Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

RANGKUMAN MATERI KEPERAWATAN ANAK

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas

Mata Kuliah : keperawatan anak

Dosen : Maslina, S.Kep., Ns., M.Pd

Di susun oleh :

Septiani astria ningsih lingga

(P07520221042)

JURUSAN SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN

POLTEKKES MEDAN

2022/202

KATA PENGANTAR

Puji syukur diucapkan kehadirat Allah Swt. atas segala rahmat-Nya sehingga makalah
ini dapat tersusun sampai selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada dosen
kami ibu Masnila S.Kep., Ns., M.Pd selaku dosen pengajar mata kuliah maternitas yang telah
membimbing dan mengajarkan ilmu yang bermanfaat bagi penulis.

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa
pembaca praktikkan dalam kehidupan sehari-hari.

Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna dan masih terdapat
beberapa kekurangan. Maka dari itu penulis bersedia menerima kritik dan saran. Penulis akan
menerima semua kritik dan saran tersebut sebagai pembelajaran yang dapat memperbaiki
makalah yang akan datang. Sehingga makalah berikutnya dapat di selesaikan dengan hasil
yang lebih baik. Mudah-mudahan dengan adanya pembuatan tugas ini dapat memberikan
manfaat berupa ilmu pengetahuan yang baik bagi kami maupun pembaca.

Medan, 12 November 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata pengantar ......................................................................................................... i

Daftar isi .................................................................................................................. ii


Bab I Pendahuluan .............................................................................................................1

1.1. Latar belakang ........................................................................................................1


1.2. Rumusan masalah ...................................................................................................2
1.3. Tujuan penulisan ....................................................................................................2 Bab II

Pembahasan .............................................................................................................3

2.1 Asfiksia Neonatal ........................................................................................................3


2.2 Manajement bayi baru lahir .........................................................................................5
2.3 Manajement bayi baru lahir dengan asfiksia ................................................................6
2.4 Pemeriksaan bayi sakit dengan MTBS .........................................................................8
2.5 Hisprung dengan pemasangan kolostomi ....................................................................12
2.6 Pemasangan kolostomi ...............................................................................................13
Bab III Penutupan .............................................................................................................14
3.1. kesimpulan .................................................................................................................17
3.2. saran ...........................................................................................................................17
Daftar Pustaka ...................................................................................................................19

ii
BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang


Asfiksia neonatorum adalah suatu kondisi yang terjadi ketika bayi tidak mendapatkan
cukup oksigen selama proses kelahiran. Jika tidak segera ditangani dengan tepat,
kondisi ini dapat berakibat fatal. kegagalan bernapas yang terjadi secara spontan dan
teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh
hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang
timbul dalam kehamilan, persalinan, atau segera setelah bayi lahir.
Asfiksia neonatorum dapat terjadi akibat faktor berikut: Jalan napas bayi tersumbat
Bayi menderita anemia Proses persalinan berlangsung terlalu lama atau sulit Ibu tidak
mendapatkan cukup oksigen sebelum atau selama persalinan Tekanan darah ibu
terlalu tinggi atau rendah selama persalinan Infeksi yang memengaruhi ibu atau bayi
Plasenta terpisah dari rahim terlalu cepat Tali pusar melilit bayi dengan tidak benar.
Sebagaimana diketahui, derajat kesehatan merupakan cerminan kesehatan
perorangan, kelompok maupun masyarakat yang digambarkan dengan umur harapan
hidup, mortalitas, morbiditas, dan status gizi. Strategi MTBS mulai diperkenalkan di
Indonesia oleh WHO pada tahun 1996. Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)
adalah pendekatan pelayanan terintegrasi dalam tata laksana balita sakit yang
berfokus pada kesehatan anak usia 0-59 bulan secara menyeluruh di layanan rawat
jalan fasilitas kesehatan dasar.
Pelayanan MTBS dilakukan oleh perawat atau bidan dengan supervisi dokter yang
terlatih. MTBS digunakan sebagai standar pelayanan bayi dan balita sakit sekaligus
sebagai pedoman bagi tenaga keperawatan (bidan dan perawat) khususnya di fasilitas
pelayanan kesehatan dasar. Manajemen Terpadu Balita Sakit, adalah pendekatan yang
mampu mengintegrasi dan memadukan penanganan berbagai masalah.
Hirschsprung (hisprung) adalah kelainan bawaan pada bayi baru lahir yang membuat
usus besar bermasalah dalam mengeluarkan feses. Kondisi ini juga disebut megakolon
aganglionik kongenital. Kondisi ini muncul sejak lahir. Penyakit
Hirschsprung dapat terjadi ketika saraf pada usus besar tidak terbentuk secara
sempurna. Saraf pada usus besar memiliki fungsi untuk mengontrol pergerakan pada usus
besar. Sehingga, ketika saraf memiliki kondisi yang tidak sempurna, fungsi saraf untuk
mendorong feses keluar dari tubuh tidak akan sempurna. penyakit Hirschsprung adalah
kondisi yang sangat serius. Tetapi, jika ditemukan dengan cepat, penyakit ini hampir selalu
dapat disembuhkan dengan operasi. Operasi ini hanya memotong bagian usus besar dengan
sel saraf yang hilang yang di sebut kolostomi.

1
Saat ini yang dapat di lakukan untuk mencegah kelainan tersebut adalah. Lakukan
kontrol rutin ke dokter kandungan selama masa kehamilan. Konsumsi makanan yang
bergizi, dan minum air putih 2 - 2,5L perhari. Hindari rokok dan alkohol.
Hati hati dalam konsumsi obat saat kehamilan.

1.2. Rumusan masalah


Ada pun rumusan masalah yang dalam makalah ringkasan materi ini adalah sebagai
berikut;
1. Apa yang dimaksud dengan asfiksia neonatal?
2. Bagaimana teknik manajemen bayi baru lahir?
3. Bagaimana teknik manajemen bayi baru lahir dengan asfiksia?
4. Bagaimana pemeriksaan status kesehatan anak dengan MTBS bayi umur 2 bulan
sampai 5 tahun?
5. Apa yang dimaksud atresia ani?
6. Apa itu kolostomi pada bayi
7. Bagaimana prosedur pemasangan kolostomi

1.3. Tujuan penulisan


1. Mengetahui yang dimaksud dengan asfiksia neonatal?
2. Mengetahui teknik manajemen bayi baru lahir?
3. Memahami teknik manajemen bayi baru lahir dengan asfiksia?
4. Memahami pemeriksaan status kesehatan anak dengan MTBS bayi umur 2 bulan
sampai 5 tahun?
5. Dapat mengetahui yang dimaksud atresia ani?
6. Memahami apa itu kolostomi pada bayi
7. Dapat mengetahui prosedur pemasangan kolostomi
BAB II PEMBAHASAN

2.1. ASFIKSIA NEONATORUM


2.1.1. Asfiksia neonatorum
Asfiksia neonatorum adalah kegagalan bernapas yang terjadi secara spontan dan
teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia
janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam
kehamilan, persalinan, atau segera setelah bayi lahir. Berdasarkan jenisnya asfiksia
terbagi menjadi, asfiksia ringan, sedang dan berat. Asfiksia neonatorum adalah kondisi

2
ketika janin tidak mendapat aliran darah atau pertukaran udara yang cukup saat sebelum,
selama, atau setelah persalinan. Kulit bayi pucat atau kebiruan, bibir bayi kebiruan, otot-
otot di dada terlihat berkontraksi, denyut jantung terlalu cepat atau terlalu lambat, bayi
lunglai dan
merintih.
Ada tidaknya asfiksia neonatorum dapat langsung diketahui sesaat setelah bayi lahir
dengan menghitung skor APGAR, yaitu:

• Appearance (apakah bayi tampak biru atau tidak)


• Pulse (menilai denyut jantung bayi)
• Grimace (menilai respons bayi bila diberi rangsangan)
• Activity (melihat kontraksi otot bayi)
• Respiration (menilai bunyi napas bayi, terdengar atau tidak)
Masing-masing komponen tersebut diberi skor 0, 1, atau 2. Semakin baik kondisi
bayi, skor APGAR semakin tinggi. Seorang bayi dianggap mengalami asfiksia
neonatorum bila skor APGARnya di bawah 7. Selain pemeriksaan skor APGAR,
umumnya foto rontgen dada juga akan dilakukan untuk membantu mengetahui lebih
detail penyebab asfiksia neonatorum.
2.1.2. Penyebab asfiksia
a) Faktor ibu
- Preeklamsi dan eklamsi , Preeklampsia adalah salah satu komplikasi kehamilan yang
terjadi karena tekanan darah terlalu tinggi semasa mengandung bayi. dan eklampsia
adalah komplikasi lanjut dari preeklampsia berupa gejala kejang, sakit kepala,
penurunan produksi air seni, dan beberapa kondisi medis lain.
- Perdarahan abnormal (plasenta atau solutio plasenta).
- Partus lama atau partus macet
- Kehamilan post matur
- Usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun - Gravida lebih dari empat
tahun. b) Faktor bayi - Bayi prematur
- Persalinan sulit ( letak sunsang, bayi kembar, distosia bahu, ektraksi vakum, forsep)
- Kelainan kongenital
- Air ketuban bercampur mekonium c) Faktor tali pusat - Lilitan tali pusat
- Tali pusat pendek
2.1.3. Klasifikasi dan tanda gejala asfiksia
Tanda dan gejala asfiksia berat
- Frekuensi jantung kecil, yaitu < 40 kali/menit

3
- Tidak ada usaha panas
- Tonus otot lemah bahkan hampir tidak ada bayi tidak dapat memberikan reaksi jika di
berikan rangsangan
- Bayi tampak pucat bahkan sampai berwarna kelabu.
- Terjadi kekurangan oksigen yang berlanjut sebelum atau sesudah persalinan.

