Tentang
Deteksi Dini dan Persiapan Rujukan pada Neonatus Bermasalah dan Penangananya
Di susun oleh:
Nim : 204210432
Dosen Pembimbing:
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan karunia-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Makalah ini membahas tentang “Deteksi
Dini dan Persiapan Rujukan pada Neonatus Bermasalah dan Penangananya”.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing mata kuliah Askeb
Neonatus, Bayi dam Balita yang telah membimbing penulis dalam penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih belum sempurna, oleh karena itu penulis
mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak demi perbaikan pembuatan makalah
selanjutnya.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Akhir
kata, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam
penyusunan makalah ini. Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memberikan kelancaran dan
kemudahan bagi kita semua.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................................
DAFTAR ISI........................................................................................................................
BAB I.....................................................................................................................................
PENDAHULUAN.................................................................................................................
A. Latar belakang............................................................................................................
B. Rumusan masalah......................................................................................................
C. Tujuan .......................................................................................................................
BAB II...................................................................................................................................
PEMBAHASAN...................................................................................................................
A. BBLR.........................................................................................................................
B. Asfiksia Neonatorum.................................................................................................
C. Sindrom Gangguan Nafas..........................................................................................
D. Icterus ........................................................................................................................
E. Perdarahan Tali Pusat.................................................................................................
F. Kejang .......................................................................................................................
G. Hipotermia ................................................................................................................
H. Hipertermia................................................................................................................
I. Hipoglikemia..............................................................................................................
J. Tetanus Neonatorum..................................................................................................
K. Kelainan akibat penyakit ibu......................................................................................
BAB III..................................................................................................................................
PENUTUP.............................................................................................................................
A. Kesimpulan................................................................................................................
B. Saran...........................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bayi baru lahir usia 0-28 hari (neonatus) merupakan generasi penerus yang akan
berperan penting di masa yang akan datang. Bayi yang sehat akan menjadi modal utama
dalam pembentukan generasi yang kuat, berkualitas dan produktif. Untuk itu asuhan tidak
hanya diberikan pada ibu saja , tetapi juga sangat diperlukan asuhan kepada Bayi Baru
Lahir (BBL). Masa bayi baru lahir atau yang disebut neonatus merupakan masa yang
rentan terhadap gangguan kesehatan dan merupakan periode yang rawan bagi
kelangsunganhidup kedepannya. Menurut Rahardjo (2015) bayi baru lahir
(neonatus)adalah bayi yang baru mengalami proses kelahiran, berusiaa 0-28 hari yang
memerlukan penyesuaian fisiologis berupa maturasi, adaptasi (penyesuaian dari
kehidupan intrauteri ke kedhidupan ekstrauteri) dan toleransi bagi bayi baru lahir untuk
dapat hidup dengan baik.
Normalnya neonatus akan melalui proses adaptasi karena adanya perubahan
lingkungan dari intrauterin ke ekstrauterin seperti adanya penyesuaian terhadap suhu
lingkungan, pernafasan dan sistem hepatika. Namun jika neonatus tidak dapat melakukan
adaptasi dengan baik maka neonatus akan mengalami keadaan patologi seperti hipotermi,
gangguan pernafasan dan ikterus yang merupakan penyebab AKN paling banyak
diIndonesia. Komplikasi neonatus tersebut dapat terjadi karena beberapapenyebab,
berdasarkan usia neonatus 0-6 hari penyebabnya adalah gangguanpernafasan (37%),
prematuritas (34%), sepsis (12%), hipotermi (7%), ikterus(6%), post partum (3%), dan
kelainan konginental (1%). Penyebab kematianneonatal 7-28 hari adalah sepsis (20,5%),
kelainan konginental (19%),pneumonia (17%), Respiratory Distress Syndrome/RDS
(14%), prematuritas(14%), ikterus (3%), cedera lahir (3%),tetanus (3%), defisiensi nutrisi
(3%) dan Suddenly Infant Death Syndrome/SIDS (3%). Selain itu juga terdapat penyebab
lain seperti kesehatan ibu, kondisi sosial ekonomi, praktek kesehatan masyarakat dan
mutu pelayanan kesehatan. (RISKESDAS 2007)
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan BBLR ?
2. Apa yang dimaksud dengan asfiksia neonatrum ?
3. Apa yang dimaksud dengan sindroma gangguan nafas ?
4. Apa yang dimaksud dengan icterus ?
5. Apa yang dimaksud dengan perdarahan tali pusat ?
6. Apa yang dimaksud dengan kejang ?
7. Apa yang dimaksud dengan hipotermia ?
8. Apa yang dimaksud dengan hipertermia ?
9. Apa yang dimaksud dengan hipoglikemia ?
10. Apa yang dimaksud dengan tetanus neonatrum ?
11. Apa itu kelainan akibat penyakit ibu ( preeklampsia/eklampsia, DM, TBC, Hepatitis,
jantung, HIV/AIDS, GO, Sifilis, Anemia )?
C. Tujuan
1. Agar mahasiswa mengetahui tentang BBLR
2. Agar mahasiswa mengetahui tentang asfiksia neonatrum
3. Agar mahasiswa mengetahui tentang sindroma gangguan nafas
4. Agar mahasiswa mengetahui tentang icterus
5. Agar mahasiswa mengetahui tentang perdarahan tali pusat
6. Agar mahasiswa mengetahui tentang kejang
7. Agar mahasiswa mengetahui tentang hipotermia
8. Agar mahasiswa mengetahui tentang hipertermia
9. Agar mahasiswa mengetahui tentang hipoglikemia
10. Agar mahasiswa mengetahui tentang tetanus neonatrum
11. Agar mahasiswa mengetahui tentang kelainan akibat penyakit ibu
( preeklampsia/eklampsia, DM, TBC, Hepatitis, jantung, HIV/AIDS, GO, Sifilis,
Anemia )
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian BBLR
Berat badan lahir rendah (BBLR) adalah berat badan lahir yang kurang dari 2,5
kg. Bayi yang lahir dengan BBLR akan terlihat lebih kecil dan kurus, serta memiliki
ukuran kepala yang terlihat lebih besar.
BBLR dapat terjadi ketika bayi lahir secara prematur atau mengalami gangguan
perkembangan saat di dalam kandungan. Pada tahun 2018, ada sekitar 6,2 persen bayi di
Indonesia yang terlahir dengan berat badan rendah.
Bayi dengan berat badan lahir rendah lebih rentan menderita penyakit atau
mengalami infeksi. Dalam jangka panjang, anak yang terlahir dengan berat badan rendah
juga berisiko mengalami keterlambatan perkembangan motorik atau kesulitan dalam
belajar.
2. Penyebab BBLR
Banyak kondisi yang menyebabkan bayi lahir dengan berat badan rendah.
Penyebab utama dan yang paling banyak terjadi adalah kelahiran prematur, yaitu
persalinan yang terjadi sebelum usia kehamilan 37 minggu.
Pertumbuhan bayi umumnya meningkat pesat di minggu-minggu akhir
kehamilan. Maka dari itu, bayi yang lahir lebih awal tidak memiliki cukup waktu untuk
tumbuh dan berkembang sehingga cenderung memiliki berat badan yang lebih rendah
dan bertubuh kecil.
Selain itu, berat badan lahir rendah juga sering kali terjadi akibat intrauterine
growth restriction (IUGR), yaitu kondisi ketika bayi tidak tumbuh dengan baik saat
berada di dalam kandungan. Masalah ini dapat dipicu oleh gangguan pada plasenta,
kondisi kesehatan ibu, atau kondisi kesehatan bayi.
3. Faktor risiko terjadinya berat BBLR
Terdapat beberapa faktor pada ibu hamil yang dapat meningkatkan risiko terjadinya bayi
lahir dengan berat badan rendah, yaitu:
a. Melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah pada kehamilan sebelumnya
b. Menderita infeksi selama masa kehamilan
c. Mengalami komplikasi kehamilan, terutama yang dapat menyebabkan gangguan
pada plasenta
d. Mengandung bayi kembar sehingga ruang di dalam rahim tidak cukup untuk
setiap janin
e. Berusia kurang dari 15 tahun atau lebih dari 35 tahun
f. Mengalami malnutrisi
g. Merokok atau bertempat tinggal di lingkungan yang banyak asap rokok
h. Menggunakan NAPZA atau mengonsumsi minuman beralkohol
i. Mengalami masalah emosi, seperti depresi dan gangguan kecemasan
4. Gejala Berat Badan Lahir Rendah
Berat badan normal bayi saat lahir adalah sekitar 2,5–4,5 kilogram. Bayi dinyatakan
mengalami BBLR jika berat lahirnya kurang dari 2,5 kilogram. Sementara itu, bayi yang
lahir dengan berat kurang dari 1,5 kilogram dinyatakan memiliki berat badan lahir sangat
rendah.
Selain memiliki berat badan lahir yang lebih rendah dari bayi normal, bayi BBLR
juga akan tampak sangat kecil dan lebih kurus karena memiliki lemak tubuh yang lebih
sedikit. Selain itu, kepala bayi juga akan terlihat tidak proporsional karena lebih besar
daripada tubuhnya.
5. Diagnosis Berat Badan Lahir Rendah
Diagnosis berat badan lahir rendah dilakukan dengan menimbang bayi beberapa
saat setelah ia lahir. Namun, berat badan bayi saat lahir sebenarnya dapat diperkirakan
oleh dokter kandungan sejak masa kehamilan.
Pada pemeriksaan kehamilan rutin, dokter akan mengamati perkembangan ukuran
dan berat badan janin dalam rahim lalu membandingkannya dengan usia kehamilan. Cara
sederhana untuk melakukannya adalah dengan mengamati pertambahan berat badan dan
ukuran rahim seiring dengan bertambahnya usia kehamilan.
Selain itu, dokter juga dapat melakukan USG kehamilan untuk melihat
pertumbuhan dan perkembangan bayi di dalam rahim dan mengambil gambar kepala,
perut dan tulang tungkai bagian atas guna memperkirakan berat badan bayi.
6. Pengobatan Berat Badan Lahir Rendah
Hampir seluruh bayi BBLR memerlukan perawatan di rumah sakit. Penanganan
yang diberikan akan disesuaikan dengan gejala, tingkat keparahan kondisi, usia
kehamilan, serta kondisi kesehatan bayi secara keseluruhan.
Bayi BBLR dengan komplikasi, seperti paru-paru yang belum matang atau
masalah di usus, perlu dirawat di ruang perawatan intensif neonatal (NICU). Di ruang ini,
bayi akan ditempatkan di tempat tidur dengan suhu yang telah disesuaikan. Asupan
nutrisi bayi juga akan diatur sedemikian rupa per harinya.
Bayi BBLR baru diperbolehkan pulang dari rumah sakit jika berat badannya telah
mencapai target atau setelah komplikasi dapat diatasi dan ibu dapat memberikan ASI
secara normal.
Pada ibu bayi BBLR, dokter akan menganjurkan untuk memberikan ASI. Hal ini
karena ASI dapat mendukung pertumbuhan, daya tahan tubuh, dan kenaikan berat badan
bayi. Jika ibu tidak bisa memberikan ASI, bayi dapat diberikan ASI dari donor.
Bayi BBLR dapat mengejar ketertinggalan pertumbuhannya seiring waktu.
Namun, untuk memastikan perkembangannya berjalan dengan baik, bayi BBLR perlu
menjalani pemeriksaan rutin ke dokter secara berkala setelah pulang dari rumah sakit.
7. Komplikasi Berat Badan Lahir Rendah
Bayi BBLR dapat mengalami komplikasi pasca kelahiran, terutama bila bayi lahir secara
prematur. Semakin rendah berat badan lahir bayi, semakin tinggi pula risiko terjadinya
komplikasi. Komplikasi yang dapat timbul akibat berat badan lahir rendah (BBLR) antara
lain adalah:
a. Kadar oksigen rendah saat lahir
b. Kesulitan untuk mempertahankan suhu tubuh agar tetap hangat pada temperatur yang
normal
c. Infeksi
d. Gangguan perkembangan paru-paru atau organ lainnya
e. Masalah pernapasan, seperti sindrom gangguan pernapasan bayi
f. Gangguan pada sistem saraf, seperti perdarahan di dalam otak
g. Masalah pada usus, seperti necrotizing enterocolitis
h. Kadar gula dalam darah yang rendah (hipoglikemia)
i. Terlalu banyak sel darah merah yang membuat darah terlalu kental (polisitemia)
j. Kematian mendadak atau sudden infant death syndrome (SIDS)
1. Pengertian
Asfiksia neonatorum adalah kondisi di mana bayi tidak mendapatkan oksigen
yang cukup dalam proses persalinan hingga persalinan selesai. Kondisi ini tergolong
serius karena dapat mengakibatkan kematian. Kondisi ini dapat pula menyebabkan
gangguan perkembangan bayi hingga saat dewasa nanti. Asfiksia neonatorum kadang
disebut juga dengan asfiksia perinatal.
2. Penyebab
Terdapat banyak penyebab asfiksia neonatorum, di antaranya adalah:
a. Penyakit membran hialin
Penyakit membran hialin yaitu penyakit paru-paru pada bayi baru lahir yang terjadi
akibat paru bayi belum matang. Pada saat masih dalam kandungan, paru-paru bayi
dalam keadaan mengempis dan tidak bisa menerima oksigen.
b. Sindrom aspirasi mekonium
Sindrom aspirasi mekonium yaitu sesak napas pada bayi yang terjadi akibat feses bayi
baru lahir (disebut mekonium) terhirup ke dalam saluran pernapasan, hingga masuk
ke paru. Dalam keadaan normal, mekonium seharusnya baru dikeluarkan bayi dalam
24 jam setelah kelahiran.
c. Transient tachypnea of newborn (TTN)
Transient tachypea of newborn (TTN) yaitu sesak napas yang terjadi pada bayi baru
lahir akibat parunya masih banyak terisi oleh cairan amnion (air ketuban).
Normalnya, saat bayi masih di dalam kandungan, parunya dalam keadaan terendam
oleh cairan amnion.
d. Pneumonia
Pneumonia yaitu infeksi di paru bayi baru lahir sehingga paru tidak dapat mengambil
oksigen dan terhambat membuang karbondioksida. Pneumonia pada bayi baru lahir
biasanya terjadi akibat infeksi di dalam rahim saat bayi masih dalam kandungan.
