THALASEMIA
KELOMPOK
SELVIA (012019021)
JENY (012019023)
PALOPO
2020
PRAKATA
Alhamdulillahirabbil’aalamin, segala puji dan syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena rahmat dan karunia-Nya tugas makalah yang dibuat oleh penulis telah terselesaikan
dengan tepat waktu, dengan judul “thalasemia”.
Penulis juga berterima kasih kepada segala pihak yang telah membantu untukmenyelesaikan
tugas makalah ini dengan baik. Kepada ibu dosen pembimbing Ns. Bestfy Anitasari, M.Kep.,
Sp. Mat, kepada orang tua yang selalu mendukung, dan rekan-rekan yang ikut serta dalam
penyelesaian makalah ini. Adapun disusunnya makalah ini adalah untuk memenuhi nilai
tugas mata pelajaran Keperawatan Anak II.
Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini jauh dari kesempurnaan, masih banyak
hal-hal yang mungkin belum tercakup didalamnya. Maka dari itu, penulis meminta agar para
pembaca yang kelak akan membaca makalah ini memberikan saran dan kritikan yang
membangun untuk makalah ini. Semoga makalah ini dapat menambah wawasan yang luas
bagi para pembaca.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Thalasemia berasal dari kata Yunani, yaitu talassa yang berarti laut. Yang
dimaksud dengan laut tersebut ialah Laut Tengah, oleh karena penyakit ini pertama kali
dikenal di daerah sekitar Laut Tengah. Penyakit ini pertama sekali ditemukan oleh
seorang dokter di Detroit USA yang bernama Thomas . Thalasemia adalah penyakit
anemia hemolitik dimana terjadi kerusakan sel darah merah didalam pembuluh darah
sehingga umur eritrosit menjadi pendek (kurang dari 100 hari). ( Williams, 2005)
Gen thalasemia sangat luas tersebar, dan kelainan ini diyakini merupakan penyakit
genetik manusia yang paling prevalen. Distribusi utama meliputi daerah- daerah
perbatasan Laut Mediterania, sebagian besar Afrika, timur tengah, sub benua India, dan
Asia Tenggara. Dari 3 % sampai 8 % orang Amerika keturunan Italia atau Yunani dan
0,5% dari kulit hitam Amerika membawa gen untuk thalasemia β. Dibeberapa daerah
Asia Tenggara sebanyak 40% dari populasi mempunyai satu atau lebih gen thalasemia.
(Kliegam,2012).
Thalasemia adalah penyakit kelainan darah yang diwariskan oleh orangtua kepada
anak. Thalasemia mempengaruhi kemampuan dalam menghasilkan hemoglobin yang
berakibat pada penyakit anemia. Hemoglobin adalah suatu protein dalam sel darah merah
yang mengangkut oksigen dan nutrisi lainnya ke sel-sel lainnya dalam tubuh. Sekitar
100.000 bayi di seluruh dunia terlahir dengan jenis thalasemia berbahaya setiap tahunnya.
(Kliegam,2012)
Ada dua jenis thalassemia yaitu alpha dan beta. Kedua jenis thalassemia ini
diwariskan dengan cara yang sama. Penyakit ini diturunkan oleh orangtua yang memiliki
mutated gen atau gen mutasi thalasemia. Seorang anak yang mewarisi satu gen mutasi
disebut pembawa atau carrier, atau yang disebut juga dengan thalassemia trait (sifat
thalassemia). Kebanyakan pembawa ini hidup normal dan sehat. Anak yang mewarisi dua
sifat gen, di mana satu dariibu dan satu dari ayah, akan mempunyai penyakit thalassemia.
Jika baik ibu maupun ayah adalah pembawa, kemungkinan anak mewarisi dua sifat gen.
(Williams,2005)
dengan kata lain mempunyai penyakit thalasemia, adalah sebesar 25 persen. Anak
dari pasangan pembawa juga mempunyai 50 persen kemungkinan lahir sebagai pembawa.
