi sakit dan prematur seringkali terbatas karena kekhawatiran
ketidakmampuan bayi tersebut untuk memetabolisme asam amino tertentu, yang
dapat mengakibatkan hyperaminoacidemia, uremia, dan asidosis metabolik.
❖ Pemberian nutrisi untuk neonatus

Pada neonatus, pemenuhan kebutuhan kalori diperoleh dari minum ASI,Air Susu
Ibu (ASI) merupakan nutrisi ideal untuk menunjang kesehatan, pertumbuhan,
perkembangan bayi secara optimal. ASI mengandung lemak, karbohidrat, protein,
nutrien mikro dan antibodi dalam jumlah yang tepat untuk pencernaan, perkembangan
otak dan pertumbuhan bayi.
❖ PROSEDUR PEMBERIAN Nutrisi Parenteral Total (NPT)
NPT PERIFER
Nutrien diberikan melalui vena perifer yang biasanya vena pada kaki atau tangan.
Osmolaritas cairan yang diberikan antara 300-900 mosm/L. Maksimum konsentrasi
dekstrose yang digunakan adalah 12,5%, asam amino 2% dan 400 mg/dl kalsium
glukonas. Prosedur pemberian NPT secara perifer :
❖ Larutan asam amino, dekstrose dan lipid dapat diberikan perinfus melalui kateter
plastik (No. 22 atau 24 F) atau melalui wing needle.
❖ Dekstrose dan asam amino dicampur pada botol yang sama, kemudian
dihubungkan dengan bagian bawah infus yang mempunyai filter berukuran 0,22
um.
❖ Cairan lipid dihubungkan dengan infus diluar filter melalui bagian atas dari T-
connector atau Y-connector.
❖ Infusion pump dibutuhkan untuk mempertahankan tetesan cairan infus agar tetap
konstan.
❖ Infus set, termasuk tube dan jarum intravena harus diganti setiap 3 hari, kecuali
untuk lipid diganti setiap 24 jam. Sebaiknya jarum intravena dipindahkan ke tempat
lain setiap 48 jam. Cairan parenteral dan cairan lipid diganti setiap hari.
❖ Obat-obatan tidak boleh melalui cairan NPT. Obat-obatan diberikan setelah kateter
dibilas dengan NaCl dan melalui cairan intravena.
❖ Semua cairan infus disipakan oleh bagian farmasi.
❖ Dapat ditambahkan mineral, vitamin dan unsur kelumit.
❖ Dapat digunakan emulsi lemak 10 atau 20%

NPT SENTRAL
Osmolaritas cairan yang digunakan dapat diatas 900 mosm/L, konsentrasi dekstrose
15-25%. Prosedur pemberian NPT sentral :
❖ Kateter dipasang pekutan atau melalui vena seksi. Pada BBLSR digunakan kateter
silastik yang paling kecil, yaitu No. 1, 9 F sedangkan untuk bayi yang lebih besar
digunakan No. 2,7 F. Sebaiknya dihindari penggunaan kateter double lumen yang
lebih besar, karena berhubungan dengan sindroma Vena Cava Superior dan erosi
dinding pembuluh darah.
❖ Kateter dapat dimasukkan melalui V. Antekubiti, V. Saphena, V. Jugularis interna
dan eksterna, V. Subkalvia atau yang lebih jarang melalui V. Umbikalis atau
fermoralis. Kateter harus diarahkan sedemikian rupa sehingga ujungnya terletak
pada sambungan antara atrium kanan dan V. Cava superior/inferior.
❖ Sebaiknya hindari penggunaan keteter arteri umbikalis untuk infus NPT pada
BBLSR, karena hal ini menimbulkan kerugian berupa insiden trombosis tinggi,
tidak dapat digunakan untuk memperoleh sampel darah, biasanya tidak diberikan
nutrisi enteral selama terpasang kateter arteri umbilikal.
❖ Cairan yang diberikan dengan infusion pump melalui penghubung Y atau T, sama
dengan pemberian perifer.
❖ Karena tingginya resiko infeksi pada pemberian secara sentral, maka tidak boleh
digunakan untuk pengambilan darah, pemberian obat-obatan maupun transfusi.
❖ Semua cairan disiapkan di bagian farmasi.
❖ Heparin ditambahkan dengan konsentrasi 0,5 u/ml cairan

KOMPLIKASI
❖ Mekanik Pada kateter vena sentral dapat terjadi : sindroma vena cava superior,
aritmia atau tamponade jantung, trombus intrakardial, efusi pleura atau kilotorak,
emboli paru dan hidrosefalus sekunder terhadap trombosis vena jugularis.
❖ Infeksi Sepsis sering disebabkan oleh Staphylococcus epidermis, Stretococcus
viridans, Escheria Coli, Pseudomonas spp dan Candida albicans. Infeksi
ditanggulangi dengan pemberian antibiotik. Kejadian sepsis dapat berkurang
dengan digunakannya kateter karet silikon perkutaneus.
❖ Metabolik Pada bayi berat lahir amat sangat rendah sering terjadi hiperglikemia,
karena produksi insulin yang tidak adekuat dan berkurangnya sensitivitas terhadap
insulin. Hipoglikemia terjadi karena penghentian infus glukosa atau kelebihan
pemberian insulin. Pada bayi kurang bulan kelebihan beban protein akan
menimbulkan azotemia, hiperammonia. Resiko terjadi hiperbilirubinemia
meningkat pada bayi cukup bulan dan pemberian NPT yang lama tanpa disertai
enteral feeding. Keadaan ini biasanya terjadi secara dini dan lebih berat pada
keadaan pemberian protein yang tinggi dan cairan dekstrosae yang hipertonis.
Penyebabnya multi faktor, biasanya dihubungkan dengan stimulasi aliran empedu,
malnutrisi, defisiensi atau toksis terhadap asam amino.
❖ Kelainan metabolik yang berhubungan dengan pemberian lipid, antara lain :
kolestatik, hiperlipidemia dan hiperkolesterolemia.

PEMANTAUAN
Tujuan pemantauan untuk mencegah terjadinya komplikasi dan menilai
keberhasilan terapi.
Tabel 4 : Jadwal Pemantauan Neonatus dengan Nutrisi Parenteral
Parameter Frekwensi Pemeriksaan
Suhu Setiap 4 jam
Antropometri Setiap hari
Berat badan Setiap minggu
Panjang badan Setiap hari
Lingkar kepala Setiap hari
Metabolik 2 x/minggu, kemudian setiap mingg
Glukosa Setiap hari dalam 3 hari pertama, kemudian 2 x/minggu,
Kalsium & Fosfor jika berat badan < 1000 g, 3 x/minggu
Elektrolit Selang sehari dalam minggu pertama, kemudian setiap
Magnesium minggu
Hematokrit Selang sehari selama 1 minggu, kemudian setiap minggu
BUN & Kreatinin Setiap minggu
Bilirubin Setiap minggu, jika menggunakan protein tinggi
Ammonia Setiap minggu
Protein &Albumin Setiap minggu
SGOT & SGPT Setiap minggu
Trigliserida Setiap minggu untuk penderita yang diberikan lemak
Urine Setiap sample urin selama minggu pertama, kemudian
Berat jenis & Glukosa tiap shif

C. Anjuran Pemberian ASI Ekslusif Pada Bayi Baru Lahir


Makanan terbaik untuk bayi sejak lahir sampai umur 6 bulan adalah ASI. Menyusui
secara eksklusif berarti bayi hanya diberi ASI, tidak diberi tambahan makanan atau
cairan lain. Berikan ASI sesuai keinginan bayi paling sedikit 8 kali sehari, pagi, siang,
sore maupun malam. Pada hari-hari pertama kelahiran apabila bayi dibiarkan menyusu
sesuai keinginannya dan tidak diberikan cairan lain maka akan dihasilkan secara
bertahap 10 – 100 mL ASI per hari. Produksi ASI akan optimal setelah hari 10-14. Bayi
sehat akan mengkonsumsi 700-800 mL ASI per hari (kisaran 600-1000 mL). Setelah 6
bulan pertama produksi ASI akan menurun menjadi 400-700 mL sehingga diperlukan
makanan pendamping ASI. Setelah 1 tahun, produksi ASI hanya sekitar 300-500 mL
sehingga makanan padat menjadi makanan utama.ASI per hari (kisaran 600-1000 mL).
Setelah 6 bulan pertama produksi ASI akan menurun menjadi 400- 700 mL sehingga
diperlukan makanan pendamping ASI. Setelah 1 tahun, produksi ASI hanya sekitar
300-500 mL sehingga makanan padat menjadi makanan utama.

Pada bayi, terdapat 3 jenis refleks yang berhubungan dengan proses menyusu,
yaitu:

❖ Refleks mencari puting susu (rooting reflex)


BBL akan menoleh ke arah pipi yang disentuh. Bayi akan membuka mulutnya
apabila bibirnya disentuh dan berusaha untuk mengisap benda yang disentuhkan
tersebut.

❖ Refleks mengisap (suckling reflex)


Rangsangan puting susu pada langit-langit bayi menimbulkan refleks mengisap.
Isapan ini akan menyebabkan areola dan puting susu ibu tertekan gusi, lidah dan
langit-langit bayi, sehingga sinus laktiferus di bawah areola tertekan dan ASI
terpancar keluar.

❖ Refleks menelan (swallowing reflex)


ASI di dalam mulut bayi akan didorong oleh lidah ke arah faring, sehingga
menimbulkan refleks menelan.
Jelaskan pada ibu dan keluarganya tentang manfaat kontak langsung ibu- bayi dan
anjurkan untuk menyusui bayinya sesering mungkin untuk merangsang produksi
ASI sehingga mencukupi kebutuhan bayi. Yakinkan ibu dan keluarganya bahwa
kolostrum (susu beberapa hari pertama kelahiran) adalah zat bergizi dan
mengandung zat-zat kekebalan tubuh. Minta ibu untuk memberi ASI sesuai dengan
keinginan atau tanda dari bayinya. Biarkan bayi menyusu pada satu payudara
hingga puas/ bayi melepas sendiri puting susu ibu (sekitar 15-20 menit). Berikan
payudara sisi lainnya hanya bila bayi masih menunjukkan tanda ingin menyusu.
Jelaskan pada ibu bahwa membatasi lama bayi menyusu akan mengurangi jumlah
nutrisi yang diterima bayi dan akan menurunkan produksi susunya. Anjurkan ibu
untuk bertanya mengenai cara pemberian ASI dan kemudian beri jawaban lengkap
dan jelas. Pesankan untuk mencari pertolongan bila ada masalah dengan pemberian
ASI.
D. Cara Menyusui yang Benar
❖ Menyusui dalam posisi dan perlekatan yang benar, sehingga menyusui efektif.
Menyusui minimal 8 kali sehari semalam (24 jam)
❖ Menyusui kanan-kiri secara bergantian, hanya berpindah ke sisi lain setelah
mengosongkan payudara yang sedang disusukan.
❖ Keuntungan pengosongan payudara adalah :
Mencegah pembengkakan payudara Meningkatkan produksi ASI
Bayi mendapatkan komposisi ASI yang lengkap (ASI awal dan akhir)
➢ Posisi Menyusui

1. Posisi bayi saat menyusui sangat menentukan keberhasilan pemberian ASI dan
mencegah lecet puting susu. Pastikan ibu memeluk bayinya dengan benar. Berikan
bantuan dan dukungan jika ibu memerlukan, terutama jika ibu pertama kali
menyusui atau ibu berusia sangat muda.

2. Posisi ibu yang benar saat menyusui akan memberikan rasa nyaman selama ibu
menyusui bayinya dan juga akan membantu bayi melakukan isapan yang efektif.

3. Posisi menyusui yang benar adalah:

4. Jika ibu menyusui bayi dengan posisi duduk santai, punggung bersandar dan kaki
tidak menggantung.

5. Jika ibu menyusui sambil berbaring, maka harus dijaga agar hidung bayi tidak
tertutup.

6. Kemudian tunjukkan kepada ibu cara melekatkan bayi. Ibu hendaknya :


Menyentuhkan puting susu ke bibir bayi.
7. Menunggu sampai mulut bayi terbuka lebar.

8. Segera mendekatkan bayi ke arah payudara sedemikian rupa sehingga bibir bawah
bayi terletak di bawah puting susu.

Gambar 1. Posisi menyusui yang baik (Sumber: Beck et al, 2004)


Posisi menyusui yang diuraikan di atas adalah posisi dimana ibu telah memiliki
kemampuan untuk duduk dan melakukan mobilisasi secukupnya. Masih ada beberapa
posisi alternatif lain yang disesuaikan dengan kemampuan ibu setelah melahirkan anaknya,
misalnya posisi berbaring telentang, miring kiri atau miring kanan, dan sebagainya. Posisi
ibu berbaring telentang dan setengah duduk mungkin lebih sesuai untuk
pemberian ASI dini.

Posisi menyusui yang benar akan membantu bayi untuk melekat dengan baik pada
payudara ibu.

Gambar 2. Perlekatan menyusu yang baik dibandingkan yang salah


(Sumber: WHO/CDR/93.5)

Tanda-tanda perlekatan menyusu yang baik:

Dagu bayi menempel payudara ibu Mulut bayi terbuka lebar


Bibir bawah bayi membuka keluar

Areola bagian atas ibu tampak lebih banyak

Apabila posisi menyusu dan perlekatan ke payudara benar maka bayi akan mengisap
dengan efektif.

Tanda bayi mengisap dengan efektif adalah bayi mengisap secara dalam,
Teratur yang diselingi istirahat. Pada saat bayi mengisap ASI,
hanya terdengar suara bayi menelan.

E. Manajemen Nyeri Pada Neonatus


1. Nyeri
a. Pengertian Nyeri pada Bayi
Nyeri adalah suatu fenomena yang sering dijumpai dan tidak memiliki batas
usia, baik usia bayi baru lahir sampai lansia (Rudolph, 2015). Menurut The
International Association forthe study of pain (IASP) nyeri adalah suatu
keadaan yang tidak nyaman, yang berkaitan dengan kerusakan aktual atau
potensial (Rudolph, 2015). Nyeri suatu perasaan yang bersifat subjektif, yang
terjadi akibat cidera atau luka (Potter & Perry, 2009). Dari ketiga pengertian
nyeri tersebut, dapat disimpulkan nyeri adalah suatu keadaan yang tidak
nyaman dirasakan oleh manusia yang bersifat subjektif yang terjadi akibat
cidera atau luka.
Nyeri neonatus adalah persepsi saraf yang dipengaruhi cedera atau
rangsangan nyeri yang berhubungan dengan kesadaran pada bayi baru lahir
terhadap persepsi nyeri (Wong, Hockenberry-Eaton, Wilson, & dkk, 2009).
Respon nyeri yang ditunjukkan neonatus dengan peningkatan dan penurunan
tekanan darah, penurunan saturasi oksigen, telapak tangan berkeringat,
peningkatan tekanan cranial, perubahan hormonal (pelepasan ketekolamin,
hormon pertumbuhan, glucagon, kortisol, kortikosteroid, aldosteron,
hiperglikemia) perubahan metabolisme (peningkatan laktat lasma, piruvat,
benda keton dan beberapa asam lemak).
Penggunanan analgesic dapat mengurangi perdarahan inventrikular dan
leukomalasia periventrikuler (Wong, Hockenberry-Eaton, Wilson, & dkk,
2009). Nyeri akan menimbulkan efek pada neonatus, efek tersebut diantaranya,
peningkatan keadaan jaga dan iritabilitas, perubahan makan, muntah,
kehilangan selera energy menghisap. Interupsi pola tidur bangun, keadaan
tingkah laku, dan inetraksi orang tau bayi berpengaruh terhadap pembeahan
(Wong, Hockenberry-Eaton, Wilson, & dkk, 2009).
Nyeri neonatus menurut Internasional Assosiation For The Study of Pain
(IASP) suatu pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan
berhubungan dengan kerusakan aktual atau potensia. Penilain dan pengelolaan
nyeri pediatric terbagi menjadi empat kategori, diantaranya nyeri yang
berhubungan dengan penyakit (misalnya artitits, penyakit sel sabit), nyeri yang
berhubungan dengan trauma fisik yang dapat dilihat (missalnya fraktur, luka
bakar), nyeri yang berhubungan dengan penyakit, atau cedera fisik yang jelas
atau spesifik (missalnya Tension haeadache, nyeri abdomen, nyeri yang
berhubungan dengan tindakan medis dan dental (missal, sirkumsisi, injeksi)
(Rudolph, 2015).
2. Tindakan yang Menimbulkan Nyeri pada Bayi
a. Fungsi vena
Fungsi vena merupakan kegiatan mengumpulkan darah, memasukan obat,
memulai infuse IV (intra vena), atau menginjeksikan bahan radipaq untuk
pemeriksaan sinar-X dari bagian atau sistem tubuh, atau menginjeksikan
substansi untuk uji nuklir. Prosedur ini sama dengan mengambil spesimen
darah. Spuit yang digunakan untuk pungsi vena ini yaitu jarum 23 sampai 25G
untuk anak-anak (Potter & Perry, 2009).
b. Imunisasi
Imunisasi adalah suatu pemindahan atau transfer antibodi secara pasif
(Ranuh, 2008). Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan antibodi
seseorang secara aktif terhadap suatu antigen, yang dimana bila seseorang
tersebut terserang antigen yang sama, maka seseorang tersebut tidak
menimbulkan penyakit di dalam tubuhnya (Ranuh, 2008). Jenis imunisasi yang
digunakan yaitu BCG, DPT-HB, POLIO (IVP), dan Campak.
c. Tindakan medis
Tindakan medis lainnya yang sering menimbulkan nyeri pada neonatus
diantaranya pungsi vena (pemasangan invus, pengambilan darah), bronkoskopi,
endoskopi, heel lancing, lumbar tusukan, retinopati pemeriksaan prematuritas,
ketukan kandung kemih suprapubik, venipuncture, terapeutik kateterisasi
kandung kemih, penyisipan atau penghapusan garis tengah, penyisipan atau
pemindahan tabung dada, fisioterapi dada, ganti baju, penyisipan tabung
Gavage, injeksi intramuskular, kateterisasi vena perifer, ventilasi mekanis,
drainase postural, penghapusan pita perekat, penghapusan jahitan, intubasi atau
ekstubasi trakea, pengisapan trakea, keran ventrikular, bedah penyunatan
prosedur pembedahan lainnya.
3. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Nyeri pada Bayi
a. Usia
Bayi memiliki intensitas nyeri yang lebih besar daripada anak usia sekolah
dan dewasa (American Medical Association, 2010; Codipietro, Ceccarelli &
Ponzone, 2008, dalam Kyle & Carman, 2014). Peningkatan frekuensi denyut
jantung, laju pernapasan, krtisol, dan telapak tangan berkeringat yang berkaitan
dengan nyeri, bersama dengan penurunan oksigen transkutan dapat dilihat jelas
pada neonatus preterem dan cukup bulan yang menjalani sirkumsisi, penusukan
tumit, intubasi dan pengisapan selang endrotrakea (Rudolph, 2015).
b. Kognitif
Tingkat kognitif merupakan kunci dari persepsi nyeri pada neonatus.
Tingkatan ini akan bertambah sering bertambahnya usia. Seiring bertambahnya
usia, akan meningkatan pemahaman nyeri, seperti sebab akibat dan cara
penanganan nyeri (Kyle & Carman, 2014).
c. Jenis kelamin
Anak laki-laki dan perempuan memiliki tingkatan nyeri yang berbeda. Bayi
laki-laki cenderung lebih bisa mentoleransi nyeri. Hal ini dipengaruhi perbedaan
genetik, cara membesarkan anak yang spesifik jenis kelamin (Rudolph, 2015).
d. Perubahan fisiologis terhadap nyeri
Pada bayi baru lahir prematur dan aterm (cukup bulan) indikator perilaku
dan fisiologis digunakan untuk menentukan nyeri. Indikator perilaku, antara lain
ekspresi wajah (seperti meringis dan gemetar dagu); pergerakan tubuh; menangis.
Tanda fisiologis antara lain perubahan denyut jantung, biasanya rata-rata sekitar 10
denyut per menit; kemungkinan bradikardia pada bayi baru lahir premature,
frekuensi pernapasan, tekanan darah, kadar saturasi oksigen, tekanan intracranial
dan tonus vagal, keringat pada telapak, dan peningkatan kadar kortisol plasma atau
katekolamin (American Academy of Pediatrics, 2010; Hensry Haubold &
Dobryzkowski, 2004, dalam Kyle & Carman, 2014).
Pada bayi yang lebih muda, ekspresi wajah adalah alis mungkin lebih
rendah dan menyatu, dengan mata tertutup ketat, mulut terbuka sering kali
membulat. Ketika area ini tersimulasi bayi dapat menunjukkan penolakan refleks
generalisasi. Bayi dapat menunjukkan tangis melengking dan keras (Kyle &
Carman, 2014).
e. Pengalaman Nyeri Sebelumnya
Seorang anak mengidentifikasi nyeri berdasarkan pada pengalaman dengan
nyeri di masa lalu. Pengalaman nyeri hebat pada neonatus dapat menyebabkan
gangguan sensori dan gangguan respon nyeri yang bertahan hingga remaja.
Pengendalian nyeri yang tidak adekuat menyebabkan peningkatan distres selama
prosedur yang menimbulkan nyeri di masa yang akan datang (Kyle & Carman,
2014) .
4. Pengkajian Nyeri
a. Skala nyeri bayi neonatus
Neonatus sejak lahir sudah bisa mempersepsikan dan bereaksi terhadap
nyeri. Persepsi nyeri neonates sudah bisa diterima sejak lahir dan sudah bisa
mengenali dan merepson rangsangan nyeri. Pengkajian nyeri yang digunakan pada
neonates adalah CRIES. CRIES ini adalah Crying (menangis), Requiring (perlu
tambahan oksigen), Increased (peningkatan tanda-tanda vital).
Expression(Ekspresi), Sleplesssness (tidak bisa tidur) (Rudolph, 2015).
1) Skala NIPS
Skala nyeri bayi neonatus (Neonatus Infant Pain Scale, NIPS)
adalah alat pengkajian perilaku yang berguna untuk mengukur nyeri pada
bayi prematur dan bayi matur. Enam parameter yang diukur, yaitu ekspresi
wajah, menangis, pola napas, lengan, tungkai, dan tingkat kesadaran (Kyle
& Carman, 2014). Menurut Wong (2009) skala NIPS adalah sebagai
berikut:

No Parameter Kondisi Skor


1. Ekspresi Wajah Rileks 0
Menangis 1
2. Menangis Tidak menangis 0
Meringis 1
Mennagis keras 1
3. Pola nafas Rileks 0
Perubahan pola nafas 1
4. Lengan Tertahan 0
Rileks 0
Fleksi 1
Ekstensi 1
5. Tungkai Tertahan 0
Rileks 0
Fleksi 1
Ekstensi 1
6. Keadaan terangsang Tidur 0
Bangun 0
Rewel 1
2) RIPS
Rilay Infant Pain Scale (RIPS) adalah alat pengkajian perilaku yang
berguna untuk bayi yang kurang memiliki kemampuan verbal. Seperti
NIPS, RIPS mengukur enam parameter, yaitu ekspresi wajah, gerakan
tubuh, tidur, kemampuan verbal atau kata, kemampuan untuk dihibur, dan
respons terhadap gerakan dan sentuhan. Setiap parameter diberi nilai 0, 1 2,
atau 3. Nilai kemudian dijumlahkan dan nilai maksimal yang dapat
diperoleh adalah 18. Nilai total yang lebih tinggi menunjukkan nyeri yang
lebih intens (Kyle & Carman, 2014).
3) POCIS
Pain Observation Scale for Young Children, (POCIS) adalah alat
pengkajian perilaku yang dirancang untuk digunakan pada anak yang
berusia antara 1 dan 4 tahun. Alat ini mengukur tujuh parameter, yaitu
ekspresi wajah, menangis, bernapas, torso, lengan dan jari, tungkai dan jari
kaki, dan tingkat kesadaran. Setiap parameter diberi nilai 0 atau 1; nilai
maksimal yang dapat diperoleh adalah 7. Semakin tinggi nilai, semakin
besar nyeri yang dialami oleh anak (Kyle & Carman, 2014).
4) Skala CRIES
Skala CRIES adalah alat pengkajian perilaku yang juga termasuk
mengukur parameter fisiologis. Skala ini dikembangkan untuk mengukur
nyeri pascaoperasi pada bayi baru lahir, serta dapat digunakan untuk
memantau perkembangan bayi selama penyembuhan atau setelah
intervensi. Alat ini mengkaji lima parameter, yaitu menangis, oksigen yang
diperlukan untuk kadar saturasi oksigen yang kurang dari 95%, peningkatan
tanda-tanda vital, ekspresi wajah, dan ketidaktiduran. Setiap parameter
diberi nilai 0,1, atau 2, nilai yang lebih tinggi menunjukan semakin hebat
nyeri yang dialami bayi (Kyle & Carman, 2014).
a) Skala perilaku Face, Legs, Activity, Cry, Consolability (FLACC)
Skala perilaku FLACC merupakan skala interval yang mencakup
lima parameter, yaitu ekspresi wajah, tungkai, aktivitas, menangis, dan
kemampuan untuk dapat dihibur (Wong, Hockenberry-Eaton, Wilson, &
dkk, 2009). Alat ini dapat digunakan untuk anak usia 2 bulan hingga 7
tahun (Kyle & Carman, 2014).
Penilaian
Kategori
0 1 2
Wajah Tidak ada ekspresi Terkadang meringis Sering mengerutkan
tertentu atau atau mengerutkan dahi,, mengatupkan
tersenyum dahi, menolak tidak rahang, dagu
tertarik gemetar
Tungkai Posisi normal atau Tidak tenang, Menendang kaku,
rileks gelisah, tegang atau menarik
tungkaike atas
Aktivitas Berbaring sebentar Menggeliat , Melengkung , kaku,
posisi normal membalik ke atau menghentakkan
bergerak dengan belakang dan ke
mudah depan, tegang
Menangis Tidak menangis Merintis atau Menangis dengan
(sadar atau terjaga) merengek, mantap, berteriak,
terkadang mengeluh atau terisak, sering
mengekuh
Kemampuan Senang, relaks Ditegaskan dengan Sulit untuk dihibur
untuk dapat terkadang atau sulit untuk
dihibur menyentuh, atau nyaman
memeluk atau
berbicara dapat
dialihkan

