Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH SEMINAR

SISTEM REPRODUKSI PEREMPUAN

Dosen Pengampu :

Disusun Oleh :

KELOMPOK 2

Egi Sahputra Rio (21130009)


Avriel Adriana Yurani Wolo (21130017)
Desti (21130022)
Maria Regina Rani (21130024)
Anggelica Woersok (21130029)
Anggun Febiyanita (21130036)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS RESPATI YOGYAKARTA

2023

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa telah melimpahkan rahmat dan hidayah-
Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah guna memenuhi tugas “Seminar Sistem
Reproduksi Perempuan”
Kami sangat berterima kasih karena dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari
bantuan banyak pihak yang dengan tulus turut memberikan doa, saran, dan kritik sehingga
makalah ini dapat terselesaikan.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan makalah ini masih terdapat
banyak kekurangan karena terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh
karena itu, kami mengharapkan segala bentuk saran serta masukan dari berbagai pihak. Kami
berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan dunia
pendidikan.

Yogyakarta, 14 Maret 2023

DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang (Fenomena)
B. Tujuan
BAB II TINJAUAN TEORI
A. Pathway Penuaan Sistem Terkait
B. Pengkajian Sistem Terkait
C. Diagnosa Keperawatan
D. Perencanaan
BAB III TINJAUAN KASUS
A. Kasus
B. Pengkajian
C. Diagnosa Keperawatan Berdasarkan Kasus
D. Rencana Tindakan
E. Implementasi
F. Evaluasi
BAB IV PEMBAHASAN
BAB V. PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang (Fenomena)
Salah satu hal penting untuk mencapai derajat kesehatan adalah dengan
memperhatikan kesehatan wanita, terutama kesehatan reproduksi karena hal tersebut
berdampak luas, menyangkut berbagai aspek kehidupan, serta merupakan parameter
kemampuan negara dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat.
Kesehatan reproduksi wanita berpengaruh besar dan berperan penting terhadap kelanjutan
generasai penerus suatu negara (Manuaba, 2009).

Kesehatan reproduksi adalah kesejahteraan fisik, mental dan sosial yang utuh dan bukan tidak
adanya penyakit atau kelemahan dalam segalah hal yang berhubungan dengan sistem
reproduksi dan fungsinya serta proses-prosesnya. Kesehatan reproduksi menurut WHO
adalah kesejahteraan fisik, mental dan sosial yang utuh bukan hanya bebas dari penyakit atau
kecacatan dalam segala aspek yang berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi, serta
prosesnya (Nugroho, 2012).

Salah satu penyakit reproduksi adalah mioma uteri. Mioma uteri merupakan suatu tumor
jinak berbatas tegas tidak berkapsul yang berasal dari otot polos dan jaringan ikat fibrous.
Biasa juga disebut fibromioma uteri, leiomioma uteri atau uterine fibroid. Mioma uteri ini
merupakan neoplasma jinak yang sering ditemukan pada traktus genitalia wanita, terutama
wanita sesudah produktif atau menopouse (Aspiani, 2017).

Menurut WHO kejadian mioma uteri sekitar 20% sampai 30% dari seluruh wanita
didunia dan terus mengalami peningkatan. Mioma uteri ditemukan 30% sampai 50% pada
perempuan usia subur (Robbins, 2007). Menurut Wise penelitiannya di Amerika serikat
periode 1997-2007 melaporkan 5.871 kasus mioma uteri dari 22.120 terjadi pada wanita kulit
hitam dengan prevalensi 26,5%. Kejadian mioma uteri di Indonesia ditemukan 2.39% -
11.7% pada semua penderita ginekologi yang dirawat di rumah sakit, penyakit mioma uteri
sering ditemukan pada wanita nullipara (belum pernah melahirkan) ataupun pada wanita
kurang subur. Mioma uteri diperkirakan antara 20% sampai 25% terjadi pada wanita berusia
diatas 35 tahun (Aspiani, 2017). Menurut Apriyani faktor-faktor terjadinya mioma uteri ada
empat diantaranya usia reproduksi sebanyak 65,0%, paritas multipara sebanyak
47,5%,dengan usia menarhe normal sebanyak 95%, dan status haid tidak teratur sebanyak
52,5%.
Mioma uteri diduga merupakan penyakit multifaktorial. Mioma mulai dari benih-benih
multipel yang sangat kecil dan tersebar pada miometrium. Benih ini tumbuh sangat lambat
tetapi progresif dibawah pengaruh hormon estrogen terhadap sel-sel yang ada di otot rahim.
Mioma menimbulkan gejala berupa perdarahan abnormal, rasa nyeri dan rasa adanya tekanan
didaerah sekitar panggul yang dapat menciptakan rasa sakit hingga menjalar ke punggung
(Manuaba, 2009). Perdarahan abnormal merupakan gejala yang paling sering di alami oleh
wanita penderita mioma uteri. Perdarahan bisa diakibatkan karena pembesaran mioma
sehingga menekan organ disekitarnya seperti tertekannya kandung kemih, usus besar,
pelebaran pembuluh darah dan gangguan ginjal karena akibat pembesaran dan penekanan
mioma uteri terhadap saluran kemih.

Mioma uteri dapat mengakibatkan permukaan endometrium yang lebih luas dari pada
biasanya. Perdarahan mioma uteri dapat berdampak pada ibu hamil dan penderita mioma
uteri itu sendiri. Ibu hamil akan mengalami dampak berupa abortus spontan, persalinan
prematur, dan malpresentasi. Pada penderita mioma uteri akan mengalami perdarahan yang
banyak dan dapat mengakibatkan anemia. Pendarahan juga dapat terjadi pada pencernaan
karena perluasan dan pembesaran mioma uteri sehingga pasien mioma uteri tidak hanya
dilakukan operasi pada alat kelamin tetapi juga dapat dilakukan operasi pencernaan
(colostomy). Pada kasus ini pasien mioma uteri mengalami komplikasih yang berat dan dapat
memperburuk kesehatan dan tidak jarang pasien tersebut mengalami penurunan kesehatan
karena terjadi gangguan pada nutrisi dan tubuh mengalami kelemahan hingga menjadi syok
dan pada akhirnya menimbulkan kematian (Aspiani, 2017).
Hampir dari separuh kasus mioma uteri ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan
pelvik rutin. Penderita memang tidak mempunyai keluhan apa- apa dan tidak sadar bahwa
pederita mengalami penyakit mioma uteri. Pengobatan mioma uteri bervariasi tergantung
pada umur ibu atau penderita, jumlah anak yang dimiliki, lokasi mioma uteri di rahim, dan
besar mioma uteri. Prinsip pengobatannya adalah melakukan operasi pengangkatan total atau
sebagian, pemberian hormon dan radiasi untuk menghilangkan fungsinya sehingga
diharapkan dapat mengecilkan tumor (Manuaba, 2009).

Menurut American College of Obstetricians and Gineclogist (ACOG) dan American


Socienty of Reproductive Medicine (ASRM) ada delapan indikasi untuk melakukan operasi
pada mioma uteri diantaranya adalah nyeri penekanan yang sangat mengganggu, perdarahan
yang tidak respon terhadap terapi konservatif, dan dugaan adanya keganasan pada organ
reproduksi. Pada mioma ini sering terjadi kekambuhan setelah pengangkatan, dan banyak
yang bermetastasi secara luas sehingga angka harapan hidup 5 tahun sekitar 40%. Wanita
subur diharapkan untuk melakukan pemeriksaan ginekologi secara teratur agar terhindar dari
penyakit mioma uteri dan dapat menegakkan diagnosis serta penanganan dini dapat dilakukan
(Robbins, 2007).

B. Tujuan

BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pathway Penuaan Sistem Terkait
B. Pengkajian sistem Terkait
1. Pengkajian
a. Anamnesa
1) Identitas Klien: meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, suku
bangsa, status pernikahan, pendidikan, pekerjaan, alamat.
2) Identitas Penanggung jawab: Nama, umur, jenis kelamin, hubungan
dengan keluarga, pekerjaan, alamat.
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama Keluhan yang paling utama dirasakan oleh pasien
mioma uteri, misalnya timbul benjolan diperut bagian bawah yang relatif
lama. Kadang-kadang disertai gangguan haid
2) Riwayat penyakit sekarang Keluhan yang dirasakan oleh ibu penderita
mioma saat dilakukan pengkajian, seperti rasa nyeri karena terjadi
tarikan, manipulasi jaringan organ. Rasa nyeri setelah bedah dan
adapun yang yang perlu dikaji pada rasa nyeri adalah lokasi nyeri,
intensitas nyeri, waktu dan durasi serta kualitas nyeri.
3) Riwayat Penyakit Dahulu Tanyakan tentang riwayat penyakit yang
pernah diderita dan jenis pengobatan yang dilakukan oleh pasien
mioma uteri, tanyakan penggunaan obat-obatan, tanyakan tentang
riwayat alergi, tanyakan riwayat kehamilan dan riwayat persalinan
dahulu, penggunaan alat kontrasepsi, pernah dirawat/di operasi
sebelumnya.
4) Riwayat Penyakit Keluarga Tanyakan kepada keluarga apakah ada
anggota keluarga mempunyai penyakit keturunan seperti diabetes
melitus, hipertensi, jantung, penyakit kelainan darah dan riwayat
kelahiran kembar dan riwayat penyakit mental.
5) Riwayat Obstetri Untuk mengetahui riwayat obstetri pada pasien mioma
uteri yang perlu diketahui adalah
a. Keadaan haid Tanyakan tentang riwayat menarche dan haid
terakhir, sebab mioma uteri tidak pernah ditemukan sebelum
menarche dan mengalami atrofi pada masa menopause.
b. Riwayat kehamilan dan persalinan Kehamilan mempengaruhi
pertumbuhan mioma uteri, dimana mioma uteri tumbuh cepat pada
masa hamil ini dihubungkan dengan hormon estrogen, pada masa
ini dihasilkan dalam jumlah yang besar.
c. Faktor Psikososial
1) Tanyakan tentang persepsi pasien mengenai penyakitnya, faktor faktor
budaya yang mempengaruhi, tingkat pengetahuan yang dimiliki pasien
mioma uteri, dan tanyakan mengenai seksualitas dan perawatan yang
pernah dilakukan oleh pasien mioma uteri.
2) Tanyakan tentang konsep diri : Body image, ideal diri, harga diri, peran
diri, personal identity, keadaan emosi, perhatian dan hubungan
terhadap orang lain atau tetangga, kegemaran atau jenis kegiatan yang
disukai pasien mioma uteri, mekanisme pertahanan diri, dan interaksi
sosial pasien mioma uteri dengan orang lain.

d. Pola Kebiasaan sehari-hari


Pola nutrisi sebelum dan sesudah mengalami mioma uteri yang harus dikaji
adalah frekuensi, jumlah, tanyakan perubahan nafsu makan yang terjadi.
e. Pola eliminasi
Tanyakan tentang frekuensi, waktu, konsistensi, warna, BAB terakhir.
Sedangkan pada BAK yang harus dikaji adalah frekuensi, warna, dan
bau.
f. Pola Aktivitas, Latihan, dan bermain
Tanyakan jenis kegiatan dalam pekerjaannya, jenis olahraga dan
frekuensinya, tanyakan kegiatan perawatan seperti mandi, berpakaian,
eliminasi, makan minum, mobilisasi
g. Pola Istirahat dan Tidur
Tanyakan waktu dan lamanya tidur pasien mioma uteri saat siang dan
malam hari, masalah yang ada waktu tidur
h. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum Kaji tingkat kesadaran pasien mioma uteri
2) Tanda-tanda vital : Tekanan darah, nadi,suhu, pernapasan.
3) Pemeriksaan Fisik Head to toe
a) Kepala dan rambut : lihat kebersihan kepala dan keadaan rambut.
b) Mata : lihat konjungtiva anemis, pergerakan bola mata simetris
c) Hidung : melihat kesimetrisan dan kebersihan, lihat adanya
pembengkakan konka nasal/tidak.
d) Telinga : lihat kebersihan telinga.
e) Mulut : lihat mukosa mulut kering atau lembab, lihat kebersihan
rongga mulut, lidah dan gigi, melihat adanya pembesaran tonsil.
f) Leher dan tenggorokan : raba leher dan rasakan adanya
pembengkakan kelenjar getah bening/tidak.
g) Dada atau thorax : paru-paru/respirasi, jantung/kardiovaskuler dan
sirkulasi, ketiak dan abdomen.
h) Abdomen Infeksi: bentuk dan ukuran, adanya lesi, terlihat menonjol,
Palpasi: terdapat nyeri tekan pada abdomen Perkusi: timpani,
pekak Auskultasi: bagaimana bising usus
i) Ekstremitas/ muskuloskeletal terjadi pembengkakan pada
ekstremitas atas dan bawah pasien mioma uteri
j) Genetalia dan anus perhatikan kebersihan,adanya lesi, perdarahan
diluar siklus menstruasi.

C. Diagnosa keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan nekrosis atau trauma jaringan dan refleks
spasme otot sekunder akibat tumor
b. Resiko syok berhubungan dengan perdarahan
c. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan imun tubuh sekunder akibat
gangguan hematologis (perdarahan)
d. Retensi urine berhubungan dengan penekanan oleh massa jaringan neoplasma
pada organ sekitarnya, gangguan sensorik motorik.
e. Resiko Konstipasi berhubungan dengan penekanan pada rektum (prolaps
rektum)
f. Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam status peran, ancaman pada
status kesehatan, konsep diri (kurangnya sumber informasi terkait penyakit)
D. Perencanaan

NO Diagnosa Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi (NIC) Nam


(NANDA) (NOC,SMART) a/
TTD

1. Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri


berhubungan dengan keperawatan selama 1 x 1) Lakukan pengkajian
nekrosis atau trauma 24 jam, pasien mioma uteri nyeri komprehensif
jaringan dan refleks mampu mengontrol nyeri yang meliputi lokasi,
spasme otot sekunder dibuktikan dengan kriteria karakteristik,
akibat tumor hasil: onset/durasi,
Mengontrol Nyeri frekuensi, kualitas,
1) Mengenali kapan nyeri intensitas atau
terjadi beratnya nyeri dan
2) Menggambarkan faktor pencetus
faktor penyebab nyeri 2) Observasi adanya
3) Menggunakan petunjuk nonverbal
tindakan pencegahan mengenai
nyeri ketidaknyamanan
4) Menggunakan terutama pada
tindakan pengurangan mereka yang tidak
nyeri (nyeri) tanpa dapat berkomunikasi
analgesik secara efektif
5) Menggunakan 3) Pastikan perawatan
analgesik yang analgesik bagi pasien
direkomendasikan dilakukan dengan
6) Melaporkan pemantauan yang
perubahan terhadap ketat
gejala nyeri pada 4) Gunakan strategi
profesional kesehatan komunikasi terapeutik
7) Melaporkan gejalah untuk mengetahui
yang tidak terkontrol pengalaman nyeri dan
pada profesional sampaikan
kesehatan penerimaan pasien
8) Menggunakan sumber terhadap nyeri
daya yang tersedia 5) Gali pengetahuan dan
untuk menangani kepercayaan pasien
nyeri mengenai nyeri
9) Mengenali apa yang 6) Pertimbangkan
terkait dengan gejala pengaruh budaya
nyeri 10) Melaporkan terhadap respon nyeri
nyeri yang terkontrol 7) Tentukan akibat dari
pengalaman nyeri
terhadap kualitas
hidup pasien
(misalnya, tidur, nafsu
makan, pengertian,
perasaan, performa
kerja dan tanggung
jawab peran)
8) Gali bersama pasien
faktor-faktor yang
dapat menurunkan
atau memperberat
nyeri
9) Evaluasi pengalaman
nyeri dimasa lalu yang
meliputi riwayat nyeri
kronik individu atau
keluarga atau nyeri
yang menyebabkan
disability/
ketidakmampuan/keca
catan, dengan tepat
10) Evaluasi bersama
pasien dan tim
kesehatan lainnya,
mengenai efektivitas,
pengontrolan nyeri
yang pernah
digunakan
sebelumnya
11) Bantu keluarga dalam
mencari dan
menyediakan
dukungan
12) Gunakan metode
penelitian yang sesuai
dengan tahapan
perkembangan yang
memungkinkan untuk
memonitor perubahan
nyeri dan akan dapat
membantu
mengidentifikasi faktor
pencetus aktual dan
potensial (misalnya,
catatan
perkembangan,
catatan harian)
13) Tentukan kebutuhan
frekuensi untuk
melakukan pengkajian
ketidaknyamanan
pasien dan
mengimplementasikan
rencana monitor
14) Berikan informasi
mengenai nyeri,
seperti penyebab
nyeri, berapa nyeri
yang dirasakan, dan
antisipasi dari
ketidaknyamanan
akibat prosedur
15) Kendalikan faktor
lingkungan yang
dapat mempengaruhi
respon pasien dari
ketidaknyamanan
(misalnya, suhu
ruangan,
pencahayaan, suara
bising)
16) Ajarkan prinsip
manajemen nyeri
17) Pertimbangkan tipe
dan sumber nyeri
ketika memilih strategi
penurunan nyeri
18) Kolaborasi dengan
pasien, orang terdekat
dan tim kesehatan
lainnya untuk memilih
dan
mengimplementasikan
tindakan penurunan
nyeri non farmakologi,
sesuai kebutuhan
19) Gunakan tindakan
pengontrolan nyeri
sebelum nyeri
bertambah berat
20) Pastikan pemberian
analgesik dan atau
strategi
nonfarmakologi
sebelum prosedur
yang menimbulkan
nyeri
21) Periksa tingkat
ketidaknyamanan
bersama pasien, catat
perubahan dalam
catatan medis pasien,
informasikan petugas
kesehatan lain yang
merawat pasien
22) Mulai dan modifikasi
tindakan pengontrolan
nyeri berdasarkan
respon pasien
23) Dukung istirahat/tidur
yang adekuat untuk
membantu penurunan
nyeri
24) Dorong pasien untuk
mendiskusikan
pengalaman nyerinya,
sesuai kebutuhan
25) Beritahu dokter jika
tindakan tidak berhasil
atau keluhan pasien
saat ini berubah
signifikan dari
pengalaman nyeri
sebelumnya
26) Gunakan pendekatan
multidisiplin untuk
manajemen nyeri, jika
sesuai

Pemberian analgesik

1) Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas
dan keparahan nyeri
sebelum mengobati
pasien
2) Cek perintah
pengobatan meliputi
obat, dosis, dan
frekuensi obat
analgesik yang
diresepkan
3) Cek adanya riwayat
alergi obat
4) Pilih analgesik atau
kombinasi analgesik
sesuai lebih dari satu
kali pemberian
5) Monitor tanda vital
sebelum dan setelah
memberikan analgesik
pada pemberian dosis
pertama kali atau jika
ditemukan tanda-
tanda yang tidak
biasanya
6) Berikan kebutuhan
kenyamanan dan
aktivitas lain yang
dapat membantu
relaksasi untuk
memfasilitasi
penurunan nyeri
7) Berikan analgesik
sesuai waktu
paruhnya, terutama
pada nyeri yang berat
8) Dokumentasikan
respon terhadap
analgesik dan adanya
efek samping
9) Lakukan tindakan-
tindakan yang
menurunkan efek
samping analgesik
(misalnya, konstipasi
dan iritasi lambung)
10) Kolaborasikan dengan
dokter apakah obat,
dosis, rute,
pemberian, atau
perubahan interval
dibutuhkan, buat
rekomendasi khusus
berdasarkan prinsip
analgesik

2. Resiko syok Setelah dilakukan Pencegahan Syok


berhubungan dengan perawatan selama 1x24
perdarahan jam diharapkan tidak 1) Monitor adanya
terjadi syok hipovolemik respon kompensasi
Definisi : dengan kriteria: terhadap syok
Beresiko terhadap 1) Tanda vital dalam (misalnya, tekanan
ketidak cukupan aliran batas normal. darah normal, tekanan
darah ke jaringan tubuh, 2) Turgor kulit baik. nadi melemah,
yang dapat 3) Tidak ada sianosis. perlambatan
mengakibatkan disfungsi 4) Suhu kulit hangat. pengisian kapiler,
seluler yang mengancam 5) Tidak ada diaphoresis. pucat/ dingin pada
jiwa. 6) Membran mukosa kulit atau kulit
kemerahan. kemerahan, takipnea
Faktor resiko ringan, mual dan
1) Hipotensi. munta, peningkatan
2) Hipovolemia rasa haus, dan
3) Hipoksemia kelebihan)
4) Hipoksia 2) Monitor adanya tanda-
5) Infeksi tanda respon sindrom
6) Sepsis inflamasi sistemik
7) Sindrom respon (misalnya,
inflamasi sistemik peningkatan suhu,
takikardi, takipnea,
hipokarbia,
leukositosis,
leukopenia)
3) Monitor terhadap
adanya tanda awal
reaksi alergi
(misalnya, rinitis,
mengi, stridor,
dispnea, gatal-gatal
disertai kemerahan,
gangguan saluran
pencernaan, nyeri
abdomen, cemas dan
gelisa)
4) Monitor terhadap
adanya tanda ketidak
adekuatan perfusi
oksigen ke jaringan
(misalnya,
peningkatan stimulus,
peningkatan
kecemasan,
perubahan status
mental, agitasi,
oliguria dan akral
teraba dingin dan
warna kulit tidak
merata)
5) Monitor suhu dan
status respirasi
6) Periksa urin terhadap
adanya darah dan
protein sesuai
kebutuhan
7) Monitor terhadap
tanda/gejala asites
dan nyeri abdomen
atau punggung.
8) Melakukan skin-test
untuk mengetahui
agen yang
menyebabkan
anaphylaxis atau
reaksi alergi sesuai
kebutuhan
9) Berikan saran kepada
pasien yang beresiko
untuk memakai atau
membawa tanda
informasi kondisi
medis
10) Anjurkan pasien dan
keluarga mengenai
tanda dan gejala syok
yang mengancam jiwa
11) Anjurkan pasien dan
keluarga mengenai
langkah-langkah
timbulnya gejala syok

3. Resiko Infeksi Setelah dilakukan tindakan Manajemen Alat terapi


berhubungan dengan keperawatan selama 1 x per vaginam
penurunan imun tubuh 24 jam, pasien mioma uteri 1) Kaji ulang riwayat
sekunder akibat menunjukkan pasien kontraindikasi
gangguan hematologis mampu melakukan pemasangan alat
(perdarahan) pencegahan infeksi secara pervaginam pada
mandiri, ditandai dengan pasien (misalnya,
Definisi : kriteria hasil : infeksi pelvis, laserasi,
Mengalami peningkatan 1) Kemerahan tidak atau adanya massa
resiko terserang ditemukan pada tubuh sekitar vagina)
organisme patogenik 2) Vesikel yang tidak 2) Diskusikan mengenai
mengeras aktivitas aktivitas
permukaannya 3) seksual yang sesuai
Faktor yang 3) Cairan tidak berbau sebelum memilih alat
berhubungan : busuk yang dimasukan
1. Penyakit kronis a. 4) Piuria/nanah tidak ada 3) Lakukan pemeriksaan
Diabetes melitus b. dalam urin ) pelvis
Obesitas 5) Demam berkurang 4) Instruksikan pasien
2. Pengetahuan yang 6) Nyeri berkurang untuk melaporkan
tidak cukup untuk 7) Nafsu makan ketidaknyamanan,
menghindari meningkat disuria, perubahan
pemajanan patogen warna, konsistensi,
3. Pertahanan tubuh dan frekuensi cairan
primer yang tidak vagina
adekuat 5) Berikan obat-obat
a. Gangguan berdasarkan resep
peristalsis dokter untuk
Kerusakan mengurangi iritasi
b. integritas kulit 6) Kaji kemampuan
(pemasangan pasien untuk
kateter intravena, melakukan perawatan
prosedur invasif) secara mandiri
c. Perubahan 7) Observasi ada
sekresi PH tidaknya cairan vagina
d. Penurunan kerja yang tidak normal dan
siliaris berbau
e. Pecah ketuban 8) Infeksi adanya lubang,
dini laserasi, ulserasi pada
f. Pecah ketuban vagina
lama
g. Merokok Kontrol Infeksi
h. Stasis cairan 1) Bersihkan lingkungan
tubuh dengan baik setelah
i. Trauma jaringan digunakan untuk
(misalnya, trauma setiap pasien
destruksi 2) Isolasi orang yang
jaringan) terkena penyakit
4. Ketidak adekuatan menular
jaringan sekunder 3) Batasi jumlah
a. Penurunan pengunjung
hemoglobin 4) Anjurkan pasien untuk
b. Supresi respon mencuci tangan yang
inflamasi benar
5. Vaksinasi tidak 5) Anjurkan pengunjung
adekuat untuk mencuci tangan
6. Pemajanan terhadap pada saat memasuki
patogen lingkungan dan meninggalkan
meningkat ruangan pasien
7. Prosedur invasif 6) Gunakan sabun
8. malnutrisi antimikroba untuk cuci
tangan yang sesuai
7) Cuci tangan sebelum
dan sesudah kegiatan
perawatan pasien
8) Pakai sarung tangan
sebagaimana
dianjurkan oleh
kebijakan pencegahan
universal
9) Pakai sarung tangan
steril dengan tepat
10) Cukur dan siapkan
untuk daerah
persiapan prosedur
invasif atau operasi
sesuai indikasi
11) Pastikan teknik
perawatan luka yang
tepat
12) Tingkatkan intake
nutrisi yang tepat
13) Dorong intake cairan
yang sesuai
14) Dorong untuk
beristirahat
15) Berikan terapi
antibiotik yang sesuai
16) Ajarkan pasien dan
keluarga mengenai
tanda dan gejalah
infeksi dan kapan
harus melaporkannya
kepada penyedia
perawatan kesehatan
17) Ajarkan pasien dan
keluarga mengenai
bagaimana
menghindari infeksi