Jenis paling berbahaya dari alpha thalassemia yang terutama menimpa keturunan Asia
Tenggara, Cina dan Filipina menyebabkan kematian pada jabang bayi atau bayi baru
lahir. Sementara itu, anak yang mewarisi dua gen mutasi beta thalassemia akan menderita
penyakit beta thalassemia. (Williams,2005)
Anak ini memiliki penyakit thalasemia ringan yang disebut dengan thalassemia
intermedia yang menyebabkan anemia ringan sehingga si anak tidak memerlukan
transfusi darah. Jenis thalassemia yang lebih berat adalah thalassemia major atau disebut
juga dengan Cooley's Anemia. Penderita penyakit ini memerlukan transfusi darah dan
perawatan yang intensif. Anak-anak yang menderita thalassemia major mulai
menunjukkan gejala-gejala penyakit ini pada usia dua tahun pertama. Anak-anak ini
terlihat pucat, lesu dan mempunyai nafsu makan rendah, sehingga menyebabkan
pertumbuhannya terlambat.
Oleh karena itu kami merasa perlu untuk lebih meningkatkan asuhan keperawatan
pada anak thalasemia,karena anak yang terkena thalasemia bukan hanya mengalami
gangguan hematologi tetapi juga gangguan imunitas, sehingga perlu mendapatkan
perhatian khusus agar anak tidak mengalami gangguan tumbuh kembang.
B. Rumusan masalah
1. Apa definisi thalasemia ?
2. Apa etiologi thalasemia ?
3. Bagaimana patofisiologi thalasemia?
4. Bagaimana manifestasi klinis thalasemia ?
5. Apa saja Klasifikasi thalasemia ?
6. Apa saja komplikasi pada thalasemia ?
7. Apa saja pemeriksaan penunjang pada thalasemia ?
8. Bagaimana penatalaksanaan thalasemia ?
9. Bagaimana Asuhan Keperawatan pasien thalasemia ?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mampu menjelaskan dan melaksanakan asuhan keperawatan anak pada anak yang
menderita thalasemia
2. Tujuan Khusus
a. Mampu menjelaskan konsep klinis thalasemia
b. Mampu melakukan pengkajian pada anak yang menderita thalasemia
c. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada anak yang menderita thalasemia
d. Mampu membuat intervensi pada anak yang menderita thalasemia
e. Mampu melakukan tindakan keperawatan pada pasien thalasemia
f. Mampu melakukan evaluasi tindakan keperawatan pada pasien thalasemia
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Thalasemia
Talasemia merupakan penyakit anemia hemalitik dimana terjadi kerusakan sel darah
merah di dalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek (kurang dari 100
hari). (Ngastiyah, 1997 )
Talasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan secara resesif.
(Mansjoer, 2000 )
Thalasemia merupakan kelompok kelainan genetik heterogen yang timbul akibat
berkurangnya kecepatan sintesis rantai alpha atau beta (Hoffbrand dkk, 2006).
Talasemia adalah suatu golongan darah yang diturunkan ditandai oleh defisiensi produksi
rantai globin pada hemoglobin. (Suriadi, 2001 )
Talasemia merupakan kelompok gangguan darah yang diwariskan, dkdikarakteristikan
dengan defisiensi sintetis rantai globulin spesifik molekul hemoglobin(Muscari, 2005)
Talasemia merupakan sindrom kelainan yang diwariskan (inherited) dan masuk kedalam
kelompok hemoglobinopati, yakni kelainan yang disebabkanoleh gangguan system
hemoglobin akibat mutasi didalam atau dekat gen globin (Nurarif, 2013 )
Thalasemia adalah suatu gangguan darah yang diturunkan di tandai oleh defisiensi produk
rantai globin pada hemoglobin (Suriadi danYuliani, 2010).
Thalasemia(anemia Cooley atau Mediterania) merupakan anemia yang relatif umum terjadi,
dimana jumlah globin yang diproduksi tidak cukup untuk mengatasi sel-sel darah merah.
(Kliegman,2012).
B. Etiologi
Semua jenis talasemia memiliki gejala yang mirip tetapi beratnya bervariasi. Sebagaian besar
mengalami gangguan anemia ringan.
1. Thalasemia minor (thalasemia heterogen) umumnya hanya memiliki gejala berupa anemia
ringan sampai sedang dan mungkin bersifat asimtomatik dan sering tidak terdeteksi.
2. Thalasemia mayor, umumnya menampakkan manifestasi klinis pada usia 6 bulan, setelah
efek Hb 7 menghilang.
a. Tanda awal adalah awitan mendadak, anemia, demam yang tidak dapat dijelaskan, cara
makan yang buruk, penurunan BB dan pembesaran limpa.
b. Tanda lanjut adalah hipoksia kronis; kerusakan hati, limpa, jantung, pankreas, kelenjar
limphe akibat hemokromotosis, ikterus ringan atau warna kulit mengkilap, kranial tebal
dengan pipi menonjol dan hidung datar; retardasi pertumbuhan; dan keterlambatan
perkembangan seksual.
3. Komplikasi jangka panjang sebagai akibat dari hemokromatosis dengan kerusakan sel
resultan yang mengakibatkan :
a. Splenomegali
b. Komplikasi skeletal, seperti menebalan tulang kranial, pembesaran kepala, tulang wajah
menonjol, maloklusi gigi, dan rentan terhadap fraktur spontan.
c. Komplikasi jantung, seperti aritmia, perikarditis, CHF dan fibrosis serat otot jantung.
d. Penyakit kandung empedu, termasuk batu empedu.
e. Pembesaran hepar dan berlanjut menjadi sirosis hepatis.
f. Perubahan kulit, seperti ikrerus dan pragmentasi coklat akibat defisit zat besi.
g. Retardasi pertumbuhan dan komplikasi endokrin.
4. Gejala lain pada penderita Thalasemia adalah jantung mudah berdebar-debar. Hal ini karena
oksigen yang dibawah tersebut kurang, maka jantung juga akan beusaha bekerja lebih keras
sehingga jantung penderita akan mudah berdebar-debar, lama-kelamaan jantung akan bekerja
lebih keras sehingga lebih cepat lelah. Sehingga terjadi lemah jantung, limfa penderita bisa
menjadi besar karena penghancuran darah terjadi di sana, selain itu sumsum tulang juga
bekerja lebih keras karena berusaha mengkompensasi kekurangan Hb, sehingga tulang
menjadi tipis dan rapuh sehingga mudah rapuh. Jika ini terjadi pada muka (tulang hidung
maka wajah akan berubah bentuk, batang hidung akan hilang/ melesak ke dalam (fasise
cookey) ini merupakan salah satu tanda khas penderita thalasemia.(hoffbrand dkk,2006)
Secara klinis Thalasemia dapat dibagi dalam beberapa tingkatan sesuai beratnya gejala
klinis(Doenges,2000) :
1. mayor, intermedia dan minor atau troit (pembawa sifat). Batas diantara tingkatan tersebut
sering tidak jelas. Anemia berat menjadi nyata pada umur 3 – 6 bulan setelah lahir dan tidak
dapat hidup tanpa ditransfusi.
2. Pembesaran hati dan limpa terjadi karena penghancuran sel darah merah berlebihan,
haemopoesis ekstra modular dan kelebihan beban besi. Limpa yang membesar meningkatkan
kebutuhan darah dengan menambah penghancuran sel darah merah dan pemusatan (pooling)
dan dengan menyebabkan pertambahan volume plasma.
3. Perubahan pada tulang karena hiperaktivitas sumsum merah berupa deformitas dan fraktur
spontan, terutama kasus yang tidak atau kurang mendapat transfusi darah. Deformitas tulang,
disamping mengakibatkan muka mongoloid, dapat menyebabkan pertumbuhan berlebihan
tulang prontal dan zigomatin serta maksila. Pertumbuhan gigi biasanya buruk.
4. Gejala lain yang tampak ialah anak lemah, pucat, perkembangan fisik tidak sesuai umur,
berat badan kurang, perut membuncit. Jika pasien tidak sering mendapat transfusi darah kulit
menjadi kelabu serupa dengan besi akibat penimbunan besi dalam jaringan kulit.
5. Keadaan klinisnya lebih baik dan gejala lebih ringan dari pada Thalasemia mayor, anemia
sedang (hemoglobin 7 – 10,0 g/dl)
Gejala deformitas tulang, hepatomegali dan splenomegali, eritropoesis ekstra medular dan
gambaran kelebihan beban besi nampak pada masa dewasa.
6. Umumnya tidak dijumpai gejala klinis yang khas, ditandai oleh anemia mikrositin, bentuk
heterozigot tetapi tanpa anemia atau anemia ringan.
· Thalasemia mayor (Thalasemia homozigot)
· Thalasemia intermedia
· Thalasemia minor atau troit ( pembawa sifat)
7. Pada hapusan darah tepi di dapatkan gambaran hipokrom mikrositik, anisositosis,
polklilositosis dan adanya sel target (fragmentasi dan banyak sel normoblas).
8. Kadar besi dalam serum (SI) meninggi dan daya ikat serum terhadap besi (IBC) menjadi
rendah dan dapat mencapai nol
Elektroforesis hemoglobin memperlihatkan tingginya HbF lebih dari 30%, kadang ditemukan
juga hemoglobin patologik. Di Indonesia kira-kira 45% pasien Thalasemia juga mempunyai
HbE maupun HbS.
9. Kadar bilirubin dalam serum meningkat, SGOT dan SGPT dapat meningkat karena
kerusakan parankim hati oleh hemosiderosis.
10. Penyelidikan sintesis alfa/beta terhadap refikulosit sirkulasi memperlihatkan peningkatan
nyata ratio alfa/beta yakni berkurangnya atau tidak adanya sintetis rantai beta.
E. Klasifikasi Thalasemia
F. Komplikasi
Berikut ini adalah beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada penderita thalassemia.
1. Komplikasi Jantung
Kerusakan jantung akibat terlalu banyak zat besi dapat menyebabkan penurunan kekuatan
pompa jantung, gagal jantung, aritmia atau detak jantung yang tidak beraturan, dan
terkumpulnya cairan di jaringan jantung.
Ada beberapa pemeriksaan rutin yang harus dilakukan penderita thalasemia beta mayor, yaitu
pemeriksaan tiap enam bulan sekali untuk memeriksa fungsi jantung, dan setahun sekali
pemeriksaan menyeluruh untuk memeriksa konduksi aliran listrik jantung
menggunakan electrocardiogram oleh dokter spesialis jantung.
Perawatan untuk meningkatkan fungsi jantung dapat dilakukan dengan terapi khelasi yang
lebih menyeluruh dan mengonsumsi obat penghambat enzim konversi angiotensin.
2. Komplikasi pada Tulang
Sumsum tulang akan berkembang dan memengaruhi tulang akibat tubuh kekuerangan sel
darah merah yang sehat. Komplikasi tulang yang dapat terjadi adalah sebagai berikut:
· Nyeri persendian dan tulang
· Osteoporosis
· Kelainan bentuk tulang
· Risiko patah tulang meningkat jika kepadatan tulang menjadi rendah.
G. Pemeriksaan Penunjang
H. Penatalaksanaan
terdapat cara penanganan yang secara umum untuk menangani penyakit Talasemia,
diantaranya :
I. Medikamentosa
Pemberian iron chelating agent (desferoxamine): diberikan setelah kadar feritin serum sudah
mencapai 1000 mg/l atau saturasi transferin lebih 50%, atau sekitar 10-20 kali transfusi
darah. Desferoxamine, dosis 25-50 mg/kg berat badan/hari subkutan melalui pompa infus
dalam waktu 8-12 jam dengan minimal selama 5 hari berturut setiap selesai transfusi
darah.Vitamin C 100-250 mg/hari selama pemberian kelasi besi, untuk meningkatkan efek
kelasi besi. Asam folat 2-5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat.Vitamin E
200-400 IU setiap hari sebagai antioksidan dapat memperpanjang umur sel darah merah.
II. Bedah
Splenektomi, dengan indikasi:
Limpa yang terlalu besar, sehingga membatasi gerak penderita, menimbulkan peningkatan
tekanan intraabdominal dan bahaya terjadinya ruptur Hipersplenisme ditandai dengan
peningkatan kebutuhan transfusi darah atau kebutuhan suspensi eritrosit (PRC) melebihi 250
ml/kg berat badan dalam satu tahun.
III. Suportif
Transfusi darah : Hb penderita dipertahankan antara 8 g/dl sampai 9,5 g/dl. Dengan
kedaan ini akan memberikan supresi sumsum tulang yang adekuat, menurunkan tingkat
akumulasi besi, dan dapat mempertahankan pertumbuhan dan perkembangan penderita.
Pemberian darah dalam bentuk PRC (packed red cell), 10 ml/kg BB untuk setiap kenaikan
Hb 1 g/dl. Ada beberapa cara transfusi :
A. Low Transfusion : transfusi bila Hb < 6 g/dl.
B. High Transfusion : Hb dipertahankan pada 10 g/dl.
C. Super Transfusion : Hb dipertahankan pada 12 g/dl.
IV. Pencegahan
a. Menjalani penyaringan bagi mereka yang mempunyai sejarah keluarga menghidap
Talasemia.
b. Nasihat perkawinan dan diagnosis pra kelahiran sangat penting untuk mencegah lahirnya
talasemia mayor. Sedapt mungkin hindari perkawinan antara dua insan heterozigot, agar tidak
terjadi bayi homozigot.
V. Pemantauan
I. Terapi
Pemeriksaan kadar feritin setiap 1-3 bulan, karena kecenderungan kelebihan besi
sebagai akibat absorbsi besi meningkat dan transfusi darah berulang.
Efek samping kelasi besi yang dipantau: demam, sakit perut, sakit kepala, gatal,
sukar bernapas. Bila hal ini terjadi kelasi besi dihentikan.
II.Tumbuh Kembang
Anemia kronis memberikan dampak pada proses tumbuh kembang, karenanya diperlukan
perhatian dan pemantauan tumbuh kembang penderita.
B. Diagnosa keperawatan
C. Intervensi
1. hemodinamik Intoleransi aktivitas berhubungan dengan berkurangnya suplai O2/
Na kejaringan
Tujuan NOC : mentoleransi aktifitas yang biasa dilakukan dan ditunjukkan
dengan daya tahan.
Intervensi NIC :
a) Pantau respon kardiorespiratori pasien (misalnya, takikardia, dipsnea, diaforesis,
pucat, tekanan dan frekuensi respirasi)
b) Batasirangsangan lingkungan (seperti cahaya dan kebisingan)untuk memfasilitasi
relaksasi.
c) Ajarkan kepada pasien dan keluarga tentang teknik perawatan diri yang akan
meminimalkan konsumsi oksigen.
d) Kolaborasikan dengan ahli terapi okupasi.
D. Evaluasi
1. Integritas jaringan baik
2. Pola pernapasan efektif
3. Tumbuh kembang pada anak optimal
4. Keadekuatan status imun pasien
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Talasemia merupakan penyakit anemia hemalitik dimana terjadi kerusakan sel darah
merah di dalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek (kurang dari 100
hari).
Penyakit thalassemia disebabkan oleh adanya kelainan/perubahan/ mutasi pada gen
globin alpha atau gen globin beta sehingga produksi rantai globin tersebut berkurang atau
tidak ada. Didalam sumsum tulang mutasi thalasemia menghambat pematangan sel darah
merah sehingga eritropoiesis dan mengakibatkan anemia berat. Akibatnya produksi Hb
berkurang dan sel darah merah mudah sekali rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah
normal (120 hari).
Komplikasi dari penyakit thalasemia dapat menyebabkan Komplikasi Jantung,
Komplikasi pada Tulang, Pembesaran Limpa (Splenomegali), Komplikasi pada Hati dan
Komplikasi pada Kelenjar Hormon.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilynn E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan edisi 3. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Hoffbrand. A.V & Petit,J.E. (2006). Kapita Selekta Hematologi . Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Kliegman Behrman. (20012). Ilmu Keperawatan Anak edisi 15, Alih Bahasa Indonesia,
A.Samik Wahab. Jakarta : penerbit Buku Kedokteran EGC
Mansjoer, Arif, Dkk. (2000). Kapita Selekta kedokteran Edisi 3 Jilid 2. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC
Maureen Okam, M.D (Harvard Media School). (1999). Thalassemia Information. Jakarta
:Penerbit Buku Kedokteran EGC
Muscari,Mary E.(2005). Panduan Belajar Keperawatan Pediatrik. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Ngastiyah .(1997). Perawatan Anak Sakit Edisi 1 . Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
Nurarif,Amin Huda Dan Hardhi Kusuma. (2013) . Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & Nanda Nic Noc Jilid 2. Yogyakarta : MediaCtion Publishing
Schwartz,M.William. (2005). Pedoman Klinis Pediatri,Alih Bahasa Brahm U Pandit.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
Soeparman,Sarwono w. (1996). Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia
Suriadi S.kep dan Yuliana Rita S.kep. (2001) Asuhan Keperawatan Anak, Edisi 1. Jakarta :
PT. Fajar Interpratama