Tanda dan gejala asfiksia sedang

- Frekuensi jantung menurun menjadi 60-80 kali per menit


- Usaha panas lambat
- Tonus otot biasanya dalam keadaan baik
- Bayi masih bisa bereaksi terhadap rangsangan yang di berikan
- Tidak terjadi kekurangan oksigen yang bermakna selama proses persalinan

Tanda dan gejala asfiksia ringan

- Takipnea dengan napas lebih dari 60 kali per menit


- Bayi tampak sianosis
- Adanya retraksi sela iga
- Bayi merintih
- Adanya pernapasan kuping hidung
- Bayi kurang aktivitas
2.1.4. Penanganan asfiksia
- Memastikan saluran terbuka ( airways)
- Memulai pernapasan (breathing)
- Mempertahankan sirkkulasi (circulatin)
- Jika denyut jantung 0 atau 100x/m
- Menit ulangi pemberian eoineprin sesuai dosis tiap 3-5 menit
- Lakukan penilaian denyut jantung, jika denyut jantung tetap/ tidak respon dan tanpa
ada hiporolemi beri bikarbonat sesai dosis
- Keringkan bayi dan selimuti tubuh bayi untuk mengurangi evaporasi
- Hisap lendir dengan penghisap lendir dari mulut kemudian lanjut ke hidung. -
Posisikan kepala bayi dengan posisi ekstensi

2.2. MANAJEMENT BAYI BARU LAHIR


1. Perawatan Neonatal Esensial pada Saat Lahir
1) Kewaspadaan Umum (Universal Precaution)
4
Bayi baru lahir (BBL) rentan terhadap infeksi yang disebabkan oleh paparan atau
terkontaminasi mikroorganisme selama proses persalinan berlangsung atau pada
saat setelah lahir. Beberapa mikroorganisme perlu diwaspadai karena dapat
ditularkan melalui percikan darah dan cairan tubuh. Hal tersebut yang mendasari
perlunya tenaga kesehatan melakukan tindakan pencegahan infeksi pada saat
melakukan pertolongan persalinan.
2) Penilaian Awal
Penilaian awal bayi baru lahir dilakukan dengan menjawab 4 pertanyaan sebelum
dan setelah bayi lahir.
- Sebelum bayi lahir?
1) Apakah bayi cukup bulan ?
2) Apakah air ketuban jernih, tidak bercampur mekonium ?
- Setelah bayi lahir
1) Apakah bayi menangis atau bernafas / tidak megap-megap ?
2. manajemen asuhan bayi baru lahir normal, yaitu;
a) Menjaga bayi tetap hangat
b) Menghisap lendir dari mulut dam hidung ( jika diperukan)
c) Mengeringkan tubuh bayi
d) Memantau tanda bahaya
e) Melakukan pemotongan tali pusat dan mengikatnya tanpa memberi apapun.
Pemotongan tali pusat dilakukan sekitar 2 menit setelah lahir lahir atau setelah bidan
menyuntikan oksitosin kepada ibu untuk memberi waktu tali pusat mengalirkan darah
dan juga zat besi kepada bayi
f) Melakukan inisiasi menyusu dini (IMD)
g) Memberikan imunisasi vitamin K1 1 mg secara intramuskular dipaha kiri anterolateral
setelah IMD h) Memberi salep mata antibiotik pada kedua mata
h) Melakukan pemeriksaan fisik
i) Memberi imunisasi hepatitis B dengan dosis 0,5 mL secara intramuskular, dipaha
kanan anterolateral kira-kira 1-2 jam setelah pemberian vit.k

2.3. MANAJEMEN BAYI BARU LAHIR DENGAN ASFIKSIA


Bayi lahir dengan asfiksia dibutuhkan pengawasaan lebih agar kondisi bayi tetap stabil.
Manajemen bayi baru lahir dengan asfiksia adalah sebagai berikut :

5
1. Melakukan resusitasi pada bayi jika pada penilaian awal diketahui air ketuban
bercampur, umur kehamilan tidak cukup bulan, bayi tidak bernafas atau bernafas
megap-megap, dan tonus otot bayi tidak baik atau bayi tidak bergerak aktif.
2. Jika pada saat penilaian awal bayi diketahui mengalami asfiksia segera melakukan
pemotongan tali pusat, kemudian lakukan langkah awal asuhan bayi baru lahir,
meliputi :
(1) Jaga bayi tetap hangat
(2) Mengatur posisi bayi
(3) Mengisap lender
(4) Mengeringkan tubuh bayi dan memberikan rangsangan taktil
(5) Reposisi
3. Setelah melakukan langkah awal asuhan bayi baru lahir kemudian lakukan penilaian
kembali apakah bayi bernapas normal atau tidak bernapas/ bernapas megap-megap.
Jika bayi bernapas normal segera lakukan asuhan pasca resusitasi (memantau tanda
bahaya, perawatan tali pusat, inisiasi meyusu dini, pencegahan hipotermi, pemberian vit
K1, salep/ tetes mata, pemeriksaan fisik dan melakukan pencatatan dan pelaporan).

4. Namun jika setelah dilakukan penilaian bayi tetap tidak bernapas /bernapas
megapmegap, segera meletakkan sungkup dan melakukan ventilasi sebanyak 2x
dengan tekanan 30 cm air, jika pada saat dilakukan ventilasi dada bayi tidak
mengembang maka cek perlekattan sungkup. Namun jika pada saat dilakukan
ventilasi dada mengembang, ventilasi dilanjutkan kembali sebanyak 20x selama 30
detik dengan tekanan 20 cm air.
5. Setelah melakukan ventiasi, nilai keadaan napas kembali apakah bayi mulai bernapas
normal atau bayi tidak bernapas/ bernapas megap-megap.
6. Jika bayi mulai bernapas normal, hentikan ventilasi yang dilakukan dan memberi
asuhan pasca resusitasi.
7. Namun jika bayi tidak bernapas/ bernapas megap-megap segera mengulangi ventilasi
sebanyak 20x selama 30 detik, dan melakukan penilaian napas bayi setiap 30 detik.
Jika bayi tetap tidak bernapas spontan setelah dilakukan resusitasi selama 2 menit
segera menyiapkan rujukan dan menilai denyut jantung.
8. Jika bayi dirujuk melakukan konseling kepada keluarga, melanjutkan resusitasi,
memantau tanda bahaya, perawatan tali pusat, melakukan pencegahan hipotermi,
pemberian vit K1 dan salep/ tetes mata, melakukan pencatatan dan pelaporan.
9. Jika setelah dilakukan ventilasi selama 10 menit dengan melakukan rujukan bayi
tetap tidak bernapas spontan dan denyut jantung bayi tidak terdengar, petugas

6
kesehatan segera menghentikan resusitasi, melakukan konseling dan melakukan
pencatatan serta pelaporan
10. Pencegahan Kehilangan Panas Mekanisme pengaturan suhu tubuh bayi saat lahir
belum berfungsi sempurna, sehingga jika tidak segera dilakukan pencegahan
kehilangan panas tubuh bayi akan mengalami hipotermia. Bayi dengan hipotermi
beresiko mengalami penyakit berat bahkan kematian. Mekanisme kehilangan panas
tubuh bayi baru lahir (BBL) dapat melalui berbagai cara yaitu dengan evaporasi,
konduksi, konveksi dan radiasi. Kehilangan panas pada bayi baru lahir (BBL) dapat
dicegah dengan melaukan beberapa cara, yaitu :
- Ruang bersalin yang hangat, suhunya minimal 25ºC, menutup semua jendela dan
pintu.
- Mengeringkan seluruh tubuh bayi tanpa membersihkan verniks, terutama pada tangan
bayi. Verniks dapat membantu tubuh bayi tetap hangat. Jangan lupa mengganti
handuk yang basah dengan kain /handuk yang kering.
- Meletakkan bayi di dada atau perut ibu agar agar ada kontak kulit ibu ke kulit bayi
(skin to skin).
- Melakukan insiasi menyusu dini (IMD)
- Menggunakan pakaian hangat (baju, topi, selimut).
- Jangan segera menimbang atau memandikan bayi baru lahir. Penimbangan dilakukan
setelah 1 jam bayi kontak kulit dengan ibu dan selesai menyusu. Sebaiknya selimuti
tubuh bayi dengan kain yang bersih dan kering agar tidak mudah kehilangan panas
tubuh. Berat bayi dapat dihitung dari selisih bayi berpakaian/ selimut dengan berat
pakaian/ selimut. Sementara memandikan bayi pada jam-jam pertama akan
menyebabkan bayi mengalami hipotermi.
- Rawat gabungan
- Resusitasi dalam lingkungan yang hangat
- Trasnportasi yang hangat
- Pelatihan untuk petugas kesehatan dan konseling untuk keluarga
11. Pemotongan dan Perawatan Tali Pusat Memotong tali pusat 2 menit pasca bayi lahir
yang sebelumnya dilakukan penyuntikan oksitosin terlebih dahulu. Biarkan puntung
tali pusat terbuka dan tidak memberi atau mengolesi cairan apapun pada puntung tali
pusat. Mengoleskan atau penggunaan alkohol atau povidon yodium masih
diperkenankan apabila terdapat tanda infeksi, namun tidak dikompreskan karena kaan
membuat tali pusat lembab dan basah.

7
2.4. PEMERIKSAAN BAYI SAKIT MENGGUNAKAN MTBS
2.4.1. Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) dalam bahasa Inggris yaitu Integrated
Management of Childhood Illness (IMCI) adalah suatu manajemen melalui
pendekatan terintegrasi/terpadu dalam tatalaksana balita sakit yang datang di
pelayanan kesehatan, baik mengenai beberapa klasifikasi penyakit, status gizi, status
imunisasi maupun penanganan balita sakit tersebut dan konseling yang diberikan.
Sasaran MTBS adalah anak umur 0-5 tahun dan dibagi menjadi dua kelompok sasaran
yaitu kelompok usia 1 hari sampai 2 bulan dan kelompok usia 2 bulan sampai 5 tahun
2.4.2. Tanda Bahaya Pada Bayi Baru Lahir dan Bayi Muda
Tanda dan gejala adanya penyakit atau gangguan pada bayi baru lahir dan bayi muda
sering tidak spesifik. Tanda ini bisa dijumpai pada saat atau sesudah bayi lahir, saat
bayi baru lahir datang atau saat perawatan di rumah sakit. Berikut adalah beberapa
tanda yang dikategorikan bahaya jika ditemukan pada bayi baru lahir ataupun bayi
muda:
• Tidak bisa menyusu
• Kejang
• Mengantuk atau tidak sadar
• Frekuensi napas < 20 kali/menit atau apnu (pernapasan berhenti selama
>15 detik)
• Frekuensi napas > 60 kali/menit
• Merintih dan terlihat tarikan dada bawah ke dalam yang kuat  Sianosis
sentral.
a. Periksa adanya kemungkinan berat badan rendah atau masalah pemberian ASI. Bila
ditemukan bayi memiliki berat badan rendah, langsung lakukan penanganan atau
rujukan tanpa melihat ada/ tidaknya masalah pada pemberian ASI
b. Tanyakan dan tentukan status imunitas bayi muda, serta status pemberian Vit.K1.
Imunisasi pertama kali yang harusnya didapatkan oleh bayi muda adalah Hb 0 pada
hari 0-7 kelahiran. Selain itu bayi juga harus mendapatkan imunisasi BCG dan polio
setelah lahir
c. Tanyakan adanya masalah lain seperti kelainan kongenital, trauma lahir, ataupun
perdarahan tali pusat
d. Tanyakan adanya keluhan atau penyakit bayi yang disadari oleh ibu
2.4.3. Tatalaksana kedaruratan tanda bahaya:
1. Beri oksigen melalui nasal prongs atau kateter nasal jika bayi muda mengalami
sianosis atau distres pernapasan berat.

8
2. Beri VTP dengan balon dan sungkup, dengan oksigen 100% (atau udara ruangan
jika oksigen tidak tersedia) jika frekuensi napas terlalu lambat (< 20 kali/menit).
3. Jika terus mengantuk, tidak sadar atau kejang, periksa glukosa darah. Jika glukosa
< 45 mg/dL koreksi segera dengan bolus 200 mg/kg BB dekstrosa 10% (2 ml/kg
BB) IV selama 5 menit, diulangi sesuai keperluan dan infus tidak terputus
(continual) dekstrosa 10% dengan kecepatan 6-8 mg/kg BB/menit harus dimulai.
Jika tidak mendapat akses IV, berikan ASI atau glukosa melalui pipa lambung.
4. Beri fenobarbital jika terjadi kejang
5. Beri ampisilin (atau penisilin) dan gentamisin jika dicurigai infeksi bakteri berat.
6. Rujuk jika pengobatan tidak tersedia di rumah sakit ini.
7. Pantau bayi dengan ketat.

2.4.4. Klasifikasi dan Penanganan Manajemen Terpadu Balita Sakit


1. Penilaian Tanda dan Gejala Penilaian tanda dan gejala merupakan langkah awal yang
dilaksanakan dengan pengkajian berdasarkan keluhan anak yang disampaikan oleh
orangtuanya. Dengan keluhan tersebut, Anda dapat mengembangkan pengkajian
sesuai pedoman Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS), yang meliputi:
a. Klasifikasi Pneumonia Keluhan utama:
Klasifikasi Pneumonia Pada klasifikasi pneumonia ini dapat dikelompokkan
menjadi klasifikasi pneumonia berat atau penyakit sangat berat apabila adanya
tanda bahaya umum, tarikan dinding dada ke dalam dan adanya stridor.
Pneumonia apabila ditemukan tanda frekuensi napas yang sangat cepat.
Klasifikasi batuk bukan pneumonia apabila tidak ada pneumonia dan hanya
keluhan batuk.
b. Klasifikasi Dehidrasi Pada diare diklasifikasikan menjadi diare dehidrasi berat
apabila ada tanda dan gejala seperti letargis atau tidak sadar, mata cekung,
turgor kulit jelek sekali. Klasifikasi diare dehidrasi ringan/sedang dengan tanda
gelisah, rewel, mata cekung, haus, turgor jelek. Klasifikasi diare tanpa
dehidrasi apabila tidak cukup tanda adanya dehidrasi.
c. Klasifikasi Dehidrasi Persisten Klasifikasi diare dikategorikan apabila diarenya
sudah lebih dari 14 hari dengan dikelompokkan menjadi diare persisten berat
apabila ditemukan adanya tanda dehidrasi berat dan diare persisten apabila
tidak ditemukan adanya tanda dehidrasi.

9
d. Klasifikasi Disentri Pada klasifikasi disentri ini juga termasuk klasifikasi diare
secara umum akan tetapi apabila diarenya disertai dengan darah dalam tinja
atau diarenya bercampur dengan darah.
e. Diare
Lakukan anamnesa, jika anak mengalami diare maka tanyakan sudah berapa
lama dan apakah ada darah dalam tinja? Inspeksi: keadaan umum anak, apakah
letargi atau tidak sadar? Apakah gelisah rewel/mudah marah? Apakah matanya
cekung? Palpasi: kaji turgor kulit dengan cara mencubit kulit perut anak, turgor
dinyatakan sangat lambat jika kembali > 2 detik.
f. Demam
Lakukan anamnesa untuk menentukan apakah anak tinggal di daerah yang
terkena risiko malaria atau pernah berkunjung ke luar wilayah > 2 minggu?
Jika ya, lakukan pemeriksaan RDT, selanjutnya tanyakan sudah berapa lama
demam, jika > 7 hari apakah demamnya setiap hari? Pernahkah konsumsi obat
malaria serta adakah anak mengalami campak dalam 3 bulan terakhir?
Inspeksi: adakah kaku kuduk? Adakah pilek, lihat kulit adanya tanda campak
(ruam kemerahan pada seluruh kulit). Jika anak menderita campak, kaji mulut
untuk melihat adakah luka. Kaji mata adalah nanah dan kekeruhan di kornea.
g. Klasi fikasi Demam Berdarah Dengue (DBD)
Klasifikasi Demam Berdarah Dengue (DBD) Pada klasifikasi ini apabila
terdapat demam yang kurang dari 7 hari, yang dikelompokkan menjadi demam
berdarah dengue (DBD) apabila ditemukan tanda seperti adanya bintik
perdarahan di kulit (petekie), adanya tanda syok seperti ekstermitas teraba
dingin, nadi lemah atau tidak teraba, muntah bercampur darah, perdarahan
hidung atau gusi adanya uji torniquet positif. Kemudian klasifikasi mungkin
DBD apabila adanya tanda nyeri ulu hati atau gelisah, bintik perdarahan bawah
kulit dan uji torniquet negatif jika ada sedikit petekie. Klasifikasi demam
mungkin bukan DBD apabila tidak ada tanda seperti di atas hanya demam saja
h. Klasifikasi Masalah Telinga
Pada klasifikasi masalah telinga ini diklasifikasikan dengan mastoiditis apabila
ditemukan adanya pembengkokan dan nyeri di belakang telinga, kemudian
klasifikasi infeksi telinga akut apabila adanya cairan atau nanah yang keluar
dari telinga dan telah terjadi kurang dari 14 hari serta adanya nyeri telinga.
Klasifikasi infeksi telinga kronis apabila ditemukan adanya cairan atau nanah
yang keluar dari telinga dan terjadi 14 hari lebih dan klasifikasi tidak ada

10
infeksi telinga apabila tidak ditemukan gejala seperti di atas Lakukan
anamnesa, apakah anak mengalami sakit pada telinga dan keluar cairan/nanah ?
Palpasi: adakah pembengkakan di belakang telinga disertai nyeri?
i. Klasifikasi Masalah Status Gizi
Klasifikasi Status Gizi Pada penentuan klasifikasi gizi, menjadi klasifikasi
sangat kurus dan/atau edema apabila terdapat tanda BB/PB (TB) ≤ 3SD dan
bengkak pada kedua punggung kaki. Untuk klasifikasi kurus biasanya pada
hasil pengukuran BB/PB (TB) ≥ 3SD sampai ≤ 2SD dan normal apabila tidak
ditemukan tanda kelainan gizi dan pengukuran BB/PB (TB) – 2SD sampai +
2SD Lakukan pengukuran dengan menimbang berat badan dan tinggi badan
dan menilai di grafik sesuai jenis kelamin dan umur anak (lampiran), Inspeksi:
apakah anak tampak kurus? Palpasi: adakah pembengkakan di kaki?
j. Anemia
Kaji adakah pucat di telapak tangan, sangat pucat atau agak pucat? Klasifikasi
anemia berat apabila ditemukan telapak tangan sangat pucat, klasifikasi
anemia apabila telapak tangan agak pucat dan tidak ditemukan pucat di
telapak tangan diklasifikasikan tidak anemia.
k. Memeriksa Status Imunisasi
Tanyakan pada ibu, imunisasi yang sudah diberikan pada anaknya dan apakah
anak mendapat suplemen vitamin A pada bulan Pebruari dan Agustus.
2.5. HISPRUNG DENGAN PEMASANGAN KOLOSTOMI
2.5.1. Definisi Astresia ani
Atresia ani atau disebut juga anus imperforata adalah salah satu jenis cacat atau
kelainan yang terjadi sejak lahir. Kondisi ini menunjukkan perkembangan janin
mengalami gangguan sehingga bentuk rektum (bagian akhir usus besar) sampai
lubang anus umumnya tidak terbentuk dengan sempurna.
2.5.2. Etiologi astresia ani pada bayi masih belum diketahui secara pasti. Atresia ani bisa
disebabkan oleh cacat pada genetik. Kelainan ini terjadi sejak bayi masih berkembang
di dalam kandungan atau tepatnya pada usia kehamilan minggu ke-5 hingga usia
kehamilan minggu ke-7. Selama masa ini, anus dan sistem pencernaan bayi sedang
dalam proses pembentukan. Meski terbilang jarang, penyebab atresia ani bisa
disebabkan oleh kelainan atau cacat genetik. Lebih lanjutnya, atresia ani adalah
kondisi cacat lahir yang bisa dikarenakan adanya perubahan atau mutasi gen.
Perubahan atau mutasi gen tersebut dapat dikaitkan dengan faktor lingkungan.
Beberapa bentuk atresia ani yang bisa terjadi adalah sebagai berikut:

11
• Rektum dan usus besar bisa tidak saling terhubung.

• Rektum bisa terhubung ke bagian lain seperti uretra, kandung kemih, pangkal
penis, maupun skrotum pada bayi laki-laki dan vagina pada bayi perempuan.

• Ada penyempitan anus atau tidak ada anus sama sekali.


Atresia ani adalah kondisi cacat lahir pada bayi yang bisa terjadi sendiri maupun bersamaan
dengan kelainan lainnya.

2.6. Pemasangan kolostomi


2.6.1. Pengertian kolostomi
Kolostomi adalah lubang yang dibuat melalui dinding abdomen kedalam kolon iliaka
(assenden) sebagai tempat mengeluarkan feses. Pembentukan kolostomi dapat
dilakukan secara permanen atau sementara tergantung tujuan dilakukan operasi dan
10% diantaranya adalah kolostomi permanen. Lubang kolostomi yang muncul di
permukaan/dinding abdomen yang berwarna kemerahan disebut stoma.
2.6.2. Tujuan kolostomi
Kolostomi dilakukan agar pasien tetap bisa mengeluarkan feses dan gas dari dalam
tubuh. Prosedur tersebut biasanya dilakukan saat usus besar, rektum, atau anus tidak
berfungsi secara normal dalam mengeluarkan kotoran.
Tidak hanya itu, prosedur ini juga dapat dilakukan untuk menghentikan infeksi,
mengatasi sumbatan, serta mencegah kerusakan lebih lanjut di usus besar.
2.6.3. Indikasi pemasangan kolostomi
Berikut adalah kondisi-kondisi yang memerlukan tindakan kolostomi:
- Kanker usus besar dan kanker rectum
- Penyumbatan atau cedera di usus besar
- Penyakit Crohn dan kolitis ulseratif
- Infeksi berat pada usus besar, seperti diverkulitis
- Kelainan bawaan pada saluran cerna, misalnya atresia ani dan penyakit
Hirschsprung 2.6.4. Kontraindikasi pemasangan kolostomi
Tidak ada kontraindikasi khusus untuk tindakan kolostomi. Pada umumnya kolostomi
dikerjakan pada kasus gawat darurat untuk menyelamatkan jiwa sehingga tidak ada
kontraindikasi yang mutlak untuk dilakukan kolostomi. Kontraindikasi tindakan
operasi apabila ada kendala pada proses anestesi dan operasi, seperti gagal jantung
berat, gagal nafas, atau kegagalan multi organ. Operasi juga dapat tidak dilakukan jika
pasien menolak.
2.6.5. Lokasi pemasangan kolostomi berdasarkan letaknya bisa dibedakan menjadi
kolostomi transversum, kolostomi ascenden, dan kolostomi descenden sigmoid. Pada

12
kolostomi ascenden dan transversum lebih sering digunakan loop colostomy atau
double barrel
colostomy, sedangkan pada kolostomi descenden sigmoid lebih sering digunakan end
colostomy.
2.6.6. Prosedur pemasangan kolostomi pada bayi
PENGERTIAN Membersihkan stoma kolostomi, kulit sekitar stoma, dan mengganti kantong
kolostomi secara berkala sesuai kebutuhan

TUJUAN a. Menjaga kebersihan pasien


b. Mencegah terjadinya infeksi
c. Mencegah iritasi kulit sekitar stoma
d. Mempertahankan kenyamanan pasien dan lingkungannya
INDIKASI Pasca operasi pembuatan stoma
Setipa kali wafer telah bocor/terlepas dari kulit pasien. Sesuai jadwal
penggantian wafer dan kantung stoma (setelah 3-7 hari pemakaian)

ALAT DAN a. Colostomy bag, bantalan kapas, kain berlubang dan kain persegi empat
BAHAN b. Kapas sublimate/ kapas basah, NaCl
c. Kapas kering atau tissue
d. 1 pasang sarung tangan bersih
e. Kantong untuk balutan kotor
f. Baju ruangan/celemek
g. Bethadine (bila perlu)
h. Zink salep
i. Perlak dan alasnya
j. Plaster dan gunting
k. Desinfektan bila perlu
l. Bengkok
m. pispot
n. Set ganti balut

13
PROSEDUR A. Tahap Pra-Interaksi
PELAKSANAAN 1. Melakukan verifikasi kebutuhan klien
2. Mencuci tangan
3. Menyiapkan peralatan di dekat klien dengan sistematis dan rapi

B. Tahap Orientasi
1. Melakukan salam sebagai pendekatan terapeutik cek identitas klien dengan
melihat gelang identitas
2. Menjelaskan tujuan, kontrak waktu dan prosedur tindakan pada klien /
keluarga
3. Menanyakan persetujuan dan kesiapan pasien sebelum prosedur dilakukan
C. Tahap Kerja
1. Menempatkan peralatan di dekat klien
2. Cuci tangan
3. Gunakan sarung tangan
4. Letakkan perlak dan alasnya dibagian kana atau kiri pasien sesuai lektak
stoma
5. Meletakkan bengkok di atas perlak dan didekatkan ketubuh pasien
6. Mengobservasi produk stoma (warna, konsistensi dll)
7. Membuka kantong kolostomi secara hati-hati dengan menggunakan pinset
dan tangan kiri menekan kulit pasien
8. Meletakkan kantong kolostomi kotor dalam bengkok
9. Melakukan observasi terhadap kulit dan stoma
10. Membersihkan kolostomi dan kulit sekitar kolostomi dengan sangat hati-
hati menggunakan kasa steril
11. Memberikan zink salep (tipis2) jika terdapat iritasi pada kulit sekitar stoma
12. Menyesuaikan lubang kolostomi dengan stoma klostomi
13. Menempelkan kantong kolostomi dengan posisi vertical/horizontal/miring
sesuai kebutuhan pasien
14. Memasukkan stoma melalui lubang kantong kolostomi
15. Merekatkan atau memasang kolostomi bag dengan tepat tanpa udara
didalamnya

14
16. Merapikan klien dan lingkungannya
17. Membereskan alat dan membuang kotoran
18. Melepas sarung tangan
19. Mencuci tangan

D. Tahap Terminasi
1. Mengevaluasi hasil tindakan dan respon klien
2. Menjelaskan bahwa tindakan sudah selesai dilakukan pada klien/keluarga
dan pamit
3. Mendokumentasikan

15
BAB III

PENUTUP

3.1.Kesimpulan
Asfiksia Neonatorum adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal bernafas secara
spontan dan teratur segera setelah lahir, sehingga dapat menurunkan O2 dan mungkin
meningkatkan C02 yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut.
Dari etiologinya,asfiksia neonatorum bisa berasal dari banyak factor,diantaranya:
- Faktor ibu: hipoksia ibu,gangguan aliran darah uterus
- Faktor plasenta: gangguan mendadak pada plasenta
- Faktor fetus: kompresi umbilicus
- Faktor neonates: depresi pusat pernapasan bayi baru lahir

Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) adalah suatu pendekatan pelayanan


terhadap bayi muda sakit yang dikembangkan oleh WHO. Dengan MTBS dapat
ditangani secara lengkap kondisi kesehatan bayi muda pada tingkat pelayanan kesehatan
dasar, yang memfokuskan secara integrative aspek kuratif, preventif dan promotif
termasuk pemberian nasihat kepada ibu sebagai bagian dari pemberdayaan masyarakat
untuk meningkatkan kesehatan anak. Program MTBS ini di kembangkan untuk
mencegah tingkat kematian bayi muda yang berumur kurang dari 2 bulan.

Tujuan dalam perawatan kolostomi meliputi menjaga kebersihan pasien, mencegah


infeksi, mencegah iritasi kulit sekitar stoma, mempertahankan kenyamanan pasien dan
lingkungannya, serta mengganti kantong kolostomi. Kantong kolostomi harus
dikosongkan jika sudah 1/3 atau 1/2 penuh. Mayoritas pasien dengan kolostomi
mengganti kantong kolostominya 3 kali sehari hingga 3 kali seminggu, dengan rata-rata
penggantian kolostomi secara rutin selama satu hari sekali.

3.2.Saran
1. Setelah pembaca mengetahui apa pengertian dan etiologi dari asfiksia neonatorum,
diharapkan pembaca bias mengantisipasi terhadap terjadinya asfiksia neonatorum dan
dapat melakukan pencegahan serta memahami tindakan pengobatan yang dapat
dilakukan pada bayi dengan asfiksia neonatorum
2. Setelah mengetahui berbagai penyakit yang dapat menyebabkan kematian pada bayi
muda dan mengetahui cara penilaian kesehatan berdasarkan form MTBS ini disarankan
kepada petugas kesehatan untuk dapat mengaplikasikannya dalam melakukan penilaian
kesehatan terhadap bayi muda.

16
3. Beberapa hal yang perlu diperhatikan terkait nutrisi pada pasien dengan kolostomi ialah
yaitu mengurangi makanan yang menimbulkan bau, yaitu kubis, kol, keju, telur, ikan,
kacang polong, bawang, jengkol, pete; mengurangi makanan yang mengandung gas
seperti dengan brokoli, kubis, bawang, timun, jagung dan lobak, serta makan secara
perlahan dengan mulut tertutup untuk meminimalkan udara yang masuk ke dalam sistem
pencernaan; menambah makanan yang mengandung potassium seperti pisang, daging
(non lemak), jeruk, tomat, kentang jika mengalami diare. Kurangi konsumsi keju, selai
kacang, dan susu; mengatasi konstipasi (jika terjadi) dengan menambah makanan tinggi
serat; makan tiga kali sehari penting untuk meningkatkan aktivitas usus dan mencegah
produksi gas; gangguan pada pencernaan dapat juga berasal dari tekanan emosional,
stress, atau kurangnya aktivitas fisik.

17
DAFTA PUSTAKA

arnes, amellia. (2016). keperawatan anak . jakarta selatan : pusdik SDM Kesehatan
.
utami, wuri . (2018 ). Buku Ajar Keperawatan Anak. yogyakarta : leutikapro .

https://www.academia.edu/14997312/Manajemen_Terpadu_Balita_Sakit_MTBS_

https://www.academia.edu/29119292/makalah_asfiksia_neonatorum_doc

https://www.alodokter.com/memahami-tujuan-kolostomi-dan-jenis-jenisnya

18

Anda mungkin juga menyukai