Anda di halaman 1dari 61

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN NY E DENGAN MIOMA

UTERI
DI RUANG MAWAR DI RS ADVENT BANDAR LAMPUNG

Disusun oleh Kelompok 4 :


1. Ni Wayan Novayulia (2214201147)
2. Ni Pt Ayu Mitha Pratama Dewi (2241201148)
3. Ni Kd Adelia Candra Afsari (2214201149)
4. Eusebio Aparico De Fatima Gueteres (2214201150)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN B


INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI
2023
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Salah satu hal penting untuk mencapai derajat kesehatan adalah dengan
memperhatikan kesehatan wanita, terutama kesehatan reproduksi karena hal
tersebut berdampak luas, menyangkut berbagai aspek kehidupan, serta
merupakan parameter kemampuan negara dalam menyelenggarakan pelayanan
kesehatan terhadap masyarakat. Kesehatan reproduksi wanita berpengaruh
besar dan berperan penting terhadap kelanjutan generasai penerus suatu negara
(Manuaba, 2009).

Kesehatan reproduksi adalah kesejahteraan fisik, mental dan sosial yang


utuh dan bukan tidak adanya penyakit atau kelemahan dalam segalah hal yang
berhubungan dengan sistem reproduksi dan fungsinya serta proses-prosesnya.
Kesehatan reproduksi menurut WHO adalah kesejahteraan fisik, mental dan
sosial yang utuh bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan dalam segala
aspek yang berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi, serta prosesnya
(Nugroho, 2012).

Salah satu penyakit reproduksi adalah mioma uteri. Mioma uteri


merupakan suatu tumor jinak berbatas tegas tidak berkapsul yang berasal dari
otot polos dan jaringan ikat fibrous. Biasa juga disebut fibromioma uteri,
leiomioma uteri atau uterine fibroid. Mioma uteri ini merupakan neoplasma
jinak yang sering ditemukan pada traktus genitalia wanita, terutama wanita
sesudah produktif atau menopouse (Aspiani, 2017).

Menurut WHO kejadian mioma uteri sekitar 20% sampai 30% dari seluruh
wanita didunia dan terus mengalami peningkatan. Mioma uteri ditemukan 30%
sampai 50% pada perempuan usia subur (Robbins, 2007). Menurut Wise
penelitiannya di Amerika serikat periode 1997-2007 melaporkan 5.871 kasus
mioma uteri dari 22.120 terjadi pada wanita kulit hitam dengan prevalensi

26,5%

Kejadian mioma uteri di Indonesia ditemukan 2.39% - 11.7% pada semua


penderita ginekologi yang dirawat di rumah sakit, penyakit mioma uteri sering
ditemukan pada wanita nullipara (belum pernah melahirkan) ataupun pada
wanita kurang subur. Mioma uteri diperkirakan antara 20% sampai 25% terjadi
pada wanita berusia diatas 35 tahun (Aspiani, 2017). Menurut Apriyani faktor-
faktor terjadinya mioma uteri ada empat diantaranya usia reproduksi sebanyak
65,0%, paritas multipara sebanyak 47,5%, dengan usia menarhe normal
sebanyak 95%, dan status haid tidak teratur sebanyak 52,5%.

Mioma uteri diduga merupakan penyakit multifaktorial. Mioma mulai dari


benih-benih multipel yang sangat kecil dan tersebar pada miometrium. Benih
ini tumbuh sangat lambat tetapi progresif dibawah pengaruh hormon estrogen
terhadap sel-sel yang ada di otot rahim. Mioma menimbulkan gejala berupa
perdarahan abnormal, rasa nyeri dan rasa adanya tekanan didaerah sekitar
panggul yang dapat menciptakan rasa sakit hingga menjalar ke punggung
(Manuaba, 2009). Perdarahan abnormal merupakan gejala yang paling sering di
alami oleh wanita penderita mioma uteri. Perdarahan bisa diakibatkan karena
pembesaran mioma sehingga menekan organ disekitarnya seperti tertekannya
kandung kemih, usus besar, pelebaran pembuluh darah dan gangguan ginjal
karena akibat pembesaran dan penekanan mioma uteri terhadap saluran kemih.

Mioma uteri dapat mengakibatkan permukaan endometrium yang lebih


luas dari pada biasanya. Perdarahan mioma uteri dapat berdampak pada ibu
hamil dan penderita mioma uteri itu sendiri. Ibu hamil akan mengalami dampak
berupa abortus spontan, persalinan prematur, dan malpresentasi. Pada penderita
mioma uteri akan mengalami perdarahan yang banyak dan dapat
mengakibatkan anemia. Pendarahan juga dapat terjadi pada pencernaan karena
perluasan dan pembesaran mioma uteri sehingga pasien mioma uteri tidak
hanya dilakukan operasi pada alat kelamin tetapi juga dapat dilakukan operasi
pencernaan (colostomy). Pada kasus ini pasien mioma uteri mengalami
komplikasih yang berat dan dapat memperburuk kesehatan dan tidak jarang
pasien tersebut mengalami penurunan kesehatan karena terjadi gangguan pada
nutrisi dan tubuh mengalami kelemahan hingga menjadi syok dan pada
akhirnya menimbulkan kematian (Aspiani, 2017).

Hampir dari separuh kasus mioma uteri ditemukan secara kebetulan pada
pemeriksaan pelvik rutin. Penderita memang tidak mempunyai keluhan apa-
apa dan tidak sadar bahwa pederita mengalami penyakit mioma uteri.
Pengobatan mioma uteri bervariasi tergantung pada umur ibu atau penderita,
jumlah anak yang dimiliki, lokasi mioma uteri di rahim, dan besar mioma
uteri. Prinsip pengobatannya adalah melakukan operasi pengangkatan total
atau sebagian, pemberian hormon dan radiasi untuk menghilangkan fungsinya
sehingga diharapkan dapat mengecilkan tumor (Manuaba, 2009).

Menurut American College of Obstetricians and Gineclogist (ACOG)


dan American Socienty of Reproductive Medicine (ASRM) ada delapan
indikasi untuk melakukan operasi pada mioma uteri diantaranya adalah nyeri
penekanan yang sangat mengganggu, perdarahan yang tidak respon terhadap
terapi konservatif, dan dugaan adanya keganasan pada organ reproduksi. Pada
mioma ini sering terjadi kekambuhan setelah pengangkatan, dan banyak yang
bermetastasi secara luas sehingga angka harapan hidup 5 tahun sekitar 40%.
Wanita subur diharapkan untuk melakukan pemeriksaan ginekologi secara
teratur agar terhindar dari penyakit mioma uteri dan dapat menegakkan
diagnosis serta penanganan dini dapat dilakukan (Robbins, 2007).
Berdasarkan uraian diatas, maka perlu dilakukan suatu usaha dalam
penanganan kesehatan pada penyakit mioma uteri untuk meningkatkan
kemampuan dan pemahaman serta kesehatan pada penderita mioma uteri.
Usaha ini memerlukan strategi atau metode perawatan yang tepat dan dapat
dipahami dan dilakukan pasien itu sendiri serta tujuan yang diharapkan dapat
tercapai.
Berdasarkan uraian diatas penulis menyusun maklah berjudul “Asuhan
Keperawatan Pada Pasien Ny E Dengan Mioma Uteri Di Ruang Mawar
Di RS ADVENT BANDAR LAMPUNG.”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan di atas, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah “Asuhan keperawatan Asuhan
Keperawatan Pada Pasien Ny E Dengan Mioma Uteri Di Ruang Mawar Di RS
ADVENT BANDAR LAMPUNG.
C. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui penerapan asuhan keperawatan pada pasien dengan
masalah Mioma Uteri di Ruang Mawar di RS Advent Bandar Lampung
mengunakan metode ilmiah proses keperawatan mulai dari pengkajian
sampai dengan pembuatan dokumentasi keperawatan.
D. Manfaat penulisan
Makalah ini dapat mengaplikasikan dan menambah wawasan ilmu
pengetahuan serta kemampuan penulis dalam menerapkan asuhan
keperawatan pada pasien dengan kasus Mioma Uteri
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Mioma Uteri
1. Pengertian Mioma Uteri
Mioma uteri adalah suatu tumor jinak berbatas tegas tidak berkapsul yang
berasal dari otot polos dan jaringan ikat fibrous. Biasa juga disebut
fibromioma uteri, leiomioma uteri atau uterine fibroid. Tumor jinak ini
merupakan neoplasma jinak yang sering ditemukan pada traktus genitalia
wanita, terutama wanita sesudah produktif (menopouse). Mioma uteri
jarang ditemukan pada wanita usia produktif tetapi kerusakan reproduksi
dapat berdampak karena mioma uteri pada usia produktif berupa
infertilitas, abortus spontan, persalinan prematur dan malpresentasi
(Aspiani, 2017).

2. Etiologi
Menurut Aspiani ada beberapa faktor yang diduga kuat merupakan faktor
predisposisi terjadinya mioma uteri.
1) Umur
Mioma uteri ditemukan sekitar 20% pada wanita usia produktif dan
sekitar 40%-50% pada wanita usia di atas 40 tahun. Mioma uteri
jarang ditemukan sebelum menarche (sebelum mendapatkan haid).

2) Hormon Endogen (endogenous hormonal)


Konsentrasi estrogen pada jaringan mioma uteri lebih tinggi dari pada
jaringan miometrium normal.

3) Riwayat keluarga
Wanita dengan garis keturunan dengan tingkat pertama dengan
penderita mioma uteri mempunyai 2,5 kali kemungkinan untuk
menderita mioma dibandingkan dengan wanita tanpa garis keturunan
penderita mioma uteri.
4) Makanan
Makanan di laporkan bahwah daging sapi, daging setengah matang
(red meat), dan daging babi meningkatkan insiden mioma uteri, namun
sayuran hijau menurunkan insiden menurunkan mioma uteri.