4. Retensi urine Setelah dilakukan tindakan Manajemen eliminasi


berhubungan dengan keperawatan 1x24 jam urin :
penekanan oleh massa diharapkan eliminasi urin 1) Monitor eliminasi urin
jaringan neoplasma kembali normal dengan termasuk frekuensi,
pada organ sekitarnya, kriteria hasil : konsistensi, bau,
gangguan sensorik 1) Pola eliminasi kembali volume dan warna
motorik. normal urin sesuai
2) Bau urin tidak ada kebutuhan.
Definisi : 3) Jumlah urin dalam 2) Monitor tanda dan
Pengosongan kantung batas normal gejala retensio urin.
kemih tidak komplit 4) Warna urin normal 3) Ajarkan pasien tanda
5) Intake cairan dalam dan gejala infeksi
Batasan karakteristik : batas normal saluran kemih.
1) Tidak ada 6) Nyeri saat kencing 4) Anjurkan pasien atau
keluaran urin tidak ditemukan keluarga untuk
2) Distensi kandung melaporkan urin
kemih output sesuai
3) Menetes kebutuhan
4) Disuria 5) Anjurkan pasien untuk
5) Sering berkemih banyak minum saat
6) Inkontinensia makan dan waktu pagi
aliran berlebih hari.
7) Residu urin 6) Bantu pasien dalam
8) Sensasi kandung mengembangkan
kemih penuh rutinitas toileting
9) Berkemih sedikit sesuai kebutuhan.
7) Anjurkan pasien untuk
Faktor yang memonitor tanda dan
berhubungan : gejala infeksi saluran
1) Sumbatan kemih.
2) Tekanan ureter
tinggi Kateterisasi Urin
3) Inhibisi arcus
reflex 1) Jelaskan prosedur
dan alasan dilakukan
kateterisasi urin.
2) Pasang kateter sesuai
kebutuhan.
3) Pertahankan teknik
aseptik yang ketat.
4) Posisikan pasien
dengan tepat
(misalnya, perempuan
terlentang dengan
kedua kaki
direnggangkan atau
fleksi pada bagian
panggul dan lutut).
5) Pastikan bahwa
kateter yang
dimasukan cukup jauh
ke dalam kandung
kemih untuk
mencegah trauma
pada jaringan uretra
dengan inflasi balon
6) Isi balon kateter untuk
menetapkan kateter,
berdasarkan usia dan
ukuran tubuh sesuai
rekomendasi pabrik
(misalnya, dewasa 10
cc, anak 5 cc)
7) Amankan kateter
pada kulit dengan
plester yang sesuai.
8) Monitor intake dan
output.
9) Dokumentasikan
perawatan termasuk
ukuran kateter, jenis,
dan pengisian bola
kateter

5. Konstipasi Setelah dilakukan Manajemen saluran


berhubungan dengan perawatan selama 1 x 24 cerna
penekanan pada jam pasien diharapkan 1) Monitor bising usus
rektum (prolaps konstipasi tidak ada 2) Lapor peningkatan
rektum) dengan kriteria hasil: frekuensi dan bising
1) Tidak ada iritabilitas usus bernada tinggi
Definisi : 2) Mual tidak ada 3) Lapor berkurangnya
Penurunan pada 3) Tekanan darah bising usus
frekuensi normal dalam batas normal 4) Monitor adanya tanda
defekasi yang disertai 4) Berkeringat dan gejalah diare,
oleh kesulitan atau konstipasi dan
pengeluaran tidak Keparahan Gejala impaksi
lengkap feses atau 1) Intensitas gejalah 5) Catat masalah BAB
pengeluaran feses yang 2) Frekuensi gejalah yang sudah ada
kering, keras, dan 3) Terkait ketidak sebelumnya, BAB
banyak. nyamanan rutin, dan penggunaan
4) Gangguan mobilitas laksatif
Batasan karakteristik fisik 6) Masukan supositorial
1) Nyeri abdomen 5) Tidur yang kurang rektal, sesuai dengan
2) Nyeri tekan cukup kebutuhan
abdomen dengan 6) Kehilangan nafsu 7) Intruksikan pasien
teraba resistensi makan mengenai makanan
otot tinggi serat, dengan
3) Nyeri tekan cara yang tepat
abdomen tanpa 8) Evaluasi profil
teraba resistensi medikasi terkait
otot dengan efek samping
4) Anoreksia gastrointestinal
5) Penampilan tidak
khas pada lansia Manajemen
6) Darah merah konstipasi/inpaksi
pada feses 1) Monitor tanda dan
7) Perubahan pola gejala konstipasi
defekasi 2) Monitor tanda dan
8) Penurunan gejala impaksi
frekuensi 3) Monitor bising usus
9) Penurunan 4) Jelaskan penyebab
volume feses dari masalah dan
10) Distensi rasionalisasi tindakan
abdomen pada pasien
11) Rasa rektal 5) Dukung peningkatan
penuh asupan cairan, jika
12) Rasa tekanan tidak ada
rektal kontraindikasi
13) Kelelahan umum 6) Evaluasi pengobatan
14) Feses keras dan yang memiliki efek
berbentuk samping pada
15) Sakit kepala gastrointestinal
16) Bising usus 7) Intruksikan pada
hiperaktif pasien dan atau
17) Bising usus keluarga untuk
hipoaktif mencatat warna,
18) Peningkatan volume, frekuensi dan
tekanan konsistensi dari feses
abdomen 8) Intruksikan pasien
19) Tidak dapat atau keluarga
makan, mual mengenai hubungan
20) Rembesan feses antara diet latihan dan
cair asupan cairan
21) Nyeri pada saat terhadap kejadian
defekasi konstipasi atau
22) Massa abdomen impaksi
yang dapat 9) Evaluasi catatan
diraba asupan untuk apa
saja nutrisi yang telah
Faktor yang dikonsumsi
berhubungan 10) Berikan petunjuk
1) Fungsional kepada pasien untuk
a. Kelemahan otot dapat berkonsultasi
abdomen dengan dokter jika
b. Ketidakadekuat konstipasi atau
an toileting impaksi masih tetap
c. Kurang aktivitas terjadi
fisik 11) Informasukan kepada
d. Kebiasaan pasien mengenai
defekasi tidak prosedur untuk
teratur mengeluarkan feses
2) Psikologis secara manual jika di
a. Depresi, stres, perlukan
emosi 12) Ajarkan pasien atau
b. Konfusi mental keluarga mengenai
3) Farmakolog proses pencernaan
4) Mekanis normal
5) fiologis
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. Kasus
B. Pengkajian
C. Diagnosa Keperawatan Berdasarkan Kasus
D. Rencana Tindakan
E. ImplementaiI
F. Evaluasi
BAB IV PEMBAHASAN
BAB V. PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai