Anda di halaman 1dari 56

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA AN. F DENGAN DIFTERI DI RUANG PICU


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BANTEN

Disusun Oleh : TIM 4


1. Desti Vitrianingrum, S. Kep, Ners
2. Erni Ernawati, Amd. Kep
3. Risa Hidayatul Ulfah, Amd, Kep
4. Fahmi Badru Salam, Amd. Kep
5. Dayat Abdul Fatah, Amd. Kep

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BANTEN


2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan
rahmat-Nya dengan segala keterbatasan yang kami tim penulis miliki. Bahwasanya penulis dapat
membuat dan menyelesaikan makalah dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada An. F Dengan
Difteri Di Ruang PICU Rumah Sakit Umum Daerah Banten”. Makalah ini dibuat untuk sebagai
salah satu proses pembelajaran serta menambah pengetahuan tentang penyakit ini untuk kami tim
penulis dan teman sejawat yang bertugas diruang PICU Rumah Sakit Umum Daerah Banten.
Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna, kami mohon maaf apabila ada
kesalahan dalam penulisan makalah ini ataupun kesalahan dalam bentuk apapun. Semoga makalah ini
dapat berkontribusi dalam perbaikan upaya kesehatan dan bermanfaat bagi kami khusus nya perawat yang
bertugas di ruang PICU.

Serang, Oktober 2023

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Masalah
D. Manfaat
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
B. Etiologi
C. Manifestasi Klinis
D. Klasifikasi / Derajat
E. Patofisologi
F. Patoflowdiagram
G. Komplikasi
H. Pemerikasaan Penunjang
I. Penatalaksanaan
J. Konsep Asuhan Keperawatan
BAB III TINJAUAN KASUS
A. Data Dasar
B. Analisa Data
C. Diagnosa Keperawatan
D. Perencanaan Keperawatan
E. Implementasi
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Difteri merupakan salah satu penyakit yang sangat menular (contagious disease).
Penyakit ini disebabkan oleh infeksi bakteri Corynebacterium diphtheriae, yaitu kuman yang
menginfeksi saluran pernafasan, terutama bagian tonsil, nasofaring (bagian antara hidung dan
faring/ tenggorokan) dan laring, dengan tanda khas timbulnya “pseudomembran”. Penularan
difteri dapat melalui kontak hubungan dekat, melalui udara yang tercemar oleh karier atau
penderita yang akan sembuh, juga melalui batuk dan bersin penderita.
Kuman juga melepaskan eksotoksin yang dapat menimbulkan gejala umum dan lokal.
Terdapat 3 jenis basil, yakni bentuk gravis, mitis, dan intermedius atas dasar perbedaan
bentuk koloni dalam biakan agar (agar-agar) darah yang mengandung kalium telurit.
Basil difteria mempunyai sifat :
1. Membentuk pseudomembran yang sukar diangkat, mudah berdarah, dan berwarna
putih keabu-abuan yang meliputi daerah yang terkena, terdiri dari fibrin, leukosit,
jaringan nekrotik dan kuman.
2. Mengeluarkan eksotoksin yang sangat ganas dan dapat meracuni jaringan setelah
beberapa jam diserap dan memberikan gambaran perubahan jaringan yang khas
terutama pada otot jantung, ginjal dan jaringan saraf (toksin ini amat ganas ; 1/50 ml
toksin dapat membunuh kelinci).
Penderita difteri umumnya anak-anak, usia di bawah 15 tahun. Dilaporkan 10% kasus
difteri dapat berakibat fatal, yaitu sampai menimbulkan kematian. Selama permulaan pertama
dari abad ke 20, difteri merupakan penyebab umum dari kematian bayi dan anak - anak
muda. Menurut Kementrian Kesehatan, jumlah kasus difteri melonjak drastis pada tahun
2018, mencapai 1.386 kasus dan 29 kematian. Pada tahun 2019, jumlah kasus difteri turun
menjadi 529 dengan jumlah angka kematian sebanyak 23 kasus. Pada tahun 2020 terjadi
penurunan kasus di bandingkan pada tahun 2019, tercatat 259 kasus dengan jumlah kematian
13 kasus.
Penyakit ini juga dijumpai pada daerah padat penduduk dengan tingkat sanitasi rendah.
Oleh karena itu, menjaga kebersihan sangatlah penting, karena berperan dalam menunjang
kesehatan kita. Walau demikian dalam suatu wabah, insiden yang bergantung pada usia
tergantung pada status imunitas populasi setempat.

B. Rumusan Masalah

1. Pengertian Difteri ?
2. Apa saja etiologi dari penyakit Difteri ?
3. Apa saja manifestasi klinis dan klasifikasi dari penyakit Difteri ?
4. Bagaimana patofisiologi dan pathway Difteri ?
5. Apa saja komplikasi dari penyakit Difteri ?
6. Apa saja pemeriksaan penunjang dan penatalaksanaan medis untuk penyakit Difteri ?
7. Bagaimana penerapan asuhan keperawatan pada pasien dengan Difteri ?

C. Tujuan Masalah

1. Dapat memahami dan mengerti apa itu penyakit Difteri.


2. Dapat mengetahui dan menjelaskan penyebab dari penyakit Difteri.
3. Dapat mengetahui tanda dan gejala yang timbul serta klasifikasi dari penyakit Difteri.
4. Dapat memahami patofisiologi dan pathway dalam merumuskan diagnosa keperawatan
pada pasien Difteri.
5. Dapat mengetahui komplikasi yang timbul pada pasien Difteri.
6. Dapat mengetahui apa saja pemeriksaan penunjang dan penalaksanaan yang dapat
dilakukan pada pasien Difteri.
7. Dapat menerapkan asuhan keperawatan kepada pasien dengan Difteri.
D. Manfaat

1. Bagi Profesi
Dapat menambah ilmu pengetahuan dan dapat menjadi masukan bagi penerapan asuahan
keperawatan pada pasien Difteri.

2. Bagi Pelayanan
Dapat meningkatkan mutu pelayanan terhadap pasien dengan Difteri dalam memberikan
asuhan keperawatan.

3. Bagi Keluarga Penderita


Dapat meningkatkan pengetahuan keluarga pasien dengan Difteri dan dapat memberi
dukungan kepada keluarga pasien.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian
Difteri adalah suatu penyakit bakteri akut yang menyerang tonsil, faring, laring, hidung,
dan ada kalanya menyerang selaput lendir atau kulit serta kadang-kadang konjungtiva atau
vagina (Chin, 2000). Difteria adalah suatu infeksi akut yang mudah menular dan yang
diserang terutama saluran pernapasan bagian atas dengan tanda khas timbulnya
pseudomembran (Ngastiyah, 2005).
Difteri adalah suatu penyakit infeksi akut yang sangat menular yang terjadi secara lokal
pada mukosa saluran pernapasan atau kulit, yang di sebabkan oleh basil gram positif
Coryneabacterium diphteria, ditandai oleh terbentuknya eksudat yang berbentuk membran
pada tempat infeksi, dan diikuti oleh gejala-gejala umum yang ditimbulkan oleh eksotoksin
yang diproduksi oleh basil ini (Sudoyo Aru, dkk 2009).
Difteri adalah suatu penyakita infeksi yang bisa menular yang disebabkan oleh bakteri
Coryneabacterium diphteria yang berasal dari membran mukosa hidung dan nasovaring,
kulit dan lesi lain dari orang yang terinfeksi (Buku Pegangan Praktek Klinik Asuhan
Keperawatan pada Anak). Difteri adalah penyakit infeksi yang mendadak yang disebabkan
oleh kuman Coryneabacterium diphteria. Mudah menular dan yang diserang terutama traktus
respiratorius bagian atas dengan tanda khas terbentuknya pseudomembran dan dilepaskannya
eksotoksin yang dapat menimbulkan gejala umum dan lokal (Ilmu Kesehatan Anak)

B. Etiologi
Penyebabnya adalah Coryneabacterium diphteria. Bakteri ini ditularkan melalui percikan
ludah yang berasal dari batuk penderita atau benda maupun makanan yang telah
terkontaminasi oleh bakteri. Biasanya bakteri ini berkembangbiak pada atau disekitar selaput
lendir mulut atau tenggorokan dan menyebabkan peradangan.
Sifat bakteri Coryneabacterium diphteria :
1. Gram positif
2. Aerob
3. Polimorf
4. Tidak bergerak
5. Tidak berspora
Disamping itu, bakteri ini dapat mati pada pemanasan 60 ºC selama 10 menit, tahan
beberapa minggu dalam es, air, susu dan lendir yang telah mengering. Terdapat tiga jenis
basil yang dapat memproduksi toksin yaitu :
1. Bentuk gravis : Koloninya besar, kasar, irregular, berwarna abu-abu dan tidak
menimbulkan hemolisis eritrosit.
2. Mitis : Koloninya kecil, halus, warna hitam, konveks, dan dapat menimbulkan hemolisis
eritrosit.
3. Intermediate : Koloninya kecil, halus, mempunyai bintik hitam ditengahnya dan dapat
menimbulkan hemolisis eritrosit.
Jenis gravis dan intermediate lebih virulen dibandingkan dengan jenis mitis. Karakteristik
jenis gravis ialah dapat memfermentasikan tepung kanji dan glikogen, sedangkan dua jenis
lainnya tidak. Semua jenis bakteri ini bisa memproduksi eksotoksin, akan tetapi virulensinya
berbeda. Sebagian besar jenis yang tidak virulen adalah termasuk grup mitis, kadang-kadang
ada bentuk grafis atau intermediate yang tidak virulen terhadap manusia. Strain toksigenik ini
mungkin berubah menjadi non-toksigenik, setelah dilakukan subkultur yang berulang-ulang
di laboratorium atau karena pengaruh pemberian bakteriofag. Ciri khas C.diphteriae adalah
kemampuannya memproduksi eksotoksin baik in vivo maupun in vitro. Kemampuan suatu
strain untuk membentuk / memproduksi toksin dipengaruhi oleh adanya bakteriofag, toksin
hanya bias diproduksi oleh C.diphteriae yang terinfeksi oleh bakteriofag yang mengandung
toxigene.
Untuk membedakan jenis virulen dan non virulen dapat diketahui dengan pemeriksaan
produksitoksin, yaitu dengan cara :
1. Elek precipitin test, telah mulai dilakukan sejak tahun 1949, dan masih dipakai sampai
sekarang, walaupun sudah dimodifikasi.
2. Polymerase chain pig inoculation test (PCR)
3. Rapid enzyme immunoassay (EIA), pemeriksaan ini hanya membutuhkan waktu 3 jam,
lebih singkat dibandingkan dengan Elek precipitin test yang membutuhkan waktu 24 jam.
Pada pemeriksaan bakteriologik, basil difteri ini kadang-kadang dikacaukan dengan adanya
basil difteroid yang bentuknya mirip dengan basil difteri. Misalnya basil Hoffman, dan
Corynebacterium serosis. Basil dapat membentuk :
 Pseudomembran yang sukar diangkat, mudah berdarah dan berwarna putih keabu-abuan
yang terkena terdiri dari fibrin, leukosit, jaringan nekrotik dan basil.
 Eksotoksin yang sangat ganas dan dapat meracuni jaringan setelah beberapa jam
diabsorbsi dan memberikan gambaran perubahan jaringan yang khas terutama pada otot
jantung, ginjal dan jaringan saraf. Minimum lethal dose (MLD) toksin ini adalah 0,02ml.
Satu per lima puluh ml toksin dapat membunuh marmot dan kurang lebih 1/50 dosis ini
dipakai untuk uji Schick.

C. Manifestasi Klinis
Tanda gejala yang digunakan sebagai alat diagnosa penyakit difteri, yaitu :
1. Demam, suhu tubuh meningkat sampai 38,9 ºC
2. Batuk dan pilek yang ringan
3. Sakit dan pembengkakan pada tenggorokan
4. Khas adanya pseudomembrane
5. Nasal : Terjadi peradangan mukosa hidung (flu, sekret, hidung serosa)
6. Tonsil / Laring : Tenggorokan sakit, demam, anoreksia, lemah, membrane berwarna putih
abu-abu, limfadenitis (bull’s neck), toxemia, syok septik
7. Faring : Demam, suara serak, batuk obstruksi saluran napas, sesak napas
8. Mual, muntah, sakit kepala
9. Adanya pembentukan selaput di tenggorokan berwarna putih ke abu abuan kotor
10. Kaku leher
11. Mengeluarkan bunyi saat menarik napas (stridor)
Keluhan awal yang paling sering adalah nyeri tenggorokan, nausea, muntah dan disfagia.
Selain itu ditandai dengan adanya membran semu di tonsil dan sekitarnya, serta pelepasan
eksotoksin, yang dapat menimbulkan gejala umum (seperti penyakit infeksi) atau lokal
(seperti tampak keluhan nyeri) (Nurarif & Kusuma, 2015).
D. Klasifikasi
Berdasarkan tingkat keparahannya, dibagi menjadi 3 tingkatan, yaitu :
1. Infeksi ringan : bila pseudomembran hanya terdapat pada mukosa hidung dengan gejala
hanya nyeri menelan.
2. Infeksi sedang : bila pseudomembran telah menyerang sampai faring (dinding belakang
rongga mulut), sampai menimbulkan pembengkakan pada laring.
3. Infeksi berat : bila terjadi sumbatan napas yang berat disertai dengan gejala komplikasi
seperti miokarditis (radang otot jantung), paralysis (kelemahan anggota gerak) dan
nefritis ( radang ginjal).
Berdasarkan letaknya digolongkan sebagai berikut :
1. Difteri hidung
Gejala paling ringan dan paling jarang (2%). Mula-mula tampak pilek, kemudian sekret
yang keluar tercampur darah sedikit yang berasal dari pseudomembran. Penyebaran
pseudomembran dapat mencapai faring dan laring.
2. Difteri faring dan tonsil (Difteri Fausial)
Merupakan difteri paling berat karena bisa mengancam nyawa penderita akibat gagal
napas. Gejala mungkin ringan tanpa pembentukan pseudomembran. Dapat sembuh
sendiri dan memberikan imunitas pada penderita. Pada kondisi yang berat diawali dengan
radang tenggorokan dengan peningkatan suhu tubuh yang tidak terlalu tinggi.
Pseudomembran awalnya berupa bercak putih keabu-abuan yang cepat meluas ke
nasofaring atau ke laring, napas berbau, dan ada pembengkakan regional leher tampak
leher sapi (bull’s neck). Dapat terjadi sakit menelan dan suara serak serta stridor inspirasi
walaupun belum terjadi sumbatan laring.
3. Difteri laring dan trakea
Merupakan penjalaran difteri faring dan tonsil, dari pada yang primer. Gejala berupa
gangguan napas berupa suara serak dan stridor inspirasi jelas dan bila berat timbul sesak
napas hebat, sianosis dan tampak retraksi suprastrenal serta epigastrium. Ada bull’s neck,
laring tampak kemerahan dan sembab, banyak sekret dan permukaan ditutupi oleh
pseudomembran. Bila anak terlihat sesak dan payah sekali perlu dilakukan trakeostomi
sebagai pertolongan pertama.
4. Difteri kutaneus dan vaginal
Gejala berupa luka mirip sariawan pada kulit dan vagina dengan pembentukan membrane
diatasnya, dan tidak terasa nyeri. Difteri dapat pula timbul pada daerah konjungtiva dan
umbilikus.
5. Difteri kulit, konjungtiva, dan telinga
Difteri kulit berupa tukak di kulit, tepi jelas dan terdapat membrane pada dasarnya serta
kelainan cederung menahun. Difteri mata terdapat lesi pada konjungtiva berupa
kemerahan, oedem dan membrane pada konjungtiva palpebra. Pada telinga berupa otitis
eksterna dengan sekret purulen dan berbau.

E. Patofisologi
Bakteri Coryneabacterium diphteria berkembang biak pada atau di sekitar permukaan
selaput lendir mulut atau tenggorokan dan menyebabkan peradangan. Bila bakteri sampai
masuk ke hidung, maka hidung akan berair. Peradangan menyebar dari tenggorokan ke pita
suara (laring) dan menyebabkan pembengkakan sehingga saluran udara menyempit dan
terjadi gangguan pernapasan. Bakteri Coryneabacterium diphteria ditularkan melalui
percikan ludah dari batuk penderita atau benda maupun makanan yang telah terkontaminasi
oleh bakteri. Ketika masuk ke dalam tubuh, bakteri melepaskan toksin atau racun. Toksin ini
akan menyebar melalui darah dan bisa menyebabkan kerusakan jaringan di seluruh tubuh,
terutama jantung dan saraf.
Akibat yang di timbulkan penyakit ini banyak, bergantung pada efek eksotoksin yang di
produksi. Toksin menghambat pembuatan protein sel sehingga sel mati. Nekrosis jaringan
pada tempat menempelnya kuman akan menunjang perkembangbiakan kuman dan produksi
toksin selanjutnya, serta pembentukan membran yang melekat erat pada dasarnya. Basil
hidup dan berkembangbiak pada traktus respiratorius bagian atas, terlebih bila terdapat
peradangan kronis pada tonsil, sinus dan lainnya. Tetapi walaupun jarang basil dapat hidup
pada daerah vulva, telinga dan kulit. Pada tempat ini basil membentuk Coryneabacterium
diphteria dan melepaskan eksotoksin. Pseudomembran dapat timbul lokal atau kemudian
menyebar dari faring atau tonsil ke laring dan seluruh traktus respiratorius bagian atas
sehingga menimbulkan gejala yang lebih berat. Kelenjar getah bening sekitarnya akan
mengalami hiperplasia dan mengandung toksin.
F. Patoflowdiagram

Bakteri Coryneabacterium diphteria

Masuk kedalam tubuh melalui percikan ludah/benda maupun


makanan yang telah terkontaminasi

Infeksi faring dan bakteri melepaskan toksin atau racun Menghasilkan enzim
tonsil penghambat NAD
(Nikotinamida Adenina
Dinukleotida)
Proses
Hipertermia
inflamasi
Sintesa protein
Pembengkakan terputus
Peradangan
pada tonsil mukosa hidung

Terbentuknya eksudat di
Sakit menelan Nyeri saluran napas
Peningkatan
Akut
produksi sekret
Nafsu makan Obstruksi jalan napas
menurun
Akumulasi
sekret Sesak napas
Intake nutrisi
tidak adekuat
Bersihan Jalan Napas Tidak Pola Napas Tidak
Efektif Efektif
Risiko Defisit
Nutrisi
G. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin timbul pada difteri adalah :
1. Miokarditis
Biasanya timbul akhir minggu kedua atau awal minggu ketiga perjalanan penyakit.
Pemeriksaan fisik meliputi irama derap, bunyi jantung melemah atau meredup, kadang-
kadang ditemukan tanda-tanda payah jantung.
2. Kolap perifer
3. Obstruksi jalan napas dengan segala akibatnya, bronkopneumonia dan atelektasis
4. Urogenital : dapat terjadi nefritis
Penderita difteri 10% akan mengalami komplikasi yang mengenai sistem susunan saraf
terutama sistem motorik. Terjadi pada akhir minggu pertama perjalanan penyakit.
Komplikasi yang mengenai saraf :
1. Komplikasi yang mengenai saraf dapat terjadi pada minggu pertama dan kedua.
Jika mengenai saraf palatum mole (saraf telan) dengan gejala bila pasien minum
air/susu akan keluar melalui hidungnya. Jika terjadi demikian :
a. Cara memberikan minum harus hati-hati, pasien sambil didudukkan.
b. Bila pasien makan cair agar dibuat agak kental dan diberikan sedikit demi sedikit.
2. Komplikasi pada ginjal.
Selama pasien difteri dalam perawatan keadaan urine selain harus diperhatikan
warnanya juga banyaknya apakah normal atau tidak.
3. Gangguan masukan nutrisi.
Gangguan masukan nutrisi pada pasien difteri selain disebabkan karena sakit menelan
juga karena anoreksia. Jika anak masih mau menelan bujuklah agar ia mau makan
sedikit demi sedikit dan berikan makanan cair atau bubur encer dan berikan susu lebih
banyak. Jika pasien tidak mau makan sama sekali atau hanya sedikit sekali, atau dalam
keadaan sesak nafas perlu dipasang infus. Setelah 2-3 hari kemudian sesak nafas telah
berkurang sebelum infus dihentikkan dicoba makan per oral dan apabila anak telah mau
makan infus dihentikan. Berikan minum yang sering untuk memelihara kebersihan
mulut dan membantu kelancaran eliminasi.
H. Pencegahan
Ada beberapa macam cara pencegahan penyakit difteri :
1. Imunisasi
Penurunan drastic morbidity difteri sejak dilakukan pemberian imunisasi. Imunisasi aktif
diberikan dengan penyuntikan toksoid. Imunisasi dasar dimulai pada umur 3 bulan
dilakukan 3 kali berturut-turut dengan selang wktu 1 bulan. Biasanya diberikan
bersamaan dengan toksoid tetanus dan basil B, pertusis yang telah dimatikan sehingga
disebut DPT. Vaksinasi ulang dilakukan 1 tahun setelah suntikan terakhir imunisasi dasar
(1 ½-2 tahun dan 5 tahun, selanjutnya setiap 5 tahun sampai usia 15 tahun hanya
diberiksn vaksin difteri jika kontak dengan penderita difteri. Dosis yang diberikan adalah
0,5 setiap kali pemberian.
2. Isolasi penderita
Penderita harus diisolasi dan baru dapat dipulangkan setelah pemeriksaan kuman difteri
dua kali berturut-turut negative.
3. Pencarian seorang karier difteri
Dengan dilakukan uji shick. Bila diambil hapusan tenggorok ditemukan Corynebacterium
diphteriae pasien (karier) diobati, bila perlu dilakukan tonsilektomi.
4. Pencegahan terhadap kontak
Terhadap anak yang kontak dengan difteri harus diisolasi selama 7 hari. Bila dalam
pengamatan tampak gejala-gejala maka penderita tersebut harus diobati. Bila tidak ada
gejala klinis maka diberi imunisasi difteri.

I. Pemeriksaan Penunjang
1. Bakteriologik : preparat hapusan kuman difteri dari bahan hapusan mukosa hidung dan
tenggorokan (nasofaringeal swab).
2. Darah rutin : Hb, leukosit, hitung jenis, eritrosit, albumin.
3. Urine lengkap.
4. Enzim CPK, segera saat masuk RS
5. Ureum dan kreatinin (bila dicurigai ada komplikasi ginjal).
6. EKG secara berkala untuk mendeteksi toksin basil menyerang sel otot jantung, dilakukan
sejak hari 1 perawatan lalu minimal 1x seminggu. Kecuali bila ada indikasi bisa
dilakukan 2-3x seminggu.
7. Pemerikasaan radiografi thoraks untuk mengecek adanya hiperinflasi.
8. Tes schick adalah menyuntikkan sejumlah kecil toksin di bawah kulit tangan dan hasilnya
di evaluasi dalam 48 jam. Tes positif (reaksi inflamasi) mengidentifikasikan
suseptibilitas. Tes negatif berarti mengidentifikasikan antibodi menetralisasi toksin.

J. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat di lakukan adalah sebagai berikut :
a. Tindakan Umum
1. Perawatan tirah baring selama 2 minggu dalam ruang isolasi
2. Memperhatikan intake cairan dan makanan. Bentuk makanan disesuaikan dengan
toleransi, untuk hal ini dapat diberikan makanan lunak, saring/cair, bila perlu sonde
lambung jika ada kesukaran menelan (terutama pada paralisis palatum molle dan otot-
otot faring).
3. Pastikan kemudahan defekasi. Jika perlu berikan obat-obatan pembantu defekasi
(klisma, laksansia, stool softener) untuk mencegah mengedan berlebihan.
4. Bila anak gelisah beri sedative berupa diazepam / luminal.
5. Pemberian antitusif untuk mengurangi batuk (difteri laring).
6. Aspirasi sekret secara periodik terutama untuk difteri laring.
7. Bila ada tanda-tanda obstruksi jalan napas segera berikan oksigen atau trakeostomi.
b. Tindakan Spesifik
1. Anti Difteri Serum (ADS), dosis diberikan berdasarkan atas luasnya membran dan
beratnya penyakit. Dosis 40.000 IU untuk difteri sedang, yakni luas membran
menutupi sebagian/ seluruh tonsil secara unilateral / bilateral. Dosis 80.000 IU untuk
difteri berat, yakni luas membran menutupi hingga melewati tonsil, meluas ke uvula,
palatum molle dan dinding faring. Dosis 120.000 IU untuk difteri sangat berat, yakni
ada bull’s neck, kombinasi difteri laring dan faring, komplikasi berupa miokarditis,
kolaps sirkulasi dan kasus lanjut. ADS diberikan dalam dosis tunggal melalui IV
dengan cara melarutkannya dalam 200cc NaCl 0,9%, pemberian selesai dalam waktu
2 jam.
2. Antibiotik Penicillin Prokain diberikan 100.000 IU/KgBB selama 10 hari, maksimal 3
gram/hari. Eritromisin (bila alergi PP) 50 mg/KgBB secara oral 3-4x/hari selama 10
hari.
3. Kortikosteroid di indikasi pada difteri berat dan sangat berat (membran luas,
komplikasi bull’s neck). Dapat diberikan prednison 2mg/KgBB/hari selama 3 minggu
atau deksametason 0,5-1 mg/KgBB/hari secara IV (terutama untuk toksemia).

K. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Identitas
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, bahasa, pekerjaan,
pendidikan, status, alamat, tanggal dan jam MRS, nomor RM, diagnosa medis.
b. Keluhan utama
Keluhan yang dirasakan, nyeri menelan, pusing, demam, flu, pseudomembran di
palatum dan tenggorokan, bull’s neck.
c. Riwayat penyakit sekarang
Riwayat penyakit saat berada di RS, suhu tubuh meningkat, batuk pilek, nyeri
menelan, sesak napas.
d. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat penyakit seperti demam, batuk, pilek.
e. Riwayat penyakit keluarga
Adanya riwayat keluarga yang menderita difteri.
f. Pola fungsi kesehatan
1. Pola nutrisi dan metabolisme
Jumlah asupan nutrisi kurang disebabkan oleh anoraksia.
2. Pola aktivitas
Pasien mengalami gangguan aktivitas karena malaise dan demam.
3. Pola istirahat dan tidur
Pasien mengalami sesak nafas sehingga mengganggu istirahat dan tidur.
4. Pola eliminasi
Pasien mengalami penurunan jumlah urine dan feses karena jumlah asupan nutrisi
kurang disebabkan oleh anoreksia.
g. Pemeriksaan fisik (ROS : Review Of Systeem)
1) Sistem Pernapasan
Pernapasan tidak efektif (sesak napas), batuk, edema laring, obstruksi laring dan
penumpukan sekret di hidung. Pada difteri laring terdapat stridor, suara parau, dan
batuk kering. Sementara pada obstruksi laring yang besar terdapat retraksi supra
sternal, subkostal dan supra klavikula. Pada difteri hidung terdapat pilek ringan,
sekret hidung yang serosanguinus sampai mukopurulen, dan membran putih pada
sputum nasi. Selain itu, difteri hidung bila penderita menderita pilek dengan ingus
yang bercampur darah.
2) Sistem Kardiovaskuler
Tachicardi, kelemahan otot jantung, sianosis.
3) Sistem Persarafan
Pusing, sakit kepala, kelumpuhan ocular, Nefritis nervus prenikus (kelumpuhan
diafragma).
4) Sistem Perkemihan
Pasien difteri dalam perawatan keadaan urine selain harus diperhatikan
warnanya juga banyaknya apakah normal atau tidak.
5) Sistem Pencernaan
Anoreksia, nyeri menelan, kekurangan nutrisi.
6) Sistem Integumen
Bila sudah keadaan berat, turgor kulit jelek, tidak elastis.
7) Sistem Muskuloskeletal
Kelemahan pada anggota gerak disertai kehilangan reflek tendon.
2. Diagnosa Keperawatan
1) Hipertemia
2) Nyeri akut
3) Bersihan jalan napas tidak efektif
4) Pola napas tidak efektif
5) Risiko defisit nutrisi
3. Rencana Asuhan Keperawatan

Diagnosa Keperawatan (SDKI) SLKI SIKI


NO.
1. Hipertermia (D.0130) Termoregulasi Manajemen Hipertermia
Kategori : Lingkungan (L.14134) (I.15506)
Subkategori : Keamanan dan Seteleh dilakukan Observasi :
Proteksi tindakan asuhan 1. Identifikasi penyebab
keperawatan selama ... hipertermia (dehidrasi,
Definisi : termoregulasi terpapar lingkungan
Suhu tubuh meningkat di atas membaik. panas, penggunaan
rentang normal tubuh Kriteria hasil : inkubator)
1. Menggigil menurun 2. Monitor suhu tubuh
Subjektif : 2. Kulit merah 3. Monitor kadar
menurun elektrolit
Objektif : 4. Monitor haluaran urine
3. Kejang menurun
1. Suhu tubuh diatas nilai 5. Monitor komplikasi
4. Suhu tubuh akibat hipertermia
normal
membaik
2. Kulit merah
5. Suhu kulit membaik Terapeutik :
3. Kejang
1. Sediakan lingkungan
4. Takikardia yang dingin
5. Takipnea 2. Longgarkan atau
6. Kulit terasa hangat lepaskan pakaian
3. Basahi dan kipasi
permukaan tubuh
4. Berikan cairan oral
5. Ganti linen setiap hari
atau lebih sering jika
mengalami
hiperhidrosis (keringat
berlebih)
6. Lakukan pendinginan
eksternal (selimut
hipotermia atau
kompres dingin pada
dahi, leher, dada,
abdomen, aksila)
7. Hindari pemberian
antipiretik atau aspirin
8. Berikan oksigen, jika
perlu

Edukasi :
1. Anjurkan tirah baring

Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian
cairan dan elektrolit
intravena, jika perlu
2. Nyeri Akut (D.0077) Tingkat Nyeri Manajemen Nyeri
Kategori : Psikologis (L.08066) (I.08238)
Subkategori : Nyeri dan Seteleh dilakukan Observasi :
Kenyamanan tindakan asuhan 1. Identifikasi lokal,
keperawatan selama ... karakteristik, durasi,
Definisi : tingkat nyeri menurun. frekuensi, kualitas,
Pengalaman sensorik atau Kriteria hasil : intensitas nyeri
emosional yang berkaitan 1. Keluhan nyeri 2. Identifikasi skala nyeri
dengan kerusakan jaringan menurun 3. Identifikasi respon
aktual atau fungsional, dengan 2. Meringis menurun nyeri non verbal
onset mendadak atau lambat 3. Sikap protektif 4. Identifikasi faktor yang
dan berintensitas ringan hingga menurun memperberat dan
berat yang berlangsung kurang 4. Gelisah menurun memperingan nyeri
dari 3 bulan. 5. Kesulitan tidur 5. Identifikasi
menurun pengetahuan dan
Subjektif : 6. Frekuensi nadi keyakinan tentang nyeri
Mengeluh nyeri membaik 6. Identifikasi pengaruh
budaya terhadap respon
Objektif : nyeri
1. Tampak meringis 7. Identifikasi pengaruh
2. Bersikap protektif nyeri pada kualitas
(waspada, posisi hidup
menghindari nyeri) 8. Monitor keberhasilan
3. Gelisah terapi komplementer
4. Frekuensi nadi meningkat yang sudah diberikan
5. Sulit tidur 9. Monitor efek samping
6. Tekanan darah meningkat penggunaan analgetik

Terapeutik :
1. Berikan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
(TENS, hipnosis,
akupresur, terapi musik,
biofeedback, terapi
pijat, aromaterapi,
teknik imajinasi
terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi
bermain)
2. Kontrol lingkungan
yang memperberat rasa
nyeri (suhu ruangan,
pencahayaan,
kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat dan
tidur
4. Pertimbangkan jenis
dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri

Edukasi :
1. Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
nyeri
2. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
4. Anjurkan
menggunakan
analgetik secara tepat
5. Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
3. Bersihan Jalan Napas Tidak Bersihan Jalan Napas Manajemen Jalan Napas
Efektif (D.0001) (L.01001) (I.01011)
Kategori : Fisiologi Seteleh dilakukan Observasi :
Subkategori : Respirasi tindakan asuhan 1. Monitor pola napas
keperawatan selama .... (frekuensi, kedalaman,
Definisi : bersihan jalan napas usaha napas)
Ketidakmampuan meningkat. 2. Monitor bunyi napas
membersihkan sekret atau Kriteria hasil : tambahan (mis.
obstruksi jalan napas untuk 1. Batuk efektif Gurgling, mengi,
mempertahankan jalan napas meningkat wheezing, ronkhi
tetap paten. 2. Produksi sputum kering)
menurun 3. Monitor sputum
Subjektif : 3. Mengi menurun
4. Wheezing menurun Terapeutik :
Objektif : 5. Dyspneu menurun 1. Pertahankan kepatenan
1. Batuk tidak efektif 6. Frekuensi napas jalan napas dengan
2. Tidak mampu batuk membaik head-tilt dan chin-lift
3. Sputum berlebih 7. Pola napas (jaw-thrust jika curiga
4. Mengi, wheezing dan/ atau membaik trauma servikal)
ronkhi kering 2. Posisikan semi fowler
5. Mekonium di jalan napas atau fowler
(pada neonatus) 3. Berikan minum hangat
4. Lakukan fisioterapi
dada, jika perlu
5. Lakukan penghisapan
lendir kurang dari 15
detik
6. Lakukan
hiperoksigenasi
sebelum penghisapan
endotrakeal
7. Keluarkan sumbatan
benda padat dengan
forsep McGill
8. Berikan oksigen, jika
perlu

Edukasi :
1. Anjurkan asupan cairan
2000 ml/hari, jika tidak
kontraindikasi
2. Ajarkan teknik batuk
efektif

Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian
broncho-dilator,
ekspektoran, mukolitik,
jika perlu
4. Pola napas tidak efektif Pola napas (L.01004) Manajeman jalan napas
(D.0005) Setelah dilakukan (I.01011)
Kategori : Fisiologi tindakan asuhan Tindakan :
Subkategori : Respirasi keperwatan selama … Observasi
Definisi : pola napas membaik. 1. Monitor pola napas
Inspirasi dan/atau ekspirasi Dengan kriteria : (frekuensi, kedalaman,
yang tidak memberikan 1. Dispnea menurun usaha napas).
ventilasi adekuat. 2. Penggunaan otot 2. Monitor bunyi napas
Penyebab : bantu napas tambahan (gurgling,
1. Depresi pusat pernapasan menurun mengi, wheezing,
2. Hambatan upaya napas 3. Pemanjangan fase ronkhi kering)
(nyeri saat bernapas, ekspirasi menurun 3. Monitor sputum
kelemahan otot 4. Frekuensi napas Terapeutik
pernapasan) membaik 1. Pertahankan kepatenan
3. Deformitas dinding dada 5. Kedalaman napas jalan napas dengan
4. Deformitas tulang dada membaik head-tilt dan chin-lift
5. Gangguan neuromuskular (jaw-thrusrt jika curiga
6. Gangguan neurologis (EEG trauma servikal).
positif, cedera kepala, 2. Posisikan semi fowler
gangguan kejang) atau fowler.
7. Imaturitas neurologis 3. Berikan minum hangat.
8. Penurunan energi 4. Lakukan fisioterapi
9. Obesitas dada, jika perlu.
10. Posisi tubuh yang 5. Lakukan penghisapan
menghambat ekspansi paru lendir kurang 15 detik.
11. Sindrom hipoventilasi 6. Lakukan
12. Kerusakan inervasi hiperoksigenasi
diafragma (kerusakan saraf sebelum penghisapan
C5 ke atas) endotrakeal.
13. Cedera pada medula 7. Keluarkan sumbatan
spinalis benda padat dengan
14. Efek agen farmakologis forsep McGill.
15. kecemasan 8. Berikan oksigen, jika
perlu.

Edukasi
1. Anjurkan asupan cairan
2000 ml/hari, jika tidak
kontraindikasi.
2. Ajarkan teknik batuk
efektif
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
bronchodilator,
ekspektoran, mukolitik,
jika perlu.
5. Risiko Defisit Nutrisi
Status Nutrisi Manajemen Nutrisi
(D.0032) (L.03030) (I.03119)
Kategori : Fisiologi Seteleh dilakukan Observasi :
Subkategori : Nutrisi dan tindakan asuhan 1. Identifikasi status
Cairan keperawatan selama ... nutrisi
status nutrisi membaik. 2. Identifikasi alergi dan
Definisi : Kriteria hasil : intoleransi makanan
Berisiko mengalami asupan 1. Porsi makanan yang 3. Identifikasi makanan
nutrisi tidak cukup untuk dihabiskan yang di sukai
memenuhi kebutuhan meningkat 4. Identifikasi kebutuhan
metabolisme. 2. Kekuatan otot kalori dan jenis nutrien
pengunyah 5. Identifikasi perlunya
meningkat penggunaan selang
3. Kekuatan otot NGT
menelan maningkat 6. Monitor asupan
4. Serum albumin makanan
meningkat 7. Monitor berat badan
5. Berat badan 8. Monitor hasil
membaik pemeriksaan
6. Bising usus laboratorium
membaik
Terapeutik :
1. Lakukan oral hygiene
sebelum makan, jika
perlu
2. Fasilitasi menentukan
pedoman diit (piramida
makanan)
3. Sajikan makanan secara
menarik dan suhu yang
sesuai
4. Berikan makanan tinggi
serat untuk mencegah
konstipasi
5. Berikan makanan tinggi
kalori dan tinggi
protein
6. Berikan suplemen
makanan, jika perlu
7. Hentikan pemberian
makan melalui NGT
jika asupan oral dapat
di toleransi

Edukasi :
1. Anjurkan posisi duduk,
jika mampu
2. Ajarkan diit yang
diprogramkan

Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum
makan (pereda nyeri,
antiemetik), jika perlu
2. Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis
nutrien yang
dibutuhkan, jika perlu
BAB III

TINJAUAN KASUS

A. Data Dasar
1. Identitas
Nama : An. F
Tanggal Lahir : 27-08-2023
Jenis Kelamin : Perempuan
No. RM : 16.03.25
Tanggal Masuk RS : 30/09/2023
Tanggal Masuk PICU : 01/10/2023
Tanggal Pengkajian : 01/10/2023
Agama : Islam
Alamat : Kp. Wanasaba RT/RW 004/002
Diagnosa Medis : Difteri
2. Keluhan Utama
Sesak napas
3. Riwayat Kesehatan
a) Riwayat penyakit dahulu : Tidak ada
b) Riwayat operasi : Tidak ada.
c) Riwayat alergi : Tidak ada.
d) Riwayat penyakit keluarga : Keluarga mengatakan tidak ada di keluarga yang
memiliki penyakit yang di derita pasien saat ini.
e) Riwayat prenatal : Lama kehamilan 9 bulan, saat hamil tidak ada masalah maupun
komplikasi.
f) Riwayat tumbuh kembang : BB saat lahir 2100 gram, PB saat lahir 46 cm.
g) Riwayat imunisasi : Pasien belum di imunisasi.
4. Pemeriksaan Fisik
Kesadaran : Composmentis
GCS : E4 V5 M6
Berat Badan : 3,5 Kg
a) Respirasi
Sumbatan jalan napas tidak ada, napas cepat, pasien tampak sesak, batuk ada, sekret
minimal, terdapat stridor, suara parau,. Pernapasan : 62 x/menit, SpO2 : 99%,
terpasang O2 Nasal kanul 2 lpm. Terpasang OGT, diit sufor 8x60cc, muntah tidak
ada.
b) Kardiovaskuler
Sirkulasi perifer :
Tekanan darah : 99/59 mmHg, Nadi : 127x/menit, CRT < 2 detik, irama nadi teratur,
denyut nadi kuat, akral hangat, edema tidak ada. Terpasang infus KA-EN 1B 500
cc/24 jam.
Sirkulasi jantung :
Nyeri dada tidak ada.
c) Neurosensori
Disabillity
Kejang tidak ada, tanda-tanda trauma tidak ada, sensori tidak ada kelainan,
2
penglihatan normal, reflek pupil , reflek cahaya ada, konjungtiva ananemis, sklera
2
anikterik. Pendengaran normal, tidak menggunakan alat bantu dengar.
d) Eliminasi
Buang air besar tidak ada keluhan, BAB ada, warna hijau kekuningan, konsistensi
lunak. Buang air kecil tidak ada keluhan, urine ada, warna kuning, tidak
menggunakan kateter.
e) Integumen
Warna kulit normal, turgor kulit elastis, tidak ada lesi. Suhu : 36,8ºC.
f) Skrining nyeri
Ekspresi wajah : Tidak ada ketegangan otot yang terlihat (0)
Gerakan tubuh : Ada gerakan perlindungan (1)
Vokalisasi : Menangis terisak-isak (2)
Ketegangan otot : Tegang kaku (1)
Jumlah : 4 (Nyeri sedang)

5. Assesmen Fungsional
Mengendalikan rangsangan BAB : tidak teratur
Mengendalikan rangsangan BAK : tidak terkendali
Membersihkan diri : butuh pertolongan orang lain
Penggunaan toilet : tergantung pertolongan orang lain
Makan : tidak mampu
Berubah sikap dari berbaring ke duduk : tidak mampu
Berpindah / berjalan : tidak mampu
Memakai baju : tergantung orang lain
Naik turun tangga : tidak mampu
Mandi : tergantung orang lain
6. Istirahat Dan Tidur
Kebiasaan tidur dirumah kurang lebih 10 jam / hari, tidak ada masalah tidur, tidak ada
ketergantungan obat.
7. Skrining Nutrisional
Pasien tidak tampak kurus, tidak ada penurunan berat badan dalam 1 bulan terakhir, tidak
ada diare dan muntah. Pasien berisiko mengalami malnutrisi.
8. Psikososial Dan Spiritual
Pasien menangis, pasien tinggal bersama kedua orang tua nya, agama pasien islam,
keluarga pasien yakin terhadap penyembuhan anak nya.
9. Ekonomi
Orang tua pasien bekerja sebagai buruh, jaminan pasien menggunakan SKTM.
10. Skrining Resiko Jatuh
Usia : < 3 tahun (4)
Jenis kelamin : Perempuan (1)
Diagnosis : Perubahan oksigenasi (3)
Gangguan kognitif : Tidak menyadari keterbatasan dirinya (3)
Faktor lingkungan : Diletakkan dalam tempat tidur (2)
Pembedahan : Tidak menjalani pembedahan (1)
Penggunaan medikamentosa : Tidak ada medikasi (1)
Total nilai : 15 (Risiko Tinggi)
11. Asesmen Restrain
Pasien selalu di bedong. Terpasang handrail tempat tidur, tempat tidur dalam posisi
terendah.
12. Kebutuhan Edukasi
Bahasa yang digunakan oleh keluarga bahasa indonesia dan sunda, keluarga tidak
memiliki hambatan emosional dan motivasi. Tidak ada keterbatasan fisik dan kognitif,
dan kesedian keluarga pasien untuk menerima informasi.
13. Hasil Pemerikasaan Penunjang
a) Laboratorium

Tanggal Pemeriksaan Hasil


05/10/2023 Bahan (Gram langsung) Epitel 2-3 /LPB
swab tenggorok Leukosit 3-5 sel/LPB
Bakteri/LPI :
Coccus Gram Positif bentuk bergerombol,
jumlah sedang-banyak.
Coccus Gram Positif, bentuk rantai, jumlah
sedang-banyak.
Diplococcus Gram Positif, jumlah sedikit.
Batang Gram Negatif, jumlah jarang.

Bakteri Gram Positif, bentuk halter, tidak


ditemukan, tidak ditemukan bakteri dengan
morfologi sugestif Corynebacterium
diphteriae
07/10/2023 Bahan (Gram langsung) Epitel 1-2 /LPB
Leukosit 3-5 sel/LPB
swab tenggorok
Bakteri/LPI :
Coccus Gram Positif bentuk Diplococcus,
jumlah jarang-sedikit.
Coccus Gram Positif, bentuk rantai, jumlah
sedikit-sedang.
Batang Gram Negatif, jumlah jarang-sedikit.
Bakteri Gram Positif, bentuk halter, jumlah
sedikit-sedang
Jamur bentuk pseudohifa, jumlah sedikit
Ditemukan bakteri bentuk batang gram
positif, berbentuk seperti halter, morfologi
sugestif Corynebacterium diphteriae
09/10/2023 Kultur Darah Staphylococcus hominis ssp hominis
09/10/2023 Kultur Cairan Tubuh : Pseudomonas aeruginosa
Bahan swab tenggorok
16/10/2023 Darah Lengkap :
Hemoglobin 11.2 g/dL
Hematokrit 32 %
Leukosit 16.400 /µL
Trombosit 426.000 /µL
Eritrosit 3.9 Juta /µL
Hitung Jenis :
Basofil 0%
Eosinofil 1%
Neutrofil staf 3%
Neutrofil segmen 68 %
Limfosit 22 %
Monosit 6%
MCV 84 fL
MCH 29 pg
MCHC 35 g/dL
Fungsi Hati :
SGOT 129 U/L
SGPT 131 U/L
Diabetes :
Glukosa Darah Sewaktu 71 mg/dL
Fungsi Jantung :
CKMB 1.88 ng/mL

14. Therapy Medis

Tanggal Therapy Yang Diberikan Dosis


01/10/2023 Dexametasone IV 3x2 mg
Prednisone 3x6 mg
Erytromicine 4x42,5 mg
ADS (IGD) 80.000 IU dlm D5%
100cc (1jam)
02/10/2023 Dexametasone IV 3x2 mg
Prednisone 3x6 mg
Erytromicine 4x42,5 mg
03/10/2023 Dexametasone IV 3x2 mg
Prednisone 3x6 mg
Erytromicine 4x42,5 mg
04/10/2023 Dexametasone IV 3x2 mg
Prednisone 3x6 mg
Erytromicine 4x42,5 mg
05/10/2023 Dexametasone IV 3x2 mg
Prednisone 3x6 mg
Erytromicine 4x42,5 mg
06/10/2023 Dexametasone IV 3x2 mg
Prednisone 3x6 mg
Erytromicine 4x42,5 mg
07/10/2023 Dexametasone IV 3x2 mg
Omeprazole IV 1x1,5 mg
Prednisone 3x6 mg
Erytromicine 4x42,5 mg
08/10/2023 Dexametasone IV 3x2 mg
Omeprazole IV 1x1,5 mg
Prednisone 3x6 mg
Erytromicine 4x42,5 mg
09/10/2023 Omeprazole IV 1x1,5 mg
Prednisone 3x6 mg
Erytromicine 4x42,5 mg
10/10/2023 Omeprazole IV 1x1,5 mg
Prednisone 3x6 mg
Erytromicine 4x42,5 mg
11/10/2023 Omeprazole IV 1x1,5 mg
Paracetamol drip 4x40 mg
Prednisone 3x6 mg
Erytromicine 4x42,5 mg
12/10/2023 Omeprazole IV 1x1,5 mg
Paracetamol drip 4x40 mg
Prednisone 3x6 mg
Erytromicine 4x42,5 mg
13/10/2023 Omeprazole IV 1x1,5 mg
Paracetamol drip 4x40 mg
Gentamicin LD IV 28 mg
Gentamicin MD IV 1x24 mg
Prednisone 3x6 mg
Erytromicine 4x42,5 mg
14/10/2023 Omeprazole IV 1x1,5 mg
Paracetamol drip 4x40 mg
Gentamicin IV 1x24 mg
Prednisone 3x6 mg
Erytromicine 4x42,5 mg
15/10/2023 Omeprazole IV 1x1,5 mg
Paracetamol drip 4x40 mg
Gentamicin IV 1x24 mg
Prednisone 3x6 mg
Erytromicine 4x42,5 mg
16/10/2023 Omeprazole IV 1x1,5 mg
Paracetamol drip 4x40 mg
Gentamicin IV 1x24 mg
Prednisone 3x5 mg
Curcuma Syp 1x2 cc
Urdafalk 2x10 mg
17/10/2023 Omeprazole IV 1x1,5 mg
Paracetamol drip 4x40 mg
Gentamicin IV 1x24 mg
Prednisone 3x5 mg
Curcuma Syp 1x2 cc
Urdafalk 2x10 mg
18/10/2023 Omeprazole IV 1x1,5 mg
Paracetamol drip 4x40 mg
Gentamicin IV 1x24 mg
Prednisone 3x5 mg
Curcuma Syp 1x2 cc
Urdafalk 2x10 mg

B. Analisa Data

NO. Analisa Data Etiloagi Masalah


Keperawatan
1. Data Subjektif : Coryneabacterium diphteria Bersihan Jalan
Keluarga mengatakan masuk ke dalam tubuh Napas Tidak
pasien sesak napas Efektif
Mengeluarkan toksin
Data Objektif :
 Pola napas cepat Infeksi faring dan tonsil
 Pasien tampak sesak
 TD : 99/59 mmHg Peradangan mukosa mukus
 Nadi : 127 x/menit
 RR : 62 x/menit Peningkatan produksi sekret
 Suhu : 36,8 ºC
Akumulasi sekret
 SpO2 : 99%
 Terpasang O2 Nasal
Bersihan jalan napas tidak efektif
kanul 2 lpm.
 Suara parau
 Batuk ada
 Terdapat stridor
 Sekret minimal
2. Data Subjektif : Coryneabacterium diphteria Pola Napas Tidak
Keluarga mengatakan masuk ke dalam tubuh
pasien sesak napas Efektif
Mengeluarkan toksin
Data Objektif :
 Pola napas cepat Menghasilkan enzim penghambat
 Pasien tampak sesak NAD
 TD : 99/59 mmHg
 Nadi : 127 x/menit Sintesa protein terputus
 RR : 62 x/menit
 Suhu : 36,8 ºC Terbentuknya eksudat di saluran
napas
 SpO2 : 99%
 Terpasang O2 Nasal
Obstruksi jalan napas
kanul 2 lpm.
 Suara parau Sesak napas
 Batuk ada
 Sekret minimal Pola Napas Tidak Efektif
 Terdapat stridor
3. Data Objektif : Coryneabacterium diphteria Risiko Aspirasi
 TD : 99/59 mmHg masuk ke dalam tubuh
 Nadi : 127 x/menit
 RR : 62 x/menit Mengeluarkan toksin
 Suhu : 36,8 ºC
 Pola napas cepat Proses inflamasi
 Pasien tampak sesak
Pembengkakan pada tonsil
 SpO2 : 99%
 Terpasang O2 Nasal
Sakit menelan
kanul 2 lpm.
 Terpasang OGT Daya hisap menurun

Pemasangan selang OGT

Risiko Aspirasi
4. Data Objektif : Coryneabacterium diphteria Risiko Infeksi
 TD : 99/59 mmHg masuk ke dalam tubuh
 Nadi : 127 x/menit
 RR : 62 x/menit Mengeluarkan toksin
 Suhu : 36,8 ºC
 Terpasang IVFD KA Proses inflamasi
EN 1 B 500 cc/24 jam
Tindakan invasif pemasangan
infus untuk therapy

Risiko Infeksi
5. Data Objektif : Coryneabacterium diphteria Risiko Jatuh
 TD : 99/59 mmHg masuk ke dalam tubuh
 Nadi : 127 x/menit
 RR : 62 x/menit Mengeluarkan toksin
 Suhu : 36,8 ºC
 Terpasang IVFD KA Menghasilkan enzim penghambat
EN 1 B 500 cc/24 jam NAD
 Pasien tirah baring /
dibedong Sintesa protein terputus
 Nilai risiko jatuh :15
(Risiko tinggi) Terbentuknya eksudat di saluran
napas
 Tempat tidur terpasang
handrail
Obstruksi jalan napas
 Posisi tempat tidur
dalam posisi terendah
Sesak napas

Aktivitas terbatas

Risiko Jatuh

C. Diagnosa Keperawatan
1) Bersihan jalan napas tidak efektif
2) Pola napas tidak efektif
3) Risiko Aspirasi
4) Resiko infeksi
5) Resiko jatuh

D. Perencanaan Keperawatan

No. Dx Tujuan Intervensi


Kep.
1 Bersihan Jalan Manajemen Jalan Napas (I.01011)
Napas (L.01001) Observasi :
Seteleh dilakukan 1. Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha
tindakan asuhan napas)
keperawatan selama 2. Monitor bunyi napas tambahan (mis. Gurgling,
2x24 jam bersihan mengi, wheezing, ronkhi kering)
jalan napas meningkat. 3. Monitor sputum
Kriteria hasil :
1. Batuk efektif Terapeutik :
meningkat 1. Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt
2. Produksi sputum dan chin-lift (jaw-thrust jika curiga trauma servikal)
menurun 2. Posisikan semi fowler atau fowler
3. Mengi menurun 3. Berikan minum hangat
4. Wheezing 4. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
menurun 5. Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
5. Dyspneu menurun 6. Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan
6. Frekuensi napas endotrakeal
membaik 7. Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep
7. Pola napas McGill
membaik 8. Berikan oksigen, jika perlu

Edukasi :
1. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak
kontraindikasi
2. Ajarkan teknik batuk efektif

Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian broncho-dilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu
2 Pola napas (L.01004) Manajemen Jalan Napas (I.01011)
Setelah dilakukan Observasi :
tindakan asuhan 1. Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha
keperwatan selama napas)
2x24 jam pola napas 2. Monitor bunyi napas tambahan (mis. Gurgling,
membaik. mengi, wheezing, ronkhi kering)
Dengan kriteria : 3. Monitor sputum
1. Dispnea menurun
2. Penggunaan otot Terapeutik :
bantu napas 1. Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt
menurun dan chin-lift (jaw-thrust jika curiga trauma servikal)
3. Pemanjangan fase 2. Posisikan semi fowler atau fowler
ekspirasi menurun 3. Berikan minum hangat
4. Frekuensi napas 4. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
membaik 5. Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
5. Kedalaman napas 6. Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan
membaik endotrakeal
7. Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep
McGill
8. Berikan oksigen, jika perlu

Edukasi :
1. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak
kontraindikasi
2. Ajarkan teknik batuk efektif

Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian broncho-dilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu
3 Tingkat Aspirasi
Pencegahan Aspirasi (I.01018)
(L.01006) Observasi :
Seteleh dilakukan1. Monitor tingkat kesadaran, batuk, muntah dan
tindakan asuhan kemampuan menelan
keperawatan selama 2. Monitor status pernapasan
1x24 jam tingkat 3. Monitor bunyi napas, terutama setelah makan atau
aspirasi menurun. minum
Kriteria hasil : 4. Periksa residu gaster sebelum memberi asupan oral
1. Tingkat kesadaran 5. Periksa kepatenan selang NGT sebelum memberi
meningkat asupan oral
2. Kemampuan
menelan Terapeutik :
meningkat 1. Posisikan semi fowler (30-450) 30 menit sebelum
3. Dispnea menurun memberikan asupan oral
4. Kelemahan otot 2. Pertahankan posisi semi fowler (30-450) pada
menurun pasien tidak sadar
5. Akumulasi sekret 3. Pertahankan kepatenan jalan napas
menurun 4. Pertahankan pengembangan balon ETT
6. Batuk menurun 5. Lakukan penghisapan jalan napas, jika produksi
7. Frekuensi napas sekret meningkat
membaik 6. Sediakan suction di ruangan
7. Hindari memberi makan melalui selang NGT, jika
residu banyak
8. Berikan makanan dengan ukuran kecil atau lunak
9. Berikan obat oral dalam bentuk cair

Edukasi :
1. Anjurkan makan secara perlahan
2. Ajarkan strategi mencegah aspirasi
3. Ajarkan teknik mengunyah atau menelan, jika perlu
4 Tingkat Infeksi Pencegahan infeksi (I.14541)
(L.14137) Tindakan :
Setelah dilakukan Observasi
tindakan asuhan 1. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
keperawatan selama Terapeutik
1x24 jam tingkat 1. Batasi jumlah pengunjung
infeksi menurun. 2. Berikan perawatan kulit pada area edema
Dengan kriteria : 3. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan
1. Kebersihan tangan pasien dan lingkungan pasien.
dan badan4. Pertahankan teknik aseptik pada pasien berisiko
meningkat. tinggi.
2. Demam menurun
3. Kemerahan Edukasi
menurun 1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
4. Nyeri menurun 2. Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
5. Bengkak menurun 3. Ajarkan etika batuk
6. Kadar sel darah 4. Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka
putih membaik operasi
5. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
6. Anjurkan meningkatkan asupan cairan

Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu
5 Tingkat jatuh Pencegahan jatuh (I.14540)
(L.14138) Tindakan :
Setelah dilakukan Observasi
tindakan asuhan 1. Identifikasi faktor risiko jatuh (usia >65 tahun,
keperawatan selama penurunan tingkat kesadaran, defisit kognitif,
1x24 jam tingkat jatuh hipotensi ortostatik, gangguan keseimbangan,
menurun. Dengan gangguan penglihatan, neuropati).
kriteria: 2. Identifikasi risiko jatuh setidaknya sekali setiap shift
1. Jatuh dari tempat atau sesuai dengan kebijakan institusi.
tidur menurun 3. Identifikasi faktor lingkungan yang meningkatkan
2. Jatuh saat berdiri risiko jatuh ( lantai licin, penerangan kurang).
menurun 4. Hitung risiko jatuh dengan menggunakan skala (fall
3. Jatuh saat duduk morse scale, humpty dumpty scale), jika perlu.
menurun 5. Monitor kemampuan berpindah dari tempat tidur ke
4. Jatuh saat berjalan kursi roda dan sebaliknya.
menurun
Terapeutik
1. Orientasikan ruangan pada pasien dan keluarga.
2. Pastikan roda tempat tidur dan kursi roda selalu
dalam kondisi terkunci
3. Pasang handrail tempat tidur
4. Atur tempat tidur mekanis pada posisi terendah
5. Tempatkan pasien berisiko tinggi dekat dengan
pantauan perawat dari nurse station
6. Gunakan alat bantu berjalan (kursi roda, walker)
7. Dekatkan bel pemanggil dalam jangkauan pasien

Edukasi
1. Anjurkan memanggil perawat jika membutuhkan
bantuan untuk berpindah
2. Anjurkan menggunakan alas kaki yang tidak licin
3. Anjurkan berkonsentrasi untuk menjaga
keseimbangan saat berdiri
4. Anjurkan melebarkan jarak kedua kaki untuk
meningkatakan keseimbangan saat berdiri.
5. Ajarkan cara menggunakan bel pemanggil untuk
memanggil perawat.
E. Implementasi

Tanggal Pemberi Implementasi Nama


dan Jam Asuhan dan
Paraf
02 Perawat S : Pasien tidak dapat di kaji
2023
10 O : CNS : Kesadaran Composmentis, GCS : E4 V5 M6,
reflek pupil 2/2, reflek cahaya ada, kejang tidak
06:00 WIB
ada.
CVS : TD : 70/38 mmHg, Nadi : 144 x/menit, akral
hangat, CRT < 2 detik, nadi kuat, terpasang
IVFD KA EN 1B 500 cc/24 jam.
Resp : RR : 63 x/menit, SPO2 : 100 %, batuk ada,
sekret minimal, napas cepat, suara parau,
terdapat stridor, Terpasang O2 Nasal kanul 2
lpm.
GIT : Terpasang OGT, Diit sufor 8x60cc, muntah
tidak ada, BAB ada, warna hijau kekuningan,
konsistensi lunak.
GUT : Tidak terpasang DC, BAK di diapers, urine
ada, warna kuning.
Integumen : Turgor kulit elastis, Suhu : 36,20C
55
Muskuloskeletal : Kekuatan otot
55
Risiko Jatuh : 15 (Risiko tinggi)
A : Bersihan jalan napas tidak efektif belum teratasi
Pola napas tidak efektif belum teratasi
Risiko Aspirasi
Risiko infeksi
Risiko Jatuh
P : Intervensi :
Observasi :
 Monitor pola napas
 Monitor sputum
 Monitor tingkat kesadaran, batuk, muntah dan
kemampuan menelan
 Periksa residu gaster sebelum memberi asupan oral
 Periksa kepatenan selang NGT sebelum memberi
asupan oral
 Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
 Identifikasi risiko jatuh setidaknya sekali setiap shift
atau sesuai dengan kebijakan institusi.
 Hitung risiko jatuh dengan menggunakan skala (fall
morse scale, humpty dumpty scale), jika perlu.

Terapeutik :
 Posisikan semi fowler atau fowler
 Berikan oksigen
 Pertahankan kepatenan jalan napas
 Berikan obat oral dalam bentuk cair
 Batasi jumlah pengunjung
 Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan
pasien dan lingkungan pasien.
 Pertahankan teknik aseptik pada pasien berisiko
tinggi.
 Pastikan roda tempat tidur dan kursi roda selalu
dalam kondisi terkunci
 Pasang handrail tempat tidur
 Atur tempat tidur mekanis pada posisi terendah

Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian antibiotik
03 Perawat S : Pasien tidak dapat di kaji
2023
10 O : CNS : Kesadaran Composmentis, GCS : E4 V5 M6,
reflek pupil 2/2, reflek cahaya ada, kejang tidak
06:00 WIB
ada.
CVS : TD : 75/64 mmHg, Nadi : 107 x/menit, akral
hangat, CRT < 2 detik, nadi kuat, terpasang
IVFD KA EN 1B 500 cc/24 jam.
Resp : RR : 64 x/menit, SPO2 : 100 %, batuk ada,
sekret minimal, napas cepat, suara parau,
terdapat stridor, Terpasang O2 Nasal kanul 2
lpm.
GIT : Terpasang OGT, Diit sufor 8x60cc, muntah
tidak ada, BAB ada, warna hijau kekuningan,
konsistensi lunak.
GUT : Tidak terpasang DC, BAK di diapers, urine
ada, warna kuning.
Integumen : Turgor kulit elastis, Suhu : 36,60C
55
Muskuloskeletal : Kekuatan otot
55
Risiko Jatuh : 15 (Risiko tinggi)
A : Bersihan jalan napas tidak efektif belum teratasi
Pola napas tidak efektif belum teratasi
Risiko Aspirasi
Risiko infeksi
Risiko Jatuh
P : Intervensi :
Observasi :
 Monitor pola napas
 Monitor sputum
 Monitor tingkat kesadaran, batuk, muntah dan
kemampuan menelan
 Periksa residu gaster sebelum memberi asupan oral
 Periksa kepatenan selang NGT sebelum memberi
asupan oral
 Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
 Identifikasi risiko jatuh setidaknya sekali setiap shift
atau sesuai dengan kebijakan institusi.
 Hitung risiko jatuh dengan menggunakan skala (fall
morse scale, humpty dumpty scale), jika perlu.

Terapeutik :
 Posisikan semi fowler atau fowler
 Berikan oksigen
 Pertahankan kepatenan jalan napas
 Berikan obat oral dalam bentuk cair
 Batasi jumlah pengunjung
 Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan
pasien dan lingkungan pasien.
 Pertahankan teknik aseptik pada pasien berisiko
tinggi.
 Pastikan roda tempat tidur dan kursi roda selalu
dalam kondisi terkunci
 Pasang handrail tempat tidur
 Atur tempat tidur mekanis pada posisi terendah

Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian antibiotik
05 Perawat S : Pasien tidak dapat di kaji
2023
10 O : CNS : Kesadaran Composmentis, GCS : E4 V5 M6,
reflek pupil 2/2, reflek cahaya ada, kejang tidak
12:00 WIB
ada.
CVS : TD : 108/51 mmHg, Nadi : 102 x/menit, akral
hangat, CRT < 2 detik, nadi kuat, terpasang
IVFD KA EN 1B 500 cc/24 jam.
Resp : RR : 65 x/menit, SPO2 : 100 %, batuk ada,
sekret minimal, napas cepat, suara parau,
terdapat stridor, Terpasang O2 Nasal kanul 2
lpm.
GIT : Terpasang OGT, Diit sufor 8x50cc, muntah
tidak ada, BAB ada, warna hijau kekuningan,
konsistensi lunak.
GUT : Tidak terpasang DC, BAK di diapers, urine
ada, warna kuning.
Integumen : Turgor kulit elastis, Suhu : 36,20C
55
Muskuloskeletal : Kekuatan otot
55
Risiko Jatuh : 15 (Risiko tinggi)
A : Bersihan jalan napas tidak efektif belum teratasi
Pola napas tidak efektif belum teratasi
Risiko Aspirasi
Risiko infeksi
Risiko Jatuh
P : Intervensi :
Observasi :
 Monitor pola napas
 Monitor sputum
 Monitor tingkat kesadaran, batuk, muntah dan
kemampuan menelan
 Periksa residu gaster sebelum memberi asupan oral
 Periksa kepatenan selang NGT sebelum memberi
asupan oral
 Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
 Identifikasi risiko jatuh setidaknya sekali setiap shift
atau sesuai dengan kebijakan institusi.
 Hitung risiko jatuh dengan menggunakan skala (fall
morse scale, humpty dumpty scale), jika perlu.

Terapeutik :
 Posisikan semi fowler atau fowler
 Berikan oksigen
 Pertahankan kepatenan jalan napas
 Berikan obat oral dalam bentuk cair
 Batasi jumlah pengunjung
 Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan
pasien dan lingkungan pasien.
 Pertahankan teknik aseptik pada pasien berisiko
tinggi.
 Pastikan roda tempat tidur dan kursi roda selalu
dalam kondisi terkunci
 Pasang handrail tempat tidur
 Atur tempat tidur mekanis pada posisi terendah

Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian antibiotik
06 Perawat S : Pasien tidak dapat di kaji
2023
10 O : CNS : Kesadaran Composmentis, GCS : E4 V5 M6,
reflek pupil 2/2, reflek cahaya ada, kejang tidak
12:00 WIB
ada.
CVS : TD : 86/68 mmHg, Nadi : 114 x/menit, akral
hangat, CRT < 2 detik, nadi kuat, terpasang
IVFD KA EN 1B 500 cc/24 jam.
Resp : RR : 68 x/menit, SPO2 : 100 %, batuk
berkurang, sekret tidak ada, napas cepat, suara
parau, terdapat stridor, Terpasang O2 Nasal
kanul 2 lpm.
GIT : Terpasang OGT, puasa dekompresi,residu ada,
warna kecoklatan, muntah tidak ada, BAB
tidak ada
GUT : Tidak terpasang DC, BAK di diapers, urine
ada, warna kuning.
Integumen : Turgor kulit elastis, Suhu : 36,30C
55
Muskuloskeletal : Kekuatan otot
55
Risiko Jatuh : 15 (Risiko tinggi)
A : Bersihan jalan napas tidak efektif teratasi sebagian
Pola napas tidak efektif belum teratasi
Risiko Aspirasi
Risiko infeksi
Risiko Jatuh
P : Intervensi :
Observasi :
 Monitor pola napas
 Monitor sputum
 Monitor tingkat kesadaran, batuk, muntah dan
kemampuan menelan
 Periksa residu gaster sebelum memberi asupan oral
 Periksa kepatenan selang NGT sebelum memberi
asupan oral
 Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
 Identifikasi risiko jatuh setidaknya sekali setiap shift
atau sesuai dengan kebijakan institusi.
 Hitung risiko jatuh dengan menggunakan skala (fall
morse scale, humpty dumpty scale), jika perlu.

Terapeutik :
 Posisikan semi fowler atau fowler
 Berikan oksigen
 Pertahankan kepatenan jalan napas
 Berikan obat oral dalam bentuk cair
 Batasi jumlah pengunjung
 Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan
pasien dan lingkungan pasien.
 Pertahankan teknik aseptik pada pasien berisiko
tinggi.
 Pastikan roda tempat tidur dan kursi roda selalu
dalam kondisi terkunci
 Pasang handrail tempat tidur
 Atur tempat tidur mekanis pada posisi terendah

Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian antibiotik
07 Perawat S : Pasien tidak dapat di kaji
2023
10 O : CNS : Kesadaran Composmentis, GCS : E4 V5 M6,
reflek pupil 2/2, reflek cahaya ada, kejang tidak
18:00 WIB
ada.
CVS : TD : 114/62 mmHg, Nadi : 130 x/menit, akral
hangat, CRT < 2 detik, nadi kuat, terpasang
IVFD KA EN 1B 500 cc/24 jam.
Resp : RR : 63 x/menit, SPO2 : 100 %, batuk
berkurang, sekret tidak ada, napas cepat, suara
parau, terdapat stridor, Terpasang O2 Nasal
kanul 2 lpm.
GIT : Terpasang OGT, diit sufor 8x50cc, muntah
tidak ada, BAB ada, warna kuning,
konsistensi lunak.
GUT : Tidak terpasang DC, BAK di diapers, urine
ada, warna kuning.
Integumen : Turgor kulit elastis, Suhu : 36,50C
55
Muskuloskeletal : Kekuatan otot
55
Risiko Jatuh : 15 (Risiko tinggi)
A : Bersihan jalan napas tidak efektif teratasi sebagian
Pola napas tidak efektif belum teratasi
Risiko Aspirasi
Risiko infeksi
Risiko Jatuh
P : Intervensi :
Observasi :
 Monitor pola napas
 Monitor sputum
 Monitor tingkat kesadaran, batuk, muntah dan
kemampuan menelan
 Periksa residu gaster sebelum memberi asupan oral
 Periksa kepatenan selang NGT sebelum memberi
asupan oral
 Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
 Identifikasi risiko jatuh setidaknya sekali setiap shift
atau sesuai dengan kebijakan institusi.
 Hitung risiko jatuh dengan menggunakan skala (fall
morse scale, humpty dumpty scale), jika perlu.

Terapeutik :
 Posisikan semi fowler atau fowler
 Berikan oksigen
 Pertahankan kepatenan jalan napas
 Berikan obat oral dalam bentuk cair
 Batasi jumlah pengunjung
 Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan
pasien dan lingkungan pasien.
 Pertahankan teknik aseptik pada pasien berisiko
tinggi.
 Pastikan roda tempat tidur dan kursi roda selalu
dalam kondisi terkunci
 Pasang handrail tempat tidur
 Atur tempat tidur mekanis pada posisi terendah

Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian antibiotik
08 Perawat S : Pasien tidak dapat di kaji
2023
10 O : CNS : Kesadaran Composmentis, GCS : E4 V5 M6,
reflek pupil 2/2, reflek cahaya ada, kejang tidak
18:00 WIB
ada.
CVS : TD : 102/60 mmHg, Nadi : 138 x/menit, akral
hangat, CRT < 2 detik, nadi kuat, terpasang
IVFD KA EN 1B 500 cc/24 jam.
Resp : RR : 53 x/menit, SPO2 : 100 %, batuk
berkurang, sekret tidak ada, napas cepat, suara
parau, terdapat stridor, Terpasang O2 Nasal
kanul 2 lpm.
GIT : Terpasang OGT, diit sufor 8x50cc, muntah ada,
BAB ada, warna kuning, konsistensi lunak.
GUT : Tidak terpasang DC, BAK di diapers, urine
ada, warna kuning.
Integumen : Turgor kulit elastis, Suhu : 36,50C
55
Muskuloskeletal : Kekuatan otot
55
Risiko Jatuh : 15 (Risiko tinggi)
A : Bersihan jalan napas tidak efektif teratasi sebagian
Pola napas tidak efektif belum teratasi
Risiko Aspirasi
Risiko infeksi
Risiko Jatuh
P : Intervensi :
Observasi :
 Monitor pola napas
 Monitor sputum
 Monitor tingkat kesadaran, batuk, muntah dan
kemampuan menelan
 Periksa residu gaster sebelum memberi asupan oral
 Periksa kepatenan selang NGT sebelum memberi
asupan oral
 Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
 Identifikasi risiko jatuh setidaknya sekali setiap shift
atau sesuai dengan kebijakan institusi.
 Hitung risiko jatuh dengan menggunakan skala (fall
morse scale, humpty dumpty scale), jika perlu.

Terapeutik :
 Posisikan semi fowler atau fowler
 Berikan oksigen
 Pertahankan kepatenan jalan napas
 Berikan obat oral dalam bentuk cair
 Batasi jumlah pengunjung
 Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan
pasien dan lingkungan pasien.
 Pertahankan teknik aseptik pada pasien berisiko
tinggi.
 Pastikan roda tempat tidur dan kursi roda selalu
dalam kondisi terkunci
 Pasang handrail tempat tidur
 Atur tempat tidur mekanis pada posisi terendah

Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian antibiotik
10 Perawat S : Pasien tidak dapat di kaji
2023
10 O : CNS : Kesadaran Composmentis, GCS : E4 V5 M6,
reflek pupil 2/2, reflek cahaya ada, kejang tidak
06:00 WIB
ada.
CVS : TD : 90/58 mmHg, Nadi : 158 x/menit, akral
hangat, CRT < 2 detik, nadi kuat, terpasang
IVFD KA EN 1B 300 cc/24 jam.
Resp : RR : 40 x/menit, SPO2 : 100 %, batuk kadang-
kadang, sekret tidak ada, napas cepat
berkurang, suara parau, terdapat stridor,
Terpasang O2 Nasal kanul 1 lpm.
GIT : Terpasang OGT, diit sufor 8x50-70cc, muntah
ada, BAB ada, warna kuning, konsistensi
lunak.
GUT : Tidak terpasang DC, BAK di diapers, urine
ada, warna kuning.
Integumen : Turgor kulit elastis, Suhu : 36,70C
55
Muskuloskeletal : Kekuatan otot
55
Risiko Jatuh : 15 (Risiko tinggi)
A : Bersihan jalan napas tidak efektif teratasi sebagian
Pola napas tidak efektif teratasi sebagian
Risiko Aspirasi
Risiko infeksi
Risiko Jatuh
P : Intervensi :
Observasi :
 Monitor pola napas
 Monitor sputum
 Monitor tingkat kesadaran, batuk, muntah dan
kemampuan menelan
 Periksa residu gaster sebelum memberi asupan oral
 Periksa kepatenan selang NGT sebelum memberi
asupan oral
 Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
 Identifikasi risiko jatuh setidaknya sekali setiap shift
atau sesuai dengan kebijakan institusi.
 Hitung risiko jatuh dengan menggunakan skala (fall
morse scale, humpty dumpty scale), jika perlu.

Terapeutik :
 Posisikan semi fowler atau fowler
 Berikan oksigen
 Pertahankan kepatenan jalan napas
 Berikan obat oral dalam bentuk cair
 Batasi jumlah pengunjung
 Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan
pasien dan lingkungan pasien.
 Pertahankan teknik aseptik pada pasien berisiko
tinggi.
 Pastikan roda tempat tidur dan kursi roda selalu
dalam kondisi terkunci
 Pasang handrail tempat tidur
 Atur tempat tidur mekanis pada posisi terendah

Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian antibiotik
11 Perawat S : Pasien tidak dapat di kaji
2023
10 O : CNS : Kesadaran Composmentis, GCS : E4 V5 M6,
reflek pupil 2/2, reflek cahaya ada, kejang tidak
06:00 WIB
ada.
CVS : TD : 106/79 mmHg, Nadi : 177 x/menit, akral
hangat, CRT < 2 detik, nadi kuat, terpasang
IVFD terpasang stopper
Resp : RR : 40 x/menit, SPO2 : 100 %, batuk kadang-
kadang, sekret tidak ada, napas cepat
berkurang, suara parau, terdapat stridor,
Terpasang O2 Nasal kanul 1 lpm.
GIT : Terpasang OGT, diit sufor 8x50-70cc, muntah
ada, BAB ada, warna kuning, konsistensi
lunak.
GUT : Tidak terpasang DC, BAK di diapers, urine
ada, warna kuning.
Integumen : Turgor kulit elastis, Suhu : 36,50C
55
Muskuloskeletal : Kekuatan otot
55
Risiko Jatuh : 15 (Risiko tinggi)
A : Bersihan jalan napas tidak efektif teratasi sebagian
Pola napas tidak efektif teratasi sebagian
Risiko Aspirasi
Risiko infeksi
Risiko Jatuh
P : Intervensi :
Observasi :
 Monitor pola napas
 Monitor sputum
 Monitor tingkat kesadaran, batuk, muntah dan
kemampuan menelan
 Periksa residu gaster sebelum memberi asupan oral
 Periksa kepatenan selang NGT sebelum memberi
asupan oral
 Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
 Identifikasi risiko jatuh setidaknya sekali setiap shift
atau sesuai dengan kebijakan institusi.
 Hitung risiko jatuh dengan menggunakan skala (fall
morse scale, humpty dumpty scale), jika perlu.

Terapeutik :
 Posisikan semi fowler atau fowler
 Berikan oksigen
 Pertahankan kepatenan jalan napas
 Berikan obat oral dalam bentuk cair
 Batasi jumlah pengunjung
 Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan
pasien dan lingkungan pasien.
 Pertahankan teknik aseptik pada pasien berisiko
tinggi.
 Pastikan roda tempat tidur dan kursi roda selalu
dalam kondisi terkunci
 Pasang handrail tempat tidur
 Atur tempat tidur mekanis pada posisi terendah

Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian antibiotik
13 Perawat S : Pasien tidak dapat di kaji
2023
10 O : CNS : Kesadaran Composmentis, GCS : E4 V5 M6,
reflek pupil 2/2, reflek cahaya ada, kejang tidak
12:00 WIB
ada.
CVS : TD : 120/94 mmHg, Nadi : 147 x/menit, akral
hangat, CRT < 2 detik, nadi kuat, terpasang
IVFD terpasang stopper
Resp : RR : 30 x/menit, SPO2 : 100 %, batuk kadang-
kadang, sekret tidak ada, napas cepat
berkurang, suara parau, stridor berkurang,
Terpasang O2 Nasal kanul 1 lpm.
GIT : Terpasang OGT, diit sufor 8x50-70cc, muntah
ada, BAB tidak ada
GUT : Tidak terpasang DC, BAK di diapers, urine
ada, warna kuning.
Integumen : Turgor kulit elastis, Suhu : 37,30C
55
Muskuloskeletal : Kekuatan otot
55
Risiko Jatuh : 15 (Risiko tinggi)
A : Bersihan jalan napas tidak efektif teratasi sebagian
Pola napas tidak efektif teratasi sebagian
Risiko Aspirasi
Risiko infeksi
Risiko Jatuh
P : Intervensi :
Observasi :
 Monitor pola napas
 Monitor sputum
 Monitor tingkat kesadaran, batuk, muntah dan
kemampuan menelan
 Periksa residu gaster sebelum memberi asupan oral
 Periksa kepatenan selang NGT sebelum memberi
asupan oral
 Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
 Identifikasi risiko jatuh setidaknya sekali setiap shift
atau sesuai dengan kebijakan institusi.
 Hitung risiko jatuh dengan menggunakan skala (fall
morse scale, humpty dumpty scale), jika perlu.

Terapeutik :
 Posisikan semi fowler atau fowler
 Berikan oksigen
 Pertahankan kepatenan jalan napas
 Berikan obat oral dalam bentuk cair
 Batasi jumlah pengunjung
 Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan
pasien dan lingkungan pasien.
 Pertahankan teknik aseptik pada pasien berisiko
tinggi.
 Pastikan roda tempat tidur dan kursi roda selalu
dalam kondisi terkunci
 Pasang handrail tempat tidur
 Atur tempat tidur mekanis pada posisi terendah

Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian antibiotik
14 Perawat S : Pasien tidak dapat di kaji
2023
10 O : CNS : Kesadaran Composmentis, GCS : E4 V5 M6,
reflek pupil 2/2, reflek cahaya ada, kejang tidak
12:00 WIB
ada.
CVS : TD : 72/60 mmHg, Nadi : 140 x/menit, akral
hangat, CRT < 2 detik, nadi kuat, terpasang
IVFD terpasang stopper
Resp : RR : 28 x/menit, SPO2 : 100 %, batuk kadang-
kadang, sekret tidak ada, napas cepat
berkurang, suara parau, stridor berkurang,
Terpasang O2 Nasal kanul 1 lpm.
GIT : Terpasang OGT, diit sufor 8x50-80, muntah
tidak ada, BAB ada, warna kuning,
konsistensi lunak.
GUT : Tidak terpasang DC, BAK di diapers, urine
ada, warna kuning.
Integumen : Turgor kulit elastis, Suhu : 36,60C
55
Muskuloskeletal : Kekuatan otot
55
Risiko Jatuh : 15 (Risiko tinggi)
A : Bersihan jalan napas tidak efektif teratasi sebagian
Pola napas tidak efektif teratasi sebagian
Risiko Aspirasi
Risiko infeksi
Risiko Jatuh
P : Intervensi :
Observasi :
 Monitor pola napas
 Monitor sputum
 Monitor tingkat kesadaran, batuk, muntah dan
kemampuan menelan
 Periksa residu gaster sebelum memberi asupan oral
 Periksa kepatenan selang NGT sebelum memberi
asupan oral
 Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
 Identifikasi risiko jatuh setidaknya sekali setiap shift
atau sesuai dengan kebijakan institusi.
 Hitung risiko jatuh dengan menggunakan skala (fall
morse scale, humpty dumpty scale), jika perlu.

Terapeutik :
 Posisikan semi fowler atau fowler
 Berikan oksigen
 Pertahankan kepatenan jalan napas
 Berikan obat oral dalam bentuk cair
 Batasi jumlah pengunjung
 Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan
pasien dan lingkungan pasien.
 Pertahankan teknik aseptik pada pasien berisiko
tinggi.
 Pastikan roda tempat tidur dan kursi roda selalu
dalam kondisi terkunci
 Pasang handrail tempat tidur
 Atur tempat tidur mekanis pada posisi terendah
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian antibiotik
15 Perawat S : Pasien tidak dapat di kaji
2023
10 O : CNS : Kesadaran Composmentis, GCS : E4 V5 M6,
reflek pupil 2/2, reflek cahaya ada, kejang tidak
18:00 WIB
ada.
CVS : TD : 99/69 mmHg, Nadi : 143 x/menit, akral
hangat, CRT < 2 detik, nadi kuat, terpasang
IVFD terpasang stopper
Resp : RR : 38 x/menit, SPO2 : 100 %, batuk kadang-
kadang, sekret tidak ada, napas cepat
berkurang, suara parau, stridor berkurang,
Terpasang O2 Nasal kanul 1 lpm.
GIT : Terpasang OGT, diit sufor 8x60-75cc, muntah
tidak ada, BAB ada, warna kuning,
konsistensi lunak.
GUT : Tidak terpasang DC, BAK di diapers, urine
ada, warna kuning.
Integumen : Turgor kulit elastis, Suhu : 36,60C
55
Muskuloskeletal : Kekuatan otot
55
Risiko Jatuh : 15 (Risiko tinggi)
A : Bersihan jalan napas tidak efektif teratasi sebagian
Pola napas tidak efektif teratasi sebagian
Risiko Aspirasi
Risiko infeksi
Risiko Jatuh
P : Intervensi :
Observasi :
 Monitor pola napas
 Monitor sputum
 Monitor tingkat kesadaran, batuk, muntah dan
kemampuan menelan
 Periksa residu gaster sebelum memberi asupan oral
 Periksa kepatenan selang NGT sebelum memberi
asupan oral
 Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
 Identifikasi risiko jatuh setidaknya sekali setiap shift
atau sesuai dengan kebijakan institusi.
 Hitung risiko jatuh dengan menggunakan skala (fall
morse scale, humpty dumpty scale), jika perlu.

Terapeutik :
 Posisikan semi fowler atau fowler
 Berikan oksigen
 Pertahankan kepatenan jalan napas
 Berikan obat oral dalam bentuk cair
 Batasi jumlah pengunjung
 Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan
pasien dan lingkungan pasien.
 Pertahankan teknik aseptik pada pasien berisiko
tinggi.
 Pastikan roda tempat tidur dan kursi roda selalu
dalam kondisi terkunci
 Pasang handrail tempat tidur
 Atur tempat tidur mekanis pada posisi terendah

Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian antibiotik
16 Perawat S : Pasien tidak dapat di kaji
2023
10 O : CNS : Kesadaran Composmentis, GCS : E4 V5 M6,
reflek pupil 2/2, reflek cahaya ada, kejang tidak
18:00 WIB
ada.
CVS : TD : 95/59 mmHg, Nadi : 180 x/menit, akral
hangat, CRT < 2 detik, nadi kuat, terpasang
IVFD terpasang stopper
Resp : RR : 24 x/menit, SPO2 : 100 %, batuk kadang-
kadang, sekret tidak ada, pola napas normal,
suara parau, stridor berkurang, Terpasang O2
Nasal kanul 1/2 lpm.
GIT : Terpasang OGT, diit sufor 8x60-75cc, muntah
tidak ada, BAB ada, warna kuning,
konsistensi lunak.
GUT : Tidak terpasang DC, BAK di diapers, urine
ada, warna kuning.
Integumen : Turgor kulit elastis, Suhu : 370C
55
Muskuloskeletal : Kekuatan otot
55
Risiko Jatuh : 15 (Risiko tinggi)
A : Bersihan jalan napas tidak efektif teratasi sebagian
Pola napas tidak efektif teratasi sebagian
Risiko Aspirasi
Risiko infeksi
Risiko Jatuh
P : Intervensi :
Observasi :
 Monitor pola napas
 Monitor sputum
 Monitor tingkat kesadaran, batuk, muntah dan
kemampuan menelan
 Periksa residu gaster sebelum memberi asupan oral
 Periksa kepatenan selang NGT sebelum memberi
asupan oral
 Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
 Identifikasi risiko jatuh setidaknya sekali setiap shift
atau sesuai dengan kebijakan institusi.
 Hitung risiko jatuh dengan menggunakan skala (fall
morse scale, humpty dumpty scale), jika perlu.

Terapeutik :
 Posisikan semi fowler atau fowler
 Berikan oksigen
 Pertahankan kepatenan jalan napas
 Berikan obat oral dalam bentuk cair
 Batasi jumlah pengunjung
 Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan
pasien dan lingkungan pasien.
 Pertahankan teknik aseptik pada pasien berisiko
tinggi.
 Pastikan roda tempat tidur dan kursi roda selalu
dalam kondisi terkunci
 Pasang handrail tempat tidur
 Atur tempat tidur mekanis pada posisi terendah

Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian antibiotik
18 Perawat S : Pasien tidak dapat di kaji
2023
10 O : CNS : Kesadaran Composmentis, GCS : E4 V5 M6,
reflek pupil 2/2, reflek cahaya ada, kejang tidak
06:00 WIB
ada.
CVS : TD : 118/77 mmHg, Nadi : 144 x/menit, akral
hangat, CRT < 2 detik, nadi kuat, terpasang
IVFD terpasang stopper
Resp : RR : 30 x/menit, SPO2 : 100 %, batuk kadang-
kadang, sekret tidak ada, pola napas normal,
suara parau, stridor berkurang, Tidak
terpasang O2.
GIT : Tidak terpasang OGT, diit ASI adlib, muntah
tidak ada, BAB ada, warna kuning,
konsistensi lunak.
GUT : Tidak terpasang DC, BAK di diapers, urine
ada, warna kuning.
Integumen : Turgor kulit elastis, Suhu : 36,50C
55
Muskuloskeletal : Kekuatan otot
55
Risiko Jatuh : 15 (Risiko tinggi)
A : Bersihan jalan napas tidak efektif teratasi sebagian
Pola napas tidak efektif teratasi sebagian
Risiko Aspirasi
Risiko infeksi
Risiko Jatuh
P : Intervensi :
Observasi :
 Monitor pola napas
 Monitor sputum
 Monitor tingkat kesadaran, batuk, muntah dan
kemampuan menelan
 Periksa residu gaster sebelum memberi asupan oral
 Periksa kepatenan selang NGT sebelum memberi
asupan oral
 Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
 Identifikasi risiko jatuh setidaknya sekali setiap shift
atau sesuai dengan kebijakan institusi.
 Hitung risiko jatuh dengan menggunakan skala (fall
morse scale, humpty dumpty scale), jika perlu.

Terapeutik :
 Posisikan semi fowler atau fowler
 Berikan oksigen
 Pertahankan kepatenan jalan napas
 Berikan obat oral dalam bentuk cair
 Batasi jumlah pengunjung
 Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan
pasien dan lingkungan pasien.
 Pertahankan teknik aseptik pada pasien berisiko
tinggi.
 Pastikan roda tempat tidur dan kursi roda selalu
dalam kondisi terkunci
 Pasang handrail tempat tidur
 Atur tempat tidur mekanis pada posisi terendah

Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian antibiotik
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Asuhan keperawatan pada An. F di ruang PICU Rumah Sakit Umum Daerah Banten pada
tanggal 01-10-2023 sampai dengan tanggal 18-10-2023, diberikan sesuai dengan metode dan
proses keperawatan, yaitu melalui tahap-tahap pengkajian keperawatan, diagnosa
keperawatan, perencanaan keperawatan, pelaksanaan dan evaluasi. Adapun kesimpulan yang
di dapat sebagai berikut :
1. Pada saat pengkajian penulis menemukan berbagai masalah, yaitu pasien tampak sesak,
pasien tidak dapat di kaji karena pasien masih berusia 1 bulan.
2. Diagnosa keperawatan yang muncul pada saat dikaji antara lain : Bersihan jalan napas
tidak efektif, Pola napas tidak efektif, Risiko aspirasi, Risiko infeksi dan Risiko jatuh.
3. Perencanaan Keperawatan di susun menentukan prioritas masalah, tujuan dan kriteria
hasil.
4. Implementasi keperawatan yang diberikan penulis menggunakan intervensi yang sesuai
dengan kondisi pasien.
5. Evaluasi keperawatan terhadap asuhan keperawatan yang diberikan, bahwa masalah
diagnosa keperawatan yang ada teratasi sebagian dikarenakan pasien di rencanakan untuk
pindah ruangan ke perawatan ruang biasa.

B. Saran
1. Bagi Perawat
Perawat di ruang PICU diharapkan dapat meningkatkan kemampuan dalam memberikan
asuhan keperawatan secara lebih profesional lagi pada pasien difteri dan selalu
mengenakan APD pada saat melakukan asuhan keperawatan pada pasien difteri.
2. Bagi Rumah Sakit
Rumah sakit hendaknya lebih memperhatikan lagi sumber daya perawat dan dapat
menyediakan fasilitas yang lengkap sesuai dengan kebutuhan pasien, khususnya di
dalam kasus difteri ini.
3. Bagi Keluarga Pasien
Keluarga hendaknya dapat mengetahui sejauh mana prognosa penyakit yang di alami
pasien bila tidak di rawat, dan keluarga harus mau mejaga batasan-batasan sesuai
dengan kondisi penyakit pasien.
DAFTAR PUSTAKA

Asmadi, (2008). Konsep Keperawatan Dasar. Jakarta : EGC

Chin, James. (2000). Manual Pemberantasan Penyakit Menular, 17th.ed. Jakarta :


Infomedika.

Departemen Kesehatan RI. (2017). Profil Kesehatan Indonesia 2016. Jakarta : Kemenkes RI

Mardiana, D.E. (2018). Pengaruh Imunisasi dan Kepadatan Penduduk Terhadap Prevalensi
Penyalit Difteri di Jawa Timur. Jurnal Berkala Epidemiologi 6(2) 122-129.

Najmah, (2016). Epidemiologi Penyakit Menular. Jakarta : Trans Info Media.

Ngastiyah, M.E. (2005). Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC

Nurarif, A.H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & NANDA NIC NOC. Edisi Revisi Jilid 3. Jogjakarta : Media Action

Nursalam, (2011). Proses Dokumentasi Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika

Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK UI, (2007). Ilmu Kesehatan Anak Jilid 2. Jakarta :
Infomedika
Surdoyo, Aru. W. (2006). Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta : Penerbit Ilmu
Penyakit Dalam

Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Edisi 1
Cetakan III. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI

Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Edisi 1
Cetakan II. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI

Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2022). Standar Luaran Keperawatan Indonesia Edisi 1
Cetakan III. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI

Wong, Donna L, dkk, (2009). Buku Ajar Keperawatan Pediatri, Edisi 6 Vol 2. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai