Anda di halaman 1dari 52

SEMINAR

PENYAKIT DIFTERIA DAN PERTUSIS

Disusun Oleh Kelopok 4

KEZYA PRISKA KAMBU 18130024


LUQMAN FAATIIH AL DIN 19130075
DEA PUTRI SILVANA 21130091
ANGGUN FEBIYANITA 21130036
KARIZAH NANDA HAYYUMAH 21130026
ANGGIE PUSPITA DEWI 21130087
NINING HARTATY PATI 21130004
EGI SAHPUTRA RIO 21130009

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS RESPATI YOGYAKARTA
2022
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Difteri merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri corynebacterium


diphtheria (Kementerian Kesehatan, 2014). Difteri merupakan penyakit bakteri akut yang
menyerang faring, laring, tonsil, hidung, terkadang menyerang selaput lendir atau kulit,
konjungtiva, dan vagina. Difteri dapat menular melaui beberapa hal seperti kontak hubungan
dekat, melalui udara yang tercemar oleh penderita yang akan sembuh, serta melalui batuk dan
bersin dari si penderita. Kebanyakan penderita difteri adalah anak-anak yang berusia di
bawah 15 tahun dengan usia rentan yakni 2-10 tahun, dan dalam beberapa kejadian kasus
difteri berakibat fatal hingga menimbulkan kematian (Saputra, 2018).
Difteri merupakan penyakit lama yang telah ada sejak Hippocarates. Epidemiik
penyakit pertama terjadi di Spanyol. Dari Spanyol penyakit menyebar ke Italia tahun 1618.
Penyakit ini menghilang pada abad ke-17 dan kembali berkembang pada ke-18 di Inggris dan
Amerika. Epidemik besar terjadi pada tahun 1735 sampai 1740 di New England dengan
sekitar 5.000 meninggal (Isnaniyanti Fajrin Arifin, 2017).
Menurut WHO (World Health Organization) India merupakan Negara tertinggi
dengan kasus difteri pada tahun 2008 sebanyak 3977, tahun 2009 sebanyak 3529 kasus,
tahun 2010 sebanyak 3123 kasus dan tahun 2011 sebanyak 3485 kasus. Indonesia
merupakan Negara tertinggi kedua dengan kasus difteri pada tahun 2008 sebanyak 219
kasus, tahun 2009 sebanyak 189 kasus, tahun 2010 meningkat dengan 385 kasus, tahun
2011 meningkat lagi dengan 806 kasus difteri. Nepal merupakan Negara tertinggi ketiga
dengan 149 kasus pada tahun 2008, dan tahun 2009 dengan 277 kasus, tahun 2010 sebanyak
146 kasus. Sudah merupakan Negara tertinggi ke tiga dengan kasus difteri pada tahun 2011
sebanyak 193 kasus (WHO, 2012) (Isnaniyanti Fajrin Arifin, 2017).
Di Indonesia wabah difteri muncul kembali sejak tahun 2001 di Cianjur,
Semarang, Tasikmalaya, Garut, dan Jawa Timur dengan CFR 11,7-31,9%. Pada tahun 2012
telah terjadi 1192 kasus dengan 76 kematian. Dari 18 provinsi yang melaporkan adanya kasus
difteri, kasus tertinggi terjadi di Jawa Timur sebanyak 954 kasus. DiKabupaten Bojonegoro
kasus dan kematian akibat difteri sangat fluktuatif. Penyebaran kasus difteri di Kabupaten
Bojonegoro berawal pada tahun 2009 ditemukan 4 kasus. Pada tahun 2010-2012 kasus difteri
mengalami peningkatan dengan di temukan 1 kasus kematian di tahun 2012, akan tetapi pada
tahun 2013-2014 kasus difteri mengalami penurunan dan terjadi 1 kasus kematian pada
periode 2 tahun berturut-turun (Famalasari, 2019).
Difteri merupakan salah satu penyakit menular yang dapat dicegah dengan imunisasi
(PD3I). Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I) seperti TBC, diphteri, pertusis,
campak, tetanus, polio, dan hepatitis B merupakan salah satu penyebab kematian anak di
negara-negara miskin dan berkembang termasuk Indonesia.
Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, hingga
akhir November 2017, terdapat 95 kabupaten/kota di 20 negara bagian, dan telah dilaporkan
4.444 kasus difteri pertusis. Kasus terbanyak ditemukan di Jawa Timur. Kasus difteri dan
pertusis di Indonesia cukup banyak, dan daerah memiliki kebijakan untuk memberikan
tambahan kekebalan difteri pertusis atau wabah respon imun (ORI). Di Indonesia terdapat
kasus Pertusis sebanyak 5.643, tidak menutup kemungkinan angka tersebut dapat bertambah
tiap tahunnya.Salah satu cara untuk mengurangi jumlah
kasus pertusis ini adalah dengan pemberian vaksin. Vaksin yang digunakan adalah DPT
(Diffteri, Pertussis, Tetanus), vaksin ditujukan untuk menghasilkan sistem pertahanan tubuh
terhadap penyakit ini.
WHO dan UNICEF memperingatkan bahwa akibat pandemi COVID-19 pada April
2020, tingkat imunisasi global terancam turun. Informasi awal empat bulan pertama tahun
2020 menunjukkan bahwa jumlah anak yang telah menyelesaikan tiga dosis vaksinasi difteri,
pertusis, dan tetanus menurun secara drastis. Penurunan ini baru terjadi kali pertama dalam
28 tahun. Menurut data UNICEF, dari 20 hingga 29 April 2020.

B. Tujuan

a. Tujuan Umum
Untuk menjelaskan penyakit defteri dan pertussis secara keseluruhan.
b. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahuan proses asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit difteri
dan pertussis.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Tinjauan Teori

1. Penyakit Defteri Dan Pertussis

a) Defenisi Penyakit Defteri Dan Pertussis

Difteri adalah penyakit yang sangat menular yang disebabkan oleh bakteri penghasil
toksin Corynebacterium diphtheriae dan ditularkan melalui tetesan pernafasan selama kontak
dekat, terutama yang menginfeksi faring, amandel dan hidung.  Penyakit difteri dapat dengan
mudah dan tersebar secara cepat melalui percikan ludah penderita atau makanan. Difteri
adalah penyakit infeksi tenggorokan berat yang dapat menyebar ke jantung dan system syaraf
sehingga menimbulkan kematian. 
Pertusis (batuk rejan atau batuk 100 hari ) adalah penyakit saluran pernapasan yang
disebabkan oleh bakteri Bordetella pertussis yang menyebabkan batuk berat dan lama,
dengan komplikasi yang berbahaya bila tidak di tangani dengan baik. Ordetella pertussis
adalah bakteri Gram-negatif berbentuk kokobasilus, Organisme ini menghasilkan toksin yang
merusak epitel saluran pernapasan dan memberikan efek sistemik berupa sindrom yang
terdiri dari batuk yang spasmodik dan paroksismal disertai nada mengi karena pasien
berupaya keras untuk menarik napas, sehingga pada akhir batuk disertai bunyi yang khas.
Bordetella pertussis merupakan jenis bakteri yang menginfeksi saluran pernafasan. Penyakit
pertusis ini di tandai dengan batuk yang berlangsung 28 hari sampai dengan 100 hari,
individu yang sangat rentan adalah bayi dan anak-anak muda (Zaidin Asyabah, 2018).

b) Etiologi

1. Defteri
Usia kurang dari atau sama dengan 15 tahun akan lebih rentan karena kelompok umur
anak sekolah cenderung lebih banyak berinteraksi dengan orang lain. Jenis kelamin wanita
lebih rentan terkena difteri karena daya imunitasnya lebih rendah. Kelembaban rumah yang
tinggi dapat mempengaruhi penurunan daya tahan tubuh seseorang yang selanjutnya akan
meningkatkan kerentanan tubuh terhadap penyakit terutama penyakit infeksi. Kelembaban
juga dapat meningkatkan daya tahan hidup bakteri di ruangan yang lebih lembab. Luas
ventilasi, Ventilasi berfungsi untuk menjaga agar aliran udara di dalam rumah tersebut tetap
segar, bebas dari bakteri, dan terjaga kelembaban optimum. Risiko penularan difteri pada
seseorang yang tidak memperoleh imunisasi jauh lebih besar daripada seseorang yang
mendapatkan imunisasi secara lengkap.

