Anda di halaman 1dari 48

MAKALAH

Askeb Neonatus, Bayi dan Balita

Tentang

Deteksi Dini dan Persiapan Rujukan pada Neonatus Bermasalah dan Penangananya

Di susun oleh:

Nama : Tarmelia Afifa

Nim : 204210432

Kelas : Tingkat II.A

Dosen Pembimbing:

Yosi Sefrina, SST, M. Keb

Prodi : DIII KEBIDANAN BUKITTINGGI

POLTEKKES KEMENKES PADANG

TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan karunia-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Makalah ini membahas tentang “Deteksi
Dini dan Persiapan Rujukan pada Neonatus Bermasalah dan Penangananya”.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing mata kuliah Askeb
Neonatus, Bayi dam Balita yang telah membimbing penulis dalam penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih belum sempurna, oleh karena itu penulis
mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak demi perbaikan pembuatan makalah
selanjutnya.

Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Akhir
kata, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam
penyusunan makalah ini. Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memberikan kelancaran dan
kemudahan bagi kita semua.

Bukittinggi, 10 Oktober 2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................

DAFTAR ISI........................................................................................................................

BAB I.....................................................................................................................................

PENDAHULUAN.................................................................................................................

A. Latar belakang............................................................................................................
B. Rumusan masalah......................................................................................................
C. Tujuan .......................................................................................................................
BAB II...................................................................................................................................

PEMBAHASAN...................................................................................................................

A. BBLR.........................................................................................................................
B. Asfiksia Neonatorum.................................................................................................
C. Sindrom Gangguan Nafas..........................................................................................
D. Icterus ........................................................................................................................
E. Perdarahan Tali Pusat.................................................................................................
F. Kejang .......................................................................................................................
G. Hipotermia ................................................................................................................
H. Hipertermia................................................................................................................
I. Hipoglikemia..............................................................................................................
J. Tetanus Neonatorum..................................................................................................
K. Kelainan akibat penyakit ibu......................................................................................
BAB III..................................................................................................................................

PENUTUP.............................................................................................................................

A. Kesimpulan................................................................................................................
B. Saran...........................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bayi baru lahir usia 0-28 hari (neonatus) merupakan generasi penerus yang akan
berperan penting di masa yang akan datang. Bayi yang sehat akan menjadi modal utama
dalam pembentukan generasi yang kuat, berkualitas dan produktif. Untuk itu asuhan tidak
hanya diberikan pada ibu saja , tetapi juga sangat diperlukan asuhan kepada Bayi Baru
Lahir (BBL). Masa bayi baru lahir atau yang disebut neonatus merupakan masa yang
rentan terhadap gangguan kesehatan dan merupakan periode yang rawan bagi
kelangsunganhidup kedepannya. Menurut Rahardjo (2015) bayi baru lahir
(neonatus)adalah bayi yang baru mengalami proses kelahiran, berusiaa 0-28 hari yang
memerlukan penyesuaian fisiologis berupa maturasi, adaptasi (penyesuaian dari
kehidupan intrauteri ke kedhidupan ekstrauteri) dan toleransi bagi bayi baru lahir untuk
dapat hidup dengan baik.
Normalnya neonatus akan melalui proses adaptasi karena adanya perubahan
lingkungan dari intrauterin ke ekstrauterin seperti adanya penyesuaian terhadap suhu
lingkungan, pernafasan dan sistem hepatika. Namun jika neonatus tidak dapat melakukan
adaptasi dengan baik maka neonatus akan mengalami keadaan patologi seperti hipotermi,
gangguan pernafasan dan ikterus yang merupakan penyebab AKN paling banyak
diIndonesia. Komplikasi neonatus tersebut dapat terjadi karena beberapapenyebab,
berdasarkan usia neonatus 0-6 hari penyebabnya adalah gangguanpernafasan (37%),
prematuritas (34%), sepsis (12%), hipotermi (7%), ikterus(6%), post partum (3%), dan
kelainan konginental (1%). Penyebab kematianneonatal 7-28 hari adalah sepsis (20,5%),
kelainan konginental (19%),pneumonia (17%), Respiratory Distress Syndrome/RDS
(14%), prematuritas(14%), ikterus (3%), cedera lahir (3%),tetanus (3%), defisiensi nutrisi
(3%) dan Suddenly Infant Death Syndrome/SIDS (3%). Selain itu juga terdapat penyebab
lain seperti kesehatan ibu, kondisi sosial ekonomi, praktek kesehatan masyarakat dan
mutu pelayanan kesehatan. (RISKESDAS 2007)
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan BBLR ?
2. Apa yang dimaksud dengan asfiksia neonatrum ?
3. Apa yang dimaksud dengan sindroma gangguan nafas ?
4. Apa yang dimaksud dengan icterus ?
5. Apa yang dimaksud dengan perdarahan tali pusat ?
6. Apa yang dimaksud dengan kejang ?
7. Apa yang dimaksud dengan hipotermia ?
8. Apa yang dimaksud dengan hipertermia ?
9. Apa yang dimaksud dengan hipoglikemia ?
10. Apa yang dimaksud dengan tetanus neonatrum ?
11. Apa itu kelainan akibat penyakit ibu ( preeklampsia/eklampsia, DM, TBC, Hepatitis,
jantung, HIV/AIDS, GO, Sifilis, Anemia )?

C. Tujuan
1. Agar mahasiswa mengetahui tentang BBLR
2. Agar mahasiswa mengetahui tentang asfiksia neonatrum
3. Agar mahasiswa mengetahui tentang sindroma gangguan nafas
4. Agar mahasiswa mengetahui tentang icterus
5. Agar mahasiswa mengetahui tentang perdarahan tali pusat
6. Agar mahasiswa mengetahui tentang kejang
7. Agar mahasiswa mengetahui tentang hipotermia
8. Agar mahasiswa mengetahui tentang hipertermia
9. Agar mahasiswa mengetahui tentang hipoglikemia
10. Agar mahasiswa mengetahui tentang tetanus neonatrum
11. Agar mahasiswa mengetahui tentang kelainan akibat penyakit ibu
( preeklampsia/eklampsia, DM, TBC, Hepatitis, jantung, HIV/AIDS, GO, Sifilis,
Anemia )
BAB II

PEMBAHASAN

A. BBLR (Berat Badan Lahir Rendah)

1. Pengertian BBLR
Berat badan lahir rendah (BBLR) adalah berat badan lahir yang kurang dari 2,5
kg. Bayi yang lahir dengan BBLR akan terlihat lebih kecil dan kurus, serta memiliki
ukuran kepala yang terlihat lebih besar.
BBLR dapat terjadi ketika bayi lahir secara prematur atau mengalami gangguan
perkembangan saat di dalam kandungan. Pada tahun 2018, ada sekitar 6,2 persen bayi di
Indonesia yang terlahir dengan berat badan rendah.
Bayi dengan berat badan lahir rendah lebih rentan menderita penyakit atau
mengalami infeksi. Dalam jangka panjang, anak yang terlahir dengan berat badan rendah
juga berisiko mengalami keterlambatan perkembangan motorik atau kesulitan dalam
belajar.
2. Penyebab BBLR
Banyak kondisi yang menyebabkan bayi lahir dengan berat badan rendah.
Penyebab utama dan yang paling banyak terjadi adalah kelahiran prematur, yaitu
persalinan yang terjadi sebelum usia kehamilan 37 minggu.
Pertumbuhan bayi umumnya meningkat pesat di minggu-minggu akhir
kehamilan. Maka dari itu, bayi yang lahir lebih awal tidak memiliki cukup waktu untuk
tumbuh dan berkembang sehingga cenderung memiliki berat badan yang lebih rendah
dan bertubuh kecil.
Selain itu, berat badan lahir rendah juga sering kali terjadi akibat intrauterine
growth restriction (IUGR), yaitu kondisi ketika bayi tidak tumbuh dengan baik saat
berada di dalam kandungan. Masalah ini dapat dipicu oleh gangguan pada plasenta,
kondisi kesehatan ibu, atau kondisi kesehatan bayi.
3. Faktor risiko terjadinya berat BBLR
Terdapat beberapa faktor pada ibu hamil yang dapat meningkatkan risiko terjadinya bayi
lahir dengan berat badan rendah, yaitu:

a. Melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah pada kehamilan sebelumnya
b. Menderita infeksi selama masa kehamilan
c. Mengalami komplikasi kehamilan, terutama yang dapat menyebabkan gangguan
pada plasenta
d. Mengandung bayi kembar sehingga ruang di dalam rahim tidak cukup untuk
setiap janin
e. Berusia kurang dari 15 tahun atau lebih dari 35 tahun
f. Mengalami malnutrisi
g. Merokok atau bertempat tinggal di lingkungan yang banyak asap rokok
h. Menggunakan NAPZA atau mengonsumsi minuman beralkohol
i. Mengalami masalah emosi, seperti depresi dan gangguan kecemasan
4. Gejala Berat Badan Lahir Rendah
Berat badan normal bayi saat lahir adalah sekitar 2,5–4,5 kilogram. Bayi dinyatakan
mengalami BBLR jika berat lahirnya kurang dari 2,5 kilogram. Sementara itu, bayi yang
lahir dengan berat kurang dari 1,5 kilogram dinyatakan memiliki berat badan lahir sangat
rendah.
Selain memiliki berat badan lahir yang lebih rendah dari bayi normal, bayi BBLR
juga akan tampak sangat kecil dan lebih kurus karena memiliki lemak tubuh yang lebih
sedikit. Selain itu, kepala bayi juga akan terlihat tidak proporsional karena lebih besar
daripada tubuhnya.
5. Diagnosis Berat Badan Lahir Rendah
Diagnosis berat badan lahir rendah dilakukan dengan menimbang bayi beberapa
saat setelah ia lahir. Namun, berat badan bayi saat lahir sebenarnya dapat diperkirakan
oleh dokter kandungan sejak masa kehamilan.
Pada pemeriksaan kehamilan rutin, dokter akan mengamati perkembangan ukuran
dan berat badan janin dalam rahim lalu membandingkannya dengan usia kehamilan. Cara
sederhana untuk melakukannya adalah dengan mengamati pertambahan berat badan dan
ukuran rahim seiring dengan bertambahnya usia kehamilan.
Selain itu, dokter juga dapat melakukan USG kehamilan untuk melihat
pertumbuhan dan perkembangan bayi di dalam rahim dan mengambil gambar kepala,
perut dan tulang tungkai bagian atas guna memperkirakan berat badan bayi.
6. Pengobatan Berat Badan Lahir Rendah
Hampir seluruh bayi BBLR memerlukan perawatan di rumah sakit. Penanganan
yang diberikan akan disesuaikan dengan gejala, tingkat keparahan kondisi, usia
kehamilan, serta kondisi kesehatan bayi secara keseluruhan.
Bayi BBLR dengan komplikasi, seperti paru-paru yang belum matang atau
masalah di usus, perlu dirawat di ruang perawatan intensif neonatal (NICU). Di ruang ini,
bayi akan ditempatkan di tempat tidur dengan suhu yang telah disesuaikan. Asupan
nutrisi bayi juga akan diatur sedemikian rupa per harinya.
Bayi BBLR baru diperbolehkan pulang dari rumah sakit jika berat badannya telah
mencapai target atau setelah komplikasi dapat diatasi dan ibu dapat memberikan ASI
secara normal.
Pada ibu bayi BBLR, dokter akan menganjurkan untuk memberikan ASI. Hal ini
karena ASI dapat mendukung pertumbuhan, daya tahan tubuh, dan kenaikan berat badan
bayi. Jika ibu tidak bisa memberikan ASI, bayi dapat diberikan ASI dari donor.
Bayi BBLR dapat mengejar ketertinggalan pertumbuhannya seiring waktu.
Namun, untuk memastikan perkembangannya berjalan dengan baik, bayi BBLR perlu
menjalani pemeriksaan rutin ke dokter secara berkala setelah pulang dari rumah sakit.
7. Komplikasi Berat Badan Lahir Rendah
Bayi BBLR dapat mengalami komplikasi pasca kelahiran, terutama bila bayi lahir secara
prematur. Semakin rendah berat badan lahir bayi, semakin tinggi pula risiko terjadinya
komplikasi. Komplikasi yang dapat timbul akibat berat badan lahir rendah (BBLR) antara
lain adalah:
a. Kadar oksigen rendah saat lahir
b. Kesulitan untuk mempertahankan suhu tubuh agar tetap hangat pada temperatur yang
normal
c. Infeksi
d. Gangguan perkembangan paru-paru atau organ lainnya
e. Masalah pernapasan, seperti sindrom gangguan pernapasan bayi
f. Gangguan pada sistem saraf, seperti perdarahan di dalam otak
g. Masalah pada usus, seperti necrotizing enterocolitis
h. Kadar gula dalam darah yang rendah (hipoglikemia)
i. Terlalu banyak sel darah merah yang membuat darah terlalu kental (polisitemia)
j. Kematian mendadak atau sudden infant death syndrome (SIDS)

Beberapa bayi BBLR juga dapat mengalami keterlambatan tumbuh kembang,


kebutaan, tuli, dan cerebral palsy. Pada saat dewasa, kebanyakan bayi BBLR lebih
berisiko menderita diabetes dan penyakit jantung.

8. Pencegahan Berat Badan Lahir Rendah


Seperti dijelaskan di atas, penyebab utama berat badan lahir rendah (BBLR) adalah
kelahiran prematur. Oleh sebab itu, cara terbaik untuk mencegah BBLR yaitu dengan
menghindari terjadinya kelahiran prematur.
Pencegahan tersebut dapat dilakukan dengan menjalani pemeriksaan kehamilan secara
rutin ke dokter kandungan. Selain itu, lakukan juga hal-hal berikut ini untuk menjaga
kondisi kesehatan ibu dan janin selama masa kehamilan:
a. Mengonsumsi makanan sehat agar nutrisi untuk ibu dan janin selalu tercukupi
b. Tidak mengonsumsi minuman beralkohol, merokok, atau menggunakan NAPZA
c. Menjaga kebersihan organ intim selama hamil
d. Mengelola stres dengan baik
B. Asfiksia Neonatrum

1. Pengertian
Asfiksia neonatorum adalah kondisi di mana bayi tidak mendapatkan oksigen
yang cukup dalam proses persalinan hingga persalinan selesai. Kondisi ini tergolong
serius karena dapat mengakibatkan kematian. Kondisi ini dapat pula menyebabkan
gangguan perkembangan bayi hingga saat dewasa nanti. Asfiksia neonatorum kadang
disebut juga dengan asfiksia perinatal.
2. Penyebab
Terdapat banyak penyebab asfiksia neonatorum, di antaranya adalah:
a. Penyakit membran hialin
Penyakit membran hialin yaitu penyakit paru-paru pada bayi baru lahir yang terjadi
akibat paru bayi belum matang. Pada saat masih dalam kandungan, paru-paru bayi
dalam keadaan mengempis dan tidak bisa menerima oksigen.
b. Sindrom aspirasi mekonium
Sindrom aspirasi mekonium yaitu sesak napas pada bayi yang terjadi akibat feses bayi
baru lahir (disebut mekonium) terhirup ke dalam saluran pernapasan, hingga masuk
ke paru. Dalam keadaan normal, mekonium seharusnya baru dikeluarkan bayi dalam
24 jam setelah kelahiran.
c. Transient tachypnea of newborn (TTN)
Transient tachypea of newborn (TTN) yaitu sesak napas yang terjadi pada bayi baru
lahir akibat parunya masih banyak terisi oleh cairan amnion (air ketuban).
Normalnya, saat bayi masih di dalam kandungan, parunya dalam keadaan terendam
oleh cairan amnion.
d. Pneumonia
Pneumonia yaitu infeksi di paru bayi baru lahir sehingga paru tidak dapat mengambil
oksigen dan terhambat membuang karbondioksida. Pneumonia pada bayi baru lahir
biasanya terjadi akibat infeksi di dalam rahim saat bayi masih dalam kandungan.
3. Gejala
Beberapa tanda dan gejala Asfiksia neonatorum yang diperlihatkan bayi adalah sebagai
berikut:
a. Kulit bayi tampak pucat atau kebiruan
b. Bibir kebiruan
c. Otot-otot di dada terlihat berkontraksi untuk membantu pernapasan
d. Denyut jantung terlalu cepat atau terlalu lambat
e. Bayi tampak lunglai
f. Bayi terdengar merintih
Asfiksia neonatorum merupakan suatu kondisi yang serius dan membutuhkan
penanganan segera. Bila terlambat ditangani, otak akan kekurangan oksigen (hipoksia).
Hal ini bisa menyebabkan kerusakan permanen pada otak.
4. Diagnosis
Ada tidaknya asfiksia neonatorum dapat langsung diketahui oleh dokter sesaat
setelah bayi lahir dengan menghitung skor APGAR. Ini merupakan pengecekan dokter
untuk Appearance (apakah bayi tampak biru atau tidak), Pulse (menilai denyut jantung
bayi), Grimace (menilai respon bayi bila diberi rangsangan), Activity (melihat kontraksi
otot bayi), dan Respiration (menilai bunyi napas bayi, terdengar atau tidak).
Masing-masing komponen tersebut diberi skor 0, 1, atau 2. Semakin baik kondisi
bayi, skor APGAR semakin tinggi. Seorang bayi dianggap mengalami asfiksia
neonatorum bila skor APGARnya di bawah 7. Selain pemeriksaan skor APGAR,
umumnya foto rontgen dada juga akan dilakukan untuk membantu mengetahui lebih detil
penyebab asfiksia.
5. Penanganan
Penanganan asfiksia neonatorum berbeda-beda, bergantung pada penyebabnya.
Namun secara umum, bayi yang mengalami asfiksia neonatorum akan mendapatkan
suplementasi oksigen saat lahir dan perlu menjalani perawatan yang intensif di rumah
sakit. Bila asfiksia neonatorum disebabkan oleh gangguan membran hialin, maka
umumnya bayi akan dipasangi CPAP (continuous positive airway pressure). Ini adalah
alat untuk membantu pernapasan bayi dengan cara memasukkan tekanan positif ke paru
sehingga paru mengembang. Selain itu, surfaktan (zat untuk mengembangkan paru) juga
dapat diberikan.
Jika asfiksia disebabkan oleh sindrom aspirasi mekonium, maka segera setelah
bayi lahir, dokter akan menyedot mekonium di sepanjang saluran pernapasan
menggunakan suction. Selain itu, umumnya antibiotik juga diberikan untuk mencegah
dan mengatasi infeksi paru. Bila mekonium yang masuk ke saluran napas cukup banyak,
umumnya pemasangan ventilator dan perawatan di ICU juga perlu dilakukan.
Asfiksia yang disebabkan karena transient tachypnea of newborn umumnya akan
hilang dengan sendiri dalam waktu tiga hari setelah lahir. Selama sesak masih terjadi,
biasanya bayi cukup diberikan oksigen. Jika asfiksia neonatorum terjadi akibat
pneumonia, maka pengobatan dengan antibiotik wajib diberikan Agar efektif, antibiotik
akan diberikan dengan cara disuntik atau diinfus ke pembuluh darah bayi.
6. Pencegahan
Tidak semua kasus asfiksia neonatorum dapat dicegah. Ibu hamil disarankan
untuk melakukan kontrol secara teratur ke dokter kandungan. Kontrol teratur bisa
membantu memastikan kondisi kehamilan dan kesehatan janin dalam kondisi baik.
Dengan demikian risiko bayi mengalami asfiksia neonatorum pun bisa menurun.

C. Sindrom Gangguan Pernafasan


1. Sindrom gangguan pernapasan pada neonates
Adalah kumpulan gejala yang terdiri dispnea, frekuensi pernafasan yang lebih
dari 60 kali per menit , adanya sianosis, adanya rintihan bayi saat ekspirasi serta adanya
retraksi suprasternal, interkostal, dan epigastrium saat inspirasi. Penyakit ini merupakan
penyakit membrane hialin, dimana terjadi perubahan atau kurangnya komponen surfaktan
pulmoner komponen ini merupakan suatu zat aktif pada alveoli yang dapat mencegah
kolapnya paru.
Fungsi surfaktan itu sendiri adalah merendahkan tegangan permukaan alveolus
sehingga tidak terjadi kolaps dan mampu menahan sisa udara pada akhir ekspirasi.
Penyakit ini terjadi pada bayi mengingat produksi surfaktan yang kurang . Pada penyakit
ini kemampuan paru untuk mempertahankan stabilitas menjadi terganggu dan alveolus
akan kembali kolaps pada setiap akhir ekspirasi dan pada pernafasan selanjutnya
dibutuhkan tekanan negative intra thorak yang lebih besar dengan cara inspirasi yang
lebih kuat . Keadaan kolapsnya paru dapat menyebabkan gangguan pentilasi yang akan
menyebabkan hipoksia dan asidosis.
Gangguan pernapasan pada bayi baru lahir dapat terjadi oleh beberapa
sebab,apabila gangguan pernapasan tersebut disertai dengan tanda-tanda hipoksia
(kekurangan oksigen),maka proknosisnya buruk dan merupakan penyebab kematian bayi
baru lahir. Kalau seandainya bayi selamat dan tetap hidup akan beresiko tinggi dan terjadi
kelainan neorologis dikemudian hari.
2. Penyebab gangguan pernapasan
a. penyakit parenkim paru-paru, misalnya penyakit membran hialin atelektatis
b. kelainan perkembangan organ misalnya agenesis paru – paru ,hemia diafragmatika
c. obstruksi jalan nafas , misalnya trakeomalasia , makrolasia.
3. Penilaian
Tanda – tanda gangguan pernafasan pada bayi baru lahir dapat diketahui dengan cara
menghitung frekuensi pernafasan dan melihat tarikan dinding iga serta warna kulit bayi.
4. Ciri – Ciri bayi yang mengalami gangguan pernapasan
a. Nafas bayi berhenti lebih 20 detik
b. Bayi dengan sianosis sentral ( biru pada lidah dan bibir )
c. Frekuensi nafas bayi kurang 30 kali / menit
d. Frekuensi nafas bayi lebih 60 kali /menit , mungkin menunjukan tanda tambahan
gangguan nafas.
5. Penatalaksanaan
Tindakan Yang Harus Dilakukan Pada Bayi Yang Mengalami Gangguan Pernafasan
Antara Lain:
a. Beri oksigen dengan kecepatan sedang
b. Jika bayi menglami apnea :Bayi dirangsang dengan mengusap dada atau punggung
bayi. Bila bayi tidak mulai bernafas atau mengalami sianosis sentral , nafas megap –
megap atau bunyi jantung menetap kurang dari 100 kali /menit,lakukan resusitasi
dengan memakai balon dan sungkup.
c. Kaji ulang temuan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik
d. Periksa kadar glukosa darah.Bila kadar glukosa kurang dari 40 mg, tangani sebagai
hipoglikemia .
e. Berikan perawatan selanjutnya dan tentukan gangguan nafas berat manejemen
spesifik menurut jenis gangguan nafasnya
f. Tentukan apakah gangguan nafas berat,sedang atau ringan
6. Cara mencegah terjadinya gangguan pernafasan:
Jadi untuk mencegah terjadinya ganguan pernapasan Segera lakukan resusitasi pada bayi
baru lahir, apabila bayi :
a. tidak bernapas sama sekali / bernapas dengan megap-megap
b. bernapas kurang dari 20 kali per menit
7. Klasifikasi gangguan pernapasan
a. Gangguan nafas berat
Dikatakan gangguan nafas berat adalah Frekuensi nafas lebih dari 60x permenit
dengan sianosis sentral dan tarikan dinding dada atau marintih saat ekspirasi
b. Gangguan nafas sedang
Dikatakan gangguan nafas sedang apabila Frekuensi nafas 60 – 90x permenit dengan
tarikan dinding dada atau merintih saat ekspirasi tetapi tanpa sianosis sentral
c. Gangguan nafas ringan
Dikatakan gangguan nafas ringan adalah Frekuensi nafas 60 -90x permenit tanpa
tarikan dinding dada tanpa merintih saat ekspirasi atau sianosis sentral.

D. Icterus Neonatrum
1. Pengertian
Ikterus neonatorum adalah salah satu kondisi yang memerlukan perhatian pada si
Kecil yang baru lahir. Istilah ikterik neonatorum memiliki pengertian penyakit kuning
pada bayi baru lahir. Ikterus itu sendiri berarti warna kuning; yang dapat terlihat pada
kulit dan bagian putih mata (sclera mata). Kuning pada si Kecil disebabkan oleh
peningkatan kadar bilirubin dalam darah, yang secara medis disebut dengan
hiperbilirubinemia.
2. Penyebab Bayi Kuning
Kuning pada si Kecil dapat disebabkan oleh beberapa hal:
a. Hiperbilirubinemia fisiologis
Hiperbilirubinemia fisiologi merupakan penyebab paling sering dari ikterus
neonatorum. Terjadi pada lebih dari 50% dari bayi baru lahir. Umumnya terjadi
karena pemecahan sel darah pada bayi baru lahir lebih cepat disertai dengan adanya
fungsi hati yang belum matang, sehingga proses pemecahan bilirubin terjadi lebih
lambat. Umumnya tidak berbahaya, muncul di hari ke-3, lamanya 7-10 hari, dan
kadarnyat tidak terlalu tinggi.
b. Breast feeding jaundice
Breast feeding jaundice dapat terjadi ketika si Kecil tidak mendapatkan ASI yang
cukup. Hal ini terjadi pada 5-10% bayi yang baru lahir. Gejalanya mirip dengan
ikterus fisiologis, hanya umumnya kadar bilirubin pada bayi lebih tinggi
dibandingkan hiperbilirubinemia fisiologis.
c. Breast milk jaundice
Breast milk jaundice terjadi pada 1-2% dari bayi yang mendapatkan ASI
eksklusif. Hal ini disebabkan oleh adanya zat khusus tertentu yang diproduksi oleh
ibu dalam ASI. Zat ini menyebabkan usus bayi menyerap lebih banyak bilirubin
kembali ke dalam tubuhnya. Kuning umumnya mulai terlihat pada usia 4-7 hari dan
dapat berlangsung selama 3-10 minggu.
d. Ketidakcocokan golongan darah (Rh atau ABO)
Jika si Kecil dan Ibu memiliki golongan darah yang berbeda dan saat bayi berada
didalam perut Ibu terjadi pencampuran darah antara Ibu dan si Kecil, maka tubuh Ibu
akan menghasilkan antibody yang kemudian akan menghancurkan sel-sel darah
merah bayi baru lahir. Hal ini menyebabkan peningkatan kadar bilirubin bayi yang
tinggi. kuning pada bayi akibat ketidak cocokan golongan darah merupakan suatu
keadaan yang sangat serius, dimulai dari 24 jam pertama kehidupan, dan harus diatasi
dengan benar dan cepat.
3. Gejala Bayi Kuning :
a. Penumpukan bilirubin akan menyebabkan kulit dan bagian putih mata si Kecil,
matanya menjadi terlihat berwarna kuning. Urin berwarna kuning tua (pada bayi
dengan bilirubin yang cukup tinggi).
b. Tinja yang berwarna pucat seperti dempul (bukan tinja berwarna kuning atau oranye).
Perubahan warna tinja ini terjadi pada kuning yang diakibatkan oleh kelainan hati. Si
Kecil terlihat lebih lemas dan malas menyusu.
c. Pada kadar yang sangat tinggi dan menembus sawar darah otak bayi akan mengalami
kern icterus (kejang akibat bilirubin menembus sawar darah otak).
4. Tatalaksana Ikterus Neonatorum
Hiperbilirubinemia fisiologis akan menghilang dengan sendirinya dalam waktu 7-
14 hari. Si Kecil mungkin perlu untuk tinggal lebih lama di rumah sakit untuk
mendapatkan terapi sinar bila kadar bilirubinnya lebih dari 12 mg/dl di usia 3 hari.
Beberapa cara yang akan dilakukan untuk menurunkan kadar bilirubin bayi antara lain:
a. Terapi cahaya (fototerapi)
Bayi akan ditempatkan di bawah lampu khusus yang memancarkan sinar dalam
spectrum hijau-biru. sinar ini akan mempercepat konjugasi bilirubin sehingga dapat
larut dan dikeluarkan melalui urin dan feses. Saat terapi sinar, bayi hanya akan
menggunakan popok dan patch pelindung mata. Semakin banyak sinar terpapar
dengan kulit, semakin cepat proses konjugasi berlangsung.
b. Perbanyak minum
Bayi yang kekurangan cairan akan cenderung menjadi kuning (breast feeding
jaundice). Bayi dengan terapi sinar juga akan mengalami penguapan yang lebih
tinggi, sehingga kecukupan minum harus dipenuhi.
c. Mengatasi infeksi
Adanya infeksi pada bayi akan menyebabkan bayi menjadi kuning. Mengatasi
infeksi ini akan mengatasi kuning yang muncul pada bayi.
d. Transfusi tukar
Terapi ini sudah jarang dilakukan. Terapi ini akan dibutuhkan bila kadar bilirubin
meningkat sangat tinggi. umumnya dibutuhkan pada kuning yang disebabkan oleh
ketidak-cocokan golongan darah si Kecil dan Ibu.
5. Tatalaksana Kuning yang Dapat Dilakukan di Rumah
a. Sinar matahari sangat membantu untuk memecah bilirubin indirek agar hati si Kecil
dapat memprosesnya lebih mudah. Tempatkan si Kecil ditempat yang terpapar
langsung dengan matahari atau bila terdapat jendela dimana cahaya matahari dapat
masuk. Lama memjemur adalah 30-60 menit. Waktu paling baik untuk menjemur si
Kecil adalah antara pukul 07-10.00 pagi.
b. Lebih sering menyusui. Jumlah cairan yang tercukupi akan membantu menurunkan
kadar bilirubinnya.
c. Menyusui tambahan. Jika si Kecil mengalami kesulitan minum ASI, kehilangan berat
badan atau mengalami dehidrasi, dokter mungkin menyarankan memberikan susu
formula bayi untuk melengkapi kebutuhan si Kecil.

E. Perdarahan Tali Pusat


1. Pengertian
Perdarahan tali pusat adalah perdarahan yang terjadi pada tali pusat bisa timbul
sebagai akibat dari pengikatan tali pusat yang kurang baik atau kegagalan proses
pembentukan trombus normal.
Yaitu adanya cairan(darah) yang keluar di sekitar tali pusat bayi. Akibat dari trauma
pengikatan tali pusat yang kurang baik atau kegagalan proses pembentukkan trombus
normal. Tetapi merupakan hal yang normal apabila pendarahan yang terjadi disekitar tali
pusat dalam jumlah yang sedikit. Dimana, pendarahan tidak melebihi luasan uang logam
dan akan berhenti melalui penekanan yang halus selama 5 menit. Selain itu perdarahan
pada tali pusat juga bisa sebagi petunjuk adanya penyakit pada bayi.
2. Faktor penyebab perdarahan tali pusat
Perdarahan tali pusat dapat terjadi karena robekan umbilkus, robekan pembuluh darah,
placenta previa, dan abrupsio placenta.
1) Robekan umbilicus
Normal,terjadi karena :
a. Partus presipitatus
b. Adanya trauma ataulilitan tali pusat
c. Umbilikus pendek, sehingga menyebabkan terjadinya tarikan yang berlebihan
pada saat persalianan.
d. Kelalaian penolong persalinan yang dapat menyebabkan tersayatnya dinding
umbilikus atau plasenta sewaktu SC.

Abnormal,terjadi karena

a. Adanya hematoma pada umbilikus yang kemudian hematom tersebut pecah,


namun perdarahan yang terjadi masuk kembali ke dalam placenta. Hal ini sangat
berbahaya bagi bayi dan dapat menimbulkan kematian pada bayi.
b. Varises juga dapat menyebabkan perdarahan apabila varises tersebut pecah
c. Aneurisma pembuluh darah pada umbilikus dimana terjadi pelebaran pembuluh
darah setempat saja karena salah dalam proses perkembangan atau terjadi
kemunduran dinding pembuluh darah. Pada aneurisme pembuluh darah
menyebabkan pembuluh darah rapuh dan mudah pecah.
2) Robekan pembuluh darah
Pada kasus robekan pembuluh darah umbilikus tanpa adanya trauma, hendaknya
dipikirkan kemungkinan adanya kelainan anatomi pembuluh darah seperti berikut ini:
a. Pembuluh darah aberan yang mudah pecah karena dindingnya tipis dan tidak ada
perlindungan jely Wharton
b. Insersi velamentosa tali pusat, dimana pecahnya pembuluh darah terjadi pada
tempat percabangan tali pusat sampai ke membran tempat masuknya dalam
placenta tidak ada proteksi. Umbilikus dengan kelainan insersi ini sering terdapat
pada kehamilan ganda
c. Placenta multilobularis, perdarahan terjadi pembuluh darah yang menghubungkan
masing-masing lobus dengan jaringan placenta karena bagian tersebut sangat
rapuh dan mudah pecah.
3) Perdarahan akibat plasenta previa dan abrupsio plasenta
Perdarahan akibat placenta previa dan abrutio placenta dapat membahayakan
bayi. Pada kasus plasenta previa cenderung mengakibatkan anemia,sedangkan pada
kasus abrutio plasenta lebih sering mengakibatkan kematian intra uterin karena dapat
mengakibatkan anoreksia. Pengamatan pada plasenta dengan teliti untuk menentukan
adanya perdarahan bayi baru lahir. Pada bayi baru lahir dengan kelainan placenta
previa atau dengan SC apabila diperlukan dapat lakukan pemeriksaan hemoglobin
secara berkala.
3. Gejala perdarahan tali pusat
a. Ikatan tali pusat lepas atau klem tali pusat tapi masih menempel pada tali pusat
b. Kulit di sekitar tali pusat memerah dan lecet
c. Adanya cairan yang keluar pada tali pusat,dan cairan tersebut bisa berwarna
kuning,hijau,atau darah.
d. Timbul sisik di sekitar atau pada tali pusat
4. Upaya pencegahan perdarahan tali pusat
a. Pada perdarahan umbilikus akibat ikatan yang longgar, dapat di kencangkan kembali
pengikat tali pusat. Perdarahan juga dapat disebabkan oleh repitan atau tarifan dari
kiem. Jika perdarahan tidak berhenti setelah 15-20 menit maka tali pusatnya harus
segera di lakukan beberapa jahitan pada luka bekas pemotongan tersebut.
b. Perdarahan umbilikus akibat robekan umbilikus harus segera di jahit. Kemudian
segera lakukan rujukan untuk mengetahui apakah ada kelainan lain seperti kelainan
anatomik pembuluh darah sehingga dapat segera di lakukan tindakan oleh dokter atau
rumah sakit.
c. Perdarahan pada abrupsio plasenta, plasenta previa dan kelainan lainnya, bidan harus
segera merujuk. Bahkan rujukan lebih baik segera di lakukan jika kelainan tersebut
sudah di ketahui sebelum bayi lahir sehingga dapat di lakukan tindakan sesegera
mungkin untuk membuat peluang bayi lahir hidup lebih besar.
5. Penatalaksanaan Perdarahan Tali Pusat
a. Penanganan disesuaikan dengan penyebab dari perdarahan tali pusat yang terjadi.
b. Untuk penanganan awal, harus dilakukan tindakan pencegahan infeksi pada tali pusat.
- Jaga agar tetap kering
- Kenakan popok di bawah tali pusat
- Biarkan tali pusat terbuka,tidak tertutup pakaian bayi sesering mungkin
- Bersihkan area di sekitar tali pusat. Lakukan sekali disetiap mengganti popok
bayi.
- Gunakan kassa atau cotton bud untuk membersihkannya.
- Angkat tali pusat dan dan bersihkan tepat pada area bertemunya pangkal tali pusat
dan tubuh. Tidak perlu takut hal ini akan menyakiti bayi .
- Jangan basahi tali pusat sampai tidak terjadinya perdarahan. Karena tali pusat
akan terlepas sendiri dalam waktu 1-2 minggu. Tapi yang perlu diingat adalah
jangan menarik tali pusat walaupun sudah terlepas setengah atau sebagian.
- Hindari penggunaan bedak atau lotion pada area sekitar tali pusat.
6. Kondisi atau tanda-tanda bayi yang harus dirujuk
Segera lakukan inform consent dan inform choise pada keluarga pasien untuk dilakukan
rujukan. Hal ini dilakukan bila terjadi gejala berikut:
a. Tali pusat belum terlepas dalam waktu 3 minggu
b. Klem pada pangkal tali pusat terlepas
c. Timbul garis merah pada kulitdi sekitar tali pusat
d. Bayi demam
e. Adanya pembengkakan atau kemerahan pada sekitar tali pusat
f. Timbul bau yang tidak enak di sekitar tali pusat
g. Timbul bintil-bintil atau kulit melepuh di sekitar tali pusat
h. Terjadi perdarahan yang berlebihan pada tali pusat,dan perdarahan melebihi luasan
uang logam
i. Perdarahan pada tali pusat tidak berhentiwalaupun dudah di dep/ditekan.

F. Kejang
1. Pengertian
Kejang pada neonatus ialah suatu gangguan terhadap fungsi neurologis seperti
tingkah laku, motorik, atau fungsi otonom. Periode bayi baru lahir (BBL) dibatasi sampai
hari ke-28 kehidupan pada bayi cukup bulan, dan untuk bayi prematur, batasan ini
biasanya digunakan sampai usia gestasi 42 minggu.Kebanyakan kejang pada BBL timbul
selama beberapa hari. Sebagian kecil dari bayi tersebut akan mengalami kejang lanjutan
dalam kehidupannya kelak. Kejang pada neonatus relatif sering dijumpai dengan
manifestasi klinis yang bervariasi. Timbulnya sering merupakan gejala awal dari
gangguan neurologi dan dapat terjadi gangguan pada kognitif dan perkembangan jangka
panjang.
Kejang pada Bayi Baru Lahir adalah:
a. Kejang yang terjadi pada bayi sampai dengan usia 28 hari
b. Kejang pada BBL merupakan keadaan darurat karena kejang merupakan suatu tanda
adanya penyakit sistem saraf pusat (SSP), kelainan metabolik atau penyakit lain.
c. Sering tidak dikenali karena berbeda dengan kejang pada anak
d. Kejang umum tonik klonik jarang terjadi pada BBL
e. Kejang berulang menyebabkan berkurangnya oksigenisasi, ventilasi dan nutrisi otak

Perbedaan Kejang dan Spasme

Masalah Temuan Khusus


Kejang Umum - Gerakan wajah dan ekstermitas yang
teratur dan berulang
- Ekstensi atau fleksi tonik lengan atau
tangkai,baik sinkron maupun tidak sinkron
- Perubahan status kesadaran (bayi mungkin
tidak sadar atau tetap bangun tetapi tidak
responsive/apatis)
- Apnea(nafas spontan berhenti lebih 20
detik)
Kejang Suble - Gerakan mata berkedip,berpudar dan dan
juling yang berulang
- Gerakan mulut dan lidang berulang
- Gerakan tangkai tidak terkendali, gerakan
seperti mengayuh sepeda
- Bayi bias masih sadar
Spasme Kontraksi otot tidak terkendali paling tidak
beberapa detik sampai beberapa menit
- Dipicu oleh sentuhan, suara maupun
cahaya
- Bayi tetap sadar,sering menangis
kesakitan
- Trismus (rahang kaku,mulut tidak dapat di
buka,bibir mencuci seperti mulut ikan
- Opitotonus
- Gerakan tangan seperti meninju dan
mengepal

2. Klasifikasi Kejang
Volpe (1977) membagi kejang pada bayi lahir sebagai berikut :
a. Bentuk kejang yang hampir tidak kelihatan (subtle) yang sering tidak diketahui
sebagai kejang. Terbanyak di neonatus berupa :
1) Deviasi horizontal bola mata.
2) Getaran dari kelopak mata/berkedip-kedip
3) Gerakan dari pipi dan mulut, seperti menghisap-hisap,mengunyah, mengecap, dan
menguap
4) Apnea berulang
5) Gerakan tonik tungkai
6) Gerakan mengunyah , salivasi berlebihan, perubahan pola pernafasan termasuk
apneu, berkedip, nistagmus, gerakan bersepeda atau mengayuh pedal , dan
perubahan warna.Setiap gerakan yang tidak biasa pada neonatus, bila berlangsung
beurlang-ulang dan periodic perlu dipikirkan kemungkinan dari kejang.
b. Kejang klonik multifocal (migratory)
Gerakan klonik berpindah-pindah dari satu anggota gerak ke anggota gerak lainnya
secara tidak teratur. Kadang-kdang kejang yang satu dengan yang lainnya
bersambungan, dapat menyerupai kejang umum.
c. Kejang tonik
1) Ekstensi kedua tungkai, kadang-kadangan disertai fleksi kedua lengan
menyerupai keadaan dekortikasi.
2) Ditandai dengan postur tungkai dan badan yang kaku, dan kadang disertai dengan
deviasi mata yang tetap.
d. Kejang mioklonik
Berupa gerakan fleksi seketika seluruh tubuh, jarang terlihat pada neonatus.
Jingkatan jingkatan setempat atau menyeluruh tungkai atau badan sebentar yang
cenderung melibatkan kelompok otot distal.
3. Epidemiologi
a. Frekuensi
1) Amerika Serikat
Antara 2% sampai 5% anak mengalami kejang demam sebelum usianya yang ke
5.Sekitar 1/3 dari mereka paling tidak mengalami 1 kali rekurensi.
2) Internasional
Kejadian kejang demam seperti di atas serupa di Eropa. Kejadian di Negara lain
berkisar antara 5 sampai 10% di India, 8.8% di Jepang, 14% di Guam, 0.35% di
Hong Kong, dan 0.5-1.5% di China.
b. Mortalitas dan Morbiditas
1) Kejang demam biasanya tidak berbahaya.
2) Anak dengan kejang demam memiliki resiko epilepsy sedikit lebih tinggi
dibandingkan yang tidak (2% : 1%).
3) Faktor resiko untuk epilepsy di tahun-tahun berikutnya meliputi kejang demam
kompleks, riwayat epilepsy atau kelainan neurologi dalam keluarga, dan
hambatan pertumbuhan. Pasien dengan 2 faktor resiko tersebut mempunyai
kemungkinan 10% mendapatkan kejang demam.
c. RAS
Kejang demam terjadi pada semua ras.
d. Jenis Kelamin
Beberapa penelitian menunjukkan kejadian lebih tinggi pada pria.
e. Usia
Kejang demam terjadi pada anak usia Awal,3 bulan sampai 5 tahun.
4. Penyebab
Kejang neonatal bisa disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain sebagai berikut:
a. Bayi yang tidak menangis pada waktu lahir adalah penyebab yang paling
sering.timbul pada 24 jam kehidupan pada kebanyakan kasus.
b. Perdarahan otak dapat timbul sebagai akibat dari kekurangan oksigen atau trauma
pada kepala. perdarahan ini biasanya diakibatkan oleh trauma dapat menimbulkan
kejang.
c. Kekurangan gula darah (hipoglikemia) sering timbul dengan gangguan pertumbuhan
dalam kandungan dan pada bayi dengan ibu penderita DM (Diabetes Mellitus). jarak
waktu antara hipoglikemia dan waktu sebelum pemberian awal pengobatan
merupakan waktu timbulnya kejang. kejang lebih jarang timbul pada ibu pendeita
diabetes, kemungkinan karena waktu hipoglikemia yang pendek.
d. Infeksi sekunder akibat bakteri dan nonbakteri dapat timbul pada bayi dalam
kandungan, selama persalinan, atau pada periode perinatal. seperti bakteri meningitis,
toksoplasmosis, sifilis, atau rubella (campak). resiko kejang adalah lebih tinggi jika
bayi prematur atau BBLR.
e. Adanya cedera jika persalinan
f. Bayi kuning disebut sebagai resiko bila terjadi pada hari pertama kelahiran. bayi
kuning akan normal bila terjadi dalam tiga hari.
g. Infeksi saat kehamilan (TORCH). terutama pada trimester pertama dikatakan sebagai
penyebab kejang.
5. Factor resiko
Faktor yang mempengaruhi kejang demam adalah:
a. Umur
1) 3% anak berumur di bawah 5 tahun pernah mengalami kejang demam.
2) Insiden tertinggi terjadi pada usia 2 tahun dan menurun setelah 4 tahun, jarang
terjadi pada anak di bawah usia 6 bulan atau lebih dari 5 tahun.
3) Serangan pertama biasanya terjadi dalam 2 tahun pertama dan kemudian menurun
dengan bertambahnya umur.
b. Jenis kelamin
Kejang demam lebih sering terjadi pada anak laki-laki daripada perempuan dengan
perbandingan 2 : 1. Hal ini mungkin disebabkan oleh maturasi serebral yang lebih
cepat pada perempuan dibandingkan pada laki-laki.
c. Suhu badan
Kenaikan suhu tubuh adalah syarat mutlak terjadinya kejang demam. Tinggi suhu
tubuh pada saat timbul serangan merupakan nilai ambang kejang. Ambang kejang
berbeda-beda untuk setiap anak, berkisar antara 38,3°C – 41,4°C. Adanya perbedaan
ambang kejang ini menerangkan mengapa pada seorang anak baru timbul kejang
setelah suhu tubuhnya meningkat sangat tinggi sedangkan pada anak yang lain kejang
sudah timbul walaupun suhu meningkat tidak terlalu tinggi. Dari kenyataan ini
dapatlah disimpulkan bahwa berulangnya kejang demam akan lebih sering pada anak
dengan nilai ambang kejang yang rendah.
d. Faktor keturunan
Faktor keturunan memegang peranan penting untuk terjadinya kejang demam.
Beberapa penulis mendapatkan bahwa 25 – 50% anak yang mengalami kejang
demam memiliki anggota keluarga ( orang tua, saudara kandung ) yang pernah
mengalami kejang demam sekurang-kurangnya sekali.

Faktor –faktor lain diantaranya:


a. riwayat kejang demam pada orang tua atau saudara kandung,
b. perkembangan terlambat,
c. problem pada masa neonatus,
d. anak dalam perawatan khusus, dan
e. Kadar natrium rendah.
Faktor resiko untuk kejang demam rekuren meliputi berikut ini:
a. Usia muda saat kejang demam pertama
b. Suhu yang rendah saat kejang pertama
c. Riwayat kejang demam dalam keluarga
d. Durasi yang cepat antara onset demam dan timbulnya kejang
e. Pasien dengan 4 faktor resiko ini memiliki lebih dari 70% kemungkinan rekuren.
Pasien tanpa faktor resiko tersebut memiliki kurang dari 20% kemungkinan rekuren.
6. Diagnosis
a. Anamnesa
1) Riwayat Kehamilan:
Bayi kecil untuk masa kehamilan
a) Bayi kurang bulan
b) Ibu tidak disuntik TT
c) Ibu menderita DM
2) Riwayat persalinan
a) Persalinan dengan tindakan
b) Persalinan presipitatus
c) Gawat janin
3) Riwayat kelahiran
a) Trauma lahir
b) Lahir asfiksia
c) Pemotongan tali pusat dengan alat tidak steril
b. Pemeriksaan Kelainan Fisik
1) Kesadaran
2) Suhu tubuh
3) Tanda-tanda infeksi lain
4) Penilaian kejang
Bentuk kejang : gerakan bola mata abnormal, nistagmus, gerakan mengunyah,
gerakan otot-otot muka, timbulnya episode apnea, adanya kelemahan umum yang
periodik, tremor, gerakan klonik sebagian ekstremitas, tubuh kaku,Lama kejang.
c. Pemeriksaan Diagnostik
1) Pemeriksaan gula darah, elektrolit darah, AGD, darah tepi, lumbal pungsi
EKG,EEG,Biakan darah,Titer untuk toksoplasmosis, rubela, citomegalovirus,
herpes,Foto rontgen kepala,USG kepala.
7. PENATALAKSAANNYA
Prinsip tindakan untuk mengatasi kejang
a. Menjaga jalan nafas tetap bebas
b. Mengatasi kejang dengan memberikan obat anti kejang
c. Mengobati penyebab kejang
Obat anti kejang (Buku Acuan Nasional Maternatal dan Neonatal, 2002)
a. Diazepam
Dosis 0,1-0,3 mg/kg BB IV disuntikan perlahan-lahan sampai kejang hilang atau
berhenti. Dapat diulangi pada kejang beruang, tetapi tidak dianjurkan untuk
digunakan pada dosis pemeliharaan
b. Fenobarbital
Dosis 5-10 mg/kg BB IV disuntikkan perlahan-lahan, jika kejang berlanjut lagi dalam
5-10 menit. Fenitoin diberikan apabila kejang tidak dapat di berikan 4-7 mg/kg BB IV
pada hari pertama di lanjutkan dengan dosis pemeliharaan 4-7 mg/kg BB atau oral
dalam 2 dosis.
Penanganan kejang pada bbl
1) Bayi diletakan dalam tempat yang hangat.pastikan bahwa bayi tidak kedinginan.suhu
bayi dipertahankan 36,50C-370C.
2) Jalan nafas bayi dibersihkan dengan tindakan penghisapan lendir diseputar mulut
hidung sampai nasofaring.
3) Bila bayi apnea,dilakukan pertolongan agar bayi bernafas lagi dengan alat bantu
balon dan sungkup,diberi oksigen dengan kecepatan 2L/menit
4) Dilakukan pemasangan infus intravena di pembuluh darah perifer,diangan,kaki atau
kepala.bila bayi diduga dilahirkan oleh ibu berpenyakit diabetes mellitus,dilakukan
pemasangan infuse melalui vena umbilikalis.
5) Bila infus sudah terpasang diberi obat anti kejang diazevam 0,5 Mg/Kg
supositoria/Im setiap 2 menit sampai kejang teratasi.kemudian ditambahkan luminal
(fenobarbital)30Mg I.M/I.V
6) Nilai kondisi bayi selama 15 menit.perhatikan kelainan fisik yang ada.
7) Bila kejang sudah teratasi diberi cairan infuse dextrose 10% dengan kecepatan 60
Ml/Kg bb/hari.
8) Dlakukan anamesis mengenai keadaan bayi untuk mencari factor penyebab
kejang(perhatikan riwayat kehamilan,persalinan dan kelahiran)
a. Apakah kemungkinan bayi di lahirkan oleh ibu berpenyakit DM
b. Apakah kemungkianan bayi premature
c. Apakah kemungkinan bayi mengalami aspeksia
d. Apakah kemingkinan ibu bayi pengidap atau menggunakan bahan narkotika.
e. Kejang sudah teratasi, diambil bahan untuk pemeriksaan laboratorium untuk
mencari faktor penyebab, misalnya : darah tepi, elektrolit darah, gula darah, kimia
darah, kultur darah, pemeriksaan TORCH
f. Kecurigaan kearah sepsis (pemeriksaan pungsi lumbal)
- Kejang berulang, diazepam dapat diberikan sampai 2 kali
- Masih kejang : dilantin 1,5 mg/kgBB sebagai bolus iv diteruskan dalam dosis 20
mg iv setiap 12 jam
- Belum teratasi : phenytoin 15 mg/kgBB iv dilanjutkan 2 mg/kg tiap 12 jam
- Hipokalsemia (hasil lab kalsium darah <8mg%) : diberi kalsium glukonas 10% 2
ml/kg dalam waktu 5-10 menit . apabila belum juga teratasi diberi pyridoxin 25-
50 mg
- Untuk Hipoglikemia (hasil lab dextrosit/gula darah < 40 mg%) : diberi infus
dextrose 10%.

G. Hipotermia
1. Pengertian Hipotermi
Bayi hipotermi adalah bayi dengan suhu tubuh dibawah normal (kurang dari 36,5 C).
Hipotermi merupakan salah satu penyebab tersering dari kematian bayi baru lahir,
terutama dengan berat badan kurang dari 2,5 Kg.
a. Hipotermi dibedakan atas :
1) stres dingin (36 -36,50 C)
2) hipotermi sedang (32 -360 C)
3) hipotermi berat (dibawah 320 C)
b. Bayi-bayi yang sangat rawan terhadap hipotermi yaitu :
1) bayi kurang bulan / premature
2) bayi berat lahir rendah
3) bayi sakit
2. Penyebab Hipotermi
Berikut penyebab terjadinya penurunan suhu tubuh pada bayi :
a. Ketika bayi baru lahir tidak segera dibersihkan, terlalu cepat dimandikan, tidak segera
diberi pakaian, tutup kepala, dan dibungkus, diletakkan pada ruangan yang dingin,
tidak segera didekapkan pada ibunya, dipisahkan dari ibunya, tidak segera disusui
ibunya.
b. Bayi berat lahir rendah yaitu bayi lahir dengan berat badan kurang dari 2,5 kg atau
bayi dengaan lingkar lengan kurang dari 9,5 cm atau bayi dengan tanda-tanda otot
lembek, kulit kerput.
c. Bayi lahir sakit seperti asfiksia, infeksi sepsis dan sakit berat.
3. Gejala Hipotermi
a. Kaki dan tangan bayi teraba lebih dingin dibandingkan dengan bagian dada
b. Aktivitas berkurang
c. Kemampuan menghisap lemah
d. Tangisan lemah
e. Ujung jari tangan dan kaki kebiruan
4. Proses Terjadinya Hipotermi
Penurunan suhu tubuh pada bayi terjadi melalui :
a. Evaporasi (menguapnya cairan dari kulit bayi yang basah)
b. Radiasi (memancarnya panas tubuh bayi ke lingkungan sekitar yang lebih dingin)
c. Konduksi (pindahnya panas tubuh apabila kulit bayi langsung kontak dengan
permukaan yang lebih dingin)
5. Pengobatan Hipotermi
Mengatasi bayi hipotermi dilakukan dengan cara :
a. Melaksanakan metode kanguru, yaitu bayi baru lahir dipakaikan popok dan tutup
kepala diletakkan di dada ibu agar tubuh bayi menjadi hangat karena terjadi kontak
kulit langsung.Bila tubuh bayi masih teraba dingin bisa ditambahkan selimut.
b. Bayi baru lahir mengenakan pakaian dan selimut yang disetrika atau dihangatkan
diatas tungku.
c. Menghangatkan bayi dengan lampu pijar 40 sampai 60 watt yang diletakkan pada
jarak setengah meter diatas bayi.
d. Meminta pertolongan kepada petugas kesehatan terdekat.
e. Dirujuk ke rumah sakit.
6. Pencegahan Hipotermi
Melakukan tujuh rantai hangat, yaitu :
a. Menyiapkan tempat melahirkan yang hangat, kering, bersih, penerangan cukup.
b. Memberi asi sedini mungkin dalam waktu 30 menit setelah melahirkan agar bayi
memperoleh kalori.
c. Mempertahankan kehangatan pada bayi.
d. Memberi perawatan bayi baru lahir yang memadai.
e. Melatih semua orang yang terlibat dalam pertolongan persalinan / perawatan bayi
baru lahir.
Menunda memandikan bayi baru lahir :
a. Pada bayi normal tunda memandikannya sampai 24 jam.
b. Pada bayi berat badan lahir rendah tunda memandikannya lebih lama lagi.

H. Hipertermia
1. Pengertian
Hypertermia adalah peningkatan suhu tubuh bayi lebih dari 37,5 ºC. Hipertermia adalah
peningkatan suhu tubuh di atas titik pengaturan hipotalamus bila mekanisme pengeluaran
panas terganggu (oleh obat dan penyakit) atau dipengarhui oleh panas eksternal
(lingkungan) atau internal (metabolik) Sengatan panas (heat stroke) per definisi adalah
penyakit berat dengan ciri temperatur inti > 40 derajat celcius disertai kulit panas dan
kering serta abnormalitas sistem saraf pusat seperti delirium, kejang, atau koma yang
disebabkan oleh pajanan panas lingkungan (sengatan panas klasik) atau kegiatan fisik
yang berat. Lingkungan yang terlalu panas juga berbahaya bagi bayi. Keadaan ini terjadi
bila bayi diletakkan dekat dengan sumber panas, dalam ruangan yang udaranya panas,
terlalu banyak pakaian dan selimut.
2. Penyebab
Disebabkan oleh infeksi, suhu lingkungan yang terlalu panas atau campuran dari
gangguan infeksi dan suhu lingkungan yang terlalu panas. Keadaan ini terjadi bila bayi
diletakkan di dekat api atau ruangan yang berudara panas.
3. Tanda dan gejala
a. Suhu tubuh bayi >37,5 ºC
b. Tanda dehidrasi, yaitu berat badan bayi turun, turgor kulit kurang, mata dan ubun-
ubun besar cekung, lidah dan membran mukosa kering, banyaknya air kemih
berkurang.
c. Malas minum
d. Frekuensi nafas lebih dari 60x/menit
e. Denyut jantung lebih dari 160 x/menit
f. Letargi
g. Iritabel
4. Penatalaksanaan
Penanganan pada bayi yang menderita penyakit ini disesuaikan dengan gejala dan efek
yang ditimbulkan.
a. Bila suhu diduga karena panas yang berlebihan dan bila bayi belum pernah diletakkan
didalam alat penhangat, maka :
1) Letakkan bayi di ruangan dengan suhu lingkungan normal (25 ºC-28 ºC)
2) Lepaskan sebagian atau seluruh pakaian bayi bila perlu
3) Perikasa suhu aksila setiap jam sampai tercapai suhu dalam batas normal
4) Bila suhu sangat tinggi (lebih dari 39 ºC), bayi dikompres atau dimandikan selama
10-15 menit dalam suhu air 4 ºC, lebih rendah dari suhu tubuh bayi. Jangan
menggunakan air dingin atau air yang suhunya lebih rendah dari 4 ºC dibawah
suhu bayi
5) Turunkan suhu alat penghangat, bila bayi di dalam inkubator, bukan inkubator
sampai suhu dalam batas normal
6) Lepas sebagian atau seluruh pakaian bayi selama 10 menit, kemudian beri pakaian
lagi sesuai dengan alat penghangat yang digunakan
7) Periksa tubuh bayi setiap jam sampai tercapai suhu dalam batas normal
8) Periksa suhu inkubator atau pemancar panas setiap jam dan sesuaikan pengaturan
suhu
b. Bila bukan karena paparan panas yang berlebihan, maka :
1) Terapi untuk kemungkinan besar sepsis
2) Letakkan bayi di ruangan dengan suhu lingkungan normal (25 ºC-28 ºC)
3) Lepaskan pakaian bayi sebagian bila perlu
4) Periksa suhu tubuh bayi setiap jam sampai dicapai suhu tubuh dalam batas normal
5) Bila suhu tubuh bayi sangat tinggi (lebih dari 39 ºC), bayi dikompres selama 10-
15 menit dalam air yang suhunya 4 ºC, lebih rendah dari suhu tubuh bayi. Jangan
menggunakan air dingin atau air yang suhunya lebih rendah dari 4 ºC dibawah
suhu bayi
c. Yakinkan bayi mendapat masukan cukup cairan, yaitu dengan cara :
1) Anjurkan ibu untuk menyusui bayinya
2) Bila terdapat tanda dehidrasi, tangani dehidrasi
d. Periksa kadar glukosa darah, bila kurang dari 45 mg/dl (2,6 mmol/l) tangani
hipoglikemi
e. Cari tanda sepsis
f. Setelah keadaan bayi normal :
1) Lakukan perawatan lanjutan
2) Pantau bayi selama 12 jamberikutnya, periksa suhu setiap 3 jam
g. Bila suhu tetap dalam batas normal dan bayi dapat minum dengan baik serta tidak ada
masalah lain yang memerlukan perawatan di rumah sakit, bayi dapat dipulangkan.
Nasehati ibu cara menghangatkan bayi dirumah dan melindungi dari pemancar panas
yang berlebihan
5. Penanganan hypertermia pada bayi baru lahir :
1) Bayi dipindahkan ke ruangan yang sejuk dengan suhu kamar sekitar 25 ºC-28 ºC
2) Tubuh bayi diseka dengan kain basah sampai suhu tubuh bayi normal (jangan
menggunakan air es)
3) Berikan cairan dextrose dan Nacl (1:4) sampai dehidrasi teratasi
4) Jika ada infeksi berikan antibiotic.

I. Hipoglikemia
1. Pengertian
Hipoglikemia adalah suatu keadaan dimana kadar gula darah (glukosa) secara
abnormal rendah. Istilah hepoglikemia digunakan bila kadar gula darah bayi secara
bermakna dibawah kadar rata-rata. Dikatakan hepoglikemia bila kadar glukosa darah
kurang dari 30 mg/dl pada semua neonatus tanpa menilai masa gestasi atau ada tidaknya
gejala hepoglikemia. Umumnya hepoglikemia terjadi pada neonatus umur 1 – 2 jam. Hal
ini disebabkan oleh karena bayi tidak mendapatkan lagi glukosa dari ibu, sedangkan
insulin plasma masih tinggi dengan kadar glukosa darah yang menurun.
Hipoglikemia pada neonates :
a. Untuk setiap neonatus manapun, kadar glukosa <40-45mg/dL dianggap tidak normal
b. Menurut WHO hipoglikemi adalah bila kadar glukosa/gula darah <47 mg/dL
c. Gejala sering tidak jelas/asimptomatik, semua tenaga kesehatan perlu mewaspadai
kemungkinan adanya hipoglikemia
d. Diagnosis dini dan pengobatan yang tepat dapat mencegah konsekuensi yang serius.

2. Etiologi
Secara garis besar, etiologi hipoglikemia dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu kelainan
yang menyebabkan pemakaian glukosa berlebihan dan produksi glukosa kurang.
a. Kelainan yang dapat menyebabkan pemakaian glukosa berlebihan yaitu
hiperinsulinisme.
Hiperinsulinisme menyebabkan pemakaian glukosa yang berlebihan, terutama
akibat rangsang ambilan glukosa oleh otot. Pada bayi, hiperinsulinemia dapat terjadi
karena efek genetik yang menyebabkan aktivasi reseptor sulfonylurea akibat sekresi
insulin yang menetap. Kelainan ini diketahui sebagai nesidioblastosis. Bayi dari
penderita diabetes juga mempunyai kadar insulin yang tinggi setelah lahir karena
tingginya paparan glukosa in utero akibat jeleknya control glukosa selama kehamilan,
hal ini yang menyebabkan hiperinsulinisme pada bayi.
b. Kelainan yang menyebabkan kurangnya produksi glukosa, yaitu :
1) Simpanan glukosa tidak adekuat (premature, bayi kecil masa kehamilan).
2) Kelainan pada produksi glukosa hepar antara lain defisiensi glucose-6-phosphate,
defisiensi debrancher, defisiensi phosphatase hepar, defisiensi glikogen sintesis,
defisiensi fruktosa. Kelainan ini menurunkan produksi glukosa melalui berbagai
defek termasuk blokade pada pelepasan dan sintesis glukosa atau hambatan pada
glukoneogenesis.
c. Kelainan hormonal (panhypopituitarisme, defisiensi hormone pertumbuhan, defisiensi
korsitol dapat primer atau sekunder.
Hal ini Karena hormone pertumbuhan dan kortisol berperan penting pada
pembentukan energy alternative dan merangsang produksi glukosa. Kelainan ini
mudah diobati, namun yang sangat penting adalah diagnosis dini.
3. Patofisiologi
a. Hipoglikemia sering terjadi pada BBLR, karena cadangan glukosa rendah.
b. Kejadian hipoglikemia lebih sering didapat pada bayi dari ibu yang menderita
diabetes mellitus.
c. Hipoglikemia adalah masalah serius pada bayi baru lahir, karena dapat menimbulkan
kejang yang berakibat terjadinya hipoksi otak. Bila tidak dikelola dengan baik maka
akan menimbulkan kerusakan pada susunan syaraf pusat bahkan dapat
mengakibatkan kematian.
d. Glukosa merupakan sumber kalori yang penting untuk ketahanan hidup selama proses
persalinan dan hari-hari pertama pasca lahir.
e. Stres juga dapat memicu terjadinya hipoglikemia. Setiap stress yang terjadi dapat
mengurangi cadangan glukosa yang ada karena meningkatkan penggunaan cadangan
glukosa, misalnya pada asfiksia, hipotermi, hipertermi dan gangguan pernapasan.
4. Klasifikasi
Hipoglikemia pada neonatus dibagi menjadi 2 kelompok :
a. Bersifat sementara, biasanya terjadi pada bayi baru lahir, misalnya karena masukan
glukosa yang kurang, hipotermia, syok, dan pada bayi dari ibu dengan diabetes.
b. Bersifat menetap atau berulang, terjadi akibat defisiensi hormone, hiperinsulinisme,
serta kelainan metabolisme karbohidrat dan asam amino, gangguan metabolisme yang
bersifat herditer (misalnya glycogen storage disease, disorders of gluconeogenesis,
fatty acid oxidation disorders).
5. Diagnosis
Diagnosis awal Hipoglikemia
a. Bayi Kejang
b. Bayi Letargi
c. Ibu ada riwayat DM
Diagnosis
1) Anamnesis
a. Riwayat bayi menderita pada asfiksia, hipotermi, hipetermi, gangguan napas.
b. Riwayat bayi premature
c. Riwayat bayi besar untuk masa kehamilan
d. Riwayat bayi kecil untuk masa kehamilan
e. Riwayat bayi dengan ibu DM
f. Riwayat bayi dengan penyakit jantung bawaan
2) Pemeriksaan Klinis, gejala yang sering terlihat adalah:
a. Tremor
b. Bayi lemah, apatis, letargik, keringat dingin
c. Sianosis, kejang
d. Napas lambat, tidak teratur
e. Tangis lemah merintih
f. Hipotoni
g. Masalah minum
h. Nistagmus gerakan involunteer pada mata
6. Penatalaksanaan
a. Monitor
Pada bayi yang berissiko (BBLR, BMK, bayi dengan ibu DM) perlu dimonitor dalam
3 hari pertama :
1) Periksa kadar glukosa saat bayi datang/umur 3 jam.
2) Ulangi tiap 6 jam selama 24 jam atau sampai pemeriksaan glukosa normal dalam
2 kali pemeriksaan.
3) Kadar glukosa ≤ 45 mg/dl atau gejala positif tangani hipoglikemia.
4) Pemeriksaan kadar glukosa baik, pulangkan setelah 3 hari penanganan
hipoglikemia selesai.
b. Penanganan hipoglikemia dengan gejala :
1) Bolus glukosa 10% 2ml/kg pelan-pelan dengan kecepatan 1 ml/menit.
2) Pasang jalur iv D10 sesuai kebutuhan (kebutuhan infus glukosa 6 – 8
mg/kg/menit).

Konsentrasi glukosa tertinggi untuk infus perifer adalah 12,5%, bila lebih dari 12,5%
digunakan vena sentral.

1) Untuk mencari kecepatan infus glukosa pada neonatus dinyatakan dengan GIR.
Kecepatan infus (GIR) = Glucosa Infusion Rate
2) Periksa glukosa darah pada : 1 jam setelah bolus dan tiap 3 jam.
3) Bila kadar glukosa masih < 25 mg/dl, dengan atau tanpa gejala, ulangi seperti
diatas.
4) Bila kadar 25-45 mg/dl, tanpa gejala klinis :
 Infus D10 diteruskan.
 Periksa kadar glukosa tiap 3 jam.
 ASI diberikan bila bayi dapat minum.
5) Bila glukosa ≥ 45 mg/dl dalam 2 kali pemeriksaan
 Ikuti petunjuk bila kadar glukosa sudah normal.
 ASI diberikan bila bayi dapat minum dan jumlah infus diturunkan pelan-
pelan.
 Jangan menghentikan infus secara tiba-tiba.
c. Kadar glukosa darah < 45 mg/dl tanpa gejala:
1) ASI teruskan.
2) Pantau, bila ada gejala manajemen seperti di atas.
3) Periksa kadar glukosa tiap 3 jam atau sebelum minum, bila :
a) Kadar < 25 mg/dl, dengan atau tanpa gejala tangani hipoglikemi.
b) Kadar 25-45 mg/dl naikkan frekuensi minum.
c) Kadar ≥ 45 mg/dl manajemen sebagai kadar glukosa normal.
d. Kadar glukosa normal :
1) IV teruskan.
2) Periksa kadar glukosa tiap 12 jam.
e. Persisten hipoglikemia (hipoglikemia lebih dari 7 hari)
1) Konsultasi endokrin.
2) Terapi : kortikosteroid, hidrokortison 5 mg/kg/hari 2 x/hari iv atau prednison 2
mg/kg/hari per oral, mencari kausa hipoglikemia lebih dalam.
3) Bila masih hipoglikemia dapat ditambahkan obat lain : somatostatin, glukagon,
diazoxide, human growth hormon, pembedahan (jarang- dilakukan ) (Maryanti,
Sujianti, & Budiarti, 2011, pp. 216-218).
7. Pencegahan
Kejadian hipoglikemia dapat dicegah dengan:
a. Menghindari faktor resiko yang dapat dicegah, contohnya hipotermia;
b. Pemberian makan enteral merupakan tindakan preventif tunggal paling penting; • Jika
bayi tidak mungkin menyusu, mulailah pemberian minum; dengan menggunakan
sonde dalam waktu 1-3 jam setelah lahir;
c. Neonatus yang berisiko tinggi harus dipantau nilai glukosanya sampai asupannya
penuh dan 3x pengukuran normal sebelum pemberian minum berada diatas 45
mg/dL;
d. Jika ini gagal, terapi intravena dengan glukosa 10% harus dimulai dan kadar glukosa
dipantau;

J. Tetanus Neonatorum
1. Pengertian Tetanus Neonatorum
Tetanus adalah penyakit akut, paralisis yang spastik yang disebabkan neurotoksin
yang diproduksi oleh Clostridium tetani, termasuk kuman anaerob gram negatif. Bentuk
obligat berupa spora yang mempunyai habitat alami di tanah, debu dan traktus
alimentarius beberapa hewan. Spora Cl tetani sangat tahan terhadap panas, kimia dan
antibiotic tetapi akan mati dengan autoclave, sehingga dalam bentuk spora akan mampu
bertahan bertahun-tahun di debu ataupun tanah. Cl tetani bukan merupakan kuman yang
bersifat menginvasi jaringan, kuman ini dapat menyebabkan sakit karena toksin yang
dihasilkan. Dalam bentuk vegetatif, pada kondisi anaerob akan menghasilkan 2 bentuk
toksin, tetanospasmin dan tetanolisin. Tetanospasmin merupakan eksotoksin poten yang
mempunyai afinitas tinggi dengan jaringan saraf.
Tetanus neonatorum sendiri merupakan salah satu jenis tetanus pada bayi baru
lahir yang tidak memiliki proteksi berupa imunitas pasif. Hal ini biasanya merupakan
akibat dari ibu yang tidak memiliki kekebalan terhadap bakteri penyebab tetanus.
Sebagian bayi yang mengalami tetanus neonatorum dapat mengalami kematian. Kondisi
ini terutama lebih sering terjadi pada area pedesaan, di mana sebagian besar persalinan
dilakukan di rumah tanpa sterilisasi yang adekuat.
2. Penyeba Neonatus Neonatorum
Tetanus neonatorum umumnya terjadi akibat luka pada kulit yang kemudian
terkontaminasi oleh bakteri Clostridium tetani, yang sering ditemukan di tanah. Bakteri
tersebut memproduksi zat berbahaya yang dikenal dengan istilah neurotoksin, yang
memengaruhi aktivitas normal dari saraf tubuh dan menyebabkan spasme otot.
Beberapa faktor yang terkait dengan terjadinya tetanus neonatorum adalah
perawatan tali pusat yang kurang baik, pemotongan tali pusat yang tidak higienis, ibu
yang tidak mendapatkan imunisasi, sirkumsisi yang tidak higienis, tindik telinga yang
tidak higienis, persalinan yang tidak higienis, dan sebagainya. Spora dari bakteri dapat
berkontak dengan jaringan tubuh, berkembang biak, dan memproduksi toksin yang
kemudian menyebabkan penyakit.
3. Gejala Neonatus Neonatorum
Masa inkubasi tetanus neonatorum, yakni periode waktu dari pertama kali
terjadinya ekspos terhadap bakteri hingga waktu tanda dan gejala pertama timbul, pada
tetanus neonatorum umumnya adalah 3 hingga 21 hari. Tanda dan gejala yang dapat
timbul pada tetanus neonatorum adalah spasme pada tubuh, kesulitan bernapas atau
frekuensi pernapasan yang lebih cepat dari normal, distres pernapasan, kebiruan pada
kulit, demam, tanda infeksi seperti adanya nanah pada tali pusat, dan sebagainya.
4. Diagnosis Neonatus Neonatorum
Penetapan diagnosis dari tetanus neonatorum umumnya ditentukan berdasarkan
wawancara medis yang mendetail serta pemeriksaan fisik secara langsung. Pada
wawancara medis, dokter dapat menanyakan adanya gejala yang diamati pada bayi serta
riwayat imunisasi sebelumnya pada ibu. Sementara itu pada pemeriksaan fisik, dokter
akan mengevaluasi adanya tanda dan gejala dari tetanus neonatorum.
5. Penanganan Neonatus Neonatorum
Penanganan dari tetanus neonatorum diawali dari identifikasi portal masuknya
bakteri ke dalam tubuh bayi, dan membersihkan area di mana terdapat luka. Setelahnya,
pemberian pengobatan dapat dilakukan untuk membantu mengeliminasi toksin yang
terdapat di dalam tubuh dengan pengobatan antitoksin dan antibiotik. Bila terdapat
spasme, dokter juga dapat menginstruksikan pemberian obat sedasi atau antispasme
untuk meredakan gejala.
6. Pencegahan Neonatus Neonatorum
Transmisi dari tetanus neonatorum pada persalinan dapat dicegah dengan
meningkatkan cakupan imunisasi, terutama untuk wanita hamil. Selain itu perlu untuk
meningkatkan pengetahuan mengenai pentingnya persalinan yang bersih dan perawatan
tali pusat yang baik. Vaksinasi dengan tetanus toksoid (TT) juga dapat membantu
melindungi ibu hamil dari tetanus maternal selama kehamilan dan persalinan.
7. Gambar anak yang terkena Neonatus Neonatorum

8. Penatalaksanaan/pengobatan Tetanus Neonatorum


a. Terapi Antitoksin
Terapi antitoksin dengan menggunakan imunoglobulin antitetanus (human tetanus
immune globulin/HTIG) dari serum manusia maupun kuda (antitetanus serum/ATS)
masih menjadi terapi pilihan pada penanganan tetanus. Pemberian HTIG bertujuan untuk
mencegah progresivitas penyakit dengan cara menghancurkan toksin tetanus yang belum
terikat pada jaringan namun tidak mempengaruhi efek toksin yang telah terikat pada
jaringan. HTIG diberikan melalui rute intramuskular dosis tunggal 3000-6000 IU.
b. Pemberian Obat Pereda Spasme
Pemberian obat pereda spasme bertujuan untuk mengendalikan spasme dan
peningkatan tonus otot dengan mengurangi efek farmakologi yang mengganggu terhadap
kemampuan gerak secara volunter, kesadaran, dan pernapasan spontan.
c. Diazepam
Untuk neonatus, dosis diazepam (sediaan emulsi cair 5 mg/ml) yang disarankan
adalah 0,1-0,3 mg/kg, injeksi perlahan selama 3-5 menit, tiap 1 hingga 4 jam bergantung
pada derajat keparahan dan persistensi spasme. Jika pada pemberian tiap jam kejang
masih berlangsung, pemberian diazepam infus kontinyu dengan menggunakan pompa
suntik dapat dipertimbangkan.
d. Lorazepam
Selain diazepam, lorazepam, dan midazolam juga dapat menjadi alternatif sebagai
pereda spasme. Pada beberapa negara, lorazepam lebih disukai dibandingkan diazepam
sebab lorazepam memiliki durasi kerja yang lebih panjang. Namun, penggunaan
lorazepam dan diazepam parenteral pada dosis tinggi (umumnya di atas 500 mg/hari
untuk diazepam dan 200 mg/hari untuk lorazepam) meningkatkan risiko toksisitas
propilen glikol sehingga perlu diwaspadai dan dipantau ketat.
e. Pencegahan Withdrawal
Untuk menghindari efek withdrawal pasca penggunaan dalam jangka panjang,
seluruh obat golongan benzodiazepin harus diturunkan dosisnya secara perlahan
(tappering off) dalam kurun waktu beberapa minggu.
f. Terapi Suportif
Terapi suportif yang dapat diberikan pada pasien yang menjalani perawatan untuk
kasus tetanus neonatorum (TN) mencakup minimalisasi stimulus eksternal yang
berpotensi memicu spasme fatal.
9. Patofisiologi Tetanus Neonatorum
Patofisiologi tetanus neonatorum (TN) sangat berkaitan dengan kerja tetanospasmin pada
empat bagian susunan saraf pusat, yakni taut neuromuskular di otot rangka, saraf spinal,
otak, dan sistem saraf otonom.
Dari Spora Menjadi Toksin
Spora Clostridium tetani yang masuk ke luka belum membahayakan hingga diubah oleh
serangkaian stimulus menjadi bentuk vegetatif yang kemudian berkembang biak namun
belum menyebabkan gejala hingga spora diubah menjadi bentuk bacillus pelepas toksin.

K. Kelainan Akibat Penyakit Ibu ( preeklampsia/eklampsia, DM, TBC, Hepatitis, jantung,


HIV/AIDS, GO, Sifilis, Anemia )
1. Preeclampsia/eklampsia
Komplikasi kehamilan berpotensi berbahaya yang ditandai dengan tekanan darah
tinggi.Pre-eklampsia biasanya dimulai setelah usia kehamilan 20 minggu pada wanita
yang tekanan darahnya telah normal. Hal ini dapat menyebabkan komplikasi serius,
bahkan fatal, bagi ibu maupun bayi.
Mungkin tidak ada gejalanya. Tekanan darah tinggi dan protein pada urine adalah
ciri-ciri utamanya. Pembengkakan di kaki dan retensi air mungkin juga terjadi, namun ini
akan sulit dibedakan dari kehamilan normal.
Preeklampsia sering dapat dikelola dengan obat-obat oral atau IV sampai bayi
cukup matang untuk lahir. Kondisi ini sering membutuhkan pertimbangan risiko lahir
prematur dibandingkan dengan risiko gejala preeklampsia berkelanjutan.
Komplikasi pada bayi/janin
Dampak utamanya adalah
a. janin kekurangan nutrisi karena tidak memadainya aliran darah rahim ke plasenta
b. Hal ini berakhir pada keterlambatan pertumbuhan bayi dalam kandungan, kelahiran
prematur, hingga bayi lahir mati.
2. DM (diabetes mellitus)
a. Pengertian Penyakit Diabetes Mellitus
Diabetes Mellitus adalah:
 Suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh
adanya peningkatan kadar glukosa dalam darah akibat kekurangan insulin
baik absolut maupun relatif (Subekti, et al.., 1999).
 Suatu kelompok penyakit metabolik dengan karateristik hiperglikemia yang
terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya
(American Diabetes Association, 2003; Soegondo, 1999).
 Keadaan hiperglikemia kronis sebagai akibat dari berbagai faktor lingkungan
dan genetik, sering keduanya bersama-sama (WHO, 1980, disadur dari
Wiyono, 2000)
 Merupakan gangguan metabolisme dan distibusi gula oleh tubuh penderita.
 Suatu penyakit dimana kadar glukosa (gula sederhana) di dalam darah tinggi
karena tubuh tidak dapat melepaskan atau menggunakan insulin secara cukup.
b. Diagnosa
Diagnosa DM harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa darah, tidak
dapat ditegakan hanya atas dasar adanya glukosuria saja. Dalam menentukan
diagnosa DM harus diperhatikan asal bahan darah yang diambil dan cara pemeriksaan
yang dipakai. Untuk diagnosa DM, pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan
glukosa dengan cara enzimatik dengan bahan darah kapiler (Perkeni, 1998).

Diagnosis diabetes dipastikan bila:

1) Terdapat keluhan khas diabetes (poliuria, polidipsia, polifagia dan


penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya) disertai
dengan satu nilai pemeriksaan glukosa darah tidak normal (glukosa darah
sewaktu ≥200 mg/dl atau glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl).
2) Terdapat keluhan khas yang tidak lengkap atau terdapat keluhan tidak khas
(lemah, kesemutan, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi, pruritus vulvae)
disertai dengan dua nilai pemeriksaan glukosa darah tidak normal (glukosa
darah sewaktu ≥ 200 mg/dl dan atau glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl yang
diperiksa pada hari yang sama atau pada hari yang berbeda).
c. Komplikasi
Apabila glukosa darah tidak terkontrol dengan baik, beberapa tahun kemudian hampir
selalu akan timbul komplikasi. Komplikasi akibat diabetes dapat dibagi dalam dua
kelompok besar:
1) Komplikasi akut.
Timbul secara mendadak. Ini merupakan keadaan gawat darurat. Keadaan ini bisa
menjadi fatal apabila tidak ditangani dengan segera. Termasuk dalam kelompok
ini adalah hipoglikemia(glukosa darah terlalu rendah), hiperglikemia(glukosa
darah terlalu tinggi), dan terlalu banyak asam dalam darah (ketoasidosis diabetik).
2) Komplikasi kronis.
Timbul secara perlahan, kadang tidak diketahui, tetapi akhirnya berangsur
menjadi makin berat dan membahayakan.
d. Pemberian Obat/ Pengobatan Pasien DM
Pemberian obat kepada pasien sesuai petunjuk dokter merupakan suatu tindakan/
praktek kesehatan yang dilakukan dalam rangka pemeliharaan dan peningkatan
kesehatan sebagai bagian dari perilaku seseorang terhadap stimulus atau objek
kesehatan (yang dalam hal ini adalah masalah kesehatan, termasuk penyakit DM yang
diderita seseorang), yang kemudian dalam proses selanjutnya akan melaksanakan atau
mempraktekkan sesuai apa yang diketahuinya dan disikapi/ dinilainya baik untuk
dilakukan ( Notoadmodjo S, 2007).
Menurut Sidartawan Soegondo, prinsip pemberian obat/ pengobatan terhadap pasien
DM terdiri atas 2 yaitu:
1) Pengobatan dengan insulin dan,
2) Pengobatan dengan Obat Hipoglikemik Oral.
3. TBC (tubercolosis)
Definisi Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium
tuberculosis complex.
a. Komplikasi yang terjadi jika ibu TBC
b. Risiko kelahiran prematur meningkat
c. Berat badan bayi lahir rendah
d. Penularan infeksi TB pada bayi dalam kandungan
e. Penularan infeksi TB pada orang lain di sekitar
4. Hepatitis B
Definisi Hepatitis B merupakan infeksi menular serius pada hati yang disebabkan oleh
virus hepatitis B. Infeksi akut dapat terjadi pada saat tubuh terinfeksi untuk pertama
kalinya. Infeksi akut ini dapat berubah menjadi kronis setelah beberapa bulan sejak
infeksi pertama kali.
a. Komplikasi yang terjadi jika ibu hepatitis
b. Jika Anda menderita hepatitis B saat hamil, diperkirakan Anda mungkin lebih rentan
mengalami ketuban pecah dini
c. diabetes gestasional
d. mengalami perdarahan berat pada akhir kehamilan.
e. Ada juga peningkatan risiko komplikasi persalinan seperti plasenta abrupsio dan
kematian bayi saat lahir.
5. Jantung
Definisi Gangguan jantung pada pembahasan ini adalah gagal jantung. Gagal
jantung adalah sindrom klinis akibat kelainan struktural maupun fungsional jantung yang
menyebabkan terganggunya fungsi pengisian dan pengosongan ventrikel.
Akibat penyakit jantung dalam kehamilan, terjadi peningkatan denyut jantung
pada ibu hamil dan semakin lama jantung akan mengalami kelelahan. Akhirnya
pengiriman oksigen dan zat makanan dari ibu ke janin melalui ari – ari menjadi terganggu
dan jumlah oksigen yang diterima janin semakin lama akan berkurang.
6. HIV/AIDS
Definisi AIDS merupakan singkatan dari Acquired Immune Deficiency
Syndrome, yaitu sekumpulan gejala yang didapatkan dari penurunan kekebalan tubuh
akibat kerusakan sistem imun oleh infeksi virus HIV. Sedangkan HIV merupakan
singkatan dari Human Immunodeficienc y Virus, yang menyerang sel CD4 dan
menjadikannya tempat untuk berkembang biak dan kemudian merusaknya.
Komplikasi yang terjadi jika ibu HIV
Ibu hamil yang terdiagnosis positif HIV juga dapat menularkan infeksinya pada bayi di
dalam kandungan lewat plasenta. Tanpa pengobatan, seorang ibu hamil yang positif HIV
berisiko sekitar 25-30% untuk menularkan virus pada anaknya selama kehamilan.
7. GO (gonore)
Definisi umumnya akan muncul pada 1-10 hari setelah penularan bakteri terjadi.
Khusus gonore pada wanita, gejala kencing nanah yang timbul bisa meliputi: Keputihan
yang keluar lebih banyak dari biasanya. Keputihan berwarna kuning atau hijau.
Komplikasi pada bayi
Gejala penyakit gonore pada bayi yang terinfeksi biasanya muncul 2–5 hari setelah
persalinan. Bayi yang terinfeksi gonore dapat mengalami kondisi berupa :
 berat badan lahir rendah
 infeksi mata.
Jika tidak diobati, gonore pada bayi dapat menyebabkan kebutaan.
8. Sifilis (raja singa)
Definisi Infeksi bakteri yang biasanya menyebar melalui kontak seksual dan
dimulai dengan luka tanpa rasa sakit. Sifilis terjadi dalam beberapa bertahap, dan
gejalanya bervariasi pada setiap tahap. Tahap pertama melibatkan luka tanpa rasa sakit
pada alat kelamin, dubur, atau mulut. Setelah sakit awal sembuh, tahap kedua ditandai
dengan ruam. Kemudian, tidak ada gejala sampai tahap akhir yang mungkin terjadi
beberapa tahun kemudian. Tahap akhir ini dapat mengakibatkan kerusakan otak, saraf,
mata, atau jantung. Sifilis diobati dengan penisilin. Pasangan seksual juga harus diobati.
Komplikasi pada bayi. Sifilis kongenital adalah suatu infeksi serius yang dapat
berdampak :
 kecacatan seumur hidup
 mematikan pada bayi baru lahir.
Ibu hamil yang terinfeksi Treponema pallidum dapat menularkan bakteri tersebut ke janin
melalui plasenta ke dalam tubuh janin.
9. Anemia
Definisi Anemia adalah suatu kondisi dimana terdapat kekurangan sel darah merah atau
hemoglobin.
Komplikasi yang terjadi jika ibu mengalami anemia
Anemia pada ibu hamil merupakan hal yang perlu diwaspadai. Pasalnya, anemia yang
tidak ditangani bisa menyebabkan berat bayi rendah, kelahiran prematur, hingga cacat
lahir. Kondisi ini lebih sering terjadi pada ibu hamil yang mengalami morning sickness,
hamil kembar, atau memiliki pola makan tidak sehat.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat kita simpulkan bahwa, Hipertemia adalah
peningkatan suhu tubuh diatas titik pengaturan hipotalamus bila mekanisme pengeluaran
panas terganggu (oleh obat atau penyakit) atau dipengaruhi oleh panas eksternal
(lingkungan) atau internal (metabolik). Hipertermi disebabkan oleh infeksi, suhu
lingkungan yang terlalu panas atau campuran dari gangguan infeksi dan suhu lingkungan
yang terlalu panas. Untuk pencegahan hipotermi bisa dengan cara selalu menjaga
kesehatan lingkungan, penyediaan air minum yang memenuhi syarat, pembuangan kotor
manusia pada tempatnya, pemberantasan alat, pembuangan sampah pada tempatnya,
pendidikan kesehatan pada masyarakat, pemberian imunisasi lengkap pada bayi, makan
makanan yang bersih dan sehat.

B. Saran
Dalam penulisan tugas makalah penulis ini masih terdapat banyak kekurangan
dan kelemahan serta jauh dari kata sempurna. Oleh karna itu penulis mengharapkan
kritikan dan saran dalam perbaikan dan kesempurnaan tugas penulis, atas kritik dan
sarannya penulis ucapkan terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA

http://kesmas-ode.blogspot.com/2012/10/makalah-diabetes-melitus.html?m=1

https://www.alodokter.com/berat-badan-lahir-rendah

https://m.klikdokter.com/penyakit/asfiksia-neonatorum

https://ainunfitrisentia.blogspot.com/2018/12/sindrom-gangguan-pernapasan-pada.html?m=1

https://www.alomedika.com/penyakit/kesehatan-anak/ikterus-neonatorum-fisiologis

http://midwiferyelhand.blogspot.com/2013/12/makalah-perdarahan-talipusat.html?m=1

https://www.alodokter.com/kejang

http://rikasriwahyuni.blogspot.com/2016/07/kebidanan-makalah-kejang-pada-bayi.html

http://makalahlaporanterbaru1.blogspot.com/2012/09/makalah-hipotermi.html?m=1

http://popiindah.blogspot.com/2017/03/makalah-hipotermi-dan-hipertermi-pada.html?m=1

http://materi-bidan.blogspot.com/2014/11/hipoglikemia-pada-bayi-baru-lahir.html?m=1

http://kesmas-ode.blogspot.com/2012/10/makalah-diabetes-melitus.html?m=1

https://fendygoo.blogspot.com/2015/05/makalah-gonore.html?m=1

Anda mungkin juga menyukai