Anda di halaman 1dari 35

MAKALAH TENTANG PENYAKIT THALASEMIA

DISUSUN OLEH:

HUPAZMI FAJRI

PUSKESMAS KELAPA

2021

1
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan rahmat serta petunjuk-
Nya sehingga tersusunlah makalah ini untuk memenuhi angka kredit dupak.

Dengan segala kerendahan hati saya menyadari dan mengakui, bahwa isi dalam
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, karena masih dalam proses pembelajaran.

Tidaklah akan terwujud dalam penyusunan makalah ini tanpa bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak yang membantu kami. Oleh karena itu, pada kesempatan
ini kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak sehingga saya dapat
menyelesaikan makalah ini.

Akhirnya, harapan saya semoga Allah SWT. membalas kebaikan-kebaikan semua


pihak yang telah memberikan bimbingan serta bantuan dalam pembuatan makalah ini.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi semua pembaca.

Kelapa, Desember 2021

Penulis,

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Thalasemia berasal dari kata Yunani, yaitu talassa yang berarti laut. Yang
dimaksud dengan laut tersebut ialah Laut Tengah, oleh karena penyakit ini
pertama kali dikenal di daerah sekitar Laut Tengah. Penyakit ini pertama sekali
ditemukan oleh seorang dokter di Detroit USA yang bernama Thomas .
Thalasemia adalah penyakit anemia hemolitik dimana terjadi kerusakan sel
darah merah didalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek
(kurang dari 100 hari). ( Williams, 2005)
Gen thalasemia sangat luas tersebar, dan kelainan ini diyakini merupakan
penyakit genetik manusia yang paling prevalen. Distribusi utama meliputi
daerah- daerah perbatasan Laut Mediterania, sebagian besar Afrika, timur
tengah, sub benua India, dan Asia Tenggara. Dari 3 % sampai 8 % orang
Amerika keturunan Italia atau Yunani dan 0,5% dari kulit hitam Amerika
membawa gen untuk thalasemia β. Dibeberapa daerah Asia Tenggara
sebanyak 40% dari populasi mempunyai satu atau lebih gen thalasemia.
(Kliegam,2012).
Thalasemia adalah penyakit kelainan darah yang diwariskan oleh orangtua
kepada anak. Thalasemia mempengaruhi kemampuan dalam menghasilkan
hemoglobin yang berakibat pada penyakit anemia. Hemoglobin adalah suatu
protein dalam sel darah merah yang mengangkut oksigen dan nutrisi lainnya
ke sel-sel lainnya dalam tubuh. Sekitar 100.000 bayi di seluruh dunia terlahir
dengan jenis thalasemia berbahaya setiap tahunnya.(Kliegam,2012)
Ada dua jenis thalassemia yaitu alpha dan beta. Kedua jenis thalassemia
ini diwariskan dengan cara yang sama. Penyakit ini diturunkan oleh orangtua
yang memiliki mutated gen atau gen mutasi thalasemia. Seorang anak yang
mewarisi satu gen mutasi disebut pembawa atau carrier, atau yang disebut
juga dengan thalassemia trait (sifat thalassemia). Kebanyakan pembawa ini
hidup normal dan sehat. Anak yang mewarisi dua sifat gen, di mana satu
dariibu dan satu dari ayah, akan mempunyai penyakit thalassemia. Jika baik

3
ibu maupun ayah adalah pembawa, kemungkinan anak mewarisi dua sifat
gen.(Williams,2005)
dengan kata lain mempunyai penyakit thalasemia, adalah sebesar 25
persen. Anak dari pasangan pembawa juga mempunyai 50 persen
kemungkinan lahir sebagai pembawa. Jenis paling berbahaya dari alpha
thalassemia yang terutama menimpa keturunan Asia Tenggara, Cina dan
Filipina menyebabkan kematian pada jabang bayi atau bayi baru lahir.
Sementara itu, anak yang mewarisi dua gen mutasi beta thalassemia akan
menderita penyakit beta thalassemia. (Williams,2005)
Anak ini memiliki penyakit thalasemia ringan yang disebut dengan
thalassemia intermedia yang menyebabkan anemia ringan sehingga si anak
tidak memerlukan transfusi darah. Jenis thalassemia yang lebih berat adalah
thalassemia major atau disebut juga dengan Cooley's Anemia. Penderita
penyakit ini memerlukan transfusi darah dan perawatan yang intensif. Anak-
anak yang menderita thalassemia major mulai menunjukkan gejala-gejala
penyakit ini pada usia dua tahun pertama. Anak-anak ini terlihat pucat, lesu
dan mempunyai nafsu makan rendah, sehingga menyebabkan
pertumbuhannya terlambat.
Oleh karena itu kami merasa perlu untuk lebih meningkatkan asuhan
keperawatan pada anak thalasemia,karena anak yang terkena thalasemia
bukan hanya mengalami gangguan hematologi tetapi juga gangguan imunitas,
sehingga perlu mendapatkan perhatian khusus agar anak tidak mengalami
gangguan tumbuh kembang.

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi thalasemia ?
2. Apa etiologi thalasemia ?
3. Bagaimana patofisiologi thalasemia?
4. Bagaimana manifestasi klinis thalasemia ?
5. Apa saja Klasifikasi thalasemia ?
6. Apa saja komplikasi pada thalasemia ?
7. Apa saja pemeriksaan penunjang pada thalasemia ?

4
8. Bagaimana penatalaksanaan thalasemia ?
9. Bagaimana Asuhan Keperawatan pasien thalasemia ?
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mampu menjelaskan dan melaksanakan asuhan keperawatan anak pada
anak yang menderita thalasemia
2. Tujuan Khusus
a. Mampu menjelaskan konsep klinis thalasemia
b. Mampu melakukan pengkajian pada anak yang menderita thalasemia
c. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada anak yang menderita
thalasemia
d. Mampu membuat intervensi pada anak yang menderita thalasemia
e. Mampu melakukan tindakan keperawatan pada pasien thalasemia
f. Mampu melakukan evaluasi tindakan keperawatan pada pasien
thalasemia

D. Manfaat Penulisan
1. Mahasiswa dapat mengetahui gambaran teoritis tentang thalasemia
2. Mahasiswa dapat mengetahui gambaran teoritis asuhan
keperawatan thalasemia

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Thalasemia
Talasemia merupakan penyakit anemia hemalitik dimana terjadi kerusakan
sel darah merah di dalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi
pendek (kurang dari 100 hari). (Ngastiyah, 1997 )
Talasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang
diturunkan secara resesif. (Mansjoer, 2000 )
Thalasemia merupakan kelompok kelainan genetik heterogen yang timbul
akibat berkurangnya kecepatan sintesis rantai alpha atau beta (Hoffbrand dkk,
2006).
Talasemia adalah suatu golongan darah yang diturunkan ditandai oleh
defisiensi produksi rantai globin pada hemoglobin. (Suriadi, 2001 )
Talasemia merupakan kelompok gangguan darah yang diwariskan,
dkdikarakteristikan dengan defisiensi sintetis rantai globulin spesifik molekul
hemoglobin(Muscari, 2005)
Talasemia merupakan sindrom kelainan yang diwariskan (inherited) dan
masuk kedalam kelompok hemoglobinopati, yakni kelainan yang
disebabkanoleh gangguan system hemoglobin akibat mutasi didalam atau
dekat gen globin (Nurarif, 2013 )
Thalasemia adalah suatu gangguan darah yang diturunkan di tandai oleh
defisiensi produk rantai globin pada hemoglobin (Suriadi danYuliani, 2010).
Thalasemia(anemia Cooley atau Mediterania) merupakan anemia yang relatif
umum terjadi, dimana jumlah globin yang diproduksi tidak cukup untuk
mengatasi sel-sel darah merah. (Kliegman,2012).

B. Etiologi
Penyakit thalassemia adalah penyakit keturunan yang tidak dapat
ditularkan.banyak diturunkan oleh pasangan suami isteri yang mengidap
thalassemia dalam sel – selnya/ Faktor genetik (Suriadi, 2001). Thalassemia

6
bukan penyakit menular melainkan penyakit yang diturunkan secara genetik
dan resesif. Penyakit ini diturunkan melalui gen yang disebut sebagai gen
globin beta yang terletak pada kromosom 11. Pada manusia kromosom selalu
ditemukan berpasangan. Gen globin beta ini yang mengatur pembentukan
salah satu komponen pembentuk hemoglobin. Bila hanya sebelah gen globin
beta yang mengalami kelainan disebut pembawa sifat thalassemia-beta.
Seorang pembawa sifat thalassemia tampak normal/sehat, sebab masih
mempunyai 1 belah gen dalam keadaan normal (dapat berfungsi dengan
baik). Seorang pembawa sifat thalassemia jarang memerlukan pengobatan.
Bila kelainan gen globin terjadi pada kedua kromosom, dinamakan penderita
thalassemia (Homozigot/Mayor). Kedua belah gen yang sakit tersebut berasal
dari kedua orang tua yang masing-masing membawa sifat thalassemia. Pada
proses pembuahan, anak hanya mendapat sebelah gen globin beta dari ibunya
dan sebelah lagi dari ayahnya.
Bila kedua orang tuanya masing-masing pembawa sifat thalassemia maka
pada setiap pembuahan akan terdapat beberapa kemungkinan. Kemungkinan
pertama si anak mendapatkan gen globin beta yang berubah (gen thalassemia)
dari bapak dan ibunya maka anak akan menderita thalassemia. Sedangkan
bila anak hanya mendapat sebelah gen thalassemia dari ibu atau ayah maka
anak hanya membawa penyakit ini. Kemungkinan lain adalah anak
mendapatkan gen globin beta normal dari kedua orang tuanya.
Sedangkan menurut (Suriadi, 2001) Penyakit thalassemia adalah penyakit
keturunan yang tidak dapat ditularkan.banyak diturunkan oleh pasangan
suami isteri yang mengidap thalassemia dalam sel – selnya/ Faktor
genetik.Jika kedua orang tua tidak menderita Thalassaemia
trait/pembawasifat Thalassaemia, maka tidak mungkin mereka menurunkan
Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia atau Thalassaemia mayor
kepada anak-anak mereka. Semua anak-anak mereka akan mempunyai darah
yang normal.
Apabila salah seorang dari orang tua menderita Thalassaemia
trait/pembawa sifat Thalassaemia sedangkan yang lainnya tidak, maka satu
dibanding dua (50%) kemungkinannya bahwa setiap anak-anak mereka akan

7
menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia, tidak seorang
diantara anak-anak mereka akan menderita Thalassaemia mayor. Orang
dengan Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia adalah sehat, mereka
dapat menurunkan sifat-sifat bawaan tersebut kepada anak-anaknya tanpa ada
yang mengetahui bahwa sifat-sifat tersebut ada di kalangan keluarga mereka.
Apabila kedua orang tua menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat
Thalassaemia, maka anak-anak mereka mungkin akan menderita
Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia atau mungkin juga memiliki
darah yang normal, atau mereka mungkin juga menderita Thalassaemia
mayor.(hoffbrand dkk,2006)

Menurut Williams (2005) penyebab thalasemia adalah


1. Gangguan resesif autosomal yang diturunkan
2. Gangguan herediter yang disebabkan kelainan sistem rantai beta dan
rantai alfa globin

C. Patofisiologi
Penyakit thalassemia disebabkan oleh adanya kelainan/perubahan/mutasi
pada gen globin alpha atau gen globin beta sehingga produksi rantai globin
tersebut berkurang atau tidak ada. Didalam sumsum tulang mutasi thalasemia
menghambat pematangan sel darah merah sehingga eritropoiesis dan
mengakibatkan anemia berat. Akibatnya produksi Hb berkurang dan sel darah
merah mudah sekali rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah normal
(120 hari). (Kliegman,2012)
Normal hemoglobin adalah terdiri dari Hb-A dengan polipeptida rantai
alpa dan dua rantai beta. Pada beta thalasemia yaitu tidak adanya atau
kurangnya rantai beta thalasemia yaitu tidak adanya atau kekurangan rantai
beta dalam molekul hemoglobin yang mana ada gangguan kemampuan
ertrosit membawa oksigen. Ada suatu kompensator yang meningkat dalam
rantai alpa, tetapi rantai beta memproduksi secara terus menerus sehingga
menghasilkan hemoglobin defictive. Ketidak seimbangan polipeptida ini

8
memudahkan ketidakstabilan dan disintegrasi. Hal ini menyebabkan sel darah
merah menjadi hemolisis dan menimbulkan anemia dan atau hemosiderosis.
Kelebihan pada rantai alpa ditemukan pada talasemia beta dan kelebihan
rantai beta dan gama ditemukan pada talasemia alpa. Kelebihan rantai
polipeptida ini mengalami presipitasi, yang terjadi sebagai rantai polipeptida
alpa dan beta, atau terdiri dari hemoglobin tak stabil badan heint, merusak
sampul eritrosit dan menyebabkan hemolisis. Reduksi dalam hemoglobin
menstimulasi yang konstan pada bone marrow, produksi RBC diluar menjadi
eritropik aktif. Kompensator produksi RBC secara terus menerus pada suatu
dasar kronik, dan dengan cepatnya destruksi RBC,menimbulkan tidak
edukatnya sirkulasi hemoglobin. Kelebihan produksi dan edstruksi RBC
menyebabkan bone marrow menjadi tipis dan mudah pecah atau rapuh.
(Suriadi, 2001 )
Pada talasemia letak salah satu asam amino rantai polipre tidak berbeda
urutannya/ditukar dengan jenis asam amino lain. Perubahan susunan asam
amino tersebut. Bisa terjadi pada ke-4 rantai poliper Hb-A, sedangkan
kelainan pada rantai alpha dapat menyebabkan kelainan ketiga Hb yaitu Hb-
A, Hb-A2 dan Hb-F. (Suriadi,2001)

D. Manifestasi Klinis
Semua jenis talasemia memiliki gejala yang mirip tetapi beratnya bervariasi.
Sebagaian besar mengalami gangguan anemia ringan.
1. Thalasemia minor (thalasemia heterogen) umumnya hanya memiliki gejala
berupa anemia ringan sampai sedang dan mungkin bersifat asimtomatik
dan sering tidak terdeteksi.
2.  Thalasemia mayor, umumnya menampakkan manifestasi klinis pada usia
6 bulan, setelah efek Hb 7 menghilang.
a. Tanda awal adalah awitan mendadak, anemia, demam yang tidak dapat
dijelaskan, cara makan yang buruk, penurunan BB dan pembesaran
limpa.
b. Tanda lanjut adalah hipoksia kronis; kerusakan hati, limpa, jantung,
pankreas, kelenjar limphe akibat hemokromotosis, ikterus ringan atau

9
warna kulit mengkilap, kranial tebal dengan pipi menonjol dan hidung
datar; retardasi pertumbuhan; dan keterlambatan perkembangan
seksual.
3.  Komplikasi jangka panjang sebagai akibat dari hemokromatosis dengan
kerusakan sel resultan yang mengakibatkan :
a. Splenomegali
b. Komplikasi skeletal, seperti menebalan tulang kranial, pembesaran
kepala, tulang wajah menonjol, maloklusi gigi, dan rentan terhadap
fraktur spontan.
c.   Komplikasi jantung, seperti aritmia, perikarditis, CHF dan fibrosis
serat otot jantung.
d. Penyakit kandung empedu, termasuk batu empedu.
e.   Pembesaran hepar dan berlanjut menjadi sirosis hepatis.
f.   Perubahan kulit, seperti ikrerus dan pragmentasi coklat akibat defisit
zat besi.
g. Retardasi pertumbuhan dan komplikasi endokrin.
4. Gejala lain pada penderita Thalasemia adalah jantung mudah berdebar-
debar. Hal ini karena oksigen yang dibawah tersebut kurang, maka jantung
juga akan beusaha bekerja lebih keras sehingga jantung penderita akan
mudah berdebar-debar, lama-kelamaan jantung akan bekerja lebih keras
sehingga lebih cepat lelah. Sehingga terjadi lemah jantung, limfa penderita
bisa menjadi besar karena penghancuran darah terjadi di sana, selain itu
sumsum tulang juga bekerja lebih keras karena berusaha mengkompensasi
kekurangan Hb, sehingga tulang menjadi tipis dan rapuh sehingga mudah
rapuh. Jika ini terjadi pada muka (tulang hidung maka wajah akan berubah
bentuk, batang hidung akan hilang/ melesak ke dalam (fasise cookey) ini
merupakan salah satu tanda khas penderita thalasemia.(hoffbrand
dkk,2006)

Secara klinis Thalasemia dapat dibagi dalam beberapa tingkatan sesuai


beratnya gejala klinis(Doenges,2000) :

10
1. mayor, intermedia dan minor atau troit (pembawa sifat). Batas diantara
tingkatan tersebut sering tidak jelas. Anemia berat menjadi nyata pada
umur 3 – 6 bulan setelah lahir dan tidak dapat hidup tanpa ditransfusi.
2. Pembesaran hati dan limpa terjadi karena penghancuran sel darah
merah berlebihan, haemopoesis ekstra modular dan kelebihan beban
besi. Limpa yang membesar meningkatkan kebutuhan darah dengan
menambah penghancuran sel darah merah dan pemusatan (pooling) dan
dengan menyebabkan pertambahan volume plasma.
3. Perubahan pada tulang karena hiperaktivitas sumsum merah berupa
deformitas dan fraktur spontan, terutama kasus yang tidak atau kurang
mendapat transfusi darah. Deformitas tulang, disamping mengakibatkan
muka mongoloid, dapat menyebabkan pertumbuhan berlebihan tulang
prontal dan zigomatin serta maksila. Pertumbuhan gigi biasanya buruk.
4. Gejala lain yang tampak ialah anak lemah, pucat, perkembangan fisik
tidak sesuai umur, berat badan kurang, perut membuncit. Jika pasien
tidak sering mendapat transfusi darah kulit menjadi kelabu serupa
dengan besi akibat penimbunan besi dalam jaringan kulit.
5. Keadaan klinisnya lebih baik dan gejala lebih ringan dari pada
Thalasemia mayor, anemia sedang (hemoglobin 7 – 10,0 g/dl)
Gejala deformitas tulang, hepatomegali dan splenomegali, eritropoesis
ekstra medular dan gambaran kelebihan beban besi nampak pada masa
dewasa.
6. Umumnya tidak dijumpai gejala klinis yang khas, ditandai oleh anemia
mikrositin, bentuk heterozigot tetapi tanpa anemia atau anemia ringan.
 Thalasemia mayor (Thalasemia homozigot)
 Thalasemia intermedia
 Thalasemia minor atau troit ( pembawa sifat)
7. Pada hapusan darah tepi di dapatkan gambaran hipokrom mikrositik,
anisositosis, polklilositosis dan adanya sel target (fragmentasi dan
banyak sel normoblas).
8. Kadar besi dalam serum (SI) meninggi dan daya ikat serum terhadap
besi (IBC) menjadi rendah dan dapat mencapai nol

11
Elektroforesis hemoglobin memperlihatkan tingginya HbF lebih dari
30%, kadang ditemukan juga hemoglobin patologik. Di Indonesia kira-
kira 45% pasien Thalasemia juga mempunyai HbE maupun HbS.
9. Kadar bilirubin dalam serum meningkat, SGOT dan SGPT dapat
meningkat karena kerusakan parankim hati oleh hemosiderosis.
10. Penyelidikan sintesis alfa/beta terhadap refikulosit sirkulasi
memperlihatkan peningkatan nyata ratio alfa/beta yakni berkurangnya
atau tidak adanya sintetis rantai beta.

E. Klasifikasi Thalasemia
1. Thalassemia α (gangguan pembentukan rantai α)
Sindrom thalassemia α disebabkan oleh delesi pada gen α globin pada
kromosom 16 (terdapat 2 gen α globin pada tiap kromosom 16) dan
nondelesi seperti gangguan mRNA pada penyambungan gen yang
menyebabkan rantai menjadi lebih panjang dari kondisi normal.
Faktor delesi terhadap empat gen α globin dapat dibagi menjadi
empat, yaitu:
a. Delesi pada satu rantai α (Silent Carrier/ α -Thalasemia Trait 2)
Gangguan pada satu rantai globin _ sedangkan tiga lokus globin
yang ada masih bisa menjalankan fungsi normal sehingga tidak
terlihat gejala-gejala bila ia terkena thalasemia.
b. Delesi pada dua rantai α (α -Thalassemia Trait 1)
Pada tingkatan ini terjadi penurunan dari HbA2 dan peningkatan
dari HbH dan terjadi manifestasi klinis ringan seperti anemia
kronis yang ringan dengan eritrosit hipokromik mikrositer dan
MCV(mean corpuscular volume) 60-75 fl.

c. Delesi pada tiga rantai α (HbH disease)


Delesi ini disebut juga sebagai HbH disease (β4) yang disertai
anemia hipokromik mikrositer, basophylic stippling, heinz bodies,
dan retikulositosis. HbH terbentuk dalam jumlah banyak karena

12
tidak terbentuknya rantai α sehingga rantai β tidak memiliki
pasangan dan kemudian membentuk tetramer dari rantai β sendiri
(β 4). Dengan banyak terbentuk HbH, maka HbH dapat mengalami
presipitasi dalam eritrosit sehingga dengan mudah eritrosit dapat
dihancurkan. Penderita dapat tumbuh sampai dewasa dengan
anemia sedang (Hb 8-10 g/dl) dan MCV(mean corpuscular
volume) 60-70 fl.
d. Delesi pada empat rantai α (Hidrops fetalis/Thalassemia major)
Delesi ini dikenal juga sebagai hydrops fetalis. Biasanya terdapat
banyak Hb Barts (γ4) yang disebabkan juga karena tidak
terbentuknya rantai γ sehingga rantai γ membentuk tetramer sendiri
menjadi γ4. Manifestasi klinis dapat berupa ikterus,
hepatosplenomegali, dan janin yang sangat anemis. Kadar Hb
hanya 6 g/dl dan pada elektroforesis Hb menunjukkan 80-90% Hb
Barts, sedikit HbH, dan tidak dijumpai HbA atau HbF. Biasanya
bayi yang mengalami kelainan ini akan beberapa jam setelah
kelahirannya.
2. Thalassemia β (gangguan pembentukan rantai β)
Thalassemia - β disebabkan oleh mutasi pada gen β globin pada sisi
pendek kromosom 11.
a. Thalassemia β o
Pada thalassemia βo, tidak ada mRNA yang mengkode rantai β
sehingga tidak dihasilkan rantai β yang berfungsi dalam
pembentukan HbA
b. Thalassemia β +
Pada thalassemia β+, masih terdapat mRNA yang normal dan
fungsional namun hanya sedikit sehingga rantai β dapat dihasilkan
dan HbA dapat dibentuk walaupun hanya sedikit.

Sedangkan secara klinis thalassemia dibagi menjadi 2 golongan,


yaitu
a. Thalasemia Mayor

13
Terjadi bila kedua orang tuanya membawa gen pembawa sifat
thalasemia.Gejala penyakit muncul sejak awal masa kanak-
kanak dan biasanya penderita hanya bertahan hingga umur
sekitar 2 tahun. Penderita bercirikan :
 Lemah
 Pucat
 Perkembangan fisik tidak sesuai dengan umur
 Berat badan kurang
 Tidak dapat hidup tanpa transfusi transfusi darah
seumur hidupnya.
b. Thalasemia minor/trait
Gejala yang muncul pada penderita Thalasemia minor bersifat
ringan, biasanya hanya sebagai pembawa sifat. Istilah
Thalasemia trait digunakan untuk orang normal namun dapat
mewariskan gen thalassemia pada anak-anaknya:ditandai oleh
splenomegali, anemia berat, bentuk homozigot.
Pada anak yang besar sering dijumpai adanya:
 Gizi buruk
 Perut buncit karena pembesaran limpa dan hati yang
mudah diraba
 Aktivitas tidak aktif karena pembesaran limpa dan
hati(Hepatomegali ), Limpa yang besar ini mudah ruptur
karena trauma ringan saja

Gejala khas adalah:


 Bentuk muka mongoloid yaitu hidung pesek, tanpa
pangkal hidung, jarak antara kedua mata lebar dan
tulang dahi juga lebar.
 Keadaan kuning pucat pada kulit, jika sering ditransfusi,
kulitnya menjadi kelabu karena penimbunan besi

14
F. Komplikasi
Berikut ini adalah beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada penderita
thalassemia.
1. Komplikasi Jantung
Kerusakan jantung akibat terlalu banyak zat besi dapat menyebabkan
penurunan kekuatan pompa jantung, gagal jantung, aritmia atau detak
jantung yang tidak beraturan, dan terkumpulnya cairan di jaringan
jantung.
Ada beberapa pemeriksaan rutin yang harus dilakukan penderita
thalasemia beta mayor, yaitu pemeriksaan tiap enam bulan sekali untuk
memeriksa fungsi jantung, dan setahun sekali pemeriksaan menyeluruh
untuk memeriksa konduksi aliran listrik jantung
menggunakan electrocardiogram oleh dokter spesialis jantung.
Perawatan untuk meningkatkan fungsi jantung dapat dilakukan dengan
terapi khelasi yang lebih menyeluruh dan mengonsumsi obat penghambat
enzim konversi angiotensin.
2. Komplikasi pada Tulang
Sumsum tulang akan berkembang dan memengaruhi tulang akibat tubuh
kekuerangan sel darah merah yang sehat. Komplikasi tulang yang dapat
terjadi adalah sebagai berikut:
 Nyeri persendian dan tulang
 Osteoporosis
 Kelainan bentuk tulang
 Risiko patah tulang meningkat jika kepadatan tulang menjadi
rendah.

3. Pembesaran Limpa (Splenomegali)


Pembesaran limpa terjadi karena limpa sulit untuk mendaur ulang sel
darah yang memiliki bentuk tidak normal dan berakibat kepada
meningkatnya jumlah darah yang ada di dalam limpa, membuat limpa
tumbuh lebih besar.

15
Transfusi darah yang bertujuan meningkatkan sel darah yang sehat akan
menjadi tidak efektif jika limpa telah membesar dan menjadi terlalu aktif,
serta mulai menghancurkan sel darah yang sehat. Splenectomy atau
operasi pengangkatan limpa merupakan satu-satunya cara untuk
mengatasi masalah ini.
Vaksinasi untuk mengatasi potensi infeksi yang serius, seperti flu dan
meningitis, disarankan untuk dilakukan jika anak Anda telah melakukan
operasi pengangkatan limpa, hal ini dikarenakan limpa berperan dalam
melawan infeksi. Segera temui dokter jika anak Anda memiliki gejala
infeksi, seperti nyeri otot dan demam, karena bisa berakibat fatal.
4. Komplikasi pada Hati
Kerusakan hati akibat terlalu banyak zat besi dapat menyebabkan
terjadinya beberapa hal, seperti fibrosis atau pembesaran hati, sirosis hati
atau penyakit degeneratif kronis di mana sel-sel hati normal menjadi
rusak, lalu digantikan oleh jaringan parut, serta hepatitis. Oleh karena itu,
penderita thalassemia dianjurkan untuk memeriksa fungsi hati tiap tiga
bulan sekali.
Pencegahan infeksi hati dapat dilakukan dengan mengonsumsi obat
antivirus, sedangkan mencegah kerusakan hati yang lebih parah dapat
dilakukan terapi khelasi.
5. Komplikasi pada Kelenjar Hormon
Sistem hormon diatur oleh kelenjar pituitari yang sangat sensitif terhadap
zat besi. Para penderita thalassemia beta mayor, walaupun telah
melakukan terapi khelasi, dapat mengalami gangguan sistem
hormon.Perawatan dengan terapi pergantian hormon mungkin diperlukan
untuk mengatasi pertumbuhan dan masa pubertas yang terhambat akibat
kelenjar pituitari yang rusak. Ada beberapa komplikasi pada kelenjar
hormon yang dapat terjadi usai pubertas seperti berikut ini:
 Kelenjar tiroid – hipertiroidisme atau hipotiroidisme
 Pankreas – diabetes
Pemeriksaan dengan mengukur berat dan tinggi badan harus dilakukan
anak-anak penderita thalassemia tiap enam bulan sekali untuk mengukur

16
pertumbuhannya. Sementara itu, pemeriksaan pertumbuhan pada para
remaja yang sudah memasuki masa pubertas dilakukan tiap satu tahun
sekali.
G. Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis untuk Thalassemia terdapat dua yaitu secara screening
test dan definitive test.
1. Screening test
Di daerah endemik, anemia hipokrom mikrositik perlu diragui sebagai
gangguan Thalassemia (Wiwanitkit, 2007).
a. Interpretasi apusan darah
Dengan apusan darah anemia mikrositik sering dapat dideteksi pada
kebanyakkan Thalassemia kecuali Thalassemia α silent carrier.
Pemeriksaan apusan darah rutin dapat membawa kepada diagnosis
Thalassemia tetapi kurang berguna untuk skrining.
b. Pemeriksaan osmotic fragility (OF)
Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan fragiliti eritrosit. Secara
dasarnya resistan eritrosit untuk lisis bila konsentrasi natrium klorida
dikurangkan dikira. Studi yang dilakukan menemui probabilitas
formasi pori-pori pada membran yang regang bervariasi mengikut
order ini: Thalassemia < kontrol < spherositosis (Maureen,1999).
Studi OF berkaitan kegunaan sebagai alat diagnostik telah dilakukan
dan berdasarkan satu penelitian di Thailand, sensitivitinya adalah
91.47%, spesifikasi 81.60, false positive rate 18.40% dan false
negative rate 8.53% (Maureen,1999).
c. Indeks eritrosit
Dengan bantuan alat indeks sel darah merah dapat dicari tetapi hanya
dapat mendeteksi mikrositik dan hipokrom serta kurang memberi nilai
diagnostik. Maka metode matematika dibangunkan (Maureen, 1999).
d. Model matematika
Membedakan anemia defisiensi besi dari Thalassemia β berdasarkan
parameter jumlah eritrosit digunakan. Beberapa rumus telah dipropose
seperti 0.01 x MCH x (MCV)², RDW x MCH x (MCV) ²/Hb x 100,

17
MCV/RBC dan MCH/RBC tetapi kebanyakkannya digunakan untuk
membedakan anemia defisiensi besi dengan Thalassemia β (Maureen,
1999).
Sekiranya Indeks Mentzer = MCV/RBC digunakan, nilai yang
diperoleh sekiranya >13 cenderung ke arah defisiensi besi sedangkan
<13 mengarah ke Thalassemia trait. Pada penderita Thalassemia trait
kadar MCV rendah, eritrosit meningkat dan anemia tidak ada ataupun
ringan. Pada anemia defisiensi besi pula MCV rendah, eritrosit normal
ke rendah dan anemia adalah gejala lanjut (Ngastiyah, 1997).
2. Definitive test
a. Elektroforesis hemoglobin
Pemeriksaan ini dapat menentukan pelbagai jenis tipe hemoglobin di
dalam darah. Pada dewasa konstitusi normal hemoglobin adalah Hb
A1 95-98%, Hb A2 2-3%, Hb F 0.8-2% (anak di bawah 6 bulan kadar
ini tinggi sedangkan neonatus bisa mencapai 80%). Nilai abnormal
bisa digunakan untuk diagnosis Thalassemia seperti pada Thalassemia
minor Hb A2 4-5.8% atau Hb F 2-5%, Thalassemia Hb H: Hb A2
<2% dan Thalassemia mayor Hb F 10-90%. Pada negara tropikal
membangun, elektroporesis bisa juga mendeteksi Hb C, Hb S dan Hb
J (Wiwanitkit, 2007).
b. Kromatografi hemoglobin
Pada elektroforesis hemoglobin, HB A2 tidak terpisah baik dengan Hb
C. Pemeriksaan menggunakan high performance liquid
chromatography (HPLC) pula membolehkan penghitungan aktual Hb
A2 meskipun terdapat kehadiran Hb C atau Hb E. Metode ini berguna
untuk diagnosa Thalassemia β karena ia bisa mengidentifikasi
hemoglobin dan variannya serta menghitung konsentrasi dengan tepat
terutama Hb F dan Hb A2
c. Molecular diagnosis
Pemeriksaan ini adalah gold standard dalam mendiagnosis
Thalassemia. Molecular diagnosis bukan saja dapat menentukan tipe
Thalassemia malah dapat juga menentukan mutasi yang berlaku

18
H. Penatalaksanaan
1. Menurut (Suriadi, 2001) Penatalaksaan Medis Thalasemia antara
lain :
1. Pemberian transfusi hingga Hb mencapai 9-10g/dl. Komplikasi dari
pemberian transfusi darah yang berlebihan akan menyebabkan
terjadinya penumpukan zat besi yang disebut hemosiderosis.
Hemosiderosis ini dapat dicegah dengan pemberian deferoxamine
(Desferal), yang berfungsi untuk mengeluarkan besi dari dalam tubuh
(iron chelating agent). Deferoxamine diberikan secar intravena, namun
untuk mencegah hospitalisasi yang lama dapat juga diberikan secara 
subkutan dalam waktu lebih dari 12 jam.
2. Splenectomy : dilakukan untuk mengurangi penekanan pada abdomen
dan meningkatkan rentang hidup sel darah merah yang berasal dari
suplemen (transfusi).
3. Pada thalasemia yang berat diperlukan transfusi darah rutin dan
pemberian tambahan asam folat. Penderita yang menjalani transfusi,
harus menghindari tambahan zat besi dan obat-obat yang bersifat
oksidatif (misalnya sulfonamid), karena zat besi yang berlebihan bisa
menyebabkan keracunan.         Pada bentuk yang sangat berat, mungkin
diperlukan pencangkokan sumsum tulang. Terapi genetik masih dalam
tahap penelitian.
4. Menurunkan atau mencegah hemosiderosis dengan pemberian
parenteral obat penghelasi besi (iro chelating drugs), de feroksamin
diberikan subkutan dalam jangka 8-12 jam dengan menggunakan
pompa portabel kecil (selamat tidur), 5-6 malam/minggu.
2. Penatalaksanaan Perawatan
a. Perawatan umum : makanan dengan gizi seimbang
b. Perawatan khusus :
1. Transfusi darah diberikan bila kadar Hb rendah sekali (kurang dari 6
gr%) atau anak terlihat lemah dan tidak ada nafsu makan.

19
2. Splenektomi. Dilakukan pada anak yang berumur lebih dari 2 tahun
dan bila limpa terlalu besar sehingga risiko terjadinya trauma yang
berakibat perdarahan cukup besar.
3. Pemberian Roborantia, hindari preparat yang mengandung zat besi.
4. Pemberian Desferioxamin untuk menghambat proses hemosiderosis
yaitu membantu ekskresi Fe. Untuk mengurangi absorbsi Fe melalui
usus dianjurkan minum teh.
5. Transplantasi sumsum tulang (bone marrow) untuk anak yang sudah
berumur diatas 16 tahun. Di Indonesia, hal ini masih sulit
dilaksanakan karena biayanya sangat mahal dan sarananya belum
memadai.
3. Penatalaksanaan Pengobatan
a. Penderita thalassemia akan mengalami anemia sehingga selalu
membutuhkan transfusi darah seumur hidupnya. Jika tidak, maka akan
terjadi kompensasi tubuh untuk membentuk sel darah merah. Organ tubuh
bekerja lebih keras sehingga terjadilah pembesaran jantung, pembesaran
limpa, pembesaran hati, penipisian tulang-tulang panjang, yang akirnya
dapat mengakibakan gagal jantung, perut membuncit, dan bentuk tulang
wajah berubah dan sering disertai patah tulang disertai trauma ringan.
b. Akibat transfusi yang berulang mengakibatkan penumpukan besi pada
organ-organ tubuh. Yang terlihat dari luar kulit menjadi kehitaman ,
sementara penumpukan besi di dalam tubuh umumnya terjadi pada
jantung, kelenjar endokrin, sehingga dapat megakibatkan gagal jantung,
pubertas terlambat, tidak menstruasi, pertumbuhan pendek, bahkan tidak
dapat mempunyai keturunan.
c. Akibat transfusi yang berulang, kemungkinan tertular penyakit hepatitis B,
hepatitis C, dan HIV cenderung besar. Ini yang terkadang membuat anak
thalassemia menjadi rendah diri.
d. Karena thalassemia merupakan penyakit genetik, maka jika dua orang
pembawa sifat thalassemia menikah, mereka mempunyai kemungkinan
25% anak normal/ sehat, 50% anak pembawa sifat/ thalassemia minor, dan
25% anak sakit thalassemia mayor.

20
4. Penatalaksanaan Pencegahan.
a. Pencegahan primer
penyuluhan sebelum perkawinan (marriage counselling) untuk mencegah
perkawinan diantara pasien Thalasemia agar tidak mendapatkan keturunan
yang homozigot. Perkawinan antara 2 hetarozigot (carrier) menghasilkan
keturunan : 25 % Thalasemia (homozigot), 50 % carrier (heterozigot) dan
25 normal.
b. Pencegahan sekunder
Pencegahan kelahiran bagi homozigot dari pasangan suami istri dengan
Thalasemia heterozigot salah satu jalan keluar adalah inseminasi buatan
dengan sperma berasal dari donor yang bebas dan Thalasemia troit.
Kelahiran kasus homozigot terhindari, tetapi 50 % dari anak yang lahir
adalah carrier, sedangkan 50% lainnya normal.
Diagnosis prenatal melalui pemeriksaan DNA cairan amnion merupakan
suatu kemajuan dan digunakan untuk mendiagnosis kasus homozigot
intra-uterin sehingga dapat dipertimbangkan tindakan abortus provokotus
(Soeparman dkk, 1996).

I. Asuhan Keperawatan Pada thalsemia


1. Pengkajian
a. Asal Keturunan / Kewarganegaraan
Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa di sekitar laut Tengah
(Mediteranial) seperti Turki, Yunani, dll. Di Indonesia sendiri,
thalasemia cukup banyak dijumpai pada anak, bahkan merupakan
penyakit darah yang paling banyak diderita.
b. Umur
Pada penderita thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala
telah terlihat sejak anak berumur kurang dari 1 tahun, sedangkan pada
thalasemia minor biasanya anak akan dibawa ke RS setelah usia 4
tahun.
c. Riwayat Kesehatan Anak

21
Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran pernapasan atas atau
infeksi lainnya. Ini dikarenakan rendahnya Hb yang berfungsi sebagai
alat transport.
d. Pertumbuhan dan Perkembangan
Seiring didapatkan data adanya kecenderungan gangguan terhadap
tumbang sejak masih bayi. Terutama untuk thalasemia mayor,
pertumbuhan fisik anak, adalah kecil untuk umurnya dan adanya
keterlambatan dalam kematangan seksual, seperti tidak ada
pertumbuhan ramput pupis dan ketiak, kecerdasan anak juga
mengalami penurunan. Namun pada jenis thalasemia minor, sering
terlihat pertumbuhan dan perkembangan anak normal.
e. Pola Makan
Terjadi anoreksia sehingga anak sering susah makan, sehingga BB
rendah dan tidak sesuai usia.
f. Pola Aktivitas
Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak seusianya. Anak lebih
banyak tidur/istirahat karena anak mudah lelah.
g. Riwayat Kesehatan Keluarga
Thalasemia merupakan penyakit kongenital, jadi perlu diperiksa
apakah orang tua juga mempunyai gen thalasemia. Jika iya, maka
anak beresiko terkena talasemia mayor.
h. Riwayat Ibu Saat Hamil (Ante natal Core – ANC)
Selama masa kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam
adanya faktor resiko talasemia. Apabila diduga ada faktor resiko,
maka ibu perlu diberitahukan resiko yang mungkin sering dialami
oleh anak setelah lahir.
i. Data Keadaan Fisik Anak Thalasemia
1. KU = lemah dan kurang bergairah, tidak selincah anak lain yang
seusia.
2. Kepala dan bentuk muka. Anak yang belum mendapatkan
pengobatan mempunyai bentuk khas, yaitu kepala membesar dan

22
muka mongoloid (hidung pesek tanpa pangkal hidung), jarak
mata lebar, tulang dahi terlihat lebar.
3. Mata dan konjungtiva pucat dan kekuningan
4. Mulut dan bibir terlihat kehitaman
5. Dada, Pada inspeksi terlihat dada kiri menonjol karena adanya
pembesaran jantung dan disebabkan oleh anemia kronik.
6. Perut, Terlihat pucat, dipalpasi ada pembesaran limpa dan hati
(hepatospek nomegali).
7.  Pertumbuhan fisiknya lebih kecil daripada normal sesuai usia,
BB di bawah normal
8. Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas
tidak tercapai dengan baik. Misal tidak tumbuh rambut ketiak,
pubis ataupun kumis bahkan mungkin anak tidak dapat mencapai
tapa odolense karena adanya anemia kronik.
9. Kulit, Warna kulit pucat kekuningan, jika anak telah sering
mendapat transfusi warna kulit akan menjadi kelabu seperti besi.
Hal ini terjadi karena adanya penumpukan zat besi dalam jaringan
kulit (hemosiderosis).(Nurarif,2013)

2. Analisa data

NO DATA PATOFISIOLOGI MASALAH


1. DS : Kelainan genetik Ketidakefektifan perfusi
 Klien mengatakan jaringan perifer
Produksi rantai alfa dan
badannya lemah beta Hb berkurang
 Klien mengatakan
mudah lelah jika Kelainan pada eritrosit
beraktivitas
 Klien mengatakan Pengikatan O2 berkurang
dingin pada
ekstremitas Kompensator pada rantai
α

Rantai β produksi terus

23
menerus
DO :
 Anemia Hb defectif
 Sianosis Ketidakseimbangan
 CRT > 3 detik polipeptida

 Pucat
Eritrosit tidak stabil
 Hb 7
 Ekstremitas dingin
Hemolisis
 Tanda-tanda vital
TD : 90/70 Suplai O2 menurun
Suhu : 35 C0

Nadi : 40 x/i Ketidakseimbangan suplai


O2 dengan Kebutuhan
RR : 12 x/i

Hipoksia

Ketidakseimbangan suplai
O2 kejaringan perifer

Ketidakefektifan Perfusi
jaringan Perifer
2. DS : Dyspneu Ketidakseimbangan nutrisi
 Klien mengatakan kurang dari kebutuhan
tidak nafsu makan tubuh
Kelelahan
 Klien mengatakan
badannya lemas Inteloransi aktivitas

DO : Malas makan
 Penurunan berat
badan, sebelum sakit : Intake nutrisi menurun

25 Kg, saat sakit : 15


Kg Ketidakseimbangan nutrisi
 Perut membuncit kurang dari kebutuhan
tubuh

24
 Membran mukosa
pucat
 Tonus otot menurun
3. DS : Eritrosit tidak stabil Keterlambatan
 Klien mengatakan pertumbuhan dan
badannya lemas Hemolisis perkembangan
 Klien mengatakan
tidak bisa beraktivitas Anemia berat
karena nyeri
Transfusi darah berulang
DO :
 Anemia Hemosiderosis
 Anak melakukan
transfusi darah Penumpukan Besi
berulang
 Perkembangan tidak
Endoktrin
sesuai umur
 Penumpukan zat besi Tumbuh kembang terganggu
 Lemah
 Tampak pucat Keterlambatan
pertumbuhan dan
 Tidak bersemangat perkembangan

3. Nursing Care Plan

No DIAGNOSA NOC NIC AKTIVITAS


1 Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan  Monitor tanda- Monitor tanda-tanda vital
perfusi jaringan asuhan keperawatan selama tanda vital 1. Monitor tekanan
perifer 2 x 24 jam diharapkan klien  Terapi oksigen darah,nadi,suhu
berhubungan tidak merasa lemas dan  Peripheral dan pernafasan
dengan ekstremitas normal serta sensation 2. Catat adanya
ketidakseimbanga bisa beraktivitas seperti management fluktasi tekanan
n suplai oksigen biasa dan tand-tanda vital  darah

25
dengan kebutuhan dalam batas normal 3. Monitor adanya
tanda-tanda
Kriteria Hasil : hipotermi
1. Mendemontrasikan status 4. Monitor kualitas
sirkulasi yang ditandai nadi
dengan 5. Monitor
 Tekanan systole dan kuat/lemahnya
diastole dalam rentang tekanan nadi
yang diharapkan 6. Monitor irama dan
 Tidak ada ortostatik frekuensi jantung
hipertensi 7. Monitor bunyi
 Tidak ada tanda-tanda jantung
peningkatan 8. Monitor frekuensi
intrakranial ( tidak dan irama nafas
lebih dari 15 mmHg) 9. Monitor suara
2. Mendemonstrasikan paru-paru
kemampuan kognitif 10. monitor adanya
yang ditandai dengan abnormalitas pola
 Berkomunikasi dengan nafas
jelas dan sesuai 11. monitor
kemampuan suhu,warna dan
 Menunjukkan kelembaban kulit
perhatian, konsentrasi 12. identifikasi faktor
dan orientasi penyebab

 Memproses informasi perubahan tanda-

 Membuat keputusan tanda vital.

dengan benar
Manajemen sensasi perifer
3. Menunjukkan fungsi
1. monitor adanya
sensori motori cranial
daerah tertentu
yang utuh : tingkat
yang hanya peka
kesadaran membaik ,
terhadap
tidak ada gerakan

26
involunter panas/dingin/tajam
/tumpul
2. monitor adanya
paretase
3. instruksikan
keluarga untuk
mengobservasi
kulit jika ada isi
atau laserasi
4. diskusikan
mengenai
perubahan sensasi

Terapi oksigen
1. Jaga kepatenan
jalan nafas
2. Sediakan peralatan
oksigen,system
humidifikasi
3. Pantau aliran
oksigen
4. Pantau posisi
peralatan yang
menyalurkan
oksigen pada
pasien
5. Pantau jumlah
oksigen secara
teratur sesuai
indikasi
6. Pantau tanda-tanda
keracunan oksigen

27
atau terjadi
hipoventilasi yang
dipengaruhi
oksigen
7. Pantau kecemasan
pasien terhadap
pemasangan
oksigen
8. Cek oksigen secara
teratur untuk
meyakinkan bahwa
konsentrasi oksigen
yang dianjurkan
sudah megalir
9. Hentikan
pemberian okisgen
jika pasien sudah
tidak mengalami
sesak nafas
2. Ketidakseimbangase setelah dilakukan tindakan  Manajemen Manajemen nutrisi
n nutrisi kurang keperawatan selama 1 x 24 nutrisi 1. Kaji adanya alergi
dari kebutuhan jam diharapkan nafsu  Monitor nutrisi makanan
tubuh makan klien meningkat dan 2. Kolaborasi dengan ahli
berhubungan berat badan sesuai dengan gizi untuk menentukan
dengan anoreksia tinggi badan. jumlah kalori dan
nutrisi yang
Kritria hasil dibutuhkan pasien
1. Adanya peningkatan 3. Anjurkan pasien untuk
berat badan meningkatkan intake
2. Bebrat badan ideal Fe
sesuai tinggi badan 4. Anjurkan untuk
3. Mampu meningkatkan protein

28
mengidentifikasi dan vitamin C
kebutuhan nutrisi 5. Berikan substansi gula
4. Tidak ada tanda-tanda 6. Yakinkan diet yang
malnutrisi dimakan mengandung
5. Menunjukkan tinggi serat untuk
peningkatan fungsi mencegah konstipasi
pengecapan dari 7. Berikan makanan yang
menelan terpilih
6. Tidak terjadi 8. Ajarkan bagaimana
penurunan berat badan membuat catatan
yang berarti makanan harian
9. Monitor jumlah nutrisi
dan kandungan kalori
10. Berikan infomasi
tentang kebutuhan
nutrisi
11. Kaji kemampuan
pasien mendapatkan
nutrisi yang
dibutuhkan

Monitor nutrisi
1. BB dalam batas normal
2. Monitor adanya
penurunan berat badan
3. Monitor tipe dan
jumlah aktivitas yang
biasa dilakukan
4. Monitor lingkungan
dan selera makan
5. Jadwalkan pengobatan
dan tindakan selama

29
tidak jam makan]
6. Monitor turgor kulit
7. Monitor kadar
albumin, protein,hb,ht
8. Monitor tumbuh
kembang
9. Monitor
pucat,kemerahan dan
kekringan konjungtiva
3 Keterlambatan setelah dilakukan tindakan  Peningkatan Peningkatan
pertumbuhan dan keperawatan selama 3 x 24 perkembangan perkembangan anak dan
perkembangan jam diharapkan anak dapat anak dan remaja
berhubungan tumbuh normal dan mampu remaja 1. Kaji faktor penyebab
dengan efek berinteraksi dengan  Terapi nutrisi gangguan
ketidakberdayaan lingkungan sekitarnya perkembangan anak
fisik 2. Identifikasi dan
gunakan sumber
Kriteria Hasil pendidikan untuk
memfasilitasi
1. Anak berfungsi optimal
perkembangan anak
sesuai tingkatnya
yang optimal
2. Keluarga dan anak
3. Berikan perawatajn
mampu menggunakan
yang konsisten
koping karena adanya
4. Tingkatkan
ketidakmampuan
komunikasi verbal dan
3. Keluarga mapu
stimulasi takstil
mendapatkan sumber-
5. Berikan instruksi
sumber sarapa
berulang dan sederhana
komunitas
6. Berikan reinforcement
4. Kematangan fisik
positif atas hasil yang
dicapai anak
7. Dorong anak

30
melakukan sosialisasi
dengan kelompok
8. Ciptakan lingkungan
yang aman

Terapi nutrisi
1. Menyelesaikan
penilaian gizi, sesuai
memantau makanan /
cairan tertelan dan
menghituing asupan
kalori harian
2. Memantau kesesuaian
perintah diet untuk
memenuhi kebutuhan
gizi sehari-hari
3. Kolaborasi dengan ahli
gizi,jumlah jenis
nutrisiyang dibutuhkan
untuk memenuhi
persyaratan gizi yang
sesuai
4. Pilih suplemen gizi
yang sesuai

31
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan
A. Definisi Thalasemia
Talasemia merupakan penyakit anemia hemalitik dimana terjadi kerusakan
sel darah merah di dalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi
pendek (kurang dari 100 hari). (Ngastiyah, 1997 )
B. Etiologi
Penyakit thalassemia adalah penyakit keturunan yang tidak dapat
ditularkan.banyak diturunkan oleh pasangan suami isteri yang mengidap
thalassemia dalam sel – selnya/ Faktor genetik (Suriadi, 2001). Thalassemia
bukan penyakit menular melainkan penyakit yang diturunkan secara genetik
dan resesif. Penyakit ini diturunkan melalui gen yang disebut sebagai gen
globin beta yang terletak pada kromosom 11. Pada manusia kromosom selalu
ditemukan berpasangan. Gen globin beta ini yang mengatur pembentukan
salah satu komponen pembentuk hemoglobin. Bila hanya sebelah gen globin
beta yang mengalami kelainan disebut pembawa sifat thalassemia-beta.
C. Patofisiologi
Penyakit thalassemia disebabkan oleh adanya kelainan/perubahan/mutasi
pada gen globin alpha atau gen globin beta sehingga produksi rantai globin
tersebut berkurang atau tidak ada. Didalam sumsum tulang mutasi thalasemia
menghambat pematangan sel darah merah sehingga eritropoiesis dan
mengakibatkan anemia berat. Akibatnya produksi Hb berkurang dan sel darah
merah mudah sekali rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah normal
(120 hari). (Kliegman,2012)
D. Manifestasi Klinis
Semua jenis talasemia memiliki gejala yang mirip tetapi beratnya bervariasi.
Sebagaian besar mengalami gangguan anemia ringan.
1. Thalasemia minor (thalasemia heterogen) umumnya hanya memiliki gejala
berupa anemia ringan sampai sedang dan mungkin bersifat asimtomatik
dan sering tidak terdeteksi.

32
2.  Thalasemia mayor, umumnya menampakkan manifestasi klinis pada usia
6 bulan, setelah efek Hb 7 menghilang.
c. Tanda awal adalah awitan mendadak, anemia, demam yang tidak dapat
dijelaskan, cara makan yang buruk, penurunan BB dan pembesaran
limpa.
d. Tanda lanjut adalah hipoksia kronis; kerusakan hati, limpa, jantung,
pankreas, kelenjar limphe akibat hemokromotosis, ikterus ringan atau
warna kulit mengkilap, kranial tebal dengan pipi menonjol dan hidung
datar; retardasi pertumbuhan; dan keterlambatan perkembangan
seksual.
3. Gejala lain pada penderita Thalasemia adalah jantung mudah berdebar-
debar. Hal ini karena oksigen yang dibawah tersebut kurang, maka jantung
juga akan beusaha bekerja lebih keras sehingga jantung penderita akan
mudah berdebar-debar, lama-kelamaan jantung akan bekerja lebih keras
sehingga lebih cepat lelah. Sehingga terjadi lemah jantung, limfa penderita
bisa menjadi besar karena penghancuran darah terjadi di sana, selain itu
sumsum tulang juga bekerja lebih keras karena berusaha mengkompensasi
kekurangan Hb, sehingga tulang menjadi tipis dan rapuh sehingga mudah
rapuh. Jika ini terjadi pada muka (tulang hidung maka wajah akan berubah
bentuk, batang hidung akan hilang/ melesak ke dalam (fasise cookey) ini
merupakan salah satu tanda khas penderita thalasemia.
E. Klasifikasi Thalasemia
1. Thalassemia α (gangguan pembentukan rantai α)
2. Thalassemia β (gangguan pembentukan rantai β)
Sedangkan secara klinis thalassemia dibagi menjadi 2 golongan,
yaitu
a. Thalasemia Mayor
b. Thalasemia minor/trait
F. Komplikasi
1. Komplikasi Jantung
2. Komplikasi pada Tulang
3. Pembesaran Limpa (Splenomegali)

33
4. Komplikasi pada Hati
5. Komplikasi pada Kelenjar Hormon
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Screening test
2. Definitive test
H. Penatalaksanaan
Menurut (Suriadi, 2001) Penatalaksaan Medis Thalasemia antara lain :
1. Pemberian transfusi hingga Hb mencapai 9-10g/dl. Komplikasi dari
pemberian transfusi darah yang berlebihan akan menyebabkan
terjadinya penumpukan zat besi yang disebut hemosiderosis.
Hemosiderosis ini dapat dicegah dengan pemberian deferoxamine
(Desferal), yang berfungsi untuk mengeluarkan besi dari dalam tubuh
(iron chelating agent). Deferoxamine diberikan secar intravena, namun
untuk mencegah hospitalisasi yang lama dapat juga diberikan secara 
subkutan dalam waktu lebih dari 12 jam.
2. Splenectomy : dilakukan untuk mengurangi penekanan pada abdomen
dan meningkatkan rentang hidup sel darah merah yang berasal dari
suplemen (transfusi).
3. Pada thalasemia yang berat diperlukan transfusi darah rutin dan
pemberian tambahan asam folat. Penderita yang menjalani transfusi,
harus menghindari tambahan zat besi dan obat-obat yang bersifat
oksidatif (misalnya sulfonamid), karena zat besi yang berlebihan bisa
menyebabkan keracunan.         Pada bentuk yang sangat berat, mungkin
diperlukan pencangkokan sumsum tulang. Terapi genetik masih dalam
tahap penelitian.
4. Menurunkan atau mencegah hemosiderosis dengan pemberian
parenteral obat penghelasi besi (iro chelating drugs), de feroksamin
diberikan subkutan dalam jangka 8-12 jam dengan menggunakan
pompa portabel kecil (selamat tidur), 5-6 malam/minggu.

34
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan edisi 3. Jakarta :


Penerbit Buku Kedokteran EGC
Hoffbrand. A.V & Petit,J.E. (2006). Kapita Selekta Hematologi . Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Kliegman Behrman. (20012). Ilmu Keperawatan Anak edisi 15, Alih Bahasa
Indonesia, A.Samik Wahab. Jakarta : penerbit Buku Kedokteran EGC
Mansjoer, Arif, Dkk. (2000). Kapita Selekta kedokteran Edisi 3 Jilid 2. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Maureen Okam, M.D (Harvard Media School). (1999). Thalassemia Information.
Jakarta :Penerbit Buku Kedokteran EGC
Muscari,Mary E.(2005). Panduan Belajar Keperawatan Pediatrik. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Ngastiyah .(1997). Perawatan Anak Sakit Edisi 1 . Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Nurarif,Amin Huda Dan Hardhi Kusuma. (2013) . Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & Nanda Nic Noc Jilid 2. Yogyakarta :
MediaCtion Publishing
Schwartz,M.William. (2005). Pedoman Klinis Pediatri,Alih Bahasa Brahm U
Pandit. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
Soeparman,Sarwono w. (1996). Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia
Suriadi S.kep dan Yuliana Rita S.kep. (2001) Asuhan Keperawatan Anak, Edisi 1.
Jakarta : PT. Fajar Interpratama

35

Anda mungkin juga menyukai