Anda di halaman 1dari 37

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 KONSEP DASAR CA SERVIKS
2.1.1 DEFINISI CA SERVIKS
Kanker serviks atau yang biasa dikenal dengan kanker leher rahim
merupakan keganasan yang berasal dari sel serviks. Kanker serviks terjadi
ketika sel pada serviks mengalami pertumbuhan yang tidak normal serta
menginvasi jaringan atau organ – organ lain disekitar serviks maupun yang
jauh (Arisusilo, 2019). Serviks merupakan bagian dari organ reproduksi
internal wanita tepatnya sepertiga bagian bawah uterus, berbentuk silindris,
menonjol dan terletak diantara rahim (uterus) dengan vagina (Kemenkes RI,
2017). Kanker serviks adalah pertumbuhan sel-sel abnormal pada daerah
batas antara epitel yang melapisi ektoserviks (porsio) dan endoserviks
kanalis serviksalis yang disebut squamo-columnar junction (SCJ)
(Wiknjosastro, 2018). Kanker serviks merupakan kanker yang disebabkan
oleh infeksi virus HPV tipe 16 dan 18. (CDC, 2018).
Jadi kesimpulannya, kanker serviks adalah pertumbuhan abnormal pada sel
serviks yang bersifat ganas, yang menyerang bagian squamosa columnar
junction (SCJ) serviks yang terletak diantara uterus dengan vagina pada
organ reproduksi wanita yang disebabkan oleh Human Papilloma Virus
(HPV) tipa 16 dan 18.
2.1.2 ANATOMI FISIOLOGI
Organ-organ reproduksi wanita dibagi atas dua bagian yaitu alat kandungan
luar (genetalia eksterna) dan alat kandungan dalam (genetalia interna).
a. Genetalia eksternal
Gambar 2.1
Genetalia ekterna wanita

Sumber : Marmi,2011
Yaitu alat kandung yang dapat dilihat dari luar bila wanita dalam posisi
litotomi, fungsinya adalah untuk kopulasi. Yang termasuk eksterna :
1) Mons veneris
Daerah yang menggunng di atas simphisis,yang akan ditumbuhi
rambut kemaluan (pubis) apabila wanita berangkat dewasa. Pada
wanita, rambut ini tumbuh membentuk dudut melengkung
sedangkan pada pria membentuk sudut runcing ke atas.
2) Labia mayora
Berada pada bagian kanan dan kiri,berbentuk lonjong, yang pada
wanita menjelang dewasa ditumbuhi juga oleh puber lanjutan dari
mons veneris.
3) Labia minora
Bagian dalam dari bibir besar yang berwarna merah jambu, disini
dijumpai frenulum klitoris, preputium, dan frenulum pudenti.
4) Klitoris
Berada di ujung anterior labia minor.terdiri dari 2 buah corpus
cavernosum yang merupakan jaringan erektil didalam selaput tipis
jaringan ikat dan sebagian diantaranya menyatu sepanjang tapi
medial untuk membentuk korpus klitoris.
5) Vulva
Bagian kandung alat luar yang berbrntul lonjong, berukuran panjang
mulai dari klitoris, kanan kiri di baasi bibir kecil, sampai ke belakang
di batasi perinlum.
6) Vestibulum
Terletak di bawah selaput lendir vulva, terdiri dari bulbus vestibule
kanan dan kiri.disini di jumpai kelenjar vestibule major (kelenjar
bartholini) dan kelenjar vestibulum minor.
7) Introitus Vagina
Pintu masuk ke vagina
8) Selaput dara
Selaput yang menutupi introitus vagina. Biasanya berlubang
membentuk semilonaris, anularis, lapisan, septata, atau fimbria, bila
tidak berlubang di sebut atresia himenalis atau hymen imperforate.
Himen akan robek pada koitus apalagi setelah bersalin, sisanya
disebut kurunkula hymen atau sisa hymen.
9) Lubang kemih(orifisium uretra eksternal)
Tempat keluarnya air kemih yang terletak di bawah klitoris.
Disekitar lubang kemih bagian kiri dan kanan didapati kelenjar
skene.
10) Perineum
Terletak di antara vulva dan anus.
11) Vagina
Vagina merupakan saluran akhir dari saluran reproduksi bagian
dalam pada wanita. Vagina bermuara pada vulva. Vagina memiliki
dinding yang berlipat-lipat dengan bagian terluar berupa selaput
berlendir, bagian tengah berupa lapisan otot dan bagian terdalam
berupa jaringan ikat berserat. Selaput berlendir (membrane mukosa)
menghasilkan lendir pada saat terjadi rangsangan seksual. Lendir
tersebut dihasilkan oleh kelenjar bartholin.
b. Genitalia internal
Gentalia internal wanita merupakan organ atau alat kelamin yang
tidak tampak dari luar, terletak di bagian dalam dan dapat di lihat dengan
alat khusus atau pembedahaan. Genitalia interna terdiri atas vagina (liang
senggama) uterus Rahim), tuba falopi (saluran telur) dan ovarium (induk
telur).
Gambar 2.2
Gambar interna wanita

Sumber: Marmi, 2011


1) Vagina
Vagina adalah saluran yang berbentuk tabung yang
menghubungkan vulva dengan rahim. Ukuran vagina sekitar 6-7,5
cm meliputi dinding anterior dan dinding posterior denga ukuran
sekitar 9-11cm.
Fungsi vagina adaah sebagai berikut:
a) Saluran untuk keluarnya mentruasi dari Rahim
b) Tempat senggama
c) Jalan lahir
d) Uterus (Rahim)
Uterus merupaka suatu organ muskularberbentuk seperti pir yang
terletak di antara kandung kencing dan rectum.
Fungsi uterus adalah :
a) Setiap bulan, berfungsi dalam pengeluaran darah haid dengan
di tandai adanya perubahan dan pelepasan dari endometrium.
b) Selama kehamilan sebagai tempat implantasi, retensi dan
nutrisi konseptus.
c) Saat persalinan dengan adanya kontraksi dinding uterus dan
pembukaan serviks uterus, isi konsepsi di keluarkan.
Ukuran uterus berbeda-beda tergantung pada usia, pernah
melahirkan atau belum.
2) Tuba falopi (saluran telur)
Tuba falopi terdapat pada tepi atas ligamentum latum, bejalan ke
arah lateral, kornu uteri kanan dan kiri. Panjang tuba falopi adalah
12 cm, dengan diameter 3-8 mm. Fungsi tuba falopi adalah
menangkap dan membawa ovum dari ovarium ke uterus dan tempat
terjadinya konsepsi.
3) Ovarium (indung telur)
Ovarium homolog dengan testis pada pria. Ovarium berbentuk oval
yang terletak pada dinding panggul bagian lateral yang disebut
fossa ovarium. Ovarium ada dua yaitu terletak di kiri dan kanan
uterus. Ovarium di hubungkan oleh ligamentum ovarii propium dan
di hubungan dengan dinding panggul dengan prantara ligamentum
infundibulo pelvikum. Fungsi ovarium fungsi ovarium
mengeluarkan hormon progesteron dan estrogen dan mengeluarkan
telur setiap bulan.
2.1.3 ETIOLOGI
Penyebab utama kanker serviks adalah infeksi pada leher rahim yang
disebabkan oleh virus HPV tipe onkogenik yang ditularkan melalui
hubungan seksual (Petignat, 2017 dalam Swari, 2018). Infeksi dapat terjadi
setelah terjadinya lesi squamosa intraephitelial. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa 10 – 30% wanita pada usia 30 tahun keatas yang telah
aktif secara seksual pernah terinfeksi HPV. Presentasi tersebut akan lebih
meningkat apabila wanita tersebut memiliki banyak pasangan seksual. Pada
umumnya sebagian besar infeksi HPV terjadi tanpa gejala dan bersifat
menetap (Kumar, 2017)Ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan
resiko terjadinya kanker serviks, antara lain adalah
1. Usia
Usia pertama kali melakukan hubungan seksual yang masih relatif
muda (dibawah 20 tahun) dapat meningkatkan risiko kejadian kanker
serviks. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin muda seorang
wanita melakukan hubungan seksual maka semakin tinggi risiko
mengalami kanker serviks. Hasil penelitian Sadewa (2019)
menunjukkan bahwa sebanyak 90% pasien yang terdiagnosa kanker
serviks menikah pada usia ≤ 20 tahun.
2. Paritas
Kejadian kanker serviks juga sering ditemukan pada wanita yang sering
partus atau melahirkan. Semakin sering partus semakin besar risiko
seseorang mengalami kanker serviks. Hasil penelitian yang dilakukan
oleh Reis, et al (2019) menunjukkan bahwa wanita dengan jumlah
paritas >3 berisiko mengalami kanker serviks lebih tinggi 9,127 kali
dibandingkan dengan wanita dengan paritas ≤3.
3. Merokok
Wanita yang merokok berisiko terkena kanker serviks 2 kali lebih besar
dibandingkan dengan wanita yang tidak merokok. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pada lendir serviks wanita perokok mengandung
nikotin dan zat tersebut menyebabkan penurunan daya tahan serviks
selain merupakan ko-karsinogen infeksi virus (Rasjidi, 2019).
4. Pasangan Seksual Lebih Dari Satu
Wanita yang memiliki perilaku seksual dengan sering berganti-ganti
pasangan seks dapat meningkatkan penularan penyakit kelamin. Risiko
mengalami kanker serviks pada wanita yang sering berganti-ganti
pasangan seks akan meningkat 10 kali lipat (American Cancer Society,
2017).
5. Penggunaan Kontrasepsi Oral Jangka Panjang
Penggunaan kontrasepsi oral dalam jangka panjang (lebih dari 5 tahun)
seperti konsumsi pil KB dapat meningkatkan risiko kanker serviks 1-2
kali terutama pada wanita yang positif terinfeksi HPV (American
Cancer Society, 2017).
6. Personal Hygiene
Personal hygiene terutama perawatan kebersihan alat kelamin yang
kurang dapat meningkatkan risiko kejadian kanker serviks. Hasil
penelitian Indrawati dan Fitriyani (2018) menunjukkan personal
hygiene yang kurang baik berisiko mengalami kanker serviks 19,386
kali lebih tinggi dibandingkan dengan wanita yang memiliki personal
hygiene yang baik.
7. Diet
Seseorang yang melakukan diet ketat dengan konsumsi vitamin A, C
dan E yang rendah dapat mengurangi tingkat kekebalan tubuh yang
berakibat mudahnya seseorang terinfeksi (Arisusilo, 2012). Beberapa
penelitian menyebutkan bahwa defisiensi asam folat, zat besi, dan beta
karoten dapat meningkatkan risiko kanker serviks (Sukaca, 2021).
8. Gangguan system kekebalan tubuh
Wanita yang mengalami immunocompromised (penurunan imunitas
tubuh) seperti pasien transplantasi ginjal dan AIDS dapat mempercepat
perkembangan sel kanker dari non-invasif menjadi invasif (American
Cancer Society, 2017)
9. Riwayat Kanker Serviks Pada Keluarga
Seorang wanita yang memiliki saudara kandung atau ibu dengan kanker
serviks, berisiko mengalami kanker serviks 2–3 kali lebih besar
dibandingkan dengan orang normal. Hasil penelitian menduga hal
tersebut disebabkan berkurangnya kemampuan untuk melawan infeksi
HPV (American Cancer Society, 2017)
10. Status Ekonomi
Wanita dengan status ekonomi yang rendah tidak mampu memperoleh
pelayanan kesehatan yang baik seperti pap smear atau melakukan
vaksinasi HPV. Hal ini menyebabkan mereka tidak dapat melakukan
skrining atau deteksi dini kanker serviks maupun tidak mampu
melakukan penatalaksanaan pre-kanker (American Cancer Society,
2017).
2.1.4 Patofisiologi
Terjadinya kanker serviks disebabkan oleh infeksi HPV yang onkogenik
umumnya adalah HPV tipe 16 dan 18 (Dethan, 2018). Risiko terinfeksi
HPV dapat meningkat pada wanita yang telah melakukan aktivitas seksual.
Pada umumnya, infeksi virus ini akan menghilang dengan sendirinya,
namun apabila infeksi bersifat persisten akan menyebabkan integrasi genom
dari virus ke dalam genom sel serviks. Akibatnya pertumbuhan sel dan
ekspresi onkoprotein E6 atau E7 yang bertanggung jawab terhadap
perubahan maturasi dan diferensiasi dari epitel serviks menjadi tidak normal
atau disebut dengan mutasi sel (Nurwijaya, 2017). Terjadinya mutasi sel
inilah berkembang menjadi kanker serviks. Proses perkembangan kanker
serviks berlangsung lambat, diawali adanya perubahan displasia yang
perlahan - lahan menjadi progresif. Displasia ini dapat muncul bila ada
aktivitas regenerasi epitel yang meningkat misalnya akibat trauma mekanik
atau kimiawi, infeksi virus atau bakteri dan gangguan keseimbangan
hormon. Dalam jangka waktu 7 – 10 tahun perkembangan tersebut menjadi
bentuk preinvasif berkembang menjadi invasif pada stroma serviks dengan
adanya proses keganasan. Perluasan lesi di serviks dapat menimbulkan luka,
pertumbuhan yang eksofitik atau dapat berinfiltrasi ke kanalis serviks. Lesi
dapat meluas ke forniks, jaringan pada serviks, parametria dan akhirnya
dapat menginvasi ke rektum dan atau vesika urinaria. Karsinoma serviks
dapat meluas ke arah segmen bawah uterus dan kavum uterus. Penyebaran
kanker ditentukan oleh stadium dan ukuran tumor, jenis histologik dan ada
tidaknya invasi ke pembuluh darah, anemis hipertensi dan adanya demam.
Penyebaran dapat pula melalui metastase limpatik dan hematogen. Bila
pembuluh limfe terkena invasi, kanker dapat menyebar ke pembuluh getah
bening pada servikal dan parametria, kelenjar getah bening obtupator, iliaka
eksterna dan kelenjar getah bening hipogastrika. Dari sini tumor menyebar
ke kelenjar getah bening iliaka komunis dan pada aorta. Secara hematogen,
tempat penyebaran terutama adalah paru-paru, kelenjar getah bening
mediastinum dan supravesikuler, tulang, hepar, empedu, pankreas dan otak
(Prayetni, 1917). (WOC terlampir).
2.1.5 Pathway
11.
Virus HPV, virus herpes genetalia kondiloma.

Ca serviks

Psikologis Penekanan Infenksi Pengobatan perdarahan


vagina

Kurang Vesika urinaria Keputihan Eksternl radiasi


pengetahuan Berlebihan Hipovolemia

Hidroureter
Cemas hidronefrosis Resiko
Kulit Depresi
merah sum- hipovolemia
Kering sum
Satus urin tulang

Sel saraf
HB turun
Perdarahan pada
saat berhubungan
suami istri
Nyeri kronis Anemia

Gangguan pola
seksual Sel-sel Kelemahan
Gangguan
eliminasi urin kurang keletihan
oksigen

Daya tahan
Mual muntah tubuh
menurun
Gangguan
integritas kulit Kurang nutrisi Resiko
infeksi

Resiko defisit
nutrisi
2.1.6 Klasifikasi
Stadium kanker adalah cara bagi paramedis untuk merangkum seberapa jauh
kanker telah menyebar. Salah satu cara yang digunakan pada umumnya
untuk memetakan stadium kanker serviks yaitu sistem FIGO (Federasi
Internasional Ginekologi dan Obstetri). Berdasarkan Federation of
International Gynecology and Obsetrics (FIGO) tahun 2009 stadium klinis
karsinoma serviks terbagi atas:
Stadiu
Deskripsi
m
1 2
Stadium Karsinoma insitu, karsinoma intra-ephitelial. Tumor masih
0 dangkal, hanya tumbuh di lapisan sel serviks
Stadium Kanker telah tumbuh dalam serviks.
I
IA Kanker invasive ditemukan hanya secara mikroskopik.
Kedalamannya 5 mm dan besarnya kurang dari 7 mm
IA 1 Invasi stromal sedalam <3 mm dan lebar <7 mm
IA 2 Invasi ke stroma sedalam 3-5 mm dengan lebar <7 mm
IB Lesi klinis masih pada serviks atau lesi mikroskopik lebih besar
dari lesi stadium IA
IB 1 Kanker serviks dapat dilihat dengan mata telanjang. Ukuran tidak
lebih dari 4 cm
IB 2 Kanker serviks dapat dilihat dengan mata telanjang. Ukuran lebih
besar dari 4 cm
Stadium Kanker telah menginvasi melewati serviks namun tidak sampai
II pada dinding pelvis atau 1/3 bawah vagina
IIA Kanker meluas sampai 2/3 atas vagina, tanpa invasi parametrial
IIA 1 Tumor yang terlihat secara klinis <4 cm. Meluas hingga 2/3
bagian atas vagina
IIA 2 Tumor yang terlihat secara klinis >4 cm namun tidak sampai
masuk dinding pelvis.
IIB Kanker telah menyebar ke jaringan sekitar vagina dan serviks,
namun belum sampai ke dinding panggul
Stadium Kanker meluas sampai ke dinding pelvis dan/atau mencapai 1/3
III bawah dinding vagina dana tau menyebabkan hidronefrosis atau
penurunan fungsi ginjal
III A Tumor meluas sampai 1/3 bawah vagina namun tanpa ekstensi ke
dinding pelvis
IIIB Meluas sampai dinding pelvis atau menyebabkan obstruksi
uropati.
Stadium Pada stadium ini, kanker telah menyebar ke pelvis, kandung
IV kemih, atau rectum.
IVA Kanker telah menyebar ke organ terdekat, seperti kandung kemih
dan rectum
IVB Metastase ke organ yang lebih jauh.

2.1.7 Manifestasi Klinis


Pada fase prakanker (tahap displasia), sering tidak ada gejala atau tanda-
tanda yang khas. Namun, kadang bisa ditemukan gejala-gejala sebagai
berikut :
a. Keputihan atau keluar cairan encer dari vagina. Getah yang keluar dari
vagina ini makin lama akan berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis
jaringan.
b. Perdarahan setelah senggama (post coital bleeding) yang kemudian
berlanjut menjadi perdarahan yang abnormal.
c. Pada fase invasif dapat keluar cairan berwarna kekuning-kuningan dan
berbau busuk.
d. Bisa terjadi hematuria karena infiltrasi kanker pada traktus urinarius.
e. Timbul gejala-gejala anemia bila terjadi perdarahan kronis.
f. Kelemahan pada ekstremitas bawah.
g. Timbul nyeri panggul (pelvis) atau di perut bagian bawah bila ada
radang panggul. Bila nyeri terjadi di daerah pinggang ke bawah,
kemungkinan terjadi infiltrasi kanker pada serabut saraf lumbosakral.
h. Pada stadium lanjut, badan menjadi kurus kering karena kurang gizi,
edema kaki, timbul iritasi kandung kencing dan poros usus besar bagian
bawah (rektum), terbentuknya fistel vesikovaginal atau rektovaginal,
atau timbul gejala-gejala akibat metastasis jauh.
2.1.8 Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
a. Pap Smear
Test Pap smear dapat dilakukan di RS, klinik dokter kandungan ataupun
laboratorium. Prosedurnya cepat (hanya memerlukan waktu beberapa
menit) dan tidak menimbulkan rasa sakit. Test Pap smear dapat
dilakukan bila tidak dalam keadaan haid ataupun hamil. Untuk hasil
terbaik, sebaiknya tidak berhubungan intim minimal 3 hari sebelum
pemeriksaan. Pap smear merupakan salah satu cara deteksi dini kanker
leher rahim. Test ini mendeteksi adanya perubahan-perubahan sel leher
rahim yang abnormal, yaitu suatu pemeriksaan dengan mengambil
cairan pada leher rahim dengan spatula kemudian dilakukan
pemeriksaan dengan mikroskop.Pap smear hanyalah sebatas skrining,
bukan diagnosis adanya kanker serviks. Jika ditemukan hasil pap smear
yang abnormal, maka dilakukan pemeriksaan standar berupa
kolposkopi
b. IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat)
Untuk deteksi dini kanker serviks, selain test Pap Smear, metoda lain
yang dapat menjadi pilihan adalah IVA (Inspeksi Visual dengan Asam
Asetat). IVA digunakan untuk mendeteksi abnormalitas sel serviks
setelah mengoleskan larutan asam asetat (asam cuka3-5%) pada leher
rahim. Asam asetat menegaskan dan menandai lesi pra-kanker dengan
perubahan warna agak keputihan (acetowhite change). Hasilnya dapat
diketahui saat itu juga atau dalam waktu 15 menit.
c. Servikografi
Servikografi terdiri dari kamera 35 mm dengan lensa 100 mm dan lensa
ekstensi 50 mm. Servikografi dapat digunakan sebagai metode yang
baik untuk skrining massal, lebih-lebih di daerah di mana tidak ada
seorang spesialis sitologi, maka kombinasi servikogram dan kolposkopi
sangat membantu dalam deteksi kanker serviks.
a. Gineskopi
Gineskopi menggunakan teleskop monokuler, ringan dengan
pembesaran 2,5 x dapat digunakan untuk meningkatkan skrining
dengan sitologi. Biopsi atau pemeriksaan kolposkopi dapat segera
disarankan bila tampak daerah berwarna putih dengan pulasan asam
asetat. Sensitivitas dan spesifisitas masing-masing 84% dan 87% dan
negatif palsu sebanyak 12,6% dan positif palsu 16%.
b. Pemeriksaan Penanda Tumor (PT)
Penanda tumor adalah suatu substansi yang dapat diukur secara
kuantitatif dalam kondisi prakanker maupun kanker. Salah satu PT yang
dapat digunakan untuk mendeteksi adanya perkembangan kanker
serviks adalah CEA (Carcino Embryonic Antigen) dan HCG (Human
Chorionic Gonadotropin). Kadar CEA abnormal adalah > 5 µL/ml,
sedangkan kadar HCG abnormal adalah > 5ηg/ml. HCG dalam keadaan
normal disekresikan oleh jaringan plasenta dan mencapai kadar
tertinggi pada usia kehamilan 60 hari. Kedua PT ini dapat dideteksi
melalui pemeriksaan darah dan urine.
c. Biopsy Kerucut
Biopsy Kerucut adalah mengambil tonjolan jaringan serviks yang lebih
besar untuk penelitian apakah ada atau tidak kanker invasive.
d. MRI /CT scan abdomen atau pelvis
MRI/CT scan abdomen atau pelvis digunakan untuk menilai
penyebaran lokal dari tumor dan atau terkenanya nodus limfa regional.
e. Tes Schiller
Tes Schiller dilakukan dengan cara serviks diolesi dengan larutan
yodium, sel yang sehat warnanya akan berubah menjadi coklat
sedangkan sel yang abnormal warnanya menjadi putih atau kuning.
f. Pemeriksaan darah lengkap
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi tingkat komplikasi
pendarahan yang terjadi pada penderita kanker serviks dengan
mengukur kadar hemoglobin, hematokrit, trombosit dan kecepatan
pembekuan darah yang berlangsung dalam sel-sel tubuh.

2.1.9 Penatalaksanaan
Menurut Mansjoer (2007)di bawah ini adalah klasifikasi penatalaksanaan
medis secara umum berdasarkan stadium kanker serviks :
Stadium Penatalaksanaan
0 Biopsi kerucut, Histerektomi transvaginal

Ia Biopsi kerucut, Histerektomi transvaginal

Ib,Iia Histerektomi radikal dengan limfadenektomi


panggul dan evaluasi kelenjar limfe
paraaorta (bila terdapat metastasis dilakukan
radioterapi pasca pembedahan

IIb, III, IV Histerektomi transvaginal

a. Penanganan Nonbedah Kanker Serviks


Apabila kanker termasuk lesi intra-epitel skuamosa tingkat rendah
(LGSIL) atau lesi intra-epitel skuamosa tingkat tinggi (LGSIT) ditemukan
melalui kolposkopi dan biopsy, pengangkatan nonbedah konservatif
memungkinkan untuk dilakukan (Smeltzer dan Bare, 2002).
1) Krioterapi
Pembekuan dengan oksida nitrat.
2) Terapi laser
Sebuah sinar laser digunakan untuk membakar sel-sel atau menghapus
sebagian kecil dari jaringan sel rahim untuk dipelajari. Pembedahan
laser hanya digunakan sebagai pengobatan untuk kanker serviks pra-
invasif (stadium 0).
b. Pembedahan untuk Kanker Serviks
Menurut Smeltzer dan Bare (2002), apabila pasien mempunyai kanker
serviks invaasif, radiasi atau histerektomi radikal atau keduanya dapat
dpilih. Bedah radikal disarankan ketika pasien tidak dapat menahan
efek radiasi atau mempunyai kanker yang resisten terhadap radiasi.
Prosedur bedah yang mungkin dilakukan sebagai berikut:
1) Histerektomi
Histerektomi sederhana: Rahim diangkat, tetapi tidak mencakup
jaringan yang berada di dekatnya. Baik vagina maupun kelenjar
getah bening panggul tidak diangkat. Rahim dapat diangkat
dengan cara operasi di bagian depan perut (perut) atau melalui
vagina. Setelah operasi ini, seorang wanita tidak bisa menjadi
hamil. Histerektomi digunakan untuk mengobati beberapa kanker
serviks stadium awal (I). Hal ini juga digunakan untuk stadium
pra-kanker serviks (o), jika sel-sel kanker ditemukan pada batas
tepi konisasi.
Histerektomi radikal dan diseksi kelenjar getah bening panggul:
pada operasi ini, dokter bedah akan mengangkat seluruh rahim,
jaringan di dekatnya, bagian atas vagina yang berbatasan dengan
leher rahim, dan beberapa kelenjar getah bening yang berada di
daerah panggul. Operasi ini paling sering dilakukan melalui
pemotongan melalui bagian depan perut dan kurang sering
melalui vagina. Setelah operasi ini, seorang wanita tidak bisa
menjadi hamil. Sebuah histerektomi radikal dan diseksi kelenjar
getah bening panggul adalah pengobatan yang umum digunakan
untuk kanker serviks stadium I, dan lebih jarang digunakan pada
beberapa kasus stadium II, terutama pada wanita muda.
2) Ekstenterasi Panggul
Pengangkatan organ-organ pelvis, termasuk nodus limfe kandung
kemih dan rectum serta konstruksi conduit diversional, kolostomi
dan vagina.
3) Cryosurgery
Sebuah probe metal yang didinginkan dengan nitrogen cair
dimasukkan ke dalam vagina dan pada leher rahim. Ini membunuh
sel-sel abnormal dengan cara membekukan mereka. Cryosurgery
digunakan untuk mengobati kanker serviks yang hanya ada di
dalam leher rahim (stadium 0), tapi bukan kanker invasif yang
telah menyebar ke luar leher rahim.
4) Konisasi
Sepotong jaringan berbentuk kerucut akan diangkat dari leher
rahim. Hal ini dilakukan dengan menggunakan pisau bedah atau
laser tau menggunakan kawat tipis yang dipanaskan oleh listrik.
Pendekatan ini dapat digunakan untuk menemukan atau
mengobati kanker serviks tahap awal (0 atau I). Hal ini jarang
digunakan sebagai satu-satunya pengobatan kecuali untuk wanita
dengan kanker serviks stadium dini yang mungkin ingin memiliki
anak. Setelah biopsi, jaringan (berbentuk kerucut) diangkat untuk
diperiksa di bawah mikroskop. Jika batas tepi dari kerucut itu
mengandung kanker atau pra-sel kanker, pengobatan lebih lanjut
akan diperlukan untuk memastikan bahwa seluruh sel-sel
kankernya telah diangkat.
5) Trachelektomi
Sebuah prosedur yang disebut trachelectomy radikal
memungkinkan wanita muda tertentu dengan kanker stadium awal
untuk dapat diobati dan masih dapat mempunyai anak. Metode ini
melibatkan pengangkatan serviks dan bagian atas vagina dan
meletakkannya pada jahitan berbentuk seperti kantong yang
bertindak sebagai pembukaan leher rahim di dalam rahim.
Kelenjar getah bening di dekatnya juga diangkat. Operasi ini
dilakukan baik melalui vagina ataupun perut. Setelah operasi ini,
beberapa wanita dapat memiliki kehamilan jangka panjang dan
melahirkan bayi yang sehat melalui operasi caesar. Risiko kanker
kambuh kembali sesudah pendekatan ini cukup rendah.
c. Radioterapi untuk Kanker Serviks
Radioterapi adalah pengobatan dengan sinar berenergi tinggi (seperti
sinar-X) untuk membunuh sel-sel kanker ataupun menyusutkan
tumornya. Sebelum radioterapi dilakukan, biasanya pasien akan
menjalani pemeriksaan darah untuk mengetahui apakah menderita
anemia. Penderita kanker serviks yang mengalami perdarahan pada
umumnya menderita anemia. Untuk itu, transfusi darah mungkin
diperlukan sebelum radioterapi dijalankan. Pada kanker serviks
stadium awal, biasanya dokter akan memberikan radioterapi (external
maupun internal). Kadang radioterapi juga diberikan sesudah
pembedahan. Akhir-akhir ini, dokter seringkali melakukan kombinasi
terapi (radioterapi dan kemoterapi) untuk mengobati kanker serviks
yang berada antara stadium IB hingga IVA.
Radioterapi eksternal berarti sinar X diarahkan ke tubuh (area panggul)
melalui sebuah mesin besar. Sedangkan radioterapi internal berarti
suatu bahan radioaktif ditanam ke dalam rahim/leher rahim selama
beberapa waktu untuk membunuh sel-sel kankernya. Salah satu
metode radioterapi internal yang sering digunakan adalah
brachytherapy. Pengobatan yang ini cukup sukses untuk mengatasi
keganasan di organ kewanitaan. Baik radium dan cesium telah
digunakan sebagai sumber radioaktif untuk memberikan radiasi
internal.
Selain itu terdapat pengobatan dengan HDR (high dose rate)
brachytherapy yang diberikan hanya dalam hitungan menit. Untuk
mencegah komplikasi potensial dari HDR brachytherapy, maka
biasanya HDR brachytherapy diberikan dalam beberapa insersi. Untuk
pasien kanker serviks, standar perawatannya adalah 5 insersi. Waktu
dimana aplikator berada di saluran kewanitaan (vagina, leher rahim
dan/atau rahim) untuk setiap insersi adalah sekitar 2,5 jam.
Keuntungan HDR brachytherapy adalah antara lain: pasien cukup
rawat jalan, ekonomis, dosis radiasi bisa disesuaikan, tidak ada
kemungkinan bergesernya aplikator.
d. Kemoterapi untuk Kanker Serviks
Kemoterapi adalah penggunaan obat-obatan untuk membunuh sel-sel
kanker. Biasanya obat-obatan diberikan melalui infuse ke pembuluh
darah atau melalui mulut. Setelah obat masuk ke aliran darah, mereka
menyebar ke seluruh tubuh. Kadang-kadang beberapa obat diberikan
dalam satu waktu.
a. Manajemen Nyeri Kanker
Berdasarkan kekuatan obat anti nyeri kanker, dikenal 3 tingkatan obat,
yaitu :
1) Nyeri ringan (VAS 1-4) : obat yang dianjurkan antara lain
Asetaminofen, OAINS (Obat Anti-Inflamasi Non-Steroid).
2) Nyeri sedang (VAS 5-6) : obat kelompok pertama ditambah
kelompok opioid ringan seperti kodein dan tramadol.
3) Nyeri berat (VAS 7-10) : obat yang dianjurkan adalah kelompok
opioid kuat seperti morfin dan fentanil.

2.1.10 Komplikasi
a. Langsung
Yang berhubungan dengan penyakitnya, dapat berupa:
1) Obstruksi ileus (penyumbatan usus)
2) Vesikovaginal fistel (lubang di antara saluran kencing dan vagina)
3) Obstruksi ureter (penyumbatan pada saluran kencing)
4) Hidronefrosis (pembengkakan ginjal)
5) Infertil
6) Gagal ginjal
7) Pembentukan fistula
8) Anemia
9) Infeksi sistemik
10) Trombositopenia
b. Tidak Langsung
Yang berhubungan dengan tindakan dan pengobatan:
1) Operasi: perdarahan, infeksi, luka pada saluran kencing, kandung
kemih maupun usus
2) Radiasi : berak darah, hematuria (kencing darah), cystitis radiasi
(infeksi saluran kencing karena efek radiasi)
3) Kemoterapi : mual muntah, diare, alopesia (kebotakan), BB turun,
borok pada daerah bekas suntikan.
2.2 KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
2.2.1Pengkajian
1.1 Identitas Pasien
Identitas pasien meliputi nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan,
agama, pendidikan, pekerjaan, suku bangsa, alamat, tanggal masuk rumah
sakit, tanggal pengkajian, dan diagnosa medis.

1.2 Riwayat Kesehatan


1.2.1 Keluhan Utama
Keluhan yang paling dirasakan pasien saat dilakukan pengkajian.
Pasien dengan kanker serviks biasanya mengeluh gangguan pada
menstruasi, keputihan dan perdarahan pada vagina di luar masa
haid, sakit perdarahan sewaktu melakukan hubungan seks, dan
adanya infeksi pada saluran dan kandung kemih.
1.2.2 Riwayat Kesehatan Sekarang
Tanyakan sejak kapan pasien merasakan keluhan yang ada pada
keluhan utama dan tindakan apa saja yang dilakukan pasien untuk
menanggulanginya ?
1.2.3Riwayat Kesehatan Dahulu
Perlu ditanyakan pada pasien dan keluarga, apakah pasien pernah
mengalami hal yang demikian dan perlu ditanyakan juga apakah
pasien pernah menderita penyakit infeksi.
1.2.4Riwayat Kesehatan Keluarga
Perlu ditanyakan apakah dalam keluarga ada yang menderita
penyakit seperti ini atau penyakit menular lain.

1.3 Pola Fungsional Kesehatan Gordon


a. Pemeliharaan dan persepsi kesehatan.
Kemungkinan pasien belum mengetahui penyebab dari keluhan utama
yang dirasakan pasien, belum mengetahui terkait pengobatan dan
prosedur pengobatan. Kanker serviks dapat diakibatkan oleh higiene
yang kurang baik pada daerah kewanitaan. Kebiasaan menggunakan
bahan pembersih vagina yang mengandung zat-zat kimia juga dapat
mempengaruhi terjadinya kanker serviks.
Masalah yang mungkin muncul: Defisiensi Pengetahuan
b. Pola nutrisi dan metabolik
Kaji kebiasan makan, jumlah makanan, tipe dan banyaknya makanan
dan minuman. Faktor-faktor pencernaan seperti nafsu makan, ketidak
nyamanan rasa dan bau, gigi dan bau mukosa mulut,mual atau muntah,
pembatasan makanan dan alergi makanan. Faktor yang berkaitan
dengan aktifitas, penyakit, dan stres. Pada pasien dengan kanker
serviks biasanya pasien mengalami penurunan nafsu makan,
ketidaknyamanan bau dan rasa, bau mukosa mulut, mengalami mual
dan muntah akibat efek samping kemoterapi.
Masalah yang mungkin muncul : Ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh.
c. Pola eliminasi
Kaji kebiasan pola buang air besar dan buang air kecil pasien seperti
frekuensi, jumlah, warna, bau, konsistensi dan nyeri. Pada pasien
kanker serviks dapat terjadi inkontinensia urine akibat dari uterus yang
menekan kandung kemih. Dapat pula terjadi disuria serta hematuria.
Selain itu bisa juga terjadi inkontinensia alvi akibat dari peningkatan
tekanan otot abdominal.
d. Pola aktivitas dan latihan
Kaji apakah penyakit mempengaruhi pola aktivitas dan latihan.
Dengan skor kemampuan perawatan diri (0= mandiri, 1= alat bantu, 2=
dibantu orang lain, 3= dibantu orang lain dan alat, 4= tergantung total).
Kaji apakah klien mengalami sesak napas saat beraktivitas.
e. Pola istirahat dan tidur
Kaji kebiasan tidur pasien sehari-hari seperti jumlah waktu tidur, jam
tidur dan bangun. Penggunaan obat-obatan untuk mempermudah tidur,
gejala dari perubahan pola tidur, faktor-faktor yang mempengaruhi
misalnya nyeri. Kemungkinan pasien dengan kanker serviks
mengalami gangguan pada pola istirahat dan tidur akibat progresivitas
dari kanker serviks
f. Pola kognitif – perseptual
Kaji gambaran pengindraan khusus : penglihatan, pendengaran, rasa,
sentuh, dan bau. Penggunaan alat bantu seperti kaca mata dan alat
bantu dengar. Persepsi akan kenyamanan atau nyeri dan kemampuan
membuat keputusan. Pada pasien dengan kanker serviks biasanya
pasien akan mengalami nyeri yang lama lebih dari 6 bulan.
Masalah yang mungkin muncul : Nyeri kronik
g.Pola persepsi dan konsep diri
Pada pasien dengan kanker serviks kadang pasien merasa malu
terhadap orang sekitar karena mempunyai penyakit kanker serviks,
akibat dari persepsi yang salah dari masyarakat. Dimana salah satu
etiologi dari kanker serviks adalah akibat dari sering berganti – ganti
pasangan seksual.
Masalah yang mungkin muncul: Gangguan citra tubuh
h. Pola seksualitas dan reproduksi
Kaji apakah terdapat perubahan pola seksulitas dan reproduksi pasien
selama pasien menderita penyakit ini. Pada pola seksualitas pada
pasien kanker serviks biasanya akan terganggu akibat dari rasa nyeri
yang selalu dirasakan pada saat melakukan hubungan seksual
(dispareuni) serta adanya perdarahan setelah berhubungan. Serta keluar
cairan encer (keputihan) yang berbau busuk dari vagina.
Masalah yang mungkin muncul : Resiko perdarahan
i. Pola manajemen koping stress
Kaji bagaimana pasien mengatasi masalah-masalahnya. Bagaimana
manajemen koping pasien. Apakah pasien dapat menerima kondisinya
setelah sakit.
j. Pola peran – hubungan
Bagaimana pola peran hubungan pasien dengan keluarga atau
lingkungan sekitarnya. Apakah penyakit ini dapat mempengaruhi pola
peran dan hubungannya. Pasien dengan kanker serviks harus
mendapatkan dukungan dari suami serta orang – orang terdekatnya
karena itu akan mempengaruhi kondisi kesehatan pasien. Biasanya
koping keluarga akan melemah ketika dalam anggota keluarganya ada
yang menderita penyakit kanker serviks.
k. Pola keyakinan dan nilai
Kaji apakah penyakit pasien mempengaruhi pola keyakinan dan nilai
yang diyakini.

1.4 Pemeriksaan Fisik


l. Inspeksi
1) Perdarahan vagina
2) Keputihan berwarna putih atau purulen yang berbau dan tidak gatal
3) Adanya bau busuk yang khas
4) Raut wajah pucat
5) Ekspresi wajah meringis dan posisi tubuh menahan nyeri
6) Tanda-tanda anemia
7) Hematuria
8) Bila tumor tumbuh eksofitik maka terlihat lesi pada porsio atau
sudah sampai vagina
m. Palpasi
1) Nyeri tekan pada abdomen
2) Serviks dapat teraba membesar, ireguler, teraba lunak
3) Nyeri punggung bawah
4) Obstruksi ureter, periksa hidronefrosis dengan tes balotemen
5) Palpasi fundus arteri
6) Perubahan denyut nadi
7) Perubahan tekanan darah
8) Peningkatan suhu tubuh

1.5 Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang


a. Pap Smear
Test Pap smear dapat dilakukan di RS, klinik dokter kandungan
ataupun laboratorium. Prosedurnya cepat (hanya memerlukan waktu
beberapa menit) dan tidak menimbulkan rasa sakit. Test Pap smear
dapat dilakukan bila tidak dalam keadaan haid ataupun hamil. Untuk
hasil terbaik, sebaiknya tidak berhubungan intim minimal 3 hari
sebelum pemeriksaan. Pap smear merupakan salah satu cara deteksi
dini kanker leher rahim. Test ini mendeteksi adanya perubahan-
perubahan sel leher rahim yang abnormal, yaitu suatu pemeriksaan
dengan mengambil cairan pada leher rahim dengan spatula kemudian
dilakukan pemeriksaan dengan mikroskop.Pap smear hanyalah sebatas
skrining, bukan diagnosis adanya kanker serviks. Jika ditemukan hasil
pap smear yang abnormal, maka dilakukan pemeriksaan standar berupa
kolposkopi
b. IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat)
Untuk deteksi dini kanker serviks, selain test Pap Smear, metoda lain
yang dapat menjadi pilihan adalah IVA (Inspeksi Visual dengan Asam
Asetat). IVA digunakan untuk mendeteksi abnormalitas sel serviks
setelah mengoleskan larutan asam asetat (asam cuka3-5%) pada leher
rahim. Asam asetat menegaskan dan menandai lesi pra-kanker dengan
perubahan warna agak keputihan (acetowhite change). Hasilnya dapat
diketahui saat itu juga atau dalam waktu 15 menit.
n. Servikografi
Servikografi terdiri dari kamera 35 mm dengan lensa 100 mm dan
lensa ekstensi 50 mm. Servikografi dapat di-gunakan sebagai metoda
yang baik untuk skrining massal, lebih-lebih di daerah di mana tidak
ada seorang spesialis sitologi, maka kombinasi servikogram dan
kolposkopi sangat membantu dalam deteksi kanker serviks.
o. Gineskopi
Gineskopi menggunakan teleskop monokuler, ringan dengan
pembesaran 2,5 x dapat digunakan untuk meningkatkan skrining
dengan sitologi. Biopsi atau pemeriksaan kolposkopi dapat segera
disarankan bila tampak daerah berwarna putih dengan pulasan asam
asetat. Sensitivitas dan spesifisitas masing-masing 84% dan 87% dan
negatif palsu sebanyak 12,6% dan positif palsu 16%.
p. Pemeriksaan Penanda Tumor (PT)
Penanda tumor adalah suatu suatu substansi yang dapat diukur secara
kuantitatif dalam kondisi prakanker maupun kanker. Salah satu PT
yang dapat digunakan untuk mendeteksi adanya perkembangan kanker
serviks adalah CEA (Carcino Embryonic Antigen) dan HCG (Human
Chorionic Gonadotropin). Kadar CEA abnormal adalah > 5 µL/ml,
sedangkan kadar HCG abnormal adalah > 5ηg/ml. HCG dalam
keadaan normal disekresikan oleh jaringan plasenta dan mencapai
kadar tertinggi pada usia kehamilan 60 hari. Kedua PT ini dapat
dideteksi melalui pemeriksaan darah dan urine.
q. Biopsy Kerucut
Biopsy Kerucut adalah mengambil tonjolan jaringan serviks yang lebih
besar untuk penelitian apakah ada atau tidak kanker invasive.
r. MRI /CT scan abdomen atau pelvis
MRI/CT scan abdomen atau pelvis digunakan untuk menilai
penyebaran lokal dari tumor dan atau terkenanya nodus limfa regional.
s. Tes Schiller
Tes Schiller dilakukan dengan cara serviks diolesi dengan larutan
yodium, sel yang sehat warnanya akan berubah menjadi coklat
sedangkan sel yang abnormal warnanya menjadi putih atau kuning.
t. Pemeriksaan darah lengkap
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi tingkat komplikasi
pendarahan yang terjadi pada penderita kanker serviks dengan
mengukur kadar hemoglobin, hematokrit, trombosit dan kecepatan
pembekuan darah yang berlangsung dalam sel-sel tubuh.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri kronis berhubungan penekanan saraf
b. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional
c. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan iritasi kandung kemih
d. Gangguan integritas kulit/jaringan berhubungan denganf faktor mekanis
e. Pola seksual tidak efektif berhubungan dengan hambatan hubungan
dengan pasangan
f. Resiko defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan
makanan
g. Risiko terjadinya syok hipovolemik
h. Resiko Infeksi berhubungan dengan Penyakit kronis
2. Intervensi

No SDKI Rencana Keperawatan


SLKI SIKI
1 Nyeri Kronis berhubungan Setelah dilakukan asuhan keperawatan Manajemen Nyeri
penekanan saraf (D.0078) selama 3x24jam diharapkan pasien mampu Observasi
Penyebab untuk mengontrol dan menunjukkan 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
1. Kondisi muskoskeletal kronis tingkat nyeri dengan kriteria hasil: frekuensi, kualitas, intensitas nyeri.
2. Kerusakan sistem saraf 2. Mengenal faktor-faktor penyebab nyeri 2.Identifikasi skala nyeri
3. Penekanan saraf 3. Melakukan tindakan manajemen nyeri 3.Identifikasi respon nyeri nonverbal
4. Infiltrasi tumor dengan teknik nonfarmakologis
5. Ketidaksimbangan 4. Melaporkan nyeri, frekuensi dan Terapeutik
neurotransmitter, neuromodulator, lamanya 1.Kontrol lingkungan yang memperberat
dan reseptor 5. Tanda-tanda vital dalam rentang normal rasa nyeri
6. Gangguan imunitas 6. Klien melaporkan nyeri berkurang 2.Fasilitas istirahat dan tidur
7. Gangguan fungsi metabolik dengan skala 1-2 dari 10 atau nyeri
Edukasi
7. Ekspresi wajah tenang
Gejela dan Tanda Mayor 1. Jelaskan penyeba, periode, pemicu
8. Klien dapat istirahat dan tidur
Subjektif: nyeri
1. Mengeluh nyeri 2. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
2. Merasa depresi mengurangi nyeri

Objektif: Kolaborasi
1. Tampak meringis 1. Kolaborasi pemberian analgetik
2. Gelisah
3. Tidak mampu menuntaskan
aktivitas
Gejela dan Tanda Minor
Subjektif:
1. Merasa takut mengalami cedera
berulang
Objektif:
1. Bersikap protektif
2. Waspada
3. Anoreksia
Kondisi Klinis Terkait
1. Kondisi kronis
2. Infeksi
3. Cedera medulla spinalis

2 Ansietas berhubungan dengan krisis Setelah dilakukan asuhan keperawatan Redukasi Ansietas
situasional (D.0080) selama 3x24jam diharapkan pasien mampu Observasi
Penyebab untuk mengatasi kecemasan 1. Monitor tanda-tanda ansietas
1. Krisis situasional 1. Menyingkirkan tanda kecemasan
2. Kebutuhan tidak terpenuhi 2. Tidak terdapat perilaku gelisah Terapeutik
3. Krisis maturasional 3. Frekuensi nafas menurun 1. Ciptakan suasana terapeutik untuk
4. Ancaman terhadap konsep diri 4. Frekuensi nadi menurun menumbuhkan kepercayaan
5. Ancaman kematian 5. Pola tidur membaik 2. Pahami situasi yang membuat
6. Konsentrasi membaik ansietas
Gejala dan Tanda Mayor 3. Diskusikan perencanaan realistis
Subjektif:
1. Merasa bingung tentang peristiwa yang akan datang
2. Merasa khawatir dengan akibat 4. Latih teknik relaksasi
dari kondisi yang dihadapi
3. Sulit berkonsentrasi Edukasi
1. Anjurkan mengungkapkan perasaan
Objektif: dan persepsi
1. Tampak gelisah 2. Anjurkan keluarga untuk selalu
2. Tampak tegang disamping dan mendukung pasien
3. Sulit tidur
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif:
1. Mengeluh pusing
2. Anoreksia
3. Palpitasi
4. Merasa tidak berdaya
Objektif:
1. Frekuensi nafas meningkat
2. Frekuensi nadi meningkat
3. Tekanan darah meningkat
4. Tremor
5. Muka tamapk pucat
Kondisi Klinis Terkait
1. Penyakit kronis progresif
2. Penyakit akut
3 Gangguan eliminasi urine Setelah tindakan keperawatan selama 3x24 Manajemen eliminasi urine
berhubungan dengan iritasi kandung jam diharapkan gangguan eliminasi urine Observasi
kemih (D.0040) dapat terkontrol dengan Kriteria Hasil : 1. Identifikasi tanda dan gejala retensi
Penyebab 1. Berkemih tidak tuntas menurun inkontinensia
1. Penurunan kapasitas kandung 2. Volume residu urine menurun 2. Identifikasi faktor yang menyebabkan
kemih 3. Urine menetes menurun retensi dan inkontinensia urine
2. Iritasi kandung kemih 4. Disuria menurun 3. Monitor eliminasi urine (mis.
3. Penurnan kemampuan 5. Frekuensi BAK menurun Frekuensi, konsistensi, aroma, volume
menyadari tanda-tanda dan warna)
gangguan kandung kemih Terpeutik
4. Efek tindakan medis dan 1. Catat waktu-waktu dan keuaran
diagnostic berkemih
5. Kelemahan pelvis 2. Batasi asupan cairan, jika perlu
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif:
1. Desakan berkemih
2. Urin menetes
3. Sering buang air kecil
4. Nokturia
5. Mengompol
Objektif:
1. Distensi kandung kemih
2. Berkemih tidak tuntas
3. Volume residu urin
meningkat
Kondisi Klinis Terkait
1. Infeksi ginjal dan saluran
kemih
2. Hiperglikemi
3. Trauma
4. Kanker
5. Cedera

4 Gangguan integritas kulit/jaringan Setelah dilakukan asuhan keperawatan Perawatan integritas kulit
berhubungan denganf faktor mekanis 3x24jam diharapkan gangguan integritas Observasi
(D.0129) kulit membaik, dengan kriteria hasil: 1. Monitor karakteristik luka (mis.
Penyebab 1.Penyatuan kulit meningkat Drainase,warna,ukuran,bau)
1. Faktor mekanis (mis. Post op) 2.Penyatuan tepi luka meningkat 2. Monitor tanda-tanda infeksi
2. Perubahan sirkulasi 3.Jaringan granulasi meningkat Teraupeutik
3. Kekurangan/kelebihan volume 4.Edema pada sisi luka menurun 1. Lepaskan balutan dan plaster secara
5.Peradangan menurun perlahan
cairan
6.Nyeri menurun 2. Bersikan dengan cairan NaCl
4. Penurunan mobilitas 7.Infeksi menurun
3. Pasang balutan sesuai kebutuhan
4. Ganti balutan sesaui jumlah eksudat dan
Gejala dan tanda mayor drainase
Objektif: Edukasi
1. Kerusakan jaringan dan/atau 1. Anjurkan mengkonsumsi makanan
lapisan kulit tinggi kalori dan protein
Gejala dan tanda minor 2. Anjurkan prosedur perawatan luka
Objektif: secara mandiri
1. Nyeri
2. Perdarahan
Kondisi klinis terkait
1. Imobilisasi

5 Pola seksual tidak efektif Setelah dilakukan asuhan keperawatan Konseling Seksualitas
berhubungan dengan hambatan 3x24jam diharapkan pola seksual Observasi
hubungan dengan pasangan (D.0071) membaik, dengan kriteria hasil: 1. Identifikasi tingkat pengetahuan,
Penyebab 1. Penegenalan dan penerimaan masalah sistem reproduksi, masalah
1. Kurang privasi identitas seksual pribadi seksualitas, dan penyakit menular
2. Ketiadaan pasangan 2. Mengetahui masalah reproduksi seksual
3. Konflik orientasi seksual 3. Mampu mengontrol kecemasan 2. Identifikasi waktu pola seksual dan
4. Ketakutan terinfeksi penyakit 4. Mengungkapkan pemahaman kemungkinan penyebab pola
menular seksual tentang perubahan fungsi seksual seksual tidak efektif
5. Hambatan hubungan dengan 5. Menunjukkan keinginan untuk 3. Monitor stress, kecemasan, depresi
pasangan mendiskusikan perubahan fungsi dan penyabab pola seksual tidak
seksual efektif
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif: Terapeutik
1. Mengeluh sulit melakukan 1. Fasilitasi komunikasi antara pasien
aktivitas seksual dan pasangan
2. Memgungkapkan aktivitas seksual
berubah Edukasi
3. Mengungkapkan perlaku seksual 1. Berikan kesempatan kepada
berubah pasangan untuk menceritakan
4. Orientasi seksual berubah permasalahan
2. Berikan pujian terhadap perilaku
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif: yang benar
1. Mengungkapkan hubungan 3. Berikan saran yang sesuai
dengan pasangan berubah kebutuhan pasangan dengan
menggunakan bahasa yang mudah
Kondisi Klinis Terkait diterima
1. Mastektomi 4. Jelaskan efek pengobatan,
2. Histerektomi kesehatan dan penyakit terhadap
3. Kanker pola seksual tidak efektif
4. Kondisi yang menyebabkan
paralisis
5. Penyakit menular

6 Resiko defisit nutrisi berhubungan Setelah dilakukan asuhan keperawatan Manajemen gangguan makan
dengan ketidakmampuan menelan selama 3x24jam diharapkan resiko defisit Observasi
makanan (D.0032) nutrisi menurun, dengan kriteria hasil: 1. Monitor asupan dan keluarnya
Faktor Risiko 1. Porsi makanan yang di habiskan makanan dan cairan serta kebutuhan
1. Ketidakmampuan menelan 2. Frekuensi makan cairan
makanan 3. Nafsu makan
2. Ketidakmampuan mencerna 4. Perasaan cepat kenyang Teraupetik
makanan 1. Diskusikan perilaku makanan dan
3. Ketidakmampuan mengabsorbsi jumlah aktifivitas fisik (termasuk
nutrien olahraga yang selesai)
4. Peningkatan kebutuhan 2. Di dampingi ke kamar mandi untuk
metabolisme pengamatan perilaku memuntahkan
5. Faktor ekonomi (mis. Finansial kembali makanan
tidak mencukupi)
Edukasi
6. Faktor psikologis (mis. Stress) 1. Ajarkan pengaturan diet yang tepat
Kondisi Klinis Terkait Kolaborasi
1. Stroke 1. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang
2. Parkinson target berat badan danpemilihan
3. Mobius syndrome makanan
4. Cerebral palsy
5. Cleft lip
6. Cleft palate
7. Amyotropic lateral sclerosis
8. Kerusakan neuromuskular
9. Luka bakar
10. Kanker
11. Infeksi
12. AIDS
13. Penyakit crohn’s
14. Enterokolitis
15. Fibrosis kistik

7 Risiko hipovolemia berhubungan Setelah dilakukan asuhan keperawatan Manajemen hipovolemia


dengan kehilangan cairan secara selama 3x24jam diharapkan Risiko Observasi
aktif (D.0034) hipovolemia menurun, dengan kriteria 1. Periksa tanda dan gejala hipovolemia
Faktor resiko : hasil : (mis. Frekuensi nasi, nadi teraba
1. kehilangan cairan secara aktif 1. Kekuatan nadi lemah, tekanan darah menurun,
2. Gangguan absorbsi cairan 2. Frekuensi nadi tekanan nadi menyempit, turgor kulit
3. Usia lanjut 3. Tekanan darah menurun, membrane mukosa kering,
4. Membrane mukosa volume urin menurun, hematokrit
4. Kelebihan berat badan
5. Kadar HB meningkat, haus, lemah)
5. Status hipermetabolik 2. Monitor intake dan outpu cairan
6. Kegagalan mekanisme regulasi
Teraupetik
7. Evaporasi 1. Hitung kebutuhan cairan
8. Kekurangan intake cairan 2. Berikan posisi modifiied
9. Efek agen farmakologis trendelenburg
3. Berikan asupan cairan oral
Kondisi klinis terkait :
1. Penyakit addison Edukasi
2. Trauma/perdarahan 1. Anjurkan memperbanyak asupan oral
3. Luka bakar 2. Anjurkan menghindari perubahan
posisi mendadak
4. AIDS
5. Penyakit Crohn Kolaborasi
6. Muntah 1. Kolaborasi pemberin cairan IV isotons
7. Diare (mis. NaCl, RL)
8. Kolitis ulseratif 2. Kolaborasi pemberian cairan IV
hipotonis (mis. Glukosa 2,5 %, NaCl
0,4%)
3. Kolaborasi pemberian cairan koloid
(mis. Albumin, plasmanate)
4. Kolaborasi pemberian produk darah

8 Resiko Infeksi berhubungan dengan Setelah tindakan keperawatan selama Pencegahan Infeksi :
Penyakit kronis (Ca serviks) 3x24jam diharapkan risiko infeksi Observasi
(D.0142) menurun dapat terpenuhi dengan kriteria 1. Monitor tanda gejala infeksi local dan
Faktor risiko: hasil: sistemik
1. Penyakit kronis (mis. Diabetes 1. Demam menurun Terapeutik
mellitus) 2. Kemerahan menurun 1.Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak
2. Efek prosedur infasif 3. Nyeri menurun dengan pasien dan lingkungan pasien
3.Malnutrisi 4. Bengkak menurun 2.Pertahankan teknik aseptic pada pasien
4. Peningkatan paparan organisme 5. Cairan berbau busuk menurun Edukasi
pathogen lingkungan 1. Jelaskan tanda gejala infeksi
5. Ketidakadekuatan pertahanan 2. Ajarkan cara memeriksa kondisi
tubuh primer (ketidakadekuatan luka/luka operasi
kerusakan integritas kulit) Kolaborasi
Kondisi Klinis: 1. Kolaborasi pemberian imunisasi, jika
1.Tindakan invasif
perlu
2.Ketuban pecah sebelum waktunya
(KPSW)
3.Imunosupresi
3. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
perawat untuk membantu klien dari masalah akibat status kesehatan yang
dihadapi kestatus kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria pasien
(Potter and Perry, 2011).
4. Evaluasi Keperawatan

Menurut (Craven dan Hirnle, 2015) evaluasi didefinisikan sebagai


keputusan dari efektifitas asuhan keperawatan antara dasar tujuan
keperawatan pasien yang telah ditetapkan dengan respon perilaku pasien
yang tampil tujuan dari evaluasi antara lain:
a) Untuk menentukan perkembangan kesehatan pasien.
b) Untuk menilai efektifitas, efisiensi dan produktivitas dan tindakan
keperawatan yang telah diberikan.
c) Untuk menilai pelaksanaan asuhan keperawatan.
d) Untuk mendapatkan umpan balik.
e) Sebagai tanggung jawab dan tanggung gugat dalam pelaksanaan
pelayanan kesehatan
DAFTAR PUSTAKA

American Cancer Society. (2017). Cancer Facts & Figures 2017. Atlanta :
American Cancer Society.

Aranda. S, et al. (2020). Impact of a novel nurse-led prechemotherapy


educationintervention (ChemoEd) on patient distress, symptomburden, and
treatment-related information and supportneeds: results from a andomized,
controlled trial. (Hal 1-10)

Arisusilo, C. (2019). Kanker Leher Rahim (Cancer Cervix) Sebagai Pembunuh


Wanita Terbanyak Di Negara Berkembang. Sainstis. Volume 1, Nomor 1.

Barry j.Beaty and William C.Marquardt. (2019). The Biology of Disease Vector.
University Press of Colorado.

Bell Kay,& Harrold k. (2022). Benefits of attending nurse-led pre-chemotherapy


group sessions. Vol 12 (1). Cancer Nursing practice. Page 27-31

Centers for Diseases Control and Prevention (CDC). (2021). Cervical Cancer

Cullati S, Charvet Berard AI, Perrieger TV. (2019). Cancer Screening in a Middle
Aged General Population: Factor Associated with Practices and Attitudes.
BMC Publik Health.

Fitri Fauziah & Julianty Widuri. (2017). Psikologi Abnormal Klinis Dewasa.
Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press).

ICO Information Centre on HPV and Cancer (HPV Information Centre). (2018).

Keliat. B.A. (2018). Penatalaksanaan Stres. Jakarta: EGC.

Kementerian Kesehatan RI. (2017). Pusat Data & Informasi Situasi Penyakit
Kanker di Indonesia. Jakarta : Pusat Data & Informasi Kemenkes RI

Kumar, S. & Pandey, A. (2018). Chemistry and Biological Activities of


Flavonoids: An Overview, The ScientificWorld Journal. (1-16).

Mansjoer, A. 2017. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid Satu. Edisi Ketiga, Jakarta:
Media Aesculapius FKUI.

NANDA International. (2021). Diagnosis Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi


2012-2014. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai