Anda di halaman 1dari 22

KEPERAWATAN ANAK II

THALASEMIA

Dosen pembimbing : Ns. Bestfy Anitasari, M.Kep.,Sp.Mat

KELOMPOK

SHAFIRA IDHAM (012018021)

SELVIA (012019021)

JENY (012019023)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

KURNIA JAYA PERSADA

PALOPO

2020
PRAKATA

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Alhamdulillahirabbil’aalamin, segala puji dan syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena rahmat dan karunia-Nya tugas makalah yang dibuat oleh penulis telah terselesaikan
dengan tepat waktu, dengan judul “thalasemia”.

Penulis juga berterima kasih kepada segala pihak yang telah membantu untukmenyelesaikan
tugas makalah ini dengan baik. Kepada ibu dosen pembimbing Ns. Bestfy Anitasari, M.Kep.,
Sp. Mat, kepada orang tua yang selalu mendukung, dan rekan-rekan yang ikut serta dalam
penyelesaian makalah ini. Adapun disusunnya makalah ini adalah untuk memenuhi nilai
tugas mata pelajaran Keperawatan Anak II.

Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini jauh dari kesempurnaan, masih banyak
hal-hal yang mungkin belum tercakup didalamnya. Maka dari itu, penulis meminta agar para
pembaca yang kelak akan membaca makalah ini memberikan saran dan kritikan yang
membangun untuk makalah ini. Semoga makalah ini dapat menambah wawasan yang luas
bagi para pembaca.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Palopo, 05 oktober 2020

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Thalasemia berasal dari kata Yunani, yaitu talassa yang berarti laut. Yang
dimaksud dengan laut tersebut ialah Laut Tengah, oleh karena penyakit ini pertama kali
dikenal di daerah sekitar Laut Tengah. Penyakit ini pertama sekali ditemukan oleh
seorang dokter di Detroit USA yang bernama Thomas . Thalasemia adalah penyakit
anemia hemolitik dimana terjadi kerusakan sel darah merah didalam pembuluh darah
sehingga umur eritrosit menjadi pendek (kurang dari 100 hari). ( Williams, 2005)
Gen thalasemia sangat luas tersebar, dan kelainan ini diyakini merupakan penyakit
genetik manusia yang paling prevalen. Distribusi utama meliputi daerah- daerah
perbatasan Laut Mediterania, sebagian besar Afrika, timur tengah, sub benua India, dan
Asia Tenggara. Dari 3 % sampai 8 % orang Amerika keturunan Italia atau Yunani dan
0,5% dari kulit hitam Amerika membawa gen untuk thalasemia β. Dibeberapa daerah
Asia Tenggara sebanyak 40% dari populasi mempunyai satu atau lebih gen thalasemia.
(Kliegam,2012).
Thalasemia adalah penyakit kelainan darah yang diwariskan oleh orangtua kepada
anak. Thalasemia mempengaruhi kemampuan dalam menghasilkan hemoglobin yang
berakibat pada penyakit anemia. Hemoglobin adalah suatu protein dalam sel darah merah
yang mengangkut oksigen dan nutrisi lainnya ke sel-sel lainnya dalam tubuh. Sekitar
100.000 bayi di seluruh dunia terlahir dengan jenis thalasemia berbahaya setiap tahunnya.
(Kliegam,2012)
Ada dua jenis thalassemia yaitu alpha dan beta. Kedua jenis thalassemia ini
diwariskan dengan cara yang sama. Penyakit ini diturunkan oleh orangtua yang memiliki
mutated gen atau gen mutasi thalasemia. Seorang anak yang mewarisi satu gen mutasi
disebut pembawa atau carrier, atau yang disebut juga dengan thalassemia trait (sifat
thalassemia). Kebanyakan pembawa ini hidup normal dan sehat. Anak yang mewarisi dua
sifat gen, di mana satu dariibu dan satu dari ayah, akan mempunyai penyakit thalassemia.
Jika baik ibu maupun ayah adalah pembawa, kemungkinan anak mewarisi dua sifat gen.
(Williams,2005)
dengan kata lain mempunyai penyakit thalasemia, adalah sebesar 25 persen. Anak
dari pasangan pembawa juga mempunyai 50 persen kemungkinan lahir sebagai pembawa.
Jenis paling berbahaya dari alpha thalassemia yang terutama menimpa keturunan Asia
Tenggara, Cina dan Filipina menyebabkan kematian pada jabang bayi atau bayi baru
lahir. Sementara itu, anak yang mewarisi dua gen mutasi beta thalassemia akan menderita
penyakit beta thalassemia. (Williams,2005)
Anak ini memiliki penyakit thalasemia ringan yang disebut dengan thalassemia
intermedia yang menyebabkan anemia ringan sehingga si anak tidak memerlukan
transfusi darah. Jenis thalassemia yang lebih berat adalah thalassemia major atau disebut
juga dengan Cooley's Anemia. Penderita penyakit ini memerlukan transfusi darah dan
perawatan yang intensif. Anak-anak yang menderita thalassemia major mulai
menunjukkan gejala-gejala penyakit ini pada usia dua tahun pertama. Anak-anak ini
terlihat pucat, lesu dan mempunyai nafsu makan rendah, sehingga menyebabkan
pertumbuhannya terlambat.
Oleh karena itu kami merasa perlu untuk lebih meningkatkan asuhan keperawatan
pada anak thalasemia,karena anak yang terkena thalasemia bukan hanya mengalami
gangguan hematologi tetapi juga gangguan imunitas, sehingga perlu mendapatkan
perhatian khusus agar anak tidak mengalami gangguan tumbuh kembang.

B. Rumusan masalah
1.    Apa definisi thalasemia ?
2.   Apa etiologi thalasemia ?
3.   Bagaimana patofisiologi thalasemia?
4.   Bagaimana manifestasi klinis thalasemia ?
5.    Apa saja Klasifikasi thalasemia ?
6.   Apa saja komplikasi pada thalasemia ?
7.    Apa saja pemeriksaan penunjang pada thalasemia ?
8.   Bagaimana penatalaksanaan thalasemia ?
9.   Bagaimana Asuhan Keperawatan pasien thalasemia ?
C. Tujuan
1.    Tujuan Umum
Mampu menjelaskan dan melaksanakan asuhan keperawatan anak pada anak yang
menderita thalasemia
2.   Tujuan Khusus
a.    Mampu menjelaskan konsep klinis thalasemia
b.   Mampu melakukan pengkajian pada anak yang menderita thalasemia
c.    Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada anak yang menderita thalasemia
d.   Mampu membuat intervensi pada anak yang menderita thalasemia
e.    Mampu melakukan tindakan keperawatan pada pasien thalasemia
f.     Mampu melakukan evaluasi tindakan keperawatan pada pasien thalasemia
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Thalasemia
Talasemia merupakan penyakit anemia hemalitik dimana terjadi kerusakan sel darah
merah di dalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek (kurang dari 100
hari). (Ngastiyah, 1997 )
Talasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan secara resesif.
(Mansjoer, 2000 )
Thalasemia merupakan kelompok kelainan genetik heterogen yang timbul akibat
berkurangnya kecepatan sintesis rantai alpha atau beta (Hoffbrand dkk, 2006).
Talasemia adalah suatu golongan darah yang diturunkan ditandai oleh defisiensi produksi
rantai globin pada hemoglobin. (Suriadi, 2001 )
Talasemia merupakan kelompok gangguan darah yang diwariskan, dkdikarakteristikan
dengan defisiensi sintetis rantai globulin spesifik molekul hemoglobin(Muscari, 2005)
Talasemia merupakan sindrom kelainan yang diwariskan (inherited) dan masuk kedalam
kelompok hemoglobinopati, yakni kelainan yang disebabkanoleh gangguan system
hemoglobin akibat mutasi didalam atau dekat gen globin (Nurarif, 2013 )
Thalasemia adalah suatu gangguan darah yang diturunkan di tandai oleh defisiensi produk
rantai globin pada hemoglobin (Suriadi danYuliani, 2010).
Thalasemia(anemia Cooley atau Mediterania) merupakan anemia yang relatif umum terjadi,
dimana jumlah globin yang diproduksi tidak cukup untuk mengatasi sel-sel darah merah.
(Kliegman,2012).

B. Etiologi

Penyakit thalassemia adalah penyakit keturunan yang tidak dapat ditularkan.banyak


diturunkan oleh pasangan suami isteri yang mengidap thalassemia dalam sel – selnya/ Faktor
genetik (Suriadi, 2001). Thalassemia bukan penyakit menular melainkan penyakit yang
diturunkan secara genetik dan resesif. Penyakit ini diturunkan melalui gen yang disebut
sebagai gen globin beta yang terletak pada kromosom 11. Pada manusia kromosom selalu
ditemukan berpasangan. Gen globin beta ini yang mengatur pembentukan salah satu
komponen pembentuk hemoglobin. Bila hanya sebelah gen globin beta yang mengalami
kelainan disebut pembawa sifat thalassemia-beta.
Seorang pembawa sifat thalassemia tampak normal/sehat, sebab masih mempunyai 1
belah gen dalam keadaan normal (dapat berfungsi dengan baik). Seorang pembawa sifat
thalassemia jarang memerlukan pengobatan. Bila kelainan gen globin terjadi pada kedua
kromosom, dinamakan penderita thalassemia (Homozigot/Mayor). Kedua belah gen yang
sakit tersebut berasal dari kedua orang tua yang masing-masing membawa sifat thalassemia.
Pada proses pembuahan, anak hanya mendapat sebelah gen globin beta dari ibunya dan
sebelah lagi dari ayahnya.
Bila kedua orang tuanya masing-masing pembawa sifat thalassemia maka pada setiap
pembuahan akan terdapat beberapa kemungkinan. Kemungkinan pertama si anak
mendapatkan gen globin beta yang berubah (gen thalassemia) dari bapak dan ibunya maka
anak akan menderita thalassemia. Sedangkan bila anak hanya mendapat sebelah gen
thalassemia dari ibu atau ayah maka anak hanya membawa penyakit ini. Kemungkinan lain
adalah anak mendapatkan gen globin beta normal dari kedua orang tuanya.
Sedangkan menurut (Suriadi, 2001) Penyakit thalassemia adalah penyakit keturunan yang
tidak dapat ditularkan.banyak diturunkan oleh pasangan suami isteri yang mengidap
thalassemia dalam sel – selnya/ Faktor genetik.Jika kedua orang tua tidak menderita
Thalassaemia trait/pembawasifat Thalassaemia, maka tidak mungkin mereka menurunkan
Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia atau Thalassaemia mayor kepada anak-anak
mereka. Semua anak-anak mereka akan mempunyai darah yang normal.
Apabila salah seorang dari orang tua menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat
Thalassaemia sedangkan yang lainnya tidak, maka satu dibanding dua (50%)
kemungkinannya bahwa setiap anak-anak mereka akan menderita Thalassaemia
trait/pembawa sifat Thalassaemia, tidak seorang diantara anak-anak mereka akan menderita
Thalassaemia mayor. Orang dengan Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia adalah
sehat, mereka dapat menurunkan sifat-sifat bawaan tersebut kepada anak-anaknya tanpa ada
yang mengetahui bahwa sifat-sifat tersebut ada di kalangan keluarga mereka.
Apabila kedua orang tua menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia, maka
anak-anak mereka mungkin akan menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia
atau mungkin juga memiliki darah yang normal, atau mereka mungkin juga menderita
Thalassaemia mayor.(hoffbrand dkk,2006)

Menurut Williams (2005) penyebab thalasemia adalah


1.       Gangguan resesif autosomal yang diturunkan
2.      Gangguan herediter yang disebabkan kelainan sistem rantai beta dan rantai alfa globin
C. Patofisiologi

Penyakit thalassemia disebabkan oleh adanya kelainan/perubahan/mutasi pada gen globin


alpha atau gen globin beta sehingga produksi rantai globin tersebut berkurang atau tidak ada.
Didalam sumsum tulang mutasi thalasemia menghambat pematangan sel darah merah
sehingga eritropoiesis dan mengakibatkan anemia berat. Akibatnya produksi Hb berkurang
dan sel darah merah mudah sekali rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah normal
(120 hari). (Kliegman,2012)
Normal hemoglobin adalah terdiri dari Hb-A dengan polipeptida rantai alpa dan dua rantai
beta. Pada beta thalasemia yaitu tidak adanya atau kurangnya rantai beta thalasemia yaitu
tidak adanya atau kekurangan rantai beta dalam molekul hemoglobin yang mana ada
gangguan kemampuan ertrosit membawa oksigen. Ada suatu kompensator yang meningkat
dalam rantai alpa, tetapi rantai beta memproduksi secara terus menerus sehingga
menghasilkan hemoglobin defictive. Ketidak seimbangan polipeptida ini memudahkan
ketidakstabilan dan disintegrasi. Hal ini menyebabkan sel darah merah menjadi hemolisis dan
menimbulkan anemia dan atau hemosiderosis.
Kelebihan pada rantai alpa ditemukan pada talasemia beta dan kelebihan rantai beta dan
gama ditemukan pada talasemia alpa. Kelebihan rantai polipeptida ini mengalami presipitasi,
yang terjadi sebagai rantai polipeptida alpa dan beta, atau terdiri dari hemoglobin tak stabil
badan heint, merusak sampul eritrosit dan menyebabkan hemolisis. Reduksi dalam
hemoglobin menstimulasi yang konstan pada bone marrow, produksi RBC diluar menjadi
eritropik aktif. Kompensator produksi RBC secara terus menerus pada suatu dasar kronik,
dan dengan cepatnya destruksi RBC,menimbulkan tidak edukatnya sirkulasi hemoglobin.
Kelebihan produksi dan edstruksi RBC menyebabkan bone marrow menjadi tipis dan mudah
pecah atau rapuh. (Suriadi, 2001 )
Pada talasemia letak salah satu asam amino rantai polipre tidak berbeda urutannya/ditukar
dengan jenis asam amino lain. Perubahan susunan asam amino tersebut. Bisa terjadi pada ke-
4 rantai poliper Hb-A, sedangkan kelainan pada rantai alpha dapat menyebabkan kelainan
ketiga Hb yaitu Hb-A, Hb-A2 dan Hb-F. (Suriadi,2001)
D. Manifestasi Klinis

Semua jenis talasemia memiliki gejala yang mirip tetapi beratnya bervariasi. Sebagaian besar
mengalami gangguan anemia ringan.
1.    Thalasemia minor (thalasemia heterogen) umumnya hanya memiliki gejala berupa anemia
ringan sampai sedang dan mungkin bersifat asimtomatik dan sering tidak terdeteksi.
2.    Thalasemia mayor, umumnya menampakkan manifestasi klinis pada usia 6 bulan, setelah
efek Hb 7 menghilang.
a.      Tanda awal adalah awitan mendadak, anemia, demam yang tidak dapat dijelaskan, cara
makan yang buruk, penurunan BB dan pembesaran limpa.
b.      Tanda lanjut adalah hipoksia kronis; kerusakan hati, limpa, jantung, pankreas, kelenjar
limphe akibat hemokromotosis, ikterus ringan atau warna kulit mengkilap, kranial tebal
dengan pipi menonjol dan hidung datar; retardasi pertumbuhan; dan keterlambatan
perkembangan seksual.
3.    Komplikasi jangka panjang sebagai akibat dari hemokromatosis dengan kerusakan sel
resultan yang mengakibatkan :
a. Splenomegali
b. Komplikasi skeletal, seperti menebalan tulang kranial, pembesaran kepala, tulang wajah
menonjol, maloklusi gigi, dan rentan terhadap fraktur spontan.
c.  Komplikasi jantung, seperti aritmia, perikarditis, CHF dan fibrosis serat otot jantung.
d.  Penyakit kandung empedu, termasuk batu empedu.
e.   Pembesaran hepar dan berlanjut menjadi sirosis hepatis.
f.    Perubahan kulit, seperti ikrerus dan pragmentasi coklat akibat defisit zat besi.
g.   Retardasi pertumbuhan dan komplikasi endokrin.
4.   Gejala lain pada penderita Thalasemia adalah jantung mudah berdebar-debar. Hal ini karena
oksigen yang dibawah tersebut kurang, maka jantung juga akan beusaha bekerja lebih keras
sehingga jantung penderita akan mudah berdebar-debar, lama-kelamaan jantung akan bekerja
lebih keras sehingga lebih cepat lelah. Sehingga terjadi lemah jantung, limfa penderita bisa
menjadi besar karena penghancuran darah terjadi di sana, selain itu sumsum tulang juga
bekerja lebih keras karena berusaha mengkompensasi kekurangan Hb, sehingga tulang
menjadi tipis dan rapuh sehingga mudah rapuh. Jika ini terjadi pada muka (tulang hidung
maka wajah akan berubah bentuk, batang hidung akan hilang/ melesak ke dalam (fasise
cookey) ini merupakan salah satu tanda khas penderita thalasemia.(hoffbrand dkk,2006)
Secara klinis Thalasemia dapat dibagi dalam beberapa tingkatan sesuai beratnya gejala
klinis(Doenges,2000) :
1.    mayor, intermedia dan minor atau troit (pembawa sifat). Batas diantara tingkatan tersebut
sering tidak jelas. Anemia berat menjadi nyata pada umur 3 – 6 bulan setelah lahir dan tidak
dapat hidup tanpa ditransfusi.
2.    Pembesaran hati dan limpa terjadi karena penghancuran sel darah merah berlebihan,
haemopoesis ekstra modular dan kelebihan beban besi. Limpa yang membesar meningkatkan
kebutuhan darah dengan menambah penghancuran sel darah merah dan pemusatan (pooling)
dan dengan menyebabkan pertambahan volume plasma.
3.    Perubahan pada tulang karena hiperaktivitas sumsum merah berupa deformitas dan fraktur
spontan, terutama kasus yang tidak atau kurang mendapat transfusi darah. Deformitas tulang,
disamping mengakibatkan muka mongoloid, dapat menyebabkan pertumbuhan berlebihan
tulang prontal dan zigomatin serta maksila. Pertumbuhan gigi biasanya buruk.
4.    Gejala lain yang tampak ialah anak lemah, pucat, perkembangan fisik tidak sesuai umur,
berat badan kurang, perut membuncit. Jika pasien tidak sering mendapat transfusi darah kulit
menjadi kelabu serupa dengan besi akibat penimbunan besi dalam jaringan kulit.
5.    Keadaan klinisnya lebih baik dan gejala lebih ringan dari pada Thalasemia mayor, anemia
sedang (hemoglobin 7 – 10,0 g/dl)
Gejala deformitas tulang, hepatomegali dan splenomegali, eritropoesis ekstra medular dan
gambaran kelebihan beban besi nampak pada masa dewasa.
6.    Umumnya tidak dijumpai gejala klinis yang khas, ditandai oleh anemia mikrositin, bentuk
heterozigot tetapi tanpa anemia atau anemia ringan.
·         Thalasemia mayor (Thalasemia homozigot)
·         Thalasemia intermedia
·         Thalasemia minor atau troit ( pembawa sifat)
7.    Pada hapusan darah tepi di dapatkan gambaran hipokrom mikrositik, anisositosis,
polklilositosis dan adanya sel target (fragmentasi dan banyak sel normoblas).
8.   Kadar besi dalam serum (SI) meninggi dan daya ikat serum terhadap besi (IBC) menjadi
rendah dan dapat mencapai nol
Elektroforesis hemoglobin memperlihatkan tingginya HbF lebih dari 30%, kadang ditemukan
juga hemoglobin patologik. Di Indonesia kira-kira 45% pasien Thalasemia juga mempunyai
HbE maupun HbS.
9.   Kadar bilirubin dalam serum meningkat, SGOT dan SGPT dapat meningkat karena
kerusakan parankim hati oleh hemosiderosis.
10.  Penyelidikan sintesis alfa/beta terhadap refikulosit sirkulasi memperlihatkan peningkatan
nyata ratio alfa/beta yakni berkurangnya atau tidak adanya sintetis rantai beta.

E. Klasifikasi Thalasemia

1.       Thalassemia α (gangguan pembentukan rantai α)


Sindrom thalassemia α disebabkan oleh delesi pada gen α  globin pada kromosom 16
(terdapat 2 gen α globin pada tiap kromosom 16) dan nondelesi seperti gangguan mRNA
pada penyambungan gen yang menyebabkan rantai menjadi lebih panjang dari kondisi
normal.
Faktor delesi terhadap empat gen α globin dapat dibagi menjadi empat, yaitu:
a.    Delesi pada satu rantai α (Silent Carrier/ α -Thalasemia Trait 2)
Gangguan pada satu rantai globin _ sedangkan tiga lokus globin yang ada masih bisa
menjalankan fungsi normal sehingga tidak terlihat gejala-gejala bila ia terkena thalasemia.
b.    Delesi pada dua rantai α (α -Thalassemia Trait 1)
Pada tingkatan ini terjadi penurunan dari HbA2 dan peningkatan dari HbH dan terjadi
manifestasi klinis ringan seperti anemia kronis yang ringan dengan eritrosit hipokromik
mikrositer dan MCV(mean corpuscular volume) 60-75 fl.
c.    Delesi pada tiga rantai α (HbH disease)
Delesi ini disebut juga sebagai HbH disease (β4) yang disertai anemia hipokromik mikrositer,
basophylic stippling, heinz bodies, dan retikulositosis. HbH terbentuk dalam jumlah banyak
karena tidak terbentuknya rantai α sehingga rantai β tidak memiliki pasangan dan kemudian
membentuk tetramer dari rantai β sendiri (β 4). Dengan banyak terbentuk HbH, maka HbH
dapat mengalami presipitasi dalam eritrosit sehingga dengan mudah eritrosit dapat
dihancurkan. Penderita dapat tumbuh sampai dewasa dengan anemia sedang (Hb 8-10 g/dl)
dan MCV(mean corpuscular volume) 60-70 fl.
d.    Delesi pada empat rantai α (Hidrops fetalis/Thalassemia major)
Delesi ini dikenal juga sebagai hydrops fetalis. Biasanya terdapat banyak Hb Barts (γ4) yang
disebabkan juga karena tidak terbentuknya rantai γ sehingga rantai γ membentuk tetramer
sendiri menjadi γ4. Manifestasi klinis dapat berupa ikterus, hepatosplenomegali, dan janin
yang sangat anemis. Kadar Hb hanya 6 g/dl dan pada elektroforesis Hb menunjukkan 80-90%
Hb Barts, sedikit HbH, dan tidak dijumpai HbA atau HbF. Biasanya bayi yang mengalami
kelainan ini akan   beberapa jam setelah kelahirannya.
2.      Thalassemia β (gangguan pembentukan rantai β)
Thalassemia - β disebabkan oleh mutasi pada gen β globin pada sisi pendek kromosom 11.
a.    Thalassemia β o
Pada thalassemia βo, tidak ada mRNA yang mengkode rantai β sehingga tidak dihasilkan
rantai β yang berfungsi dalam pembentukan HbA
b.      Thalassemia β +
Pada thalassemia β+, masih terdapat mRNA yang normal dan fungsional namun hanya
sedikit sehingga rantai β dapat dihasilkan dan HbA dapat dibentuk walaupun hanya sedikit.

Sedangkan secara klinis thalassemia dibagi menjadi 2 golongan, yaitu


a.      Thalasemia Mayor
Terjadi bila kedua orang tuanya membawa gen pembawa sifat thalasemia. Gejala penyakit
muncul sejak awal masa kanak-kanak dan biasanya penderita hanya bertahan hingga umur
sekitar 2 tahun. Penderita bercirikan :
·         Lemah
·         Pucat
·         Perkembangan fisik tidak sesuai dengan umur
·         Berat badan kurang
·         Tidak dapat hidup tanpa transfusi transfusi darah seumur hidupnya.
b.      Thalasemia minor/trait
Gejala yang muncul pada penderita Thalasemia minor bersifat ringan, biasanya hanya sebagai
pembawa sifat. Istilah Thalasemia trait digunakan untuk orang normal namun dapat
mewariskan gen thalassemia pada anak-anaknya:ditandai oleh splenomegali, anemia berat,
bentuk homozigot.
Pada anak yang besar sering dijumpai adanya:
·         Gizi buruk
·         Perut buncit karena pembesaran limpa dan hati yang mudah diraba
·    Aktivitas tidak aktif karena pembesaran limpa dan hati (Hepatomegali), Limpa yang besar ini
mudah ruptur  karena trauma ringan saja

Gejala khas adalah:


·         Bentuk muka mongoloid yaitu hidung pesek, tanpa pangkal hidung, jarak antara kedua
mata lebar dan tulang dahi juga lebar.
·         Keadaan kuning pucat pada kulit, jika sering ditransfusi, kulitnya menjadi kelabu karena
penimbunan besi

F. Komplikasi

Berikut ini adalah beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada penderita thalassemia.
1.    Komplikasi Jantung
Kerusakan jantung akibat terlalu banyak zat besi dapat menyebabkan penurunan kekuatan
pompa jantung, gagal jantung, aritmia atau detak jantung yang tidak beraturan, dan
terkumpulnya cairan di jaringan jantung.
Ada beberapa pemeriksaan rutin yang harus dilakukan penderita thalasemia beta mayor, yaitu
pemeriksaan tiap enam bulan sekali untuk memeriksa fungsi jantung, dan setahun sekali
pemeriksaan menyeluruh untuk memeriksa konduksi aliran listrik jantung
menggunakan electrocardiogram oleh dokter spesialis jantung.
Perawatan untuk meningkatkan fungsi jantung dapat dilakukan dengan terapi khelasi yang
lebih menyeluruh dan mengonsumsi obat penghambat enzim konversi angiotensin.
2.    Komplikasi pada Tulang
Sumsum tulang akan berkembang dan memengaruhi tulang akibat tubuh kekuerangan sel
darah merah yang sehat. Komplikasi tulang yang dapat terjadi adalah sebagai berikut:
·         Nyeri persendian dan tulang
·         Osteoporosis
·         Kelainan bentuk tulang
·         Risiko patah tulang meningkat jika kepadatan tulang menjadi rendah.

3.    Pembesaran Limpa (Splenomegali)


Pembesaran limpa terjadi karena limpa sulit untuk mendaur ulang sel darah yang memiliki
bentuk tidak normal dan berakibat kepada meningkatnya jumlah darah yang ada di dalam
limpa, membuat limpa tumbuh lebih besar.
Transfusi darah yang bertujuan meningkatkan sel darah yang sehat akan menjadi tidak efektif
jika limpa telah membesar dan menjadi terlalu aktif, serta mulai menghancurkan sel darah
yang sehat. Splenectomy atau operasi pengangkatan limpa merupakan satu-satunya cara untuk
mengatasi masalah ini.
Vaksinasi untuk mengatasi potensi infeksi yang serius, seperti flu dan meningitis, disarankan
untuk dilakukan jika anak Anda telah melakukan operasi pengangkatan limpa, hal ini
dikarenakan limpa berperan dalam melawan infeksi. Segera temui dokter jika anak Anda
memiliki gejala infeksi, seperti nyeri otot dan demam, karena bisa berakibat fatal.
4.    Komplikasi pada Hati
Kerusakan hati akibat terlalu banyak zat besi dapat menyebabkan terjadinya beberapa hal,
seperti fibrosis atau pembesaran hati, sirosis hati atau penyakit degeneratif kronis di mana
sel-sel hati normal menjadi rusak, lalu digantikan oleh jaringan parut, serta hepatitis. Oleh
karena itu, penderita thalassemia dianjurkan untuk memeriksa fungsi hati tiap tiga bulan
sekali.
Pencegahan infeksi hati dapat dilakukan dengan mengonsumsi obat antivirus, sedangkan
mencegah kerusakan hati yang lebih parah dapat dilakukan terapi khelasi.
5.    Komplikasi pada Kelenjar Hormon
Sistem hormon diatur oleh kelenjar pituitari yang sangat sensitif terhadap zat besi. Para
penderita thalassemia beta mayor, walaupun telah melakukan terapi khelasi, dapat mengalami
gangguan sistem hormon.Perawatan dengan terapi pergantian hormon mungkin diperlukan
untuk mengatasi pertumbuhan dan masa pubertas yang terhambat akibat kelenjar pituitari
yang rusak. Ada beberapa komplikasi pada kelenjar hormon yang dapat terjadi usai pubertas
seperti berikut ini:
·         Kelenjar tiroid – hipertiroidisme atau hipotiroidisme
·         Pankreas – diabetes
Pemeriksaan dengan mengukur berat dan tinggi badan harus dilakukan anak-anak penderita
thalassemia tiap enam bulan sekali untuk mengukur pertumbuhannya. Sementara itu,
pemeriksaan pertumbuhan pada para remaja yang sudah memasuki masa pubertas dilakukan
tiap satu tahun sekali.

G. Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis untuk Thalassemia terdapat dua yaitu secara screening test dan definitive test.


1.       Screening test
Di daerah endemik, anemia hipokrom mikrositik perlu diragui sebagai gangguan Thalassemia
(Wiwanitkit, 2007).
a.      Interpretasi apusan darah
Dengan apusan darah anemia mikrositik sering dapat dideteksi pada kebanyakkan
Thalassemia kecuali Thalassemia α silent carrier. Pemeriksaan apusan darah rutin dapat
membawa kepada diagnosis Thalassemia tetapi kurang berguna untuk skrining.
b.      Pemeriksaan osmotic fragility (OF)
Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan fragiliti eritrosit. Secara dasarnya resistan
eritrosit untuk lisis bila konsentrasi natrium klorida dikurangkan dikira. Studi yang dilakukan
menemui probabilitas formasi pori-pori pada membran yang regang bervariasi mengikut
order ini: Thalassemia < kontrol < spherositosis (Maureen,1999). Studi OF berkaitan
kegunaan sebagai alat diagnostik telah dilakukan dan berdasarkan satu penelitian di Thailand,
sensitivitinya adalah 91.47%, spesifikasi 81.60, false positive rate 18.40% dan false negative
rate 8.53% (Maureen,1999).
c.       Indeks eritrosit
Dengan bantuan alat indeks sel darah merah dapat dicari tetapi hanya dapat mendeteksi
mikrositik dan hipokrom serta kurang memberi nilai diagnostik. Maka metode matematika
dibangunkan (Maureen, 1999).
d.      Model matematika
Membedakan anemia defisiensi besi dari Thalassemia β berdasarkan parameter jumlah
eritrosit digunakan. Beberapa rumus telah dipropose seperti 0.01 x MCH x (MCV)², RDW x
MCH x (MCV) ²/Hb x 100, MCV/RBC dan MCH/RBC tetapi kebanyakkannya digunakan
untuk membedakan anemia defisiensi besi dengan Thalassemia β (Maureen, 1999).
Sekiranya Indeks Mentzer = MCV/RBC digunakan, nilai yang diperoleh sekiranya >13
cenderung ke arah defisiensi besi sedangkan <13 mengarah ke Thalassemia trait. Pada
penderita Thalassemia trait kadar MCV rendah, eritrosit meningkat dan anemia tidak ada
ataupun ringan. Pada anemia defisiensi besi pula MCV rendah, eritrosit normal ke rendah dan
anemia adalah gejala lanjut (Ngastiyah, 1997).
2.      Definitive test
a.      Elektroforesis hemoglobin
Pemeriksaan ini dapat menentukan pelbagai jenis tipe hemoglobin di dalam darah. Pada
dewasa konstitusi normal hemoglobin adalah Hb A1 95-98%, Hb A2 2-3%, Hb F 0.8-2%
(anak di bawah 6 bulan kadar ini tinggi sedangkan neonatus bisa mencapai 80%). Nilai
abnormal bisa digunakan untuk diagnosis Thalassemia seperti pada Thalassemia minor Hb
A2 4-5.8% atau Hb F 2-5%, Thalassemia Hb H: Hb A2 <2% dan Thalassemia mayor Hb F
10-90%. Pada negara tropikal membangun, elektroporesis bisa juga mendeteksi Hb C, Hb S
dan Hb J (Wiwanitkit, 2007).
b.      Kromatografi hemoglobin
Pada elektroforesis hemoglobin, HB A2 tidak terpisah baik dengan Hb C. Pemeriksaan
menggunakan high performance liquid chromatography (HPLC) pula membolehkan
penghitungan aktual Hb A2 meskipun terdapat kehadiran Hb C atau Hb E. Metode ini
berguna untuk diagnosa Thalassemia β karena ia bisa mengidentifikasi hemoglobin dan
variannya serta menghitung konsentrasi dengan tepat terutama Hb F dan Hb A2
c.       Molecular diagnosis
Pemeriksaan ini adalah gold standard dalam mendiagnosis Thalassemia. Molecular
diagnosis bukan saja dapat menentukan tipe Thalassemia malah dapat juga menentukan
mutasi yang berlaku

H. Penatalaksanaan
terdapat cara penanganan yang secara umum untuk menangani penyakit Talasemia,
diantaranya :

I.   Medikamentosa
Pemberian iron chelating agent (desferoxamine): diberikan setelah kadar feritin serum sudah
mencapai 1000 mg/l atau saturasi transferin lebih 50%, atau sekitar 10-20 kali transfusi
darah. Desferoxamine, dosis 25-50 mg/kg berat badan/hari subkutan melalui pompa infus
dalam waktu 8-12 jam dengan minimal selama 5 hari berturut setiap selesai transfusi
darah.Vitamin C 100-250 mg/hari selama pemberian kelasi besi, untuk meningkatkan efek
kelasi besi. Asam folat 2-5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat.Vitamin E
200-400 IU setiap hari sebagai antioksidan dapat memperpanjang umur sel darah merah.
II.    Bedah
Splenektomi, dengan indikasi:
Limpa yang terlalu besar, sehingga membatasi gerak penderita, menimbulkan peningkatan 
tekanan intraabdominal dan bahaya terjadinya ruptur Hipersplenisme ditandai dengan
peningkatan kebutuhan transfusi darah atau kebutuhan suspensi eritrosit (PRC) melebihi 250
ml/kg berat badan dalam satu tahun.
III.   Suportif
Transfusi darah : Hb penderita dipertahankan antara 8 g/dl sampai 9,5 g/dl. Dengan
kedaan ini akan memberikan supresi sumsum tulang yang adekuat, menurunkan tingkat
akumulasi besi,  dan dapat mempertahankan pertumbuhan dan perkembangan penderita.
Pemberian darah dalam bentuk PRC (packed red cell), 10 ml/kg BB untuk setiap kenaikan
Hb 1 g/dl. Ada beberapa cara transfusi :
A.    Low Transfusion : transfusi bila Hb < 6 g/dl.
B.     High Transfusion : Hb dipertahankan pada 10 g/dl.
C.     Super Transfusion : Hb dipertahankan pada 12 g/dl.
IV. Pencegahan
a.       Menjalani penyaringan bagi mereka yang mempunyai sejarah keluarga menghidap
Talasemia.
b.      Nasihat perkawinan dan diagnosis pra kelahiran sangat penting untuk mencegah lahirnya
talasemia mayor. Sedapt mungkin hindari perkawinan antara dua insan heterozigot, agar tidak
terjadi bayi homozigot.

V. Pemantauan
I.       Terapi
            Pemeriksaan kadar feritin setiap 1-3 bulan, karena kecenderungan kelebihan besi
sebagai akibat  absorbsi besi meningkat  dan transfusi darah berulang.
            Efek samping kelasi besi yang dipantau: demam, sakit perut, sakit kepala, gatal,
sukar bernapas. Bila hal ini terjadi kelasi besi dihentikan.

  II.Tumbuh Kembang
Anemia kronis memberikan dampak pada proses tumbuh kembang, karenanya diperlukan
perhatian dan pemantauan tumbuh kembang penderita.

III. Gangguan jantung, hepar dan endokrin


Anemia kronis dan kelebihan zat besi dapat menimbulkan gangguan fungsi jantung (gagal
jantung), hepar (gagal hepar), gangguan endokrin (diabetes melitus, hipoparatiroid) dan
fraktur patologis.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Asal keturunan/kewarganegaraanThalasemia banyak dijumpai pada bangsa
disekitar laut tengah (mediterania). Seperti turki, yunani, Cyprus, dll. Di Indonesia
sendiri, thalassemia cukup banyak dijumpai pada anak, bahkan merupakan penyakit
darah yang paling banyak diderita.
2. UmurPada thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala tersebut telah
terlihat sejak anak berumur kurang dari 1 tahun. Sedangkan pada thalasemia minor
yang gejalanya lebih ringan, biasanya anak baru datang berobat pada umur sekitar 4 –
6 tahun.
3. Riwayat kesehatan anakAnak cenderung mudah terkena infeksi saluran napas
bagian atas infeksi lainnya. Hal ini mudah dimengerti karena rendahnya Hb yang
berfungsi sebagai alat transport.
4. Pertumbuhan dan perkembanganSering didapatkan data mengenai adanya
kecenderungan gangguan terhadap tumbuh kembang sejak anak masih bayi, karena
adanya pengaruh hipoksia jaringan yang bersifat kronik. Hal ini terjadi terutama untuk
thalassemia mayor. Pertumbuhan fisik anak adalah kecil untuk umurnya dan ada
keterlambatan dalam kematangan seksual, seperti tidak ada pertumbuhan rambut
pubis dan ketiak. Kecerdasan anak juga dapat mengalami penurunan. Namun pada
jenis thalasemia minor sering terlihat pertumbuhan dan perkembangan anak normal.
5. Pola makanKarena adanya anoreksia, anak sering mengalami susah makan,
sehingga berat badan anak sangat rendah dan tidak sesuai dengan usianya.
6. Pola aktivitasAnak terlihat lemah dan tidak selincah anak usianya. Anak banyak
tidur / istirahat, karena bila beraktivitas seperti anak normal mudah merasa lelah.

B. Diagnosa keperawatan

1. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan berkurangnya suplai O2/ Na kejaringan


yang ditandai dengan klien mengeluh lemas dan mudah lelahketika beraktifitas.
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi
danneurologis(anemia) yang ditandai dengan kulit bersisik kehitaman padabeberapa
tempat.
3. Resiko pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hemokromatesis.
4.Resiko gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan hipoksiajaringan.
5.Resiko terhadap infeksi berhubungna dengan menurunnya imunitas.

C. Intervensi
1. hemodinamik Intoleransi aktivitas berhubungan dengan berkurangnya suplai O2/
Na kejaringan
Tujuan NOC : mentoleransi aktifitas yang biasa dilakukan dan ditunjukkan
dengan daya tahan.
Intervensi NIC :
a) Pantau respon kardiorespiratori pasien (misalnya, takikardia, dipsnea, diaforesis,
pucat, tekanan dan frekuensi respirasi)
b) Batasirangsangan lingkungan (seperti cahaya dan kebisingan)untuk memfasilitasi
relaksasi.
c) Ajarkan kepada pasien dan keluarga tentang teknik perawatan diri yang akan
meminimalkan konsumsi oksigen.
d) Kolaborasikan dengan ahli terapi okupasi.

2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi danneurologis


(anemia) yang ditandai dengan kulit bersisik kehitaman padabeberapa tempat.
Tujuan NOC : menunjukkan integritas jaringan yang baik.
Intervensi NIC :
a) Inspeksi adanya kemerahan, pembengkakan, tanda-tanda dehisensi, atau
eviserasi pada daerah insisi.
b) Lakukan pemijatan disekitar luka untuk merangang sirkulasi.
c) Ajarkan keluarga tentang tanda kerusakan kulit
d) Gunakan TENS (transcutaneous electrical nerve stimulation)untuk peningkatan
penyembuhan luka

3. Resiko pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hemokromatesis.


Tujuan NOC : menunjukkan pola pernapasan efektif
Intervensi NIC :
a) Pantau kecepatan, irama, kedalaman dan usaha respirasi.
b) Posisikan pasien untuk mengoptimalkan pernapasan.
c) Informasikan kepada keluarga bahwa tidak boleh merokok diruangan
d) Rujuk kepada ahli terapi pernapasan untuk memastikan keadekuatan fungsi
ventilator mekanis
4. Resiko gangguan tumbuh kembang berhubungan denganhipoksiajaringan.
Tujuan NOC : mengoptimalkan tumbuh kembang pada anak
Intervensi NIC :
a) Beri diet tinggi nutrisiyang seimbang
b) Pantau tingga dan beratbadan gambarkan padagrafik pertumbuhan
c) Dorong aktivitas yangsesuai dengan usia klien
d) Konsultasikan dengan ahli gizi.

5. resiko terhadap infeksi berhubungna dengan menurunnya imunitas.


Tujuan NOC : faktor resiko infeksi akan hilang dengan dibuktikan oleh
keadekuatan status imun pasien
Intervensi NIC :
a) Pantau tanda/gejala infeksi
b) Lakukan pemberian transfusi darah.
c) Ajarka kepada keluargatanda/gejala infeksi dan kapan harus melaporkan
kepusat kesehatan
d) Konsultasikan kepada dokter tentang pemberian transfusi darah

D. Evaluasi
1. Integritas jaringan baik
2. Pola pernapasan efektif
3. Tumbuh kembang pada anak optimal
4. Keadekuatan status imun pasien
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan

Talasemia merupakan penyakit anemia hemalitik dimana terjadi kerusakan sel darah
merah di dalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek (kurang dari 100
hari).
Penyakit thalassemia disebabkan oleh adanya kelainan/perubahan/ mutasi pada gen
globin alpha atau gen globin beta sehingga produksi rantai globin tersebut berkurang atau
tidak ada. Didalam sumsum tulang mutasi thalasemia menghambat pematangan sel darah
merah sehingga eritropoiesis dan mengakibatkan anemia berat. Akibatnya produksi Hb
berkurang dan sel darah merah mudah sekali rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah
normal (120 hari).
Komplikasi dari penyakit thalasemia dapat menyebabkan Komplikasi Jantung,
Komplikasi pada Tulang, Pembesaran Limpa (Splenomegali), Komplikasi pada Hati dan
Komplikasi pada Kelenjar Hormon.
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan edisi 3. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Hoffbrand. A.V & Petit,J.E. (2006). Kapita Selekta Hematologi  . Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Kliegman Behrman. (20012). Ilmu Keperawatan Anak edisi 15,  Alih Bahasa Indonesia,
A.Samik Wahab. Jakarta : penerbit Buku Kedokteran EGC
Mansjoer, Arif, Dkk. (2000). Kapita Selekta kedokteran Edisi 3 Jilid 2. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC
Maureen Okam, M.D (Harvard Media School). (1999). Thalassemia Information. Jakarta
:Penerbit Buku Kedokteran EGC
Muscari,Mary E.(2005). Panduan Belajar Keperawatan Pediatrik. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Ngastiyah .(1997). Perawatan Anak Sakit Edisi 1 . Jakarta :  Penerbit Buku Kedokteran EGC
Nurarif,Amin Huda Dan Hardhi Kusuma. (2013) . Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & Nanda Nic Noc Jilid 2. Yogyakarta : MediaCtion Publishing
Schwartz,M.William. (2005). Pedoman Klinis Pediatri,Alih Bahasa Brahm U Pandit.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
Soeparman,Sarwono w. (1996). Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia
Suriadi S.kep dan Yuliana Rita S.kep. (2001) Asuhan Keperawatan Anak, Edisi 1. Jakarta :
PT. Fajar Interpratama

Anda mungkin juga menyukai