Surveilans Difteri
DRAFT
PER TANGGAL 23 Agustus 2016
Kementerian Kesehatan RI
0
PEDOMAN DIFTERI
1. Pendahuluan
a. Latar Belakang
b. Epidemiologi Penyakit
c. Aspek Imunisasi
d. Pengertian
2. Tujuan Surveilans
a. Tujuan Umum
b. Tujuan Khusus
3. Kebijakan dan strategi
a. Kebjiakan
b. Strategi
4. Kegiatan Surveilans
a. Di tingkat Puskesmas
1. Penemuan kasus
2. Pengambilan dan pengiriman spesimen
3. Pencatatan pelaporan
4. Pengolahan dan analisa data
5. Umpan balik
b. Di Rumah sakit
1. Penemuan Kasus
2. Pengambilan dan pengiriman spesimen
3. Pencatatan dan pelaporan
c. Di Kabupaten/Kota
1. Penemuan Kasus
2. Pencatatan dan pelaporan
3. Pengolahan, analisa data dan rekomendasi
4. Umpan balik
d. Di Provinsi
1. Pencatatan dan pelaporan
2. Pengolahan, analisa data dan rekomendasi
3. Umpan balik
e. Di Pusat
1. Pencatatan dan pelaporan
2. Pengolahan, analisa data dan rekomendasi
3. Umpan balik
4. Desiminasi Informasi
1
5. KLB Difteri dan penanggulangannya
a. DO KLB
b. PE KLB
c. Penanggulangan KLB
6. Pemberian nomor Epid kasus individu dan KLB
7. Laboratorium surveilans difteri
a. Peran dan Fungsi lab
b. Penatalaksanaan spesimen lab
c. Pemeriksaan Lab
d. Interpretasi hasil lab
e. Pengiriman hasil lab
f. Jejaring Lab nasional dan wilayah pelayanan pemeriksaan spesimen
8. Indikator kinerja
9. Lampiran-lampiran
10. Kontributor
2
BAB I
1. PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Distribusi penyakit difteri menyebar di seluruh dunia, pada tahun 2010 kasus
difteri dilaporkan sebanyak 4.797 kasus dengaan estimasi kematian pada tahun
2008 sebanyak 59.000. penyakit mulai menurun setelah dilaksanakan pemberian
imunisasi toxoid difteri. Seiring dengan meningkatnya cakupan DPT3 maka terjadi
penurunan kasus difteri yang sangat signifikan dari 100.000 kasus pada tahun 1980
menjadi 4.797 kasus pada tahun 2010. (Black RE at.al Global Regional and national causes of child mortality in
2008:sysistematic analysis 2010 jun 5).
Pada tahun 2014 jumlah kasus difteri di dunia sebesar 7347 meningkat dari
tahun 2013 yang berjumlah 4680 kasus. Kenaikan yang sangat signifikan berasal
dari region SEAR, yang pada tahun 2013 sejumlah 4080 menjadi 7217 pada tahun
2014. Dengan kata lain 98% kasus difteri di dunia berasal dari SEAR pada tahun
2014. Jumlah kasus difteri di Indonesia sebesar 775 pada tahun 2013 (19% dari total
kasus SEAR) menurun menjadi 430 pada tahun 2014 (6% dari total kasus SEAR).
3
Penurunan ini terjadi karena telah dilakukan upaya Outbreak Response
Immunization di daerah yang terjadi KLB dan penguatan imunisasi rutin.
b. Epidemiologi Penyakit
Penyakit Difteri adalah penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh
Corynebacterium diphtheriae, ditandai dengan respon inflamasi pada tempat infeksi .
Corynebacterium diphheriae termasuk bakteri batang gram positif, tidak bergerak,
tidak membentuk spora, dan bersifat aerobe. Bentuknya seperti palu (pembesaran
pada salah satu atau kedua ujung) dengan diameter 0,1-1µm dan panjangnya
beberapa µm. Corynebacterium diphtheriae adalah spesies utama penyebab
penyakit pada manusia dari genus Corynebacterium . (WHO/ V & B/ 03.02/2003).
Kelompok risiko terserang difteri adalah anak-anak dan orang lanjut usia, tapi
saat ini terjadi perubahan epidemiologi dimana difteri juga sering terjadi pada orang
dewasa. Sebelum umur 1 tahun, anak-anak masih mendapat perlindungan pasif dari
antibodi ibunya. Faktor risiko yang mendasari terjadinya infeksi difteri adalah
menurunnya imunitas yang disebabkan karena imunisasi pada waktu bayi tidak
lengkap,pemberian imunisasi sebelum waktunya dan penurunan potensi vaksin.
4
Cara penularan :
Penyakit ini mudah menyebar melalui droplet dan kontak langsung dengan penderita
atau karrier, termasuk hubungan seksual. Difteri juga dapat ditularkan secara tidak
langsung melalui barang-barang yang terkontaminasi.
Pathogenesis :
yang diserang terutama saluran pernafasan bagian atas. Ciri khas dari penyakit
Difteri ini adalah pembengkakan di daerah tenggorokan dan terbentuknya membran
putih keabu-abuan (pseudomembrane) yang sukar diangkat dan mudah berdarah
sebagai tempat bersarangnya kuman difteri. Kuman-kuman ini mengeluarkan
eksotoksin yang memberikan gejala-gejala umum maupun gejala lokal serta dapat
menyebabkan komplikasi seperti kelumpuhan otot dan myocarditis.
Gejala Klinis :
- Demam suhu lebih kurang 38 oC
- Ada pseudomembrane putih keabu-abuan, tak mudah lepas dan mudah
berdarah. Letak pseudomembrane bisa di pharynx, larynx atau tonsil.
- Sakit waktu menelan.
- Leher membengkak seperti leher sapi (bullneck), disebabkan karena
pembengkakan kelenjar leher.
- Sesak nafas disertai bunyi (stridor).
5
A B
D
C
c. Aspek Imunisasi
Bayi baru lahir mempunyai kekebalan terhadap penyakit difteri yang diturunkan dari
ibunya selama kurang lebih 2 bulan. Setelah itu diperlukan pemberian imunisasi
secara aktif untuk memberi perlindungan terhadap difteri jangka panjang. Imunisasi
DPT-HB-Hib diberikan pada bayi sebanyak 3 dosis untuk dapat menimbulkan
antibodi yang protektif (> 0,1 IU/ml). Pemberian imunisasi pada bayi dimulai pada
usia 2 bulan dengan interval minimal 4 minggu. Selanjutnya perlu diberikan
6
imunisasi lanjutan (booster) pada usia 18 bulan karena telah terjadi penurunan
tingkat antibodi pada usia tersebut. Imunisasi lanjutan (booster) juga masih perlu
diberikan pada anak sekolah dasar, serta booster berikutnya setiap 10 tahun
kemudian. (Immunoligical bassis for immunization series-modul 2 : Diftheria update
2009 dan WHO Position Paper 2006).
d. Pengertian
1. Difteri klinis adalah: Demam yang disertai dengan sakit menelan (laryngitis,
pharyngitis, tonsilitis) dan adanya selaput putih keabu-abuan yang melekat
dan bila diangkat mudah berdarah. (WHO, Recomended standart
surveillance, 2003)
Klinis Difteri
Pemeriksaaan lab
kultur spesimen Tanpa Pemeriksaaan
lab kultur spesimen
Hasil Lab(-)
Hasil Lab(+)
Tidak Ada link Ada link
Tidak Ada Kasus Epid dg kasus Epid
link Epid Probable konfirmasi lab
7
3. Kontak kasus :
Adalah orang serumah, teman bermain, teman sekolah, termasuk guru dan
teman kerja.
4. Carrier :
Adalah orang yang tidak menunjukkan gejala klinis, tetapi hasil pemeriksaan
laboratorium positif C Diphteri.
8
BAB II
A. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Melakukan deteksi dini dan pengendalian terhadap penyakit difteri.
2. Tujuan Khusus
a. Terdeteksinya kasus difteri secara dini
b. Terlaksananya Penyelidikan Epidemiologi setiap KLB difteri dan konfirmasi
laboratorium
c. Terlaksananya analisa data difteri berdasarkan variabel epidemiologi yang
meliputi waktu, tempat kejadian dan orang di setiap tingkat administrasi
kesehatan, sebagai bahan monitoring dampak program imunisasi difteri
d. Terdisseminasinya hasil analisis kepada unit terkait
e. Terwujudnya pengambilan keputusan untuk pengendalian penyakit difteri.
2. Strategi
a. Diseminasi dan informasi tentang penyakit difteri
b. Semua kasus Difteri harus dilakukan penyelidikan epidemiologi
c. Melakukan pemantauan harian surveilans berbasis kejadian (Event base
Surveilans)
d. Penemuan dan penatalaksanaan kasus Difteri secara dini
e. Semua kasus difteri dirujuk ke Rumah Sakit untuk mendapatkan tindakan
secara cepat dan tepat.
f. Mengambil dan memeriksa spesimen pada kasus dan kontak.
g. Menghentikan transmisi Difteri dengan cara pengbatan penderita, pemberian
profilaksis terhadap kontak dan pemberian imunisasi (ORI) pada yang
berisiko
h. Meningkatkan cakupan imunisasi dasar dan booster.
i. Menganalisa data sebagai dasar rekomendasi dalam pengendalian penyakit
difteri
9
BAB III
KEGIATAN SURVEILANS DIFTERI
A. Tingkat Puskesmas :
1. Penemuan kasus
Kasus difteri dapat ditemukan di pelayanan statis maupun kunjungan
lapangan di wilayah kerja Puskesmas.
Setiap kasus difteri yang ditemukan dilakukan investigasi dengan format
individual (Format penyelidikan difteri, lampiran 1).
Penderita dirujuk ke RS untuk mendapatkan pengobatan lebih lanjut dan
dilakukan pencarian kasus tambahan dan karier .
10
5. Umpan balik
Memberikan hasil kajian setiap bulan kepada pihak terkait:
a. Puskesmas pembantu
b. Poliklinik desa
c. Praktek swasta
d. Lintas sektor terkait ( Kepala Desa, Camat dll)
B. Rumah Sakit
1. Penemuan kasus
a. Kasus difteri dapat ditemukan oleh dokter atau tenaga kesehataan lainnya
yang merawat kasus di rumah sakit,
b. Penemuan kasus juga dapat dilakukan oleh petugas kabupaten dan
kontak person rumah sakit saat pelaksanaan surveilans akitf rumah sakit..
c. Setiap kasus difteri yang ditemukan di Rumah Sakit dilaporkan ke Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota melalui telpon/SMS.
11
Antibiotik alternatif adalah Penicillin
Tindakan tracheostomi bila diperlukan
Tirah rebah minimal 2 – 3 minggu
Diet makanan lunak dan kalori tinggi
Pemberian imunisasi pada penderita di berikan minimal 4 minggu
setelah pemberian ADS. Jenis vaksin disesuai dengan usia penderita.
DPT pada anak usia < 3 tahun, DT anak usia 3-7 tahun dan Td > 7
tahun (tanpa melihat status imunisasi sebelumnya).
C. Di Kabupaten :
1. Penemuan kasus
a. Setiap minggu petugas dinas kesehatan kabupaten/kota mengunjungi
rumah sakit di wilayah kerjanya untuk mencari dan menemukan secara
aktif kasus difteri (diintegrasikan Surveilans AFP dan PD3I lainnya).
b. Setiap kasus difteri yang dilaporkan dari rumah sakit segera
diinformasikan ke puskesmas untuk dilakukan investigasi dan pencarian
kasus tambahan dan karier .
12
4. Umpan balik
Memberikan hasil kajian minimal setiap 3 bulan kepada pihak terkait:
a. Puskesmas
b. Rumah Sakit/Poli klinik
c. Lintas program dan sektor terkait
D. Provinsi :
3. Umpan balik
Memberikan hasil kajian minimal setiap 3 bulan kepada pihak terkait:
a. Kabupaten/Kota
b. Lintas program dan sektor terkait
E. Pusat :
13
b. Membuat rekomendasi dan tindak lanjut berdasarkan hasil kajian data
epidemiologi.
3. Umpan balik
Memberikan hasil kajian minimal setiap bulan kepada provinsi.
4. Diseminasi Informasi
Memberikan hasil kajian berdasarkan data epidemiologi minimal 3 bulan sekali
kepada lintas program antara lain imunisasi, KIA, Pusdatin, KKP dan sektor
terkait, seperti organisasi profesi kesehatan, Departemen Dalam Negeri dan lain-
lain.
14
BAB IV
KLB DIFTERI DAN PENANGGULANGANNNYA
C. Penanggulangan KLB
Sesuai Permenkes 1501/2010 tentang Jenis Penyakit Menular Tertentu Yang Dapat
Menimbulkan Wabah Dan Upaya Penanggulangan, upaya penanggulangan KLB
dibebankan pada anggaran pemerintah daerah. Dalam keadaan KLB, pemerintah
dan pemerintah daerah wajib menyediakan perbekalan kesehatan meliputi bahan,
alat, obat, dan vaksin serta bahan/alat pendukung lainnya.
15
Dalam hal KLB Difteri alat dan bahan yang dimaksud termasuk ADS, media Amies,
antibiotik serta bahan/alat pendukung lainnya.
16
BAB V
PEMBERIAN NOMOR EPID KASUS INDIVIDU DAN KLB
Nomor EPID adalah suatu nomor - kode bagi setiap kasus Difteri dan ditentukan
sesuai dengan tata-cara penentuan nomor EPID.
Contoh:
Provinsi Nangroe Aceh Darussalam, kota Banda Aceh, puskesmas X dilaporkan
kasus pertama difteri tahun 2015 maka penomoran Epidnya adalah sebagai berikut :
D01020011501
17
BAB VI
LABORATORIUM SURVEILANS DIFTERI
18
Media amies secara komersial
19
4. Cara pengambilan specimen
a. Usap tenggorok :
Siapkan Transport media Amies dan swab steril
Penderita duduk (kalau anak-anak dipangku) atau tidur, kepala ditengadahkan
sampai muka menghadap keatas.
Penderita diminta membuka mulut, pastikan bahwa pharing jelas terlihat dan
lidah ditekan dengan spatel
Masukkan swab steril hingga menyentuh dinding belakang faring. Usap kekiri
dan kanan dinding belakang faring dan tonsil sambil ditekan. Jika ada
pseudomembran ambil sampel sambil ditekan di lokasi bagian pinggiran
pseudomembran (bagian inflamasi) lalu tarik keluar dengan hati-hati, tanpa
menyentuh bagian mulut yang lain.
Masukkan swab kapas ke dalam media transport amies atau transport media
alternatif (slicagel packed media)
20
b. Usap luka ( wound swab )
Sebelum dilakukan swab luka, luka jangan dibersihkan terlebih dahulu untuk
mendapatkan jumlah spesimen yang cukup dan organisme yang maksimal
Lakukan swab luka pada daerah yang dicurigai, putar swab searah jarum jam
sekali saja, Lalu tarik kapas swab dengan hati-hati ,masukkan ke dalam media
transport amies atau transport media alternatif alternatif (slicagel packed
media)
5. Labeling spesimen.
Labeling ( pemberian label/etiket)
Tiap spesimen yang diambil harus diberi label /etiket yaitu dengan label nama
penderita
6. Penyimpanan.
Apabila sampel swab tenggorokan tidak segera diperiksa dalam 2 jam maka didalam
transport media harus disimpan pada suhu 2-8°C.di lemari es (refrigerator).
21
pengirim dan alamat yang dituju dengan lengkap, dan label tanda jangan
dibalik.
Disertakan juga dokumen pendukung data formulir kontak dan data investigasi
serta formulir W1.
Untuk spesimen dengan menggunakan Media slicagel packed dapat
dikirimkan pada suhu kamar (Tanpa menggunakan Ice Pack) dengan
menggunakan coolbox yang sama.
Untuk pengemasan dan pengiriman spesimen difteri dapat juga dilakukan dengan
menyesuaikan kondisi yang ada tanpa mengurangi prinsip makna pengiriman
spesimen tersebut seperti contoh di bawah ini.
c. Pemeriksaan Laboratorium
Secara umum tahapan pemeriksaan dibagi menjadi beberapa tahap, yaitu kultur,
Mikroskopis, biokimia dan toksigenisitas. Pemeriksaan tambahan dapat berupa
serologi, resistensi dan molecular typing.
Laporan tentang hasil segera dikirimkan ke instansi pengirim, untuk ditindak lanjuti
oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Propinsi, Subdit
Surveilans dan subdit terkait Ditjen P2PL melalui fax/e-mail/pos/SMS.
22
e. Jejaring Lab nasional dan wilayah pelayanan pemeriksaan
23
Lampiran 1
KUESIONER INVESTIGASI KLB DIFTERI
:
NO. STATUS : KASUS /
…………………………
KUESIONER RESPONDEN KONTAK
….
: :
DESA ………………………… PUSKESMAS ………………………
…. …….
: :
KECAMATAN ………………………… KABUPATEN ………………………
…. …….
DATA
I.
UMUM
NAMA :……………………… UMUR :………. TAHUN ……
1
L/P BULAN
BELUM SEKOLAH / TK / SD / SLTP / SLTA / PT / TDK
3 SEKOLAH
SEKOLAH
JIKA : NAMA SEKOLAH :…………… ALAMAT : JL.
SEKOLAH ………….……………
: BELUM BEKERJA / PETANI / BURUH / PNS / ABRI /
4 PEKERJAAN LAIN LAIN
JIKA : NAMA TEMPAT KERJA :……….……………. ALAMAT : JL.
BEKERJA ……….…………
NAMA ORANG
5 TUA ……………………………………………….
6 ALAMAT RUMAH JLN. ………………………………………….. RT. … RW. ……
KEL./ DESA …………………………. KECAMATAN
…………………………
24
4 STATUS IMUNISASI TERHADAP DIPHTERI ( DPT/ DT ) :
B. SUDAH, BERAPA KALI : ………. C. TIDAK
A. BELUM PERNAH
TAHUN ………. TAHU
25
Lampiran 2
Spesimen
Nomor U m u r Jenis Tgl mulai Vaksin Difteri Sebelum Sakit Hasil Kontak Keadaa
No Nama kelami Alamat (Kec. Dan Desa/ Kel.) sakit Tanggal Klasifikasi
Epidemiologi Tidak / Tdk Ambil Kultur Mikroskop Jumla diambil n Akhir
Thn Bln n (L/P) (demam) Berapa Kali Positif
Tahu Tenggoro Hidun Tenggoro Hidun h spec (swab
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Catatan:
Form ini dilaporkan bulanan ada kasus maupun tidak ada kasus dan kasus yang dilaporkan adalah kasu baru
No : Jelas Hasil Pemeriksaan Spesimen : Hasil pemeriksaan laboratorium (Kultur dan Mikroskopis),
Nomorepid : diisi dengan hurup D (difteri), 2 digit Kode provinsi, 2 Digit Kode kab/kota, isi dengan tanda + (positif) dan - (negatif) dikolom hasil
2 Digit tahun kejadian, 3 digit nomor kasus Contoh : D.13.29.11.001 Klasifikasi : Hasil kesimpulan akhir penderita, isi dengan Probabel atau Konfirmasi
( artinya : Kasus pertama di tahun 2011 dari Kabupaten Gresik Provinsi Jawa Timur ) - Probable (WHO 2003) = Faringitis, Laringitis/Tonsilitis dan ditemukan membran
Nama : Jelas yang melekat pada faring/laring atau mucosa hidung
Umur (Tahun) : Umur berdasarkan ulang tahun terkahir (isi dengan angka) - Konfirm (WHO 2003) = Probable yang ditemukan kuman difteria
Umur (Bulan) : Bulan lahir (isi dengan angka) pada pemeriksaan spesimen ATAU ada link epidemiology dengan kasus konfirm.
Jenis kelamin : Jenis kelamin penderita (isi dengan L jika laki-laki dan P jika perempuan) Kontak : Jumlah kontak erat dengan kasus, selama 7 hari sejak kontak terakhir. (isi dengan angka)
Alamat : Alamat tempat tinggal penderita 7 hari sebelum sakit yang terdiri dari Kecamatan dan desa/ kelurahan kontak yang diambil specimen : Jumlah kontak yang diambil spesimennya (isi dengan angka)
Vaksin Difteri : Berapa kali penderita mendapat vaksin difteri (DPT/DT dan Td), tidak mendapat atau tidak tahu Hasil Spesimen Positif kontak : Jumlah kontak yang hasil labnya positif
Tanggal ambil spesimen : Tanggal pengambilan Spesimen Keadaan akhir kasus : isi dengan sehat atau meninggal
Mengetahui,
(.................................................)
26
Lampiran 3
Provinsi :
Month : Januari
Year :
Update :
Kasus Difteri
Meningg
Vaksina
Vaksina
Vaksina
Vaksina
Vaksina
Vaksina
Total
Total
Total
Total
Total
Total
al
si
si
si
si
si
si
8. Indikator :
a. Kelengkapan laporan puskesmas (C-1) : ≥ 90%
b. Ketepatan laporan puskesmas : ≥ 80 %
c. Kelengkapan laporan surveilans aktif RS : ≥ 90 %
d. KLB dilakukan penyelidikan : 100 %
e. Dilakukan pemeriksaan laboratorium : 100%
27