Anda di halaman 1dari 42

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN SISTEM HEMATOLOGI PADA


KASUS TALASEMIA DAN HEMOFILIA

Di susun oleh:
1. Ana faridatus soleha
2. Alifah wardatul Jannah
3. Silvina sugianti
4. Salimatul amalya
5. Qorinatul masruroh
6. M. nurul kutzy
7. Vicky ibnu hasan
Kata pengantar

Segala puji dan syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya lah kami dapat
menyelesaikan makalah ini,
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan kita mengenai makalah tentang komunikasi antar anggota tim
kesehatan. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam tugas ini terdapat
kekurangan-kekurangan dari ini.
Untuk itu, kami berharap adanya kritik, saran, dan usulan demi perbaikan di masa yang
akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa sarana yang
membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya dan
dapat berguna bagi kami maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon
maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon
kritik dan saran.

Probolinggo, 30 mei 2022

Penyusun

1
BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Thalasemia berasal dari kata Yunani, yaitu talassa yang berarti laut. Yang
dimaksud dengan laut tersebut ialah Laut Tengah, oleh karena penyakit ini
pertama kali dikenal di daerah sekitar Laut Tengah. Penyakit ini pertama sekali
ditemukan oleh seorang dokter di Detroit USA yang bernama Thomas .

Thalasemia adalah penyakit anemia hemolitik dimana terjadi kerusakan


sel darah merah didalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi
pendek (kurang dari 100 hari). ( Williams, 2005)

Gen thalasemia sangat luas tersebar, dan kelainan ini diyakini merupakan
penyakit genetik manusia yang paling prevalen. Distribusi utama meliputi
daerah- daerah perbatasan Laut Mediterania, sebagian besar Afrika, timur
tengah, sub benua India, dan Asia Tenggara. Dari 3 % sampai 8 % orang Amerika
keturunan Italia atau Yunani dan 0,5% dari kulit hitam Amerika membawa gen
untuk thalasemia β. Dibeberapa daerah Asia Tenggara sebanyak 40% dari
populasi mempunyai satu atau lebih gen thalasemia. (Kliegam,2012).

Thalasemia adalah penyakit kelainan darah yang diwariskan oleh


orangtua kepada anak. Thalasemia mempengaruhi kemampuan dalam
menghasilkan hemoglobin yang berakibat pada penyakit anemia. Hemoglobin
adalah suatu protein dalam sel darah merah yang mengangkut oksigen dan
nutrisi lainnya ke sel-sel lainnya dalam tubuh. Sekitar 100.000 bayi di seluruh
dunia terlahir dengan jenis thalasemia berbahaya setiap tahunnya.
(Kliegam,2020)

2
Ada dua jenis thalassemia yaitu alpha dan beta. Kedua jenis thalassemia
ini diwariskan dengan cara yang sama. Penyakit ini diturunkan oleh orangtua
yang memiliki mutated gen atau gen mutasi thalasemia. Seorang anak yang
mewarisi satu gen mutasi disebut pembawa atau carrier, atau yang disebut juga
dengan thalassemia trait (sifat thalassemia). Kebanyakan pembawa ini hidup
normal dan sehat. Anak yang mewarisi dua sifat gen, di mana satu dari ibu dan
satu dari ayah, akan mempunyai penyakit thalassemia. Jika baik ibu maupun
ayah adalah pembawa, kemungkinan anak mewarisi dua sifat gen.
(Williams,2005)

Dengan kata lain mempunyai penyakit thalasemia, adalah sebesar 25


persen. Anak dari pasangan pembawa juga mempunyai 50 persen kemungkinan
lahir sebagai pembawa. Jenis paling berbahaya dari alpha thalassemia yang
terutama menimpa keturunan Asia Tenggara, Cina dan Filipina menyebabkan
kematian pada jabang bayi atau bayi baru lahir. Sementara itu, anak yang
mewarisi dua gen mutasi beta thalassemia akan menderita penyakit beta
thalassemia. (Williams,2005)

Anak ini memiliki penyakit thalasemia ringan yang disebut dengan


thalassemia intermedia yang menyebabkan anemia ringan sehingga si anak tidak
memerlukan transfusi darah. Jenis thalassemia yang lebih berat adalah
thalassemia major atau disebut juga dengan Cooley's Anemia. Penderita penyakit
ini memerlukan transfusi darah dan perawatan yang intensif. Anak-anak yang
menderita thalassemia major mulai menunjukkan gejala-gejala penyakit ini pada
usia dua tahun pertama. Anak-anak ini terlihat pucat, lesu dan mempunyai nafsu
makan rendah, sehingga menyebabkan pertumbuhannya terlambat.

Oleh karena itu kami merasa perlu untuk lebih meningkatkan asuhan
keperawatan pada anak thalasemia,karena anak yang terkena thalasemia bukan
hanya mengalami gangguan hematologi tetapi juga gangguan imunitas, sehingga

3
perlu mendapatkan perhatian khusus agar anak tidak mengalami gangguan
tumbuh kembang.

B.      Rumusan Masalah
1.   Apa definisi thalasemia ?
2.   Apa etiologi thalasemia ?
3.   Bagaimana patofisiologi thalasemia?
4.   Bagaimana manifestasi klinis thalasemia ?
5.   Apa saja Klasifikasi thalasemia ?
6.   Apa saja komplikasi pada thalasemia ?
7.   Apa saja pemeriksaan penunjang pada thalasemia ?
8.   Bagaimana penatalaksanaan thalasemia ?

C.      Tujuan Penulisan
a. Untuk mengetahui apa itu thalasemia
b. Untuk mengetahui etiologi dari thalasemia
c. Mampu menguasai patofisiologi penyakit thalasemia
d. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari thalasemia
e. Untuk mengetahui klasifikasi dari thalasemia
f. Untuk menambah wawasan tentang komplikasi pasien thalasemia
g. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang pada pasien thalasemia
h. Untuk mengevaluasi tentang penatalaksanaan pasien thalasemia

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Thalasemia
Talasemia merupakan penyakit anemia hemalitik dimana terjadi
kerusakan sel darah merah di dalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit
menjadi pendek (kurang dari 100 hari). (Ngastiyah, 2020). Talasemia merupakan
penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan secara resesif. (Mansjoer,
2020 )

Thalasemia merupakan kelompok kelainan genetik heterogen yang timbul


akibat berkurangnya kecepatan sintesis rantai alpha atau beta (Hoffbrand dkk,
2021). Talasemia adalah suatu golongan darah yang diturunkan ditandai oleh
defisiensi produksi rantai globin pada hemoglobin. (Suriadi, 2020 )

Talasemia merupakan kelompok gangguan darah yang diwariskan,


dkdikarakteristikan dengan defisiensi sintetis rantai globulin spesifik molekul
hemoglobin(Muscari, 2020)

Talasemia merupakan sindrom kelainan yang diwariskan (inherited) dan


masuk kedalam kelompok hemoglobinopati, yakni kelainan yang disebabkanoleh
gangguan system hemoglobin akibat mutasi didalam atau dekat gen globin
(Nurarif, 2020 )

Thalasemia adalah suatu gangguan darah yang diturunkan di tandai oleh


defisiensi produk rantai globin pada hemoglobin (Suriadi danYuliani, 2010).

5
Thalasemia(anemia Cooley atau Mediterania) merupakan anemia yang relatif
umum terjadi, dimana jumlah globin yang diproduksi tidak cukup untuk
mengatasi sel-sel darah merah. (Kliegman,2020).

B. Etiologi
Penyakit thalassemia adalah penyakit keturunan yang tidak dapat
ditularkan.banyak diturunkan oleh pasangan suami isteri yang mengidap
thalassemia dalam sel – selnya/ Faktor genetik (Suriadi, 2020). Thalassemia
bukan penyakit menular melainkan penyakit yang diturunkan secara genetik dan
resesif. Penyakit ini diturunkan melalui gen yang disebut sebagai gen globin beta
yang terletak pada kromosom 11. Pada manusia kromosom selalu ditemukan
berpasangan. Gen globin beta ini yang mengatur pembentukan salah satu
komponen pembentuk hemoglobin. Bila hanya sebelah gen globin beta yang
mengalami kelainan disebut pembawa sifat thalassemia-beta.

Seorang pembawa sifat thalassemia tampak normal/sehat, sebab masih


mempunyai 1 belah gen dalam keadaan normal (dapat berfungsi dengan baik).
Seorang pembawa sifat thalassemia jarang memerlukan pengobatan. Bila
kelainan gen globin terjadi pada kedua kromosom, dinamakan penderita
thalassemia (Homozigot/Mayor). Kedua belah gen yang sakit tersebut berasal
dari kedua orang tua yang masing-masing membawa sifat thalassemia. Pada
proses pembuahan, anak hanya mendapat sebelah gen globin beta dari ibunya
dan sebelah lagi dari ayahnya.

Bila kedua orang tuanya masing-masing pembawa sifat thalassemia maka


pada setiap pembuahan akan terdapat beberapa kemungkinan. Kemungkinan
pertama si anak mendapatkan gen globin beta yang berubah (gen thalassemia)
dari bapak dan ibunya maka anak akan menderita thalassemia. Sedangkan bila
anak hanya mendapat sebelah gen thalassemia dari ibu atau ayah maka anak

6
hanya membawa penyakit ini. Kemungkinan lain adalah anak mendapatkan gen
globin beta normal dari kedua orang tuanya.

Sedangkan menurut (Suriadi, 2001) Penyakit thalassemia adalah penyakit


keturunan yang tidak dapat ditularkan.banyak diturunkan oleh pasangan suami
isteri yang mengidap thalassemia dalam sel – selnya/ Faktor genetik.Jika kedua
orang tua tidak menderita Thalassaemia trait/pembawasifat Thalassaemia, maka
tidak mungkin mereka menurunkan Thalassaemia trait/pembawa sifat
Thalassaemia atau Thalassaemia mayor kepada anak-anak mereka. Semua anak-
anak mereka akan mempunyai darah yang normal.

Apabila salah seorang dari orang tua menderita Thalassaemia


trait/pembawa sifat Thalassaemia sedangkan yang lainnya tidak, maka satu
dibanding dua (50%) kemungkinannya bahwa setiap anak-anak mereka akan
menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia, tidak seorang
diantara anak-anak mereka akan menderita Thalassaemia mayor. Orang dengan
Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia adalah sehat, mereka dapat
menurunkan sifat-sifat bawaan tersebut kepada anak-anaknya tanpa ada yang
mengetahui bahwa sifat-sifat tersebut ada di kalangan keluarga mereka.

Apabila kedua orang tua menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat


Thalassaemia, maka anak-anak mereka mungkin akan menderita Thalassaemia
trait/pembawa sifat Thalassaemia atau mungkin juga memiliki darah yang
normal, atau mereka mungkin juga menderita Thalassaemia mayor.(hoffbrand
dkk,2020)

Menurut Williams (2019) penyebab thalasemia adalah


1.       Gangguan resesif autosomal yang diturunkan
2.      Gangguan herediter yang disebabkan kelainan sistem rantai beta dan rantai
alfa globin

C. TANDA GEJALA

7
kulit kekuningan (jaundice), urin gelap, cepat lelah, denyut jantung
meningkat, tulang wajah abnormal dan pertumbuhan  terhambat  serta 
permukaan  perut  yang  membuncit dengan pembesaran hati dan limpa. Pasien 
Thalassemia  mayor  umumnya  menunjukkan  gejala-gejala fisik berupa
hambatan pertumbuhan, anak menjadi kurus, perut membuncit  akibat 
hepatosplenomegali  dengan  wajah  yang  khas, frontal bossing, mulut tongos
(rodent like mouth), bibir agak tertarik, dan maloklusi gigi. Perubahan ini terjadi
akibat sumsum tulang yang terlalu  aktif  bekerja  untuk  menghasilkan  sel 
darah  merah,  pada Thalassemia bisa menyebabkan penebalan dan pembesaran
tulang terutama tulang kepala dan wajah, selain itu anak akan mengalami
pertumbuhan yang terhambat. Akibat dari anemia kronis dan transfusi berulang, 
maka  pasien  akan mengalami  kelebihan  zat besi  yang kemudian akan
tertimbun di setiap organ, terutama otot jantung, hati, kelenjar pankreas, dan
kelenjar pembentuk hormon lainnya, yang dikemudian hari akan menimbulkan
komplikasi.

Perubahan tulang yang paling sering terlihat terjadi pada tulang tengkorak  dan 
tulang  wajah.  Kepala  pasien  Thalassemia  mayor menjadi besar dengan
penonjolan pada tulang frontal dan pelebaran diploe (spons tulang) tulang
tengkorak hingga beberapa kali lebih besar dari orang normal .

D. PATOFISIOLOGI

Penyakit thalassemia disebabkan oleh adanya kelainan/perubahan/mutasi pada gen


globin alpha atau gen globin beta sehingga produksi rantai globin tersebut berkurang
atau tidak ada. Didalam sumsum tulang mutasi thalasemia menghambat pematangan sel
darah merah sehingga eritropoiesis dan mengakibatkan anemia berat. Akibatnya
produksi Hb berkurang dan sel darah merah mudah sekali rusak atau umurnya lebih
pendek dari sel darah normal (120 hari). (Kliegman,2020)

Normal hemoglobin adalah terdiri dari Hb-A dengan polipeptida rantai alpa dan dua
rantai beta. Pada beta thalasemia yaitu tidak adanya atau kurangnya rantai beta
thalasemia yaitu tidak adanya atau kekurangan rantai beta dalam molekul hemoglobin
yang mana ada gangguan kemampuan ertrosit membawa oksigen. Ada suatu
kompensator yang meningkat dalam rantai alpa, tetapi rantai beta memproduksi secara
terus menerus sehingga menghasilkan hemoglobin defictive. Ketidak seimbangan
polipeptida ini memudahkan ketidakstabilan dan disintegrasi. Hal ini menyebabkan sel
darah merah menjadi hemolisis dan menimbulkan anemia dan atau hemosiderosis.

Kelebihan pada rantai alpa ditemukan pada talasemia beta dan kelebihan rantai
beta dan gama ditemukan pada talasemia alpa. Kelebihan rantai polipeptida ini
mengalami presipitasi, yang terjadi sebagai rantai polipeptida alpa dan beta, atau terdiri
dari hemoglobin tak stabil badan heint, merusak sampul eritrosit dan menyebabkan

8
hemolisis. Reduksi dalam hemoglobin menstimulasi yang konstan pada bone marrow,
produksi RBC diluar menjadi eritropik aktif. Kompensator produksi RBC secara terus
menerus pada suatu dasar kronik, dan dengan cepatnya destruksi RBC,menimbulkan
tidak edukatnya sirkulasi hemoglobin. Kelebihan produksi dan edstruksi RBC
menyebabkan bone marrow menjadi tipis dan mudah pecah atau rapuh. (Suriadi, 2001 )

Pada talasemia letak salah satu asam amino rantai polipre tidak berbeda
urutannya/ditukar dengan jenis asam amino lain. Perubahan susunan asam amino
tersebut. Bisa terjadi pada ke-4 rantai poliper Hb-A, sedangkan kelainan pada rantai
alpha dapat menyebabkan kelainan ketiga Hb yaitu Hb-A, Hb-A2 dan Hb-F. (Suriadi,2001)

E. Penatalaksanaan
1. Menurut (Suriadi, 2001) Penatalaksaan Medis Thalasemia antara lain :

1. Pemberian transfusi hingga Hb mencapai 9-10g/dl. Komplikasi dari


pemberian transfusi darah yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya
penumpukan zat besi yang disebut hemosiderosis. Hemosiderosis ini dapat
dicegah dengan pemberian deferoxamine (Desferal), yang berfungsi untuk
mengeluarkan besi dari dalam tubuh (iron chelating agent). Deferoxamine
diberikan secar intravena, namun untuk mencegah hospitalisasi yang lama
dapat juga diberikan secara  subkutan dalam waktu lebih dari 12 jam.

2. Splenectomy : dilakukan untuk mengurangi penekanan pada abdomen dan


meningkatkan rentang hidup sel darah merah yang berasal dari suplemen
(transfusi).

3. Pada thalasemia yang berat diperlukan transfusi darah rutin dan pemberian
tambahan asam folat. Penderita yang menjalani transfusi, harus menghindari
tambahan zat besi dan obat-obat yang bersifat oksidatif (misalnya
sulfonamid), karena zat besi yang berlebihan bisa menyebabkan
keracunan.         Pada bentuk yang sangat berat, mungkin diperlukan
pencangkokan sumsum tulang. Terapi genetik masih dalam tahap penelitian.

4. Menurunkan atau mencegah hemosiderosis dengan pemberian parenteral


obat penghelasi besi (iro chelating drugs), de feroksamin diberikan subkutan

9
dalam jangka 8-12 jam dengan menggunakan pompa portabel kecil (selamat
tidur), 5-6 malam/minggu.

2. Penatalaksanaan Perawatan
a. Perawatan umum : makanan dengan gizi seimbang

b. Perawatan khusus :
1. Transfusi darah diberikan bila kadar Hb rendah sekali (kurang dari 6 gr%)
atau anak terlihat lemah dan tidak ada nafsu makan.

2. Splenektomi. Dilakukan pada anak yang berumur lebih dari 2 tahun dan
bila limpa terlalu besar sehingga risiko terjadinya trauma yang berakibat
perdarahan cukup besar.

3. Pemberian Roborantia, hindari preparat yang mengandung zat besi.

4. Pemberian Desferioxamin untuk menghambat proses hemosiderosis


yaitu membantu ekskresi Fe. Untuk mengurangi absorbsi Fe melalui usus
dianjurkan minum teh.

5. Transplantasi sumsum tulang (bone marrow) untuk anak yang sudah


berumur diatas 16 tahun. Di Indonesia, hal ini masih sulit dilaksanakan
karena biayanya sangat mahal dan sarananya belum memadai.

3.Penatalaksanaan Pengobatan

a. Penderita thalassemia akan mengalami anemia sehingga selalu


membutuhkan transfusi darah seumur hidupnya. Jika tidak, maka akan
terjadi kompensasi tubuh untuk membentuk sel darah merah. Organ tubuh
bekerja lebih keras sehingga terjadilah pembesaran jantung, pembesaran

10
limpa, pembesaran hati, penipisian tulang-tulang panjang, yang akirnya
dapat mengakibakan gagal jantung, perut membuncit, dan bentuk tulang
wajah berubah dan sering disertai patah tulang disertai trauma ringan.

b. Akibat transfusi yang berulang mengakibatkan penumpukan besi pada


organ-organ tubuh. Yang terlihat dari luar kulit menjadi kehitaman ,
sementara penumpukan besi di dalam tubuh umumnya terjadi pada
jantung, kelenjar endokrin, sehingga dapat megakibatkan gagal jantung,
pubertas terlambat, tidak menstruasi, pertumbuhan pendek, bahkan tidak
dapat mempunyai keturunan.

c. Akibat transfusi yang berulang, kemungkinan tertular penyakit hepatitis


B, hepatitis C, dan HIV cenderung besar. Ini yang terkadang membuat anak
thalassemia menjadi rendah diri.

d. Karena thalassemia merupakan penyakit genetik, maka jika dua orang


pembawa sifat thalassemia menikah, mereka mempunyai kemungkinan
25% anak normal/ sehat, 50% anak pembawa sifat/ thalassemia minor, dan
25% anak sakit thalassemia mayor.

F.PEMERIKSAAN PENUNJANG

Diagnosis untuk Thalassemia terdapat dua yaitu secara screening


test dan definitive test.

1. Screening test
Di daerah endemik, anemia hipokrom mikrositik perlu diragui sebagai
gangguan Thalassemia (Wiwanitkit, 2007).

a. Interpretasi apusan darah


Dengan apusan darah anemia mikrositik sering dapat dideteksi pada
kebanyakkan Thalassemia kecuali Thalassemia α silent carrier.

11
Pemeriksaan apusan darah rutin dapat membawa kepada diagnosis
Thalassemia tetapi kurang berguna untuk skrining.
b. Pemeriksaan osmotic fragility (OF)
Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan fragiliti eritrosit. Secara
dasarnya resistan eritrosit untuk lisis bila konsentrasi natrium klorida
dikurangkan dikira. Studi yang dilakukan menemui probabilitas formasi
pori-pori pada membran yang regang bervariasi mengikut order ini:
Thalassemia < kontrol < spherositosis (Maureen,1999). Studi OF
berkaitan kegunaan sebagai alat diagnostik telah dilakukan dan
berdasarkan satu penelitian di Thailand, sensitivitinya adalah 91.47%,
spesifikasi 81.60, false positive rate 18.40% dan false negative
rate 8.53% (Maureen,2020).
c. Indeks eritrosit
Dengan bantuan alat indeks sel darah merah dapat dicari tetapi hanya
dapat mendeteksi mikrositik dan hipokrom serta kurang memberi nilai
diagnostik. Maka metode matematika dibangunkan (Maureen, 2020).
d. Model matematika
Membedakan anemia defisiensi besi dari Thalassemia β berdasarkan
parameter jumlah eritrosit digunakan. Beberapa rumus telah
dipropose seperti 0.01 x MCH x (MCV)², RDW x MCH x (MCV) ²/Hb x
100, MCV/RBC dan MCH/RBC tetapi kebanyakkannya digunakan untuk
membedakan anemia defisiensi besi dengan Thalassemia β (Maureen,
1999).
Sekiranya Indeks Mentzer = MCV/RBC digunakan, nilai yang diperoleh
sekiranya >13 cenderung ke arah defisiensi besi sedangkan <13
mengarah ke Thalassemia trait. Pada penderita Thalassemia trait kadar
MCV rendah, eritrosit meningkat dan anemia tidak ada ataupun
ringan. Pada anemia defisiensi besi pula MCV rendah, eritrosit normal
ke rendah dan anemia adalah gejala lanjut (Ngastiyah, 2020).

2. Definitive test

12
a. Elektroforesis hemoglobin
Pemeriksaan ini dapat menentukan pelbagai jenis tipe hemoglobin di
dalam darah. Pada dewasa konstitusi normal hemoglobin adalah Hb A1
95-98%, Hb A2 2-3%, Hb F 0.8-2% (anak di bawah 6 bulan kadar ini
tinggi sedangkan neonatus bisa mencapai 80%). Nilai abnormal bisa
digunakan untuk diagnosis Thalassemia seperti pada Thalassemia
minor Hb A2 4-5.8% atau Hb F 2-5%, Thalassemia Hb H: Hb A2 <2% dan
Thalassemia mayor Hb F 10-90%. Pada negara tropikal membangun,
elektroporesis bisa juga mendeteksi Hb C, Hb S dan Hb J (Wiwanitkit,
2020).

b. Kromatografi hemoglobin
Pada elektroforesis hemoglobin, HB A2 tidak terpisah baik dengan Hb
C.Pemeriksaan menggunakan high performance liquid
chromatography
(HPLC) pula membolehkan penghitungan aktual Hb A2 meskipun
terdapat kehadiran Hb C atau Hb E. Metode ini berguna untuk
diagnosa Thalassemia β karena ia bisa mengidentifikasi hemoglobin
dan variannya serta menghitung konsentrasi dengan tepat terutama
Hb F dan Hb A2.
a. Molecular diagnosis
Pemeriksaan ini adalah gold standard dalam diagnosis Thalassemia.
Molecular diagnosis bukan saja dapat menentukan tipe Thalassemia
malah dapat juga menentukan mutasi yang berlaku.

G. ASPEK LEGAL ETIS

a. Otonomi (Autonomy)
Prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu mampu berpikir logis
dan mampu membuat keputusan sendiri. Orang dewasa dianggap kompeten dan
memiliki kekuatan membuat sendiri, memilih dan memiliki berbagai keputusan
atau pilihan yang harus dihargai oleh orang lain. Prinsip otonomi merupakan

13
bentuk respek terhadap seseorang, atau dipandang sebagai persetujuan tidak
memaksa dan bertindak secara rasional. Otonomi merupakan hak kemandirian
dan kebebasan individu yang menuntut pembedaan diri. Praktek profesional
merefleksikan otonomi saat perawat menghargai hak-hak klien dalam membuat
keputusan tentang perawatan dirinya.

b . B e r b u a t b a i k ( B e n e fi c i e n c e )
Beneficience berarti, hanya melakukan sesuatu yang baik. Kebaikan, memerlukan
pencegahan dari kesalahan atau kejahatan, penghapusan kesalahan atau
kejahatan dan peningkatan kebaikan oleh diri dan orang lain. Terkadang, dalam
situasi pelayanan kesehatan, terjadi konflik antara prinsip ini dengan otonomi.

c . K e a d i l a n ( J u s ti c e )
Prinsip keadilan dibutuhkan untuk terpai yang sama dan adil terhadap orang lain
yang menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan kemanusiaan. Nilai ini
direfleksikan dalam prkatek profesional ketika perawat bekerja untuk terapi yang
benar sesuai hukum, standar praktek dan keyakinan yang benar untuk
memperoleh kualitas pelayanan kesehatan.

d . T i d a k m e r u g i k a n ( N o n m a l e fi c i e n c e )
Prinsip ini berarti tidak menimbulkan bahaya/cedera fisik dan psikologis pada
klien.

e. Kejujuran (Veracity)
Prinsip veracity berarti penuh dengan kebenaran. Nilai ini diperlukan oleh
pemberi pelayanan kesehatan untuk menyampaikan kebenaran pada setiap klien
dan untuk meyakinkan bahwa klien sangat mengerti. Prinsip veracity
berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk mengatakan kebenaran.
Informasi harus ada agar menjadi akurat, komprensensif, dan objektif untuk
memfasilitasi pemahaman dan penerimaan materi yang ada, dan mengatakan
yang sebenarnya kepada klien tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan
keadaan dirinya selama menjalani perawatan. Walaupun demikian, terdapat
beberapa argument mengatakan adanya batasan untuk kejujuran seperti jika
kebenaran akan kesalahan prognosis klien untuk pemulihan atau adanya
hubungan paternalistik bahwa ”doctors knows best” sebab individu memiliki
otonomi, mereka memiliki hak untuk mendapatkan informasi penuh tentang
kondisinya. Kebenaran merupakan dasar dalam membangun hubungan saling
percaya.