2. Pertusis
Pertusis biasanya disebabkan diantaranya Bordetella pertussis (Hemophilis pertusis).
Suatu penyakit sejenis telah dihubungkan dengan infeksi oleh Bordetella Parapertusis,
Bronchiseptiea dan virus. Adapun cirri-ciri organisme ini antara lain :1. Berbentuk batang
(coccobacilus).
a. Tidak dapat bergerak.
b. Bersifat gram negative.
c. Tidak berspora, mempunyai kapsul
d. Mati pada suhu 55 o C selama 1⁄2 jam, dan tahan pada suhu rendah (0o- 10o C)
e. Dengan pewarnaan Toluidin blue, dapat terlihat granula bipolar metakromatik.
f. Tidak sensitive terhadap tetrasiklin, ampicillin, eritomisisn, tetapi resisten terhdap
penicillin.
g. Menghasilkan 2 macam toksin antara lain :
-Toksin tidak yahan panas (Heat Labile Toxin)
-Endotoksin (lipopolisakarida)

c) Manifestasi Klinis

a) Tanda geja difteri dan pertusi

1. Difteri
Penyakit defteri ini tergantung pada berbagai faktor, manifestasi penyakit ini bisa
bervariasi dari tanpa gejala sampai keadaan berat dan fatal. Sebagai faktor primer adalah
imunitas pejamu, virulensi serta toksigenitas C. diphteriae (kemampuan kuman membentuk
toksin) dan lokasi penyakit secara anatomis. Difteria mempunyai masa tunas 2-6 hari. Tanda
dan gejala pada penyakit defteri yaitu :
1. Mengalami infeksi pada faring, laring, trakhea, atau kombinasinya.
2. Muncul selaput berwarna putih keabu-abuan (pseudomembran) yang tidak
mudah lepas pada tenggorokan, amandel, rongga mulut, atau hidung.
3. Pembengkakan kelenjar linfa pada leher (bullnek)
4. Demam yang tinggi (<38,50C)
5. Mengeluarkan bunyi saat menarik nafas
6. Kesulitan bernafas
2. Pertusis
Pada dasarnya batuk rejan ialah penyakit yang dimediasi oleh toksin yang memiliki tiga
fase gejala, yaitu:
a. Stadium Catarrha. Pada tahap awal ditandai dengan timbulnya pilek yang
berbahaya, bersin, demam ringan, dan batuk ringan. Pasien yang tidak diobati
dapat menularkan infeksi selama tiga minggu atau lebih setelah timbulnya
serangan batuk mengi (bunyi khas saat udara melwati saluran pernapasan yang
mengecil). Secara bertahap, batuk ini akan parah.
b. Stadium Spasmodik Tahap ini ditandai dengan batuk yang lebih sering dan
kejang. Pada tahap ini juga ditandai dengan semburan atau paroxysms, batuk
cepat yang banyak dikarenakan kesulitan mengeluarkan lender yang kental dari
trakeobronkial. Selama terinfeksi, pasien bisa menjadi sianotik (membiru). Pada
bayi dan anak-anak, pada fase ini akan tampak sangat sakit dan juga tertekan.
Kelelahan dan muntah juga ikut serta pada fase ini. Gejala-gejala yang ada fase
ini biasanya sering menyerang di waktu malam hari dengan rata-rata 15
serangan/24jam. Di setiap minggu berikutnya, serangan dan gejala yang ada fase
ini kian meningkat.
c. Stadium konvalesen, Tahap pemulihan ini ditandai dengan batuk yang lebih
jarang dan tidak terlalu parah. Biasanya pada tahap ini memulih secara bertahap.
Batuk mulai jarang menyerang terutama di malam hari.

d) Patofisiologi

1. Difteri

Corynebacterium diphtheria yang masuk ke dalam tubuh dapat berkembang biak pada
mukosa saluran nafas, untuk kemudian memproduksi eksotoksin yang disebut diphtheriatoxin
(dt). Toksin yang terbentuk tersebut kemudian dapat diserap oleh membran mukosa dan
menimbulkan peradangan dan penghancuran epitel saluran nafas hingga terjadi nekrosis,
leukosit akan menginfiltasi daerah nekrosis sehingga banyak ditemukan fibrin yang kemudian
akan membentuk patchy exudate, yang masih dapat dilepaskan. Pada keadaan lanjut akan
terkumpul fibrous exudate yang membentuk pseudomembran (membran palsu) dan semakin
sulit untuk dilepas serta mudah berdarah. Umumnya pseudomembran terbentuk pada area
tonsil, faring, laring, bahkan bisa meluas sampai trakhea dan bronkus. Membran palsu dapat
menyebabkan edema pada jaringan mukosa dibawahnya, sehingga dapat menyebabkan
obstruksi saluran nafas dan kematian pada penderita difteri pernafasan. Toksin kemudian
memasuki peredaran darah dan menyebar ke seluruh tubuh, terutama pada jantung dan
jaringan saraf yang memiliki banyak reseptor dt, serta menyebabkan degenerasi dan nekrosis
pada jaringan tersebut. Bila mengenai jantung akan mengakibatkan terjadinya miokarditis
dan payah jantung, sedangkan pada jaringan saraf akan menyebabkan polineuropati.
Kematian biasanya disebabkan karena adanya kegagalan jantung dan gangguan pernafasan.

2. Pertusis

Salah satu tahap awal sebelum terserang penyakit bernama tahap prepatogenesis. Pada
tahap ini, bakteri Bordetella pertussis masuk kedalam inangnya melalui mata, hidung, dan
mulut. Kebanyakan bakteri ini lebih sering masuk melalui hidung atau saluran pernapasan. Ia
menempel pada silia yang ada pada saluran pernapasan. Bakteri bordetella pertusis akan
tinggal di saluran pernafasan antara bronkus maupun trakea. Bakteri ini akan memperbanyak
diri dan memproduksi toksin yang dapat melemahkan kerja sel-sel yang bertugas untuk
membersihkan lendir-lendir yang ada pada dinding paru-paru. Hal ini menyebabkan
terjadinya penumpukan lendir pada saluran pernapasan dan membuat penderitanya
mengalami sesak. Seperti yang kita ketahui, bakteri pertusis dapat berpindah inang dan
menyebar dari orang ke orang. Ia akan masuk melalui mulut, hidung, atau mata.
Mekanismenya ialah saat orang yang terinfeksi sedang bersin atau batuk, bakteri yang ada
pada cairan akan bersatu ke udara. Ketika berada di sekitar orang yang terinfeksi, maka besar
kemungkinan akan ikut terinfeksi.
e) Pathway

f) Pemeriksaan penunjang

1. Difteri

a. Schick test
Tes kulit ini di gunakan untuk menentukan status imunitas penderita. Untuk
pemeriksaan ini di gunakan dosis 1/50 MED. Yang di berikan intrakutan dalam bentuk.
Larutan yang telah di encerkan sebanyak 0,1 ml bila orang tersebut tidak mengandung
antitoksin akan timbul vesikel pada bekas suntikan akan hilang setelah beberapa
minggu. Pada orang yang mengandung titer antitoksin yang rendah uji schick dapat
positif, pada bekas suntikan akan timbul warna merah kecoklatan dalam 24 jam. Uji
schick dikatakan negative bila tidak di dapatkan reaksi apapun pada tempat suntikan
dan ini terdapat pada orang dengan imunitas atau mengandung antitoksin yang tinggi.
Positif palsu dapat terjadiakibat reaksi alergi terhadap protwin antitoksin yang akan
menghilang dalam 72 jam.

b. Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan darah : penurunan hemoglobin (Hb), penurunan jumlah leukosit,
eritrosit, dan kadar albumin.Pada urine terdapatnya albuminuria ringan.

2. Pertusis
a. Hapusan sekret dinasofaring posterior atau lendir yang dimuntahkan.
b. Hapusan darah tepi dijumpai leukositosis dengan nilai 20.000-30.000/mm3 dengan
limpositosis predominan terjadi sekitar 60% terutama stadium kataralis.

g) Komplikasi

1. Difteri

Komplikasi dari difteri dapat menyebabkan obstruksi jalan napas, miokarditis,

paralisis otot palatum, otitis media dan juga dapat menyebar ke paru-paru menyebabkan

pneumonia. Pada pasien ini diduga mengalami komplikasi lain seperti miokarditis,

sehingga dilakukan pemeriksaan Creatinin Kinase Myocardial Band (CK-MB), troponin,

serta dilakukan elektrokardiografi (EKG) per 24 jam. Peradangan miokarditis

menyebabkan pelepasan CK-MB dan troponin. Troponin merupakan penanda spesifik dari

miokarditis, troponin lebih spesifik dibandingkan CK-MB dan terbukti sebagai penanda

miokarditis yang sensitif dan spesifik, kadar serum troponin jantung berhubungan dengan

mortalitas pasien yang tinggi. EKG berperan penting dalam menentukan keparahan

penyakit, komplikasi dan prognosis.18,19 Hasil pemeriksaan troponin pada pasien

menunjukkan hasil yang meningkat yaitu 0,03, hal ini menunjukkan adanya kerusakan

pada sel miokard.

2. Pertusis
Komplikasi dari pertusis ini dapat menyebabkan bronchitis nekrotikans, kerusakan
alveolus difus, edema fibrinosa, sesak nafas, hingga kematian.

h) Penatalaksanaan Medis Dan Keperawatan

Tujuan penatalaksanaan medis terhadap penyakit difteri adalah menginaktivasi toksin


yang belum terikat secara cepat, mencegah dan meminimalisir terjadinya komplikasi.
Mengeliminasi C. diphtheriae untuk mencegah penularan serta mengobati infeksi penyerta
dan penyulit difteri.

1. Terapi
a. Pada kasus difteri tatalaksana dimulai dengan pemberian Anti Difteri Serum
(ADS) dan antibiotik tanpa perlu konfirmasi laboratorium (kultur baik swab/apus
tenggorok).
b. Penderita difteria diisolasi sampai tidak menular yaitu 48 jam setelah pemberian
antibiotik. Namun tetap dilakukan kultur setelah pemberian antibiotik.
c. Untuk pemberian ADS kepada penderita maka perlu di konsultasikan dengan
Dokter Spesialis (Anak, THT, Penyakit Dalam).
d. Tatalaksana pada penderita difteri dewasa sama dengan tatalaksana penderita
difteri anak.

2. Antitoksin Difteri
Merupakan hiperimun serum yang diperoleh dari kuda. Antitoksin hanya menetralisir
toksin yang berada dalam sirkulasi sebelum terikat dengan jaringan. Pemberian yang
terlambat dapat meningkatkan resiko miokarditis dan neuritis. Tes sensitivitas dapat
dilakukan sebelum pemberian antitoksin difteri.14 Bila membran hanya terbatas pada nasal
atau permukaan saja maka Anti Difteri Serum (ADS) dapat diberikan 20.000 unit
intramuskular, bila sedang maka ADS dapat diberikan sebesar 60.000 unit intramuskular,
sedangkan pada membran yang telah meluas maka dapat diberikan ADS sebanyak 100.000-
120.000 unit intramuskular.

3. Antibiotik
Antibiotik pilihan adalah eritromisin atau penisilin. Rekomendasi pilihan antibiotik
sevagai berikut:
a. Penisilin prokain G 25000-50000 unit/kg/dosis (pada anakanak), 1,2 juta
unit/dosis (pada orang dewasa). Pemberian intramuskular.
b. Eritromisin 40-50 mg/kg/dosis, maksimum dosis 2 g/dosis, terbagi 4 dosis.
Pemberian peroral dan parenteral.
c. Penisilin G 125-250 mg, 4 kali sehari intramuskular dan intravena.
d. Terapi antibiotik diberikan selama 14 hari.

i) Pengkajian Keperawatan
1. Biodata
- Umur : Biasanya terjadi pada anak-anak umur 2-10 tahun dan jarang ditemukan pada
bayi berumur dibawah 6 bulan dari pada orang dewasa diatas 15 tahun
- Suku bangsa : Dapat terjadi diseluruh dunia terutama di negara-negara miskin
- Tempat tinggal : Biasanya terjadi pada penduduk di tempattempat pemukiman yang
rapat-rapat, higien dan sanitasi jelek dan fasilitas kesehatan yang kurang
2. Keluhan Utama
- Klien marasakan demam yang tidak terlalau tinggi, lesu, pucat, sakit kepala, anoreksia,
lemah
3. Riwayat Kesehatan Sekarang
- Klien mengalami demam yang tidak terlalu tinggi, lesu, pucat, sakit kepala, anoreksia
4. Riwayat Kesehatan
- Dahulu Klien mengalami peradangan kronis pada tonsil, sinus, faring, laring, dan
saluran nafas atas dan mengalami pilek dengan sekret bercampur darah
5. Riwayat Penyakit Keluarga
- Adanya keluarga yang mengalami difteri
6. Pola Fungsi Kesehatan
- Pola nutrisi dan metabolisme
Jumlah asupan nutrisi kurang disebabkan oleh anoreksia
- Pola aktivitas
Klien mengalami gangguan aktivitas karena malaise dan demam
- Pola istirahat dan tidur
Klien mengalami sesak nafas sehingga mengganggu istirahat dan tidur
- Pola eliminasi
Klien mengalami penurunan jumlah urin dan feses karena jumlah asupan nutrisi
kurang disebabkan oleh anoreksia
7. Pemeriksaan Fisik
- Tanda-tanda Vital
Nadi : meningkat Tekanan darah : menurun
Respirasi rate : meningkat
Suhu : ≤ 38°C
- Inspeksi :
Lidah kotor, anoreksia, ditemukan pseudomembran
- Auskultasi : Napas cepat dan dangkal
8. Pemeriksaan Penunjang
- Pemeriksaan terhadap apus tenggorokan dan uji schick di laboratorium.
- Untuk melihat kelainan jantung, bisa dilakukan pemeriksaan EKG.
9. Penatalaksanaan
Penderita diisolasi sampai biakan negatif 3 kali berturut-turut setelah masa akut
terlampaui. Kontak penderita diisolasi sampai tindakan-tindakan berikut terlaksana
- Biakan hidung dan tenggorok
- Sebaiknya dilakukan tes schick (tes kerentanan terhadap diphtheria) c. Diikuti gejala
klinis setiap hari sampai masa tunas terlewati
- Anak yang telah mendapat imunisasi dasar diberikan booster dengan toksoid
diphtheria

j) Diagnosa Keperawatan
Ada beberapa diagnosa keperawatan yang lazim muncul dalam pasien dengan kasus
difteri, antara lain:
1. Ketidak efektifan pola napas
2. Penurunan curah jantung
3. Gangguan menelan
4. Kelebihan volume cairan
5. Inkontinensia urine aliran berlebih
6. Ansietas
7. Resiko infeksi
8. Hambatan komunikasi verbal
k) Intervensi dan Implementasi

NO DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA INTERVENSI


HASIL
1 Ketidak efektifan 0415 Status Pernapasan Manajemen Jalan Nafas
pola nafas b.d Skala Target Outcomes : Aktivitas-aktivitas :
edema laring. Dipertahankan pada….. - Posisikan pasien untuk
Ditingkatkan ke ….. memaksimalkan ventilasi
Skala Indikator : - Lakukan fisioterapi dada,
041501 Frekunsi pernapasan sebagaimana mestinya.
1 2 3 4 5 NA - Motivasi pasien untuk
041502 Irama pernapasan bernapas pelan, dalam,
1 2 3 4 5 NA berputar dan batuk.
041503 Kedalaman inspirasi - Intruksikan bagaimana
1 2 3 4 5 NA agar bisa melakukan
041504 Suara auskultasi napas batuk efektif
1 2 3 4 5 NA
041532 Kepatenan jalan napas -
1 2 3 4 5 NA
041508 Saturasi oksigen
1 2 3 4 5 NA
041511 Retraksi dinding dada
1 2 3 4 5 NA
041507 Kapasitas vital
1 2 3 4 5 NA
2 Penurunan curah 0414 Status Jantung Paru Monitor Tanda-tanda vital
jantung b.d edema Skala Target Outcomes : Aktivitas-aktivitas :
kongesti, Dipertahankan pada ….. - Monitor tekanan darah,
perubahan Ditingkatkan ke ….. nadi, suhu, dan status
tekanan darah, Skala Indikator : pernafasan dengan tepat
perubahan 041401 Tekanan darah sistol - Catat gaya dan fluktuasi
kontraktilitas 1 2 3 4 5 NA yang luas pada tekanan
jantung 041402 Tekanan darah diastol darah.
1 2 3 4 5 NA - Monitor dan laporkan
041403 Denyut nadi perifer tanda dan gejala
1 2 3 4 5 NA hipotermia serta
041404 Denyut nadi apikal hipertermia.
1 2 3 4 5 NA - Monitor keberadaan dan
041405 Irama Jantung kualitas nadi.Identifikasi
1 2 3 4 5 NA kemungkinan penyebab
041406 Tingkat pernapasan perubahan tanda-tanda
1 2 3 4 5 NA vital
041407 Irama pernapasan
1 2 3 4 5 NA
041412 Saturasi oksigen
1 2 3 4 5 NA
3 00103 Gangguan 1010 Status Menelan 1050 Pemberian Makan
menelan b.d Skala Target Outcomes : Aktivitas-aktivitas :
abnormalitas jalan Dipertahankan pada ….. - Identifikasi diet yang
napas atas, laring, Ditingkatkan ke ….. disarankan.
orofaring, Skala Indikator : - Ciptakan lingkungan
gangguan 101001 Mempertahankan yang menyenangkan
neuromaskular makanan di mulut selama makan.
1 2 3 4 5 NA - Identifikasi adanya
101003 Produksi ludah refleks menelan, jika
1 2 3 4 5 NA diperlukan
101004 Kemampuan mengunyah - Catat asupan dengan tepat
1 2 3 4 5 NA - Dorong
101009 Durasi makan dengan orangtua/keluarga untuk
respek pada menyuapi Pasien
jumlah yang dikonsumsi
1 2 3 4 5 NA 2380 Manajemen Obat
101010 Reflek menelan sesuai Aktivitas-aktivitas :
dengan waktunya - Monitor efektifitas cara
1 2 3 4 5 NA pemberian obat yang
101016 Penerimaan makanan sesuai
1 2 3 4 5 NA - Monitor pasien mengenai
101011 Perubahan kualitas suara efek terapeutik obat
1 2 3 4 5 NA - Monitor tanda dan gejala
101017 Tidak nyaman dengan toksisitas obat.
menelan - Monitor efek samping
1 2 3 4 5 NA obat.
- Ajarkan pasien dan/atau
anggota keluarga
mengenai metode
pemberian obat yang
sesuai

1100 Manaejemen Nutrisi


Aktivitas-aktivitas :
- Identifikasi adanya alergi
atau intoleransi makanan
yang dimiliki pasien
- Monitor kalori dan
asupan makanan.
- Berikan arahan bila
diperlukan
4 00026 Kelebihan 0601 Keseimbangan Cairan 4200 Terapi Intravena
volume cairan b.d Skala Target Outcomes : Aktivitas-aktivitas :
gangguan Dipertahankan pada ….. - Verifikasi perintah untuk
mekanisme Ditingkatkan ke ….. terapi IV
regulasi Skala Indikator : - Intruksikan pasien
060101 Tekanan darah tentang prosedur.
1 2 3 4 5 NA - teknik aseptik dengan
060122 Denyut nadi radial ketat.
1 2 3 4 5 NA - Berikan pengobatan IV,
060102 Tekanan arteri rata-rata sesuai yang diresepkan,
1 2 3 4 5 NA dan monitor untuk
060103 Tekanan vena sentral hasilnya.
1 2 3 4 5 NA - Monitor kecepatan aliran
060107 Keseimbangan intake dan intravena dan area
output dalam intravena selama
24 jam pemberian infus
1 2 3 4 5 NA - Monitor tanda-tanda vital
060109 Berat baadan stabil - Monitor tanda dan gejala
1 2 3 4 5 NA plebitis dan infeksi local.
060116 Turgor kulit - Dokumentasikan terapi
1 2 3 4 5 NA yang diberikan, sesuai
060117 Kelembaban membran prosedur di institusi.
mukosa
1 2 3 4 5 NA
060118 serum elektrolit
1 2 3 4 5 NA
060115 Kehausan
1 2 3 4 5 NA
060123 Kram otot
1 2 3 4 5 NA
5 00176 0502 Kontinensia Urin 0610 Perawatan Inkontinensia
Inkontinensia Skala Target Outcomes : Urin
urine aliran Dipertahankan pada ….. Aktivitas-aktivitas :
berlebih b.d Ditingkatkan ke ….. - Identifikasi faktor apa
hiperkontraksilitas Skala Indikator : saja penyebab
detrusor 050201 Mengenali keinginan inkontinensia pada pasien
untuk berkemih - Jaga privasi pasien saat
1 2 3 4 5 NA berkemih
050202 Menjaga pola berkemih - Jelaskan penyebab
yang teratur terjadinya inkontinensia
1 2 3 4 5 NA dan rasionalisasi setiap
050203 Respon berkemih sudah tindakan yang dilakukan
tepat waktu - Monitor eliminasi urin,
1 2 3 4 5 NA meliputi frekuensi,
050204 Berkemih pada tempat konsistensi, bau, volume
yang tepat dan warna urin.
1 2 3 4 5 NA - Diskusikan bersama
050209 Mengosongkan kantong pasien mengenai prosedur
kemih tindakan target yang
sepenuhnya diharapkan.
1 2 3 4 5 NA - Bantu untuk
050215 Mengkonsumsi cairan meningkatkan atau
dalam jumlah mempertahankan harapan
yang cukup pasien
1 2 3 4 5 NA - Sediakan popok kain
050207 Urin merembes ketika yang nyaman dan
berkemih melidungi.
1 2 3 4 5 NA - Bersihkan kulit sekitar
050214 Infeksi saluran kemih area genitalia secara
1 2 3 4 5 NA teratur.
- Berikan umpan balik jika
inkontinensia membaik.
- Batasi intake cairan 2-3
jam sebelum tidur
- Berikan obat-obatan
diuretik sesuai jadwal
minimal untuk
mempengaruhi irama
sirkandian tubuh.
- Intruksikan pasien dan
keluarga untuk mencatat
pola dan jumlah urin
output.
- Batasi makanan yang
mengiritasi kandung
kemih
6 00146 Ansietas 1211 Tingkat Kecemasan 5820 Pengurang Kecemasan
b.d pajanan pada Skala Target Outcomes : Aktivitas-aktivitas :
toksin, ancaman Dipertahankan pada ….. - Gunakan pendekatan
pada status Ditingkatkan ke ….. yang tenang dan
terkini, Indikator : meyakinkan.
krisis situasi 121105 Perasaan gelisah - Jelaskan semua prosedur
1 2 3 4 5 NA termasuk sensasi yang
121101 Tidak dapat beristirahat akan dirasakan yang
1 2 3 4 5 NA mugkin akan dialami
121122 Gangguan tidur klien selama prosedur
1 2 3 4 5 NA dilakukan.
- Pahami situasi krisis yang
2008 Status Kenyamanan terjadi dari perspektif
Skala Target Outcomes : klien.
Dipertahankan pada ….. - Dorong Keluarga untuk
Ditingkatkan ke ….. mendampingi klien
Indikator : dengan cara yang tepat.
200806 Dukungan sosial dari - Kaji untuk tanda verbal
keluarga dan nonverbal
1 2 3 4 5 NA kecemasan.
200808 Hubungan Sosial - Berikan objek yang
1 2 3 4 5 NA menunjukkan perasaan
200812 Mampu aman.
mengkomunikasikan kebutuhan - Dengarkan klien
1 2 3 4 5 NA

5380 Peningkatan Keamanan


Aktivitas-aktivitas :
- Sediakan lingkungan
yang tidak mengancam
- Fasilitasi orang tua agar
dapat menginap bersama
anak yang dirawat di
rumah sakit
- Dengarkan ketakutan
keluarga pasien
- Diskusikan situasi khusus
atau individu yang
mengancam pasien atau
keluarga
- Bantu pasien/keluarga
mengidentifikasi factor
apa yang meningkatkan
rasa keamanan
7 00004 Resiko 0702 Status Imunitas 6530 Manajemen
infeksi b.d proses Skala Target Outcomes : Imunisasi/Vaksinisasi
penyakit Dipertahankan pada ….. Aktivitas-aktivitas :
Ditingkatkan ke ….. - Ajarkan pada orang tua
Skala Indikator : imunisasi yang
070207 Suhu tubuh direkomendasikan bagi
1 2 3 4 5 NA anak, cara imunisasinya,
070211 Imunisasi saat ini alasan dan kegunaan dari
1 2 3 4 5 NA imunisasi, efek samping
070221 Skrining untuk infeksi saat dari reaksi yang mungkin
ini terjadi
1 2 3 4 5 NA - Ajarkan pada
070212 Titer antibodi individu/keluarga
1 2 3 4 5 NA mengenai vaksinasi yang
070213 Reaksi uji kulit terhadap diperlukan jika ada
paparan paparan atau insiden
1 2 3 4 5 NA khusus.
070214 Jumlah sel darah putih - Sediakan informasi
absolut mengenai vaksin yang
1 2 3 4 5 NA disampaikan oleh pusat
070215 Jumlah sel darah putih pencegahan dan control
diferensial penyakit.
1 2 3 4 5 NA - Sediakan dan perbarui
070201 Infeksi berulang catatan terkait tanggal
1 2 3 4 5 NA dan tipe imunisasi.
- Jadwalkan imunisasi
sesuai tenggang waktu
yang ada.

5602 Pengajaran : Proses


Penyakit
Aktivitas-aktivitas :
- Kaji tingkat pengetahuan
pasien/keluarga terkait
dengan proses penyakit
yang spesifik
- Jelaskan patofisiologi
penyakit dan bagaimana
hubungannya dengan
anatomi dan fisiologi,
sesuai kebutuhan.
- Review pengetahuan
pasien mengenai
kondisinya
- Hindari memberikan
harapan yang kosong.
8 00051 Hambatan 0902 Komunikasi 5440 Peningkatan Sistem
komunikasi Skala Target Outcomes : Dukungan
verbal b.d Dipertahankan pada ….. Aktivitas-aktivitas :
gangguan Ditingkatkan ke ….. - Identifikasi respon
fisiologis, Skala Indikator : psikologis terhadap
hambatan fisik 090201 Menggunakan bahasa situasi dan ketersediaan
tertulis sistem dukungan
1 2 3 4 5 NA - Identifikasi tingkat
090202 Menggunakan bahasa dukungan keluarga,
lisan dukungan keuangan, dan
1 2 3 4 5 NA sumber daya lainnya
090203 Menggunakan foto dan - Identifikasi sumberdaya
gambar yang tersedia terkait
1 2 3 4 5 NA dengan dukungan
090204 Menggunakan bahasa pemberi perawatan.
isyarat - Jelaskan kepada pihak
1 2 3 4 5 NA penting lain bagaimana
090205 Menggunakan bahasa non mereka dapat membantu
verbal
1 2 3 4 5 NA
090206 Mengenali pesan yang 0180 Manajemen Energi
diterima Aktivitas-aktivitas :
1 2 3 4 5 NA - Kaji status fisiologi
090210 Interpretasi akurat pasien yang
terhadap pesan yang menyebabkan kelelahan
diterima sesuai dengan konteks
1 2 3 4 5 NA usia dan perkembangan
090208 Pertukaran pesan yang - Anjurkan pasien
akurat dengan mengungkapkan perasaan
orang lain secara verbal mengenai
1 2 3 4 5 NA keterbatasan yang dialami
- Gunakan instrumen yang
valid untuk mengukur
kelelahan
- Perbaiki defisit status
fisiologis sebagai
prioritas utama
- Monitor/catat waktu dan
lama istirahat/tidur pasien
- batasi jumlah dan
gangguan pengunjung,
dengan tepat.
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Kasus

An.A usis 7 tahun di rawat sejak 3 hari yang lalu di RS Medika Respati, karena

sesak napas hingga dada terasa nyeri dan demam sejak seminggu yang lalu,

diikuti, serta bunyi melengking pada saat tarik nafas sejak 5 hari yang lalu, ibu

klien mengatakan klien sulit makan karena susah untuk menelan dan pasien

tampak menyisakan ½ porsi makanan banyak dipiringnya sehingga mengalami

penurunan berat badan dari 23 kg ke 19 kg selama sakit, klien meringis menahan

kesakitan, gelisah, sulit tidur, dan klien tampak melindungi dadanya. An.A pernah

di rawat di RS 2 tahun yang lalu karena demam berdarah, tidak memiliki penyakit

turunan. Setelah dilakukan pemeriksaan fisik didapatkan adanya penggunaan otot

bantu pernapasan terlihat retraksi dinding dada, bradipnea, kesadaran anak An.A

compos mentis, TD 90/60 mmHg, Suhu 38,4oC, Nadi 90 kali/menit, dan RR 28

kali/menit irreguler. An.A terpasang NGT serta Nasal Kanul 3 Lpm.

B. IDENTITAS PASIEN

1. Biodata Pasien

Nama : An.A

Usia : 7 thn

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Maguwoharjo
Tanggal & Jam : 17 Desember 2022, Jam 20.00 WIB

Masuk RS

Nomor RM : 23

2. Penangung Jawab

Nama : Ny. Siti

Usia : 32 Thn

Jenis Kelamain : Perempuan

Alamat : Maguwoharjo

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : IRT

Status Pernikahan : Menikah

Hubungan dengan klien : Ibu Kandung

C. Keluhan Utama

Ibu klien mengatakan klien, Sesak dan demam tinggi, kesulita menelan nyeri saat

batuk-batuk serta bunyi meleking saat menarik nafas.

D. Riwayat Kesehatan

1. Riwayat kesehatan sekarang : Klien datang ke RS dengan sesak nafas dan

demam sejak 3 hari yang lalu, batuk-batuk.

2. Riwayat Penyakit dahulu : An. A pernah dirawat di RS 2 tahun yang lalu

dengan demam berdarah. Klien tidak mempunyai penyakit keturunan.


3. Riwayat Penyakit Keluarga : Genogram

: Laki-Laki

: Perempuan

: Meninggal

: Pasien
E. ANALISA DATA

Nama : Ani No Resgister : 009

Umur : 7 Tahun Diagnosa Medis : Difteri

Ruang Rawat Alamat : Mguwoharjo

TGL/JAM DATA FOKUS ETIOLOGI PROBLEM

17-12-2022 DS : Ibu klien Hambatan upaya Pola napas tidak

Jam 20:00 WIB mengatakan, klien napas (nyeri saat efektif (D.0005)

sesak nafas dan bernapas)

demam 3 hari yang

lalu, di sertai batuk,

dan bunyi

melengking saat

menarik nafas.

DO : Wajah klien

tampak merah

kebiruan, terlihat

vena jugularis,

pasien tampak

terpasang Nasal

Kanul. 3 LPM

DS : Ibu Klien Ketidak mampuan Defisist Nutrisi


mengatakan, klien menelan makanan. (D.0019)

sulit untuk makan

karena susah

menelan.

DO : Klien tampak

terpasang NGT

DS : Ibu klien Agen pencedera Nyeri Akut (D.0077)

mengatakan klien fisiologis (inflamasi)

sesak napas hingga

nyeri dada.

DO : Klien tampak

meringis dan

meindungi dadanya.
F. Prioritas Diagnosa
1. Pola napas tidak efektif b.d Hambatan upaya napas (nyeri saat bernapas)
2. Nyeri Akut b.d Agen pencedera fisiologis (inflamasi)
3. Defisist Nutrisi b.d Ketidak mampuan menelan makanan

G. Intervensi Keperawatan

Rencana Keperawatan

Tgl Diagnosis
Tujuan dan Kriteria
Tindakan Rasional
Hasil
Manajemen Jalan Napas
14- Pola napas Setelah dilakukan
( l. 01011)
tidak efektif tindakan
12- 1. Observasi : Observasi
b.d keperawatan 3x24
- Monitor pola - Untuk mengetahui
2022
Hambatan Pola Napas pada
napas (frekuensi, frekuensi, kedalaman,
upaya napas An. A membaik
kedalaman, dan usaha nafas.
dengan kriteria
usaha napas)
hasil :
1. Dispnea cukup
- Monitor bunyi - Untuk mengetahui
menurun
napas tambahan bunyi napas tambahan.
2. Penggunaan
(stidor)
otot bantu
napas sedang
3. Pemanjangan
2. Terapeutik : Terapeutik
fase ekspirasi
- Berikan oksigen - Agar memenuhi
sedang
dengan nasal kebituhan oksigen
4. Frekuensi
kanul 3 Lpm pada pasien, sehingga
napas sedang
sesak nafasnya
berkurang.
3. Edukasi : Edukasi
- Ajarkan teknik - Agar pasien
batuk efektif mengetahui teknik
batuk efektif dan dapat
mempraktikannya
secara mandiri.
4. Kolaborasi : Kolaborasi
- Kolaborasikan - Agar meredakan
pemberian penyempitan saluran
bronkodilator, pernapsan pada pasien
ekspektoran, atau sesak nafas setelah
mukolitik, jika dilakukan pemberian
perlu. bronkadilator.

14// Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen Nyeri

12/ b.d Agen tindakan (I. 08238)

2022 pencedera keperawatan 3x24 1. Observasi : Observasi

fisiologis Tingkat Nyeri pada - Identifikasi skala - Untuk mengetahui

An. A menurun nyeri lokasi, karakteristik,

dengan kriteria durasi, frekuensi,

hasil: kualitas, dan intensitas

1. Keluhan nyeri nyeri.

sedang - Agar kita mengetahui

2. Meringis sedang skala nyeri yang

3. Sikap protektif dirasakan pasien

cukup menurun

4. Gelisah cukup
menurun 2. Terapeutik : Terapeutik

5. Kesulitan tidur - Berikan teknik - Agar dapat

sedang nonfarmakologis mengurangi rasa nyeri

untuk yang dirasakan oleh

mengurangi rasa pasien dengan

nyeri (mis. menggunakan cara

kompres dingin nonfarmakologis yaitu

dan terapi terapi bermain.

bermain)

- Fasilitasi - Agar kebutuhan tidur

istirahat dan tidur pasien terpenuhi.

3. Edukasi : Edukasi

- Ajarkan teknik - Agar pasien dapat

nonfarmakologis meredakan nyeri

(seperti kompres secara mandiri ketika

dingin dan terapi nyeri datang secara

bermain) untuk tiba-tiba.

mengurangi rasa

nyeri.

4. Kolaborasi: Kolaborasi
- Kaborasi - Agar nyeri yang

pemberian dirasakan pasien dapat

analgetik, jika dihilangkan atau

perlu. dikurangi.

Defisit b.d Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi

ketidakmamp tindakan (I. 03119)

uan menelan keperawatan 3x24 1. Observasi : Observasi

makanan Status Nutirisi pada - Identifikasi 1. Untuk mengetahui perlunya

An. A membaik perlunya penggunaan selang

dengan kriteria penggunaan nasogastrik kepaada pasien

hasil: selang karena pasien susah menelan

1. Porsi makanan nasogastrik 2. Untuk mengetahui adanya

yang dihabiskan - Monitor berat penurunan berat badan.

sedang badan

2. Kekuatan otot 2. Terapeutik : Terapeutik :

menelan sedang - Berikan makanan 1. Agar pasien terpenuhi

3. Berat badan tinggi kalori dan kebutuhan nutrisinya

sedang tinggi protein

4. Nafsu makan - Berikan 2. Agar meningkatkan nafsu

cukup membaik suplemen makan pada pasien

makanan

3. Edukasi : Edukasi :

- Anjurkan posisi Agar tidak terjadi aspirasi


duduk, jika pada selamg nasogastrik yang

mampu terpasang pada pasien

4. Kolaborasi : Kolaborasi :

- Kolaborasi Agar jumlah kalori dan jenis

dengan ahli gizi nutrien serta porsi yang

untuk diberikan kepada pasien sesuai

menentukan dengan yang dibutuhkan oleh

jumlah kalori dan pasien.

jenis nutrien

yang dibutuhkan
No Dx Tanggal Jam Implementasi Evaluasi Nama/
TTD
D.0005 14, 1. Observasi : S: Klien mengatakan sulit
Desember 08.00 • Memonitor bernafas
2022 WIB frekuensi, O:
kedalaman, usaha 4. Frekuensi nafas 12x/menit
napas suara 5. Ada penggunaan otot bantu
nafas pernafasan ditandai dengan
Hasil: retraksi dinding dada.
frekuensi nafas 6. terdengar suara wheezing
lambat 12 7. Pasien terlihat sesak
x/menit dan napasnya sedikit berkurang
terlihat retraksi
dinding dada.
A:
• Memonitor bunyi
8. pola napas tidak efektif
napas tambahan
belum teratasi
Hasil: terdengar
suara wheezing
P: Intervensi dilanjutkan
2. Terapeutik
• Memonitor
- Memberikan
08.10 frekuensi,
oksigen dengan
WIB kedalaman, usaha
nasal kanul 3
napas.
Lpm
Memonitor bunyi
Hasil :

napas tambahan
Pasien terlihat
Memberikan
sesak napasnya •

oksigen dengan
berkurang
nasal kanul 3Lpm

3. Edukasi
-

08.15 4. Kolaborasi
WIB - Belum diberikan
pemberian
bronkodilator
karena pasien
sudah diberikan
oksigen dengan
nasal kanul.

15, 14.00
Desember WIB
2022 S:
1. Observasi :
Klien mengatakan sesak
- Memonitor
napasnya sedikit berkurang
frekuensi,
kedalaman, O: Frekuensi napas 14x/menit

usaha napas • ada penggunaan


suara nafas otot bantu
Hasil: pernafasan
frekuensi nafas ditandai dengan

mulai membaik terlihat retraksi

yaitu 14 dinding dada

x/menit dan • terdengar suara

sdikit terlihat wheezing


• Pasien terlihat
retraksi dinding
dada. sesak napasnya

- Memonitor bunyi sedikit berkurang

napas tambahan A: - pola napas tidak efektif

Hasil: belum teratasi

terdengar suara P: Intervensi dilanjutkan


wheezing
• Memonitor
frekuensi,
kedalaman, usaha
napas.
• Memonitor bunyi
napas tambahan
• Memberikan
oksigen dengan
14.10 nasal kanul 3Lpm
WIB 2. Terapeutik
- Memberikan
oksigen dengan
nasal kanul 3
Lpm
Hasil :
Pasien terlihat
sesak napasnya
berkurang, tek

14.20 3. Edukasi
WIB -

4. Kolaborasi
- Belum diberikan
pemberian
bronkodilator
karena pasien
sudah diberikan
oksigen dengan
nasal kanul.

16, 19.00
Desember WIB
S: Klien mengatakan sesak
2011 1. Observasi : napasnya sudah berkurang
Memonitor frekuensi, dan bisa lebih lega dalam
kedalaman, usaha napas menghembuskan napasnya.
suara nafas
O:
Hasil: frekuensi • frekuensi nafas
nafas mulai membaik 16x/menit
yaitu 16 x/menit dan • sedikit ada
sedikit terlihat retraksi penggunaan otot
dinding dada. bantu pernafasan
19.10 ditandai dengan
WIB sedikit terlihat
-Memonitor bunyi napas
retraksi dinding
tambahan
dada
Hasil: sedikit • sedikit terdengar
terdengar suara suara wheezing
wheezing • Pasien terlihat
sesak napasnya
sudah berkurang
19.20 A:
WIB
2. Terapeutik pola napas tidak efektif belum
- Memberikan teratasi
oksigen dengan
P: Intervensi dilanjutkan
nasal kanul 3
Lpm 1. Memonitor frekuensi,
Hasil : kedalaman, usaha napas.
Pasien terlihat 2. Memonitor bunyi napas
sesak napasnya tambahan
berkurang 3. Memberikan oksigen dengan
nasal kanul 3Lpm
3. Edukasi

4. Kolaborasi
- Tidak diberikan
pemberian
bronkodilator
karena pasien
sudah diberikan
oksigen dengan
nasal kanul.
D.007 14 08.15
7 Desember WIB
2022

S: Klien mengatakan nyeri masih


1. Observasi :
terasa pada bagian dada, pasien
- Mengidentifikasi masih kesulitan tidur. Ibu klien

skala nyeri mengatakan sudah paham dengan 6


benar obat yang dijelaskan oleh
Hasil :
perawat.
P: Nyeri saat bergerak O: Skala nyeri 7, terasa seperti

Q: Rasanya seperti ditekan selama 5 menit secara


mendadak.
ditekan
A : Masalah belum teratasi
R: Nyeri terasa didaerah P: Intervensi dilanjutkan

dada

S : Skala 7 (0-10)

T: Selama Kurang lebih

5 menit secara mendadak

2. Terapeutik :

- Berikan teknik

nonfarmakologis

untuk

mengurangi rasa

nyeri (terapi
bermain)

- Fasilitasi istirahat

dan tidur

Hasil :

- Pasien tampak

mengikuti terapi

bermain dengan

tertib tetapi

terkadang pasien

memengangi

bagian dadanya

di tengah-tengan

permainan.

- Pasien masih

kesulitan tidur.

3. Edukasi :

- Ajarkan teknik

nonfarmakologis

(terapi bermain)

untuk

mengurangi rasa

nyeri.
Hasil : Ibu klien

mengatakan mengerti

dengan apa yang

diintruksikan perawat,

sehingga menyiapkan

alat bermain kesukaan

anaknya untuk

mengalihkan perhatian

anaknya saat rasa nyeri

terjadi.

4. Kolaborasi:

- Kaborasi

pemberian

analgetik

Hasil: Klien obat

analgetik berupa

Ibuprofen sirup (5 ml, 3

x sehari).
15
D.007 Desember
7 2022 S: Klien mengatakan nyeri masih
1. Observasi : terasa pada bagian dada, pasien
- Mengidentifikasi masih kesulitan tidur. Ibu klien
mengatakan sudah menerapkan
skala nyeri
terapi bermain dan mengikuti
Hasil : anjuran minum obat dengan 6 benar
P: Nyeri saat bergerak obat sesuai anjuran perawat.

Q: Rasanya seperti
O: Skala nyeri 5, terasa seperti
ditekan ditekan selama 4 menit secara
R: Nyeri terasa didaerah mendadak.

dada
A : Masalah belum teratasi
S : Skala 5 (0-10)

T: Selama Kurang lebih P: Intervensi dilanjutkan

4 menit secara mendadak

2. Terapeutik :

- Berikan teknik

nonfarmakologis

untuk

mengurangi rasa

nyeri (terapi

bermain)

- Fasilitasi istirahat
dan tidur

Hasil :

- Pasien tampak

mengikuti terapi

bermain dengan

tertib tetapi

terkadang pasien

memengangi

bagian dadanya

di tengah-tengan

permainan.

- Pasien masih

kesulitan tidur.

3. Edukasi :

- Ajarkan teknik

nonfarmakologis

(terapi bermain)

untuk

mengurangi rasa

nyeri.

Hasil : Ibu klien

mengatakan sudah
menerapkan terapi

bermain untuk

mengalihkan nyeri

anaknya.

5. Kolaborasi:

- Kaborasi

pemberian

analgetik

Hasil: Klien

mengkonsumsi obat

analgetik berupa

Ibuprofen sirup (5 ml, 3

x sehari). Sesuai dengan

anjuran perawat

berdasarkan 6 benar

obat.

16
Desember S: Klien mengatakan nyeri masih
1. Observasi :
D.007 2022 terasa pada bagian dada, pasien
7 Mengidentifikasi skala masih kesulitan tidur. Ibu klien

nyeri mengatakan sudah menerapkan


terapi bermain dan mengikuti
Hasil :
anjuran minum obat dengan 6 benar
- P: Nyeri yang obat sesuai anjuran perawat.

dirasakan klien
O: Skala nyeri 3, terasa seperti
saat bergerak
ditekan selama 3 menit secara
sudah berkurang mendadak.

- Q: Rasanya
A : Masalah teratasi sebagian
seperti ditekan

- R: Nyeri terasa P: Intervensi dilanjutkan

didaerah dada

- S : Skala 3 (0-10)

- T: Selama

Kurang lebih 2

menit secara.

2. Terapeutik

Berikan teknik

nonfarmakologis berupa

terapi bermain untuk

mengalihkan nyeri klien.

Hasil:

- Pasien tampak

mengikuti terapi

bermain dengan

tertib.
- kesulitan tidur

pasien berkurang.

3. Edukasi :

Ajarkan teknik

nonfarmakologis (terapi

bermain) untuk

mengurangi rasa nyeri.

Hasil :

Ibu klien mengatakan

sudah menerapkan terapi

bermain.

4. Kolaborasi:

Kaborasi pemberian

analgetik

Hasil:

Klien mengkonsumsi

obat analgetik berupa

Ibuprofen sirup (5 ml, 3

x sehari). Sesuai dengan

anjuran perawat

berdasarkan 6 benar
obat.

14,
Desember S: Klien mengatakan tidak nyaman
1. Observasi :
2022 setelah dipasangkan selang
- Mengidentifikasi
D.001 nasogastrik.
perlunya
9
penggunaan O: Pasien terpasang Selang
Nasogastreik, tampak lemas dan
selang
Pasien tampak kooperatif saat
nasogastrik
dilakukan tindakan .
Hasil :
A: Masalah belum teratasi
Perlu dilakukan

pemasangan selang P: Intervensi dilanjutkan.

nasogastrik kepada

pasien, karena pasien

mengeluh susah

menelan.

- Monitor berat

badan

Hasil :

Berat badan pasien

menurun lebih dari 10%

selama 3 hari lalu.


Dibuktikan berat badan

pasien turun dari 23 k3

19 kg dalam 3 hari.

2. Terapeutik

- Memberikan makanan

tinggi kalori dan tinggi

protein

Hasil :

- Memberikan

makanan tinggi

kalori dan tinggi

protein seperti

sup ayam dan

buah alpukat agar

kebituhan nutrisi

pasien terpenuhi.

Pasien terlihat

lebih bertenaga.

- Memberikan

suplemen

makanan
Hasil :

Suplemen makan yang

diberkan adalah curcuma

plus.

3. Edukasi :

Anjurkan posisi duduk

ketika pemberian nutrisi

menggunakan selang

nasogastrik tidak

mengalami ekspirasi,

jika mampu.

Hasil :

Pasien kooperatif

mengikuti anjuran dari

perawat.

4. Kolaborasi

Kolaborasi dengan ahli

gizi untuk menentukan

jumlah kalori dan jenis

nutrien yang dibutuhkan.

Hasil:

Klien mendapatkan 95
kkal dari sup ayam dan

160 kkal, atau atau

makanan ndengan kalor

yang setara dengan sup

ayam dan buah alpukat.


BAB IV

PEMBAHASAN

Difteri adalah penyakit yang sangat menular yang disebabkan oleh bakteri penghasil
toksin Corynebacterium diphtheriae dan ditularkan melalui tetesan pernafasan selama
kontak dekat, terutama yang menginfeksi faring, amandel dan hidung. Pertusis (batuk rejan
atau batuk 100 hari) adalah penyakit saluran pernapasan yang disebabkan oleh bakteri
Bordetella pertussis yang menyebabkan batuk berat dan lama, dengan komplikasi yang
berbahaya bila tidak di tangani dengan baik.
An.A usia 7 tahun di rawat sejak 3 hari yang lalu di RS Medika Respati, karena sesak
napas hingga dada terasa nyeri dan demam sejak seminggu yang lalu, diikuti serta bunyi
melengking pada saat tarik nafas sejak 5 hari yang lalu, ibu klien mengatakan klien sulit
makan karena susah untuk menelan dan pasien tampak menyisakan ½ porsi makanan
banyak dipiringnya sehingga mengalami penurunan berat badan dari 23 kg ke 19 kg selama
sakit, klien meringis menahan kesakitan, gelisah, sulit tidur, dan klien tampak melindungi
dadanya. Setelah dilakukan pemeriksaan fisik didapatkan adanya penggunaan otot bantu
pernapasan terlihat retraksi dinding dada, bradipnea, kesadaran anak An.A compos mentis,
TD 90/60 mmHg, Suhu 38,4oC, Nadi 90 kali/menit, dan RR 28 kali/menit irreguler. An.A
terpasang NGT serta Nasal Kanul 3 Lpm.
Diagnosa keperawatan yang muncul pada kasus adalah Pola napas tidak efektif b.d
Hambatan upaya napas, Defisist Nutrisi b.d Agen pencedera fisiologis, Nyeri Akut b.d
ketidakmampuan menelan makanan. Intervensi yang dilakukan adalah manajemen pola
nafas, manajemen nyeri dan manajemen nutrisi.
Pada asuhan keperawatan berdasarkan teori dan asuhan keperawatan pada An.A
terdapat kesenjangan diantara keduanya. Dengan poin-poin sebagai berikut :

1. Tahap pengkajian riwayat kesehatan dahulu, pada teori didapatkan pasien mengalami
peradangan kronis pada tonsil, sinus, faring dan laring sedangkan pada kasus klien
ngengalami DBD. Riwayat kesehatan sekarang pada teori klien menrasakan sakit kepala
sedangkan pada kasus klien mengalami demam. Jadi, pada pengkajian terdapat
kesenjangan antara teori dan kasus. Pada teori pasien terdapat riwayat penyakit keluarga
sedangkan pada kasus tidak. Hal itu tentunya antara teori dan kasus juga terdapat
kesenjangan. Karena jika ada anggota keluarga yang sudah pernah mengalami difteri itu
sangat mempengaruhi seseorang bisa lebih berisiko terkena difteri. Sebab difteri dengan
cara kontak langsung maupun tidak langsung. Air ludah yang berterbangan saat
penderita berbicara, batuk atau bersin membawa serta kuman kuman difteri. Melalui
pernafasan kuman masuk ke dalam tubuh orang disekitarnya, maka terjadilah penularan
penyakit difteri dari seorang penderita kepada orang orang disekitarnya.
2. Berdasarkan teori diagnosa yang muncul setelah dilakukan pengkajian dan analisa data
adalah pola nafas tidak efektif , penurunan curah jantung, gangguan menelan, kelebihan
volume cairan, inkontinensia urine, aliran berlebih, anxietas, resiko infeksi dan
hambatan komunikasi verbal. Sedangkan pada kasus didapatkan diagnosa pola napas
tidak efektif, nyeri akut, dan defisit nutrisi. Karena pada kasus hasil dari pengkajian
seperti keluhan, riaway ksehatan sekarang dan terdahulu pada pasien tidak sama dengan
yang ada diteori sehingga pada kasus muncul diagnosa prioritas keperawatan pola napas
tidak efektif, nyeri akut, dan defisit nutrisi.
3. Berdasarkan teori intervensi yang dilakukan untuk diagnosa yang muncul di teori adalah
Manajemen jalan napas, manajemen nutrisi, manajemen berat badan, perawatan
inkontinensia urine. Sedangkan pada kasus intervensi yang diberikan adalah manajemen
jalan napas, manajemen nutrisi, dan manajemen nyeri. Intervensi dilakukan karena
adanya diagnosa keperawatan yang muncul, oleh sebab itu terdapat kesenjangan pada
intervensi antara teori dan kasus.
Jadi, berdasarkan teori dan kasus yang telah kita buat terdapat kesenjangan antara
keduanya. Hal itu bisa terjadi karena adanya perbedaan keluhan yang dialami pasien,
riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit sekarang, serta riwayat penyakit keluarga yang
ada pada kasus dan teori. Sehingga hal tersebut juga mempengaruhi munculnya diagnosa
keperawatan yang dapat ditegakkan, tujuan dan kriteria hasil yang ingin dicapai, serta
intervensi keperawatan yang akan diberikan.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Difteri dan pertusis merupakan suatu penyakit yang berbeda. Difteri adalah suatu
penyakit yang disebabkan karena infeksi bakteri yang menyerang mukosa pada saluran
nafas, tenggorokan, dan kulit. difteri merupakan suatu penyakit yang sangat menular dan
dapat mengakibatkan kematian. Difteri ditularkan melalui udara pernafasan, percikan ludah,
atau melalui kontak langsung dengan ulkus penderita (jika terdapat pada kulit). Gejala yang
ditimbulkan difteri biasanya seperti demam tinggi, menggigil, nyeri menelan, terdapat
benjolan pada tenggorokan, muncul bercak abu abu pada tenggorokan, sesak dan sulit
bernafas. difteri memerlukan pemeriksaan dan pengobatan langsung dari dokter, sehingga
disarankan agar jika mendapati kecurigaan gejala seperti diatas maka segera periksakan diri
ke rumah sakit. Baik difteri dan pertusis dapat dicegah dengan melakukan imunisasi DPT.
Pertusis atau biasa disebut sebagai batuk rejan merupakan suatu infeksi bakteri pada
saluran nafas. Pertusis juga dapat menular dengan mudah. penularan pertusis biasaya
melalui udara pernafasan. pertusis biasnaya menyebabkan gejala seperti batuk terus menerus
yang diawali dengan tarikan nafas panjang dari mulut. setelah itu biasanya penderita
mengalami batuk terus menerus, batuk keras, demam tinggi, dan dapat disertai dengan sesak
nafas.
Oleh karena itu, pertusis dan difteri sama sama memerlukan suatu pengobatna
langsung dari dokter, dan penyakit tersebut dapat dicegah dengan melakukan imunisasi
DPT.
Berdasarkan teori dan kasus yang telah kita buat terdapat kesenjangan antara
keduanya. Hal itu bisa terjadi karena adanya perbedaan keluhan yang dialami pasien,
riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit sekarang, serta riwayat penyakit keluarga yang
ada pada kasus dan teori. Sehingga hal tersebut juga mempengaruhi munculnya diagnosa
keperawatan yang dapat ditegakkan, tujuan dan kriteria hasil yang ingin dicapai, serta
intervensi keperawatan yang akan diberikan.
DAFTAR PUSTAKA

Famalasari, K. (2019). Gambaran Kasus Difteri Tahun 2009-August 2019 in the Bojonegoro
Regency. Jurnal Media Gizi Kesmas, Vol 8, No 2, Halaman: 67 - 76.
Isnaniyanti Fajrin Arifin, C. I. (2017). FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN
KASUS DIFTERI ANAK DI USKESMAS BANGKALAN TAHUN 2016. Jurnal
Berkala Epidemiologi, Volume 5 Nomor 1, hlm. 26-36.
RI, K. K. (2017). BUKU PEDOMAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN DIFTERI.
In d. J. Soepard, BUKU PEDOMAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN
DIFTERI (pp. 20-21). Jakarta.
Saputra, M. A. (2018). DIFTERI DALAM LINGKUP ASUHAN KEPERAWATAN. Jurnal
Kesehatan , 1-3.
SAPUTRA, M. A. (2018). DIFTERI DALAM LINGKUP ASUHAN KEPERAWATAN.
Jurnal Kesehatan, 3.
Zaidin Asyabah. (2018). PEMODELAN SIR UNTUK PENYEBARAN PENYAKIT
PERTUSIS DENGAN VAKSINASI PADA POPULASI MANUSIA KONSTAN .
UNNES Journal of Mathematics, 7 (1).
Julius, P., Iriani, D.U. (2019). Hubungan antara Faktor Lingkungan Fisik Rumah dan 
Individu Terhadap Kejadian Difteri di Kabupaten Tangerang. Journal of Religion
and Public Health Vol.1 No.1
Wigrhadita Dwi, R. (2019). Gambaran Karakteristik dan Status ImunisasiPenderita Difteri di
Provinsi Jawa Timur Tahun 2018. Jurnal IKESMA Vol.15 No.1
Zakiyyudin. (2019). Optimalisasi Pencegahan Difteri Pada Bayi Melalui Program Imunisasi
DPT di Lung Mane. Jurnal Pengabdian Masyarakat Multidisiplin Vol.3 No.2
Hartoyo, E. (2018). Difteri Pada Anak. Jurnal Sari Pediatri Vol.19 No.5
Kementerian Kesehatan RI. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Difteri. 2017.
Kemenkes R. Profil Kesehatan RI 2015. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2015. 2015. 125
p.

Anda mungkin juga menyukai