OLEH:
III.C
DOSEN PEMBIMBING:
Hj. Tisnawati S,SiT , M. Kes
(Hockenberry & Wilson, 2009). Menurut Potts dan Mandleco (2007) thalasemia
adalah gangguan genetik autosom resesif yang diturunkan, dengan karakteristik
adanya gangguan sintesis rantai hemoglobin. Thalasemia adalah sekelompok
gangguan darah yang diturunkan, yang disebabkan karena adanya defek pada
sintesis satu atau lebih rantai hemoglobin (Muncie & Campbell, 2009).
Jenis thalassemia yang lebih berat adalah thalasemia major atau disebut juga
dengan Cooley's Anemia. Penderita penyakit ini memerlukan transfusi darah dan
perawatan yang intensif. Anak-anak yang menderita thalasemia major mulai
menunjukkan gejala-gejala penyakit ini pada usia dua tahun pertama. Anak-anak
ini terlihat pucat, lesu dan mempunyai nafsu makan rendah, sehingga
menyebabkan pertumbuhannya terlambat.
Tanpa perawatan medik, limpa, jantung dan hati menjadi membesar. Di
samping itu, tulang-tulang tumbuh kecil dan rapuh. Gagal jantung dan infeksi
menjadi penyebab utama kematian anak-anak penderita thalassemia major yang
Thalasemia
e. Mampu mendeskripsikan evaluasi keperawatan pada anak dengan
Thalasemia
BAB II
TINJAUAN
TEORITIS
A. Definisi Thalasemia
Thalasemia merupakan penyakit kelainan darah bawaan yang ditandai
dengan defisiensi jumlah produksi rantai globin yang spesifik dalam hemoglobin
(Hockenberry & Wilson, 2009). Menurut Potts dan Mandleco (2007) thalasemia
adalah gangguan genetik autosom resesif yang diturunkan, dengan karakteristik
adanya gangguan sintesis rantai hemoglobin. Thalasemia adalah sekelompok
gangguan darah yang diturunkan, yang disebabkan karena adanya defek pada
sintesis satu atau lebih rantai hemoglobin (Muncie & Campbell, 2009).
Thalasemia adalah penyakit genetic yang diturunkan secara autosomal resesif
menurut hukum mendel dari orang tua kepada anak-anaknya yang dapat
menunjukkan gejala klinis dari yang paling ringan (bentuk heterozigot) yang
disebut thalasemia minor atau trait (carrier = pengembang sifat) hingga yang
empat kompleks heme dengan ikatan besi (Fe), dan empat sisi pengikat oksigen.
Hasil pemeriksaan darah penderita thalasemia akan menunjukkan jumlah
hemoglobin yang kurang dan jumlah SDM yang lebih sedikit dari normal
sehingga akan terjadi suatu keadaan anemia derajat ringan sampai berat. Keadaan
anemia ini yang akan menyebabkan penderita thalasemia membutuhkan tranfusi
darah yang harus dilakukan secara rutin dan teratur.
C. Tanda dan Gejala
1. Kelesuan.
2. Bibir, lidah, tangan, kaki dan bahagian lain berwarna pucat.
3. Sesak nafas.
4. Hilang selera makan dan bengkak di bagian abdomen.
5. Hemoglobin yang rendah yaitu kurang daripada 10g/dl.
Pada thalasemia mayor gejala klinik telah terlibat sejak umur kurang dari 1
tahun. Gejala yang tampak ialah anak lemah, pucat, perkembangan fisik tidak
sesuai dengan umur berat badan kurang. Pada anak yang besar sering dijumpai
adanya gizi buruk, perut membuncit, karena adanya pembesaran limfa dan hati
yang diraba. Adanya pembesaran hati dan limfa tersebut mempengaruhi gerak
sipasien karena kemampuannya terbatas. Limfa yang membesar ini akan mudah
rupture karena trauma ringan saja.
Gejala ini adalah bentuk muka yang mongoloid, hidung pesek tanpa pangkal
hidung, jarak antara kedua mata lebar dan tulan dahi juga lebar. Hal ini
disebabkan karena adanya gangguan perkembangan ketulang muka dan
tengkorak, gambaran radiologis tulang memperhatikan medulla yang lebar
tersebut berkurang atau tidak ada. Didalam sumsum tulang mutasi thalasemia
menghambat pematangan sel darah merah sehingga eritropoiesis dan
mengakibatkan anemia berat. Akibatnya produksi Hb berkurang dan sel darah
merah mudah sekali rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah normal (120
hari). (Kliegman,2012)
Normal hemoglobin adalah terdiri dari Hb-A dengan polipeptida rantai alpa
dan dua rantai beta. Pada beta thalasemia yaitu tidak adanya atau kurangnya
rantai beta thalasemia yaitu tidak adanya atau kekurangan rantai beta dalam
molekul hemoglobin yang mana ada gangguan kemampuan ertrosit membawa
oksigen. Ada suatu kompensator yang meningkat dalam rantai alpa, tetapi rantai
beta memproduksi secara terus menerus sehingga menghasilkan hemoglobin
defictive. Ketidak seimbangan polipeptida ini memudahkan ketidakstabilan dan
disintegrasi. Hal ini menyebabkan sel darah merah menjadi hemolisis dan
menimbulkan anemia dan atau hemosiderosis.
Kelebihan pada rantai alpa ditemukan pada talasemia beta dan kelebihan
rantai beta dan gama ditemukan pada talasemia alpa. Kelebihan rantai polipeptida
ini mengalami presipitasi, yang terjadi sebagai rantai polipeptida alpa dan beta,
atau terdiri dari hemoglobin tak stabil badan heint, merusak sampul eritrosit dan
menyebabkan hemolisis. Reduksi dalam hemoglobin menstimulasi yang konstan
pada bone marrow, produksi RBC diluar menjadi eritropik aktif. Kompensator
produksi RBC secara terus menerus pada suatu dasar kronik, dan dengan
cepatnya destruksi RBC,menimbulkan tidak edukatnya sirkulasi hemoglobin.
Kelebihan produksi dan edstruksi RBC menyebabkan bone marrow menjadi tipis
dan mudah pecah atau rapuh. (Suriadi, 2001 )
Pada talasemia letak salah satu asam amino rantai polipre tidak berbeda
urutannya/ditukar dengan jenis asam amino lain. Perubahan susunan asam amino
tersebut. Bisa terjadi pada ke-4 rantai poliper Hb-A, sedangkan kelainan pada
rantai alpha dapat menyebabkan kelainan ketiga Hb yaitu Hb-A, Hb-A2 dan Hb-F.
(Suriadi,2001)
E. Manifestasi klinis
Pada penderita thalasemia, menurut James dan Ashwill (2007) akan
ditemukan beberapa kelainan diantaranya:
1. Anemia dengan gejala seperti pucat, demam tanpa penyebab yang jelas, tidak
nafsu makan, infeksi berulang dan pembesaran limpa/hati.
2. Anemia progresif yang ditandai dengan hipoksia kronis seperti nyeri kepala,
nyeri precordial, tulang, penurunan toleransi terhadap latihan, lesu dan
anorexia.
3. Perubahan pada tulang, tulang akan mengalami penipisan dan kerapuhan
akibat sumsum tulang yang bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan
kekurangan hemoglobin dalam sel darah. Hal ini terjadi pada tulang kepala,
frontal, parietal, molar yang menjadi lebih menonjol, batang hidung menjadi
lebih datar atau masuk ke dalam dengan tulang pipi yang menonjol. Keadaan
ini disebut facies cooley, yang merupakan ciri khas thalasemia mayor.
F. Pemeriksaan Penunjang
Untuk memastikan diagnosa thalasemia maka pemeriksaan yang dapat
dilakukan diantaranya:
1. Laboratorium meliputi hematologi rutin (mengetahui kadar Hb dan ukuran
sel-sel darah), gambaran darah tepi (melihat bentuk, warna, dan kematangan
sel-sel darah), feritin/ serum iron (melihat status/kadar besi), dan analisis
hemoglobin (menegakkan diagnosis dan menentukan jenis thalasemia).
4. Disfungsi organ
5. Gagal jantung
6. Hemosiderosis
7. Hemokromatosis
H. Wo`
Mutasi DNA
Pengikat O2 berkurang
Hb defectif
Ketidakseimbangan polipeptida
MK: Resiko Infeksi
Eritrosif tidak stabil
Penumpukan Besi
Ketidakseimbangan
suplay O2 dan Suplay O2 ke MK:
kebutuhan jaringan perifer Ketidakefektifan
<< perfusi jaringan
Hipoksia
Dyspneu
Endokrin Jantung Hepar Limpa
Kulit
menjadi kelabu
Penggunaan otot
Tumbang Gagal Hepatomegali Splenomegali
bantu napas
Terganggu jantung
Kelelahan
Mk: Keterlambatan Mk: Resiko Mk:
pertumbuhan dan Cidera Nyeri Akut Mk: Kerusakan
Mk: Intoleransi perkembangan
Integritas Kulit
Aktivitas
Malas Makan
I. Penatalaksanaan
Pengobatan untuk menyembuhkan thalasemia belum ditemukan, namun
secara umum penatalaksaan untuk penyakit thalasemia (James & Ashwill, 2007;
Potts & Mandleco, 2007; Hockenberry & Wilson, 2009) adalah :
1. Transfusi darah (TD)
Transfusi darah dilakukan secara teratur dan rutin, untuk menjaga
Obat kelasi besi diberikan untuk mengeluarkan zat besi dari tubuh
penderita yang terjadi akibat transfusi darah secara teratur dan rutin dalam
jangka waktu lama. Obat kelasi besi yang umum digunakan adalah desferal
(Morris, Singer & Walters, 2006 dalam Hockenberry dan Wilson, 2009),
yang diberikan secara sub kutan (dibawah kulit) bersamaan atau setelah
transfusi darah.
3. Cangkok sumsum tulang
nclld ini tidak harus mempunyai hubungan genetik yang dekat, dan
mempunyai kemungkinan yang lebih kecil terhadap penolakan (CAF &
Linker, 2001 dalam Hockenberry dan Wilson, 2009).
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
A. Pengkajian
1. Identitas
Berisi biodata pasien yaitu : nama, umur, jenis kelamin, tanggal lahir, agama,
Karena merupakan penyakit keturunan, maka perlu dikaji apakah orang tua
yang menderita thalassemia. Apabila kedua orang tua menderita thalassemia,
maka anaknya berisiko menderita thalassemia mayor. Oleh karena itu,
konseling pranikah sebenarnya perlu dilakukan karena berfungsi untuk
mengetahui adanya penyakit yang mungkin disebabkan karena keturunan.
4. Pertumbuhan dan perkembangan
Sering didapatkan data mengenai adanya kecenderungan gangguan terhadap
tumbuh kembang sejak anak masih bayi, karena adanya pengaruh hipoksia
jaringan yang bersifat kronik. Hal ini terjadi terutama untuk thalassemia
mayor. Pertumbuhan fisik anak adalah kecil untuk umurnya dan ada
keterlambatan dalam kematangan seksual, seperti tidak ada pertumbuhan
rambut pubis dan ketiak. Kecerdasan anak juga dapat mengalami penurunan.
Namun pada jenis thalasemia minor sering terlihat pertumbuhan dan
perkembangan anak normal.
5. Riwayat ibu saat hamil (Ante Natal Core ‐ ANC)
Selama Masa Kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam adanya
faktor risiko thalassemia. Sering orang tua merasa bahwa dirinya sehat.
Apabila diduga faktor resiko, maka ibu perlu diberitahukan mengenai risiko
yang mungkin dialami oleh anaknya nanti setelah lahir. Untuk memestikan
7. Pola aktivitas
Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak usianya. Anak banyak tidur /
istirahat, karena bila beraktivitas seperti anak normal mudah merasa lelah
e. Dada : Pada inspeksi terlihat bahwa dada sebelah kiri menonjol akibat
adanya pembesaran jantung yang disebabkan oleh anemia kronik.
h. Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas Ada
keterlambatan kematangan seksual, misalnya, tidak adanya
pertumbuhan rambut pada ketiak, pubis, atau kumis. Bahkan mungkin
anak tidak dapat mencapai tahap adolesense karena adanya anemia
kronik.
i. Kulit : Warna kulit pucat kekuning- kuningan. Jika anak telah sering
mendapat transfusi darah, maka warna kulit menjadi kelabu seperti besi
akibat adanya penimbunan zat besi dalam jaringan kulit
(hemosiderosis).
B. Diagnosis
1. Perfusi perifer tidak efektif b/d penurunan konsentrasi hemoglobin (SDKI,
Hal: 37)
2. Nyeri akut b/d agen pencedera fisiologis (SDKI, Hal : 172)
3. Intoleransi Aktivitas b/d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen (SDKI, Hal : 128)
4. Resiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder (SDKI, Hal:
304)
5. Defisit nutrisi (SDKI, Hal : 56)
6. Gangguan integritas kulit (SDKI, Hal : 282)
C. Intervensi Keperawatan
No Diagnosis SLKI SIKI
Keperawatan
1 Perfusi perifer Setelah dilakukan tindakan Perawatan sirkulasi (SIKI,
tidak efektif b/d keperawatan 3 x 24jam Hal:345)
penurunan diharapkan perfusi perifer
1. Periksa sirkulasi
konsentrasi membaik dengan keriteria
perifer (misalnya nadi
hemoglobin hasil:
perifer, edema,
(SDKI, Hal:37) (SLKI, Hal:84)
pengisian kapiler,
1. Kekuatan nadi
warna, suhu, (Œnckl9
perifer meningkat
bVŒchiŒl ind9£)
2. Penyembuhan luka
2. Monitor panas,
meningkat
kemerahan, nyeri
3. Warna kulit pucat
atau
menurun
bengkak pada
4. Edema perifer ekstermitas
menurun
3. Hindari
5. Nyeri ekstermitas
pemasangan infus atau
menurun
pengambilan darah di
6. Kelemahan otot
area keterbatasan
menurun perfusi
7. Kram otot menurun
4. Hindari pengukuran
8. Akral membaik
tekanan darah pada
9. Turgor kulit
membaik ekstermitas dengan
keterbatasan perfusi
10. TD Sistol dan
Diastol membaik 5. Hindari penekanan
dan pemasangan
torniket pada daerah
yang cedera
6. Lakukan
pencegahan infeksi
7. Lakukan perawatan
kaki dan kuku
• Kemudahan tidur
melakukan aktivitas • Sediakan lingkungan
sehari-hari meningkat nyaman dan rendah
menurun cahaya,suara)
James, S.R. & Ashwill, J.W. (2007). Nursing care of children: Principles &
practic (3rd ed.) St.Louis: Saunders Elsevier.
Olivieri NF, Weatherall DJ. Thalassemias. In: Arceci RJ, Hann IM, Smith OP,
editors. Pediatric hematology. Australia: Blackwell Publishing; 1999. h.281-301 .
Potts, N.L. & Mandleco, B.L. (2007). Pediatric nursing: Caring for children and
their families (2nd ed.). New York: Thomson Coorporation.
Suriadi S.Kep dan Yuliana Rita S.Kp, 2001, Asuhan Keperawatan Anak, Edisi I.
PT Fajar Interpratama : Jakarta.
Wong, D.L., Hockenberry, M., Wilson, D., Wilkelstein, M.L., Schwartz, P.
(2009). Buku ajar keperawatan pediatrik Wong (edisi 6 vol 2). Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI), Edisi I, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2019), Standar Luaran Keperawatan Indonesia
(SLKI), Edisi I, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2019), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia