Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH

DIFTERI ANAK

Dosen Pembimbing :

Alwin S.Kep.,Ns.,M.Kep.,

Disusun oleh :

Kelompok 14

Fatimatul Munawwaroh (14201.12.20011)


Intan dewi irfanda febriyanti (14201.12.20018)
Ahnaf Zidane Listianto Effendy (14201.12.20002)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HAFSHAWATY
PESANTREN ZAINUL HASAN
PROBOLINGGO
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-
Nya karena penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Tidak lupa sholawat serta
salam semoga senantiasa tercurah limpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad
SAW, kepada keluarganya, sahabatnya hingga kepada kita sebagai umatnya hingga
akhir zaman.
Pada makalah ini penulis membahas mengenai difteri anak. Dalam menyusun
makalah ini, penulis menggunakan beberapa sumber sebagai referensi, penulis
mengambil referensi dari buku dan jurnal.
Penulisan makalah ini dapat terlaksana dengan baik dan lancar antara lain tidak
lepas dari dukungan dan masukan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis
mengucapkan terimakasih kepada:
1. KH. Muhammad Hasan Mutawakkil Alallah, SH, MM. selaku Pengasuh
Yayasan Pondok Pesantren Zainul Hasan Genggong.
2. Dr. Nur Hamim, SKM., S.Kep., Ns.,M.Kes. selaku Ketua Sekolah Tinggi
Ilmu Kesehatan Hafshawaty Zainul Hasan Genggong.
3. Wardatul Washilah S.Kep,.Ns., M.Kep selaku wali kelas sarjana keperawatan
semester 4.
4. Ibu Shinta Wahyusari S.Kep.,Ns.,M.Kep.,Sp.Kep.Mat selaku dosen mata ajar
Keperawatan Maternitas 1
Dalam penulisan makalah ini, kami telah berusaha semaksimal mungkin untuk
menyajikan yang terbaik, namun kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan dikarenakan keterbatasan pengetahuan kami. Oleh sebab itu, kami
sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca untuk
kesempurnaan makalah ini.

Probolinggo, 21 Maret 2022

Penulis

i
Daftar isi
KATA PENGANTAR...................................................................................................i
DAFTAR ISI................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................1
1.1 Latar Belakang........................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...................................................................................................1
1.3 Tujuan.....................................................................................................................1
1.4 Manfaat...................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN..............................................................................................3
2.1 Etiologi difteri………………………….................................................................3
2.2 Manifestasi Klinis...................................................................................................4
2.3 Anatomi...................................................................................................................5
2.4 Patofisiologi............................................................................................................5
2.5 Pathway..................................................................................................................6
2.6 Klasifikasi................................................................................................................7
2.7 Pemeriksaan Penunjang..........................................................................................8
2.8 Penatalaksanaan.......................................................................................................9
2.9 Komplikasi...............................................................................................................9
BAB III.........................................................................................................................9
PENUTUP.....................................................................................................................9
3.1 Kesimpulan.............................................................................................................9
3.2 Saran.......................................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................10
LAMPIRAN (JURNAL KEPERAWATAN)..............................................................11

ii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Difteri adalah penyakit akut yang disebabkan oleh Corynebacterium diphtheria,
suatu bakteri Gram positif fakultatif anaerob. Penyakit ini ditandai dengan sakit
tenggorokan, demam, malaise dan pada pemeriksaan ditemukan pseudomembran
pada tonsil, faring, dan/atau rongga hidung. Difteri merupakan penyakit yang masih
mewabah di daerah-daerah yang belum berkembang dan dapat menyebabkan ribuan
kematian dan paling sering terjadi pada anakanak yang berumur 1-10 tahun (Jurnal
Pediatri, 2017). Penularan C. Diptheriae dapat melalui droplet, alat makan atau
kontak dengan benda yang terkontaminasi oleh kuman diptheriae (Radian, Suryawati,
& Jati, 2018).

Difteri pada umumnya lebih banyak menyerang pada usia anak 5-7 tahun.
Penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri Conybacterium diptheria
(Kementerian Kesehatan, 2014).Keadaan ini terjadi karena ada kelompok yang tidak
mendapatkan imunisasi atau status imunisasinya tidak lengkap sehingga tidak
terbentuk kekebalan tubuh terhadap infeksi bakteri Difteri, sehingga mudah tertular
Difteri. Laporan kasus difteri sejak 1 Januari sampai dengan 4 November 2017
menunjukkan telah ditemukan sebanyak 591 kasus difteri dengan 32 kematian di 95
Kabupaten/Kota di 20 provinsi di Indonesia, meski difteri sangat mudah menular,
berbahaya dan dapat menyebabkan kematian, difteri ini dapat dicegah dengan
imunisasi. (Depkes, 2017).

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa saja Etiologi difteri?
2. Apa saja Manifestasi Klinis?
3. Bagaiman tanda Patofisiologi?
4. Bagaimana tahapan proses klasifikasi?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui Etiologi Difteri
2. Mengetahui Apa saja Manifestasi Klinis
3. Mengetahui tanda tanda Patofisiologi
4. Mengetahui tahapan proses klasifikasi

1
1.3 Manfaat
Makalah ini dimaksudkan agar mahasiswa/i dapat memahami asuhan keperawatan
pada klien (anak) dengan gangguan difteri

2
LAPORAN PENDAHULUAN

PADA BAYI DAN ANAK DENGAN DIFTERi

1) Pengertiaan
Difteri merupakan penyakit menular yang serius yang menyerang
saluran pernapasan atas yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium
diphtheria, suatu bakteri Gram positif fakultatif anaerob .Penyakit ini ditandai
dengan sakit tenggorokan, demam, malaise dan pada pemeriksaan ditemukan
pseudomembran pada tonsil, faring, dan / atau rongga hidung.
Difteri adalah penyakit yang ditularkan melalui kontak langsung atau
droplet dari penderita. Pemeriksaan khas menunjukkan pseudomembran
tampak kotor dan berwarna putih keabuan yang dapat menyebabkan
penyumbatan karena peradangan tonsil dan meluas ke struktur yang
berdekatan sehingga dapat menyebabkan bull neck. Membran mudah berdarah
apabila dilakukan pengangkatan.
Penderita difteri umumnya anak-anak, usia di bawah 15 tahun.
Dilaporkan 10% kasus difteri dapat berakibat fatal, yaitu sampai kematian.
Selama permulaan pertama dari abad ke -20, difteri merupakan penyebab
umum dari kematian bayi dan anak-anak muda. Penyaki ini juga dijumpai
pada daerah padat penduduk deangan tingkat sanitasi rendah. Oleh karena itu ,
menjaga kebersihan sangatlah penting , karena berperan dalam menun jang
kesehatan kita .
Jenis penyakit difteri dibedakan menjadi 2 , yaitu diseri faring – tonsil
dan difteri laring trakea . perbedaan terdapat pada gejala yang ditimbulkan.
Difter laring-trakea gejalanya lebih berat daripada difteri faring-tonsil.

2) ETIOLOGI

Penyebabnya adalah corynebacterium diphteriae. Bakteri ini ditularkan


melalui percikan ludah yang berasal dari batuk penderita atau benda maupun

3
makanan yang telah terkontaminasi oleh bakteri. Biasanya bakteri ini
berkembangbiak pada atau disekitar selaput lender mulut atau tenggorokan
dan menyebabkan peradangan. Pewarnaan sediaan langsung dapat
dialkuakan dengan biru metilen atau biru toluidin. Basil ini dapat ditemukan
dengan sediaan langsung dari lesi.

menurut staf ilmu kesehatan anak fkui dalam buku kuliah ilmu kesehatan
anak, sifat bakteri corynebacterium diphteriae :

1. Gram Positif
2. Aerob
3. Polimorf
4. Tidak bergerak
5. Tidak berspora
Disamping itu bakeri ini dapat mati pada pemanasan 60ºC selama 10
menit, tahan beberapa minggu dalam es, air, susu dan lendir yang telah
mengering. Terdapat tiga jenis basil yaitu bentuk gravis, mitis, dan
intermedius atas dasar perbedaan bentuk koloni dalam biakan agar darah yang
mengandung kalium telurit. Basil Difteria mempunyai sifat:
1. Mambentuk psedomembran yang sukar dianggkat, mudah berdarah,
dan berwarna putih keabu-abuan yang meliputi daerah yang
terkena.terdiri dari fibrin, leukosit, jaringan nekrotik dan kuman.
2. Mengeluarkan eksotoksin yang sangat ganas dan dapat meracuni
jaringan setelah beberapa jam diserap dan memberikan gambaran
perubahan jaringan yang khas terutama pada otot jantung, ginjal dan
jaringan saraf.

3) MANIFESTASI KLINIS
1. Demam , suhu tubuh meningka 38,9 derajat C
2. Batuk pilek
3. Sakit dan pembengkakan pada tenggorokan

4
4. Mual muntah, sakit kepala
5. Adanya pembentukan selaput di tenggorokan berwarna putih ke abu-
abuan kotor
6. Leher kaku

4) ANATOMI

5) PATOFISIOLOGI
a. Kuman difteri masuk dan berkembang biak pada saluran nafas atas,
dan dapat juga pada vulva, kulit, mata
b. Kuman membentuk pseudomembran dan melepaskan eksotoksin.
Pseudomembran timbul local dan menjalar dari faring, laring, dan
saluran nafas atas. Kelenjar getah bening akan tampak membengkak
dan mengandung toksin.
c. Bila eksotoksin mengenai otot jantung akan mengakibatkan terjadinya
miokarditis dan timbul paralysis otot-otot pernafasan bila mengenai
jaringan saraf.
d. Sumbatan pada jalan nafas sering terjadi akibat dari pseudomembran
pada laring dan trakea dan dapat menyebabkan kondisi yang fatal

5
6) PATHWAY

Corynebacterium diphtriae

Kontak langsung dengan orang yang terinfeksi atau barang-barang yang


terkontaminasi

Masuk ke dalam tubuh melalui saluran


pencernaan atau pernpasan

Aliran sistemik

Masa inkubasi 2-3 hari

Mengeluarkan toksin

Nasal Luring
Tonsil/faringial

Tenggorokan sakit ,demam,anoreksia,lemah


membrane berwarna putih tau abu-abu
linfadenitis (bull’s neek),toxemia,syokn septik

Demam ,suara
Mukosahidung (flu,secret
serak,batuk,obstuksi saluran
hidung serosa)
nafas,sesak nafas,sianosis

Pemenuhan nutrisi berkurang ,sehingga


berat badan menurun.
Bersihan jalan nafas tidak
efektif dan ansietas RR tidak efektif
terhadap adanya sekret

6
7) KLASIFIKASI
a. Menurut tingkat keparahannya penyakit ini menjadi 3 tingkat yaitu :
a. Infeksi ringan bila pseudomembran hanya terdapat pada mukosa
hidung dengan gejala hanya nyeri menelan.
b. Infeksi sedang bila pseudomembran telah menyaring sampai faring
(dinding belakang rongga mulut), sampai menimbulkan
pembengkakan pada laring.
c. Infeksi berat bila terjadi sumbatan nafas yang berat disertai dengan
gejala komplikas seperti miokarditis (radang otot jantung), paralysis
(kelemahan anggota gerak) dan nefritis (radang ginjal)

b. Menurut bagian ilmu kesehatan penyakit ini juga dibedakan menurut


lokasi gejala yang dirasakan pasien :

a. Difteri hidung
Gejala paling ringan dan paling jarang (2%). Mula-mula
tampak pilek, kemudian secret yang keluar tercampur darah sedikit
yang berasal dari pseudomembran. Penyebaran pseudomembran dapat
mencapai faring dan laring.
b. Difteri faring dan tonsil ( Difteri Fausial ).
Difteri jenis ini merupakan difteri paling berat karena bisa
mengancam nyawa penderita akibat gagal nafas. Paling sering
dijumpai (75%). Gejala mungkin ringan tanpa pembentukan
pseudomembran. Dapat sembuh sendiri dan memberikan imunitas
pada penderita.Pada kondisi yang lebih berat diawali dengan radang
tenggorokan dengan peningkatan suhu tubuh yang tidak terlalu tinggi,
pseudomembran awalnya hanya berupa bercak putih keabu-abuan
yang cepat meluas ke nasofaring atau ke laring, nafas berbau, dan ada
pembengkakan regional leher tampak seperti leher sapi (bull’s neck).

7
Dapat terjadi sakit menelan, dan suara serak serta stridor inspirasi
walaupun belum terjadi sumbatan laring
c. Difteri laring dan trakea
Lebih sering merupakan penjalaran difteri faring dan tonsil,
daripada yang primer. Gejala gangguan nafas berupa suara serak dan
stridor inspirasi jelas dan bila lebih berat timbul sesak nafas hebat,
sianosis, dan tampak retraksi suprasternal serta epigastrium. Ada bull’s
neck, laring tampak kemerahan dan sembab, banyak sekret, dan
permukaan ditutupi oleh pseudomembran.Bila anak terlihat sesak
dan payah sekali perlu dilakukan trakeostomim sebagai pertolongan
pertama
d. Difteri kutaneus dan vaginal
Dengan gejala berupa luka mirip sariawan pada kulit dan
vagina dengan pembentukan membrane diatasnya. Namun tidak
seperti sariawan yang sangat nyeri, pada difteri, luka yang terjadi
justru tidak terasa apa apa. Difteri dapat pula timbul pada daerah
konjungtiva dan umbilikus.
e. Diphtheria Kulit, Konjungtiva, Telinga
Diphtheria kulit berupa tukak di kulit, tepi jelas dan terdapat
membran pada dasarnya. Kelainan cenderung menahun. Diphtheria
pada mata dengan lesi pada konjungtiva berupa kemerahan,
edema dan membran pada konjungtiva palpebra. Pada telinga berupa
otitis eksterna dengan sekret purulen dan berbau

8) PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium darah lenkap
b. EKG
c. Tes schick
d. Usapan tenggorokan dan hidung

8
9) PENATALAKSANAA
a. Isolasi Pasien.
Isolasi Dihentikan Jika Hasil Pemeriksaan Terhadap Bakteri
icornyebacterium Diphteriae Dinyatakan Negatif Setelah Melewati
Dua Hari Pemeriksaan.
b. Pemberian Imunisasi.
Biasanya Imunisasi Ini Bersamaan Dengan Imunisasi Polio,
Hepatitis B, Sedangkan Imunisasi Difteri Tergabung Dalam
Imunisasi Dpt Atau Difteri, Pertusis Dan Tetanus. Untuk Bayi Umur
Sembilan Bulan Dilengkapi Dengan Imunisasi Campak (Morbili).
Imunisasi Pada Bayi Umur Dua Bulan Sebanyak Tiga Kali Dengan
Selang Satu Bulan.

10) KOMPLIKASI
a. Saluran pernapasan : terjadi obstruksi jalan nafas
b. Kardiovaskuler : miokardiis adalah akbat langsung dari tikson
c. Kelainan ginjal :nefritis
d. Kelainan saraf : paralisis

9
ASKEP TEORI
1. Pengkajian
1. Identitas Pasien
Nama :
Tempat/Tgl lahir :
Jenis kelamin :
Pekerjaan :
2. Keluhan Utama :
Klien mengalami peradangan kronis pada tonsil, sinus, faring, laring, dan
saluran nafas atas dan mengalami pilek dengan sekret bercampur darah

3. Keluhan penyakit
1. Riwayat penyakit sekarang
Klien mengalami peradangan kronis pada tonsil, sinus, faring, laring,
dan saluran nafas atas dan mengalami pilek dengan sekret bercampur
darah
2. Riwayat penyakit dahulu
Tidak ada
3. Riwayat kesehatan keluarga
Tidak adanya keluarga yang mengalami difteri
4. Pemeriksaan fisik
Head to toe
Kepala
Inspeksi : bentuk kepala, distribusi, warna, kulit kepala.
Palpasi : nyeri tekan dikepala.
Wajah
Inspeksi : bentuk wajah, kulit wajah.
Palpasi : nyeri tekan di wajah.
Mata

10
Inspeksi : bentuk mata, sclera, konjungtiva, pupil.
Palpasi : nyeri tekan pada bola mata, warna mukosa konjungtiva, warna
mukosasclera.
Hidung
Inspeksi : bentuk hidung, pernapasan cuping hidung, secret.
Palpasi : nyeri tekan pada hidung.
Mulut
Inspeksi : Lidah kotor, anoreksia, ditemukan pseudomembran.
Palpasi : nyeri tekan pada lidah, gusi, gigi.
Leher
Inspksi : bentuk leher, warna kulit pada leher.
Palpasi : nyeri tekan pada leher
Dada
Inspeksi : bentuk dada, pengembangan dada, frekuensi pernapasan.
Palpasi : pengembangan paru pada inspirasi dan ekspirasi, fokal fremitus,
nyeritekan.
Perkusi : batas jantung, batas paru, ada / tidak penumpukan secret.
Auskultasi : bunyi paru dan suara napas.
Abdomen
Inspeksi : bentuk abdomen, warna kulit abdomen.
Auskultasi : bising usus, bising vena, pergesekan hepar dan lien.
Perkusi : batas hepar,batas ginjal,batas lien,ada/tidaknya pnimbunan cairan
diperut.
Genitalia
Inspeksi : bentuk alat kelamin, distribusi rambut kelamin, warna rambut
kelamin, benjolan
Palpasi : nyeri tekan pada alat kelamin.
Integumen
Inspeksi : warna kulit,benjolan.
Palpasi : nyeri tekan pada kulit.

11
Ekstremitas Atas
Inspeksi : warna kulit,bentuk tangan.
Palpasi : nyeri tekan.
Ekstrimitas Bawah
Inspeksi : warna kulit, bentuk kaki.
Palpasi : nyeri tekan,kekuatan otot.
Keadaan Umum
GCS : Ciri tubuh : kulit, rambut, postur tubuh.
Tanda vital : nadi, suhu tubuh, tekanan darah, dan pernafasan.
2. Pemeriksaan pola
Pola Fungsi Kesehatan
1) Pola nutrisi dan metabolisme
Jumlah asupan nutrisi kurang disebabkan oleh anoreksia
2) Pola aktivitas
Klien mengalami gangguan aktivitas karena malaise dan
demam
3) Pola istirahat dan tidur
Klien mengalami sesak nafas sehingga mengganggu istirahat
dan tidur
4) Pola eliminasi
Klien mengalami penurunan jumlah urin dan feses karena
jumlah asupan nutrisi kurang disebabkan oleh anoreksia

3. DIAGNOSA KEPERAWATAN
5. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang tertahan
ditandai dengan mengi, wheezing dan/atau ronkhi kering
6. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makanan
ditandai dengan berat badan menurun minimal 10% dibawah rentang ideal
7. Nyeri akut berhubungan dengan mengeluh nyeri ditandi dengan nafsu makan
berubah

12
INTERVENSI KEPERAWATAN

DIAGNOSA
KEPERAWATAN SLKI DAN INDIKATOR URAIAN AKTIVITAS NAMA DAN
NO TANGGAL DITEGAKKAN / SERTA SKOR AWAL DAN SKOR RENCANA TTD
KODE TARGET TINDAKAN (SIKI) PERAWAT

1. dd/mm/yy Bersihan jalan napas Setelah dilakukan intervensi 1 x 24 Intervensi Utama :


jam diharapkan bersihan jalan napas 1. Latihan batuk
tidak efektif
meningkat dengan kriteria hasil :
efektif
berhubungan dengan
sekresi yang tertahan No Indikator Skor Skor
Observási
Awal Targ
ditandai dengan et  Identifikasi
1. Batuk 3 5 kemampuan
mengi, wheezing
efektif
dan/atau ronkhi kering 2. Produksi 3 5 batuk
sputum  Monitor adanya
3. Mengi 3 5
4 Wheezing 3 5 retensi sputum
 Monitor tanda
5 Mekonium 3 5
dan gejala infeksi
saluran napas

Terapeutik
 Atur posisi semi

13
flower atau
flower
 Pasang perlak
dan bengkok
dipangkuan
pasien
 Buang
sekret pada
tempat sputum
Edukasi
 Jelaskan tujun
dan prosedur
batuk efektif

Kolaborasi

 Kolaborasi
pemberian
mukolitik
atau

14
ekspektoran,
jika perlu

2. Manajemen jalan
napas
Observasi

 Monitor
posisi selang
endoktrateal,
terutama
setelah
mengubah
posisi
 Monitor
tekanan balon
ETT setiap 4-8
jam

Terapeutik

15
 Cegah ETT
terlipat
(kinking)
 Kurangi
tekanan balon
secara
periodik tiap
shift

Defisit nutrisi  Lakukan

berhubungan dengan perawatan

ketidakmampuan mulut (mis.

menelan makanan Dengan sikat

ditandai dengan gigi, kasa,

berat badan pelembab bibir)

menurun minimal Edukasi

10% dibawah rentang  Jelaskan

ideal pasien dan


atau

16
keluarga
tujuan dan
prosedur
pemasang
an jalan
napas
buatan

Kolaborasi
3. Pemantaun
respirasi
2. Observasi

 Monitor
adanya
produksi
sputum
 Monitor
kemampuan
batuk efektif

17
 Monitor
Setelah dilakukan intervensi 1 x 24
jam diharapkan status nutrisi
saturasi
membaik dengan kriteria hasil : oksigen

No Indikator Skor Terapeutik


Awal
1. Porsi makanan 3
 Atur interval
yang dihabiskan
2. Berat badan 3 pemantauan
3. Indeks masa 3
respirasi
tubuh (IMT)
4 Frekuensi makan 3 sesuai

5 Nafsu makan 3 kondisi


pasien
 Dokumentas
Nyeri akut ikan hasil
berhubungan dengan pemantauan
mengeluh nyeri ditandi
Edukasi
dengan nafsu makan
berubah  Jelaskan
tujuan dan
prosedur

18
pemantauan
 Informasika
n hasil
pemantauan
, jika perlu

1. Manajemen
nutrisi
Observasi

 Identifikasi
status nutrisi
 Monitor asupan
makanan
 Monitor berat
badan

Terapeutik

19
 Berikan
makanan
tinggi kalori
dan tinggi
protein
 Berikan
suplemen
makanan,
jika perlu

Edukasi
3.
 Anjurkan
posisi
duduk, jika
mampu
 Ajarkan diet
yang
diprogramka
n

20
Kolaborasi

 Kolaborasi
pemberian
medikasi
makan (mis.
Setelah dilakukan intervensi 1 x 24
jam diharapkan tingkat nyeri pereda
menurun dengan kriteria hasil : nyeri,

No Indikator Skor antiemetik),


Awal jika perlu
1. Keluhan nyeri 3

2. Meringis 3 2. Promosi berat


3. Sikap protektif 3
badan
4 Gelisah 3
Observasi
5 Frekuensi nadi 3
 Identifikasi
kemungkina
n penyebab
BB kurang
 Monitor

21
adanya mual
dan muntah

Terapeutik

 Berikan
perawatan
mulut
sebelum
pemberian
makan, jika
perlu
 Berikan
suplemen,
jika perlu

Edukasi

 Jelaskan
jenis
makanan

22
yang bergizi
tinggi,
namun tetap
terjangkau
 Jelaskan
peningkatan
asupan
kalori yang
dibutuhan

1. Manajemen nyeri
Obsevasi

 Identifikasi
skala nyeri
 Identifikasi
respons non
nyeri
 Monitor

23
efek
samping
penggunaan
analgetik

Terapeutik

 Kontrol
lingkungan
yang
memperber
at rasa nyeri
(mis. suhu,
ruangan,
pencahayaa
n,
kebisingan)
 Fasilitasi
istirahat

24
tidur

Edukasi

 Jelaskan
penyebab,
periode, dan
pemicu nyeri
 Jelaskan
strategi
meredakan
nyeri

Kolaborasi

 Kolaborasi
pemberian
analgetik,
jika perlu

25
2. Pemberian
analgesik
Observasi

 Identifikasi
riwayat
alergi obat
 Monitor
efektivitas
analgesik
 Monitor
tanda-tanda
vital
sebelum dan
sesudah
pemberian
analgesik

26
Terapeutik

 Tetapkan
target
efektivitas
analgesik
untuk
mengoptima
lkan respons
pasien
 Dokumentas
ikan respons
terhadap
efek
analgesik
dan efek
yang tidak
diinginkan
Edukasi

27
 Jelaskan
efek terapi
dan efek
samping
obat
Kolaborasi
 Kolaborasi
pemberian
dosis dan
janis
analgesik,
sesuai
indikasi

28
DAFTAR PUSTAKA

Mubarak, Wahid Iqbal.dkk.2019. Buku Ajar Keperawatan Dasar, Jakarta: Selemba


Medika
Alimul, Aziz 2018. Buku Ajar Ilmu Keperawatan. Jakarta : Selemba Medika
Syaifuddin, Haji.2018. Anatomi Fisiologi Edisi 4. Jakarta : EGC
Tim pokja SDKI DPP PPN.2016. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia, Jakarta
selatan : DPP PPNI
Tim pokja SLKI DPP PPN.2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia, Jakarta
selatan : DPP PPNI
Tim pokja SIKI DPP PPN.2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia, Jakarta
selatan : DPP PPNI
North American Nursing Diagnosis Association (NANDA). 2018. Diagnosis
Keperawatan 2009-2011. Jakarta : EGC.

29

Anda mungkin juga menyukai