5) Kehamilan
Kehamilan dapat mempengaruhi mioma uteri karena tingginya kadar
estrogen dalam kehamilan dan bertambahnya vaskularisasi ke uterus.
Hal ini mempercepat pembesaran mioma uteri. Efek estrogen pada
pertumbuhan mioma mungkin berhubungan dengan respon dan faktor
pertumbuhan lain. Terdapat bukti peningkatan produksi reseptor
progesteron, dan faktor pertumbuhan epidermal.

6) Paritas
Mioma uteri lebih sering terjadi pada wanita multipara dibandingkan
dengan wanita yang mempunyai riwayat melahirkan 1 (satu) kali atau
2 (2) kali

Faktor terbentuknya tomor:


a. Faktor internal
Faktor internal adalah faktor yang terjadinya reflikasi pada saat sel-
sel yang mati diganti oleh sel yang baru merupakan kesalahan
genetika yang diturunkan dari orang tua. Kesalahan ini biasanya
mengakibatkan kanker pada usia dini. Jika seorang ibu mengidap
kanker payudara, tidak serta merta semua anak gandisnya akan
mengalami hal yang sama, karena sel yang mengalami kesalahan
genetik harus mengalami kerusakan terlebih dahulu sebelum
berubah menjadi sel kanker. Secara internal, tidak dapat dicegah
namun faktor eksternal dapat dicegah. Menurut WHO, 10% – 15%
kanker, disebabkan oleh faktor internal dan 85%, disebabkan oleh
faktor eksternal (Apiani, 2017).
b. Faktor eksternal
Faktor eksternal yang dapat merusak sel adalah virus, polusi udara,
makanan, radiasi dan berasala dari bahan kimia, baik bahan kimia yang
ditam,bahkan pada makanan, ataupun bahan makanan yang bersal dari
polusi. Bahan kimia yang ditambahkan dalam makanan seperti
pengawet dan pewarna makanan cara memasak juga dapat mengubah
makanan menjadi senyawa kimia yang berbahaya.

Kuman yang hidup dalam makanan juga dapat menyebarkan racun,


misalnya aflatoksin pada kacang-kacangan, sangat erat hubungannya
dengan kanker hati. Makin sering tubuh terserang virus makin besar
kemungkinan sel normal menjadi sel kanker. Proses detoksifikasi yang
dilakukan oleh tubuh, dalam prosesnya sering menghasilkan senyawa
yang lebih berbahaya bagi tubuh,yaitu senyawa yang bersifat radikal
atau korsinogenik. Zat korsinogenik dapat menyebabkan kerusakan
pada sel.

Berikut faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tumor pada


mioma, disamping faktor predisposisi genetik.
1) Estrogen
Mioma uteri dijumpai setelah menarke. Sering kali, pertumbuhan
tumor yang cepat selama kehamilan terjadi dan dilakukan terapi
estrogen eksogen. Mioma uteri akan mengecil pada saat menopouse
dan oleh pengangkatan ovarium. Mioma uteri banyak ditemukan
bersamaan dengan anovulasi ovarium dan wanita dengan sterilitas.
Enzim hidrxydesidrogenase mengungbah estradiol (sebuah estrogen
kuat) menjadi estrogen (estrogen lemah). Aktivitas enzim ini
berkurang pada jaringan miomatous, yang juga mempunyai jumlah
reseptor estrogen yang lebih banyak dari pada miometrium normal.
2) Progesteron
Progesteron merupakan antogonis natural dari estrogen. Progesteron
menghambat pertumbuhan tumor dengan dua cara, yaitu
mengaktifkan hidroxydesidrogenase dan menurunkan jumlah reseptor
estrogen pada tumor.

3) Hormon pertumbuhan (growth hormone)


Level hormon pertumbuhan menurun selama kehamilan, tetapi
hormon yang mempunyai struktur dan aktivitas biologik serupa, yaitu
HPL, terlihat pada periode ini dan memberi kesan bahwa
pertumbuhan yang cepat dari leimioma selama kehamilan mungkin
merupakan hasil dari aksi sinergistik antara HPL dan estrogen.
.
3. Klasifikasi Mioma
Mioma umunya digolongkan berdasarkan lokasi dan kearah mana mioma
tumbuh.
1) Lapisan Uterus
Mioma uteri terdapat pada daerah korpus. Sesuai dengan lokasinya, mioma
ini dibagi menjadi tiga jenis.
a. Mioma Uteri Intramural
Mioma uteri merupakan yang paling banyak ditemukan. Sebagian
besar tumbuh diantara lapisan uterus yang paling tebal dan paling
tengah (miometrium). Pertumbuhan tumor dapat menekan otot
disekitarnya dan terbentuk sampai mengelilingi tumor sehingga akan
membentuk tonjolan dengan konsistensi padat. Mioma yaang terletak
pada dinding depan uterus dalam pertumbuhannya akan menekan dan
mendorong kandung kemih ke atas, sehingga dapat menimbulkan
keluhan miksi.

b. Mioma Uteri Subserosa


Mioma uteri ini tumbuh keluar dari lapisan uterus yang paling luar
yaitu serosa dan tumbuh ke arah peritonium. Jenis mioma ini
bertangkai atau memiliki dasar lebar. Apa bila mioma tumbuh keluar
dinding uterus sehingga menonjol kepermukaan uterus diliputi oleh
serosa. Mioma serosa dapat tumbuh di antara kedua lapisan
ligamentum latum menjadi mioma intraligamenter. Mioma subserosa
yang tumbuh menempel pada jaringan lain, misalnya ke ligamentum
atau omentum kemudian membebaskan diri dari uterus sehingga
disebut wandering parasitis fibroid.

c. Mioma Uteri Submukosa


Mioma ini terletak di dinding uterus yang paling dalam sehingga
menonjol ke dalam uterus. Jenis ini juga dapat bertangkai atau
berdasarkan lebar. Dapat tumbuh bertangkai menjadi polip, kemudian
di keluarkan melalui saluran seviks yang disebut mioma geburt.
Mioma jenis lain meskipun besar mungkin belum memberikan keluhan
perdarahan, tetapi mioma submukosa walaupun kecil sering
memberikan keluhan gangguan perdarahan. Tumor jenis ini sering
mengalami infeksi, terutama pada mioma submukosa pedinkulata.
Mioma submukosa pedinkulata adalah jenis mioma submukosa yang
mempunyai tangkai. Tumor ini dapat keluar dari rongga rahim ke
vagina, dikenal dengan nama mioma geburt atau mioma yang
dilahirkan.

4. Patofisiologi
Mioma uteri mulai tumbuh sebagai bibit yang kecil didalam miometrium dan
lambat laun membesar karena pertumbuhan itu miometrium mendesak
menyusun semacam pseudokapsula atau sampai semua mengelilingi tumor
didalam uterus mungkin terdapat satu mioma akan tetapi mioma biasanya
banyak. Bila ada satu mioma yang tumbuh intramural dalam korpus uteri
maka korpus ini tampak bundar dan konstipasi padat. Bila terletak pada
dinding depan uterus mioma dapat menonjol kedepan sehingga menekan dan
mendorong kandung kemih keatas sehingga sering menimbulkan keluhan
miksi (Aspiani, 2017).

Secara makroskopis, tumor ini biasanya berupa massa abu-abu putih, padat,
berbatas tegas dengan permukaan potongan memperlihatkan gambaran
kumparan yang khas. Tumor mungkin hanya satu, tetapi umumnya jamak dan
tersebar di dalam uterus, dengan ukuran berkisar dari benih kecil hingga
neoplasma masif yang jauh lebih besar dari pada ukuran uterusnya. Sebagian
terbenam didalam miometrium, sementara yang lain terletak tepat di bawah
endometrium (submukosa) atau tepat dibawah serosa (subserosa). Terakhir
membentuk tangkai, bahkan kemudian melekat ke organ disekitarnya, dari
mana tumor tersebut mendapat pasokan darah dan kemudian membebaskan
diri dari uterus untuk menjadi leimioma “parasitik”. Neoplasma yang
berukuran besar memperlihatkan fokus nekrosis iskemik disertai daerah
perdarahan dan perlunakan kistik, dan setelah menopause tumor menjadi padat
kolagenosa, bahkan mengalami kalsifikasi (Robbins, 2007).
5. WOC

Faktor predisposisi:
a. Usia penderita
b. Hormon endogen
c. Riwayat keluarga
d. Makanan, kehamilan dan paritasi

Mioma Uteri

Mioma Intramural mioma submukosa mioma Subserosa

Tumbuh didinding uterus berada dibawah endometrium & tumbuh keluar dinding
Menonjol kedalam rogga uterus uterus

Mk: Resiko Syok Hipovolemik Gejala/Tanda

Anemia Perdarahan pembesaran uterus

suplai darah Gg Hematologi Kurang Pengetahuan Gg sirkulasi Penekanan Syaraf

Mk: Gg Perfusi penurunan respon imun Nekrosis


Jaringan perifer Mk: Ansietas
Radang Nyeri

Mk: Resiko Infeksi Mk: Nyeri Akut/Kronis

Penekanan
Kandung kemih uretra Ureter Rektum kolon sigmoid

Poli Uria Retensio Urine Hidronefrosis obstipasi kolon desenden dan ileum

Mk: Gangguan Eliminasi Urine Mk: Konstipasi Kolon asendens


Kolostomy Mk: resiko gangguan identitas pribadi
Kolon tranversum dan duodenum
usus membusuk terjadi infeksi pada usus

Fungsi pencernaan menurun Terjadi pendarahan pada usus

Mk: Ketidak keseimbangan Anemia Kelemahan


nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Mk: Resiko Syok Hipovolemik

(Aspiani, 2017)
6. Respon Tubuh Terhadap Perubahan Fisiologis
Berikut beberapa perubahan yang dapat terjadi pada pada tubuh karena mioma
uteri.
1. Degenerasi hialin, merupakan perubahan degeneratif yang paling umum
ditemukan.
a. Jaringan ikat bertambah
b. Berwarna putih dan keras
c. Sering disebut “mioma durum”.
2. Degenerasi kistik
a. Bagian tengah dengan degenerasi hialin mencair.
b. Menjadi poket kistik.
3. Degenerasi membantu (calcareous degeneration)
a. Terdapat timbunan kalsium pada mioma uteri.
b. Padat dan keras
c. Berwarna putih.
4. Degenerasi merah (carneus degeneration )
a. Paling sering terjadi pada masa kehamilan.
b. Estrogen merangsang perkembangan mioma.
c. Aliran darah tidak seimbang karena terjadi edema sekitar tungkai dan
tekanan hamil.
d. Terjadi kekurangan darah yang menimbulkan nekrosis, pembentukan
trombus, bendungan darah dalam mioma, warna merah hemosiderosis
atau hemofusin.
e. Biasanya disertai rasa nyeri, tetapi dapat hilang dengan sendirinya.
Komplikasi lain yang jarang ditemukan meliputi kelahiran prematur,
ruptur tumor dengan perdarahan peritoneal, dan shock.
5. Degenerasi mukoid
Daerah hyalin digantikan dengan bahan gelatinosa yang lembut dan
biasa terjadi pada tumor yang besar, dengan aliran arterial yang tergangu.
6. Degenerasi lemak
Lemak ditemukan dalam serat otot polos.
7. Degenerasi sarkomatous (transformasi maligna)
Terjadi pada kurang dari 1% mioma. Kontraversi yang ada saat ini adalah
apakah hal ini mewakili sebuah perubahan degeneratif ataukah sebuah
neoplasma spontan. Leimiosarkoma merupakan sebuah tumor ganas yang
jarang terdiri dari sel-sel yang mempunyai diferensiasi otot polos.

