Disusun Oleh :
Kelompok 7
Tingkat 2B
Dosen Pengampu :
Rehana, S.Pd, S.Kep, M.Kep
17 September 2021
Penyusun
DAFTAR ISI
A. Gangguan Nafas Pada Penyakit Sangat Berat atau Infeksi Bakteri Berat ............ 13
2.8 ENAM PENYAKIT YANG SERING MENGINTAI BAYI BARU LAHIR ...... 51
BAB III PENUTUP ......................................................................................................... 1
Neonatus (bayi baru lahir) normal adalah bayi yang baru lahir sampai usia 4 minggu
lahir biasanya dengan usia gestasi 38-42 minggu.Bayi lahir melalui jalan lahir dengan
presentasi kepala ssecara spontan tanpa gangguan,menangis kuat,nafas secara spontan dan
teratur, berat badan antara 2500-4000gram dan panjangnya 14-20 inci (35.6-50.8
sentimeter, walaupun bayi baru lahir pramasa adalah lebih kecil).
Kepala bayi baru lahir itu amat besar di banding bagian-bagian badan yang lain, Sedangkan
tengkorak manusia dewasa adalah kurang lebih 1/8 dari panjang badan. Ketika dilahirkan,
tengkorak bayi baru lahir masih belum sempurna menjadi tulang. Setengah bayi baru lahir
mempunyai bulu halus yang dinamakan lanugo, khususnya di belakang, bahu, dan dahi
bayi pramasa. Lanugo hilang dengan sendirinya dalam masa beberapa minggu.
Asuhan segera bayi baru lahir adalah asuhan yang diberikan pada bayi tersebut selama jam
pertama setelah kelahiran sebagian besar bayi baru lahir akan menunjukkan usaha napas
pernapasan spontan dengan sedikit bantuan atau gangguan.
Jadi asuhan keperawatan pada bayi baru lahir adalah asuhan keperawatan yang diberikan
pada bayi yang baru mengalami proses kelahiran dan harus menyesuaikan diri dari
kehidupan intra uteri kekehidupan ekstra uteri hingga mencapai usia 37-42 minggu dan
dengan berat 2.500-4.000 gram.
❖ Masa bayi baru lahir (Neonatal) dibagi menjadi 2 bagian, yaitu :
1. Periode Partunate, dimana masa ini dimulai dari saat kelahiran sampai 15
dan 30 menit setelah kelahiran
2. Periode Neonate, dimana masa ini dari pemotongan dan pengikatan tali
pusar sampai sekitar akhir minggu kedua dari kehidiupan pascamatur
Bayi baru lahir (BBL) adalah bayi yang baru mengalami proses kelahiran, berusia
0-28 hari. BBL memerlukan penyesuain fisiologi berupa maturasi, adaptasi (menyusuaikan
diri dari kehidupan intrauteri ke kehidupan ekstraurine) dan tolerasi BBL untuk dapat hidup
dengan baik. Bayi baru lahir disebut juga dengan neonatus merupakan individu yang
sedang bertumbuh dan baru saja mengalami trauma kelahiran serta harus dapat melakukan
penyesuaian diri dari kehidupan intrauterine ke kehidupan ekstrauterin. Caput
succedeneum merupakan penumpukan cairan serosanguineous, subkutan dan
ekstraperiosteal dengan batas yang tidak jelas.Kelainan ini biasanya pada presentasi
kepala, sesuai dengan posisi bagian mana yang bersangkutan.Pada bagian tersebut terjadi
edema sebagai akibat pengeluaran serum dari pembuluh darah.Kelainan ini disebabkan
oleh tekana bagian terbawah janin saat melawan dilatasi serviks.Caput succedeneum
menyebar melewati garis tengah dan sutura serta berhubungan dengan moulding tulang
kepala. Caput succedeneum biasanya tidak menimbulkan komplikasi dan akan menghilang
beberapa hari setelah kelahiran.
Terapi hanya berupa observasi Menurut Word Health Organization (WHO), pada
tahun 2013 Angka Kematian Bayi (AKB) di dunia 34 per 1.000 kelahiran hidup, AKB
Negara berkembang 37 per 1.000 kelahiran hidup dan AKB di Negara maju 5 per 1.000
kelahiran hidup. AKB di Asia Tenggara 24 per 1.000 kelahiran hidup dan Asia Barat 21
per 1.000 kelahiran hidup.Pada tahun 2013 AKB di Indonesia mencapai 25 per 1.000
kelahiran hidup.bila dibandingkan dengan Malaysia. Filipina dan Singapura, angka
tersebut lebih besar dibandingkan dengan angka dari Negara-negara tersebut dimana AKB
Malaysia hidup Berdasarkan data Sulawesi Selatan yang diperoleh dari profil dinas
kesehatan pada tahun 2015 jumlah kematian bayi menjadi 1.056 bayi atau 7.23 per 1000
kelahiran hidup yang disebakan oelh beberapa faktor seperti pertumbuhan janin yang
lambat, kekuranga gizi pada janin, kelahiran premature dan berta badan lair rendah (BBLR)
sedangkan penyebab lainnya yang cukup banyak terjadi adalah kejadian kurangnya
oksigen dalam rahim (hipoksia intrauterus) dan kegagalan nafas secara spontan dan teratur
pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir (afiksia lahir), dan trauma persalinan
(chefalhematoma, caput succedaneum), maka masih perlu peran dari semua pihak yang
terkait dalam rangka penurunan angka tersebut sehingga target Milinium Development
Goals (MDGs) khususnya penurunan angka kematian dapat tercapai. Pengambilan data
awal yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Labuang Baji Makassar didapatkan
jumlah kasus bayi baru lahir dengan caput succedeneum pada tahun 2016 sebanyak 278
bayi, pada tahun 2017 sebanyak 275 bayi, sedangkan pada tahun 2018 sebanyak 135
bayi.(Ruangan Rekam Medik, RSUD Labuang Baji Makassar, 2018).
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
Mahasiswa mampu mengetahui tentang prosedur pelaksanaan askep pada bayi berdasarkan
neonatus essentials
A. cara mempertahankan status pernafasan pada bayi baru lahir
Neonatus (bayi baru lahir) normal adalah bayi yang baru lahir sampai usia 4
minggu lahir biasanya dengan usia gestasi 38-42 minggu.Bayi lahir melalui jalan lahir
dengan presentasi kepala ssecara spontan tanpa gangguan,menangis kuat,nafas secara
spontan dan teratur, berat badan antara 2500-4000gram dan panjangnya 14-20 inci (35.6-
50.8 sentimeter, walaupun bayi baru lahir pramasa adalah lebih kecil). Kepala bayi baru
lahir itu amat besar di banding bagian- bagian badan yang lain, Sedangkan tengkorak
manusia dewasa adalah kurang lebih 1/8 dari panjang badan. Ketika dilahirkan, tengkorak
bayi baru lahir masih belum sempurna menjadi tulang. Setengah bayi baru lahir
mempunyai bulu halusyang dinamakan lanugo, khususnya di belakang, bahu, dan dahi
bayi pramasa. Lanugo hilang dengan sendirinya dalam masa beberapa minggu.
❖ Masa bayi baru lahir (Neonatal) dibagi menjadi 2 bagian, yaitu :
1 Periode Partunate, dimana masa ini dimulai dari saat kelahiran sampai 15
dan 30 menit setelah kelahiran
2 Periode Neonate, dimana masa ini dari pemotongan dan pengikatan tali
pusar sampai sekitar akhir minggu kedua dari kehidiupan pascamatur
❖ Pengertian Neonatus menurut para ahli
Neonatus adalah bayi yang baru lahir 28 hari pertama kehidupan (Rudolph,
2015). Neonatus adalah usia bayi sejak lahir hingga akhir bulan pertama (Koizer,
2011). Neonatus adalah bulan pertama kelahiran. Neonatus normal memiliki berat
2.700 sampai 4.000 gram, panjang 48-53 cm, lingkar kepala 33-35cm (Potter &
Perry, 2009). Dari ketiga pengertian di atas dapat disimpulkan neonatus adalah
bayi yang lahir 28 hari pertama.
❖ Ciri Neonatus
Neonatus memiliki ciri berat badan 2700-4000gram, panjang, panjang 48-
53 cm, lingkar kepala 33-35cm (Potter & Perry, 2009). Neonatus memiliki
frekuensi denyut jantung 120-160 x/menit, pernapasan 40-60 x/menit, lanugo
tidak terlihat dan rambut kepala tumbuh sempurna, kuku agak panjang dan lemas,
nilai APGAR >7, refleks-refleks sudah terbentuk dengan baik (Dewi, 2010).
❖ Klasifikasi Neonatus
Klasifikasi neonatus menurut Marni (2015) :
a. Neonatus menurut masa gestasinya
1. Kurang bulan (preterm infan) :<259 hari ( 37 minggu)
2. Cukup bulan (term infant) : 259- 294 hari (37-42 minggu)
3. Lebih bulan( postterm infant) :>294hari (42 minggu)
b. Neonatus menurut berat lahir :
1. Berat lahir rendah : <2500 gram.
2. Berat lahir cukup : 2500-4000 gram.
3. Berat lahir lebih : >4000 gram.
Neonatus adalah bayi baru lahir sampai usia 4 minggu (0-28 hari), periode
neonatal adalah periode yang paling rentan terhadap infeksi karena imunitas
bayi yang masih immatur dan bayi sedang menyempurnakan penyesuaian
fisiologis yang dibutuhkan pada kehidupan extrauterin. Pada kehidupan
intrauterin bayi sepenuhnya mendapat perlindungan dari ibu, bayi
memperoleh antibodi melalui plasenta yang menghubungkan tubuh bayi
dengan tubuh ibu, antibodi ini sangat penting untuk menjaga janin dalam
kandungan agar tidak terkena infeksi dan berbagai komplikasi yang
membahayakan kesehatannya (Irsal, Paramita, & Sugianto 2017).
Saat bayi dilahirkan ia kehilangan perlindungan tersebut dan bayi juga
akan terpapar lingkungan yang penuh kuman, sementara tubuhnya belum
sepenuhnya mampu melindungi dirinya sendiri, hal ini dapat mengakibatkan
bayi akan lebih mudah terkena infeksi (Armini, Sriasih, & Marhaeni 2017).
Penyakit infeksi yang sering terjadi pada neonatus adalah Infeksi Saluran
Pernafasan Akut (ISPA), infeksi saluran cerna (diare), demam dan tetanus
neonatorum, sedangkan penyakit lain yang termasuk non infeksi adalah
hiperbilirubinemia (IDAI, 2014). World Health Organization (WHO) pada
tahun 2015 mengatakan bahwa penyakit infeksi yang termasuk sepsis,
pneumonia, tetanus dan diare masih merupakan penyebab utama kematian
neonatus di seluruh dunia yaitu sebesar 36% sesudah Berat Badan Lahir
Rendah (BBLR) 28% dan aspiksia lahir 23%.
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 menemukan bahwa
penyakit yang sering terjadi pada bayi adalah pada Infeksi Saluran Nafas Akut
(ISPA) yaitu sebesar 21,9% ; demam 11,8% dan diare 2,3%. Data Dinas
Kesehatan Kota Pekanbaru tahun 2017. menemukan bahwa kunjungan
neonatus sakit di Kota Pekanbaru berdasarkan jenis penyakit tertinggi yaitu
pada Infeksi Saluran Nafas Akut (ISPA) 76,22% ; demam 6,58% dan diare
5,73%. Salah satu cara yang tepat untuk melindungi bayi baru lahir dari infeksi
adalah dengan memberi bayi Air Susu Ibu (ASI) saja tanpa makanan tambahan
lain (Kemenkes, 2015a). ASI mengandung antibodi, enzim, dan antiinfektif
lainnya yang mampu memberikan daya perlindungan, baik secara aktif
maupun melalui pengaturan imunologis.
ASI tidak hanya menyediakan perlindungan yang baik terhadap infeksi
dan alergi, tetapi juga menstimulasi perkembangan yang memadai dari sistem
imunologi bayi itu sendiri, selain itu ASI juga mengandung beberapa
komponen antiinflamasi sehingga bayi yang minum ASI akan terlindung dari
berbagai macam infeksi yang disebabkan bakteri, virus, parasit dan antigen
lainnya (Purwanti, 2003). ASI yang pertama keluar berwarna putih
kekuningan disebut kolostrum, kolostrum dihasilkan payudara pada satu
sampai tiga hari setelah kelahiran.
Kolostrum mengandung lebih banyak antibodi, sel-sel darah putih, vitamin
dan anti infektif lainnya dibanding ASI matang, hal ini dapat membantu bayi
baru lahir mencegah infeksi berbahaya yang dapat menyebabkan sepsis dan
kematian, bayi yang segera menyusu setelah persalinan, dan tidak diberikan
makanan lain, lebih kecil resiko kematiannya di banding bayi yang menyusu
pertamanya di tunda, atau mendapat asupan lain (Kemenkes, 2015a).
United Nation Childrens Fund (UNICEF) tahun 2015 merekomendasikan
sebaiknya bayi hanya disusui Air Susu Ibu (ASI) selama paling sedikit enam
bulan. Pemberian ASI memiliki kontribusi yang besar terhadap tumbuh
kembang dan daya tahan tubuh bayi. Bayi yang diberi ASI saja akan tumbuh
dan berkembang secara optimal dan tidak mudah sakit. Hal tersebut sesuai
dengan beberapa kajian dan fakta global.
Kajian The Lancet Breastfeeding Series (2016) membuktikan bahwa
pemberian ASI saja sejak lahir sampai bayi berumur kurang dari enam bulan
dapat menurunkan angka kematian akibat infeksi sebanyak 87 %, sedangkan
pemberian ASI saja sampai bayi berusia kurang dari 3 bulan dapat
menurunkan kejadian diare sebesar 54 % dan pada Infeksi Saluran Pernafasan
Akut (ISPA) sebesar 32%, selain itu ASI juga berkontribusi terhadap
penurunan resiko stunting, obesitas, dan penyakit kronis di masa yang akan
datang.
Salah satu faktor kegagalan pemberian ASI pada bayi baru lahir adalah
pemberian makanan prelakteal (Kemenkes, 2015a). Makanan prelakteal
adalah makanan atau minuman selain ASI yang diberikan kepada bayi satu
sampai tiga hari setelah kelahiran, dengan alasan ASI belum keluar atau ASI
keluar sedikit-sedikit dan alasan tradisi. Pemberian makanan prelakteal dapat
diberikan oleh penolong persalinan atau oleh orangtua dan keluarga neonatus
(Kemenkes, 2014) Jenis makanan prelakteal yang diberikan cukup beragam
antar daerah tergantung kebiasaan di daerah tersebut.
Hasil Riset Kesehatan Dasar (2013) menemukan jenis makanan prelakteal
yang paling banyak diberikan kepada bayi baru lahir yaitu susu formula
sebesar 79,8% ; madu 14,3% dan air putih 13,2%. Dan jenis lain adalah susu
non formula (susu segar, susu kedelai), air gula, air tajin, pisang halus, kopi,
teh manis, nasi halus dan bubur halus.
Penelitian yang dilakukan oleh Rosha (2014), di Bogor menemukan bahwa
pemberian makanan prelakteal masih tinggi, dari 91 orang responden terdapat
51 orang (56,0%) ibu yang memberikan makanan prelakteal kepada bayinya,
dan 40 orang (44,%) ibu yang tidak memberikan makanan prelakteal pada
bayi. Penelitian yang dilakukan oleh Ventyaningsih (2016), di Malang
menemukan bahwa mayoritas makanan prelakteal yang diberikan pertama kali
pada 1-2 hari setelah bayi dilahirkan adalah susu formula 84%; madu 8,4%
dan pisang 4,7%. Jenis makanan prelakteal lain juga yang diberikan kepada
bayi adalah air gula, air putih, air kelapa muda, air tajin, dan kopi. Sedangkan
penelitian yang dilakukan oleh Nguyen (2013), di Vietnam menemukan
bahwa selama tiga hari pertama setelah lahir 73,3% bayi baru lahir diberi
makanan prelakteal. 53,5% pemberian makanan prelakteal adalah jenis susu
formula dan 44,1% jenis air putih. Data dari Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2013 mengatakan sebanyak 44,3 % bayi baru lahir di
Indonesia diberi makanan prelakteal, Provinsi tertinggi yang memberikan
makanan prelakteal adalah Provinsi Sumatera Utara yaitu 62,7% , diikuti
Provinsi Gorontalo 59,7 % , Provinsi Riau 55,3% dan yang paling rendah
Provinsi Nusa Tenggara Timur sebesar 22,2 %, sedangkan makanan Prelakteal
jenis susu formula tertinggi yaitu Provinsi Kepulauan Riau 95,5% dan Bali
93,7%, dan yang terendah adalah Provinsi Sulawesi Barat 40,2 %. Makanan
prelakteal sangat berbahaya bagi bayi karena makanan ini dapat menggantikan
kolostrum sebagai makanan bayi yang paling awal, makanan prelakteal
mengandung lebih sedikit zat gizi, antibodi, enzim, dan antiinfektif lainnya,
kondisi ini menyebabkan bayi bisa terkena diare, pneumonia dan sepsis.
Pemberian makanan prelakteal ini juga sangat merugikan karena dapat
menghilangkan rasa haus bayi sehingga bayi malas menyusui dan akan
berdampak pada produksi ASI ibu dan juga menghambat proses menyusui
(Kemenkes, 2015a). Makanan prelakteal mengandung zat-zat gizi yang tidak
sesuai dengan yang dibutuhkan tubuh yang dapat mengakibatkan intoleransi
dan sangat membahayakan bayi baru lahir (IDAI, 2016).
Sara (2017) dalam penelitiannya di Lombok Timur menemukan bahwa
jumlah anak yang diberikan makanan prelakteal lebih tinggi sebesar 63,5%
dibandingkan anak yang tidak diberi makanan prelakteal 36,5%. Anak yang
diberi makanan prelakteal mengalami penurunan imunitas dan gangguan
pencernaan yang menyebabkan anak mengalami diare. Hal ini juga dijelaskan
oleh Kemenkes (2009) bahwa pemberian makanan prelakteal (pisang dikerok,
madu, air tajin, kelapa muda, susu formula) memiliki dampak yang buruk
terhadap pertumbuhan dan perkembangan bayi, seperti gangguan sistem
pencernaan, invaginasi, ISPA dan gangguan sistem imunitas.
Wawancara yang dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Simpang Tiga
yaitu dengan cara mengunjungi rumah yang memiliki anak dengan kategori
neonatus (usia 0-28 hari) adalah sebanyak 5 orang. Hasil yang didapatkan dari
5 ibu yang dikunjungi bahwa masih terdapat 3 ibu yang memberikan susu
formula pada bayinya pada hari pertama setelah kelahiran dengan alasan bayi
selalu menangis, 1 dari 3 bayi yang diberi makanan prelakteal mengalami sakit
yaitu demam pada umur 18 hari.
Demam yang terjadi pada bayi disebabkan penurunan imunitas oleh karena
pemberian makanan prelakteal, dan dari hasil wawancara dengan ibu
neonatus, ibu mengatakan bahwa pada saat demam tersebut bayi tidak ada
mengalami hiperbilirubinemia dan infeksi pada tali pusat. Peneliti
menemukan fenomena pemberian makanan prelakteal pada neonatus dapat
menyebabkan sakit pada neonatus yang ditemukan, membuat peneliti tertarik
untuk melakukan penelitian tentang hubungan antara pemberian makanan
prelakteal terhadap kejadian sakit pada neonatus.
Tujuan umum dari penelitian ini adalah bertujuan untuk mengetahui
hubungan pemberian makanan prelakteal terhadap kejadian sakit pada
neonatus.
2.2 PROSEDUR PELAKSANAAN ASKEP PADA BAYI
BERDASARKAN NEONATUS ESSENSIAL
A. Gangguan Nafas Pada Penyakit Sangat Berat atau Infeksi Bakteri Berat
Jika alat pengisap lendir dimasukkan melalui mulut, maka panjang pipa yang
dimasukkan maksimum 5 cm dari ujung bibir.
Jika alat pengisap lendir dimasukkan melalui hidung, maka panjang pipa yang
dimasukkan maksimum 3 cm dari ujung hidung.
B. Nutrisi Pada Neonatus
Nutrisi Parenteral (NP) merupakan suatu cara pemberian nutrisi dan energi secara
intravena yang bertujuan untuk memberikan kecukupan karbohidrat, protein, lemak,
vitamin dan mineral yang diperlukan untuk metabolisme dan pertumbuhan bayi baru lahir
yang mempunyai problem klinik yang berat, terutama pada Bayi Baru Lahir Amat Sangat
Rendah (BBLASR) di mana belum/tidak memungkinkan untuk diberikan nutrisi enteral.
Dewasa ini nutrisi parenteral baik Sebagai NP Total maupun NP Parsial telah merupakan
sarana penunjang utama perawatan bayi sakit berat maupun BBLASR yang dirawat di Unit
Perawatan Intensif Neonatus. Keuntungan pemberian nutrisi parenteral melebihi bahaya
yang dapat terjadi bilamana fasilitas medis, perawatan, farmasi dan laboratorium yang
dibutuhkan tersedia. Dapat dipahami bahwa banyak terdapat kendala untuk
pelaksanaannya misalnya sumber daya manusia atau logistik, namun dengan pemahaman
yang baik mengenai keselamatan yang utuh maka prosedur ini dapat dilaksanakan sesuai
kemampuan yang ada. Peran pemberian nutrisi parenteral cukup pentingnya, sehingga kita
semua dituntut mampu mandiri melaksanakan pemberian nutrisi parenteral khususnya
aspek kebutuhan nutrient pada neonatus. Tujuan TPN adalah agar dapat memberikan
nutrisi yang mencukupi untuk mencegah kekurangan energi, protein, dan asam lemak
esensial. Selain itu untuk mendukung pertumbuhan neonatus seperti normal tanpa diiringi
risiko peningkatan morbiditas dan mortalitas.
a. DEFINISI
Nutrisi Parenteral (NP) merupakan cara pemberian nutrisi dan energi secara
intravena yang bertujuan untuk memberikan kecukupan karbohidrat, protein,
lemak, vitamin dan mineral yang diperlukan untuk metabolisme dan pertumbuhan
bayi baru lahir yang mempunyai problem klinik yang berat, terutama pada Bayi
Baru Lahir Amat Sangat Rendah (BBLASR) di mana belum/tidak memungkinkan
untuk diberikan nutrisi enteral.
b. INDIKASI
❖ Bayi dengan berat badan 1800 g yang kebutuhan nutrisi enteralnya tidak
dapat terpenuhi > 3 hari.
❖ Bayi dengan berat badan > 1800 g yang kebutuhan nutrisi enteralnya tidak
terpenuhi > 5 hari.
❖ Gangguan respirasi > 4 hari (termasuk seringnya serangan apnea)
❖ Malformasi kongenital traktus gastrointestinalis
❖ Enterokolitis netrotikans
❖ Diare berlanjut atau malabsorbsi
❖ Pasca operasi (khusunya operasi abdomen)
c. KEBUTUHAN NUTRIEN
Untuk mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang optimal bayi baru
lahir harus mendapat cairan dan elektrolit, kalori (karbohidrat, protein, lemak),
vitamin dan mineral yang sesuai dengan kebutuhan.
➢ Cairan
Tabel 1 : Kebutuhan cairan inisial pada neonatus
Berat badan Jumlah cairan (ml/kg BB/hari)
(Kg) < 24 jam 24-28 jam > 48 jam
< 1,0 100 – 150 120 – 150 140 – 190
1,0 – 1,5 80 – 100 100 – 120 120 – 160
> 1,5 60 – 80 80 - 100 120 – 160
➢ Elektrolit
Tabel 2 : Kebutuhan elektrolit yang dianjurkan pada neonatus
Elektrolit Dosisi harian yang dianjurkan (meq/kg/BB)
1– 4
Kalium
2– 5
Natrium Klorida
1– 5
Kalsium
3– 4
Magnesium
0,3 – 0,5
Fosfor
1 – 2 mmol/kg
❖ Kalori
Kalori yang dibutuhkan untuk mempertahankan berat badan neonatus adalah 50-
60 kkal/kgBB/hari. Kalori yang dibutuhkan untuk meningkatkanberat badan neonatus
aterm adalah 100-120 kkal/kgBB/hari sedangkan kaloriyang dibutuhkan untuk
meningkatkan berat badan neonatus preterm adalah110-140 kkal/kgBB/hari (Gomella,
2013).
❖ Karbohidrat
❖ Protein
❖ Lemak
Kebutuhan lemak pada neonatus adalah 5-7 g/kgBB/hari (batasan jumlah lemak
yang diperbolehkan adalah 40-55% dari total kalori yangdibutuhkan neonatus karena
jika melebihi batasan tersebut dapat terjadiketosis pada neonatus). Untuk memenuhi
kebutuhan asam lemak (Gomella,2013).
Pemberian lemak dapat menggunakan emulsi lemak 10% yang mengandung 10 g
trigliserida dan 1,1 kkal/ml atau 20% yang mengandung 20 g trigliserida dan 2 kkal/ml.
Kebutuhan lemak pada pemberian NPT adalah sebagai berikut :
a. Nonatus dengan BB < 1000 g
Pemberian awal 0,5 g/kg BB/hari, kemudian ditingkatkan 0,25-0,5 g/kg
BB/hari sampai mencapai 2-2,5 g/kg BB/hari.
b. Neonatus dengan BB > 1000 g
Pemberian awal di mulai dengan dosis 1 g/kg BB/hari, kemudian
ditingkatkan 1 g/kg BB/hari sampai mencapai 3 g/kg BB/hari. Pemberian emulsi
lemak dimulai setelah pemberian dekstrosa dan asam amino dapat di toleransi
dengan baik oleh neonatus dan pemberian emulsi lemak sebaiknya dalam 24 jam.
Untuk perkembangan otak diperlukan asam lemak rantai panjang seperti
asam linoleat dan asam arakhidonat. Pada bayi kurang bulan dan Bayi Berat Lahir
Sangat Rendah (BBLSR) sering defisiensi asam lemak. Manifestasi klinis
defisiensi asam lemak antara lain : dermatitis, pertumbuhan rambut yang buruk,
trombositopenia, gagal tumbuh dan mudah terjadi infeksi.
Pada pemberian lemak, harus dilakukan monitoring terhadap kadar
trigliserida darah, pemberian harus dikurangi jika kadar trigliserida > 150 mg/dl.
Hati-hati pemberian lemak pada bayi dengan penyakit paru atau hati. Pemberian
infus lemak harus di hentikan, jika terjadi :
• Sepsis
• Trombositopenia (< 50.000/mm3 )
• Asidosis (pH < 7,25)
• Hiperbilirubinemia
❖ Vitamin dan Mineral
Dapat diberikan multivitamin intravena yang berisi gabungan vitamin yang
larut dalam lemak dan air. Sediaan yang hanya larut dalam air, dapat ditambahkan
pada larutan glukosa dan yang larut dalam lemak, dapat ditambahkan pada larutan
lemak. Pemberian vitamin A dapat diberikan sejak awal, karena vitamin A penting
untuk pertumbuhan jaringan, sintesa protein, diferensiasi epitel dan juga diduga
dapat mengurangi insidensi displasia bronkopulmonal. Pemberian vitamin B12
setelah bayi berusia bayi berusia 1 bulan. Walaupun unsur mineral didalam tubuh
jumlahnya sangat sedikit (< 0,01%), tetapi diperlukan untuk pertumbuhan dan
perkembangan. The American Society for Clinical Nutrition menganjurkan
pemberian unsur kelumit setelah pemberian NPT selama 4 minggu, tetapi seng
(zinc) dapat diberikan lebih awal.
Tabel 3 : Komposisi Kebutuhan Vitamin & Unsur Kelumit
Bayi cukup bulan Bayi kurang bulan
Komponen
( /kg BB/hr) ( /kg BB/hr)
Vitamin :
Vitamin A 700 mcg 500 mcg
Vitamin E 7 mg 2,8 mcg
Vitamin K 200 mcg 80 mcg
Vitamin D 10 mcg 4 mcg
Thiamine (B1) 1,2 mg 0,35 mg
Riboflavin (B2) 1,4 mg 0,15 mg
Niacin 17 mg 6,8 mg
Piridoksin 1,0 mg 0,18 mg
Asam askorbat (C) 80 mg 25 mg
Asam pantotenat 5,0 mg 2 mg
Sianokobalamin 1,0 mg 0,3 mcg
Folat 140 mg 56 mcg
Unsur Kelumit :
Zinc 100-200 mcg 400-600 mcg
Copper (cupric sulfate) 10-20 mcg 20 mcg
Manganese sulfat 2-10 mcg 2-10 mcg
Kromium klorida 0,14-0,2 mcg 0,14-0,2 mcg
Flouride 1 mcg 1 mcg
Iodin 3-5 mcg 3-5 mcg
Meskipun disetujui bahwa nutrisi yang optimal adalah tujuan utama perawatan
neonatal, strategi administrasi nutrisi yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan ini
tidak sepenuhnya dipahami. Jadi, regimen nutrisi yang diberikan dapat sangat
bervariasi dari satu kasus ke kasus yang lain, terutama untuk neonatus sakit atau
BBLSR pada hari-hari pertama kehidupan. Pada neonatus, nutrisi parenteral sering
ditingkatkan secara bertahap pada 1-2 minggu pertama kehidupan karena
kekhawatiran dapat terjadi intoleransi neonatus pada substrat segera setelah lahir.
Hal ini terjadi akibat ketidakmampuan neonatus untuk memetabolisme nutrisi yang
sering dikaitkan dengan stres dari proses kelahiran, proses metabolisme yang belum
matang pada bayi prematur, dan proses patofisiologis yang terkait berbagai dengan
penyakit yang berbeda, seperti infeksi. Bayi dengan BBLSR yang hanya menerima
nutrisi intravena berupa glukosa kehilangan> 1% dari total protein setiap hari,
namun penambahan asam amino intravena dapat membalikkan tingkat katabolisme
protein. Namun demikian, pengenalan asam amino pada hari-hari pertama
kehidupan pada bayi sakit dan prematur seringkali terbatas karena kekhawatiran
ketidakmampuan bayi tersebut untuk memetabolisme asam amino tertentu, yang
dapat mengakibatkan hyperaminoacidemia, uremia, dan asidosis metabolik.
❖ Pemberian nutrisi untuk neonatus
Pada neonatus, pemenuhan kebutuhan kalori diperoleh dari minum ASI,Air Susu
Ibu (ASI) merupakan nutrisi ideal untuk menunjang kesehatan, pertumbuhan,
perkembangan bayi secara optimal. ASI mengandung lemak, karbohidrat, protein,
nutrien mikro dan antibodi dalam jumlah yang tepat untuk pencernaan, perkembangan
otak dan pertumbuhan bayi.
❖ PROSEDUR PEMBERIAN Nutrisi Parenteral Total (NPT)
NPT PERIFER
Nutrien diberikan melalui vena perifer yang biasanya vena pada kaki atau tangan.
Osmolaritas cairan yang diberikan antara 300-900 mosm/L. Maksimum konsentrasi
dekstrose yang digunakan adalah 12,5%, asam amino 2% dan 400 mg/dl kalsium
glukonas. Prosedur pemberian NPT secara perifer :
❖ Larutan asam amino, dekstrose dan lipid dapat diberikan perinfus melalui kateter
plastik (No. 22 atau 24 F) atau melalui wing needle.
❖ Dekstrose dan asam amino dicampur pada botol yang sama, kemudian
dihubungkan dengan bagian bawah infus yang mempunyai filter berukuran 0,22
um.
❖ Cairan lipid dihubungkan dengan infus diluar filter melalui bagian atas dari T-
connector atau Y-connector.
❖ Infusion pump dibutuhkan untuk mempertahankan tetesan cairan infus agar tetap
konstan.
❖ Infus set, termasuk tube dan jarum intravena harus diganti setiap 3 hari, kecuali
untuk lipid diganti setiap 24 jam. Sebaiknya jarum intravena dipindahkan ke tempat
lain setiap 48 jam. Cairan parenteral dan cairan lipid diganti setiap hari.
❖ Obat-obatan tidak boleh melalui cairan NPT. Obat-obatan diberikan setelah kateter
dibilas dengan NaCl dan melalui cairan intravena.
❖ Semua cairan infus disipakan oleh bagian farmasi.
❖ Dapat ditambahkan mineral, vitamin dan unsur kelumit.
❖ Dapat digunakan emulsi lemak 10 atau 20%
NPT SENTRAL
Osmolaritas cairan yang digunakan dapat diatas 900 mosm/L, konsentrasi dekstrose
15-25%. Prosedur pemberian NPT sentral :
❖ Kateter dipasang pekutan atau melalui vena seksi. Pada BBLSR digunakan kateter
silastik yang paling kecil, yaitu No. 1, 9 F sedangkan untuk bayi yang lebih besar
digunakan No. 2,7 F. Sebaiknya dihindari penggunaan kateter double lumen yang
lebih besar, karena berhubungan dengan sindroma Vena Cava Superior dan erosi
dinding pembuluh darah.
❖ Kateter dapat dimasukkan melalui V. Antekubiti, V. Saphena, V. Jugularis interna
dan eksterna, V. Subkalvia atau yang lebih jarang melalui V. Umbikalis atau
fermoralis. Kateter harus diarahkan sedemikian rupa sehingga ujungnya terletak
pada sambungan antara atrium kanan dan V. Cava superior/inferior.
❖ Sebaiknya hindari penggunaan keteter arteri umbikalis untuk infus NPT pada
BBLSR, karena hal ini menimbulkan kerugian berupa insiden trombosis tinggi,
tidak dapat digunakan untuk memperoleh sampel darah, biasanya tidak diberikan
nutrisi enteral selama terpasang kateter arteri umbilikal.
❖ Cairan yang diberikan dengan infusion pump melalui penghubung Y atau T, sama
dengan pemberian perifer.
❖ Karena tingginya resiko infeksi pada pemberian secara sentral, maka tidak boleh
digunakan untuk pengambilan darah, pemberian obat-obatan maupun transfusi.
❖ Semua cairan disiapkan di bagian farmasi.
❖ Heparin ditambahkan dengan konsentrasi 0,5 u/ml cairan
KOMPLIKASI
❖ Mekanik Pada kateter vena sentral dapat terjadi : sindroma vena cava superior,
aritmia atau tamponade jantung, trombus intrakardial, efusi pleura atau kilotorak,
emboli paru dan hidrosefalus sekunder terhadap trombosis vena jugularis.
❖ Infeksi Sepsis sering disebabkan oleh Staphylococcus epidermis, Stretococcus
viridans, Escheria Coli, Pseudomonas spp dan Candida albicans. Infeksi
ditanggulangi dengan pemberian antibiotik. Kejadian sepsis dapat berkurang
dengan digunakannya kateter karet silikon perkutaneus.
❖ Metabolik Pada bayi berat lahir amat sangat rendah sering terjadi hiperglikemia,
karena produksi insulin yang tidak adekuat dan berkurangnya sensitivitas terhadap
insulin. Hipoglikemia terjadi karena penghentian infus glukosa atau kelebihan
pemberian insulin. Pada bayi kurang bulan kelebihan beban protein akan
menimbulkan azotemia, hiperammonia. Resiko terjadi hiperbilirubinemia
meningkat pada bayi cukup bulan dan pemberian NPT yang lama tanpa disertai
enteral feeding. Keadaan ini biasanya terjadi secara dini dan lebih berat pada
keadaan pemberian protein yang tinggi dan cairan dekstrosae yang hipertonis.
Penyebabnya multi faktor, biasanya dihubungkan dengan stimulasi aliran empedu,
malnutrisi, defisiensi atau toksis terhadap asam amino.
❖ Kelainan metabolik yang berhubungan dengan pemberian lipid, antara lain :
kolestatik, hiperlipidemia dan hiperkolesterolemia.
PEMANTAUAN
Tujuan pemantauan untuk mencegah terjadinya komplikasi dan menilai
keberhasilan terapi.
Tabel 4 : Jadwal Pemantauan Neonatus dengan Nutrisi Parenteral
Parameter Frekwensi Pemeriksaan
Suhu Setiap 4 jam
Antropometri Setiap hari
Berat badan Setiap minggu
Panjang badan Setiap hari
Lingkar kepala Setiap hari
Metabolik 2 x/minggu, kemudian setiap mingg
Glukosa Setiap hari dalam 3 hari pertama, kemudian 2 x/minggu,
Kalsium & Fosfor jika berat badan < 1000 g, 3 x/minggu
Elektrolit Selang sehari dalam minggu pertama, kemudian setiap
Magnesium minggu
Hematokrit Selang sehari selama 1 minggu, kemudian setiap minggu
BUN & Kreatinin Setiap minggu
Bilirubin Setiap minggu, jika menggunakan protein tinggi
Ammonia Setiap minggu
Protein &Albumin Setiap minggu
SGOT & SGPT Setiap minggu
Trigliserida Setiap minggu untuk penderita yang diberikan lemak
Urine Setiap sample urin selama minggu pertama, kemudian
Berat jenis & Glukosa tiap shif
Pada bayi, terdapat 3 jenis refleks yang berhubungan dengan proses menyusu,
yaitu:
1. Posisi bayi saat menyusui sangat menentukan keberhasilan pemberian ASI dan
mencegah lecet puting susu. Pastikan ibu memeluk bayinya dengan benar. Berikan
bantuan dan dukungan jika ibu memerlukan, terutama jika ibu pertama kali
menyusui atau ibu berusia sangat muda.
2. Posisi ibu yang benar saat menyusui akan memberikan rasa nyaman selama ibu
menyusui bayinya dan juga akan membantu bayi melakukan isapan yang efektif.
4. Jika ibu menyusui bayi dengan posisi duduk santai, punggung bersandar dan kaki
tidak menggantung.
5. Jika ibu menyusui sambil berbaring, maka harus dijaga agar hidung bayi tidak
tertutup.
8. Segera mendekatkan bayi ke arah payudara sedemikian rupa sehingga bibir bawah
bayi terletak di bawah puting susu.
Posisi menyusui yang benar akan membantu bayi untuk melekat dengan baik pada
payudara ibu.
Apabila posisi menyusu dan perlekatan ke payudara benar maka bayi akan mengisap
dengan efektif.
Tanda bayi mengisap dengan efektif adalah bayi mengisap secara dalam,
Teratur yang diselingi istirahat. Pada saat bayi mengisap ASI,
hanya terdengar suara bayi menelan.
➢ Interpretasi hasil:
0= rileks atau tidak ada nyeri
1–3= nyeri ringan
4–6= nyeri sedang
7–10= nyeri berat
5. Penatalaksanaan Nyeri
Penatalaksanaan Nyeri dibagi menjadi 2 :
a. Farmakologi
❖ Anestesi topikal dapat digunakan untuk mengurangi rasa sakit berhubungan
dengan venipuncture, pungsi lumbal, dan penyisipan kateter intravena, dan
penggunaan anestesi topikal harus dilakukan secara terbatas. Anasetesi
topkal tersebut adalah EMLA
❖ Penggunaan rutin infus morfin selama 7 hari atau kurang, fentanil, atau
midazolam dalam ventilasi kronis pada neonatus tidak dianjurkan karena
berkaitan dengan efek samping jangka pendek, namun efek dalam jangka
panjang belum diketahui.
b. Non Farmakologi
Intervensi nonfarmakologi diantaranya : Penatalaksanaan Nyeri menurut Statement
(2006) diantaranya :
❖ Pemberian oral sukrosa/glukos
Sukrosa menghilangkan elektroda perubahan sefalografi yang
terkait dengan prosedur yang menyakitkan. Salah satu studi endorfin
endogen konsentrasi tidak meningkat dengan pemberian sukrosa oral.
Konsentrat oral glukosa juga telah digunakan dan mengurangi rasa sakit
respon venipuncture, tapi tidak menurunkan konsumsi oksigen atau
pengeluaran energi, menyarankan mungkin masih ada respons stres. Di
Indonesia berbagai dosis sukrosa oral telah digunakan pada neonatus untuk
menghilangkan nyeri, tapi dosis yang optimal belum dilakukan. Kisaran
dosis sukrosa untuk mengurangi nyeri pada neonatus adalah 0,012 sampai
0,12 g (0,05-0,5mL larutan 24%). Beberapa dosis untuk prosedur (2 menit
sebelumnya dan 1-2 menit setelahnya) lebih efektif daripada single dosis.
Hasil dari jurnal penelitian (Kristiawati, Krisna Yetti, 2008) pemberian
sukrosa pada neonatus menunjukkan respon nyeri berkurang dan
menurunkan lama tangian bayi.
c. Non nutritive sucking,
Sebuah meta-analisis dari efek NNS pada denyut jantung dan tekanan
oksigen transkutan (TcPaO2) dalam studi dari 30 tahun terakhir menemukan bahwa
NNS secara signifikan mengurangi denyut jantung baik di hadapan dan tidak
adanya stimulasi yang menyakitkan dan secara signifikan meningkat TcPaO2.
Total efek ukuran tertimbang untuk denyut jantung selama rangsangan yang
menyakitkan itu besar (1,05) dan efek yang lebih besar di prematur dibandingkan
pada neonatus jangka (Johnston, Fernandes, & Campbell-Yeo, 2011) Dari hasil
penelitian Non nutritive succing (NNS) menurunkan respon nyeri.(Kristiawati,
Krisna Yetti, 2008)
d. Terapi music
Terapi musik dapat meningkatkan stabilitas fisiologis dan mengurangi
respon nyeri saat nyeri prosedural, bagaimanpun, jalan yang lebih ketat diperlukan
untuk konfirmasi. Paparan suara akrab telah positif terkait dengan stabilitas
ditingkatkan fisiologis (jantung menurun dan tingkatpernapasan dan pengingkatan
saturasi oksigen) (Johnston et al., 2011).
e. ASI atau menyusui
ASI dan menyusui ditunjukkan untuk memberikan analgesia selama nyeri
prosedural rutin dari heelstick dan venepuncture. ASI saja tidak muncul untuk
menjadi seperti analgesik seperti rasa manis. Neonatus pada kelompok ASI
tambahan memiliki peningkatan secara signifikan lebih tinggi dalam perubahan
denyut jantung (MD 14; 95% CI 4-23) dibandingkan dengan 25% sukrosa dan 30%
glukosa (MD 7; 95% CI 1, 13). Hanya satu studi telah meneliti analgesia ASI pada
bayi lebih muda dari usia kehamilan jangka. Skogsdal diperiksa 128 bayi dengan
mean (SD) usia kehamilan saat lahir dari 35,5 (2,3) dan usia postnatal 5,4 (4,9) hari
selama heelstick. Menangis durasi dan perubahan denyut jantung dibandingkan
antara empat kelompok ada intervensi, 1 ml 30% glukosa, 1 ml 10% glukosa dan 1
ml ASI. Menangis durasi adalah 75% lebih rendah pada kelompok glukosa 30% (0-
90 s) dibandingkan dengan kontrol (0-270s; p < 0,01), sedangkan kedua glukosa
10% dan ASI menurunkan menangis durasi sebesar 50% yang tidak dilaporkan
sebagai mencapai statistik signifikansi. Di sisi lain, menyusui telah terbukti efektif
sebagai sukrosa untuk menghilangkan nyeri prosedural. Menangis waktu (detik)
lebih pendek di kedua sukrosa (9,56 ± 12,96) dan menyusui (28,62 ± 33,71)
daripada kelompok kontrol (103,50 ± 63,69). Tidak ada perbedaan yang ditemukan
dalam efek analgesik dari menyusui dibandingkan dengan sukrosa, ketika dinilai
dengan skor nyeri divalidasi.
f. Perawatan kanguru (skin to skin contac)
Baru-baru ini, dalam sebuah studi meneliti efek dari SSC pada stabilitas otonom
selama tumit tombak pada bayi sangat prematur (30-32 minggu) variabilitas detak
jantung (HRV) adalah secara signifikan lebih stabil pada bayi dalam kondisi SSC
dibandingkan dengan bayi dalam inkubator. Perbedaan HRV antara SSC dan
inkubator adalah bahwa frekuensi rendah (LF) lebih tinggi pada SSC pada awal ( p
< . 01) dan pada tumit tombak ( p < . 001), dan frekuensi tinggi (HF) lebih tinggi
dalam kondisi SSC daripada di kondisi inkubator ( p < . 05). LF rasio / HF memiliki
kurang fl risiko fluktuasi di seluruh periode di SSC dari dalam kondisi inkubator
dan secara signifikan lebih rendah selama pemulihan di SSC daripada di inkubator
( p < . 001) menunjukkan lebih negara regulasi yang matang. Dalam sidang yang
membandingkan plasebo, glukosa oral dan SSC untuk tumit tombak. Ada
perbedaan yang signifikan antara tiga kelompok dengan skor nyeri yang lebih
rendah pada kelompok SSC. Penambahan goyang, bernyanyi dan mengisap pada
bayi usia 32-36 minggu kehamilan, tidak membuktikan lebih baik dari SSC sendiri
(Johnston et al., 2011)
g. Swaddling
Membatasi gerak bayi prematur dengan pelukan atau menggunakan lengan
untuk menempatkan lengandan kaki bayi dekat dengan tubuh diposisi dekat uterus
dengan anggota badan berada di tengah tubuh. Teknik A flexed in utero posture ini
mengacu pada teknik Facilited Tucking yaitu, tipe posisi Flaxed fetal yaitu perawat
atau orangtua memeluk bayi pada neonatus berbaring. Efek Fasili Tucking telah
diteliti pada kedaua bayi, yaitu preterem dan very preterem, neonates dibawah
perkembangan. Yang sering ditunjukkan pada akhir prosedur di NICU dan telah
ditunjukkan untuk mengurangi besaarnya respon sakit secarpsikologi dan perilaku.
Serupa dengan Facilitated tacking degan berfokus untk tindakan mengontrol,
mempertahankan posisi tengah. Swaddling merupakan cara membungkus bayi
memakai sepraei atau selimut, kepala, bahu, pinggul di dekatkan anggota badan
tanpa adanya putaran. Dan tangan dapat bergerak untuk ekspolrasi. Namun di sisi
lain, menimbulkan kekurangan dan tidur yanglebih lama.
Tinjauan ulang dari swaddling pada anak preterm telah mengidentifikasi 3
kasus yang menunjukkan swaddling untuk nyeri pada neonatus dan metaanalisis
dari kasus di Tahiland melaporkan skor nyeri selama nyeri tumit pada anak-anak
0,79 (95% cl : 0,53; 1,05) dan pada anak preterm 0,53 (95% CI = 0.27; 0.80).
Meningkatkan ventilasi danoksigenasi. Ditunjukkan dengan menambah
ketenangan tidur, mengurangi tangisan. Meskipun banyak keuntungan, tidak ada
studi yang menunjukkan bahwa prone postion menyediakan kenyamnan untuk bayi
selama prosedur yang menyakitkan (Johnston et al., 2011). g. Developmental care
Developmental care meliputi membatasi rangsangan lingkungan, lateral yang
positioning, penggunaan tempat tidur mendukung,dan perhatian terhadap petunjuk
perilaku. Langkah-langkah ini telah terbukti berguna dalam prematur dan
termneonates dalam mengurangi rasa sakit dari tongkat tumit.
Mengurangi sakit dari bedah pada neonatus dapat dilakukan dengan
beberapa tindakan (Statement, 2006) :
❖ Setiap fasilitas perawatan kesehatan yang memberikan pembedahan untuk
neonates harus memiliki protokol yang ditetapkan untuk pengelolaan rasa
sakit. Protokol itu membutuhkan koordinasi, strategi multidimensi dan
harus menjadi prioritas dalam manajemen perioperatif.
❖ Anestesi yang cukup harus diberikan untuk mencegah nyeri intraoperatif
dan menurunkan respon stres post operasi.
❖ Rasa sakit harus secara rutin dinilai dengan menggunakan skala yang
digunakan untuk mengukur nyeri pascaoperasi atau berkepanjangan pada
neonates.
❖ Opioid harus menjadi dasar untuk analgesik pasca operasi.
❖ Analgesia pascaoperasi harus digunakan dan dicatat selama penilaian skala
rasa sakit.
❖ Asetaminofen dapat digunakan setelah operasi
2.3 MENGAJARI IBU CARA MENINGKATKAN PRODUKSI ASI
Kegagalan seorang ibu memberikan ASI secara eksklusif antara lain disebabkan
ibu merasa produksi ASI-nya sedikit. ASI akan keluar lebih banyak jika payudara
mendapatkan rangsang yang lebih lama dan lebih sering. Anda perlu mengajari ibu cara
meningkatkan produksi ASI.
➢ Cara untuk meningkatkan ASI adalah dengan menyusui sesering mungkin.
Menyusui lebih sering akan lebih baik karena merupakan kebutuhan bayi.
Menyusui pada payudara kiri dan kanan secara bergantian.
➢ Berikan ASI dari satu payudara sampai kosong sebelum pindah ke payudara
lainnya.
➢ Jika bayi telah tidur lebih dari 2 jam, bangunkan dan langsung disusui.
2.4 MENGATASI MASALAH PEMBERIAN ASI PADA BAYI
MASALAH PEMECAHAN
Bayi banyak Jelaskan bahwa hal ini tidak selalu terkait dengangangguan
menangis atau pemberian ASI.
rewel
Periksa popok bayi, mungkin basah.
Bayi menolak Mungkin bayi bingung puting, karena sudah diberi susu
untuk botol.
menetek
Tetap berikan hanya ASI (tunggu sampai bayi betul-betul
lapar)
Bayi bingung Jangan mudah mengganti ASI dengan susu formula tanpa
puting indikasi medis yang tepat.
bayi kecil
(BBLR) Jika belum bisa menyusu, ASI dikeluarkan dengan tangan
atau pompa. Berikan ASI dengan sendok atau cangkir.
Ibu jari ibu dapat dipakai sebagai penyumbat celah pada bibir
bayi.
MASALAH PEMECAHAN
Ibu mengatakan Ibu dapat terus memberikan ASI pada keadaan luka tidak
puting susunya begitu sakit.
terasa sakit
(puting Perbaiki posisi dan perlekatan. Olesi puting susu dengan
ASI. Mulai menyusui dari puting yang paling tidak lecet.
susu lecet)
Puting susu dapat diistirahatkan sementara waktu, kurang
lebih 1×24 jam jika puting lecet sangat berat. Selama puting
diistirahatkan, sebaiknya ASI tetap dikeluarkan dengan
tangan, tidak dianjurkan dengan alat pompa karenanyeri.
Jelaskan bahwa ibu dapat minum obat yang aman untuk ibu
menyusui. Susui bayi sebelum ibu minum obat.
• Cara mengeluarkan ASI yang akan dibahas disini adalah memerah ASI
menggunakan tangan. Cara ini paling baik, cepat, efektif dan ekonomis.
Oleh karena itu ibu dianjurkan melakukan cara ini.
• Cuci tangan ibu sebelum memegang payudara.
• Cari posisi yang nyaman, duduk atau berdiri dengan santai. Pegang cangkir
yang bersih untuk menampung ASI.
• Condongkan badan ke depan dan sangga payudara dengan tangan.
• Letakkan ibu jari pada batas atas areola mamae dan letakkan jari telunjuk
pada batas areola bagian bawah.
• Tekan kedua jari ini ke dalam ke arah dinding dada tanpa menggeser letak
kedua jari tadi.
• Pijat daerah di antara kedua jari tadi ke arah depan sehingga akan memerah
dan mengeluarkan ASI. Jangan menekan, memijat atau menarik puting susu
karena ini tidak akan mengeluarkan ASI dan akan menyebabkan rasa sakit.
• Ulangi gerakan tangan, pijat dan lepas beberapa kali.
• Setelah pancaran ASI berkurang, pindahkan posisi ibu jari dan telunjuk tadi
dengan cara berputar pada sisi-sisi lain dari batas areola dengan kedua jari
selalu berhadapan.
• Lakukan hal yang sama pada setiap posisi sampai payudara kosong
ASI yang telah ditampung di cangkir atau gelas bertutup, dapat disimpan dengan
cara sebagai berikut:
• Pada suhu kamar/di udara terbuka (26OC), tahan disimpan selama 6-8
1. Taruh wadah berisi ASI ke dalam kulkas. [1] . Pindahkan ASI dari pembeku ke
kulkas. Pastikan untuk mencairkan ASI beku sebelum menjadi basi. Ketika ASI
disimpan di dalam pembeku yang tidak terintegrasi dengan deep freezer, ASI bisa
bertahan selama 6 hingga 12 bulan, namun jika disimpan dalam pembeku standar
yang menyatu dengan kulkas, maka akan bertahan antara 3-6 bulan. Jika disimpan
dalam kompartemen pembeku sebuah kulkas, ASI hanya baik digunakan selama 2
minggu.
2. Letakkan wadah berisi ASI di dekat bagian depan kulkas ketika mencairkannya.
Bagian depan kulkas agak lebih hangat dibandingkan bagian belakangnya namun
masih cukup aman untuk mencairkan susu.
3. Taruh wadah berisi ASI ke dalam kulkas. [1]. Pindahkan ASI dari pembeku ke
kulkas. Pastikan untuk mencairkan ASI beku sebelum menjadi basi. Ketika ASI
disimpan di dalam pembeku yang tidak terintegrasi dengan deep freezer, ASI bisa
bertahan selama 6 hingga 12 bulan, namun jika disimpan dalam pembeku standar
yang menyatu dengan kulkas, maka akan bertahan antara 3-6 bulan. Jika disimpan
dalam kompartemen pembeku sebuah kulkas, ASI hanya baik digunakan selama 2
minggu.[2]
4. Letakkan wadah berisi ASI di dekat bagian depan kulkas ketika mencairkannya.
Bagian depan kulkas agak lebih hangat dibandingkan bagian belakangnya namun
masih cukup aman untuk mencairkan susu.
5. Simpan ASI untuk lima hari. ASI yang sudah dicairkan paling baik jika segera
digunakan, namun masih aman diminum bayi jika disimpan di kulkas hingga lima
hari. Pindahkan wadah ke bagian belakang kulkas, yang suhunya cenderung paling
dingin.
6. Jangan dibekukan lagi. Membekukan ulang ASI bisa menyebabkan lemak di dalam
ASI menjadi menurun mutunya. Kualitas ASI akan menurun dan mulai rusak.
• METODE 2 AIR MENGALIR
1. Letakkan ASI beku di bawah air dingin. Jika Anda menghangatkan ASI
langsung pada keadaan dingin, letakkan wadah berisi ASI beku di bawah air
dingin yang mengalir.[3] Air sebaiknya lebih dingin dari suhu ruang.
2. Menggunakan air dingin pada tahap awal ini direkomendasikan karena
membuat suhu ASI naik secara perlahan. Jika Anda langsung menggunakan air
panas, maka akan timbul titik-titik panas yang terbentuk di sepanjang bagian
luar susu sementara bagian dalamnya tetap beku. Selain itu, cara ini juga secara
tidak sengaja bisa merusak lebih banyak enzim yang bermanfaat di dalam ASI.
3. Gunakan hanya air dingin hingga Anda merasa ASI sudah cair. Perhatikan
wadahnya, hal yang harus terlihat hanyalah cairan dan tidak ada gumpalan ASI
beku yang mengambang. Guncangkan wadah pelan-pelan untuk merasakan
gumpalan-gumpalan ASI yang tersembunyi.
4. Tingkatkan suhu air secara bertahap. Tingkatkan suhu air yang mengalir secara
bertahap setelah ASI dicairkan.
5. Tingkatkan suhu air dari dingin menjadi suhu ruang, dari suhu ruang ke hangat,
dan dari hangat ke panas. Meningkatkan suhu secara bertahap hanya akan
menghancurkan sedikit enzim saja di dalam ASI dan memanaskan ASI secara
merata.
6. Hentikan proses ini ketika air mulai menguap. ASI tidak boleh menjadi panas
karena bisa membakar mulut bayi yang sensitif.
7. Perhatikan, ASI yang dingin sangat aman untuk diminum bayi, namun jika bayi
Anda rewel saat minum ASI, Anda perlu menghangatkannya pada suhu ruang
agar lebih menggugah selera.[4]
8. Hangatkan ASI dingin di bawah air hangat. Jika Anda mencairkan ASI di
kulkas atau hanya menyimpannya di kulkas, lewatkan langkah penggunaan air
dingin dan letakkan wadah ASI secara langsung di bawah air hangat yang
mengalir. Tingkatkan suhu air secara bertahap dari hangat ke panas, hentikan
sebelum air mulai menguap.
9. Aduklah ASI. Pastikan ASI hangat merata dengan mengaduk wadah atau botol
ASI pelan-pelan, sehingga ASI teraduk. Anda juga bisa meratakan suhu dengan
mengaduk ASI dengan sendok atau pengaduk kopi.
• METODE 3 PERENDAMAN AIR HANGAT
1. Aduklah ASI. Pastikan ASI hangat merata dengan mengaduk wadah atau
botol ASI pelan-pelan, sehingga ASI teraduk. Anda juga bisa meratakan
suhu dengan mengaduk ASI dengan sendok atau pengaduk kopi.
2. Tempatkan wadah berisi ASI di dalam air panas.[5] Anda bisa menaruh
botol atau wadah berisi ASI di dalam panci berisi air panas atau terus
mengaduknya di dalam air panas.
3. Membiarkan botol menyentuh dasar panci ketika Anda mengangkat panci
dari kompor adalah tindakan yang aman, namun jika Anda masih khawatir,
peganglah botol di dalam air tanpa membiarkannya menyentuh dasar panci.
4. Anda bisa menghangatkan ASI dalam keadaan beku atau dingin
menggunakan cara ini. Jika Anda memanaskan ASI dalam keadaan dingin,
maka hanya perlu waktu beberapa menit. Jika menghangatkan dalam
keadaan sudah dicairkan, maka butuh waktu dua kali lebih lama.
5. Pastikan suhunya merata. Aduk botol atau wadah berisi ASI dengan hati-
hati untuk meratakan suhunya.
6. Anda juga bisa mengaduk susu dengan sendok atau pengaduk kopi untuk
melakukan hal ini.
• METODE 4 PENGHANGAT BOTOL
1. Bacalah instruksinya. Tak ada dua penghangat botol yang benar-benar
sama, maka membaca seluruh instruksi sebelum menggunakannya adalah
langkah yang penting.
2. Ada beberapa kesamaan yang umum, sementara spesifikasi dan instruksi
yang tepat berbeda-beda antara alat yang satu dengan yang lainnya.
3. Perhatikan, banyak penghangat botol, meskipun tidak semua, juga bisa
berfungsi ganda sebagai penghangat makanan bayi ketika anak Anda mulai
makan makanan padat dan sereal.
13. Atur tombol kontrol dan hangatkan susu. Ikuti instruksi untuk menentukan
seberapa tinggi atau rendah untuk mengatur tombol suhu, jika pemanas itu
memiliki tombol. Tekan tombol mulai dan tunggulah hingga penghangat itu
mengeluarkan bunyi “klik”.
14. Sebagian besar penghangat botol memiliki cahaya sensor yang bisa
menyala dan mati untuk memberi tanda ketika proses penghangatan selesai.
Pemanas lain juga memiliki bunyi atau alarm ketika proses penghangatan
telah selesai.
2.8 ENAM PENYAKIT YANG SERING MENGINTAI BAYI BARU
LAHIR
Adapun beberapa gangguan kesehatan yang paling sering terjadi pada bayi baru lahir
(neonatus), yaitu:
• Penyakit kuning
Kuning pada bayi baru lahir atau disebut ikterus neonatorum terjadi akibat
penumpukan bilirubin. Kondisi ini bisa terjadi secara fisiologis (normal) ataupun
akibat adanya penyakit tertentu. Bila warna kuning pada tubuh baru muncul setelah
24 jam dan bayi tampak sehat, kemungkinan penyebabnya adalah masalah fisologis
yang bisa sembuh dengan sendirinya. Namun, apabila kondisi kuning muncul
segera setelah lahir, bertahan hingga 24 jam atau lebih, harus dicurigai adanya
kemungkinan penyakit tertentu. Kondisi ini dapat disebabkan berbagai faktor,
seperti berat badan lahir rendah, usia kehamilan kurang dari 37 minggu, infeksi,
hipoglikemi, dan lain-lain.
• Respiratory Distress
Respiratory Distress adalah keadaan yang muncul akibat kurangnya pasokan
oksigen pada bayi. Keadaan ini bisa terjadi karena bayi masih beradaptasi untuk
dapat bernapas secara normal dan mandiri. Orang tua perlu khawatir jika bayi
tampak merah, terdengar suara merintih ataupun mengi. Terjadinya keluhan-
keluhan ini harus segera mendapatkan tindak lanjut dari dokter yang ahli.
• Kolik
Kolik adalah kondisi dimana bayi menangis terus-menerus tanpa sebab yang jelas.
Kondisi ini terkadang dapat membuat ibu yang baru melahirkan mengalami baby
blues syndrome atau depresi. Pada umumnya, kolik terjadi ketika bayi merasa tidak
nyaman akan suatu hal. Keadaan ini biasanya dialami bayi yang baru lahir hingga
mencapai usia 3 bulan. Kolik akan menghilang dengan sendirinya seiring
pertambahan usia si Kecil.
• Distensi perut
Bayi baru lahir sering mengalami penumpukan gas atau gangguan saluran cerna,
sehingga timbul distensi perut. Anda tak perlu khawatir berlebih akan keadaan ini,
karena bisa diatasi dengan melakukan pijatan lembut di area perut si Kecil. Namun,
apabila pijatan tidak memberikan hasil yang efektif atau perut bayi tampak semakin
besar, jangan tunda untuk segera membawa buah hati Anda berobat ke dokter.
• Masalah kulit
Masalah kulit yang paling sering muncul adalah diaper rash atau ruam popok. Jika
dibiarkan, kondisi ini akan membuat bayi merasa tidak nyaman. Diaper rash
biasanya terjadi akibat tumpukan feses atau urine yang menempel pada bokong bayi
selama berjam-jam.
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Asuhan segera bayi baru lahir adalah asuhan yang diberikan pada bayi tersebut
selama jam pertama setelah kelahiran sebagian besar bayi baru lahir akan menunjukkan
usaha napas pernapasan spontan dengan sedikit bantuan atau gangguan. Jadi asuhan
keperawatan pada bayi baru lahir adalah asuhan keperawatan yang diberikan pada bayi
yang baru mengalami proses kelahiran dan harus menyesuaikan diri dari kehidupan intra
uteri kekehidupan ekstra uteri hingga mencapai usia 37-42 minggu dan dengan berat 2.500-
4.000 gram.
Setelah dilakukan penelitian tentang hubungan pemberian makanan prelakteal
terhadap kejadian sakit pada neonatus, diketahui bahwa responden yang mengalami sakit
dan diberi makanan prelakteal berjumlah 5 orang (21,7%), responden yang diberi makanan
prelakteal dan tidak mengalami sakit berjumlah 18 orang (78,3%), sedangkan responden
yang tidak diberi makanan prelakteal berjumlah 22 orang (48,8%) dan tidak ada satupun
responden mengalami sakit. Berdasarkan hasil uji statistik dapat disimpulkan bahwa ada
hubungan yang bermakna antara pemberian makanan prelakteal terhadap kejadian sakit
pada neonatus dengan nilai p value = 0,049 < α = 0,05.
Dari pelaksanan kegiatan ini dapat disimpulka: 1. Ibu-ibu menyusui membutuhkan
dukungan lingkungan sekitarnya untuk menyusui, agar terwujud balita yang sehat. 2. Ibu-
ibu mengetahui cara menyimpan ASI perah. 3. Ibu-ibu mengetahui beberapa kesalahan
terhadap tahap-tahap memanaskan ASI perah. 4. Manajemen ASI perah mempertahankan
kualitas ASI perah
3.2 Saran
keperawatan dapat memberikan pendidikan yang mendalam mengenai prosedur
pelaksanaan askep pada bayi berdasarkan neonatus essentials sehingga mahasiswa dapat
menjadikanl prosedur pelaksanaan askep pada bayi berdasarkan neonatus essentials
sebagai salahsatu alternatif yang dapat digunakan untuk mengaplikasikan nya.
Perlunya disosialisasikan pula manajemen ASI perah untuk ibu hamil beserta pasangannya.
Persiapan lebih dini dapat dilakukan karena setelah melahirkan biasanya Ibu ibu sibuk
dengan persiapan pasca melahirkan.
DAFTAR PUSTAKA
https://id.scribd.com/document/250858346/Nutrisi-Pada-Neonatus Diakses pada tanggal
14 September 2021
http://kesga.kemkes.go.id/images/pedoman/Buku-Saku-Pelayanan-Kesehatan- Neonatal-
Esensial.pdf
Diakses pada tanggal 14 September 2021
https://www.google.com/search?q=cara+memerah+asi+dengan+tangan+yang+benar&tb
m=isch&ved=2ahUKEwiWo5eClf7yAhWl23MBHXKVCrIQ2-
cCegQIABAA&oq=CARA+MEmerah+asi&gs_lcp=CgNpbWcQARgAMgUIABCABDI
ECAAQHjIECAAQHjIGCAAQBRAeMgYIABAIEB4yBAgAEBgyBAgAEBg6CwgAE
IAEELEDEIMBOggIABCxAxCDAToICAAQgAQQsQNQkPESWKKME2D9mxNoAH
AAeACAAeEIiAHjIJIBDzAuNi4yLjEuMC4xLjEuMZgBAKABAaoBC2d3cy13aXota
W1nwAEB&sclient=img&ei=EW1AYdbWNKW3z7sP8qqqkAs&bih=657&biw=1366#i
mgrc=CVm5LUbnatudSM Diakses pada tanggal 14 September 2021
https://www.capellaproject.com/news/2017/12/22/cara-menyimpan-asi-yang-baik-dan-
benar Di akses pada tanggal 14 September 2021
6 Penyakit yang Mengintai Bayi Baru Lahir - Info Sehat Klikdokter.com Diakses pada
tanggal 14 September 2021
https://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2009/09/masalah
masalah_dalam_menyusui.pdf Diakses pada tanggal 14 September 2021
[1] Arief Zr Dan Sari, 2014, Neonatus Dan Asuhan Keperawatan Anak Yogyakarta: Nuha
Medika
[4] Azwar S, 2013, Sikap Manusia: Teori Dan Pengukuran, Jakarta: Pustaka Pelajar
[6] Dewi, Vivian Nanny Lia.2013, Asuhan Neonatus Bayi Dan Anak Balita, Jakarta:
Salemba Medika.
[7] Diouf dkk : / Jurnal Of Neonatal and Pediatric Medicine. Vol. 3. Issue. 1, Maret 2017.
[9] Laili Jamilatus Sanifa, 2018, Hubungan tingkat pengetahuan dengan sikap keluarga
[10]Lockhart Rn Dan Dan Lyndon Saputra,2014, Asuhan Kebidanan Neonatus Normal
Patologis, Tanggerang Selatan: Binarupa Aksara Publisher
[12]Marni dan Kukuh Rahardjo.2015.Asuhan Neonatus, Bayi, Balita Dan Anak Pra
Sekolah, Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Armini, N.W., Sriasih, N.K., & Marhaeni, G.A. (2017). Asuhan kebidanan neonatus, bayi,
balita & anak prasekolah. Yogyakarta: Andi. IDAI. (2014). Neonatologi Edisi Pertama.
Jakarta: IDAI.
IDAI. (2016). Tepatkah madu diberikan kepada bayi. Diperoleh tanggal 20 Oktober 2018
dari http://www.idai.or.id/ .
79 Irsal, F.S., Paramita, G.T & Sugianto, W. (2017). A to Z ASI & menyusui. Jakarta:
Pustaka Bunda.
Notoatmodjo, S (2010). Promosi kesehatan teori & aplikasi. Jakarta: Rineka Cipta
Nugraheni, R.B., Hardianti, G & Eka, D (2017). Pengaruh pengetahuan, jenis persalinan
dan tradisi terhadap pemberian makanan prelakteal di wilayah kerja puskesmas jalan
gedang kota bengkulu tahun 2017.
Jurnal Bahan Kesehatan Masyarakat V.(2).1 hal 13-20 Diperoleh pada tanggal 10 Januari
2019 dari http://journal.poltekkesjambi.ac.id/ Nguyen P. H., Sarah C.K., Nguyen N.T.,
Nguyen T.T., Tran L.M.,& Hajeebhoy N. (2013). Prelacteal Feeding Practices In Vietnam:
Challenges And Associated Factors. BMC Public Health. Diperoleh pada tanggal 20
September 2018 dari https://bmcpublichealth.biomedcentral . com/articles/ Purwanti, S.H.
(2003).
Konsep penerapan ASI eksklusif. Jakarta: EGC. Putri, R (2014) Hubungan pola menyusui
dengan frekuensi kejadian sakit pada bayi. Jurnal of Issues In Midwifery Vol.1 No.1, 1-18
Diperoleh pada tanggal 10 Januari 2019 dari http://bidan.fk.ub.ac.id/ Purwanti, S.H.
(2003).
Konsep penerapan ASI eksklusif. Jakarta: EGC. Riskesdas. (2013). Riset kesehatan dasar.
Jakarta: Balitbang Kemenkes RI. Rizka, L (2013).
Faktor-faktor yang mempengaruhi praktik pemberian makanan prelakteal pada bayi baru
lahir di kecamatan bukitkecil kota palembang. Jurnal Kesehatan, V (VI). 2, hlm 183-189
Diperoleh pada tanggal 10 Januari 2019 dari https://ejurnal.poltekkes-tjk.ac.id/ Rosha, C.B
& Utami, N.H (2014).
Determinan Pemberian Makanan Prelaktal Pada Bayi Baru Lahir Di Kelurahan Kebon
Kelapa Dan Ciwaringin, Kota Bogor (Determinants Of Prelacteal Feeding Among
Newborn Babies In Kebon Kelapa And Ciwaringin Villages, Bogor).
The Journal of Food Research and Nutritions. V.(36).1 hal 54-61. Diperoleh pada tanggal
20 September 2018 dari http://ejournal.litbang.depkes.go.id/ind ex.php/ Sara, M.,
Hertanto, W., Martha,I., Anies, & Suhartono. (2017).
Makanan (prelakteal dan papahan) sebagai faktor risiko kejadian stunting pada anak usia
12-24 bulan di Lombok Timur NTB. Jurnal Magister Epidemiologi Universitas
Diponegoro Semarang. Diperoleh tanggal 20 September 2018 dari
http://www.pasca.undip.ac.id Sofyana, H (2011).
Perbedaan dampak pemberian nutrisi ASI eksklusif dan non eksklusif terhadap perubahan
ukuran antropometri dan status imunitas pada neonatus di RSUD Al Ihsan Jawa Barat.
Jurnal Magister Keperawatan Universitas Indonesia. Diperoleh pada tanggal 28 Oktober
2018 dari http://lib.ui.ac.id/ Suradi, R., Hegar, B., Partiwi I.G., Marzuki A.N & Ananta,
Y. (2010).
Kalhan SC and Price IT. Parenteral Nutrition In : Care of the High Risk Neonate. Fanaroff
AA and Klaus MH, 5rd Ed, WB Saunders Company, 2001, 150-159 and 174-175.
Crouch JB and Rubin LP. Parenteral Nutrition. In : Cloherty Jl and Stark AR. Manual of
Neonatal Care, 3rd Bd. Little, Brown and Co, 2004.
Roberton NRC and Rennie JM. Parenteral Nutrition. In : A Manual of Neonatal Intensive
care, 4th Ed. Arnold International Students, Ed, 2002 : 51-61.
Nelson Textbook Pediatr. Parenteral Nutrition In ; Nelson Textbook Pediatr, 17th Ed,
Philadelphia WB Saunders, Co, 2004 : 554-556.
Abdurachman S. Nutrisi Parenteral. Dalam : Pedoman Terapi Penyakit Pada Bayi Bary
Lahir, Bagian IKA FK Unpad Bandung, 2002 : 114-24.
Patti J Thureen et al. Protein balance in the first week of life in ventilated neonates receiving
parenteral nutrition. The American Journal of Clinical Nutrition. Diunduh 1 juli 2011
www.ajcn.org
Kitterm J. Intensive Care Nursery House Manual. Neonatal Parenteral Nutrition. UCSF
Children Hospital. Diunduh 1 Juli 2011
Morgan, Jane B., Kovar. The Low Birth Weight Infant and Parenteral Nutrition in :
Nutrition Research Review. Great Britain. 1992. 115-129
Wargo, Sharon Groh. Parenteral Nutrition Guidelines for Newborn Infants. 2005. Diunduh
1 Juli 2011 11. Nieman, Liesje. Parenteral Nutrition in NICU. Diunduh 1 Juli 2021
https://id.wikihow.com/Menghangatkan-ASI