Anda di halaman 1dari 43

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN MIOMA UTERI

Dosen Pembimbing : Laily Mualifah, S.Kep, Ns, M..Kep

Disusun Oleh :

Isni Azizah Arifin (191539)

PROGRAM STUDI DIPLOMA TIGA KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KARYA HUSADA YOGYAKARTA

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
Rahmat dan Hidayah - Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas yang berjudul
"ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN MIOMA UTERI". Penulisan ASKEP ini
dalam rangka memenuhi tugas yang telah diberikan oleh Ibu Dosen. Sehingga
ASKEP ini dapat terselesaikan atas bantuan dan dukungan dari berbagai pihak.
Oleh karena itu saya ingin menyampaikan terimakasih kepada:

1. Kepada Tuhan YME sehingga saya dapat menyelesaikan ASKEP ini dengan
keadaan sehat wal afiat.
2. Kepada Laily Mualifah, S.Kep, Ns, M..Kep yang telah membimbing saya
sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
3. Serta teman teman yang telah memberi dukungan sehingga ASKEP ini
dapat terselesaikan.
Saya menyadari ada banyak kekurangan dalam menyusun ASKEP ini,
sehingga kami mengharapkan saran dan masukan dari pembaca untuk memperbaiki
kekurangan dalam susunan ASKEP ini. Semoga ASKEP ini dapat bermanfaat bagi
pembaca. Aamiin.

Yogyakarta, 18 Maret 2021

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.
Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk
melihat derajat kesehatan perempuan. Angka Kematian Ibu ini juga
merupakan salah satu indikator keberhasilan MDG’s (Millenium
Development Goal). Di Indonesia, kecenderungan penurunan AKI dapat
dilihat dari periode 1990-1994 dengan AKI 390/100.000 kelahiran hidup
(KH), yang kemudian turun menjadi 334/100.000 KH pada survei periode
1993-1997 dan kemudian turun lagi pada periode 1998-2002 menjadi
307/100.000 KH. Namun pada periode 2003-2007 terjadi peningatan
menjadi 228/1000.000 KH. Survei terakhir tahun 2012 menunjukkan
adanya peningkatan AKI di Indonesia sebesar 359/100.000 KH, namun
angka ini masih jauh dari target MDG’s untuk Indonesia yakni 102/100.000
KH. Rendahnya kesadaran masyarakat tentang kesehatan reproduksi
perempuan menjadi faktor penentu angka kematian, meskipun masih
banyak faktor yang harus diperhatikan untuk menangani masalah ini
(Anonim, 2010).
Salah satu masalah kesehatan reproduksi ibu yang merupakan faktor
penyebab dari kematian ibu adalah di bidang ginekologi onkologi. Secara
umum ginekologi adalah ilmu yang mempelajari kewanitaan (science of
women). Namun secara khusus adalah ilmu yang mempelajari dan
menangani kesehatan alat reproduksi wanita (organ kandungan yang terdiri
atas rahim, vagina dan indung telur). Onkologi adalah ilmu tentang
neoplasma (tumor). Berdasarkan pertumbuhannya, ,tumor digolongkan
bersifat jinak dan tumor ganas atau yang disebut sebagai kanker. Namun
demikian baik jinak maupun ganas merupakan masalah bagi kesehatan
reproduksi wanita dan dapat berpotensi terjadi komplikasi serta
memungkinkan terciptanya prognosis buruk yang mengancam jiwa ibu.
(Anonim, 2010). Salah satu jenis tumor yang banyak diderita oleh wanita di
dunia, khususnya di Indonesia adalah mioma uteri. Saat ini hampir 99,5%
mioma uteri sering terjadi pada wanita. Yang merupakan tumor jinak pada
otot rahim disertai dengan jaringan ikatnya sehingga dapat berbentuk padat,
mioma jarang terjadi setelah menopause, akan tetapi lebih banyak terjadi
pada masa reproduksi karena adanya rangsangan estrogen. Mioma uteri
merupakan tumor jinak di otot uterus (Saifuddin, 2002).
Sekitar 20-30% mioma uteri terjadi pada wanita di usia produktif.
Mioma uteri sendiri bisa menyebabkan seorang wanita menjadi infertile
atau susah hamil karena letak mioma tersebut membuat sel telur buntu, juga
dapat menyebabkan keguguran. Gangguan lainya yang dapat terjadi berupa
letak bayi dan plasenta terhalang jalan lahir, kelemahan pada saat kontraksi
rahim, perdarahan yang banyak setelah melahirkan dan gangguan pelepasan
plasenta (Saifudin, 2002).
World Health Organization (WHO), menemukan 27% wanita
berumur 25 sampai 45 tahun mempunyai mioma di tubuh mereka, pada
wanita yang berkulit hitam ditemukan lebih banyak. (Marjono, 2008).
Mioma uteri meningkat 40% pada usia > 35 tahun. Di Indonesia mioma
uteri ditemukan 2,39 - 11,7% dari semua penderita ginekologi yang
dirawat. Di Jawa Timur berdasarkan data kunjungan pasien pada Poliklinik
Kandungan RSUD dr. Soetomo dari bulan januari sampai juni 2009, mioma
uteri menduduki urutan ke-4 dari 10 penyakit yang ditemukan terbanyak
(Yatim, 2009).
B. Rumusan Masalah.
1. Apa saja konsep dasar teori Mioma Uteri beserta Asuhan
Keperawatannya?
C. Tujuan Penulisan.
Bagi mahasiswa/i dapat mengetahui dan memahami seta dapat
mempelajari konsep dasar teori Mioma Uteri beserta Asuhan
Keperawatannya.
BAB II

PEMBAHASAN

LAPORAN PENDAHULUAN MIOMA UTERI

Konsep Dasar Penyakit


A. Pengertian Mioma Uteri
Mioma uteri adalah suatu tumor jinak berbatas tegas tidak berkapsul
yang berasal dari otot polos dan jaringan ikat fibrous. Biasa juga disebut
fibromioma uteri, leiomioma uteri atau uterine fibroid. Tumor jinak ini
merupakan neoplasma jinak yang sering ditemukan pada traktus
genitalia wanita, terutama wanita sesudah produktif (menopouse).
Mioma uteri jarang ditemukan pada wanita usia produktif tetapi
kerusakan reproduksi dapat berdampak karena mioma uteri pada usia
produktif berupa infertilitas, abortus spontan, persalinan prematur dan
malpresentasi (Aspiani, 2017).
B. Etiologi
Menurut Aspiani ada beberapa faktor yang diduga kuat merupakan
faktor predisposisi terjadinya mioma uteri.
1. Umur Mioma uteri ditemukan sekitar 20% pada wanita usia
produktif dan sekitar 40%-50% pada wanita usia di atas 40 tahun.
Mioma uteri jarang ditemukan sebelum menarche (sebelum
mendapatkan haid).
2. Hormon Endogen (endogenous hormonal) Konsentrasi estrogen
pada jaringan mioma uteri lebih tinggi dari pada jaringan
miometrium normal.
3. Riwayat keluarga
Wanita dengan garis keturunan dengan tingkat pertama dengan
penderita mioma uteri mempunyai 2,5 kali kemungkinan untuk
menderita mioma dibandingkan dengan wanita tanpa garis
keturunan penderita mioma uteri.
4. Makanan
Makanan di laporkan bahwah daging sapi, daging setengah matang
(red meat), dan daging babi meningkatkan insiden mioma uteri,
namun sayuran hijau menurunkan insiden menurunkan mioma uteri.
5. Kehamilan
Kehamilan dapat mempengaruhi mioma uteri karena tingginya
kadar estrogen dalam kehamilan dan bertambahnya vaskularisasi ke
uterus. Hal ini mempercepat pembesaran mioma uteri. Efek estrogen
pada pertumbuhan mioma mungkin berhubungan dengan respon dan
faktor pertumbuhan lain. Terdapat bukti peningkatan produksi
reseptor progesteron, dan faktor pertumbuhan epidermal.
6. Paritas
Mioma uteri lebih sering terjadi pada wanita multipara dibandingkan
dengan wanita yang mempunyai riwayat melahirkan 1 (satu) kali
atau 2 (2) kali

Faktor terbentuknya tomor:

1. Faktor internal

Faktor internal adalah faktor yang terjadinya reflikasi pada saat sel -
sel yang mati diganti oleh sel yang baru merupakan kesalahan
genetika yang diturunkan dari orang tua. Kesalahan ini biasanya
mengakibatkan kanker pada usia dini. Jika seorang ibu mengidap
kanker payudara, tidak serta merta semua anak gandisnya akan
mengalami hal yang sama, karena sel yang mengalami kesalahan
genetik harus mengalami kerusakan terlebih dahulu sebelum
berubah menjadi sel kanker. Secara internal, tidak dapat dicegah
namun faktor eksternal dapat dicegah. Menurut WHO, 10% – 15%
kanker, disebabkan oleh faktor internal dan 85%, disebabkan oleh
faktor eksternal (Apiani, 2017).

2. Faktor eksternal
Faktor eksternal yang dapat merusak sel adalah virus, polusi udara,
makanan, radiasi dan berasala dari bahan kimia, baik bahan kimia
yang ditambahkan pada makanan, ataupun bahan makanan yang
bersal dari polusi. Bahan kimia yang ditambahkan dalam makanan
seperti pengawet dan pewarna makanan cara memasak juga dapat
mengubah makanan menjadi senyawa kimia yang berbahaya.

Kuman yang hidup dalam makanan juga dapat menyebarkan racun,


misalnya aflatoksin pada kacang-kacangan, sangat erat
hubungannya dengan kanker hati. Makin sering tubuh terserang
virus makin besar kemungkinan sel normal menjadi sel kanker.
Proses detoksifikasi yang dilakukan oleh tubuh, dalam prosesnya
sering menghasilkan senyawa yang lebih berbahaya bagi tubuh,yaitu
senyawa yang bersifat radikal atau korsinogenik. Zat korsinogenik
dapat menyebabkan kerusakan pada sel.

Berikut faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tumor pada


mioma, disamping faktor predisposisi genetik.

a. Estrogen
Mioma uteri dijumpai setelah menarke. Sering kali,
pertumbuhan tumor yang cepat selama kehamilan terjadi dan
dilakukan terapi estrogen eksogen. Mioma uteri akan mengecil
pada saat menopouse dan oleh pengangkatan ovarium. Mioma
uteri banyak ditemukan bersamaan dengan anovulasi ovarium
dan wanita dengan sterilitas. Enzim hidrxydesidrogenase
mengungbah estradiol (sebuah estrogen kuat) menjadi estrogen
(estrogen lemah). Aktivitas enzim ini berkurang pada jaringan
miomatous, yang juga mempunyai jumlah reseptor estrogen
yang lebih banyak dari pada miometrium normal.
b. Progesteron
Progesteron merupakan antogonis natural dari estrogen.
Progesteron menghambat pertumbuhan tumor dengan dua cara,
yaitu mengaktifkan hidroxydesidrogenase dan menurunkan
jumlah reseptor estrogen pada tumor.
c. Hormon pertumbuhan (growth hormone)
Level hormon pertumbuhan menurun selama kehamilan, tetapi
hormon yang mempunyai struktur dan aktivitas biologik
serupa, yaitu HPL, terlihat pada periode ini dan memberi kesan
bahwa pertumbuhan yang cepat dari leimioma selama
kehamilan mungkin merupakan hasil dari aksi sinergistik antara
HPL dan estrogen.

C. Klasifikasi Mioma Uteri


Klasifikasi Mioma dapat berdasarkan lokasi dan lapisan uterus yang
terkena. Servical (2,6%), umumnya tumbuh ke arah vagina
menyebabkan infeksi. Isthmica (7,2%), lebih sering menyebabkan nyeri
dan gangguan traktus urinarius. Corporal (91%), merupakan lokasi
paling lazim, dan seringkali tanpa gejala.

D. Patofisiologi Mioma Uteri


Mioma uteri mulai tumbuh sebagai bibit yang kecil didalam
miometrium dan lambat laun membesar karena pertumbuhan itu
miometrium mendesak menyusun semacam pseudokapsula atau sampai
semua mengelilingi tumor didalam uterus mungkin terdapat satu mioma
akan tetapi mioma biasanya banyak. Bila ada satu mioma yang tumbuh
intramural dalam korpus uteri maka korpus ini tampak bundar dan
konstipasi padat. Bila terletak pada dinding depan uterus mioma dapat
menonjol kedepan sehingga menekan dan mendorong kandung kemih
keatas sehingga sering menimbulkan keluhan miksi (Aspiani, 2017).
Secara makroskopis, tumor ini biasanya berupa massa abu-abu putih,
padat, berbatas tegas dengan permukaan potongan memperlihatkan
gambarankumparan yang khas. Tumor mungkin hanya satu, tetapi
umumnya jamak dan tersebar di dalam uterus, dengan ukuran berkisar
dari benih kecil hingga neoplasma masif yang jauh lebih besar dari pada
ukuran uterusnya. Sebagian terbenam didalam miometrium, sementara
yang lain terletak tepat di bawah endometrium (submukosa) atau tepat
dibawah serosa (subserosa). Terakhir membentuk tangkai, bahkan
kemudian melekat ke organ disekitarnya, dari mana tumor tersebut
mendapat pasokan darah dan kemudian membebaskan diri dari uterus
untuk menjadi leimioma “parasitik”. Neoplasma yang berukuran besar
memperlihatkan fokus nekrosis iskemik disertai daerah perdarahan dan
perlunakan kistik, dan setelah menopause tumor menjadi padat
kolagenosa, bahkan mengalami kalsifikasi (Robbins, 2007).

E. Tanda dan Gejala Mioma Uteri


Keluhan yang diakibatkan oleh mioma uteri sangat tergantung dari
lokasi, arah pertumbuhan, jenis, besar dan jumlah mioma. Hanya
dijumpai pada 20-50% saja mioma uteri menimbulkan keluhan,
sedangkan sisanya tidak mengeluh apapun. Hipermenore,
menometroragia adalah merupakan gejala klasik dari mioma uteri. Dar
ipenelitian multisenter yang dilakukan pada 114 penderita ditemukan
44% gejala perdarahan, yang paling sering adalah jenis mioma
submukosa, sekitar 65% wanita dengan mioma mengeluh dismenore,
nyeri perut bagian bawah, serta nyeri pinggang.
Tergantung dari lokasi dan arah pertumbuhan mioma, maka kandung
kemih, ureter, dan usus dapat terganggu, dimana peneliti melaporkan
keluhan disuri (14%), keluhan obstipasi (13%). Mioma uteri sebagai
penyebab infertilitas hanya dijumpai pada 2-10% kasus. Infertilitas
terjadi sebagai akibat obstruksi mekanis tuba falopii. Abortus spontan
dapat terjadi bila mioma uteri menghalangi pembesaran uterus, dimana
menyebabkan kontraksi uterus yang abnormal, dan mencegah terlepas
atau tertahannya uterus di dalam panggul (Goodwin, 2009).
1. Massa di Perut Bawah
Penderita mengeluhkan merasakan adanya massa atau benjolan di
perut bagian bawah.
2. Perdarahan Abnormal
Diperkirakan 30% wanita dengan mioma uteri mengalami kelainan
menstruasi, menoragia atau menstruasi yang lebih sering. Tidak
ditemukan bukti yang menyatakan perdarahan ini berhubungan
dengan peningkatan luas permukaan endometrium atau kerana
meningkatnya insidens disfungsi ovulasi. Teori yang menjelaskan
perdarahan yang disebabkan mioma uteri menyatakan terjadi
perubahan struktur vena pada endometrium dan miometrium yang
menyebabkan terjadinya venule ectasia. Miometrium merupakan
wadah bagi faktor endokrin dan parakrin dalam mengatur fungsi
endometrium. Aposisi kedua jaringan ini dan aliran darah langsung
dari miometrium ke endometrium memfasilitasi interaksi ini.
Growth factor yang merangsang stimulasi angiogenesis atau
relaksasi tonus vaskuler dan yang memiliki reseptor pada mioma
uteri dapat menyebabkan perdarahan uterus abnormal dan menjadi
target terapi potensial. Sebagai pilihan, berkurangnya angiogenik
inhibitory factor atau vasoconstricting factor dan reseptornya pada
mioma uteri dapat juga menyebabkan perdarahan uterus yang
abnormal.
3. Nyeri Perut
Gejala nyeri tidak khas untuk mioma, walaupun sering terjadi. Hal
ini timbul karena gangguan sirkulasi darah pada sarang mioma yang
disertai dengan nekrosis setempat dan peradangan. Pada
pengeluaran mioma submukosa yang akan dilahirkan, pada
pertumbuhannya yang menyempitkan kanalis servikalis dapat
menyebabkan dismenorrhoe. Dapat juga rasa nyeri disebabkan
karena torsi mioma uteri yang bertangkai. Dalam hal ini sifatnya
akut, disertai dengan rasa nek dan muntah-muntah. Pada mioma
yang sangat besar, rasa nyeri dapat disebabkan karena tekanan pada
urat syaraf yaitu pleksus uterovaginalis, menjalar ke pinggang dan
tungkai bawah (Pradhan, 2006).
4. Pressure Effects ( Efek Tekenan )
Pembesaran mioma dapat menyebabkan adanya efek tekanan pada
organ-organ di sekitar uterus. Gejala ini merupakan gejala yang tak
biasa dan sulit untuk dihubungkan langsung dengan mioma.
Penekanan pada kandung kencing, pollakisuria dan dysuria. Bila
uretra tertekan bisa menimbulkan retensio urinae. Bila berlarut-larut
dapat menyebabkan hydroureteronephrosis. Tekanan pada rectum
tidak begitu besar, kadang-kadang menyebabkan konstipasi atau
nyeri saat defekasi.
5. Penurunan Kesuburan dan Abortus
Hubungan antara mioma uteri sebagai penyebab penurunan
kesuburan masih belum jelas. Dilaporkan sebesar 27-40%wanita
dengan mioma uteri mengalami infertilitas. Penurunan kesuburan
dapat terjadi apabila sarang mioma menutup atau menekan pars
interstisialis tuba, sedangkan mioma submukosa dapat memudahkan
terjadinya abortus karena distorsi rongga uterus. Perubahan bentuk
kavum uteri karena adanya mioma dapat menyebabkan disfungsi
reproduksi. Gangguan implasntasi embrio dapat terjadi pada
keberadaan mioma akibat perubahan histologi endometrium dimana
terjadi atrofi karena kompresi massa tumor (Stoval, 2001). Apabila
penyebab lain infertilitas sudah disingkirkan dan mioma merupakan
penyebab infertilitas tersebut, maka merupakan suatu indikasi untuk
dilakukan miomektomi (Strewart, 2001).

F. Pemeriksaan Penunjang
1. USG untuk menentukan jenis tumor, lokasi mioma, ketebalan
endometriium dan keadaan adnexa dalam rongga pelvis. Mioma
juga dapat dideteksi dengan CT scan ataupun MRI, tetapi kedua
pemeriksaan itu lebih mahal dan tidak memvisualisasi uterus sebaik
USG. Untungnya, leiomiosarkoma sangat jarang karena USG tidak
dapat membedakannya dengan mioma dan konfirmasinya
membutuhkan diagnosa jaringan.
2. Dalam sebagian besar kasus, mioma mudah dikenali karena pola
gemanya pada beberapa bidang tidak hanya menyerupai tetapi juga
bergabung dengan uterus; lebih lanjut uterus membesar dan
berbentuk tak teratur.
3. Foto BNO/IVP pemeriksaan ini penting untuk menilai massa di
rongga pelvis serta menilai fungsi ginjal dan perjalanan ureter.
4. Histerografi dan histeroskopi untuk menilai pasien mioma
submukosa disertai dengan infertilitas.
5. Laparaskopi untuk mengevaluasi massa pada pelvis.
6. Laboratorium : darah lengkap, urine lengkap, gula darah, tes fungsi
hati, ureum, kreatinin darah.
7. Tes kehamilan.

G. Penatalaksanaan Mioma Uteri


Penatalaksanaan mioma uteri secara garis besar dibagi menjadi tata
laksana obat-obatan, tata laksana pembedahan, dan alternatif nonbedah.
Selain itu, tata laksana ekspektan juga sering kali dipilih pada pasien-
pasien asimtomatik atau dengan mioma berukuran kecil.
1. Medikamentosa
Penanganan mioma uteri lini pertama biasanya terbatas pada tata
laksana obat-obatan karena gejala yang biasanya ringan.
Penanganan harus dibedakan menjadi penanganan etiologis dan
simtomatis.
a. Penanganan Simtomatis
Analgesik dapat diberikan untuk manajemen nyeri pasien.
Umumnya analgesik yang digunakan adalah golongan
antiinflamasi nonsteroid, misalnya naproxen 500 mg dua kali
sehari, bila dibutuhkan.
Pada pasien yang mengalami gejala perdarahan uterus abnormal,
pilihan obat berikut dapat diberikan:
 Mifepristone 5-50 mg per oral sekali sehari selama 3-6 bulan
 Sistem levonorgestrel intrauterine (LNG-IUS) menunjukkan
hasil yang baik sebagai pilihan terapi mioma. Sediaan yang
digunakan adalah 52 mg dan dilepaskan setelah 5 tahun atau
bila dibutuhkan
 Asam traneksamat merupakan obat prokoagulan yang
terbukti memiliki hasil baik dalam menurunkan perdarahan
menstruasi. Dosis yang digunakan adalah 1-1.5 gram 3-4 kali
sehari (maksimal 4 gram per hari) selama 4 hari dalam 1
siklus menstruasi
b. Penanganan Etiologis
Penanganan etiologis bertujuan untuk mengecilkan ukuran
mioma uteri.
 Agonis gonadotropin-releasing hormone (GnRHa)
dahulu digunakan untuk mengecilkan mioma uteri
namun kurang disukai karena efek sampingnya berupa
flushes dan osteopenia. Obat yang dapat digunakan yaitu
leuprolide 3.75 mg intramuskular tiap bulan hingga 3
bulan, atau 11.25 mg intramuskular dosis tunggal
 Baru-baru ini selective progesterone receptor agonist
(sRPM) seperti ulipristal asetat (UPA) mulai digunakan
sebagai penanganan baru dalam mioma uteri
2. Pembedahan
Intervensi pembedahan masih menjadi strategi utama dalam
penanganan mioma uteri. Tindakan-tindakan yang paling sering
dilakukan di antaranya yaitu histerektomi, miomektomi
laparaskopik, dan miomektomi histeroskopik. Selain itu, metode
minimal invasif menggunakan embolisasi arteri uteri dan ablasi
mioma uterus juga mulai dikembangkan sebagai tata laksana mioma
uteri.
a. Histerektomi Histerektomi merupakan penanganan radikal dan
definitif, khususnya untuk pasien yang sudah tidak berharap
memiliki anak, atau wanita-wanita berusia 40-50 tahun.
b. Miomektomi Abdominal (Laparoskopi atau Laparotomi)
Eksisi mioma dan rekonstruksi anatomis uterus menjadi satu-
satunya teknik yang tersedia bagi wanita yang ingin
mempertahankan uterusnya.
c. Miomektomi Histeroskopik
Histeroskopi merupakan metode yang dapat dipilih untuk
menghilangkan mioma submukosa dengan prosedur
pembedahan invasif minimal.
d. Embolisasi Arteri Uteri
Metode ini merupakan cara yang aman dan invasif minimal
dengan hasil kepuasan yang serupa dengan tindakan
pembedahan. Komplikasi minor umumnya lebih sedikit, resiko
diperlukannya pembedahan baru dalam 2-5 tahun cenderung
lebih tinggi dibanding tindakan pembedahan. Penggunaannya
sebelum kehamilan masih tidak dianjurkan karena kemungkinan
adanya gangguan miometrium.
e. Ablasi Mioma Uterus
Ablasi merujuk pada tindakan merusak jaringan dengan energi
terkonsentrasi. Tindakan ini disebut juga miolisis. Berbagai
energi dapat digunakan seperti ultrasound, radiofrekuensi, dan
laser.

H. Pencegahan Mioma Uteri


Berikut ini upaya pencegahan sederhana yang dapat dilakukan untuk
menghindari mioma uteri, yaitu:
- Menjaga berat badan ideal dengan mengonsumsi makanan sehat dan
olahraga teratur.
- Perbanyak konsumsi buah dan sayur, terutama sayuran hijau.
- Mengurangi konsumsi daging merah dan alkohol.

I. Komplikasi
1. Perdarahan sampai terjadi anemia.
2. Torsi tangkai mioma dari :
a. Mioma uteri subserosa.
b. Mioma uteri submukosa.
3. Nekrosis dan infeksi, setelah torsi dapat terjadi nekrosis dan infeksi.
4. Pengaruh timbal balik mioma dan kehamilan.
Pengaruh mioma terhadap kehamilan
a. Infertilitas.
b. Abortus.
c. Persalinan prematuritas dan kelainan letak.
d. Inersia uteri.
e. Gangguan jalan persalinan.
f. Perdarahan post partum.
g. Retensi plasenta.
Pengaruh kehamilan terhadap mioma uteri
a. Mioma cepat membesar karena rangsangan estrogen.
b. Kemungkinan torsi mioma uteri bertangkai.

Pengkajian Keperawatan
1. Pengkajian
a. Anamnesa
1) Identitas Klien: meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, suku
bangsa, status pernikahan, pendidikan, pekerjaan, alamat.
2) Identitas Penanggung jawab: Nama, umur, jenis kelamin,
hubungan dengan keluarga, pekerjaan, alamat.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Keluhan yang paling utama dirasakan oleh pasien mioma uteri,
misalnya timbul benjolan diperut bagian bawah yang relatif lama.
Kadang-kadang disertai gangguan haid
b. Riwayat penyakit sekarang
Keluhan yang di rasakan oleh ibu penderita mioma saat dilakukan
pengkajian, seperti rasa nyeri karena terjadi tarikan, manipulasi
jaringan organ. Rasa nyeri setelah bedah dan adapun yang yang perlu
dikaji pada rasa nyeri adalah lokasih nyeri, intensitas nyeri, waktu
dan durasi serta kualitas nyeri.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Tanyakan tentang riwayat penyakit yang pernah diderita dan jenis
pengobatan yang dilakukan oleh pasien mioma uteri, tanyakan
penggunaan obat-obatan, tanyakan tentang riwayat alergi, tanyakan
riwayat kehamilan dan riwayat persalinan dahulu, penggunaan alat
kontrasepsi, pernah dirawat/dioperasi sebelumnya.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Tanyakan kepada keluarga apakah ada anggota keluarga mempunyai
penyakit keturunan seperti diabetes melitus, hipertensi, jantung,
penyakit kelainan darah dan riwayat kelahiran kembar dan riwayat
penyakit mental.

e. Riwayat Obstetri
Untuk mengetahui riwayat obstetri pada pasien mioma uteri yang
perlu diketahui adalah
1) Keadaan haid
Tanyakan tentang riwayat menarhe dan haid terakhir, sebab
mioma uteri tidak pernah ditemukan sebelum menarhe dan
mengalami atrofi pada masa menopause.
2) Riwayat kehamilan dan persalinan
Kehamilan mempengaruhi pertumbuhan mioma uteri, dimana
mioma uteri tumbuh cepat pada masa hamil ini dihubungkan
dengan hormon estrogen, pada masa ini dihasilkan dalam jumlah
yang besar.
f. Faktor Psikososial
1) Tanyakan tentang persepsi pasien mengenai penyakitnya,
faktor- faktor budaya yang mempengaruhi, tingkat pengetahuan
yang dimiliki pasien mioma uteri, dan tanyakan mengenai
seksualitas dan perawatan yang pernah dilakukan oleh pasien
mioma uteri.
2) Tanyakan tentang konsep diri : Body image, ideal diri, harga diri,
peran diri, personal identity, keadaan emosi, perhatian dan
hubungan terhadap orang lain atau tetangga, kegemaran atau
jenis kegiatan yang di sukai pasien mioma uteri, mekanisme
pertahanan diri, dan interaksi sosial pasien mioma uteri dengan
orang lain.
g. Pola Kebiasaan sehari-hari

Pola nutrisi sebelum dan sesudah mengalami mioma uteri yang harus
dikaji adalah frekuensi, jumlah, tanyakan perubahan nafsu makan
yang terjadi.

h. Pola eliminasi
Tanyakan tentang frekuensi, waktu, konsitensi, warna, BAB terakhir.
Sedangkan pada BAK yang harus di kaji adalah frekuensi, warna, dan
bau.

i. Pola Aktivitas, Latihan, dan bermain

Tanyakan jenis kegiatan dalam pekerjaannya, jenis olahraga dan


frekwensinya, tanyakan kegiatan perawatan seperti mandi,
berpakaian, eliminasi, makan minum, mobilisasi

j. Pola Istirahat dan Tidur

Tanyakan waktu dan lamanya tidur pasien mioma uteri saat siang dan
malam hari, masalah yang ada waktu tidur.

3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Kaji tingkat kesadaran pasien mioma uteri
b. Tanda-tanda vital : Tekanan darah, nadi,suhu, pernapasan.
c. Pemeriksaan Fisik Head to toe
1) Kepala dan rambut : lihat kebersihan kepala dan keadaan rambut.
2) Mata : lihat konjungtiva anemis, pergerakan bola mata simetris
3) Hidung : lihat kesimetrisan dan kebersihan, lihat adanya
pembengkakan konka nasal/tidak
4) Telinga : lihat kebersihan telinga.
5) Mulut : lihat mukosa mulut kering atau lembab, lihat kebersihan
rongga mulut, lidah dan gigi, lihat adanya penbesaran tonsil.
6) Leher dan tenggorokan : raba leher dan rasakan adanya
pembengkakan kelenjar getah bening/tidak.
7) Dada atau thorax : paru-paru/respirasi, jantung/kardiovaskuler
dan sirkulasi, ketiak dan abdomen.
8) Abdomen
Infeksi: bentuk dan ukuran, adanya lesi, terlihat menonjol,
Palpasi: terdapat nyeri tekan pada abdomen
Perkusi: timpani, pekak
Auskultasi: bagaimana bising usus
9) Ekstremitas/ muskoluskletal terjadi pembengkakan pada
ekstremitas atas dan bawah pasien mioma uteri
10) Genetalia dan anus perhatikan kebersihan,adanya lesi,
perdarahan diluar siklus menstruasi.
3. Diagnosis Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan nekrosis atau trauma jaringan
dan refleks spasme otot sekunder akibat tumor.
2. Resiko syok berhubungan dengan perdarahan.
3. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan imun tubuh
sekunder akibat gangguan hematologis (perdarahan)
4. Retensi urine berhubungan dengan penekanan oleh massa
jaringan neoplasma pada organ sekitarnya, gangguan sensorik
motorik.
5. Resiko Konstipasi berhubungan dengan penekanan pada rectum
(prolaps rectum)
6. Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam status peran,
ancaman pada status kesehatan, konsep diri (kurangnya sumber
informasi terkait penyakit)
4. Intervensi
NO Diagnosa Intervensi
. Keperawatan NOC NIC
1. Nyeri akut NOC: Setelah Manajemen Nyeri
berhubungan dilakukan tindakan 1) Lakukan
dengan nekrosis keperawatan selama pengkajian nyeri
atau trauma 1 x 24 jam, pasien komprehensip yang
jaringan dan mioma uteri mampu meliputi lokasi,
refleks spasme mengontrol nyeri karakteristik,
otot sekunder dibuktikan dengan onset/durasi, frekuensi,
akibat tumor kriteria hasil: kualitas, intensitas atau
beratnya nyeri dan
Definisi: Mengontrol Nyeri faktor pencetus
Pengalaman 1) Mengenali 2) Observasi adanya
sensori dan kapan nyeri pentunjuk nonverbal
emosional tidak terjadi mengenai ketidak
menyenangkan 2) Menggambarka nyamanan terutama
yang muncul n faktor pada mereka yang
akibat kerusakan penyebab nyeri tidak dapat
jaringan aktual 3) Menggunakan berkomunikasi secara
atau potensial atau tindakan efektif
yang digambarkan pencegahan 3) Pastikan perawatan
sebagai kerusakan nyeri analgesik bagi pasien
(International dilakukan dengan
Association for 4) Menggunakan pemantauan yang ketat
the Study of tindakan 4) Gunakan strategi
pain) awitan yang pengurangan komunikasi terapeutik
tiba-tiba atau nyeri (nyeri) untuk mengetahui
lambat dari tanpa analgesik pengalaman nyeri
intensitas ringan dan sampaikan
hingga berat 5) Menggunakan penerimaan pasien
dengan akhir yang analgesik terhadap nyeri
dapat diantisipasi yang 5) Gali pengetahuan
atau diprediksi. direkomendasik dan kepercayaan
an pasien mengenai nyeri
Batasan 6) Pertimbangkan
karakteristik: 6) Melaporkan pengaruh budaya
a) Bukti nyeri perubahan terhadap respon nyeri
dengan terhadap 7) Tentukan akibat dari
menggunakan gejala nyeri pengalaman nyeri
standar daftar pada terhadap kualitas hidup
periksa nyeri profesional pasien (misalnya, tidur,
untuk pasien kesehatan nafsu makan,
yang tidak dapat pengertian, perasaan,
mengungkapann 7) Melaporkan performa kerja dan
ya gejalah yang tanggung jawab peran)
b) Ekspresi wajah tidak 8) Gali bersama pasien
nyeri (misal: terkontrol pada faktor-faktor yang
mata kurang profesional dapat menurunkan atau
bercahaya, kesehatan memperberat nyeri
tampak kacau, 9) Evaluasi pengalaman
gerakan mata 8) Menggunakan nyeri dimasa lalu yang
berpencar atau sumber daya meliputi riwayat nyeri
tetap pada satu yang tersedia kronik individu atau
fokus, meringis) untuk keluarga atau nyeri
c) Fokus menangani yang menyebabkan
menyempit nyeri disability/ ketidak
misal: mampuan/kecatatan,
Persepsi waktu, 9) Mengenali apa dengan tepat
proses berpikir, yang terkait 10) Evaluasi bersama
interaksi dengan gejala pasien dan tim
dengan orang nyeri kesehatan lainnya,
dan lingkungan) mengenai efektifitas,
d)Fokus pada diri 10) Melaporkan pengontrolan nyeri
sendiri nyeri yang yang pernah digunakan
e) Keluhan tentang terkontrol sebelumnya
intensitas 11) Bantu keluarga
menggunakan dalam mencari dan
standars kala menyediakan
nyeri dukungan
f) Keluhan 12) Gunakan metode
tentang penelitian yang sesuai
karakteristik dengan tahapan
nyeri dengan perkembangan yang
menggunakan memungkinkan untuk
standar memonitor perubahan
instrumen nyeri nyeri dan akan dapat
g)Laporan membantu
tentang perilaku mengidentifikasi faktor
nyeri/ perubahan pencetus aktual dan
aktivitas potensial (misalnya,
h)Perubahan catatan perkembangan,
posisi untuk catatan harian)
menghindari 13) Tentukan kebutuhan
nyeri frekuensi untuk
i) Putus asa melakukan pengkajian
j) Sikap ketidak nyamanan
melindungi area pasien dan
nyeri mengimplementasikan
rencana monitor
Faktor yang 14) Berikan informasi
berhubungan: mengenai nyeri,
seperti penyebab nyeri,
a) Agens cidera berapa nyeri yang
biologis dirasakan, dan
b) Agens cidera antisipasi dari ketidak
fisik nyamanan akibat
Agens cidera prosedur
kimiawi 15) Kendalikan faktor
lingkungan yang
dapat mempengaruhi
respon pasien dari
ketidaknyamanan
(misalnya, suhu
ruangan, pencahayaan,
suara bising)
16) Ajarkan prinsip
manajemen nyeri
17) Pertimbangkan tipe
dan sumber nyeri
ketika memilih
strategi penurunan
nyeri
18) Kolaborasi dengan
pasien, orang
terdekat dan tim
kesehatan lainnya
untuk memilih
dan
mengimplementasikan
tindakan penurunan
nyeri nonfarmakologi,
sesuai kebutuhan
19) Gunakan tindakan
pengontrolan nyeri
sebelum nyeri
bertambah berat
20) Pastikan pemberian
analgesik dan atau
strategi
nonfarmakologi
sebelum prosedur yang
menimbulkan nyeri
21) Periksa tingkat
ketidaknyamananbersa
ma pasien, catat
perubahan dalam
cacatan medis pasien,
informasikan petugas
kesehatan lain yang
merawat pasien
22) Mulai dan
modifikasi tindakan
pengontrolan nyeri
berdasarkan respon
pasien
23) Dukung istirahat/tidur
yang adekuat untuk
membantu penurunan
nyeri
24) Dorong pasien untuk
mendiskusikan
pengalaman nyerinya,
sesuai kebutuhan
25) Beritahu dokter jika
tindakan tidak
berhasil atau keluhan
pasien saat ini
berubah signifikan
dari pengalaman
nyeri sebelumnya
26) Gunakan pendekatan
multi disiplin untuk
menajemen nyeri, jika
sesuai
Pemberian analgesik

1) Tentukan lokasi,
karakteris, kualitas
dan keparahan nyeri
sebelum mengobati
pasien
2) Cek perintah
pengobatan meliputi
obat, dosis, dan
frekuesi obat analgesik
yang diresepkan
3) Cek adanya riwayat
alergi obat
4) Pilih analgesik
atau kombinasi
analgesik sesuai lebih
dari satu kali
pemberian
5) Monitor tanda vital
sebelum dan setelah
memberikan analgesik
pada pemberian dosis
pertama kali atau jika
ditemukan tanda-
tanda yang tidak
biasanya
6) Berikan kebutuhan
kenyamanan dan
aktivitas lain yang
dapat membantu
relaksasi untuk
memfasilitasi penuruna
nyeri
7) Berikan analgesik
sesuai waktu
paruhnya, terutama
pada nyeri yang berat
8) Dokumentasikan
respon terhadap
analgesik dan adanya
efek samping
9) Lakukan tindakan-
tindakan yang
menurunkan efek
samping analgesik
(misalnya, konstipasi
dan iritasi lambung)
10) Kolaborasikan dengan
dokter apakah obat,
dosis, rute, pemberian,
atau perubahan interval
dibutuhkan, buat
rekomendasi
khusus bedasarkan
prinsip analgesik
2. Resiko syok NOC: Setelah Pencegahan Syok
berhubungan dilakukan 1) Monitor adanya respon
dengan perawatan selama konpensasi terhadap syok
perdarahan 1x24 jam (misalnya, tekanan darah
Definisi: beresiko diharapkan tidak normal, tekanan nadi
terhadap terjadi syok melemah, perlambatan
ketidakcukupan hipovolemik dengan pengisian kapiler, pucat/
aliran darah kriteria: dingin pada kulit atau
kejaringan tubuh, 1) Tanda vital dalam kulit kemerahan, takipnea
yang dapat batas normal. ringan, mual dan munta,
mengakibatkan 2) Tugor kulit baik. peningkatan rasa haus,
disfungsi seluler 3) Tidak ada dan kelemahan)
yang mengancam sianosis. 2) Monitor adanya tanda-
jiwa. 4) Suhu kulit hangat. tanda respon sindroma
Faktor resiko 5) Tidak ada inflamasi sistemik
1) Hipotensi. diaporesis. (misalnya, peningkatan
2) Hipovolemi 6) Membran mukosa suhu, takikardi, takipnea,
3) Hipoksemia kemerahan. hipokarbia, leukositosis,
4) Hipoksia leukopenia)
5) Infeksi 3) Monitor terhadap adanya
6) Sepsis tanda awal reaksi alergi
7) Sindrom (misalnya, rinitis, mengi,
respon stridor, dipnea, gatal-
inflamasi gatal disertai kemerahan,
sestemik gangguan saluran
pencernaan, nyeri
abdomen, cemas dan
gelisa)
4) Monitor terhadap adanya
tanda ketidak adekuatan
perfusi oksigen
kejaringan (misalnya,
peningkatan stimulus,
peningkatan kecemasan,
perubahan status mental,
egitasi, oliguria dan
akral teraba dingin dan
warna kulit tidak merata)
5) Monitor suhu dan status
respirasi
6) Periksa urin terhadap
adanya darah dan protein
sesuai kebutuhan
7) Monitor terhadap
tanda/gejalah asites dan
nyeri abdomen atau
punggung.
8) Lakukan skin-test untuk
mengetahui agen yang
menyebabkan
anaphiylaxis atau reaksi
alergi sesuai kebutuhan
9) Berikan saran kepada
pasien yang beresiko
untuk memakai atau
membawa tanda
informasi kondisi
medis.
10) Anjurkan pasien
dan keluarga
mengenai tanda dan
gejala syok yang
mengancam jiwa
11) Anjurkan pasien
dan keluarga
mengenai langkah-
langkah timbulnya gejala
syok
3. Resiko Infeksi NOC: Setelah Manajemen Alat
berhubungan dengan dilakukan tindakan terapi per vaginam
penurunan imun tubuh keperawatan selama 1) Kaji ulang
sekunder akibat 1 x 24 jam, pasien riwayat
gangguan hematologis mioma uteri kontraindikasih
(perdarahan) menunjukkan pemasangan alat
pasien mampu pervaginam pada
Definisi: melakukan pasien (misalnya,
Mengalami peningkatan pencegahan infeksi infeksi pelvis,
resiko terserang organisme secara mandiri, laserasi, atau
patogenik ditandai dengan adanya massa
kriteria hasil: sekitar vagina)
Faktor yang 1) Kemerahan 2) Diskusikan
berhubungan: tidak ditemukan mengenai
a. Penyakit kronis pada tubuh aktivitas- aktivitas
1) Diabetes melitus b. 2) Vesikel yang seksual yang
Obesitas tidak mengeras sesuai sebelum
b. Pengetahuan yang permukaannya memilih alat yang
tidak cukup untuk 3) Cairan tidak dimasukan
menghindari berbauk busuk 3) Lakukan
pemanjanan patogen pemeriksaan
c. Pertahanan tubuh 4) pelvis
primer yang tidak Piuria/nanah 4) Intruksikan
adekuat tidak ada pasien untuk
1) Gangguan peritalsis dalam urin melaporkan
2) Kerusakan 5) Demam ketidaknyamanan,
integritas kulit berkurang disuria, perubahan
(pemasangankateter warna,
intravena, prosedur 6) Nyeri konsistensi, dan
invasif) berkurang frekuensi cairan
3) Perubahan sekresi vagina
PH 7) Nafsu makan 5) Berikan obat-
4) Penurunan kerja meningkat obat berdasarkan
siliaris resep dokter untuk
5) Pecah ketuban dini mengurangi iritasi
6) Pecah ketuban 6) Kaji kemampuan
lama pasien untuk
7) Merokok melakukan
8) Stasis cairan tubuh perawatan secara
9) Trauma mandiri
jaringan (misalnya, 7) Observasi ada
trauma destruksi tidaknya cairan
jaringan) vagina yang tidak
d. Ketidak adekuatan normal dan berbau
jaringan sekunder 8) Infeksi adanya
1) Penurunan lubang, laserasi,
hemoglobin ulserasi pada
2) Supresi respon vagina
inflamasi Kontrol Infeksi
e. Vaksinasi tidak 1) Bersihkan
adekuat lingkungan
f. pemajanan terhadap dengan baik
patogen lingkungan setelah digunakan
meningkat untuk setiap
g. prosedur invasif pasien
h. malnutrisi 2) Isolasi orang
yang terkena
penyakit menular
3) Batasi jumlah
pengunjung
4) Anjurkan pasien
untuk mencuci
tangan yang benar
5) Anjurkan
pengunjung untuk
mencuci tangan
pada saat
memasuki dan
meninggalkan
ruangan pasien
6) Gunakan sabun
antimikroba untuk
cuci tangan yang
sesuai
7) Cuci tangan
sebelum dan
sesudah kegiatan
perawatan pasien
8) Pakai sarung
tangan
sebagaimana
dianjurkan oleh
kebijakan
pencegahan
universal
9) Pakai sarung
tangan steril
dengan tepat
10) Cukur dan
siapkan untuk
daerah persiapan
prosedur invasif
atau opersai sesuai
indikasi
11) Pastikan teknik
perawatan luka
yang tepat
12) Tingkatkan inteke
nutrisi yang tepat
13) Dorong intake
cairan yang sesuai
14) Dorong untuk
beristirahat
15) Berikan terapi anti
biotik yang sesuai
16) Ajarkan pasien
dan keluarga
mengenai tanda
dan gejalah infeksi
dan kapan harus
melaporkannya
kepada penyedia
perawatan
kesehatan
17) Ajarkan pasien
dan keluarga
mengenai
bagaimana
menghindari
infeksi
4. Retensi urine NOC: setelah Manajemen
berhubungan dengan dilakukan tindakan eliminasi urin:
penekanan oleh massa keperawatan 1x 24 1) Monitor eliminasi
jaringan neoplasma jam diharapkan urin termasuk
pada organ sekitarnya, eliminasi urin frekuensi,
gangguan sensorik kembali normal konsistensi, bau,
motorik. dengan kriteria hasil: volume dan warna
1) Pola eliminasi urin sesuai
Definisi: pengosongan kembali normal kebutuhan.
kantung kemih tidak 2) Bau urin tidak ada 2) Monitor tanda dan
komplit 3) Jumlah urin dalam gejala retensio urin.
Batasan karakteristik: batas normal 3) Ajarkan pasien
1) Tidak ada keluaran urin 4) Warna urin normal tanda dan gejala
2) Distensi kandung kemih 5) Intake cairan infeksi saluran
3) Menetes dalam batas kemih.
4) Disuria normal 4) Anjurkan pasien
5) Sering berkemih 6) Nyeri saat kencing atau keluarga untuk
6) Inkontinensia aliran tidak ditemukan melaporkan urin
berlebih uotput sesuai
7) Residu urin kebutuhan.
8) Sensasi kandung 5) Anjurkan pasien
kemih penuh untuk banyak
9) Berkemih sedikit minum saat makan
dan waktu pagi hari.
Faktor yang 6) Bantu pasien dalam
berhubungan mengembangkan
rutinitas toileting
1) Sumbatan sesuai kebutuhan.
2) Tekanan ureter tinggi 7) Anjurkan pasien
3) Inhibishi arkus reflex untuk memonitor
tanda dan gejalah
infeksi saluran
kemih.

Kateterisasi Urin
1) Jelaskan prosedur
dan alasan
dilakukan
kateterisasi urin.
2) Pasang kateter
sesuai kebutuhan.
3) Pertahankan teknik
aseptik yang ketat.
4) Posisikan pasien
dengan tepat
(misalnya,
perempuan
terlentang dengan
kedua kaki
diregangkan atau
fleksi pada bagian
panggul dan lutut).
5) Pastikan bahwa
kateter yang
dimasukan cukup
jauh kedalam
6) Anjurkan pasien
untuk banyak
minum saat makan
dan waktu pagi hari.
7) Bantu pasien dalam
mengembangkan
rutinitas toileting
sesuai kebutuhan.
8) Anjurkan pasien
untuk memonitor
tanda dan gejalah
infeksi saluran
kemih.
Kateterisasi Urin
1) Jelaskan prosedur
dan alasan
dilakukan
kateterisasi urin.
2) Pasang kateter
sesuai kebutuhan.
3) Pertahankan teknik
aseptik yang ketat.
4) Posisikan pasien
dengan tepat
(misalnya,
perempuan
terlentang dengan
kedua kaki
diregangkan atau
fleksi pada bagian
panggul dan lutut).
5) Pastikan bahwa
kateter yang
dimasukan cukup
jauh kedalam
kandung kemih
untuk mencegah
trauma pada
jaringan uretra
dengan inflasi balon
6) Isi balon kateter
untuk menetapkan
kateter, berdasarkan
usia dan ukuran
tubuhsesuai
rekomendasi
pabrik (misalnya,
dewasa 10 cc, anak
5 cc)
7) Amankan kateter
pada kulit dengan
plester yang sesuai.
8) Monitor intake dan
output.
9) Dokumentasikan
perawatan termasuk
ukuran kateter,
jenis, dan
pengisian bola
kateter
5. Konstipasi berhubungan NOC: setelah Manajemen saluran
dengan penekanan pada dilakukan cerna
rectum (prolaps rectum) perawatan selama 1 1) Monitor bising
Definisi: penurunan pada x 24 usus
frekuensi normal defekasi 2) Lapor
yang disertai oleh jam pasien peningkatan
kesulitan atau diharapkan frekuensi dan
pengeluaran tidak lengkap konstipasi tidak bising usus
feses atau pengeluaran ada dengan kriteria bernada tinggi
feses yang kering, keras, hasil: 3) Lapor
dan banyak. 1) Tidak ada irita berkurangnya
Batasan karakteristik bising usus
1) Nyeri abdomen bilitas 4) Monitor adanya
2) Nyeri tekan abdomen tanda dan
dengan teraba resistensi 2) Mual tidak ada gejalah diare,
otot konstipasi dan
3) Nyeri tekan abdomen 3) Tekanan darah impaksi
tanpa teraba resistensi dalam batas normal 5) Catat masalah
otot 4) Berkeringat BAB yang sudah
4) Anoraksia ada sebelumnya,
5) Penampilan tidak khas BAB rutin, dan
pada lansia penggunaan
6) Darah merah pada feses Keparahan laksatif
7) Perubahan pola defekasi Gejalah 6) Masukan
8) Penurunan frekuensi supositorial
9) Penurunan volume feses 1) Intensitas rektal, sesuai
10) Distensia abdomen gejalah dengan kebutuhan
11) Rasa rektal penuh 7) Intruksikan pasien
12) Rasa tekanan rektal 2) Frekuensi mengenai
13) Keletihan umum gejalah makanan tinggi
14) Feses keras dan serat, dengan cara
berbentuk 3) Terkait ketidak yang tepat
15) Sakit kepala nyamanan 8) Evaluasi profil
16) Bising usus medikasi terkait
hiperaktif 4) Gangguan dengan efek
17) Bising usus mobilitas fisik samping
hipoaktif gastrointestinal
18) Peningkatan 5) Tidur yang
tekanan abdomen kurang cukup Manajemen
19) Tidak dapat konstipasi/inpaksi
makan, mual 6) Kehilangan
20) Rembesan feses nafsu makan 1) Monitor tanda
cair dan gejala
21) Nyeri pada saat konstipasi
defekasi 2) Monitor tanda
22) Massa abdomen dan gejala
yang dapat diraba impaksi
3) Monitor bising
Faktor yang usus
berhubungan 4) Jelaskan
1) Funfsional penyebab dari
a) Kelemahan otot masalah dan
abdomen rasionalisasi
b) Ketidak tindakan pada
adekuatan toileting pasien
c) Kurang aktifitas 5) Dukung
fisik peningkatan
d) Kebiasaan defekasi asupan cairan,
tidak teratur jika tidak ada
2) Psikologis kontraindikasi
a) Defresi, stres, emosi 6) Evaluasi
b) Konfusi mental pengobatan
3) Farmakologi yang memiliki
4) Mekanis efek samping
5) fiologis pada
gastrointestinal
7) Intruksikan pada
pasien dan atau
keluarga untuk
mencatat warna,
volume,
frekuensi dan
konsistensi dari
feses
8) Intruksikan
pasien atau
keluarga
mengenai
hubungan antara
diet latihan dan
asupan cairan
terhadap
kejadian
konstipasi atau
impaksi
9) Evaluasi catatan
asupan untuk apa
saja nutrisi yang
telah dikonsumsi
10) Berikan
petunjuk kepada
pasien untuk
dapat
berkonsultasi
dengan dokter
jika konstipasi
atau impaksi
masih tetap
terjadi
11) Informasukan
kepada pasien
mengenai
prosedur untuk
mengeluarkan
feses secara
manual jika di
perlukan
12) ajarkan pasien
atau keluarga
mengenai proses
pencernaan
normal
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan.
Mioma uteri merupakan tumor jinak yang paling umum pada daerah rahim
atau lebih tepatnya otot rahim dan jaringan ikat disekitarnya. mioma uteri juga sering
disebut dengan Leiomioma, Fibromioma atau Fibroid, hal ini mungkin karena
memang otot uterus atau rahimlah yang memegang peranan dalam terbentuknya
tumor ini. Sampai saat ini belum diketahui penyebab pasti mioma uteri. Diduga
mioma merupakan sebuah tumor monoklonal yang dihasilkan dari mutasi somatik
dari sebuah sel neoplastik tunggal. Sel-sel tumor mempunyai abnormalitas
kromosom, khususnya pada kromosom lengan.
Mioma uteri mulai tumbuh sebagai bibit yang kecil di dalam miometrium
dan lambat laun membesar karena pertumbuhan itu miometrium terdesak menyusun
semacam pseudekapsula atau simpai semu yang mengelilingi tumor di dalam uterus
mungkin terdapat satu mioma, akan tetapi mioma biasanya banyak. Jika ada satu
mioma yang tumbuh intramural dalam korpus uteri maka korpus ini tampak bundar
dan konstipasi padat. Bila terletak pada dinding depan uterus, uterus mioma dapat
menonjol ke depan sehingga menekan dan mendorong kandung kencing ke atas
sehingga sering menimbulkan keluhan miksi.
Tetapi masalah akan timbul jika terjadi: berkurangnya pemberian darah
pada mioma uteri yang menyebabkan tumor membesar, sehingga menimbulkan rasa
nyeri dan mual. Selain itu masalah dapat timbul lagi jika terjadi perdarahan abnormal
pada uterus yang berlebihan sehingga terjadi anemia. Anemia ini bisa
mengakibatkan kelemahan fisik, kondisi tubuh lemah, sehingga kebutuhan
perawatan diri tidak dapat terpenuhi.
DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/38013475/LAPORAN_PENDAHULUAN_MI
OMA_UTERI
https://www.alomedika.com/penyakit/obstetrik-dan-ginekologi/mioma-
uteri/penatalaksanaan
https://m.brilio.net/creator/ini-penyebab-dan-cara-pencegahan-penyakit-
mioma-uteri-27f46b.html

Anda mungkin juga menyukai