3. Gejala
Beberapa tanda dan gejala Asfiksia neonatorum yang diperlihatkan bayi adalah sebagai
berikut:
a. Kulit bayi tampak pucat atau kebiruan
b. Bibir kebiruan
c. Otot-otot di dada terlihat berkontraksi untuk membantu pernapasan
d. Denyut jantung terlalu cepat atau terlalu lambat
e. Bayi tampak lunglai
f. Bayi terdengar merintih
Asfiksia neonatorum merupakan suatu kondisi yang serius dan membutuhkan
penanganan segera. Bila terlambat ditangani, otak akan kekurangan oksigen (hipoksia).
Hal ini bisa menyebabkan kerusakan permanen pada otak.
4. Diagnosis
Ada tidaknya asfiksia neonatorum dapat langsung diketahui oleh dokter sesaat
setelah bayi lahir dengan menghitung skor APGAR. Ini merupakan pengecekan dokter
untuk Appearance (apakah bayi tampak biru atau tidak), Pulse (menilai denyut jantung
bayi), Grimace (menilai respon bayi bila diberi rangsangan), Activity (melihat kontraksi
otot bayi), dan Respiration (menilai bunyi napas bayi, terdengar atau tidak).
Masing-masing komponen tersebut diberi skor 0, 1, atau 2. Semakin baik kondisi
bayi, skor APGAR semakin tinggi. Seorang bayi dianggap mengalami asfiksia
neonatorum bila skor APGARnya di bawah 7. Selain pemeriksaan skor APGAR,
umumnya foto rontgen dada juga akan dilakukan untuk membantu mengetahui lebih detil
penyebab asfiksia.
5. Penanganan
Penanganan asfiksia neonatorum berbeda-beda, bergantung pada penyebabnya.
Namun secara umum, bayi yang mengalami asfiksia neonatorum akan mendapatkan
suplementasi oksigen saat lahir dan perlu menjalani perawatan yang intensif di rumah
sakit. Bila asfiksia neonatorum disebabkan oleh gangguan membran hialin, maka
umumnya bayi akan dipasangi CPAP (continuous positive airway pressure). Ini adalah
alat untuk membantu pernapasan bayi dengan cara memasukkan tekanan positif ke paru
sehingga paru mengembang. Selain itu, surfaktan (zat untuk mengembangkan paru) juga
dapat diberikan.
Jika asfiksia disebabkan oleh sindrom aspirasi mekonium, maka segera setelah
bayi lahir, dokter akan menyedot mekonium di sepanjang saluran pernapasan
menggunakan suction. Selain itu, umumnya antibiotik juga diberikan untuk mencegah
dan mengatasi infeksi paru. Bila mekonium yang masuk ke saluran napas cukup banyak,
umumnya pemasangan ventilator dan perawatan di ICU juga perlu dilakukan.
Asfiksia yang disebabkan karena transient tachypnea of newborn umumnya akan
hilang dengan sendiri dalam waktu tiga hari setelah lahir. Selama sesak masih terjadi,
biasanya bayi cukup diberikan oksigen. Jika asfiksia neonatorum terjadi akibat
pneumonia, maka pengobatan dengan antibiotik wajib diberikan Agar efektif, antibiotik
akan diberikan dengan cara disuntik atau diinfus ke pembuluh darah bayi.
6. Pencegahan
Tidak semua kasus asfiksia neonatorum dapat dicegah. Ibu hamil disarankan
untuk melakukan kontrol secara teratur ke dokter kandungan. Kontrol teratur bisa
membantu memastikan kondisi kehamilan dan kesehatan janin dalam kondisi baik.
Dengan demikian risiko bayi mengalami asfiksia neonatorum pun bisa menurun.
D. Icterus Neonatrum
1. Pengertian
Ikterus neonatorum adalah salah satu kondisi yang memerlukan perhatian pada si
Kecil yang baru lahir. Istilah ikterik neonatorum memiliki pengertian penyakit kuning
pada bayi baru lahir. Ikterus itu sendiri berarti warna kuning; yang dapat terlihat pada
kulit dan bagian putih mata (sclera mata). Kuning pada si Kecil disebabkan oleh
peningkatan kadar bilirubin dalam darah, yang secara medis disebut dengan
hiperbilirubinemia.
2. Penyebab Bayi Kuning
Kuning pada si Kecil dapat disebabkan oleh beberapa hal:
a. Hiperbilirubinemia fisiologis
Hiperbilirubinemia fisiologi merupakan penyebab paling sering dari ikterus
neonatorum. Terjadi pada lebih dari 50% dari bayi baru lahir. Umumnya terjadi
karena pemecahan sel darah pada bayi baru lahir lebih cepat disertai dengan adanya
fungsi hati yang belum matang, sehingga proses pemecahan bilirubin terjadi lebih
lambat. Umumnya tidak berbahaya, muncul di hari ke-3, lamanya 7-10 hari, dan
kadarnyat tidak terlalu tinggi.
b. Breast feeding jaundice
Breast feeding jaundice dapat terjadi ketika si Kecil tidak mendapatkan ASI yang
cukup. Hal ini terjadi pada 5-10% bayi yang baru lahir. Gejalanya mirip dengan
ikterus fisiologis, hanya umumnya kadar bilirubin pada bayi lebih tinggi
dibandingkan hiperbilirubinemia fisiologis.
c. Breast milk jaundice
Breast milk jaundice terjadi pada 1-2% dari bayi yang mendapatkan ASI
eksklusif. Hal ini disebabkan oleh adanya zat khusus tertentu yang diproduksi oleh
ibu dalam ASI. Zat ini menyebabkan usus bayi menyerap lebih banyak bilirubin
kembali ke dalam tubuhnya. Kuning umumnya mulai terlihat pada usia 4-7 hari dan
dapat berlangsung selama 3-10 minggu.
d. Ketidakcocokan golongan darah (Rh atau ABO)
Jika si Kecil dan Ibu memiliki golongan darah yang berbeda dan saat bayi berada
didalam perut Ibu terjadi pencampuran darah antara Ibu dan si Kecil, maka tubuh Ibu
akan menghasilkan antibody yang kemudian akan menghancurkan sel-sel darah
merah bayi baru lahir. Hal ini menyebabkan peningkatan kadar bilirubin bayi yang
tinggi. kuning pada bayi akibat ketidak cocokan golongan darah merupakan suatu
keadaan yang sangat serius, dimulai dari 24 jam pertama kehidupan, dan harus diatasi
dengan benar dan cepat.
3. Gejala Bayi Kuning :
a. Penumpukan bilirubin akan menyebabkan kulit dan bagian putih mata si Kecil,
matanya menjadi terlihat berwarna kuning. Urin berwarna kuning tua (pada bayi
dengan bilirubin yang cukup tinggi).
b. Tinja yang berwarna pucat seperti dempul (bukan tinja berwarna kuning atau oranye).
Perubahan warna tinja ini terjadi pada kuning yang diakibatkan oleh kelainan hati. Si
Kecil terlihat lebih lemas dan malas menyusu.
c. Pada kadar yang sangat tinggi dan menembus sawar darah otak bayi akan mengalami
kern icterus (kejang akibat bilirubin menembus sawar darah otak).
4. Tatalaksana Ikterus Neonatorum
Hiperbilirubinemia fisiologis akan menghilang dengan sendirinya dalam waktu 7-
14 hari. Si Kecil mungkin perlu untuk tinggal lebih lama di rumah sakit untuk
mendapatkan terapi sinar bila kadar bilirubinnya lebih dari 12 mg/dl di usia 3 hari.
Beberapa cara yang akan dilakukan untuk menurunkan kadar bilirubin bayi antara lain:
a. Terapi cahaya (fototerapi)
Bayi akan ditempatkan di bawah lampu khusus yang memancarkan sinar dalam
spectrum hijau-biru. sinar ini akan mempercepat konjugasi bilirubin sehingga dapat
larut dan dikeluarkan melalui urin dan feses. Saat terapi sinar, bayi hanya akan
menggunakan popok dan patch pelindung mata. Semakin banyak sinar terpapar
dengan kulit, semakin cepat proses konjugasi berlangsung.
b. Perbanyak minum
Bayi yang kekurangan cairan akan cenderung menjadi kuning (breast feeding
jaundice). Bayi dengan terapi sinar juga akan mengalami penguapan yang lebih
tinggi, sehingga kecukupan minum harus dipenuhi.
c. Mengatasi infeksi
Adanya infeksi pada bayi akan menyebabkan bayi menjadi kuning. Mengatasi
infeksi ini akan mengatasi kuning yang muncul pada bayi.
d. Transfusi tukar
Terapi ini sudah jarang dilakukan. Terapi ini akan dibutuhkan bila kadar bilirubin
meningkat sangat tinggi. umumnya dibutuhkan pada kuning yang disebabkan oleh
ketidak-cocokan golongan darah si Kecil dan Ibu.
5. Tatalaksana Kuning yang Dapat Dilakukan di Rumah
a. Sinar matahari sangat membantu untuk memecah bilirubin indirek agar hati si Kecil
dapat memprosesnya lebih mudah. Tempatkan si Kecil ditempat yang terpapar
langsung dengan matahari atau bila terdapat jendela dimana cahaya matahari dapat
masuk. Lama memjemur adalah 30-60 menit. Waktu paling baik untuk menjemur si
Kecil adalah antara pukul 07-10.00 pagi.
b. Lebih sering menyusui. Jumlah cairan yang tercukupi akan membantu menurunkan
kadar bilirubinnya.
c. Menyusui tambahan. Jika si Kecil mengalami kesulitan minum ASI, kehilangan berat
badan atau mengalami dehidrasi, dokter mungkin menyarankan memberikan susu
formula bayi untuk melengkapi kebutuhan si Kecil.
Abnormal,terjadi karena
F. Kejang
1. Pengertian
Kejang pada neonatus ialah suatu gangguan terhadap fungsi neurologis seperti
tingkah laku, motorik, atau fungsi otonom. Periode bayi baru lahir (BBL) dibatasi sampai
hari ke-28 kehidupan pada bayi cukup bulan, dan untuk bayi prematur, batasan ini
biasanya digunakan sampai usia gestasi 42 minggu.Kebanyakan kejang pada BBL timbul
selama beberapa hari. Sebagian kecil dari bayi tersebut akan mengalami kejang lanjutan
dalam kehidupannya kelak. Kejang pada neonatus relatif sering dijumpai dengan
manifestasi klinis yang bervariasi. Timbulnya sering merupakan gejala awal dari
gangguan neurologi dan dapat terjadi gangguan pada kognitif dan perkembangan jangka
panjang.
Kejang pada Bayi Baru Lahir adalah:
a. Kejang yang terjadi pada bayi sampai dengan usia 28 hari
b. Kejang pada BBL merupakan keadaan darurat karena kejang merupakan suatu tanda
adanya penyakit sistem saraf pusat (SSP), kelainan metabolik atau penyakit lain.
c. Sering tidak dikenali karena berbeda dengan kejang pada anak
d. Kejang umum tonik klonik jarang terjadi pada BBL
e. Kejang berulang menyebabkan berkurangnya oksigenisasi, ventilasi dan nutrisi otak
2. Klasifikasi Kejang
Volpe (1977) membagi kejang pada bayi lahir sebagai berikut :
a. Bentuk kejang yang hampir tidak kelihatan (subtle) yang sering tidak diketahui
sebagai kejang. Terbanyak di neonatus berupa :
1) Deviasi horizontal bola mata.
2) Getaran dari kelopak mata/berkedip-kedip
3) Gerakan dari pipi dan mulut, seperti menghisap-hisap,mengunyah, mengecap, dan
menguap
4) Apnea berulang
5) Gerakan tonik tungkai
6) Gerakan mengunyah , salivasi berlebihan, perubahan pola pernafasan termasuk
apneu, berkedip, nistagmus, gerakan bersepeda atau mengayuh pedal , dan
perubahan warna.Setiap gerakan yang tidak biasa pada neonatus, bila berlangsung
beurlang-ulang dan periodic perlu dipikirkan kemungkinan dari kejang.
b. Kejang klonik multifocal (migratory)
Gerakan klonik berpindah-pindah dari satu anggota gerak ke anggota gerak lainnya
secara tidak teratur. Kadang-kdang kejang yang satu dengan yang lainnya
bersambungan, dapat menyerupai kejang umum.
c. Kejang tonik
1) Ekstensi kedua tungkai, kadang-kadangan disertai fleksi kedua lengan
menyerupai keadaan dekortikasi.
2) Ditandai dengan postur tungkai dan badan yang kaku, dan kadang disertai dengan
deviasi mata yang tetap.
d. Kejang mioklonik
Berupa gerakan fleksi seketika seluruh tubuh, jarang terlihat pada neonatus.
Jingkatan jingkatan setempat atau menyeluruh tungkai atau badan sebentar yang
cenderung melibatkan kelompok otot distal.
3. Epidemiologi
a. Frekuensi
1) Amerika Serikat
Antara 2% sampai 5% anak mengalami kejang demam sebelum usianya yang ke
5.Sekitar 1/3 dari mereka paling tidak mengalami 1 kali rekurensi.
2) Internasional
Kejadian kejang demam seperti di atas serupa di Eropa. Kejadian di Negara lain
berkisar antara 5 sampai 10% di India, 8.8% di Jepang, 14% di Guam, 0.35% di
Hong Kong, dan 0.5-1.5% di China.
b. Mortalitas dan Morbiditas
1) Kejang demam biasanya tidak berbahaya.
2) Anak dengan kejang demam memiliki resiko epilepsy sedikit lebih tinggi
dibandingkan yang tidak (2% : 1%).
3) Faktor resiko untuk epilepsy di tahun-tahun berikutnya meliputi kejang demam
kompleks, riwayat epilepsy atau kelainan neurologi dalam keluarga, dan
hambatan pertumbuhan. Pasien dengan 2 faktor resiko tersebut mempunyai
kemungkinan 10% mendapatkan kejang demam.
c. RAS
Kejang demam terjadi pada semua ras.
d. Jenis Kelamin
Beberapa penelitian menunjukkan kejadian lebih tinggi pada pria.
e. Usia
Kejang demam terjadi pada anak usia Awal,3 bulan sampai 5 tahun.
4. Penyebab
Kejang neonatal bisa disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain sebagai berikut:
a. Bayi yang tidak menangis pada waktu lahir adalah penyebab yang paling
sering.timbul pada 24 jam kehidupan pada kebanyakan kasus.
b. Perdarahan otak dapat timbul sebagai akibat dari kekurangan oksigen atau trauma
pada kepala. perdarahan ini biasanya diakibatkan oleh trauma dapat menimbulkan
kejang.
c. Kekurangan gula darah (hipoglikemia) sering timbul dengan gangguan pertumbuhan
dalam kandungan dan pada bayi dengan ibu penderita DM (Diabetes Mellitus). jarak
waktu antara hipoglikemia dan waktu sebelum pemberian awal pengobatan
merupakan waktu timbulnya kejang. kejang lebih jarang timbul pada ibu pendeita
diabetes, kemungkinan karena waktu hipoglikemia yang pendek.
d. Infeksi sekunder akibat bakteri dan nonbakteri dapat timbul pada bayi dalam
kandungan, selama persalinan, atau pada periode perinatal. seperti bakteri meningitis,
toksoplasmosis, sifilis, atau rubella (campak). resiko kejang adalah lebih tinggi jika
bayi prematur atau BBLR.
e. Adanya cedera jika persalinan
f. Bayi kuning disebut sebagai resiko bila terjadi pada hari pertama kelahiran. bayi
kuning akan normal bila terjadi dalam tiga hari.
g. Infeksi saat kehamilan (TORCH). terutama pada trimester pertama dikatakan sebagai
penyebab kejang.
5. Factor resiko
Faktor yang mempengaruhi kejang demam adalah:
a. Umur
1) 3% anak berumur di bawah 5 tahun pernah mengalami kejang demam.
2) Insiden tertinggi terjadi pada usia 2 tahun dan menurun setelah 4 tahun, jarang
terjadi pada anak di bawah usia 6 bulan atau lebih dari 5 tahun.
3) Serangan pertama biasanya terjadi dalam 2 tahun pertama dan kemudian menurun
dengan bertambahnya umur.
b. Jenis kelamin
Kejang demam lebih sering terjadi pada anak laki-laki daripada perempuan dengan
perbandingan 2 : 1. Hal ini mungkin disebabkan oleh maturasi serebral yang lebih
cepat pada perempuan dibandingkan pada laki-laki.
c. Suhu badan
Kenaikan suhu tubuh adalah syarat mutlak terjadinya kejang demam. Tinggi suhu
tubuh pada saat timbul serangan merupakan nilai ambang kejang. Ambang kejang
berbeda-beda untuk setiap anak, berkisar antara 38,3°C – 41,4°C. Adanya perbedaan
ambang kejang ini menerangkan mengapa pada seorang anak baru timbul kejang
setelah suhu tubuhnya meningkat sangat tinggi sedangkan pada anak yang lain kejang
sudah timbul walaupun suhu meningkat tidak terlalu tinggi. Dari kenyataan ini
dapatlah disimpulkan bahwa berulangnya kejang demam akan lebih sering pada anak
dengan nilai ambang kejang yang rendah.
d. Faktor keturunan
Faktor keturunan memegang peranan penting untuk terjadinya kejang demam.
Beberapa penulis mendapatkan bahwa 25 – 50% anak yang mengalami kejang
demam memiliki anggota keluarga ( orang tua, saudara kandung ) yang pernah
mengalami kejang demam sekurang-kurangnya sekali.
G. Hipotermia
1. Pengertian Hipotermi
Bayi hipotermi adalah bayi dengan suhu tubuh dibawah normal (kurang dari 36,5 C).
Hipotermi merupakan salah satu penyebab tersering dari kematian bayi baru lahir,
terutama dengan berat badan kurang dari 2,5 Kg.
a. Hipotermi dibedakan atas :
1) stres dingin (36 -36,50 C)
2) hipotermi sedang (32 -360 C)
3) hipotermi berat (dibawah 320 C)
b. Bayi-bayi yang sangat rawan terhadap hipotermi yaitu :
1) bayi kurang bulan / premature
2) bayi berat lahir rendah
3) bayi sakit
2. Penyebab Hipotermi
Berikut penyebab terjadinya penurunan suhu tubuh pada bayi :
a. Ketika bayi baru lahir tidak segera dibersihkan, terlalu cepat dimandikan, tidak segera
diberi pakaian, tutup kepala, dan dibungkus, diletakkan pada ruangan yang dingin,
tidak segera didekapkan pada ibunya, dipisahkan dari ibunya, tidak segera disusui
ibunya.
b. Bayi berat lahir rendah yaitu bayi lahir dengan berat badan kurang dari 2,5 kg atau
bayi dengaan lingkar lengan kurang dari 9,5 cm atau bayi dengan tanda-tanda otot
lembek, kulit kerput.
c. Bayi lahir sakit seperti asfiksia, infeksi sepsis dan sakit berat.
3. Gejala Hipotermi
a. Kaki dan tangan bayi teraba lebih dingin dibandingkan dengan bagian dada
b. Aktivitas berkurang
c. Kemampuan menghisap lemah
d. Tangisan lemah
e. Ujung jari tangan dan kaki kebiruan
4. Proses Terjadinya Hipotermi
Penurunan suhu tubuh pada bayi terjadi melalui :
a. Evaporasi (menguapnya cairan dari kulit bayi yang basah)
b. Radiasi (memancarnya panas tubuh bayi ke lingkungan sekitar yang lebih dingin)
c. Konduksi (pindahnya panas tubuh apabila kulit bayi langsung kontak dengan
permukaan yang lebih dingin)
5. Pengobatan Hipotermi
Mengatasi bayi hipotermi dilakukan dengan cara :
a. Melaksanakan metode kanguru, yaitu bayi baru lahir dipakaikan popok dan tutup
kepala diletakkan di dada ibu agar tubuh bayi menjadi hangat karena terjadi kontak
kulit langsung.Bila tubuh bayi masih teraba dingin bisa ditambahkan selimut.
b. Bayi baru lahir mengenakan pakaian dan selimut yang disetrika atau dihangatkan
diatas tungku.
c. Menghangatkan bayi dengan lampu pijar 40 sampai 60 watt yang diletakkan pada
jarak setengah meter diatas bayi.
d. Meminta pertolongan kepada petugas kesehatan terdekat.
e. Dirujuk ke rumah sakit.
6. Pencegahan Hipotermi
Melakukan tujuh rantai hangat, yaitu :
a. Menyiapkan tempat melahirkan yang hangat, kering, bersih, penerangan cukup.
b. Memberi asi sedini mungkin dalam waktu 30 menit setelah melahirkan agar bayi
memperoleh kalori.
c. Mempertahankan kehangatan pada bayi.
d. Memberi perawatan bayi baru lahir yang memadai.
e. Melatih semua orang yang terlibat dalam pertolongan persalinan / perawatan bayi
baru lahir.
Menunda memandikan bayi baru lahir :
a. Pada bayi normal tunda memandikannya sampai 24 jam.
b. Pada bayi berat badan lahir rendah tunda memandikannya lebih lama lagi.
H. Hipertermia
1. Pengertian
Hypertermia adalah peningkatan suhu tubuh bayi lebih dari 37,5 ºC. Hipertermia adalah
peningkatan suhu tubuh di atas titik pengaturan hipotalamus bila mekanisme pengeluaran
panas terganggu (oleh obat dan penyakit) atau dipengarhui oleh panas eksternal
(lingkungan) atau internal (metabolik) Sengatan panas (heat stroke) per definisi adalah
penyakit berat dengan ciri temperatur inti > 40 derajat celcius disertai kulit panas dan
kering serta abnormalitas sistem saraf pusat seperti delirium, kejang, atau koma yang
disebabkan oleh pajanan panas lingkungan (sengatan panas klasik) atau kegiatan fisik
yang berat. Lingkungan yang terlalu panas juga berbahaya bagi bayi. Keadaan ini terjadi
bila bayi diletakkan dekat dengan sumber panas, dalam ruangan yang udaranya panas,
terlalu banyak pakaian dan selimut.
2. Penyebab
Disebabkan oleh infeksi, suhu lingkungan yang terlalu panas atau campuran dari
gangguan infeksi dan suhu lingkungan yang terlalu panas. Keadaan ini terjadi bila bayi
diletakkan di dekat api atau ruangan yang berudara panas.
3. Tanda dan gejala
a. Suhu tubuh bayi >37,5 ºC
b. Tanda dehidrasi, yaitu berat badan bayi turun, turgor kulit kurang, mata dan ubun-
ubun besar cekung, lidah dan membran mukosa kering, banyaknya air kemih
berkurang.
c. Malas minum
d. Frekuensi nafas lebih dari 60x/menit
e. Denyut jantung lebih dari 160 x/menit
f. Letargi
g. Iritabel
4. Penatalaksanaan
Penanganan pada bayi yang menderita penyakit ini disesuaikan dengan gejala dan efek
yang ditimbulkan.
a. Bila suhu diduga karena panas yang berlebihan dan bila bayi belum pernah diletakkan
didalam alat penhangat, maka :
1) Letakkan bayi di ruangan dengan suhu lingkungan normal (25 ºC-28 ºC)
2) Lepaskan sebagian atau seluruh pakaian bayi bila perlu
3) Perikasa suhu aksila setiap jam sampai tercapai suhu dalam batas normal
4) Bila suhu sangat tinggi (lebih dari 39 ºC), bayi dikompres atau dimandikan selama
10-15 menit dalam suhu air 4 ºC, lebih rendah dari suhu tubuh bayi. Jangan
menggunakan air dingin atau air yang suhunya lebih rendah dari 4 ºC dibawah
suhu bayi
5) Turunkan suhu alat penghangat, bila bayi di dalam inkubator, bukan inkubator
sampai suhu dalam batas normal
6) Lepas sebagian atau seluruh pakaian bayi selama 10 menit, kemudian beri pakaian
lagi sesuai dengan alat penghangat yang digunakan
7) Periksa tubuh bayi setiap jam sampai tercapai suhu dalam batas normal
8) Periksa suhu inkubator atau pemancar panas setiap jam dan sesuaikan pengaturan
suhu
b. Bila bukan karena paparan panas yang berlebihan, maka :
1) Terapi untuk kemungkinan besar sepsis
2) Letakkan bayi di ruangan dengan suhu lingkungan normal (25 ºC-28 ºC)
3) Lepaskan pakaian bayi sebagian bila perlu
4) Periksa suhu tubuh bayi setiap jam sampai dicapai suhu tubuh dalam batas normal
5) Bila suhu tubuh bayi sangat tinggi (lebih dari 39 ºC), bayi dikompres selama 10-
15 menit dalam air yang suhunya 4 ºC, lebih rendah dari suhu tubuh bayi. Jangan
menggunakan air dingin atau air yang suhunya lebih rendah dari 4 ºC dibawah
suhu bayi
c. Yakinkan bayi mendapat masukan cukup cairan, yaitu dengan cara :
1) Anjurkan ibu untuk menyusui bayinya
2) Bila terdapat tanda dehidrasi, tangani dehidrasi
d. Periksa kadar glukosa darah, bila kurang dari 45 mg/dl (2,6 mmol/l) tangani
hipoglikemi
e. Cari tanda sepsis
f. Setelah keadaan bayi normal :
1) Lakukan perawatan lanjutan
2) Pantau bayi selama 12 jamberikutnya, periksa suhu setiap 3 jam
g. Bila suhu tetap dalam batas normal dan bayi dapat minum dengan baik serta tidak ada
masalah lain yang memerlukan perawatan di rumah sakit, bayi dapat dipulangkan.
Nasehati ibu cara menghangatkan bayi dirumah dan melindungi dari pemancar panas
yang berlebihan
5. Penanganan hypertermia pada bayi baru lahir :
1) Bayi dipindahkan ke ruangan yang sejuk dengan suhu kamar sekitar 25 ºC-28 ºC
2) Tubuh bayi diseka dengan kain basah sampai suhu tubuh bayi normal (jangan
menggunakan air es)
3) Berikan cairan dextrose dan Nacl (1:4) sampai dehidrasi teratasi
4) Jika ada infeksi berikan antibiotic.
I. Hipoglikemia
1. Pengertian
Hipoglikemia adalah suatu keadaan dimana kadar gula darah (glukosa) secara
abnormal rendah. Istilah hepoglikemia digunakan bila kadar gula darah bayi secara
bermakna dibawah kadar rata-rata. Dikatakan hepoglikemia bila kadar glukosa darah
kurang dari 30 mg/dl pada semua neonatus tanpa menilai masa gestasi atau ada tidaknya
gejala hepoglikemia. Umumnya hepoglikemia terjadi pada neonatus umur 1 – 2 jam. Hal
ini disebabkan oleh karena bayi tidak mendapatkan lagi glukosa dari ibu, sedangkan
insulin plasma masih tinggi dengan kadar glukosa darah yang menurun.
Hipoglikemia pada neonates :
a. Untuk setiap neonatus manapun, kadar glukosa <40-45mg/dL dianggap tidak normal
b. Menurut WHO hipoglikemi adalah bila kadar glukosa/gula darah <47 mg/dL
c. Gejala sering tidak jelas/asimptomatik, semua tenaga kesehatan perlu mewaspadai
kemungkinan adanya hipoglikemia
d. Diagnosis dini dan pengobatan yang tepat dapat mencegah konsekuensi yang serius.
2. Etiologi
Secara garis besar, etiologi hipoglikemia dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu kelainan
yang menyebabkan pemakaian glukosa berlebihan dan produksi glukosa kurang.
a. Kelainan yang dapat menyebabkan pemakaian glukosa berlebihan yaitu
hiperinsulinisme.
Hiperinsulinisme menyebabkan pemakaian glukosa yang berlebihan, terutama
akibat rangsang ambilan glukosa oleh otot. Pada bayi, hiperinsulinemia dapat terjadi
karena efek genetik yang menyebabkan aktivasi reseptor sulfonylurea akibat sekresi
insulin yang menetap. Kelainan ini diketahui sebagai nesidioblastosis. Bayi dari
penderita diabetes juga mempunyai kadar insulin yang tinggi setelah lahir karena
tingginya paparan glukosa in utero akibat jeleknya control glukosa selama kehamilan,
hal ini yang menyebabkan hiperinsulinisme pada bayi.
b. Kelainan yang menyebabkan kurangnya produksi glukosa, yaitu :
1) Simpanan glukosa tidak adekuat (premature, bayi kecil masa kehamilan).
2) Kelainan pada produksi glukosa hepar antara lain defisiensi glucose-6-phosphate,
defisiensi debrancher, defisiensi phosphatase hepar, defisiensi glikogen sintesis,
defisiensi fruktosa. Kelainan ini menurunkan produksi glukosa melalui berbagai
defek termasuk blokade pada pelepasan dan sintesis glukosa atau hambatan pada
glukoneogenesis.
c. Kelainan hormonal (panhypopituitarisme, defisiensi hormone pertumbuhan, defisiensi
korsitol dapat primer atau sekunder.
Hal ini Karena hormone pertumbuhan dan kortisol berperan penting pada
pembentukan energy alternative dan merangsang produksi glukosa. Kelainan ini
mudah diobati, namun yang sangat penting adalah diagnosis dini.
3. Patofisiologi
a. Hipoglikemia sering terjadi pada BBLR, karena cadangan glukosa rendah.
b. Kejadian hipoglikemia lebih sering didapat pada bayi dari ibu yang menderita
diabetes mellitus.
c. Hipoglikemia adalah masalah serius pada bayi baru lahir, karena dapat menimbulkan
kejang yang berakibat terjadinya hipoksi otak. Bila tidak dikelola dengan baik maka
akan menimbulkan kerusakan pada susunan syaraf pusat bahkan dapat
mengakibatkan kematian.
d. Glukosa merupakan sumber kalori yang penting untuk ketahanan hidup selama proses
persalinan dan hari-hari pertama pasca lahir.
e. Stres juga dapat memicu terjadinya hipoglikemia. Setiap stress yang terjadi dapat
mengurangi cadangan glukosa yang ada karena meningkatkan penggunaan cadangan
glukosa, misalnya pada asfiksia, hipotermi, hipertermi dan gangguan pernapasan.
4. Klasifikasi
Hipoglikemia pada neonatus dibagi menjadi 2 kelompok :
a. Bersifat sementara, biasanya terjadi pada bayi baru lahir, misalnya karena masukan
glukosa yang kurang, hipotermia, syok, dan pada bayi dari ibu dengan diabetes.
b. Bersifat menetap atau berulang, terjadi akibat defisiensi hormone, hiperinsulinisme,
serta kelainan metabolisme karbohidrat dan asam amino, gangguan metabolisme yang
bersifat herditer (misalnya glycogen storage disease, disorders of gluconeogenesis,
fatty acid oxidation disorders).
5. Diagnosis
Diagnosis awal Hipoglikemia
a. Bayi Kejang
b. Bayi Letargi
c. Ibu ada riwayat DM
Diagnosis
1) Anamnesis
a. Riwayat bayi menderita pada asfiksia, hipotermi, hipetermi, gangguan napas.
b. Riwayat bayi premature
c. Riwayat bayi besar untuk masa kehamilan
d. Riwayat bayi kecil untuk masa kehamilan
e. Riwayat bayi dengan ibu DM
f. Riwayat bayi dengan penyakit jantung bawaan
2) Pemeriksaan Klinis, gejala yang sering terlihat adalah:
a. Tremor
b. Bayi lemah, apatis, letargik, keringat dingin
c. Sianosis, kejang
d. Napas lambat, tidak teratur
e. Tangis lemah merintih
f. Hipotoni
g. Masalah minum
h. Nistagmus gerakan involunteer pada mata
6. Penatalaksanaan
a. Monitor
Pada bayi yang berissiko (BBLR, BMK, bayi dengan ibu DM) perlu dimonitor dalam
3 hari pertama :
1) Periksa kadar glukosa saat bayi datang/umur 3 jam.
2) Ulangi tiap 6 jam selama 24 jam atau sampai pemeriksaan glukosa normal dalam
2 kali pemeriksaan.
3) Kadar glukosa ≤ 45 mg/dl atau gejala positif tangani hipoglikemia.
4) Pemeriksaan kadar glukosa baik, pulangkan setelah 3 hari penanganan
hipoglikemia selesai.
b. Penanganan hipoglikemia dengan gejala :
1) Bolus glukosa 10% 2ml/kg pelan-pelan dengan kecepatan 1 ml/menit.
2) Pasang jalur iv D10 sesuai kebutuhan (kebutuhan infus glukosa 6 – 8
mg/kg/menit).
Konsentrasi glukosa tertinggi untuk infus perifer adalah 12,5%, bila lebih dari 12,5%
digunakan vena sentral.
1) Untuk mencari kecepatan infus glukosa pada neonatus dinyatakan dengan GIR.
Kecepatan infus (GIR) = Glucosa Infusion Rate
2) Periksa glukosa darah pada : 1 jam setelah bolus dan tiap 3 jam.
3) Bila kadar glukosa masih < 25 mg/dl, dengan atau tanpa gejala, ulangi seperti
diatas.
4) Bila kadar 25-45 mg/dl, tanpa gejala klinis :
Infus D10 diteruskan.
Periksa kadar glukosa tiap 3 jam.
ASI diberikan bila bayi dapat minum.
5) Bila glukosa ≥ 45 mg/dl dalam 2 kali pemeriksaan
Ikuti petunjuk bila kadar glukosa sudah normal.
ASI diberikan bila bayi dapat minum dan jumlah infus diturunkan pelan-
pelan.
Jangan menghentikan infus secara tiba-tiba.
c. Kadar glukosa darah < 45 mg/dl tanpa gejala:
1) ASI teruskan.
2) Pantau, bila ada gejala manajemen seperti di atas.
3) Periksa kadar glukosa tiap 3 jam atau sebelum minum, bila :
a) Kadar < 25 mg/dl, dengan atau tanpa gejala tangani hipoglikemi.
b) Kadar 25-45 mg/dl naikkan frekuensi minum.
c) Kadar ≥ 45 mg/dl manajemen sebagai kadar glukosa normal.
d. Kadar glukosa normal :
1) IV teruskan.
2) Periksa kadar glukosa tiap 12 jam.
e. Persisten hipoglikemia (hipoglikemia lebih dari 7 hari)
1) Konsultasi endokrin.
2) Terapi : kortikosteroid, hidrokortison 5 mg/kg/hari 2 x/hari iv atau prednison 2
mg/kg/hari per oral, mencari kausa hipoglikemia lebih dalam.
3) Bila masih hipoglikemia dapat ditambahkan obat lain : somatostatin, glukagon,
diazoxide, human growth hormon, pembedahan (jarang- dilakukan ) (Maryanti,
Sujianti, & Budiarti, 2011, pp. 216-218).
7. Pencegahan
Kejadian hipoglikemia dapat dicegah dengan:
a. Menghindari faktor resiko yang dapat dicegah, contohnya hipotermia;
b. Pemberian makan enteral merupakan tindakan preventif tunggal paling penting; • Jika
bayi tidak mungkin menyusu, mulailah pemberian minum; dengan menggunakan
sonde dalam waktu 1-3 jam setelah lahir;
c. Neonatus yang berisiko tinggi harus dipantau nilai glukosanya sampai asupannya
penuh dan 3x pengukuran normal sebelum pemberian minum berada diatas 45
mg/dL;
d. Jika ini gagal, terapi intravena dengan glukosa 10% harus dimulai dan kadar glukosa
dipantau;
J. Tetanus Neonatorum
1. Pengertian Tetanus Neonatorum
Tetanus adalah penyakit akut, paralisis yang spastik yang disebabkan neurotoksin
yang diproduksi oleh Clostridium tetani, termasuk kuman anaerob gram negatif. Bentuk
obligat berupa spora yang mempunyai habitat alami di tanah, debu dan traktus
alimentarius beberapa hewan. Spora Cl tetani sangat tahan terhadap panas, kimia dan
antibiotic tetapi akan mati dengan autoclave, sehingga dalam bentuk spora akan mampu
bertahan bertahun-tahun di debu ataupun tanah. Cl tetani bukan merupakan kuman yang
bersifat menginvasi jaringan, kuman ini dapat menyebabkan sakit karena toksin yang
dihasilkan. Dalam bentuk vegetatif, pada kondisi anaerob akan menghasilkan 2 bentuk
toksin, tetanospasmin dan tetanolisin. Tetanospasmin merupakan eksotoksin poten yang
mempunyai afinitas tinggi dengan jaringan saraf.
Tetanus neonatorum sendiri merupakan salah satu jenis tetanus pada bayi baru
lahir yang tidak memiliki proteksi berupa imunitas pasif. Hal ini biasanya merupakan
akibat dari ibu yang tidak memiliki kekebalan terhadap bakteri penyebab tetanus.
Sebagian bayi yang mengalami tetanus neonatorum dapat mengalami kematian. Kondisi
ini terutama lebih sering terjadi pada area pedesaan, di mana sebagian besar persalinan
dilakukan di rumah tanpa sterilisasi yang adekuat.
2. Penyeba Neonatus Neonatorum
Tetanus neonatorum umumnya terjadi akibat luka pada kulit yang kemudian
terkontaminasi oleh bakteri Clostridium tetani, yang sering ditemukan di tanah. Bakteri
tersebut memproduksi zat berbahaya yang dikenal dengan istilah neurotoksin, yang
memengaruhi aktivitas normal dari saraf tubuh dan menyebabkan spasme otot.
Beberapa faktor yang terkait dengan terjadinya tetanus neonatorum adalah
perawatan tali pusat yang kurang baik, pemotongan tali pusat yang tidak higienis, ibu
yang tidak mendapatkan imunisasi, sirkumsisi yang tidak higienis, tindik telinga yang
tidak higienis, persalinan yang tidak higienis, dan sebagainya. Spora dari bakteri dapat
berkontak dengan jaringan tubuh, berkembang biak, dan memproduksi toksin yang
kemudian menyebabkan penyakit.
3. Gejala Neonatus Neonatorum
Masa inkubasi tetanus neonatorum, yakni periode waktu dari pertama kali
terjadinya ekspos terhadap bakteri hingga waktu tanda dan gejala pertama timbul, pada
tetanus neonatorum umumnya adalah 3 hingga 21 hari. Tanda dan gejala yang dapat
timbul pada tetanus neonatorum adalah spasme pada tubuh, kesulitan bernapas atau
frekuensi pernapasan yang lebih cepat dari normal, distres pernapasan, kebiruan pada
kulit, demam, tanda infeksi seperti adanya nanah pada tali pusat, dan sebagainya.
4. Diagnosis Neonatus Neonatorum
Penetapan diagnosis dari tetanus neonatorum umumnya ditentukan berdasarkan
wawancara medis yang mendetail serta pemeriksaan fisik secara langsung. Pada
wawancara medis, dokter dapat menanyakan adanya gejala yang diamati pada bayi serta
riwayat imunisasi sebelumnya pada ibu. Sementara itu pada pemeriksaan fisik, dokter
akan mengevaluasi adanya tanda dan gejala dari tetanus neonatorum.
5. Penanganan Neonatus Neonatorum
Penanganan dari tetanus neonatorum diawali dari identifikasi portal masuknya
bakteri ke dalam tubuh bayi, dan membersihkan area di mana terdapat luka. Setelahnya,
pemberian pengobatan dapat dilakukan untuk membantu mengeliminasi toksin yang
terdapat di dalam tubuh dengan pengobatan antitoksin dan antibiotik. Bila terdapat
spasme, dokter juga dapat menginstruksikan pemberian obat sedasi atau antispasme
untuk meredakan gejala.
6. Pencegahan Neonatus Neonatorum
Transmisi dari tetanus neonatorum pada persalinan dapat dicegah dengan
meningkatkan cakupan imunisasi, terutama untuk wanita hamil. Selain itu perlu untuk
meningkatkan pengetahuan mengenai pentingnya persalinan yang bersih dan perawatan
tali pusat yang baik. Vaksinasi dengan tetanus toksoid (TT) juga dapat membantu
melindungi ibu hamil dari tetanus maternal selama kehamilan dan persalinan.
7. Gambar anak yang terkena Neonatus Neonatorum
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat kita simpulkan bahwa, Hipertemia adalah
peningkatan suhu tubuh diatas titik pengaturan hipotalamus bila mekanisme pengeluaran
panas terganggu (oleh obat atau penyakit) atau dipengaruhi oleh panas eksternal
(lingkungan) atau internal (metabolik). Hipertermi disebabkan oleh infeksi, suhu
lingkungan yang terlalu panas atau campuran dari gangguan infeksi dan suhu lingkungan
yang terlalu panas. Untuk pencegahan hipotermi bisa dengan cara selalu menjaga
kesehatan lingkungan, penyediaan air minum yang memenuhi syarat, pembuangan kotor
manusia pada tempatnya, pemberantasan alat, pembuangan sampah pada tempatnya,
pendidikan kesehatan pada masyarakat, pemberian imunisasi lengkap pada bayi, makan
makanan yang bersih dan sehat.
B. Saran
Dalam penulisan tugas makalah penulis ini masih terdapat banyak kekurangan
dan kelemahan serta jauh dari kata sempurna. Oleh karna itu penulis mengharapkan
kritikan dan saran dalam perbaikan dan kesempurnaan tugas penulis, atas kritik dan
sarannya penulis ucapkan terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA
http://kesmas-ode.blogspot.com/2012/10/makalah-diabetes-melitus.html?m=1
https://www.alodokter.com/berat-badan-lahir-rendah
https://m.klikdokter.com/penyakit/asfiksia-neonatorum
https://ainunfitrisentia.blogspot.com/2018/12/sindrom-gangguan-pernapasan-pada.html?m=1
https://www.alomedika.com/penyakit/kesehatan-anak/ikterus-neonatorum-fisiologis
http://midwiferyelhand.blogspot.com/2013/12/makalah-perdarahan-talipusat.html?m=1
https://www.alodokter.com/kejang
http://rikasriwahyuni.blogspot.com/2016/07/kebidanan-makalah-kejang-pada-bayi.html
http://makalahlaporanterbaru1.blogspot.com/2012/09/makalah-hipotermi.html?m=1
http://popiindah.blogspot.com/2017/03/makalah-hipotermi-dan-hipertermi-pada.html?m=1
http://materi-bidan.blogspot.com/2014/11/hipoglikemia-pada-bayi-baru-lahir.html?m=1
http://kesmas-ode.blogspot.com/2012/10/makalah-diabetes-melitus.html?m=1
https://fendygoo.blogspot.com/2015/05/makalah-gonore.html?m=1