➢ Interpretasi hasil:
0= rileks atau tidak ada nyeri
1–3= nyeri ringan
4–6= nyeri sedang
7–10= nyeri berat
5. Penatalaksanaan Nyeri
Penatalaksanaan Nyeri dibagi menjadi 2 :
a. Farmakologi
❖ Anestesi topikal dapat digunakan untuk mengurangi rasa sakit berhubungan
dengan venipuncture, pungsi lumbal, dan penyisipan kateter intravena, dan
penggunaan anestesi topikal harus dilakukan secara terbatas. Anasetesi
topkal tersebut adalah EMLA
❖ Penggunaan rutin infus morfin selama 7 hari atau kurang, fentanil, atau
midazolam dalam ventilasi kronis pada neonatus tidak dianjurkan karena
berkaitan dengan efek samping jangka pendek, namun efek dalam jangka
panjang belum diketahui.
b. Non Farmakologi
Intervensi nonfarmakologi diantaranya : Penatalaksanaan Nyeri menurut Statement
(2006) diantaranya :
❖ Pemberian oral sukrosa/glukos
Sukrosa menghilangkan elektroda perubahan sefalografi yang
terkait dengan prosedur yang menyakitkan. Salah satu studi endorfin
endogen konsentrasi tidak meningkat dengan pemberian sukrosa oral.
Konsentrat oral glukosa juga telah digunakan dan mengurangi rasa sakit
respon venipuncture, tapi tidak menurunkan konsumsi oksigen atau
pengeluaran energi, menyarankan mungkin masih ada respons stres. Di
Indonesia berbagai dosis sukrosa oral telah digunakan pada neonatus untuk
menghilangkan nyeri, tapi dosis yang optimal belum dilakukan. Kisaran
dosis sukrosa untuk mengurangi nyeri pada neonatus adalah 0,012 sampai
0,12 g (0,05-0,5mL larutan 24%). Beberapa dosis untuk prosedur (2 menit
sebelumnya dan 1-2 menit setelahnya) lebih efektif daripada single dosis.
Hasil dari jurnal penelitian (Kristiawati, Krisna Yetti, 2008) pemberian
sukrosa pada neonatus menunjukkan respon nyeri berkurang dan
menurunkan lama tangian bayi.
c. Non nutritive sucking,
Sebuah meta-analisis dari efek NNS pada denyut jantung dan tekanan
oksigen transkutan (TcPaO2) dalam studi dari 30 tahun terakhir menemukan bahwa
NNS secara signifikan mengurangi denyut jantung baik di hadapan dan tidak
adanya stimulasi yang menyakitkan dan secara signifikan meningkat TcPaO2.
Total efek ukuran tertimbang untuk denyut jantung selama rangsangan yang
menyakitkan itu besar (1,05) dan efek yang lebih besar di prematur dibandingkan
pada neonatus jangka (Johnston, Fernandes, & Campbell-Yeo, 2011) Dari hasil
penelitian Non nutritive succing (NNS) menurunkan respon nyeri.(Kristiawati,
Krisna Yetti, 2008)
d. Terapi music
Terapi musik dapat meningkatkan stabilitas fisiologis dan mengurangi
respon nyeri saat nyeri prosedural, bagaimanpun, jalan yang lebih ketat diperlukan
untuk konfirmasi. Paparan suara akrab telah positif terkait dengan stabilitas
ditingkatkan fisiologis (jantung menurun dan tingkatpernapasan dan pengingkatan
saturasi oksigen) (Johnston et al., 2011).
e. ASI atau menyusui
ASI dan menyusui ditunjukkan untuk memberikan analgesia selama nyeri
prosedural rutin dari heelstick dan venepuncture. ASI saja tidak muncul untuk
menjadi seperti analgesik seperti rasa manis. Neonatus pada kelompok ASI
tambahan memiliki peningkatan secara signifikan lebih tinggi dalam perubahan
denyut jantung (MD 14; 95% CI 4-23) dibandingkan dengan 25% sukrosa dan 30%
glukosa (MD 7; 95% CI 1, 13). Hanya satu studi telah meneliti analgesia ASI pada
bayi lebih muda dari usia kehamilan jangka. Skogsdal diperiksa 128 bayi dengan
mean (SD) usia kehamilan saat lahir dari 35,5 (2,3) dan usia postnatal 5,4 (4,9) hari
selama heelstick. Menangis durasi dan perubahan denyut jantung dibandingkan
antara empat kelompok ada intervensi, 1 ml 30% glukosa, 1 ml 10% glukosa dan 1
ml ASI. Menangis durasi adalah 75% lebih rendah pada kelompok glukosa 30% (0-
90 s) dibandingkan dengan kontrol (0-270s; p < 0,01), sedangkan kedua glukosa
10% dan ASI menurunkan menangis durasi sebesar 50% yang tidak dilaporkan
sebagai mencapai statistik signifikansi. Di sisi lain, menyusui telah terbukti efektif
sebagai sukrosa untuk menghilangkan nyeri prosedural. Menangis waktu (detik)
lebih pendek di kedua sukrosa (9,56 ± 12,96) dan menyusui (28,62 ± 33,71)
daripada kelompok kontrol (103,50 ± 63,69). Tidak ada perbedaan yang ditemukan
dalam efek analgesik dari menyusui dibandingkan dengan sukrosa, ketika dinilai
dengan skor nyeri divalidasi.
f. Perawatan kanguru (skin to skin contac)
Baru-baru ini, dalam sebuah studi meneliti efek dari SSC pada stabilitas otonom
selama tumit tombak pada bayi sangat prematur (30-32 minggu) variabilitas detak
jantung (HRV) adalah secara signifikan lebih stabil pada bayi dalam kondisi SSC
dibandingkan dengan bayi dalam inkubator. Perbedaan HRV antara SSC dan
inkubator adalah bahwa frekuensi rendah (LF) lebih tinggi pada SSC pada awal ( p
< . 01) dan pada tumit tombak ( p < . 001), dan frekuensi tinggi (HF) lebih tinggi
dalam kondisi SSC daripada di kondisi inkubator ( p < . 05). LF rasio / HF memiliki
kurang fl risiko fluktuasi di seluruh periode di SSC dari dalam kondisi inkubator
dan secara signifikan lebih rendah selama pemulihan di SSC daripada di inkubator
( p < . 001) menunjukkan lebih negara regulasi yang matang. Dalam sidang yang
membandingkan plasebo, glukosa oral dan SSC untuk tumit tombak. Ada
perbedaan yang signifikan antara tiga kelompok dengan skor nyeri yang lebih
rendah pada kelompok SSC. Penambahan goyang, bernyanyi dan mengisap pada
bayi usia 32-36 minggu kehamilan, tidak membuktikan lebih baik dari SSC sendiri
(Johnston et al., 2011)
g. Swaddling
Membatasi gerak bayi prematur dengan pelukan atau menggunakan lengan
untuk menempatkan lengandan kaki bayi dekat dengan tubuh diposisi dekat uterus
dengan anggota badan berada di tengah tubuh. Teknik A flexed in utero posture ini
mengacu pada teknik Facilited Tucking yaitu, tipe posisi Flaxed fetal yaitu perawat
atau orangtua memeluk bayi pada neonatus berbaring. Efek Fasili Tucking telah
diteliti pada kedaua bayi, yaitu preterem dan very preterem, neonates dibawah
perkembangan. Yang sering ditunjukkan pada akhir prosedur di NICU dan telah
ditunjukkan untuk mengurangi besaarnya respon sakit secarpsikologi dan perilaku.
Serupa dengan Facilitated tacking degan berfokus untk tindakan mengontrol,
mempertahankan posisi tengah. Swaddling merupakan cara membungkus bayi
memakai sepraei atau selimut, kepala, bahu, pinggul di dekatkan anggota badan
tanpa adanya putaran. Dan tangan dapat bergerak untuk ekspolrasi. Namun di sisi
lain, menimbulkan kekurangan dan tidur yanglebih lama.
Tinjauan ulang dari swaddling pada anak preterm telah mengidentifikasi 3
kasus yang menunjukkan swaddling untuk nyeri pada neonatus dan metaanalisis
dari kasus di Tahiland melaporkan skor nyeri selama nyeri tumit pada anak-anak
0,79 (95% cl : 0,53; 1,05) dan pada anak preterm 0,53 (95% CI = 0.27; 0.80).
Meningkatkan ventilasi danoksigenasi. Ditunjukkan dengan menambah
ketenangan tidur, mengurangi tangisan. Meskipun banyak keuntungan, tidak ada
studi yang menunjukkan bahwa prone postion menyediakan kenyamnan untuk bayi
selama prosedur yang menyakitkan (Johnston et al., 2011). g. Developmental care
Developmental care meliputi membatasi rangsangan lingkungan, lateral yang
positioning, penggunaan tempat tidur mendukung,dan perhatian terhadap petunjuk
perilaku. Langkah-langkah ini telah terbukti berguna dalam prematur dan
termneonates dalam mengurangi rasa sakit dari tongkat tumit.
Mengurangi sakit dari bedah pada neonatus dapat dilakukan dengan
beberapa tindakan (Statement, 2006) :
❖ Setiap fasilitas perawatan kesehatan yang memberikan pembedahan untuk
neonates harus memiliki protokol yang ditetapkan untuk pengelolaan rasa
sakit. Protokol itu membutuhkan koordinasi, strategi multidimensi dan
harus menjadi prioritas dalam manajemen perioperatif.
❖ Anestesi yang cukup harus diberikan untuk mencegah nyeri intraoperatif
dan menurunkan respon stres post operasi.
❖ Rasa sakit harus secara rutin dinilai dengan menggunakan skala yang
digunakan untuk mengukur nyeri pascaoperasi atau berkepanjangan pada
neonates.
❖ Opioid harus menjadi dasar untuk analgesik pasca operasi.
❖ Analgesia pascaoperasi harus digunakan dan dicatat selama penilaian skala
rasa sakit.
❖ Asetaminofen dapat digunakan setelah operasi
2.3 MENGAJARI IBU CARA MENINGKATKAN PRODUKSI ASI
Kegagalan seorang ibu memberikan ASI secara eksklusif antara lain disebabkan
ibu merasa produksi ASI-nya sedikit. ASI akan keluar lebih banyak jika payudara
mendapatkan rangsang yang lebih lama dan lebih sering. Anda perlu mengajari ibu cara
meningkatkan produksi ASI.
➢ Cara untuk meningkatkan ASI adalah dengan menyusui sesering mungkin.
Menyusui lebih sering akan lebih baik karena merupakan kebutuhan bayi.
Menyusui pada payudara kiri dan kanan secara bergantian.
➢ Berikan ASI dari satu payudara sampai kosong sebelum pindah ke payudara
lainnya.
➢ Jika bayi telah tidur lebih dari 2 jam, bangunkan dan langsung disusui.
2.4 MENGATASI MASALAH PEMBERIAN ASI PADA BAYI

MASALAH PEMECAHAN

Bayi banyak Jelaskan bahwa hal ini tidak selalu terkait dengangangguan
menangis atau pemberian ASI.
rewel
Periksa popok bayi, mungkin basah.

Gendong bayi, mungkin perlu perhatian.

Susui bayi. Beberapa bayi membutuhkan lebih banyakminum


daripada bayi lainnya.

Bayi tidak Merupakan proses alamiah, karena bayi muda perlumenyusu


tidur lebih sering.
sepanjang
malam Tidurkan bayi disamping ibu dan lebih sering disusui pada
malam hari.

Jangan berikan makanan lain.

Bayi menolak Mungkin bayi bingung puting, karena sudah diberi susu
untuk botol.
menetek
Tetap berikan hanya ASI (tunggu sampai bayi betul-betul
lapar)

Berikan perhatian dan kasih sayang.

Pastikan bayi menyusu sampai air susu habis.

Lihat tatalaksana dalam algoritma, kalau perlu di rujuk.

Bayi bingung Jangan mudah mengganti ASI dengan susu formula tanpa
puting indikasi medis yang tepat.

Ajarkan ibu posisi dan cara melekat yang benar.

Secara bertahap tawarkan selalu payudara setiap kali bayi


menunjukkan keinginan untuk minum.

ASI tetap dapat diperah dan diberikan pada bayi dengan


cangkir atau sendok, sampai bayi dapat kembali menyusu.

Bila ada indikasi medis dapat diberikan susu formula.Jangan


menggunakan botol , dot dan kempeng.
Bayi prematur Berikan ASI sesering mungkin walaupun waktu menyusuinya
dan pendek-pendek. BBLR minum setidaknya setiap 2 jam.

bayi kecil
(BBLR) Jika belum bisa menyusu, ASI dikeluarkan dengan tangan
atau pompa. Berikan ASI dengan sendok atau cangkir.

Untuk merangsang mengisap, sentuh langit-langit bayi


dengan jari ibu yang bersih.

Bayi kuning Mulai menyusui segera setelah bayi lahir.


(ikterus)

Susui bayi sesering mungkin tanpa dibatasi.


ASI membantu bayi mengatasi kuning lebih cepat

Bayi sakit Teruskan menyusui. Lihat tatalaksana dalam algoritma, kalau


perlu rujuk.
Bayi sumbing Posisi bayi duduk.

Puting dan areola dipegang selagi menyusui, hal ini sangat


membantu bayi mendapat ASI cukup.

Ibu jari ibu dapat dipakai sebagai penyumbat celah pada bibir
bayi.

Jika sumbing pada bibir dan langit-langit, ASI dikeluarkan


dengan cara manual ataupun pompa, kemudian diberikan
dengan sendok/pipet atau botol dengan dot panjang sehingga
ASI dapat masuk dengan sempurna. Dengan cara ini bayi
akan belajar mengisap dan menelan ASI, menyesuaikan
dengan irama pernapasannya.
Bayi Kembar Posisi yang mudah adalah posisi dibawah lengan (under arm).

Paling baik kedua bayi disusui secara bersamaan.

Susui lebih sering selama waktu yang diinginkan


masingmasing
bayi, umumnya > 20 menit.
2.5 MENGATASI MASALAH PEMBERIAN ASI PADA IBU

MASALAH PEMECAHAN

Ibu khawatir Katakan kepada ibu bahwa semakin sering menyusui,


bahwa semakin banyak air susu yang diproduksi.
ASI-nya tidak
cukup Susui bayi setiap minta. Jangan biarkan lebih dari 2 jam
tanpa menyusui. Biarkan bayi menyusu sampai payudara
untuk bayi
terasa kosong. Berikan ASI dari kedua payudara.
(sindrom
ASI kurang) Hindari pemberian makanan atau minuman selain ASI.

Ibu mengatakan Jelaskan cara memproduksi dan mengeluarkan ASI. Pada


bahwa air 3 hari pertama pasca bersalin, hormon kehamilan masih
susunya tinggi sehingga aliran ASI masih sedikit. Namun kebutuhan
bayi pada 3 hari pertama memang hanya berkisar 2-20 ml
tidak keluar
tiap kali menyusu.

Susui sesuai keinginan bayi dan lebih sering.

Jangan biarkan lebih dari 2 jam tanpa menyusui.

Ibu mengatakan Ibu dapat terus memberikan ASI pada keadaan luka tidak
puting susunya begitu sakit.
terasa sakit
(puting Perbaiki posisi dan perlekatan. Olesi puting susu dengan
ASI. Mulai menyusui dari puting yang paling tidak lecet.
susu lecet)
Puting susu dapat diistirahatkan sementara waktu, kurang
lebih 1×24 jam jika puting lecet sangat berat. Selama puting
diistirahatkan, sebaiknya ASI tetap dikeluarkan dengan
tangan, tidak dianjurkan dengan alat pompa karenanyeri.

Berikan parasetamol 1 tablet tiap 4 – 6 jam untuk


menghilangkan nyeri. Gunakan BH yang menyokong
payudara.

Jika ada luka/bercak putih pada puting susu, segera hubungi


bidan

Ibu mengeluh Usahakan menyusui sampai payudara kosong.


payudaranya
terlalu
penuh dan terasa Kompres payudara dengan air hangat selama 5 menit. Urut
sakit (payudara payudara dari arah pangkal menuju puting.
bengkak)
Bantu ibu untuk memerah ASI sebelum menyusui kembali.

Susui bayi sesegera mungkin (setiap 2 – 3 jam) setelah


payudara ibu terasa lebih lembut. Apabila bayi tidak dapat
menyusu, keluarkan ASI dan minumkan kepada bayi.
Kompres payudara dengan kain dingin setelah menyusui.
Keringkan payudara.

Jika masih sakit, perlu dicek apakah terjadi mastitis.


Mastitis dan Beri antibiotika.
abses
payudara. Beri obat penghilang rasa nyeri. Kompres hangat.
Tetap berikan ASI dengan posisi yang benar sehingga bayi
dapat mengisap dengan baik.

Jika telah terjadi abses, sebaiknya payudara yang sakit tidak


disusukan, tetapi ASI harus tetap dikeluarkan dengan diperah
untuk membantu proses penyembuhan dan menjaga produksi
ASI.
Ibu sakit dan Ibu yang menderita batuk pilek demam (selesma), diare atau
tidak penyakit ringan lainnya dapat tetap menyusui bayinya. ASI
saat ibu sakit ringan tidak berbahaya, justru memberikan
mau kekebalan pada bayi terhadap penyakit yang sedang diderita
menyusu ibu.
i bayinya.

Tidurkan bayi disamping ibu dan motivasi ibu supaya tetap


menyusui bayi.

Jelaskan bahwa ibu dapat minum obat yang aman untuk ibu
menyusui. Susui bayi sebelum ibu minum obat.

Ibu jangan minum obat tanpa sepengetahuan dokter/bidan,


karena mungkin dapat membahayakan bayi.
Ibu bekerja Susui bayi pagi hari sebelum berangkat kerja, segera

setelah pulang kerumah dan lebih sering pada malam hari.

Jika ada Tempat Penitipan Bayi di tempat bekerja, susui bayi


sesuai jadwal. Jika tidak ada, perah ASI di tempat bekerja.

ASI peras disimpan untuk dibawa pulang, atau dikirim ke


rumah.

Pastikan pengasuh memberi ASI perah dengan cangkir atau


sendok.

2.6 CARA MENGELUARKAN ATAU MEMERAH ASI

• Cara mengeluarkan ASI yang akan dibahas disini adalah memerah ASI
menggunakan tangan. Cara ini paling baik, cepat, efektif dan ekonomis.
Oleh karena itu ibu dianjurkan melakukan cara ini.
• Cuci tangan ibu sebelum memegang payudara.
• Cari posisi yang nyaman, duduk atau berdiri dengan santai. Pegang cangkir
yang bersih untuk menampung ASI.
• Condongkan badan ke depan dan sangga payudara dengan tangan.
• Letakkan ibu jari pada batas atas areola mamae dan letakkan jari telunjuk
pada batas areola bagian bawah.
• Tekan kedua jari ini ke dalam ke arah dinding dada tanpa menggeser letak
kedua jari tadi.
• Pijat daerah di antara kedua jari tadi ke arah depan sehingga akan memerah
dan mengeluarkan ASI. Jangan menekan, memijat atau menarik puting susu
karena ini tidak akan mengeluarkan ASI dan akan menyebabkan rasa sakit.
• Ulangi gerakan tangan, pijat dan lepas beberapa kali.
• Setelah pancaran ASI berkurang, pindahkan posisi ibu jari dan telunjuk tadi
dengan cara berputar pada sisi-sisi lain dari batas areola dengan kedua jari
selalu berhadapan.
• Lakukan hal yang sama pada setiap posisi sampai payudara kosong

2.7 CARA MENYIMPAN ASI

ASI yang telah ditampung di cangkir atau gelas bertutup, dapat disimpan dengan
cara sebagai berikut:

• Pada suhu kamar/di udara terbuka (26OC), tahan disimpan selama 6-8

jam disimpan di termos es, tahan selama 24 jam.

• Disimpan dalam lemari es, tahan sampai 2-3


hari.Disimpan dalam Freezer.

• Bila lemari es 1 pintu tahan sampai 2 minggu

• Bila lemari es 2 pintu/khusus freezer tahan sampai 3 bulan

• Daya Tahan ASIP


Daya tahan ASIP bergantung kepada letak ASI perah tersebut disimpan.
• ASI yang baru saja diperah dapat bertahan dalam suhu ruang hingga empat jam.
• Apabila disimpan dalam wadah tertutup dengan kantong es, ASIP dapat bertahan
hingga 24 jam.
• ASIP yang disimpan dalam lemari pendingin dapat bertahan hingga tiga hari.
• Sementara jika disimpan dalam freezer, ASIP dapat bertahan hingga enam bulan.
ASI mengandung banyak vitamin, salah satu diantaranya vitamin C. ASIP yang
disimpan lama, maka makin banyak vitamin C yang hilang dari susu. ASI perah
yang sudah melewati batas waktu penyimpanan sebaiknya dibuang untuk
menghindari risiko yang tidak diinginkan
• Lalu, bagaimana cara menghangatkan ASI yang sudah beku?
Untuk menghangatkan ASI yang dibekukan, pindahkan kontainer ASI yang akan
dikonsumsi dari freezer ke lemari es sejak sehari sebelumnya. Hangatkan ASI dengan cara
merendam kontainer ASI di mangkuk berisi air hangat selama kurang lebih 20 menit.
Pemanasan ASI menggunakan microwave atau kompor seringkali tidak merata serta
menyebabkan timbulnya hotspot pada ASI yang dapat melukai lidah bayi. Selain itu,
pemanasan ASI yang terlalu cepat juga dapat mempengaruhi kandungan antibodi dan
nutrisi pada ASI. Teteskan ASI pada telapak tangan sebelum diberikan pada bayi anda
untuk engecek kesesuaian suhu ASI.
• METODE 1 PENCAIRAN DI KULKAS

1. Taruh wadah berisi ASI ke dalam kulkas. [1] . Pindahkan ASI dari pembeku ke
kulkas. Pastikan untuk mencairkan ASI beku sebelum menjadi basi. Ketika ASI
disimpan di dalam pembeku yang tidak terintegrasi dengan deep freezer, ASI bisa
bertahan selama 6 hingga 12 bulan, namun jika disimpan dalam pembeku standar
yang menyatu dengan kulkas, maka akan bertahan antara 3-6 bulan. Jika disimpan
dalam kompartemen pembeku sebuah kulkas, ASI hanya baik digunakan selama 2
minggu.
2. Letakkan wadah berisi ASI di dekat bagian depan kulkas ketika mencairkannya.
Bagian depan kulkas agak lebih hangat dibandingkan bagian belakangnya namun
masih cukup aman untuk mencairkan susu.
3. Taruh wadah berisi ASI ke dalam kulkas. [1]. Pindahkan ASI dari pembeku ke
kulkas. Pastikan untuk mencairkan ASI beku sebelum menjadi basi. Ketika ASI
disimpan di dalam pembeku yang tidak terintegrasi dengan deep freezer, ASI bisa
bertahan selama 6 hingga 12 bulan, namun jika disimpan dalam pembeku standar
yang menyatu dengan kulkas, maka akan bertahan antara 3-6 bulan. Jika disimpan
dalam kompartemen pembeku sebuah kulkas, ASI hanya baik digunakan selama 2
minggu.[2]
4. Letakkan wadah berisi ASI di dekat bagian depan kulkas ketika mencairkannya.
Bagian depan kulkas agak lebih hangat dibandingkan bagian belakangnya namun
masih cukup aman untuk mencairkan susu.

5. Simpan ASI untuk lima hari. ASI yang sudah dicairkan paling baik jika segera
digunakan, namun masih aman diminum bayi jika disimpan di kulkas hingga lima
hari. Pindahkan wadah ke bagian belakang kulkas, yang suhunya cenderung paling
dingin.
6. Jangan dibekukan lagi. Membekukan ulang ASI bisa menyebabkan lemak di dalam
ASI menjadi menurun mutunya. Kualitas ASI akan menurun dan mulai rusak.
• METODE 2 AIR MENGALIR

1. Letakkan ASI beku di bawah air dingin. Jika Anda menghangatkan ASI
langsung pada keadaan dingin, letakkan wadah berisi ASI beku di bawah air
dingin yang mengalir.[3] Air sebaiknya lebih dingin dari suhu ruang.
2. Menggunakan air dingin pada tahap awal ini direkomendasikan karena
membuat suhu ASI naik secara perlahan. Jika Anda langsung menggunakan air
panas, maka akan timbul titik-titik panas yang terbentuk di sepanjang bagian
luar susu sementara bagian dalamnya tetap beku. Selain itu, cara ini juga secara
tidak sengaja bisa merusak lebih banyak enzim yang bermanfaat di dalam ASI.
3. Gunakan hanya air dingin hingga Anda merasa ASI sudah cair. Perhatikan
wadahnya, hal yang harus terlihat hanyalah cairan dan tidak ada gumpalan ASI
beku yang mengambang. Guncangkan wadah pelan-pelan untuk merasakan
gumpalan-gumpalan ASI yang tersembunyi.
4. Tingkatkan suhu air secara bertahap. Tingkatkan suhu air yang mengalir secara
bertahap setelah ASI dicairkan.
5. Tingkatkan suhu air dari dingin menjadi suhu ruang, dari suhu ruang ke hangat,
dan dari hangat ke panas. Meningkatkan suhu secara bertahap hanya akan
menghancurkan sedikit enzim saja di dalam ASI dan memanaskan ASI secara
merata.
6. Hentikan proses ini ketika air mulai menguap. ASI tidak boleh menjadi panas
karena bisa membakar mulut bayi yang sensitif.
7. Perhatikan, ASI yang dingin sangat aman untuk diminum bayi, namun jika bayi
Anda rewel saat minum ASI, Anda perlu menghangatkannya pada suhu ruang
agar lebih menggugah selera.[4]

8. Hangatkan ASI dingin di bawah air hangat. Jika Anda mencairkan ASI di
kulkas atau hanya menyimpannya di kulkas, lewatkan langkah penggunaan air
dingin dan letakkan wadah ASI secara langsung di bawah air hangat yang
mengalir. Tingkatkan suhu air secara bertahap dari hangat ke panas, hentikan
sebelum air mulai menguap.
9. Aduklah ASI. Pastikan ASI hangat merata dengan mengaduk wadah atau botol
ASI pelan-pelan, sehingga ASI teraduk. Anda juga bisa meratakan suhu dengan
mengaduk ASI dengan sendok atau pengaduk kopi.
• METODE 3 PERENDAMAN AIR HANGAT

1. Aduklah ASI. Pastikan ASI hangat merata dengan mengaduk wadah atau
botol ASI pelan-pelan, sehingga ASI teraduk. Anda juga bisa meratakan
suhu dengan mengaduk ASI dengan sendok atau pengaduk kopi.
2. Tempatkan wadah berisi ASI di dalam air panas.[5] Anda bisa menaruh
botol atau wadah berisi ASI di dalam panci berisi air panas atau terus
mengaduknya di dalam air panas.
3. Membiarkan botol menyentuh dasar panci ketika Anda mengangkat panci
dari kompor adalah tindakan yang aman, namun jika Anda masih khawatir,
peganglah botol di dalam air tanpa membiarkannya menyentuh dasar panci.
4. Anda bisa menghangatkan ASI dalam keadaan beku atau dingin
menggunakan cara ini. Jika Anda memanaskan ASI dalam keadaan dingin,
maka hanya perlu waktu beberapa menit. Jika menghangatkan dalam
keadaan sudah dicairkan, maka butuh waktu dua kali lebih lama.

5. Pastikan suhunya merata. Aduk botol atau wadah berisi ASI dengan hati-
hati untuk meratakan suhunya.
6. Anda juga bisa mengaduk susu dengan sendok atau pengaduk kopi untuk
melakukan hal ini.
• METODE 4 PENGHANGAT BOTOL
1. Bacalah instruksinya. Tak ada dua penghangat botol yang benar-benar
sama, maka membaca seluruh instruksi sebelum menggunakannya adalah
langkah yang penting.
2. Ada beberapa kesamaan yang umum, sementara spesifikasi dan instruksi
yang tepat berbeda-beda antara alat yang satu dengan yang lainnya.
3. Perhatikan, banyak penghangat botol, meskipun tidak semua, juga bisa
berfungsi ganda sebagai penghangat makanan bayi ketika anak Anda mulai
makan makanan padat dan sereal.

4. Perhatikan, apakah penghangat botol itu menggunakan air rendaman atau


uap. [6] Beberapa penghangat botol menghangatkan botol di dalam
rendaman air panas, namun sebagian besar penghangat menggunakan uap.
5. Penghangat botol yang menggunakan rendaman air hangat pada prinsipnya
bekerja dengan cara yang sama, seperti rendaman air hangat yang Anda buat
tanpa penghangat botol. Botol berisi ASI dibenamkan secara langsung ke
dalam air yang dipanaskan.
6. Penghangat botol yang menggunakan uap hanya menggunakan sedikit air.
Air dipanaskan di dalam kompartemen terpisah dengan memanaskan
elemen atau pelat panas, dan uap masuk ke dalam kompartemen botol untuk
menghangatkan ASI. Ini merupakan cara pemanasan yang lebih bertahap.

7. Isilah penyimpanan air. Tuangkan air keran ke dalam penyimpanan air


hingga mencapai garis tulisan “fill line”.
8. Jika pemanas tidak memiliki garis “fill line”, periksa instruksinya untuk
menentukan seberapa banyak air yang harus digunakan.

9. Pemanas botol yang harus direndam cenderung menggunakan lebih banyak


air daripada pemanas uap.
10. Air harus diganti di sela-sela penggunaan pada hampir semua penghangat
botol yang direndam air dan penghangat botol uap. Beberapa penghangat
botol uap memiliki penyimpanan air yang tetap terisi hingga level
rendamnya menjadi sangat rendah, yang mana cahaya sensor pengisiannya
akan mati.
11. Masukkan botol. Masukkan botol berisi ASI ke dalam pemanas, letakkan di
dalam kompartemen botol.
12. Pada beberapa jenis penghangat, botol akan terpasang leluasa, sementara
pemanas lain mengharuskan Anda untuk “menjentikkannya” agar terpasang
tepat di tempatnya.

13. Atur tombol kontrol dan hangatkan susu. Ikuti instruksi untuk menentukan
seberapa tinggi atau rendah untuk mengatur tombol suhu, jika pemanas itu
memiliki tombol. Tekan tombol mulai dan tunggulah hingga penghangat itu
mengeluarkan bunyi “klik”.
14. Sebagian besar penghangat botol memiliki cahaya sensor yang bisa
menyala dan mati untuk memberi tanda ketika proses penghangatan selesai.
Pemanas lain juga memiliki bunyi atau alarm ketika proses penghangatan
telah selesai.
2.8 ENAM PENYAKIT YANG SERING MENGINTAI BAYI BARU
LAHIR

Adapun beberapa gangguan kesehatan yang paling sering terjadi pada bayi baru lahir
(neonatus), yaitu:
• Penyakit kuning
Kuning pada bayi baru lahir atau disebut ikterus neonatorum terjadi akibat
penumpukan bilirubin. Kondisi ini bisa terjadi secara fisiologis (normal) ataupun
akibat adanya penyakit tertentu. Bila warna kuning pada tubuh baru muncul setelah
24 jam dan bayi tampak sehat, kemungkinan penyebabnya adalah masalah fisologis
yang bisa sembuh dengan sendirinya. Namun, apabila kondisi kuning muncul
segera setelah lahir, bertahan hingga 24 jam atau lebih, harus dicurigai adanya
kemungkinan penyakit tertentu. Kondisi ini dapat disebabkan berbagai faktor,
seperti berat badan lahir rendah, usia kehamilan kurang dari 37 minggu, infeksi,
hipoglikemi, dan lain-lain.

• Berat badan turun drastis


Tahukah Anda bahwa berat badan bayi bisa menyusut dalam waktu 3–4 hari setelah
dilahirkan? Ini adalah hal yang umum teradi. Anda tak perlu khawatir, karena
setelah mendapatkan ASI yang cukup selama kurang lebih 2 minggu, berat badan
bayi akan naik mencapai berat badan saat lahir.

• Respiratory Distress
Respiratory Distress adalah keadaan yang muncul akibat kurangnya pasokan
oksigen pada bayi. Keadaan ini bisa terjadi karena bayi masih beradaptasi untuk
dapat bernapas secara normal dan mandiri. Orang tua perlu khawatir jika bayi
tampak merah, terdengar suara merintih ataupun mengi. Terjadinya keluhan-
keluhan ini harus segera mendapatkan tindak lanjut dari dokter yang ahli.

• Kolik
Kolik adalah kondisi dimana bayi menangis terus-menerus tanpa sebab yang jelas.
Kondisi ini terkadang dapat membuat ibu yang baru melahirkan mengalami baby
blues syndrome atau depresi. Pada umumnya, kolik terjadi ketika bayi merasa tidak
nyaman akan suatu hal. Keadaan ini biasanya dialami bayi yang baru lahir hingga
mencapai usia 3 bulan. Kolik akan menghilang dengan sendirinya seiring
pertambahan usia si Kecil.

• Distensi perut
Bayi baru lahir sering mengalami penumpukan gas atau gangguan saluran cerna,
sehingga timbul distensi perut. Anda tak perlu khawatir berlebih akan keadaan ini,
karena bisa diatasi dengan melakukan pijatan lembut di area perut si Kecil. Namun,
apabila pijatan tidak memberikan hasil yang efektif atau perut bayi tampak semakin
besar, jangan tunda untuk segera membawa buah hati Anda berobat ke dokter.

• Masalah kulit
Masalah kulit yang paling sering muncul adalah diaper rash atau ruam popok. Jika
dibiarkan, kondisi ini akan membuat bayi merasa tidak nyaman. Diaper rash
biasanya terjadi akibat tumpukan feses atau urine yang menempel pada bokong bayi
selama berjam-jam.
BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Asuhan segera bayi baru lahir adalah asuhan yang diberikan pada bayi tersebut
selama jam pertama setelah kelahiran sebagian besar bayi baru lahir akan menunjukkan
usaha napas pernapasan spontan dengan sedikit bantuan atau gangguan. Jadi asuhan
keperawatan pada bayi baru lahir adalah asuhan keperawatan yang diberikan pada bayi
yang baru mengalami proses kelahiran dan harus menyesuaikan diri dari kehidupan intra
uteri kekehidupan ekstra uteri hingga mencapai usia 37-42 minggu dan dengan berat 2.500-
4.000 gram.
Setelah dilakukan penelitian tentang hubungan pemberian makanan prelakteal
terhadap kejadian sakit pada neonatus, diketahui bahwa responden yang mengalami sakit
dan diberi makanan prelakteal berjumlah 5 orang (21,7%), responden yang diberi makanan
prelakteal dan tidak mengalami sakit berjumlah 18 orang (78,3%), sedangkan responden
yang tidak diberi makanan prelakteal berjumlah 22 orang (48,8%) dan tidak ada satupun
responden mengalami sakit. Berdasarkan hasil uji statistik dapat disimpulkan bahwa ada
hubungan yang bermakna antara pemberian makanan prelakteal terhadap kejadian sakit
pada neonatus dengan nilai p value = 0,049 < α = 0,05.
Dari pelaksanan kegiatan ini dapat disimpulka: 1. Ibu-ibu menyusui membutuhkan
dukungan lingkungan sekitarnya untuk menyusui, agar terwujud balita yang sehat. 2. Ibu-
ibu mengetahui cara menyimpan ASI perah. 3. Ibu-ibu mengetahui beberapa kesalahan
terhadap tahap-tahap memanaskan ASI perah. 4. Manajemen ASI perah mempertahankan
kualitas ASI perah
3.2 Saran
keperawatan dapat memberikan pendidikan yang mendalam mengenai prosedur
pelaksanaan askep pada bayi berdasarkan neonatus essentials sehingga mahasiswa dapat
menjadikanl prosedur pelaksanaan askep pada bayi berdasarkan neonatus essentials
sebagai salahsatu alternatif yang dapat digunakan untuk mengaplikasikan nya.
Perlunya disosialisasikan pula manajemen ASI perah untuk ibu hamil beserta pasangannya.
Persiapan lebih dini dapat dilakukan karena setelah melahirkan biasanya Ibu ibu sibuk
dengan persiapan pasca melahirkan.
DAFTAR PUSTAKA
https://id.scribd.com/document/250858346/Nutrisi-Pada-Neonatus Diakses pada tanggal
14 September 2021

http://kesga.kemkes.go.id/images/pedoman/Buku-Saku-Pelayanan-Kesehatan- Neonatal-
Esensial.pdf
Diakses pada tanggal 14 September 2021

https://www.google.com/search?q=cara+memerah+asi+dengan+tangan+yang+benar&tb
m=isch&ved=2ahUKEwiWo5eClf7yAhWl23MBHXKVCrIQ2-
cCegQIABAA&oq=CARA+MEmerah+asi&gs_lcp=CgNpbWcQARgAMgUIABCABDI
ECAAQHjIECAAQHjIGCAAQBRAeMgYIABAIEB4yBAgAEBgyBAgAEBg6CwgAE
IAEELEDEIMBOggIABCxAxCDAToICAAQgAQQsQNQkPESWKKME2D9mxNoAH
AAeACAAeEIiAHjIJIBDzAuNi4yLjEuMC4xLjEuMZgBAKABAaoBC2d3cy13aXota
W1nwAEB&sclient=img&ei=EW1AYdbWNKW3z7sP8qqqkAs&bih=657&biw=1366#i
mgrc=CVm5LUbnatudSM Diakses pada tanggal 14 September 2021

https://www.capellaproject.com/news/2017/12/22/cara-menyimpan-asi-yang-baik-dan-
benar Di akses pada tanggal 14 September 2021

6 Penyakit yang Mengintai Bayi Baru Lahir - Info Sehat Klikdokter.com Diakses pada
tanggal 14 September 2021

https://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2009/09/masalah
masalah_dalam_menyusui.pdf Diakses pada tanggal 14 September 2021

[1] Arief Zr Dan Sari, 2014, Neonatus Dan Asuhan Keperawatan Anak Yogyakarta: Nuha
Medika

[2] Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia Menurut WHO,


(http://repository.usu.ac.id/bitstream/handl e/123456789/50561/Chapter%20I.pdf?seq
uence=5.)

[3] Asuhan Kebidanan Neonatus Caput Succedeneum


(https://www.ejournal.stikesmucis.ac.id/F assets/dokumen/13DB277053.pdf)

[4] Azwar S, 2013, Sikap Manusia: Teori Dan Pengukuran, Jakarta: Pustaka Pelajar

[5] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI (1975).Pedoman Umum Ejaan Bahasa


Indonesia yang Disempurnakan.Jakarta:Balai Pustaka

[6] Dewi, Vivian Nanny Lia.2013, Asuhan Neonatus Bayi Dan Anak Balita, Jakarta:
Salemba Medika.

[7] Diouf dkk : / Jurnal Of Neonatal and Pediatric Medicine. Vol. 3. Issue. 1, Maret 2017.

[8] Jenny J.S. Sondakh.2014.Asuhan Kebidanan Persalinan & Bayi Baru


Lahir,Jakarta:Erlangga,7

[9] Laili Jamilatus Sanifa, 2018, Hubungan tingkat pengetahuan dengan sikap keluarga
[10]Lockhart Rn Dan Dan Lyndon Saputra,2014, Asuhan Kebidanan Neonatus Normal
Patologis, Tanggerang Selatan: Binarupa Aksara Publisher

[11]Manggiasih, Vidia Atika & Pongki jaya.2016.Asuhan Kebidanan Pada Neonatus,


Bayi,Balita Dan Anak Pra Sekolah, Jakarta Timur, DKI Jakarta: Cv Trans Info Media.

[12]Marni dan Kukuh Rahardjo.2015.Asuhan Neonatus, Bayi, Balita Dan Anak Pra
Sekolah, Yogyakarta: Pustaka Pelajar

[13] Manajemen Asuhan Kebidanan,Caput Succedeneum,2014 (https://repositori.uin


alauddin.ac.id/2F5551212.pdf)

[14]Maryunani, Anik dan Eka Puspita Sari.2014. Asuhan Kegawatdaruratan Maternal


&Neonatal, Jakarta: Cv Tran

Armini, N.W., Sriasih, N.K., & Marhaeni, G.A. (2017). Asuhan kebidanan neonatus, bayi,
balita & anak prasekolah. Yogyakarta: Andi. IDAI. (2014). Neonatologi Edisi Pertama.
Jakarta: IDAI.

IDAI. (2016). Tepatkah madu diberikan kepada bayi. Diperoleh tanggal 20 Oktober 2018
dari http://www.idai.or.id/ .

79 Irsal, F.S., Paramita, G.T & Sugianto, W. (2017). A to Z ASI & menyusui. Jakarta:
Pustaka Bunda.

Kemenkes RI. (2009). Pemberdayaan perempuan dalam peningkatan pemberian ASI.


Jakarta: Kemenkes. Kemenkes RI. (2014). Situasi dan analisis ASI eksklusif. Jakarta: Pusat
Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI.

Kemenkes RI. (2015). Modul pelatihan konseling menyusui. Jakarta: Kemenkes.

Notoatmodjo, S (2010). Promosi kesehatan teori & aplikasi. Jakarta: Rineka Cipta

Notoatmodjo, S. (2012). Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta

Nugraheni, R.B., Hardianti, G & Eka, D (2017). Pengaruh pengetahuan, jenis persalinan
dan tradisi terhadap pemberian makanan prelakteal di wilayah kerja puskesmas jalan
gedang kota bengkulu tahun 2017.

Jurnal Bahan Kesehatan Masyarakat V.(2).1 hal 13-20 Diperoleh pada tanggal 10 Januari
2019 dari http://journal.poltekkesjambi.ac.id/ Nguyen P. H., Sarah C.K., Nguyen N.T.,

Nguyen T.T., Tran L.M.,& Hajeebhoy N. (2013). Prelacteal Feeding Practices In Vietnam:
Challenges And Associated Factors. BMC Public Health. Diperoleh pada tanggal 20
September 2018 dari https://bmcpublichealth.biomedcentral . com/articles/ Purwanti, S.H.
(2003).
Konsep penerapan ASI eksklusif. Jakarta: EGC. Putri, R (2014) Hubungan pola menyusui
dengan frekuensi kejadian sakit pada bayi. Jurnal of Issues In Midwifery Vol.1 No.1, 1-18
Diperoleh pada tanggal 10 Januari 2019 dari http://bidan.fk.ub.ac.id/ Purwanti, S.H.
(2003).
Konsep penerapan ASI eksklusif. Jakarta: EGC. Riskesdas. (2013). Riset kesehatan dasar.
Jakarta: Balitbang Kemenkes RI. Rizka, L (2013).

Faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberian susu formula sebagai makanan


prelakteal pada bayi di Indonesia.Jurnal Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia
Diperoleh pada tanggal 10 Januari 2019 dari http://www.lib.ui.ac.id/ . Rohmin, A (2015).

Faktor-faktor yang mempengaruhi praktik pemberian makanan prelakteal pada bayi baru
lahir di kecamatan bukitkecil kota palembang. Jurnal Kesehatan, V (VI). 2, hlm 183-189
Diperoleh pada tanggal 10 Januari 2019 dari https://ejurnal.poltekkes-tjk.ac.id/ Rosha, C.B
& Utami, N.H (2014).

Determinan Pemberian Makanan Prelaktal Pada Bayi Baru Lahir Di Kelurahan Kebon
Kelapa Dan Ciwaringin, Kota Bogor (Determinants Of Prelacteal Feeding Among
Newborn Babies In Kebon Kelapa And Ciwaringin Villages, Bogor).

The Journal of Food Research and Nutritions. V.(36).1 hal 54-61. Diperoleh pada tanggal
20 September 2018 dari http://ejournal.litbang.depkes.go.id/ind ex.php/ Sara, M.,
Hertanto, W., Martha,I., Anies, & Suhartono. (2017).

Makanan (prelakteal dan papahan) sebagai faktor risiko kejadian stunting pada anak usia
12-24 bulan di Lombok Timur NTB. Jurnal Magister Epidemiologi Universitas
Diponegoro Semarang. Diperoleh tanggal 20 September 2018 dari
http://www.pasca.undip.ac.id Sofyana, H (2011).

Perbedaan dampak pemberian nutrisi ASI eksklusif dan non eksklusif terhadap perubahan
ukuran antropometri dan status imunitas pada neonatus di RSUD Al Ihsan Jawa Barat.
Jurnal Magister Keperawatan Universitas Indonesia. Diperoleh pada tanggal 28 Oktober
2018 dari http://lib.ui.ac.id/ Suradi, R., Hegar, B., Partiwi I.G., Marzuki A.N & Ananta,
Y. (2010).

Indonesia menyusui. Jakarta: IDAI. The Lancet Breastfeeding Series. (2016).


Breastfeeding. Series from the Lancet journals. Diperoleh pada tanggal 20 September 2018
dari https://www.thelancet.com/series /breas tfeeding

Kalhan SC and Price IT. Parenteral Nutrition In : Care of the High Risk Neonate. Fanaroff
AA and Klaus MH, 5rd Ed, WB Saunders Company, 2001, 150-159 and 174-175.

Gomella TL. Parenteral Nutrition. In : Neonatology : Management, Procedures, On-Call


problems. Diseases, Drugs, 5th Ed, Lange Medical Books/Mc. Graw-Hill, 2004 ; 94-101.

Crouch JB and Rubin LP. Parenteral Nutrition. In : Cloherty Jl and Stark AR. Manual of
Neonatal Care, 3rd Bd. Little, Brown and Co, 2004.

Roberton NRC and Rennie JM. Parenteral Nutrition. In : A Manual of Neonatal Intensive
care, 4th Ed. Arnold International Students, Ed, 2002 : 51-61.

Nelson Textbook Pediatr. Parenteral Nutrition In ; Nelson Textbook Pediatr, 17th Ed,
Philadelphia WB Saunders, Co, 2004 : 554-556.

Abdurachman S. Nutrisi Parenteral. Dalam : Pedoman Terapi Penyakit Pada Bayi Bary
Lahir, Bagian IKA FK Unpad Bandung, 2002 : 114-24.

Patti J Thureen et al. Protein balance in the first week of life in ventilated neonates receiving
parenteral nutrition. The American Journal of Clinical Nutrition. Diunduh 1 juli 2011
www.ajcn.org

Kitterm J. Intensive Care Nursery House Manual. Neonatal Parenteral Nutrition. UCSF
Children Hospital. Diunduh 1 Juli 2011

Morgan, Jane B., Kovar. The Low Birth Weight Infant and Parenteral Nutrition in :
Nutrition Research Review. Great Britain. 1992. 115-129

Wargo, Sharon Groh. Parenteral Nutrition Guidelines for Newborn Infants. 2005. Diunduh
1 Juli 2011 11. Nieman, Liesje. Parenteral Nutrition in NICU. Diunduh 1 Juli 2021

https://health.detik.com/read/2012/04/03/1 00136/1883596/775/ kenapa-asi-eksklusif


wajib-diberikan-selama-6-bulan diakses tanggal 2 Mei 2015 jam 12.30

http://www.alodokter.com/ manajemen-asi perah-untuk-ibu-pekerja diakses 16


SEPTEMBER 2021 jam 12.30

https://id.wikihow.com/Menghangatkan-ASI

Anda mungkin juga menyukai