14
f . M e n e p a ti j a n j i ( F i d e l i t y )
Prinsip fidelity dibutuhkan individu untuk menghargai janji dan komitmennya
terhadap orang lain. Perawat setia pada komitmennya dan menepati janji serta
menyimpan rahasia klien. Ketaatan, kesetiaan, adalah kewajiban seseorang
untuk mempertahankan komitmen yang dibuatnya. Kesetiaan, menggambarkan
kepatuhan perawat terhadap kode etik yang menyatakan bahwa tanggung jawab
dasar dari perawat adalah untuk meningkatkan kesehatan, mencegah penyakit,
memulihkan kesehatan dan meminimalkan penderitaan.

g . K e r a h a s i a a n ( C o n fi d e n ti a l i t y )
Aturan dalam prinsip kerahasiaan adalah informasi tentang klien harus dijaga
privasi klien. Segala sesuatu yang terdapat dalam dokumen catatan kesehatan
klien hanya boleh dibaca dalam rangka pengobatan klien. Tidak ada seorangpun
dapat memperoleh informasi tersebut kecuali jika diijinkan oleh klien dengan
bukti persetujuan. Diskusi tentang klien diluar area pelayanan, menyampaikan
pada teman atau keluarga tentang klien dengan tenaga kesehatan lain harus
dihindari.

h. Akuntabilitas (Accountability)
Akuntabilitas merupakan standar yang pasti bahwa tindakan seorang profesional
dapat dinilai dalam situasi yang tidak jelas atau tanpa terkecuali.

H. health education

 Lakukan Vaksin dengan Teratur

Vaksin sangat penting untuk mencegah banyak infeksi serius. Anak-anak dan
orang dewasa dengan thalasemia harus mendapatkan semua vaksinasi yang
direkomendasikan. Pengidap thalasemia dianggap berisiko tinggi untuk infeksi
tertentu dan harus mengikuti vaksinasi khusus yang dijadwalkan oleh dokter.

 Penuhi Asupan Nutrisi

Konsumsi makanan bergizi juga tak kalah pentingnya sebagai bagian dari pola
hidup sehat. Diet tinggi buah, sayuran, dan makanan rendah lemak sangat ideal
untuk membantu tubuh mendapatkan asupan nutrisi yang dibutuhkan. Pengidap
thalasemia mungkin perlu membatasi asupan makanan tinggi zat besi, karena
sudah terlalu banyak zat besi yang bisa menumpuk dalam darah. 

 Rutin Berolahraga dan Melakukan Aktivitas Fisik

15
Olahraga adalah bagian dari gaya hidup sehat yang bisa membantu
meningkatkan imunitas tubuh. Sayangnya, pengidap thalasemia mungkin
mengalami kesulitan untuk melakukan olahraga berat. Sebagai gantinya, lakukan
olahraga ringan seperti berjalan kaki atau bersepeda. Apabila anak dengan
thalasemia memiliki masalah dengan bagian sendi tubuh, pilihan olahraga,
seperti berenang, aerobik di air, dan yoga mungkin bisa dilakukan. 

 Selalu Berikan Dukungan

Memiliki hubungan yang hangat dan suportif adalah bagian penting dari
kehidupan. Dukungan dari banyak orang, termasuk teman bermain, teman
sekelas, dan anggota keluarga sangat penting untuk membangkitkan semangat
anak dengan thalasemia. Pastikan ibu selalu memberikan dukungan dan
semangat pada anak dalam menjalani pengobatan dan beraktivitas.

I. ASKEP TEORI TALASEMIA

A.    Pengkajian
1.      Asal keturunan/kewarganegaraan
Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa disekitar laut tengah
(mediterania). Seperti turki, yunani, Cyprus, dll. Di Indonesia sendiri, thalassemia
cukup banyak dijumpai pada anak, bahkan merupakan penyakit darah yang
paling banyak diderita.
2.      Umur
Pada thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala tersebut telah
terlihat sejak anak berumur kurang dari 1 tahun. Sedangkan pada thalasemia
minor yang gejalanya lebih ringan, biasanya anak baru datang berobat pada
umur sekitar 4 – 6 tahun.
3.      Riwayat kesehatan anak
Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran napas bagian atas infeksi
lainnya. Hal ini mudah dimengerti karena rendahnya Hb yang berfungsi sebagai
alat transport.
4.      Pertumbuhan dan perkembangan
Sering didapatkan data mengenai adanya kecenderungan gangguan
terhadap tumbuh kembang sejak anak masih bayi, karena adanya pengaruh

16
hipoksia jaringan yang bersifat kronik. Hal ini terjadi terutama untuk thalassemia
mayor. Pertumbuhan fisik anak adalah kecil untuk umurnya dan ada
keterlambatan dalam kematangan seksual, seperti tidak ada pertumbuhan
rambut pubis dan ketiak. Kecerdasan anak juga dapat mengalami penurunan.
Namun pada jenis thalasemia minor sering terlihat pertumbuhan dan
perkembangan anak normal.
5.      Pola makan
Karena adanya anoreksia, anak sering mengalami susah makan, sehingga
berat badan anak sangat rendah dan tidak sesuai dengan usianya.
6.      Pola aktivitas
Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak usianya. Anak banyak tidur /
istirahat, karena bila beraktivitas seperti anak normal mudah merasa lelah
7.      Riwayat kesehatan keluarga
Karena merupakan penyakit keturunan, maka perlu dikaji apakah orang tua
yang menderita thalassemia. Apabila kedua orang tua menderita thalassemia,
maka anaknya berisiko menderita thalassemia mayor. Oleh karena itu, konseling
pranikah sebenarnya perlu dilakukan karena berfungsi untuk mengetahui adanya
penyakit yang mungkin disebabkan karena keturunan.
8.      Riwayat ibu saat hamil (Ante Natal Core – ANC)
Selama Masa Kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam adanya
faktor risiko thalassemia. Sering orang tua merasa bahwa dirinya sehat. Apabila
diduga faktor resiko, maka ibu perlu diberitahukan mengenai risiko yang
mungkin dialami oleh anaknya nanti setelah lahir. Untuk memestikan diagnosis,
maka ibu segera dirujuk ke dokter.
9.      Data keadaan fisik anak thalassemia yang sering didapatkan diantaranya
adalah:
1)      Keadaan umum
Anak biasanya terlihat lemah dan kurang bergairah serta tidak selincah
anak seusianya yang normal.
2)      Kepala dan bentuk muka

17
Anak yang belum/tidak mendapatkan pengobatan mempunyai bentuk
khas, yaitu kepala membesar dan bentuk mukanya adalah mongoloid, yaitu
hidung pesek tanpa pangkal hidung, jarak kedua mata lebar, dan tulang dahi
terlihat lebar.
3)      Mata dan konjungtiva terlihat pucat kekuningan
4)      Mulut dan bibir terlihat pucat kehitaman

5)      Dada
Pada inspeksi terlihat bahwa dada sebelah kiri menonjol akibat adanya
pembesaran jantung yang disebabkan oleh anemia kronik.
6)      Perut
Kelihatan membuncit dan pada perabaan terdapat pembesaran limpa
dan hati ( hepatosplemagali).
7)      Pertumbuhan fisiknya terlalu kecil untuk umurnya dan BB nya kurang
dari normal. Ukuran fisik anak terlihat lebih kecil bila dibandingkan dengan
anak-anak lain seusianya.
8)      Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas.
Ada keterlambatan kematangan seksual, misalnya, tidak adanya
pertumbuhan rambut pada ketiak, pubis, atau kumis. Bahkan mungkin anak
tidak dapat mencapai tahap adolesense karena adanya anemia kronik.
9)      Kulit
Warna kulit pucat kekuning- kuningan. Jika anak telah sering mendapat
transfusi darah, maka warna kulit menjadi kelabu seperti besi akibat adanya
penimbunan zat besi dalam jaringan kulit (hemosiderosis).
10.  Penegakan diagnosis
a)      Biasanya ketika dilakukan pemeriksaan hapusan darah tepi
didapatkan gambaran sebagai berikut:
         Anisositosis ( sel darah tidak terbentuk secara sempurna )
         Hipokrom, yaitu jumlah sel berkurang

18
         Poikilositosis, yaitu adanya bentuk sel darah yang tidak normal
         Pada sel target terdapat tragmentasi dan banyak terdapat sel
normablast, serta kadar Fe dalam serum tinggi
b)      Kadar haemoglobin rendah, yaitu kurang dari 6 mg/dl. Hal ini terjadi
karena sel darah merah berumur pendek (kurang dari 100 hari) sebagai
akibat dari penghancuran sel darah merah didalam pembuluh darah.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan oksigenasi ke


sel – sel
2. Nyeri berhubungan dengan anoxia membran (vaso occlusive krisis)
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan kebutuhan
pemakaian dan suplai oksigen.
4. Perubahan proses dalam keluarga berhubungan dengan dampak penyakit
anak pada fungsi keluarga; resiko penyembuhan yang lama pada anak.
5. Resiko tinggi injuri berhubungan dengan hemoglobin abnormal,
penurunan kadar oksigen , dehidrasi.

C. PERENCANAAN KEPERAWATAN

1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan oksigenasi


ke sel – sel
Tujuan : gangguan perfusi jaringan teratasi
Kriteria Hasil:
 Tanda vital normal N : 80 – 110. R : 20 – 30 x/m
 Ektremitas hangat
 Warna kulit tidak pucat
 Sclera tidak ikterik
 Bibir tidak kering
 Hb normal 12 – 16 gr%

19
Intervensi keperawatan :
a.       Observasi Tanda Vital , Warna Kulit, Tingkat Kesadaran Dan Keadaan
Ektremitas
Rasional : Menunujukan Informasi Tentang Adekuat Atau Tidak
Perfusi Jaringan Dan Dapat Membantu Dalam Menentukan Intervensi
Yang Tepat
b.      Atur Posisi Semi Fowler
Rasional : Pengembangan paru akan lebih maksimal sehingga
pemasukan O2 lebih adekuat
c.       Kolaborasi Dengan Dokter Pemberian Tranfusi Darah
Rasional : Memaksimalkan sel darah merah, agar Hb meningkat
d.      Pemberian O2 kapan perlu
Rasional : Dengan tranfusi pemenuhan sel darah merah agar Hb
meningkat.

2. Nyeri berhubungan dengan anoksia membran (krisis vaso-occlusive)


Tujuan : rasa nyeri teratasi.
Kriteria Hasil: Rasa Nyeri hilang atau kurang
Intervensi keperawatan:
 Jadwalkan medikasi untuk pencegahan secara terus – menerus meskipun
tidak dibutuhkan.
Rasional: untuk mencegah sakit.
 Kenali macam – macam analgetik termasuk opioid dan jadwal medikasi
mungkin diperlukan.
Rasional: untuk mengetahui sejauh mana rasa sakit dapat diterima.
 Yakinkan si anak dan keluarga bahwa analgetik termasuk opioid, secara
medis diperlukan dan mungkin dibutuhkan dalam dosis yang tinggi.
Rasional: karena rasa sakit yang berlebihan bisa saja terjadi karena
sugesti mereka.
 Beri stimulus panas pada area yang dimaksud karena area yang sakit

20
 Hindari pengompresan dengan air dingin
Rasional: karena dapat meningkatkan vasokonstriksi

3. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan kebutuhan pemakaian dan


suplai oksigen.
Tujuan           : Intoleransi aktivitas dapat teratasi
Kriteria Hasil: Klien dapat melakukan aktivitasnya setiap hari secara
mandiri.
intervensi keperawatan :
 Observasi adanya tanda kerja fisik (takikardi, palpitasi, takipnea, dispnea,
napas pendek, hiperpnea, sesak napas, pusing, kunang-kunang,
berkeringat) dan keletihan
Rasional: Untuk merencanakan istirahat yang tepat
 Pertahankan posisi fowler- tinggi
Rasional : Untuk pertukaran udara yang optimal
 Beri oksigen suplemen
Rasional : Untuk meningkatkan oksigen ke jaringan
 Ukur tanda vital selama periode istirahat
Rasional:Untuk meningkatkan nilai dasar perbandingan selama periode
aktivitas
 Antisipasi dan bantu dalam aktivitas kehidupan sehari-hari yang mungkin
diluar batas toleransi anak
Rasional : Untuk mencegah kelelehan
 Rencanakan aktivitas keperawatan
Rasional : Untuk mencegah kebosanan dan menarik diri
 Beri aktivitas bermain pengalihan yang meningkatkan istirahat dan
tenang
Rasional : Untuk memberikan istirahat yang cukup

21
4. Perubahan proses dalam keluarga berhubungan dengan dampak penyakit
anak terhadap fungsi keluarga; resiko penyembuhan yang lama pada
anak.
Tujuan           : Agar mendapatkan pemahaman tentang penyakit
tersebut
Kriteria Hasil: klien memahaman tentang penyakit tersebut
Intervensi keperawatan:
 Ajari keluarga dan anak yang lebih tua tentang karakteristik dari
pengukuran – pengukuran.
Rasional: untuk meminimalkan komplikasi.
 Tekankan akan pentingnya menginformasikan perkembangan kesehatan,
penyakit si anak.
Rasional: untuk mendapatkan hasil kemajuan dari perawatan yang tepat.
 Jelaskan tanda – tanda adanya peningkatan krisis terutama demam, pucat
dan gangguan pernafasan.
Rasional: untuk menghindari keterlambatan perawatan.
 Berikan gambaran tentang penyakit keturunan dan berikan pendidikan
kesehatan pada keluargatentang genetik keluarga mereka.
Rasional: agar keluarga tahu apa yang harus dilakukan.
 Tempatkan orang tua sebagai pengawas untuk anak mereka.
Rasional: agar mendapatkan perawatan yang terbaik.

5. Resiko tinggi injuri berhubungan dengan ketidaknormalan hemoglobin,


penurunan oksigen, dehidrasi.
Tujuan           :  klien tidak mengalami resiko tinggi injuri
Kriteria Hasil: klien tidak terkena infeksi
a.      Jaga agar pasien mendapat oksigen yang cukup
Intervensi keperawatan:
Ukur tekanan untuk meminimalkan komplikasi berkaitan dengan
eksersi fisik dan stres emosional

22
Rasional: menghindari penambahan oksigen yang dibutuhkan
b.      Jaga agar pasien tidak mengalami dehidasi
Intervensi keperawatan:
 Observasi cairan infus sesuai anjuran (150ml/kg) dan kebutuhan
minimum cairan anak; infus.
Rasional: agar kebutuhan cairan ank dapat terpenuhi.
 Meningkatkan jumlah cairan infus diatas kebutuhan minimum ketika ada
latihan fisik atau stress dan selam krisis.
Rasional: agar tercukupi kebutuhan cairan melalui infus.
 Beri inforamasi tertulis pada orang tua berkaitan dengan kebutuhan
cairan yang spesifik.
Rasional: untuk mendorong complience.
 Dorong anak untuk banyak minum
Rasional: untuk mendorong complience.
 Beri informasi pada keluarga tentang tanda – tanda dehidrasi
Rasional: untuk menghindari penundaan terapi pemberian cairan.
 Pentingnya penekanan akan pentingnnya menghindari panas
Rasional: menghindari penyebab kehilangan cairan.
c.       Bebas dari infeksi
Intervensi keperawatan
 Tekankan pentingnya pemberian nutrisi; imunisasi yang rutin, termasuk
vaksin pneumococal dan meningococal; perlindungan dari sumber –
sumber infeksi yang diketahui; pengawasan kesehatan secara berkala.
 Laporkan setiap tanda infeksi pada yang bertanggung jawab dengan
segera.
Rasional: agar tidak terjadi keterlambatan dalam penanganan.
 Beri terapi antibiotika
Rasional: untuk mencegah dan merawat infeksi.

23
HEMOFILIA

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kata hemofilia pertama kali muncul pada sebuah tulisan yang ditulis oleh
Hopff di Universitas Zurich, tahun 1828. Dan menurut ensiklopedia Britanica,
istilah hemofilia (haemophilia) pertama kali diperkenalkan oleh seorang dokter
berkebangsaan Jerman, Johann Lukas Schonlein (1793 - 1864), pada tahun 1928.
Pada abad ke 20, pada dokter terus mencari penyebab timbulnya
hemofilia. Hingga mereka percaya bahwa pembuluh darah dari penderita
hemofilia mudah pecah. Kemudian pada tahun 1937, dua orang dokter dari
Havard, Patek dan Taylor, menemukan pemecahan masalah pada pembekuan

24
darah, yaitu dengan menambahkan suatu zat yang diambil dari plasma dalam
darah. Zat tersebut disebut dengan "anti - hemophilic globulin". Di tahun 1944,
Pavlosky, seorang dokter dari Buenos Aires, Argentina, mengerjakan suatu uji
coba laboratorium yang hasilnya memperlihatkan bahwa darah dari seorang
penderita hemofilia dapat mengatasi masalah pembekuan darah pada penderita
hemofilia lainnya dan sebaliknya. Ia secara kebetulan telah menemukan dua jenis
penderita hemofilia dengan masing - masing kekurangan zat protein yang
berbeda - Faktor VIII dan Faktor IX. Dan hal ini di tahun 1952, menjadikan
hemofilia A dan hemofilia B sebagai dua jenis penyakit yang berbeda
Meskipun hemofilia telah lama dikenal di dalam kepustakaan kedokteran,
tetapi di Jakarta baru tahun 1965 diagnosis laboratorik diperkenalkan oleh Kho
Lien Keng dengan Thromboplastin Generation Time (TGT) di samping prosedur
masa perdarahan dan masa pembekuan. Pengobatan yang tersedia di rumah
sakit hanya darah segar, sedangkan produksi Cryoprecipitate yang dipakai
sebagai terapi utama hemofilia di Jakarta, diperkenalkan oleh Masri Rustam pada
tahun 1975.
Pada tahun 2000 hemofilia yang dilaporkan ada 314, pada tahun 2001
kasus yang dilaporkan mencapai 530. Diantara 530 kasus ini, 183 kasus terdaftar
di RSCM, sisanya terdaftar di Bali, Bangka, Bandung, Banten, Lampung, Medan,
Padang, Palembang, Papua, Samarinda, Semarang, Surabaya, Ujung Pandang dan
Yogyakarta. Di antara 183 pasien hemofilia yang terdaftar di RSCM, 100 pasien
telah diperiksa aktivitas faktor VIII dan IX. Hasilnya menunjukkan 93 orang adalah
hemofilia A dan 7 pasien adalah hemofilia B. Sebagian besar pasien hemofilia A
mendapat cryoprecipitate untuk terapi pengganti, dan pada tahun 2000
konsumsi cryoprecipitate mencapai 40.000 kantong yang setara dengan kira-kira
2 juta unit faktor VIII.
Pada saat ini Tim Pelayanan Terpadu juga mempunyai komunikasi yang
baik dengan Tim Hemofilia dari negara lain. Pada Hari Hemofilia Sedunia tahun
2002, Pusat Pelayanan Terpadu Hemofilia RSCM telah ditetapkan sebagai Pusat
Pelayanan Terpadu Hemofilia Nasional. Pada tahun 2002 pasien hemofilia yang

25
telah terdaftar di seluruh Indonesia mencapai 757, diantaranya 233 terdaftar di
Jakarta, 144 di Sumatera Utara, 92 di Jawa Timur, 86 di Jawa Tengah dan sisanya
tersebar dari Nanggroe Aceh Darussalam sampai Papua.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Defenisi Hemofilia?
2. Bagaimana Fisiologi Hemofilia?
3. Bagaimana Klasifikasi Hemofilia?
4. Bagaimana Etiologi Hemofilia?
5. Bagaiamana Patofisiologi Hemofilia?
6. Bagaiamana Manifestasi klinis?
7. Apa Komplikasi Hemofilia?
8. Apa Pemeriksaan Penunjang?
9. Apa Penatalaksanaannya?
10. Bagaimana Asuhan Keperawatan Hemofilia?

C. Tujuan
a. Tujuan Umum
Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Hemofilia.
b. Tujuan Khusus
1. Untuk Mengetahui Defenisi Hemofilia
2. Untuk Mengetahui Fisiologi Hemofilia
3. Untuk Mengetahui Klasifikasi Hemofilia
4. Untuk Mengetahui Etiologi Hemofilia
5. Untuk Mengetahui Patofisiologi Hemofilia
6. Untuk Mengetahui Manifestasi klinis Hemofilia
7. Untuk Mengetahui Komplikasi Hemofilia.
8. Untuk Mengetahui Pemeriksaan Penunjang

26
9. Untuk Mengetahui Penatalaksanaan

BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi
Hemofilia berasal dari bahas Yunani Kuno, yang terdiri dari dua kata yaitu haima
yang berarti darah dan philia yang berarti cinta atau kasih sayang. Hemofilia adalah
suatau penyakit yang diturunkan, yang artinya diturunkan dari ibu kepada anaknya pada saat
anak tersebut dilahirkan.
Hemofilia adalah gangguan pendarahan yang disebabkan oleh defisiensi
herediter dan faktor darah esensial untuk koagulasi ( Wong, 2020 ).

27
Hemofilia merupakan gangguan koagulasi kogenital paling sering dan
serius. Kelainan initerkait dengan defisiensi faktor VII, IX atau XI yang ditemukan
secara genetik ( Nelson, 2020 ).
Hemofilia merupakan gangguan koagulasi herediter atau didapat yang
paling sering dijumpai, bermanifestasi sebagai episode perdarahan intermiten
( Price & Wilson, 2020 ).
Hemofilia merupakan gangguan koagulasi herediter atau didapat yang paling
sering dijumpai, bermanifestasi sebagai episode perdarahan intermiten. Hemofilia adalah
penyakit koagulasi darah kongenital karena anak kekurangan faktor pembekuan VIII
(Hemofilia A) atau faktor IX (Hemofilia B).
Angka kejadiannya 1:5.000 bayi laki-laki yang dilahirkan hidup, tanpa
dipengaruhi ras maupun kondisi sosio-ekonomi. Hemofilia tak mengenal ras, perbedaan
warna kulit ataupun suku bangsa. Mayoritas penderita hemophilia adalah pria karena mereka
hanya memiliki satu kromosom X. Sementara kaum hawa umumnya hanya menjadi
pembawa sifat (carrier). Seorang wanita akan benar-benar mengalami hemofilia
jika ayahnya seorang hemofilia dan ibunya pun pembawa sifat. Akan tetapi kasus
ini sangat jarang terjadi. Meskipun penyakit ini diturunkan, namun ternyata sebanyak 30
persen tak diketahui penyebabnya. Diperkirakan 350.000 penduduk dunia mengidap
Hemofilia. Di Indonesia,Himpunan Masyarakat Hemophilia Indonesia (HMHI) memperkirakan
terdapat sekitar 200.000 penderita, namun yang ada dalam catatan resmi HMHI
hanya terdapat 891 penderita.

B. ETIOLOGI

Hemofilia terjadi akibat mutasi genetik yang menyebabkan darah kekurangan


faktor pembekuan VIII dan IX. Kekurangan faktor tersebut menyebabkan darah
sukar membeku sehingga perdarahan sulit berhenti.
Mutasi genetik yang terjadi pada hemofilia mempengaruhi kromosom X.
Kelainan pada kromosom X kemudian diturunkan oleh ayah, ibu, atau kedua
orang tua kepada anak.
Hemofilia yang bergejala biasanya terjadi pada laki-laki. Anak perempuan lebih
sering menjadi pembawa (carrier) gen abnormal yang berpotensi untuk
diwariskan kepada keturunannya.
C. TANDA GEJALA

28
Gejala utama hemofilia adalah darah yang sukar membeku sehingga
menyebabkan perdarahan sulit berhenti atau berlangsung lebih lama. Selain itu,
penderita hemofilia bisa mengalami keluhan berupa:

 Perdarahan yang sulit berhenti, misalnya pada mimisan atau luka gores


 Perdarahan pada gusi
 Perdarahan yang sulit berhenti setelah operasi, misalnya setelah sunat
(sirkumsisi)
 Darah pada urine dan tinja
 Mudah mengalami memar
 Perdarahan pada sendi yang ditandai dengan nyeri dan bengkak pada
sendi siku dan lutut

D. PATOFISILOGI
Perdarahan karena gangguan pada pembekuan biasanya terjadi
pada jaringan yang letaknya dalam seperti otot, sendi, dan lainya yang
dapat terjadi kerena gangguan pada tahap pertama, kedua dan ketiga, disini
hanya akan di bahas gangguan pada tahap pertama, dimana tahap
pertama tersebutlah yang merupakan gangguan mekanisme pembekuan
yang terdapat pada hemofili A dan B.
Perdarahan mudah terjadi pada hemofilia, dikarenakan adanya
gangguan pembekuan, di awali ketika seseorang berusia kurang lebih
3 bulan atau saat-saat akan mulai merangkak maka akan terjadi perdarahan
awal akibat cedera ringan, dilanjutkan dengan keluhan-keluhan
berikutnya. Hemofilia juga dapat menyebabkan perdarahan serebral,
dan berakibat fatal. Rasionalnya adalah ketika mengalami perdarahan,
berarti terjadi luka pada pembuluh darah (yaitu saluran tempat darah mengalir
keseluruh tubuh) → darah keluar dari pembuluh. Pembuluh darah mengerut atau
mengecil → Keping darah (trombosit) akan menutup luka pada pembuluh
→Kekurangan jumlah factor pembeku darah tertentu, mengakibatkan
anyaman penutup luka tidak terbentuk sempurna → darah tidak
berhenti mengalir keluar pembuluh → perdarahan (normalnya: Faktor - faktor
pembeku darah bekerja membuat anyaman (benang - benang fibrin)
yang akan menutup luka sehingga darah berhenti mengalir keluar pembuluh).

29
E. PENATALAKSANAAN
a. Penatalaksanaan Medis.
1. Diberikan infus kriopresipitas yang mengandung 8 sampai 100 unit faktor
VIII setiap kantongnya.
2. Berikan AHF pada awal perdarahan untuk mengontrol Hematosis.
3. Berikan analgetik dan kortikosteroid untuk dapat mengurangi nyeri sendi
dan kemerahan pada hemofilia ringan.
4. Jika dalam darah terdapat antibodi, maka dosis plasma konsenratnya dinaikan atau
diberikan faktor pembekuan yang yang berbeda atau obat-obatan untuk
mengurangi kadar antibodi.
b. Penatalaksanaan Keperawatan.
1. Memperhatikan perawatan gigi agar tidak mengalami pencabutan gigi.
2. Istirahatkan anggota tubuh dimana ada luka.
3. Gunakan alat bantu seperti tongkat bila kaki mengalami perdarahan.
4. Kompreslah bagian tubuh yang terluka dan daerah sekitar dengan es.
5. Tekan dan ikat, sehingga bagian tubuh yang mengalami perdarahan tidak
bergerak ( immobilisasi ).
6. Letakkan bagian tubuh tersebut dalam posisi lebih tinggi dari posisi dada dan letakkan
diatas benda yang lembut.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Uji skining untuk koagulasi darah.  
a. Jumlah trombosit ( normal 150.000-450.000 per mm3 darah )Masa
protombin ( normal memerlukan waktu 11-13 detik ).
b. Masa tromboplastin parsial ( meningkat, mengukut keadekuatan faktor
koagulasi intrinsik ).
c. Fungsional terhadap faktor VII dan IX ( memastikan diagnosis)
d. Masa pembekuan trombin ( normalnya 10-13 detik ).

30
2. Biopsi hati : digunakan untuk memperoleh jaringan untuk pemeriksaan patologi dan
kultur.
3. Uji fungsi feal hati : digunakan untuk mendeteksi adanya penyakit hati
( misalnya, serum glutamic-piruvic trasaminase [ SPGT ], serum glutamic -
oxaloacetic transaminase [ SGOT ], fosfatase alkali, bilirubin ).

G. ASPEK LEGAL ETIS


H. a . O t o n o m i ( A u t o n o m y )
Prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu mampu
berpikir logis dan mampu membuat keputusan sendiri. Orang dewasa
dianggap kompeten dan memiliki kekuatan membuat sendiri, memilih
dan memiliki berbagai keputusan atau pilihan yang harus dihargai
oleh orang lain. Prinsip otonomi merupakan bentuk respek terhadap
seseorang, atau dipandang sebagai persetujuan tidak memaksa dan
bertindak secara rasional. Otonomi merupakan hak kemandirian dan
kebebasan individu yang menuntut pembedaan diri. Praktek
profesional merefleksikan otonomi saat perawat menghargai hak-hak
klien dalam membuat keputusan tentang perawatan dirinya.
I. b . B e r b u a t b a i k ( B e n e fi c i e n c e )
Beneficience berarti, hanya melakukan sesuatu yang baik. Kebaikan,
memerlukan pencegahan dari kesalahan atau kejahatan,
penghapusan kesalahan atau kejahatan dan peningkatan kebaikan
oleh diri dan orang lain. Terkadang, dalam situasi pelayanan
kesehatan, terjadi konflik antara prinsip ini dengan otonomi.
J. c . K e a d i l a n ( J u s ti c e )
Prinsip keadilan dibutuhkan untuk terpai yang sama dan adil terhadap
orang lain yang menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan
kemanusiaan. Nilai ini direfleksikan dalam prkatek profesional ketika
perawat bekerja untuk terapi yang benar sesuai hukum, standar
praktek dan keyakinan yang benar untuk memperoleh kualitas
pelayanan kesehatan.
K. d . T i d a k m e r u g i k a n ( N o n m a l e fi c i e n c e )
Prinsip ini berarti tidak menimbulkan bahaya/cedera fisik dan
psikologis pada klien.
L. e . K e j u j u r a n ( V e r a c i t y )
Prinsip veracity berarti penuh dengan kebenaran. Nilai ini diperlukan
oleh pemberi pelayanan kesehatan untuk menyampaikan kebenaran
pada setiap klien dan untuk meyakinkan bahwa klien sangat mengerti.

31
Prinsip veracity berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk
mengatakan kebenaran. Informasi harus ada agar menjadi akurat,
komprensensif, dan objektif untuk memfasilitasi pemahaman dan
penerimaan materi yang ada, dan mengatakan yang sebenarnya
kepada klien tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan
keadaan dirinya selama menjalani perawatan. Walaupun demikian,
terdapat beberapa argument mengatakan adanya batasan untuk
kejujuran seperti jika kebenaran akan kesalahan prognosis klien untuk
pemulihan atau adanya hubungan paternalistik bahwa ”doctors
knows best” sebab individu memiliki otonomi, mereka memiliki hak
untuk mendapatkan informasi penuh tentang kondisinya. Kebenaran
merupakan dasar dalam membangun hubungan saling percaya.
M. f . M e n e p a ti j a n j i ( F i d e l i t y )
Prinsip fidelity dibutuhkan individu untuk menghargai janji dan
komitmennya terhadap orang lain. Perawat setia pada komitmennya
dan menepati janji serta menyimpan rahasia klien. Ketaatan,
kesetiaan, adalah kewajiban seseorang untuk mempertahankan
komitmen yang dibuatnya. Kesetiaan, menggambarkan kepatuhan
perawat terhadap kode etik yang menyatakan bahwa tanggung jawab
dasar dari perawat adalah untuk meningkatkan kesehatan, mencegah
penyakit, memulihkan kesehatan dan meminimalkan penderitaan.
N. g . K e r a h a s i a a n ( C o n fi d e n ti a l i t y )
Aturan dalam prinsip kerahasiaan adalah informasi tentang klien
harus dijaga privasi klien. Segala sesuatu yang terdapat dalam
dokumen catatan kesehatan klien hanya boleh dibaca dalam rangka
pengobatan klien. Tidak ada seorangpun dapat memperoleh informasi
tersebut kecuali jika diijinkan oleh klien dengan bukti persetujuan.
Diskusi tentang klien diluar area pelayanan, menyampaikan pada
teman atau keluarga tentang klien dengan tenaga kesehatan lain
harus dihindari.
O. h . A k u n t a b i l i t a s ( A c c o u n t a b i l i t y )
Akuntabilitas merupakan standar yang pasti bahwa tindakan seorang
profesional dapat dinilai dalam situasi yang tidak jelas atau tanpa
terkecuali.

H. HEALTH EDUCATION
1. Aktivitas fisik

32
Tips hidup sehat yang pertama untuk penderita hemofilia adalah
melakukan berbagai aktivitas fisik yang cukup, seperti olahraga. Latihan dan
olahraga sehat baik bagi anak-anak dan orang dewasa dengan hemofilia.
2. Makan makanan yang sehat
Tips sehat berikutnya berkaitan dengan pola makan yang sehat untuk
penderita hemofilia. Sangat penting bahwa pasien dengan hemofilia menjaga
berat badannya tetap terkendali. Pasalnya, kelebihan berat badan bisa
berdampak pada penurunan berat bantalan sendi dan dapat meningkatkan nyeri
sendi.
Selama berjalan, sendi lutut dan pergelangan kaki perlu menanggung sekitar 5
kali berat total tubuh seseorang. Untuk 2,5 kg kelebihan berat badan akan
menambah beban pada setiap sendi.
3. Menjaga kebersihan mulut dan gigi
Tips yang juga tidak kalah penting untuk penderita hemofilia adalah
menjaga mulut dan gigi tetap sehat. Seperti yang telah disebutkan di atas, hal
sesederhana mencabut gigi dapat berakibat fatal pada pasien hemofilia karena
risiko perdarahan yang dapat terjadi.

ASKEP TEORI
HEMOFILIA
A. Pengkajian
Pada pengkajian anak dengan hemophilia dapat ditemukan adanya
pendarahan kambuhan yang dapat timbul setelah trauma baik ringan maupun
berat. Pada umumnya pendarahan di daerah persendian lutut, siku, pergelangan
kaki, bahu, dan pangkal paha ; sedangkan otot yang paling sering terkena adalah
flrksor lengan bawah. Khususnya pasa bayi dapat terlihat adanya perdarahan yang
berkepanjangan setelah bayi dilakukan sirkumsisi, adanya hematoma setelah
terjadinya infeksi , sering pendarahan pada mukosa oral dan jaringan lunak, sering
awalnya disertai dengan nyeri kemudian setelah nyeri akan menjadi bengkak,
hangat, dan menurunnya mobilitas. Pada pemeriksaan laboratorium dapat

33
dijumpai jumlah trombositnya normal, masa protombinnya normal, masa
tromboplastin parsialnya meningkat.

a. Aktivitas
Gejala :Kelelahan, malaise, ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas.
Tanda :Kelemahan otot, somnolen
b. Sirkulasi
Gejala :Palpitasi
Tanda :Kulit, membran mukosa pucat, defisit saraf serebral atau tanda
perdarahan serebra
c. Eliminasi
Gejala :Hematuria
d. Integritas ego
Gejala :Persaan tak ada harapan, tak berdaya
Tanda :Depresi, menarik diri, ansietas, marah
e. Nutrisi
Gajala :Anoreksia, penurunan berat badan
f. Nyeri
Gejala :Nyeri tulang, sendi, nyeri tekan sentral, kram otot
Tanda :Perilaku berhati-hati, gelisah, rewel
g. Keamanan
Gejala :Riwayat trauma ringan, perdarahan spontan.
Tanda :Hematom
h. Pengkajian tanda-tanda vital dan pengukuran tekanan hemodinamika untuk
melihat adanya tanda hipovalemia
i. Pengkajian psikososial
Kaji pemahaman klien dan keluarga mengenai kondisi dan tindakan untuk
mencegah perdarahan dan trauma
j. Pengkajian tingkat pngetahuan klien dan keluarga tentang kondisi sakit dan
penatalaksanaan.

B. Diagnosa Keperawatan

34
1. Nyeri b.d perdarahan dalam jaringan dan sendi
2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan akibat
perdarahan ditandai dengan mukosa mulut kering,turgor kulit lambat
kembali.
3. Resiko tinggi injuri berhubungan dengan kelemahan pertahanan sekunder
akibat hemofilia ditandai dengan seringnya terjadi cedera
4. Risiko kerusakan mobilitas fisik b.d efek perdarahan pada sendi dan
jaringan lain.
5. Perubahan proses keluarga b.d anak menderita penyakit serius

C. Intervensi
No Diagnosa Tujuan atau Intervensi
Keperawatan Kriteria Hasil

1. Nyeri b.d Pasien tidak 1. Tanyakan pada


perdarahan dalam menderita nyeri klien/keluarga tengtang
jaringan dan atau menurunkan nyeri yang diderita.
sendi intensitas atau 2. Observasi P, Q, R, S, T
skala nyeri yang nyeri.
dapat diterima 3. Lakukan manajemen
anak. nyeri (distraksi,
relaksasi)
4. Evaluasi perubahan

35
perilaku dan psikologi
pasien
5. Kolaborasi dengan tim
medis dalam pemberian
analgesik

2. Kekurangan Menunjukan 1. Awasi TTV


volume cairan perbaikan 2. Awasi intake dan

berhubungan keseimbangan output cairan


3. Perkirakan drainase
dengan cairan, mukosa
luka dan kehilangan
kehilangan mulut lembab,
yang tampak
akibat turgor kulit cepat
4. Kolaborasi dengan
perdarahan kembali kurang
tim medis dalam
ditandai dengan dari 2 detik
pemberian cairan
mukosa mulut
adekuat
kering,turgor
kulit lambat
kembali.

3. Resiko tinggi Injuri dan 1. Pertahankan keamanan


injuri komplikasi dapat tempat tidur klien,
berhubungan dihindari atau pasang pengaman pada
dengan tidak terjadi tempat tidur
kelemahan 2. Hindarkan dari cedera,
pertahanan ringan – berat
sekunder akibat 3. Awasi setiap gerakan
hemofilia yang memungkinkan
ditandai dengan terjadinya cedera
seringnya terjadi 4. Anjurkan pada
cedera orangtua untuk segera
membawa anak ke RS
jika terjadi injuri

36
5. Jelaskan pada orang
tua pentingnya
menghindari cedera.
4. Risiko kerusakan Menurunkan 1. Elevasi dan
mobilitas fisik resiko kerusakan immobilisasikan sendi
b.d efek mobilitas fisik selama episode
perdarahan pada perdarahan.
sendi dan 2. Latihan pasif sendi dan
jaringan lain. otot.
3. Konsultasikan dengan
ahli terapi fisik untuk
program latihan.
4. Konsultasikandengan
perawat kesehatan
masyarakat dan terapi
fisik untuk supervisi
ke rumah.
5. Kaji kebutuhan untuk
manajemen nyeri.
6. Diskusikan diet yang
sesuai.
7. Support untuk ke
ortopedik dalm
rehabilitasi sendi.
5. Perubahan proses Klien dapat 1. Rujuk pada konseling
keluarga b.d anak menerima support genetik untuk
menderita adekuat identifikasi kerier
penyakit serius hemofilia dan
beberapa kemungkinan
yang lain.
2. Rujuk kepada agen
atau organisasi bagi

37
penderita hemofilia.

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
 Hemofilia adalah gangguan pendarahan yang disebabkan oleh defisiensi
herediter dan faktor darah esensial untuk koagulasi ( Wong, 2003 ).
Hemofilia terbagi atas dua jenis, yaitu : Hemofilia A dan Hemifilia B
Etiologi Hemofilia adalah Faktor congenital Faktor didapat.
 Manifestasi klinis Perdarahan berkepanjangan setelah sirkumsisi.Ekimosis
sudkutan diatas tonjolan – tonjolan tulang (saat berumur 3 – 4
bulan ).Hematoma besara setelah infeksi. Perdarahan dari mukosa oral.
Perdarahan jaringan lunak. Gejala awal, yaitu nyeri. Setelah nyeri, yaitu
bengkak, hangat dan penurunan mobilitas. Sekuela jangka panjang.

38
Perdarahan berkepanjangan dalam otot dapat menyebabkan kompresi
saraf dan fibrosis otot.
 Komplikasi hemophilia Tinbulnya inhibitor Kerusakan sendi akibat
pendarahan berulang Infeksi yang ditularkan oleh darah.
 Pemeriksaan Penunjang Uji skining untuk koagulasi darah Biopsi hati Uji
fungsi feal hati.
 Talasemia merupakan penyakit anemia hemalitik dimana terjadi
kerusakan sel darah merah di dalam pembuluh darah sehingga umur
eritrosit menjadi pendek (kurang dari 100 hari).
 Penyakit thalassemia disebabkan oleh adanya kelainan/perubahan/
mutasi pada gen globin alpha atau gen globin beta sehingga produksi
rantai globin tersebut berkurang atau tidak ada. Didalam sumsum tulang
mutasi thalasemia menghambat pematangan sel darah merah sehingga
eritropoiesis dan mengakibatkan anemia berat. Akibatnya produksi Hb
berkurang dan sel darah merah mudah sekali rusak atau umurnya lebih
pendek dari sel darah normal (120 hari).
 Komplikasi dari penyakit thalasemia dapat menyebabkan Komplikasi
Jantung, Komplikasi pada Tulang, Pembesaran Limpa (Splenomegali),
Komplikasi pada Hati dan Komplikasi pada Kelenjar Hormon.
B. SARAN
Hendaknya para tenaga kesehatan khususnya perawat dapat mengerti
maupun memahami tentang penyakit hemofilia talasemia sehingga selain
mampu untuk melakukan tindakan keperawatan kepada pasien, juga mampu
mengerti mengenai asuhan keperawatan pada pasien dengan hemofilia dan
talasemia.

39
DAFTAR PUSTAKA

Arif M. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi III, Jilid 2. Media Aesculapius,
FKUI: Jakarta.
Brunner dkk. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. EGC Kedokteran: Jakarta
Cecily. L Betz, 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Alih bahasa Jan
Tambayong, EGC: Jakarta.
Marilynn E. Doenges, Mary Prances Moorhouse, Alice C. Beissler, 1993,
Rencana Asuhan Keperawatan, EGC.

Sodeman, 1995, Patofisiologi Sodeman : Mekanisme Penyakit, Editor, Joko


Suyono, Hipocrates, Jakarta

40
41

Anda mungkin juga menyukai