7. Gambaran Klinis Mioma


Hampir separuh dari kasus mioma uteri ditemukan secara kebetulan pada
pemeriksaan pelvik rutin. Penderita memang tidak mempunyai keluhan apa-
apa dan tidak sadar bahwa mereka sedang mengalami penyakit mioma uteri
dalam rahim.

1) Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya gejala klinik meliputi hal-hal


berikut.
a. Besarnya mioma uteri.
b. Lokalisasi mioma uteri.
c. Perubahan-perubahan pada mioma uteri.
d. Gejala klinik terjadi hanya sekitar 35%-50% dari pasien yang terkena.

2) Gejalah klinis lain yang dapat timbul pada mioma uteri adalah sebagai
berikut.
a. Perdarahan abnormal merupakan gejala klinik yang sering ditemukan
(30%). Bentuk perdarahan yang ditemukan berupa menoragia,
metroragia, dan hipermenorhe. Perdarahan dapat menyebabkan anemia
defisiensi Fe. Perdarahan abnormal ini dapat dijelaskan oleh karena
bertambahnya areah permukaan dari endometrium yang menyebabkan
gangguan kontraksi otot rahim, distorsi, dan kongesti dari pembuluh
darah disekitarnya dan ulserasi dari lapisan endometrium.
b. Penekanan rahim yang membesar.
c. Terasa berat di abdomen bagian bawah.
d. Terjadi gejalah traktus urinarius: urine freqency, retensi urine,
obstruksi ureter, dan hidronefrosis.
e. Terjadi gejalah intestinal: kontipasi dan obstruksi intestinal.
f. Terasa nyeri karena saraf tertekan.

3) Sedangkan rasa nyeri pada kasus mioma dapat disebabkan oleh beberapa
hal berikut.
a. Penekanan saraf.
b. Torsi bertangkai.
c. Submukosa mioma terlahir.
d. Infeksi pada mioma.

4) Perdarahan kontinu pada pasien dengan mioma submukosa dapat berakibat


pada hal-hal berikut.
a. Menghalangi implantasi terdapat peningkatan insiden aborsi dan
kelahiran prematur pada pasien dengan mioma intramural dan
submukosa. Kongesti vena terjadi karena kompresi tumor yang
menyebabkan edema ekstermitas bawah, hemorrhoid, nyeri, dan
dyspareunia. Selain itu terjadi gangguan pertumbuhan dan
perkembangan kelahiran.
b. Kehamilan dengan disertai mioma uteri menimbulkan proses saling
mempengaruhi.
c. Keguguran dapat terjadi.
d. Persalinan prematuritas.
e. Gangguan proses persalinan.
f. Tertutupnya saluran indung telur menimbulkan infentiritas.
g. Gangguan pelepasan plasenta dan perdarahan.
h. Biasanya mioma akan mengalami involusi yang nyata setelah
kelahiran.

8. Penanganan Mioma Uteri


Penanganan mioma uteri dilakukan tergantung pada umur, paritas, lokasi,
dan ukuran tumor. Oleh karena itu penanganan mioma uteri terbagi atas
kelompok-kelompok berikut.
1) Penanganan konservatif dilakukan jika mioma yang kecil muncul pada pra
dan postmenopause tanpa adanya gejala. Cara penanganan konsevatif
adalah sebagai berikut.
a. Observasi dengan pemeriksaan pelvis secara periodik setiap 3-6 bulan.
b. Jika terjadi anemia kemungkinan Hb menurun.
c. Pemberian zat besi.
d. Penggunaan agonis GnRH (gonadotropin-releasing hormone) leuprolid
asetat 3,75 mg IM pada hari pertama sampai ketiga menstruasi setiap
minggu, sebanyak tiga kali. Obat ini mengakibatkan pengerutan tumor
dan menghilangkan gejala. Obat ini menekan sekresi gonodotropin dan
menciptakan keadaan hipoestrogenik yang serupa ditemukan pada
periode postmenopause. Efek maksimum dalam mengurangi ukuran
tumor diobsevasi dalam 12 minggu.

2) Penanganan operatif, dilakukan bilah terjadi hal-hal berikut.


a. Ukuran tumor lebih besar dari ukuran uterus 12-14 minggu.
b. Pertumbuhan tumor cepat.
c. Mioma subserosa bertangkai dan torsi.
d. Dapat mempersulit kehamilan berikutnya.
e. Hiperminorea pada mioma submukosa.
f. Penekanan organ pada sekitarnya.

3) Jenis operasi yang dilakukan untuk mengatasi mioma uteri dapat berupa
langkah-langkah berikut.
a. Enukleusi Mioma
Enuklesia mioma dilakukan pada penderita yang infertil yang masih
menginginkan anak, atau mempertahankan uterus demi kelangsungan
fertilitas. Enukleasi dilakukan jika ada kemungkinan terjadinya
karsinoma endometrium atau sarkoma uterus dan dihindari pada masa
kehamilan. Tindakan ini seharusnya dibatasi pada tumor dengan
tangkai dan tumor yang dengan mudah dijepit dan diikat. Bila
miomektomi menyebabkan cacat yang menembus atau sangat
berdekatan dengan endometrium, maka kehamilan berikutnya harus
dilahirkan dengan seksio sesarea.

4) Menurut american college of Obstetricans gynecologists (ACOG), kriteria


preoperasi adalah sebagai berikut.
a. Kegagalan untuk hamil atau keguguran berulang.
b. Terdapat leimioma dalam ukuran yang kecil dan berbatas tegas.
c. Alasan yang jelas dari penyebab kegagalan kehamilan dan keguguran
yang berulang tidak ditemukan.

5) Histeroktomi
Histerektomi dilakukan jika pasien tidak menginginkan anak lagi dan pada
pasien yang memiliki leimioma yang simptomatik atau yang sudah
bergejala. Kriteria ACOG untuk histerektomi adalah sebagai berikut.
a. Terdapat satu sampai tiga leimioma asimptomatik atau yang dapat
teraba dari luar dan dikelukan oleh pasien.
b. Perdarahan uterus berlebihan.
c. Perdarahan yang banyak, bergumpal-gumpal, atau berulang-ulang
selama lebih dari delapan hari.
d. Anemia akut atau kronis akibat kehilangan darah.

6) Rasa tidak nyaman pada daerah pelvis akibat mioma meliputi hal-hal
berikut.
a. Nyeri hebat dan akut.
b. Rasa tertekan yang kronis dibagian punggung bawah atau perut bagian
bawah.
c. Penekanan buli-buli dan frekuensi urine yang berulang-ulangdan tidak
disebabkan infeksi saluran kemih.
7) Penanganan radioterapi
Tujuan dari radioterapi adalah untuk menghentikan perdarahan. Langkah
ini dilakukan sebagai penanganan dengan kondisi sebagai berikut.
a. Hanya dilakukan pada pasien yang tidak dapat dioperasi (bad
risk patient).
b. Uterus harus lebih kecil dari usia kehamilan 12 minggu.
c. Bukan jenis submukosa.
d. Tidak disertai radang pelvis atau penekanan pada rektum.
e. Tidak dilakukan pada wanita muda karena dapat menyebabkan
menopause.
B. Konsep Asuhan Keperawatan Pada pasien mioma uteri
1. Pengkajian
a. Anamnesa
1) Identitas Klien: meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, suku
bangsa, status pernikahan, pendidikan, pekerjaan, alamat.
2) Identitas Penanggung jawab: Nama, umur, jenis kelamin, hubungan
dengan keluarga, pekerjaan, alamat.

b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
Keluhan yang paling utama dirasakan oleh pasien mioma uteri,
misalnya timbul benjolan diperut bagian bawah yang relatif
lama. Kadang-kadang disertai gangguan haid
2) Riwayat penyakit sekarang
Keluhan yang di rasakan oleh ibu penderita mioma saat dilakukan
pengkajian, seperti rasa nyeri karena terjadi tarikan, manipulasi
jaringan organ. Rasa nyeri setelah bedah dan adapun yang yang
perlu dikaji pada rasa nyeri adalah lokasih nyeri, intensitas nyeri,
waktu dan durasi serta kualitas nyeri.
3) Riwayat Penyakit Dahulu
Tanyakan tentang riwayat penyakit yang pernah diderita dan jenis
pengobatan yang dilakukan oleh pasien mioma uteri, tanyakan
penggunaan obat-obatan, tanyakan tentang riwayat alergi, tanyakan
riwayat kehamilan dan riwayat persalinan dahulu, penggunaan alat
kontrasepsi, pernah dirawat/dioperasi sebelumnya.
4) Riwaya Penyakit Keluarga
Tanyakan kepada keluarga apakah ada anggota keluarga
mempunyai penyakit keturunan seperti diabetes melitus, hipertensi,
jantung, penyakit kelainan darah dan riwayat kelahiran kembar dan
riwayat penyakit mental.
5) Riwayat Obstetri
Untuk mengetahui riwayat obstetri pada pasien mioma uteri yang
perlu diketahui adalah
a. Keadaan haid
Tanyakan tentang riwayat menarhe dan haid terakhir, sebab
mioma uteri tidak pernah ditemukan sebelum menarhe dan
mengalami atrofi pada masa menopause.
b. Riwayat kehamilan dan persalinan
Kehamilan mempengaruhi pertumbuhan mioma uteri, dimana
mioma uteri tumbuh cepat pada masa hamil ini dihubungkan
dengan hormon estrogen, pada masa ini dihasilkan dalam
jumlah yang besar.

c. Faktor Psikososial
1) Tanyakan tentang persepsi pasien mengenai penyakitnya, faktor-
faktor budaya yang mempengaruhi, tingkat pengetahuan yang
dimiliki pasien mioma uteri, dan tanyakan mengenai seksualitas
dan perawatan yang pernah dilakukan oleh pasien mioma uteri.
2) Tanyakan tentang konsep diri : Body image, ideal diri, harga diri,
peran diri, personal identity, keadaan emosi, perhatian dan
hubungan terhadap orang lain atau tetangga, kegemaran atau jenis
kegiatan yang di sukai pasien mioma uteri, mekanisme pertahanan
diri, dan interaksi sosial pasien mioma uteri dengan orang lain.

d. Pola Kebiasaan sehari-hari


Pola nutrisi sebelum dan sesudah mengalami mioma uteri yang harus
dikaji adalah frekuensi, jumlah, tanyakan perubahan nafsu makan
yang terjadi.

e. Pola eliminasi
Tanyakan tentang frekuensi, waktu, konsitensi, warna, BAB terakhir.
Sedangkan pada BAK yang harus di kaji adalah frekuensi, warna, dan
bau.
f. Pola Aktivitas, Latihan, dan bermain
Tanyakan jenis kegiatan dalam pekerjaannya, jenis olahraga dan
frekwensinya, tanyakan kegiatan perawatan seperti mandi, berpakaian,
eliminasi, makan minum, mobilisasi

g. Pola Istirahat dan Tidur


Tanyakan waktu dan lamanya tidur pasien mioma uteri saat siang dan
malam hari, masalah yang ada waktu tidur.

h. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
Kaji tingkat kesadaran pasien mioma uteri
2) Tanda-tanda vital : Tekanan darah, nadi,suhu, pernapasan.
3) Pemeriksaan Fisik Head to toe
a) Kepala dan rambut : lihat kebersihan kepala dan keadaan
rambut.
b) Mata : lihat konjungtiva anemis, pergerakan bola mata simetris
c) Hidung : lihat kesimetrisan dan kebersihan, lihat adanya
pembengkakan konka nasal/tidak.
d) Telinga : lihat kebersihan telinga.
e) Mulut : lihat mukosa mulut kering atau lembab, lihat
kebersihan rongga mulut, lidah dan gigi, lihat adanya
penbesaran tonsil.
f) Leher dan tenggorokan : raba leher dan rasakan adanya
pembengkakan kelenjar getah bening/tidak.
g) Dada atau thorax : paru-paru/respirasi, jantung/kardiovaskuler
dan sirkulasi, ketiak dan abdomen.
h) Abdomen
Infeksi: bentuk dan ukuran, adanya lesi, terlihat menonjol,
Palpasi: terdapat nyeri tekan pada abdomen
Perkusi: timpani, pekak
Auskultasi: bagaimana bising usus
i) Ekstremitas/ muskoluskletal terjadi pembengkakan pada
ekstremitas atas dan bawah pasien mioma uteri
j) Genetalia dan anus perhatikan kebersihan,adanya lesi,
perdarahan diluar siklus menstruasi.

2. Kemungkinan Diagnosis Keperawatan


a. Nyeri akut berhubungan dengan nekrosis atau trauma jaringan dan
refleks spasme otot sekunder akibat tumor
b. Resiko syok berhubungan dengan perdarahan
c. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan imun tubuh sekunder
akibat gangguan hematologis (perdarahan)
d. Retensi urine berhubungan dengan penekanan oleh massa jaringan
neoplasma pada organ sekitarnya, gangguan sensorik motorik.
e. Resiko Konstipasi berhubungan dengan penekanan pada rectum
(prolaps rectum)
f. Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam status peran, ancaman
pada status kesehatan, konsep diri (kurangnya sumber informasi terkait
penyakit.
3. Rencana keperawatan

Tabel 2.2 Diagnosa dan Intervensi Keperawatan NANDA Internasional (2015-2017), NIC-NOC (2013)

N Intervensi
Diagnosa Keperawatan
O NOC NIC
1. Nyeri akut berhubungan NOC: Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Nyeri
dengan nekrosis atau trauma selama 1 x 24 jam, pasien mioma uteri 1) Lakukan pengkajian nyeri
jaringan dan refleks spasme mampu mengontrol nyeri dibuktikan komprehensip yang meliputi lokasi,
otot sekunder akibat tumor dengan kriteria hasil: karakteristik, onset/durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas atau beratnya nyeri
Mengontrol Nyeri dan faktor pencetus
Definisi: 1) Mengenali kapan nyeri terjadi 2) Observasi adanya pentunjuk nonverbal
Pengalaman sensori dan 2) Menggambarkan faktor penyebab nyeri mengenai ketidak nyamanan terutama
emosional tidak menyenangkan 3) Menggunakan tindakan pencegahan nyeri pada mereka yang tidak dapat
yang muncul akibat kerusakan 4) Menggunakan tindakan pengurangan nyeri berkomunikasi secara efektif
jaringan aktual atau potensial (nyeri) tanpa analgesik 3) Pastikan perawatan analgesik bagi
atau yang digambarkan sebagai 5) Menggunakan analgesik yang pasien dilakukan dengan pemantauan
kerusakan (International direkomendasikan yang ketat
Association for the Study of 6) Melaporkan perubahan terhadap gejalah 4) Gunakan strategi komunikasi
pain) awitan yang tiba-tiba atau nyeri pada profesional kesehatan terapeutik untuk mengetahui
lambat dari intensitas ringan 7) Melaporkan gejalah yang tidak terkontrol pengalaman nyeri dan sampaikan
hingga berat dengan akhir yang pada profesional kesehatan penerimaan pasien terhadap nyeri
dapat diantisipasi atau 8) Menggunakan sumber daya yang tersedia 5) Gali pengetahuan dan kepercayaan
diprediksi. untuk menangani nyeri pasien mengenai nyeri
9) Mengenali apa yang terkait dengan gejala 6) Pertimbangkan pengaruh budaya
Batasan karakteristik: nyeri terhadap respon nyeri
a) Bukti nyeri dengan 10) Melaporkan nyeri yang terkontrol 7) Tentukan akibat dari pengalaman nyeri
menggunakan standar daftar terhadap kualitas hidup pasien
periksa nyeri untuk pasien (misalnya, tidur, nafsu makan,
yang tidak dapat pengertian, perasaan, performa kerja
mengungkapannya dan tanggung jawab peran)
b) Ekspresi wajah nyeri (misal: 8) Gali bersama pasien faktor-faktor yang
mata kurang bercahaya, dapat menurunkan atau memperberat
tampak kacau, gerakan mata nyeri
berpencar atau tetap pada 9) Evaluasi pengalaman nyeri dimasa lalu
satu fokus, meringis) yang meliputi riwayat nyeri kronik
c) Fokus menyempit (misal: individu atau keluarga atau nyeri yang
persepsi waktu, proses menyebabkan disability/ ketidak
berpikir, interaksi dengan mampuan/kecatatan, dengan tepat
orang dan lingkungan) 10) Evaluasi bersama pasien dan tim
d) Fokus pada diri sendiri kesehatan lainnya, mengenai
e) Keluhan tentang intensitas efektifitas, pengontrolan nyeri yang
menggunakan standars kala pernah digunakan sebelumnya
nyeri 11) Bantu keluarga dalam mencari dan
f) Keluhan tentang menyediakan dukungan
karakteristik nyeri dengan 12) Gunakan metode penelitian yang sesuai
menggunakan standar dengan tahapan perkembangan yang
instrumen nyeri memungkinkan untuk memonitor
g) Laporan tentang perilaku perubahan nyeri dan akan dapat
nyeri/ perubahan aktivitas membantu mengidentifikasi faktor
h) Perubahan posisi untuk pencetus aktual dan potensial
menghindari nyeri (misalnya, catatan perkembangan,
i) Putus asa catatan harian)
j) Sikap melindungi area nyeri 13) Tentukan kebutuhan frekuensi untuk
melakukan pengkajian ketidak
Faktor yang berhubungan: nyamanan pasien dan
a) Agens cidera biologis mengimplementasikan rencana monitor
b) Agens cidera fisik 14) Berikan informasi mengenai nyeri,
Agens cidera kimiawi seperti penyebab nyeri, berapa nyeri
yang dirasakan, dan antisipasi dari
ketidak nyamanan akibat prosedur
15) Kendalikan faktor lingkungan yang
dapat mempengaruhi respon pasien
dari ketidaknyamanan (misalnya, suhu
ruangan, pencahayaan, suara bising)
16) Ajarkan prinsip manajemen nyeri
17) Pertimbangkan tipe dan sumber nyeri
ketika memilih strategi penurunan
nyeri
18) Kolaborasi dengan pasien, orang
terdekat dan tim kesehatan lainnya
untuk memilih dan
mengimplementasikan tindakan
penurunan nyeri nonfarmakologi,
sesuai kebutuhan
19) Gunakan tindakan pengontrolan nyeri
sebelum nyeri bertambah berat
20) Pastikan pemberian analgesik dan atau
strategi nonfarmakologi sebelum
prosedur yang menimbulkan nyeri
21) Periksa tingkat ketidaknyamanan
bersama pasien, catat perubahan dalam
cacatan medis pasien, informasikan
petugas kesehatan lain yang merawat
pasien
22) Mulai dan modifikasi tindakan
pengontrolan nyeri berdasarkan respon
pasien
23) Dukung istirahat/tidur yang adekuat
untuk membantu penurunan nyeri
24) Dorong pasien untuk mendiskusikan
pengalaman nyerinya, sesuai
kebutuhan
25) Beritahu dokter jika tindakan tidak
berhasil atau keluhan pasien saat ini
berubah signifikan dari pengalaman
nyeri sebelumnya
26) Gunakan pendekatan multi disiplin
untuk menajemen nyeri, jika sesuai

Pemberian analgesik
1) Tentukan lokasi, karakteris, kualitas
dan keparahan nyeri sebelum
mengobati pasien
2) Cek perintah pengobatan meliputi obat,
dosis, dan frekuesi obat analgesik yang
diresepkan
3) Cek adanya riwayat alergi obat
4) Pilih analgesik atau kombinasi
analgesik sesuai lebih dari satu kali
pemberian
5) Monitor tanda vital sebelum dan
setelah memberikan analgesik pada
pemberian dosis pertama kali atau jika
ditemukan tanda-tanda yang tidak
biasanya
6) Berikan kebutuhan kenyamanan dan
aktivitas lain yang dapat membantu
relaksasi untuk memfasilitasi penuruna
nyeri
7) Berikan analgesik sesuai waktu
paruhnya, terutama pada nyeri yang
berat
8) Dokumentasikan respon terhadap
analgesik dan adanya efek samping
9) Lakukan tindakan-tindakan yang
menurunkan efek samping analgesik
(misalnya, konstipasi dan iritasi
lambung)
10) Kolaborasikan dengan dokter apakah
obat, dosis, rute, pemberian, atau
perubahan interval dibutuhkan, buat
rekomendasi khusus bedasarkan
prinsip analgesik

2. Resiko syok berhubungan NOC: Setelah dilakukan perawatan selama 1x Pencegahan Syok
dengan perdarahan 24 jam diharapkan tidak terjadi syok 1) Monitor adanya respon konpensasi
hipovolemik dengan kriteria: terhadap syok (misalnya, tekanan darah
Definisi: beresiko terhadap 1) Tanda vital dalam batas normal. normal, tekanan nadi melemah,
ketidak cukupan aliran darah 2) Tugor kulit baik. perlambatan pengisian kapiler, pucat/
kejaringan tubuh, yang dapat 3) Tidak ada sianosis. dingin pada kulit atau kulit kemerahan,
mengakibatkan disfungsi seluler 4) Suhu kulit hangat. takipnea ringan, mual dan munta,
yang mengancam jiwa. 5) Tidak ada diaporesis. peningkatan rasa haus, dan kelemahan)
Faktor resiko 6) Membran mukosa kemerahan. 2) Monitor adanya tanda-tanda respon
1) Hipotensi. sindroma inflamasi sistemik (misalnya,
2) Hipovolemi peningkatan suhu, takikardi, takipnea,
3) Hipoksemia hipokarbia, leukositosis, leukopenia)
4) Hipoksia 3) Monitor terhadap adanya tanda awal
5) Infeksi reaksi alergi (misalnya, rinitis, mengi,
6) Sepsis stridor, dipnea, gatal-gatal disertai
7) Sindrom respon inflamasi kemerahan, gangguan saluran
sestemik pencernaan, nyeri abdomen, cemas dan
gelisa)
4) Monitor terhadap adanya tanda ketidak
adekuatan perfusi oksigen kejaringan
(misalnya, peningkatan stimulus,
peningkatan kecemasan, perubahan
status mental, egitasi, oliguria dan
akral teraba dingin dan warna kulit
tidak merata)
5) Monitor suhu dan status respirasi
6) Periksa urin terhadap adanya darah dan
protein sesuai kebutuhan
7) Monitor terhadap tanda/gejalah asites
dan nyeri abdomen atau punggung.
8) Lakukan skin-test untuk mengetahui
agen yang menyebabkan anaphiylaxis
atau reaksi alergi sesuai kebutuhan
9) Berikan saran kepada pasien yang
beresiko untuk memakai atau
membawa tanda informasi kondisi
medis
10) Anjurkan pasien dan keluarga
mengenai tanda dan gejala syok yang
mengancam jiwa
11) Anjurkan pasien dan keluarga
mengenai langkah-langkah timbulnya
gejala syok

3. Resiko Infeksi berhubungan NOC: Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Alat terapi per vaginam
dengan penurunan imun selama 1 x 24 jam, pasien mioma uteri 1) Kaji ulang riwayat kontraindikasih
tubuh sekunder akibat menunjukkan pasien mampu melakukan pemasangan alat pervaginam pada
gangguan hematologis pencegahan infeksi secara mandiri, pasien (misalnya, infeksi pelvis,
(perdarahan) ditandai dengan kriteria hasil: laserasi, atau adanya massa sekitar
1) Kemerahan tidak ditemukan pada vagina)
Definisi: tubuh 2) Diskusikan mengenai aktivitas-
Mengalami peningkatan resiko 2) Vesikel yang tidak mengeras aktivitas seksual yang sesuai sebelum
terserang organisme patogenik permukaannya memilih alat yang dimasukan
3) Cairan tidak berbauk busuk 3) Lakukan pemeriksaan pelvis
Faktor yang berhubungan: 4) Piuria/nanah tidak ada dalam urin 4) Intruksikan pasien untuk melaporkan
1) Penyakit kronis 5) Demam berkurang ketidaknyamanan, disuria, perubahan
a. Diabetes melitus 6) Nyeri berkurang warna, konsistensi, dan frekuensi
b. Obesitas 7) Nafsu makan meningkat cairan vagina
2) Pengetahuan yang tidak 5) Berikan obat-obat berdasarkan resep
cukup untuk menghindari dokter untuk mengurangi iritasi
pemanjanan patogen 6) Kaji kemampuan pasien untuk
3) Pertahanan tubuh primer melakukan perawatan secara mandiri
yang tidak adekuat 7) Observasi ada tidaknya cairan vagina
a. Gangguan peritalsis yang tidak normal dan berbau
b. Kerusakan integritas 8) Infeksi adanya lubang, laserasi, ulserasi
kulit (pemasangankateter pada vagina
intravena, prosedur
invasif) Kontrol Infeksi
c. Perubahan sekresi PH 1) Bersihkan lingkungan dengan baik
d. Penurunan kerja siliaris setelah digunakan untuk setiap pasien
e. Pecah ketuban dini 2) Isolasi orang yang terkena penyakit
f. Pecah ketuban lama menular
g. Merokok 3) Batasi jumlah pengunjung
h. Stasis cairan tubuh 4) Anjurkan pasien untuk mencuci tangan
i. Trauma jaringan yang benar
(misalnya, trauma 5) Anjurkan pengunjung untuk mencuci
destruksi jaringan) tangan pada saat memasuki dan
4) Ketidak adekuatan jaringan meninggalkan ruangan pasien
sekunder 6) Gunakan sabun antimikroba untuk cuci
a. Penurunan hemoglobin tangan yang sesuai
b. Supresi respon inflamasi 7) Cuci tangan sebelum dan sesudah
5) Vaksinasi tidak adekuat kegiatan perawatan pasien
6) pemajanan terhadap patogen 8) Pakai sarung tangan sebagaimana
lingkungan meningkat dianjurkan oleh kebijakan pencegahan
7) prosedur invasif universal
8) malnutrisi 9) Pakai sarung tangan steril dengan tepat
10) Cukur dan siapkan untuk daerah
persiapan prosedur invasif atau opersai
sesuai indikasi
11) Pastikan teknik perawatan luka yang
tepat
12) Tingkatkan inteke nutrisi yang tepat
13) Dorong intake cairan yang sesuai
14) Dorong untuk beristirahat
15) Berikan terapi anti biotik yang sesuai
16) Ajarkan pasien dan keluarga mengenai
tanda dan gejalah infeksi dan kapan
harus melaporkannya kepada penyedia
perawatan kesehatan
17) Ajarkan pasien dan keluarga mengenai
bagaimana menghindari infeksi

4. Retensi urine berhubungan NOC: setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen eliminasi urin:
dengan penekanan oleh massa 1x 24 jam diharapkan eliminasi urin kembali 1) Monitor eliminasi urin termasuk
jaringan neoplasma pada normal dengan kriteria hasil: frekuensi, konsistensi, bau, volume dan
organ sekitarnya, gangguan 1) Pola eliminasi kembali normal warna urin sesuai kebutuhan.
sensorik motorik. 2) Bau urin tidak ada 2) Monitor tanda dan gejala retensio urin.
3) Jumlah urin dalam batas normal 3) Ajarkan pasien tanda dan gejala infeksi
Definisi: pengosongan kantung 4) Warna urin normal saluran kemih.
kemih tidak komplit 5) Intake cairan dalam batas normal 4) Anjurkan pasien atau keluarga untuk
6) Nyeri saat kencing tidak ditemukan melaporkan urin uotput sesuai
Batasan karakteristik: kebutuhan.
1) Tidak ada keluaran urin 5) Anjurkan pasien untuk banyak minum
2) Distensi kandung kemih saat makan dan waktu pagi hari.
3) Menetes 6) Bantu pasien dalam mengembangkan
4) Disuria rutinitas toileting sesuai kebutuhan.
5) Sering berkemih 7) Anjurkan pasien untuk memonitor
6) Inkontinensia aliran berlebih tanda dan gejalah infeksi saluran
7) Residu urin kemih.
8) Sensasi kandung kemih
penuh Kateterisasi Urin
9) Berkemih sedikit 1) Jelaskan prosedur dan alasan dilakukan
kateterisasi urin.
Faktor yang berhubungan 2) Pasang kateter sesuai kebutuhan.
1) Sumbatan 3) Pertahankan teknik aseptik yang ketat.
2) Tekanan ureter tinggi 4) Posisikan pasien dengan tepat
3) Inhibishi arkus reflex (misalnya, perempuan terlentang
dengan kedua kaki diregangkan atau
fleksi pada bagian panggul dan lutut).
5) Pastikan bahwa kateter yang
dimasukan cukup jauh kedalam
kandung kemih untuk mencegah
trauma pada jaringan uretra dengan
inflasi balon
6) Isi balon kateter untuk menetapkan
kateter, berdasarkan usia dan ukuran
tubuh sesuai rekomendasi pabrik
(misalnya, dewasa 10 cc, anak 5 cc)
7) Amankan kateter pada kulit dengan
plester yang sesuai.
8) Monitor intake dan output.
9) Dokumentasikan perawatan termasuk
ukuran kateter, jenis, dan pengisian
bola kateter
5. Konstipasi berhubungan NOC: setelah dilakukan perawatan selama 1 x 24 Manajemen saluran cerna
dengan penekanan pada jam pasien diharapkan konstipasi tidak ada 1) Monitor bising usus
rectum (prolaps rectum) dengan kriteria hasil: 2) Lapor peningkatan frekuensi dan bising
1) Tidak ada irita bilitas usus bernada tinggi
Definisi: penurunan pada 2) Mual tidak ada 3) Lapor berkurangnya bising usus
frekuensi normal defekasi yang 3) Tekanan darah dalam batas normal 4) Monitor adanya tanda dan gejalah
disertai oleh kesulitan atau 4) Berkeringat diare, konstipasi dan impaksi
pengeluaran tidak lengkap feses 5) Catat masalah BAB yang sudah ada
atau pengeluaran feses yang Keparahan Gejalah sebelumnya, BAB rutin, dan
kering, keras, dan banyak. 1) Intensitas gejalah penggunaan laksatif
Batasan karakteristik 2) Frekuensi gejalah 6) Masukan supositorial rektal, sesuai
1) Nyeri abdomen 3) Terkait ketidak nyamanan dengan kebutuhan
2) Nyeri tekan abdomen dengan 4) Gangguan mobilitas fisik 7) Intruksikan pasien mengenai makanan
teraba resistensi otot 5) Tidur yang kurang cukup tinggi serat, dengan cara yang tepat
3) Nyeri tekan abdomen tanpa 6) Kehilangan nafsu makan 8) Evaluasi profil medikasi terkait dengan
teraba resistensi otot efek samping gastrointestinal
4) Anoraksia
5) Penampilan tidak khas pada Manajemen konstipasi/inpaksi
lansia 1) Monitor tanda dan gejala konstipasi
6) Darah merah pada feses 2) Monitor tanda dan gejala impaksi
7) Perubahan pola defekasi 3) Monitor bising usus
8) Penurunan frekuensi 4) Jelaskan penyebab dari masalah dan
9) Penurunan volume feses rasionalisasi tindakan pada pasien
10) Distensia abdomen 5) Dukung peningkatan asupan cairan,
11) Rasa rektal penuh jika tidak ada kontraindikasi
12) Rasa tekanan rektal 6) Evaluasi pengobatan yang memiliki
13) Keletihan umum efek samping pada gastrointestinal
14) Feses keras dan berbentuk 7) Intruksikan pada pasien dan atau
15) Sakit kepala keluarga untuk mencatat warna,
16) Bising usus hiperaktif volume, frekuensi dan konsistensi dari
17) Bising usus hipoaktif feses
18) Peningkatan tekanan 8) Intruksikan pasien atau keluarga
abdomen mengenai hubungan antara diet latihan
19) Tidak dapat makan, mual dan asupan cairan terhadap kejadian
20) Rembesan feses cair konstipasi atau impaksi
21) Nyeri pada saat defekasi 9) Evaluasi catatan asupan untuk apa saja
22) Massa abdomen yang dapat nutrisi yang telah dikonsumsi
diraba 10) Berikan petunjuk kepada pasien untuk
Faktor yang berhubungan dapat berkonsultasi dengan dokter jika
1) Funfsional konstipasi atau impaksi masih tetap
a. Kelemahan otot abdomen terjadi
b. Ketidak adekuatan 11) Informasukan kepada pasien mengenai
toileting prosedur untuk mengeluarkan feses
c. Kurang aktifitas fisik secara manual jika di perlukan
d. Kebiasaan defekasi tidak 12) ajarkan pasien atau keluarga mengenai
teratur proses pencernaan normal
2) Psikologis
a. Defresi, stres, emosi
b. Konfusi mental
3) Farmakologi
4) Mekanis
5) fiologis

Sumber : NANDA International, (2015-2017), NIC-NOC (2013)


BAB III
KASUS DAN PEMBAHASAN

A. PENGUMPULAN DATA
1. Identitas pasien
a. Nama : Ny. E
b. Tempat / tanggal lahir : Tanjung, 26 Oktober 1975
c. Jenis kelamin : Perempuan
d. Status kawin : Kawin
e. Agama : Islam
f. Pendidikan : SMP
g. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
h. Tanggal masuk : 3 Juni 2023
i. Alamat : Jl. Pramuka Bandar
Lampung
j. Tanggal pengkajian : 5 Juni 2023
k. Diagnosa medis : Mioma Uteri + Anemia

2. Identifikasi penanggung jawab


a. Nama : Tn. R
b. Pekerjaan : Pelajar
c. Alamat : Jl. Pramuka bandar lampung
d. Hubungan : Anak

3. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Pasien masuk di RS Advent Bandar Lampung melalui IGD rujukan
dari RSUD Dtjokrodhipo Bandar Lampung tanggal 5 juni 2023
pukul 20.00 WIB
dengan keluhan nyeri hebat pada genitalia dan perut bagian bawah
membesar dan kembung. BAK dan BAB terasa sakit.

b. Riwayat penyakit sekarang

Pada saat dilakukan pengkajian tanggal 5 juni 2023 pukul 12.05 WIB
pasien mengeluh badanya lemah dan sulit beraktivitas. Pasien juga
mengeluh nyeri pada genitalia dan susah BAK. Pasien mengatakan
mengeluh nyeri pada perut bagian bawah dan sakit ketika ditekan
dengan skala nyeri 6-7 menyebar kebagian punggung. Pasien juga
mengatakan nafsu makannya menuru.

c. Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien mengatakan sebelumnya tidak pernah menderita penyakit


seperti saat ini. Pasien memiliki kebiasaan makan makanan yang
berminyak dan makan daging serta makanan siap saji. Pasien tidakk
memiliki riwayat pengobatan sebelumnya.

d. Riwayat Penyakit Keluarga


Pasien mengatakan ada anggota keluarganya yang menderita penyakit
yang dialaminya dan telah meninggal 1 tahun yang lalu. Pasien
mengatakan tidak ada anggota keluarganya yang menderita penyakit
keturunan seperti diabetes melitus, jantung, asma, dan hipertensi.

e. Riwayat Obstetri
1). Keadaan
haid:
pasien mengatakan haid pertama umur 14 tahun, siklus haid teratur,
lamanya haid 6 hari. Pasien juga mengatakan 2 sampai 3 kali ganti
pembalut saat haid. Warna darah haid merah encer. Disminore pada
saat hari pertama. Pasien sudah pernah mengikuti kb
2). Riwayat kehamilan dan persalinan: G3 A1 P0 H3
pasien memiliki anak 3. Pasien mengatakan hamil pertama tidak
ada masalah semenjak hamil dan pada saat persalinan diusia 39
minggu. Pasien mengatakan tidak ada komplikasih pada saat
melahirkan.
f. Faktor Psikososial
1) Persepsi pasien mengenai penyakit:
pasien tampak sabar dan mampu mengontrol emosinya, pasien tampak
cemas namun masih dalam batas wajar. Pasien dapat mengungkapkan
perasaanya dan keluhannya dengan baik.

2) Tanyakan tentang konsep diri :

pasien dapat mengungkapkan perasaannya dan keluhannya dengan


baik namun agak sulit dipahami, pasien mengatakan merasa kasihan
kepada keluarganya karena harus merawatnya. Koping pasien baik
dan dan optimis penyakitnya dapat disembuhkan.

g. Pola Kebiasaan sehari-hari


Pasien mengatakan ketika sakit makan dan minum dibantu oleh keluarga.
Pasien BAK melalui kateter. Pasien sulit untuk beraktivitas dan hanya
berada diatas tempat tidur , aktivitas sehari-harinya dibantu oleh kelurga.

h. Pola eliminasi
Pasien sebelumnya tidak mengalami kesulitan dalam BAK dan BAB
sekarang mengeluh sakit untuk BAK dan BAB.

i. Pemeriksaan Fisik
j. Keadaan Umum:
KU: lemah TD 120/70 mmHg, HR: 90x/i, RR 20 x/i, suhu 36,5oC.
k. Pemeriksaan Fisik Head to toe
1) Kepala dan rambut : rambut sudah mulai beruban, tidak ada
kerusakan pada rambut, kulit kepala tidak ada pembengkakan
dan bersih

2) Mata : konjungtiva anemis, sklera ikterik, pupil isokhor


diameter 2mm/2mm.

3) Hidung : hidung bersih, tiidak ada nyeri tekan pada hidung,


tidak ada kelainan pada penciuman

4) Telinga : telinga simetris kiri dan kanan tidak ada


pembengkakan, tidak ada kelainan pendengaran

5) Mulut : bersih dan ditemukan bibir peca-peca

6) Leher dan tenggorokan : tidak ada ditemukan pembengkakan


kelenjar getah bening, menelan baik tidak ada kelemahan

7) Dada atau thorax

Infeksi: tidak ada kelainan yang terlihat seperti ketidak simetrisan


inspirasi dan ekspirasi pada dada
Palpasi: palpasi tidak dilakukan
Perkusi: perkusi tidak dilakukan
Auskultasi: tidak dilakukan
8) Ekstremitas/muskoluskletal

Tonus otot melemah dan pasien tampak berusaha menggerakan


badanya
9) Genetalia dan anus: pasien mengatakan keluar darah pada
vagina dan diperkirakan 2 sendok teh warna merah tua dan
kental dan nyeri pada saat keluar

l. Data Sosial Ekonomi


Pasien memiliki hubungan sosial yang baik dengan pasien lain dan tenaga
kesehatan yang ada seperti dokter dan perawat. Pasien sehari harinya
bekerja diswasta. Pasien ditanggung dengan BPJS kelas 1.
m. Data Penunjang:
Hasil pemeriksaan labor hematologi tanggal 6 Juni 2023 yaitu Hb 8,3 g/dl,
Ht 28 %, trombosit 80.000/mm3, leukosit 11.270/mm3, PT 16,4 detik,
APTT 37,5 detik.

Hasil pemeriksaan labor hematologi tanggal 8 Juni 2017 Hb 10,9 g/dl, Ht


28 %,
Trombosit 255.000/mm3, Leukosit 15.180/mm3.

Hasil pemeriksaan kimia klinik tanggal 8 Juni 2023


Glukosa sewaktu 152 mg/dl, Ureum darah 97 mg/dl, Kreatinin darah 1,0
mg/dl, Total protein 5,8 g/dl, Albumin 2,1 g/dl, Globulin 3,7 g/dl.

Hasil pemeriksaan imunologi – serologi tanggal 8 Juni 2023 yaitu HBsAg


(elisa) 0,01.

Hasil pemeriksaan USG tanggal 3 juni 2023


Tampak massa dalam ovarium

x. Program Pengobatan:
Ceftriaxone 1 x 2 gr
Ciprofloxacim 1 x 200 mg
Transamin 3 x 1 amp
Vit. K 3 x 1 amp
Tranfusi PRC 3 unit
IVFD NaCl 0,9% 8 jam/kolf
IVFD RL 0,9% 10 jam/ kolf

Obat oral
Vit C 3 x 1 tab
Asamefenamat 3 x 1 tab .

Analisa Data:

Data Subjektif Data Obejktif Diagnosa


Keperawatan
Ds: Do: Diagnosa
Trombosit :
- Pasien mengatakan BAK masih keperawatan yang
128.000/mm3
sakit
ditemukan yaitu
- TD: 90/60 mmHg
- Terdapat
risiko syok
- Pernapasan: 22 x/menit
perdarahan
Suhu: 37,5 oC hipovolemik
pervaginam - Nadi: 110x/menit
berhubungan
Ds: - Hb : 8,7 g/dl
dengan
- Pasien mengeluh pendarahan - Hasil pemeriksaan
pada pervaginam USG positif massa. perdarahan.
- Pasien Diagnosa
mengataka keperawatan yang
n kesulitan ditemukan yaitu
BAK resiko syok
hipovolemik
berhubungan dengan
perdarahan

Do:
Trombosit :
80.000/mm3
- Hb : 8,3 g/dl
- Nadi: 90x/menit
Pernapasan: 20x/ menit
Ds: Do: Diagnosa
- Pasien mengatakan nyeri - Pasien tampak keperawatan yaitu
pada bagian perutnya gelisah dan
nyeri akut
meringis
- Pasien mengatakan nyeri
berhubungan
- Pasien tampak
skala 5-6 dirasakan hilang
melindungi daerah dengan nekrosis
timbul sekitar 2 menit dan nyeri
atau trauma
tidak menyebar - Nyeri tekan (+)
jaringan dan
pada abdomen
Ds:
kuadran bawah refleks spasme
- Pasien mengatakan nyeri
- TD : 90/60 mmHg otot sekunder
pada bagian perutnya
- N : 110 x/menit akibat tumor
- Pasien mengatakan nyeri
- S : 37,5 C (massa)
skala 6-7 dirasakan hilang
- P : 22 x/menit
timbul sekitar 1-2 menit
Do:
dan menyebar dipunggung
- Pasien tampak
gelisah dan
-
meringis
- Pasien tampak
melindungi daerah
nyeri
- Nyeri tekan (+)
pada abdomen
kuadran bawah
- TD 120/70 mmHg,
- Nadi 90 x/i,
- RR 20 x/i,
- suhu 36,5oC.

Ds:
Diagnosa
- Pasien mengeluh
keperawatan yaitu
pendarahan pada Do:
resiko infeksi
pervaginam dengan - Hb: 8,7 g/dl
berhubungan
frekuensi 1 sampai 2 kali - Konjutiva anemis
dengan penurunan
dalam sehari ± setengah - Akral teraba dingin
imun tubuh akibat
gelas - Kulit pucat
gangguan
Ds: Do:
hematologis
- Pasien mengeluh - Hb: 8,3 g/dl
(perdarahan)
pendarahan pada - Konjutiva anemis
pervaginam - Kulit pucat
dengan frekuensi 2 kali
dalam sehari ± 150 cc
Diagnosa
keperawatan yang
Do: ditemukan yaitu
- Hb : 8,7 g/dl ketidakefektifan
Ds:
- Ht : 25 % perfusi jaringan
- Pasien mengatakan badannya
- Konjungtiva perifer
terasa lemah
anemis
- Pasien mengatakan berhubungan
- CRT > 3 detik
telapak dengan
- Edema pada
tangannya tungkai pendarahan
sering kesemutan - Akral teraba dingin
- Warna kulit pucat

Do:
- Hb : 8,3 g/dl
- Konjungtiva
anemis
CRT > 3 detik
- Warna kulit pucat
Ds:
- Akral teraba dingin
- Pasien mengatakan badannya
terasa lemah Edema pada kedua
tungkai
- Pasien mengatakan
telapak
Diagnosa
tangannya
keperawatan yang
sering kesemutan
ditemukan yaitu

- Do: ketidakseimbangan
Ds: - Pasien tampak nutrisi berhubungan
- Pasien mengatakan nafsu dibantu keluarga dengan kurang
makannya menurun dalam memberikan
makan asupan nutrisi
- Pasien mengatakan - Mukosa bibir
terkadang merasa mual kering dan pucat
Pasien mengatakan BB nya - Tonus otot pasien
menurun menurun
Ds: - Kulit kering dan
tidak elastis
- Pasien mengatakan badannya
terasa lemah - BB turun dari 55
kg menjadi 52 kg
Pasien mengatakan berat
- Total protein :
badannya menurun 6,2g/dl
- Albumin : 2,6g/dl
Do:
- Mukosa bibir
kering dan pucat
- Pasien terlihat
kurus
- Tonus otot pasien
menurun
- Kulit kering dan
tidak elastis
- Pasien mendapat
terapi diit DH2
dengan jenis
makanan lunak
- Total protein: 5,8
g/dl
Albumin : 2,1 Diagnosa
g/dl
keperawatan yang
ditemukan yaitu
ketidakseimbangan
Ds: nutrisi berhubungan
- Pasien mengatakan nafsu Do: dengan kurang
makannya menurun - Pasien tampak asupan nutrisi
- Pasien mengatakan dibantu keluarga
terkadang merasa mual dalam memberikan
makan
Pasien mengatakan BB nya - Mukosa bibir
menurun kering dan pucat
Ds: - Tonus otot pasien
menurun
- Pasien mengatakan badannya
terasa lemah - Kulit kering dan
tidak elastis
Pasien mengatakan berat
- BB turun dari 55
badannya menurun kg menjadi 52 kg
- Total protein :
6,2g/dl
- Albumin : 2,6g/dl
Do:
- Mukosa bibir
kering dan pucat
- Pasien terlihat
kurus
- Tonus otot pasien
menurun
- Kulit kering dan
tidak elastis
- Pasien mendapat
terapi diit DH2
dengan jenis
makanan lunak
- Total protein: 5,8
g/dl
- Albumin : 2,1
g/dl

Rencana Keperawatan
Diagnosa kep Tujuan dan kriteria hasil Rencana tindakan
risiko hipovolemik Setelah dilakukan 1. Monitor adanya
berhubungan dengan penegakkan diagnosa respon konpensasi
perdarahan, keperawatan tentang risiko
terhadap syok
hipovolemik berhubungan
dengan perdarahan, 2. monitor adanya
intervensi keperawatan tanda-tanda respon
direncanakan selama 1x hari
sindroma inflamasi
rawatan dengan tujuan agar
pasien mampu mengatasi sistemik
resiko kehilangan darah 3. monitor suhu dan
dengan kriteria hasil: Tanda
status respirasi,
vital dalam batas normal.
Tugor kulit baik, Tidak ada periksa urin
sianosis, Suhu kulit hangat, terhadap adanya
Tidak ada diaporesis, darah dan protein
Membran mukosa
kemerahan, Tidak ada sesuai kebutuhan,
kehilangan darah yang monitor terhadap
terlihat, Tidak ada tanda/gejalah asites
perdarahan pervaginam,
dan nyeri abdomen
tidak ada penurunan
Hemoglobin (Hb). atau punggung,
4. berikan saran
kepada pasien yang
beresiko untuk
memakai atau
membawa tanda
informasi kondisi
medis,
5. anjurkan pasien dan
keluarga mengenai
tanda dan gejala
syok yang
mengancam jiwa,
dan anjurkan pasien
dan keluarga
mengenai langkah-
langkah timbulnya
gejala syok
Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan 1. Lakukan
dengan nekrosis atau penegakkan diagnosa pengkajian nyeri
trauma jaringan dan keperawatan tentang
refleks spasme otot 2. Berikan informasi
Nyeri akut
sekunder akibat tumor
berhubungan dengan mengenai nyeri,
nekrosis atau trauma seperti penyebab
jaringan dan refleks
nyeri, berapa nyeri
spasme otot sekunder
akibat tumor, intervensi yang dirasakan, dan
keperawatan antisipasi dari
direncanakan selama 1 x
ketidak nyamanan
hari rawatan dengan
tujuan agar pasien akibat prosedur.
mampu mengatasi nyeri 3. Ajarkan prinsip
dengan kriteria: manajemen nyeri.
pasien mampu mengenali
kapan nyeri terjadi, 4. Pemberian
mampu menggambarkan analgesik
faktor penyebab nyeri,
mampu menggunakan
tindakan pencegahan
nyeri, mampu
menggunakan tindakan
pengurangan nyeri tanpa
analgesik, dan mampu
melaporkan perubahan
terhadap gejalah nyeri.
resiko infeksi Setelah dilakukan 1. Kaji ulang riwayat
berhubungan dengan penegakkan diagnosa
kontraindikasi
penurunan imun tubuh keperawatan tentang tentang
sekunder akibat gangguan resiko infeksi pemasangan alat
hematologis (perdarahan) berhubungan dengan
pervaginam pada
penurunan imun tubuh
sekunder akibat gangguan pasien
hematologis (perdarahan)
2. Diskusikan
intervensi keperawatan
direncanakan selama 1 hari mengenai aktivitas-
rawatan dengan tujuan
aktivitas seksual
pasien mioma uteri mampu
melakukan pencegahan yang sesuai
infeksi secara secara
sebelum memilih
mandiri, nyeri berkurang,
tidak ditemukan cairan pada alat yang
vagina yang berbauk, warna
dimasukan,
urine normal
3. Intruksikan pasien
untuk melaporkan
ketidaknyamanan,
disuria, perubahan
warna, konsistensi,
dan frekuensi
cairan vagina,
4. Kaji kemampuan
pasien untuk
melakukan
perawatan secara
mandiri,
5. Observasi ada
tidaknya cairan
vagina yang
tidak normal dan
berbau
ketidakefektifan perfusi Setelah dilakukan 1. monitor adanya
jaringan perifer
penegakkan diagnosa daerah tertentu
berhubungan dengan
pendarahan keperawatan tentang yang hanya peka
ketidakefektifan perfusi terhadap panas,
jaringan perifer dan dingin,
berhubungan dengan 2. monitor adanya
perdarahan intervensi paretese
keperawatan direncanakan 3. monitor
kemampuan BAB
selama 5x hari rawatan dan BAK,
dengan tujuan agar pasien 4. kolaborasi
mampu BAK dan BAB
pemberian
lancar, dan perdarahan pada
pervagina membaik analgetik, dan
mendiskusikan
mengenai
perubahan sensasi

nutrisi kurang dari Setelah dilakukan 1. kaji adanya alergi


kebutuhan tubuh penegakan diagnosa tentang
makanan, anjurkan
berhubungan dengan nutrisi kurang dari
kurang asupan nutrisi kebutuhan tubuh kepada pasien untuk
berhubungan dengan
meningkatkan intake
kurang asupan nutrisi
intervensi keperawatan Fe,
direncanakan selama 5x hari
2. yakinkan diet yang
rawatan dengan tujuan agar
pasien mampu dimakan
mengidetifikasi kebutuhan
mengandung tinggi
nutrisi, dan tidak ada tanda-
tanda malnutrisi serat untuk
mencegah konstipasi,
3. kaji kemampuan
pasien untuk
mendapatkan nutrisi
yang dibutuhkan,
4. monitor adanya
penurunan berat
badan,
5. monitor kulit kering
dan perubahan
pigmentasi,
6. monitor turgor kulit,
monitor kadar
albumin, Hb dan
kadar Ht
7. catat adanya edema
hiperemik dan
hipertonik papila lidah

Implementasi Keperawatan

No Diagnosa Waktu Implementasi


1. Diagnosa keperawatan yang 10: 47
Memonitor adanya respon
ditemukan yaitu risiko syok WIB
hipovolemik berhubungan dengan konpensasi terhadap syok dengan
perdarahan.
mengukur tekanan darah,
memonitor adanya tanda-tanda
peningkatan suhu, mencegah
perdarahan, takikardi, takipnea,
hipokarbia, leukositosis,
leukopenia, memonitor terhadap
tanda/gejalah asites dan nyeri
abdomen atau punggung.

2. Tindakan keperawatan yang 10:05 Melakukan pengkajian nyeri


sudahdilakukan pada diagnosa komprehensip yang meliputi
nyeriakut berhubungan dengan lokasi, karakteristik, durasi,
nekrosis atau trauma frekuensi, kualitas, intensitas atau
jaringan dan refleks beratnya nyeri dan faktor pencetus.
mengobservasi adanya pentunjuk
nonverbal mengenai ketidak
nyamanan pasien, menggunakan
strategi komunikasi terapeutik
untuk mengetahui pengalaman
nyeri yang dirasakan pasien.

3. Tindakan keperawatan yang 10:47 Mengintruksikan pasien untuk


WIB
sudah dilakukan pada melaporkan ketidaknyamanan,
diangnosa keperawatan disuria, perubahan warna,
resiko infeksi berhubungan konsistensi, dan frekuensi cairan
dengan penurunan imun vagina, mengkaji kemampuan
tubuh sekunder akibat pasien untuk melakukan perawatan
gangguan hematologis secara mandiri, mengobservasi ada
(perdarahan) tidaknya cairan vagina yang tidak
normal dan berbau

4. Tindakan keperawatan yang sudah 10: 47 Memonitor adanya daerah tertentu


WIB
dilakukan pada diagnosa yang hanya peka terhadap panas,
ketidakefektifan perfusi dan dingin, menilai sirkulasi
jaringan perifer berhubungan perifer (nadi, edema, CRT, warna
dengan kurang pengetahuan dan suhu ekstermitas)
tentang faktor pemberat

5. Tindakan keperawatan yang 08:45 adalah mengidentifikasi alergi dan


WIB
sudah dilakukan untuk diagnosa intoleransi terhadap makanan,
ketidakseimbangan nutrisi memonitor kalori dan asupan
kurang dari kebutuhan tubuh nutrisi, mengidentifikasi adanya
berhubungan dengan kurang penurunan BB, memonitor
asupan nutrisi turgor kulit, memonitor adanya
mual muntah, mengidentifikasi
perubahan nafsu makan,
memonitor pucat pada konjungtiva.

Evaluasi keperawatan

No Diagnosa Evaluasi
1. Diagnosa keperawatan yang
S: Pasien mengatakan BAK masih sakit
ditemukan yaitu risiko syok
hipovolemik berhubungan dengan - Terdapat perdarahan
perdarahan.
pervaginam

O:
- Trombosit : 128.000/mm3
- Hb : 8,7 g/dl
Hasil pemeriksaan USG positif massa,
terdapat pendarahan pada ovarium akibat
massa
A: Masalah belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan
2. nyeri akut berhubungan dengan S:
nekrosis atau trauma jaringan dan
- Pasien mengatakan masih nyeri pada
refleks spasme otot sekunder
akibat tumor bagian perutnya
- Pasien mengatakan nyeri skala 5-6
dirasakan hilang timbul sekitar 2 menit
dan tidak menyebar
O:
- Pasien tampak gelisah dan meringis
- Pasien tampak melindungi daerah nyeri
- Nyeri tekan (+) pada abdomen kuadran
bawah
- TD : 90/60 mmHg
- N : 110 x/menit
- S : 37,5 C
- P : 22 x/menit

A:
- Masalah
belum teratasi

P:
Intervensi dilanjutkan
3. S:
Resiko infeksi berhubungan
- Pasien mengeluh pendarahan pada
dengan penurunan imun tubuh
pervaginam masih ada dengan
akibat gangguan hematologis
frekuensi 1 sampai 2 kali dalam
(perdarahan)
sehari ± setengah gelas

O:
- Hb 8,7 g/dl
Konjungtiva anemis
- Kulit pucat
- Akral teraba dingin
- CRT
>3
detik

A:
- Masalah
belum teratasi
P:
- Intervensi dilanjutkan

4. ketidakefektifan perfusi jaringan S: - Pasien mengatakan badannnya terasa


perifer berhubungan dengan lemah
kurang pengetahuan tentang - Pasien mengatakan telapak tangannya
faktor pemberat sering kesemutan
O:
Hb: 8,7 g/dl
Ht : 25%
- Konjungtiva anemis
- CRT > 3 detik
- Edema pada tungkai
- Akral teraba dingin
- Warna
kulit pucat
A:
- Masalah
belum teratasi P:
- Intervensi dilanjutkan

5. Tindakan keperawatan yang S:


sudah dilakukan untuk diagnosa
- Pasien mengatakan nafsu makannya
ketidakseimbangan nutrisi kurang
menurun
dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan kurang - Pasien mengatakan terkadang merasa
asupan nutrisi mual
- Pasien mengatakan BB
nya menurun

O:
- Pasien tampak dibantu keluarga
dalam
memberikan makan
- Mukosa bibir kering dan pucat
- Tonus otot pasien menurun
- Kulit kering dan tidak elastis
- Total protein: 6,2 g/dl
- Albumin
A: - Masalah
belum teratasi
P:
- Intervensi dilanjutkan
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan

Ditemukan pada practus genitalia wanita terutama di lapisan miometrium (Aspiani,


2017 ). Tumbuhnya mioma uteri menimbulkan penekanan pada pembuluh darah dan
organ di sekitar ovarium mengalami penekanan dan penyempitan serta mengalami
penurunan fungsinya pertumbuhan mioma uteri juga dapat mengakibatkan anemia
karena kehilangan darah (eritrosit) dalam sirkulasi darah sehingga tidak mampu
memenuhi fungsinya sebagai pembawa oksigen ke seluruh jaringan (Tarwono, dkk
2007). Sedangkan menurut manuba (2009) mioma uteri dalam kehamilan dapat
menyebabkan infertilitas, dapat menyebabkan abortus, dapat menyebabkan gangguan
jalan persalinan, dapat menyebabkan pendarahan post partum dan kehamilan dapat
mempercepat pembesaran mioma uteri karena rangsangan estrogen.

B. Saran
Diharapkan dapat memberikan pelayanan kesehatan semaksimal mungkin dan
mempertahankan hubungan kerjasama baik antara tim kesehatan maupun dengan
pasien sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan asuhan keperawatan pada
pasien mioma uteri sehingga tidak memperpanjang hari perawatan dan tujuan dapat
tercapai.
DAFTAR PUSTAKA

Aspiani, Y, R. (2017). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta: TIM

Nugroho, T. (2012). Obstetri dan Ginekologi. Yokyakarta: Nuha Medika

Robbins. (2007). Buku Ajar Patologi. Edisi 7. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai