DISUSUN OLEH
KELOMPOK 1
KETUT SASTRAWAN ( 2214201136 )
GUSTI AYU SRI MUDAWATI ( 2214201138 )
NI MADE RINI ( 2214201140 )
I PUTU WAHYU ARSANDI ( 2214201142 )
PUTU CYNTHIA DEWI ( 2214201144 )
I GEDE APRILLEO SUARDIKA ( 2214201148 )
NI PUTU AYU MITHA PRATAMA DEWI ( 2214201146 )
EUSEBIO APARICIOFREITAS DE FATIMA G. ( 2214201150 )
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. karena dengan rahmat
dan hidayahnya penyusun dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Makalah
dengan judul” ASUHAN KEPERAWATAN PADA BP.MS DENGAN DIABETES MILLITUS
TIPE II DIRUANG AYODYA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SANJIWANI GIANYAR”
yang di ajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata kuliah Keperawatan Dewasa.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam
penyusunan makalah ini. Kami sadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari
sempurna, maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang telah
membaca makalah ini, demi perbaikan dimasa yang akan datang.
Kelompok 1
2
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 4
B. Tujuan Penulisan 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi 5
B. Klasifikasi 5
C. Etiologi 6
D. Patofisiologi 7
E. Faktor Predisposisi 10
F. Pemeriksaan Penunjang 13
G. Prognosis 15
H. Penatalaksanaan 15
I. Konsep Keperawatan 18
BAB IV PEMBAHASAN 62
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan 67
B. Saran 67
DAFTAR PUSTAKA
3
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latarbelakang
Diabetes Melitus (DM) merupakan salah satu penyakit berbahaya yang dikenal
oleh masyarakat Indonesia dengan nama penyakit kencing manis. DM adalah penyakit
gangguan metabolik yang terjad’i secara kronis atau menahun karena tubuh tidak
mempunyai hormon insulin yang cukup akibat gangguan pada sekresi insulin, hormon
insulin yang tidak bekerja sebagaimana mestinya atau keduanya (Kemenkes RI, 2014).
Mufeed Jalil Ewadh (2014) menyebutkan bahwa DM adalah penyakit gangguan
metabolik dengan ciri ditemukan konsentrasi glukosa yang tinggi di dalam darah
(hiperglikemia).
World Health Oragnization atau WHO (2016) menyebutkan bahwa Penyakit ini
ditandai dengan munculnya gejala khas yaitu poliphagia, polidipsia dan poliuria serta
sebagian mengalami kehilangan berat badan. DM merupakan penyakit kronis yang sangat
perlu diperhatikan dengan serius. DM yang tidak terkontrol dapat menyebabkan beberapa
komplikasi seperti kerusakan mata, ginjal pembuluh darah, saraf dan jantung.
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, Diabetes Mellitus
merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan ciri hiperglikemia yang terjadi
karena beberapa sebab yaitu karena kelainan sekresi insulin, kinerja insulin atau kedua-
duanya (Perkeni, 2011). Didefinisikan sebagai DM jika pernah didiagnosis menderita
kencing manis oleh dokter atau belum pernah didiagnosis menderita kencing manis oleh
dokter tetapi dalam 1 bulan terakhir mengalami gejala sebagai berikut, yaitu sering lapar,
sering haus, sering buang air kecil dalam jumlah banyak dan berat badan turun
(Riskesdas, 2013).
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dari pembuatan makalah ini diharapkan mahasiswa mampu
memberikan asuhan keperawatan pada pasien diabetes melitus
4
2. Tujuan Khusus
Mahasiswa diharapkan mampu :
a. Memahami konsep medis diabetes melitus
b. Memahami konsep keperawatan diabetes melitus
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Diabetes mellitus adalah penyakit yang ditandai dengan adanya hiperglikemia yang
disebabkan oleh ketidakmampuan dari organ pancreas untuk memproduksi insulin atau
kurangnya sensitivitas insulin pada sel target tersebut. Abnormalitas pada metabolisme
karbohidrat, lemak dan protein yang ditemukan pada penderita penyakit diabetes mellitus
terjadi dikarenakan kurangnya aktivitas insulin pada sel target.(Kerner and Brückel,
2014).
Diabetes mellitus adalah sekelompok kelainan yang ditandai oleh peningkatan kadar
glukosa darah (hiperglikemia). Mungkin terdapat penurunan dalam kemampuan tubuh
untuk berespon terhadap insulin dan atau penurunan atau tidak terdapatnya pembentukan
insulin oleh pancreas. Kondisi ini mengarah pada hiperglikemia, yang dapat
menyebabkan terjadinya komplikasi metabolic akut seperti ketoasidosis diabetic.
Hiperglikema jangka panjang dapat menunjang terjadinya komplikasi mikrovaskular
kronis (penyakit ginjal dan mata) serta komplikasi neuropati. Diabetes juga berkaitan
dengan kejadian penyakit makrovaskuler, termasuk infark miokard, stroke, dan penyakit
vaskuler perifer.(brunner and suddarth, 2002: 109).
Jadi dapat disimpulkan bahwa diabetes mellitus adalah gangguan metabolic yang
ditandai dengan jumlah glukosa dalam darah melebihi batas normal (Hiperglikemia) yang
disebabkan oleh ketidakmampuan dari organ pancreas untuk memproduksi insulin.
B. Klasifikasi
Diabetes melitus dapat diklasifikasikan dalam klasifikasi umum sebagai berikut:
5
1. Diabetes melitus tipe 1 biasanya mengarah ke defisiensi insulin absolut yang
disebabkan oleh kerusakan pada sel β pankreas.
2. Diabetes melitus tipe 2 disebabkan oleh resistensi insulin yang menyebabkan
kerusakan progresif pada sekresi hormon insulin.
3. Diabetes melitus gestasional terdiagnosa pada kehamilan trimester kedua atau ketiga
dan biasanya tidak permanen. Setelah melahirkan akan kembali dalam keadaan
normal.
Diabetes melitus tipe lain, seperti diabetes neonatal, adanya penyakit cystic fibrosis,
pengaruh obat atau pasca transplantasi (ADA, 2016).
C. Etiologi
Menurut price (2009 : 112 ) ,diabetes mellitus digolongkan menjadi 2 yaitu:
1. IDDM (Insulin Dependent Diabetes Mellitus) yaitu karena faktor genetik. Penyakit
ini timbul karena kerusakan immunologik pada sel-sel yang memproduksi insulin
pada sel beta pankreas. Diabetes millitus tipe ini disebabkan oleh beberapa faktor :
6
Etiologi atau factor penyebab penyakit Diabetes Melitus bersifat heterogen, akan
tetapi dominan genetik atau keturunan biasanya menjanai peran utama dalam
mayoritas Diabetes Melitus (Riyadi, 2011).
Adapun faktor – faktor lain sebagai kemungkinan etiologi penyakit Diabetes Melitus
antara lain :
a. Kelainan pada sel B pankreas, berkisar dari hilangnya sel B sampai dengan terjadinya
kegagalan pada sel Bmelepas insulin.
b. Faktor lingkungan sekitar yang mampu mengubah fungsi sel B, antara lain agen yang
mampu menimbulkan infeksi, diet dimana pemasukan karbohidrat serta gula yang
diproses secara berlebih, obesitas dan kehamilan.
c. Adanya gangguan sistem imunitas pada penderita / gangguan sistem imunologi
d. Adanya kelainan insulin
e. Pola hidup yang tidak sehat
D. Patofisiologi
7
reseptor sehingga dibutuhkan insulin yang lebih banyak dari biasanya untuk
mempertahankan kadar glukosa darah agar tetap normal. Sensitivitas insulin untuk
menurunkan glukosa darah dengan cara menstimulasi pemakaian glukosa di jaringan otot
dan lemak serta menekan produksi glukosa oleh hati menurun. Penurunan sensitivitas
tersebut juga menyebabkan resistensi insulin sehingga kadar glukosa dalam darah tinggi
(Prabawati, 2012).
Kadar glukosa darah yang tinggi selanjutnya berakibat pada proses filtrasi yang
melebihi transpor maksimum. Keadaan ini mengakibatkan glukosa dalam darah masuk ke
dalam urin (glukosuria) sehingga terjadi diuresis osmotik yang ditandai dengan
pengeluaran urin yang berlebihan (poliuria). Banyaknya cairan yang keluar menimbulkan
sensasi rasa haus (polidipsia). Glukosa yang hilang melalui urin dan resistensi insulin
menyebabkan kurangnya glukosa yang akan diubah menjadi energi sehingga
menimbulkan rasa lapar yang meningkat (polifagia) sebagai kompensasi terhadap
kebutuhan energi. Penderita akan merasa mudah lelah dan mengantuk jika tidak ada
kompensasi terhadap kebutuhan energi tersebut (Hanum, 2013).
Diabetes mellitus adalah suatu penyakit dimana kadar glukosa di dalam darah
tinggi karena tubuh tidak dapat melepaskan atau menggunakan insulin secara cukup
sehingga mengakibatkan terjadinya penumpukan gula dalam darah yang menyebabkan
terjadinya hiperglikemia. Glukosa secara normal bersirkulasi dalam jumlah tertentu
dalam darah.Glukosa dalam tubuh dibentuk di dalam hati dari makanan yang dikonsumsi
ke dalam tubuh. Insulin merupakan hormon yang diproduksi oleh pankreas yang
berfungsi untuk memfasilitasi atau mengendalikan kadar glukosa dalam darah dengan
mengatur produksi dan penyimpanannya. Defisiensi insulin ini menyebabkan
penggunaan glukosa dalam tubuh menurun yang akan menyebabkan kadar glukosa darah
dalam plasma tinggi atau hiperglikemi. Keadaan hiperglikemi ini akan menyebabkan
terjadinya glukosuria dikarenakan glukosa gagal diserap oleh ginjal ke dalam sirkulasi
darah dimana keadaan ini akan menyebabkan gejala umum diabetes mellitus yaitu
polyuria, polydipsia, dan polyphagia.(Kerner and Brückel, 2014)
8
Pathway
1. Pathway
DM tipe I DM tipe II
Difisiensi Insulin
Kelemahan
Perfusi
Makro vaskuler Mikro vaskuler perifer
Aktivitas tidak
menurun efektif
Jantung Serebral
Retina
keletihan
Miocard Penyumbatan Retina diabetik
infark pada otak
Gangguan penglihatan
Nekrosis luka
Gangren
Gangguan integritas
kulit/jaringan
9
Penyakit DM dapat menimbulkan berbagai gejala-gejala pada penderita. Gejala-
gejala yang muncul pada penderita DM sangat bervariasi antara satu penderita dengan
penderita lainnya bahkan, ada penderita DM yang tidak menunjukkan gejala yang khas
penyakit DM sampai saat tertentu. Gejala-gejala DM tersebut telah dikategorikan
menjadi gejala akut dan gejala kronis (Fitriyani, 2015).
Gejala akut DM pada permulaan perkembangan yang muncul adalah banyak
makan (poliphagia), banyak minum (polidipsia) dan banyak kencing (poliuria). Keadaan
DM pada permulaan yang tidak segera diobati akan menimbulkan gejala akut yaitu
banyak minum, banyak kencing dan mudah lelah.
Gejala kronik DM adalah Kulit terasa panas, kebas, seperti tertusuk-tusuk jarum,
rasa tebal pada kulit, kram, kelelahan, mudah mengantuk, penglihatan memburuk
(buram) yang ditandai dengan sering berganti lensa kacamata, gigi mudah goyah dan
mudah lepas, keguguran pada ibu hamil dan ibu melahirkan dengan berat bayi yang lebih
dari 4 kilogram.
F. Faktor Predisposisi
Yang termasuk faktor predisposisi/faktor risiko DM menurut Perkeni (2011) yaitu: Faktor
risiko yang tidak bisa dimodifikasi (unmodifiable risk factor) adalah Faktor risiko yang
sudah ada dan melekat pada seseorang sepanjang kehidupannya. Sehingga faktor risiko
tersebut tidak dapat dikendalikan oleh dirinya. Faktor risiko DM yang tidak dapat di
modifikasi antara lain:
1. Ras dan etnik
Ras atau etnik yang dimaksud contohnya seperti suku atau kebudayaan setempat
dimana suku atau budaya dapat menjadi salah satu factor risiko DM yang berasal dari
lingkungan sekitar (Masriadi,2012).
2. Riwayat keluarga dengan DM
Seorang anak yang merupakan keturunan pertama dari orang tua dengan DM (Ayah,
ibu, laki-laki, saudara perempuan) beresiko menderita DM. Bila salah satu dari kedua
orang tuanya menderita DM maka risiko seorang anak mendapat DM tipe 2 adalah
15% dan bila kedua orang tuanya menderita DM maka kemungkinan anak terkena
10
DM tipe 2 adalah 75%. Pada umunya apabila seseorang menderita DM maka saudara
kandungnya mempunyai resiko DM sebanyak 10% (Kemenkes, 2008). Ibu yang
terkena DM mempunyai resiko lebih besar 10-30% dari pada ayah dengan DM. Hal
ini dikarenakan penurunan gen sewaktu dalam kandungan lebih besar dari seorang
ibu (Trisnawati & Soedijono, 2013).
3. Usia
Risiko untuk menderita intoleransi glukosa meningkat seiring dengan meningkatnya
usia. Pada usia lebih dari 45 tahun sebaiknya harus dilakukan pemeriksaan DM.
Diabetes seringkali ditemukan pada masyarakat dengan usia yang sudah tua karena
pada usia tersebut, fungsi tubuh secara fisiologis makin menurun dan terjadi
penurunan sekresi atau resistensi insulin sehingga kemampuan fungsi tubuh untuk
mengendalikan gluskosa darah yang tinggi kurang optimal (Gusti & Ema, 2014).
4. Riwayat kelahiran
Melahirkan bayi dengan berat badan lahir bayi yaitu lebih dari 4000 gram atau
riwayat pernah menderita diabetes mellitus gestasional (DMG) berpotensi untuk
menderita DM tipe 2 maupun gestasional. Wanita yang pernah melahirkan anak
dengan berat lebih dari 4 kg biasanya dianggap sebagai praDiabetes
(Kemenkes,2008).
Melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah yaitu kurang dari 2,5 kg. Bayi yang
lahir dengan berat badan rendah mempunyai risiko yang lebih tinggi dibanding dengan
bayi lahir dengan berat badan normal. Seseorang yang lahir dengan BBLR dimungkinkan
memiliki kerusakan pankreas sehingga kemampuan pankreas untuk memproduksi insulin
akan terganggu. Hal tersebut menjadi dasar mengapa riwayat BBLR seseorang dapat
berisiko terhadap kejadian BBLR (Kemenkes, 2008).
Faktor risiko yang bisa dimodifikasi :
1. Berat badan berlebih (IMT > 23 kg/m2).
Obesitas adalah ketidakseimbangan antara konsumsi kalori dengan kebutuhan energi
yang disimpan dalam bentuk lemak (jaringan subkutan tirai usus, organ vital jantung,
paru-paru, dan hati). Obesitas juga didefinisikan sebagai kelebihan berat badan.
Indeks masa tubuh orang dewasa normalnya ialah antara 18,5-25 kg/m2. Jika lebih
11
dari 25 kg/m2 maka dapat dikatakan seseorang tersebut mengalami obesitas (Gusti &
Erna, 2014).
2. Obesitas abdominal
Kelebihan lemak di sekitar otot perut berkaitan dengan gangguan metabolik, sehingga
mengukur lingkar perut merupakan salah satu cara untuk mengukur lemak perut
(Balkau, 2014). Seorang yang mengalami obesitas abdominal (Lingkar perut pria >90
cm sedangkan pada wanita >80 cm) maka berisiko 5,19 kali menderita Diabetes
Mellitus Tipe 2. Hal ini dapat dijelaskan bahwa obesitas sentral khususnya di perut
yang digambarkan oleh lingkar pinggang dapat memprediksi gangguan akibat
resistensi insulin pada DM tipe 2 (Trisnawati dkk, 2013).
Pada orang yang menderita obesitas, dalam tubuhnya terjadi peningkatan pelepasan asam
lemak bebas (Free Fatty Acid/FFA) dari lemak visceral yaitu lemak pada rongga perut
yang lebih resisten terhadap efek metabolik insulin dan juga lebih sensitive terhadap
hormon lipolitik. Peningkatan FFA menyebabkan hambatan kerja insulin sehingga terjadi
kegagalan uptake glukosa ke dalam sel yang memicu peningkatan produksi glukosa
hepatik melalui proses glukoneosis (Kemenkes, 2008).
12
olahraga/kegiatan jasmani, insulin akan bekerja lebih baik, sehingga glukosa dapat masuk
ke dalam sel-sel otot untuk digunakan (Soegondo, 2008).
1. Hipertensi (> 140/90 mmHg)
Disfungsi endotel merupakan salah satu patofisiologi umum yang
menjelaskan hubungan yang kuat antara tekanan darah dan kejadian Diabetes
Mellitus tipe 2. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa penanda disfungsi
endotel berhubungan dengan durasi lamanya menderita Diabetes dan disfungsi
endotel berkaitan erat dengan hipertensi (Conen dkk, 2007). Beberapa literatur
mengaitkan hipertensi dengan resistensi insulin. Pengaruh hipertensi terhadap
kejadian Diabetes mellitus disebabkan oleh penebalan pembuluh darah arteri yang
menyebabkan diameter pembuluh darah menjadi menyempit. Hal ini yang akan
menyebabkan proses pengangkutan glukosa dari dalam darah ke sel menjadi
terganggu. Seorang yang hipertensi berisiko 2,3 kali untuk terkena Diabetes
Mellitus tipe 2 (Wiardani, 2010).
2. Dislipidemia (HDL < 35 mg/dL dan atau trigliserida > 250 mg/dL)
Dislipidemia merupakan salah satu faktor risiko utama dari aterosklerosis
dan penyakit jantung koroner. Arteosklerosis dapat menyebabkan aliran darah
terganggu. Dislipidemia adalah salah satu komponen dalam trias sindrom
metabolik selain Diabetes dan hipertensi (Pramono, 2009).
3. Diet tak sehat (unhealthy diet)
Diet dengan tinggi gula dan rendah serat akan meningkatkan risiko
menderita prediabetes dan akhirnya menderita diabetes mellitus tipe 2.
Faktor lain yang terkait dengan risiko diabetes :
4. Penderita Polycystic Ovary Syndrome (PCOS) atau penderita mempunyai
keadaan klinis lain yang mungkin masih terkait dengan resistensi insulin.
5. Penderita sindrom metabolik yang memiliki riwayat toleransi glukosa terganggu
(TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT) sebelumnya.
6. Memiliki riwayat penyakit kardiovaskular, seperti penyakit stroke, PJK, atau PAD
(Peripheral Arterial Diseases).
13
F. Pemeriksaan Penunjang
14
pasien yang bebas diit dan
beraktivitaas fisik 3 hari
sebelum tes, tidak
dianjurkan pad (1)
hiperglekimia yang sedang
puasa (2) orang yang
mendapat thiazide, dilantin
propanolol, lasix, tiroid,
estrogen, pil KB, steroid
(3) pasien yang dirawat
Tes toleransi glukosa Sama untuk TTGO Dilakukan jika TTGO
intravena (TTGI) merupakan kontra indikasi
kelainan gastrointestinal
yang mempengaruhi
glukosa
G. Prognosis
Prognosis dari DM bergantung pada pola hidup yang dilakukan oleh pasien dalam
mengontrol kadar gula nya. Pasien dengan kontrol glikemik ketat (HbA1c < 7%), tanpa
disertai riwayat gangguan kardiovaskuler, dan juga tidak ada gangguan mikrovaskuler
serta makrovaskuler akan mempunyai harapan hidup lebih lama. Namun jika pasien
memiliki riwayat penyakit kardiovaskuler dan telah menderita diabetes lama (≥ 15 tahun)
akan mempunyai harapan hidup lebih singkat, walaupun telah melakukan kontrol
glikemik ketak sekalipun (Khardori, 2017). DM dapat menyebabkan mortalitas dan
morbiditas karena dapat berkomplikasi pada penyakit kardiovaskuler, penyakit ginjal,
gangguan pembuluh darah perifer, gangguan saraf (neuropati), dan retinopati.
Pengontrolan kadar glikemik merupakan cara efektif untuk pencegahan DM (Khardori,
2017).
15
H. Theraphy / Penatalaksanaan
16
- Protein : 10 – 20 % total asupan energy
- Serat : 20 – 35 gram/hari
Salah satu kunci keberhasilan pengaturan makanan ialah asupan makanan dan
pola makan yang sama sebelum maupun sesudah diagnosis,serta makanan yang tidak
berbeda dengan teman sebaya atau denganmakanan keluarga.Jumlah kalori yang
dibutuhkan oleh tubuh disesuaikan dengan faktor-faktor jenis kelamin, umur,
aktivitas fisik, stress metabolic, dan berat badan. Untuk penentuan status gizi, dipakai
penghitungan Indeks Massa Tubuh (IMT). Rumus yang dipakai dalam penghitungan
adalah IMT = BB(kg)/TB(m2).(PERKENI, 2015)
3. Latihan Jasmani
Kegiatan jasmani sehari – hari dan latihan jasmani dilakukan teratur sebanyak 3
- 4 kali seminggu selama kurang lebih 30 - 45 menit, dengan total kurang lebih 150
menit perminggu. Latihan jasmani dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki
sensitifitas terhadap insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah.
Latihan jasmani yang dimaksud ialahjalan, bersepeda santai, jogging, berenang.
(PERKENI, 2015).
Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran
jasmani.Dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan kadar glukosa darah sebelum
melakukan kegiatan jasmani. Jika kadar glukosa darah <100 mg/dl pasien dianjurkan
untuk menkonsumsi karbohidrat terlebih dahulu, jika kadar glukosa darah 90-250
mg/dL, tidak diperlukan ekstra karbohidrat (tergantung lama aktifitas dan respons
individual).dan jika >250 mg/dl dianjurkan untuk tidak melakukan aktivitas jasmani.
(PERKENI, 2015)
4. Terapi farmakologis
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pola pengaturan makanan dan
latihan jasmani.Terapi farmakologis terdiri dari obat hipoglikemik oral dan injeksi
17
insulin.Pemberian obat oral atau dengan injeksi dapat membantu pemakaian gula
dalam tubuh penderita diabetes.
5. Obat Hipoglikemik Oral (OHO)
Golongan sulfonilurea dapat menurunkan kadar gula darah secara adekuat pada
penderita diabetes tipe-2, tetapi tidak efektif pada diabetes tipe-1. Contohnya adalah
glipizid, gliburid, tolbutamid dan klorpropamid. Obat ini menurunkan kadar gula
darah dengan cara merangsang pelepasan insulin oleh pankreas dan meningkatkan
efektivitasnya.Obat lainnya, yaitu metformin, tidak mempengaruhi pelepasan insulin
tetapi meningkatkan respon tubuh terhadap insulinnya sendiri. Akarbos bekerja
dengan cara menunda penyerapan glukosa di dalam usus.Obat hipoglikemik per-oral
biasanya diberikan pada penderita diabetes tipe-2 jika diet dan oleh raga gagal
menurunkan kadar gula darah dengan cukup.(PERKENI, 2015).
6. Injeksi Insulin
Terapi insulin digunakan ketika modifikasi gaya hidup dan obat hipoglikemik oral
gagal untuk mengontrol kadar gula darah pada pasien diabetes.Pada pasien dengan
diabetes tipe-1, pankreas tidak dapat menghasilkan insulin sehingga harus diberikan
insulin pengganti.Pemberian insulin hanya dapat dilakukan melalui suntikan, insulin
dihancurkan di dalam lambung sehingga tidak dapat diberikan per-oral.Ada lima jenis
insulin dapat digunakan pada pasien dengan diabetes mellitus berdasarkan pada
panjang kerjanya. Ada Insulin Kerja Cepat, Kerja Pendek, Kerja Menengah, Kerja
Panjang, dan Campuran. (PERKENI, 2015).
18
Adanya rasa kesemutan pada kaki / tungkai bawah, rasa raba yang menurun,
adanya luka yang tidak sembuh – sembuh, adanya nyeri pada luka atau luka tidak
terasa nyeri
(2) Riwayat Penyakit Sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka serta upaya yang
telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya
(3) Riwayat Penyakit Dahulu
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit lain yang ada kaitannya
dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas. Adanya riwayat penyakit
jantung, obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di dapat
maupun obat-obatan yang biasa digunakan oleh penderita.
c. Pemeriksaan fisik 6B
a) B1( Breathing )
Tachypnea, dispnea, ortopnea, batuk, dan edema pulmonal akut.
b) B2 ( Blood )
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang, palpitasi, hipertensi
atau hipotensi, takikardi atau bradikardi, aritmia, dapat menyebabkan pembesaran
tiroid (peningkatan kebutuhan metabolik).
c) B3 ( Brain )
Pusing, pening, sakit kepala, reflek tendon menurun, gangguan penglihatan,
anastesia atau kebas, impotensi (pada pria), kacau mental, disorientasi, mengantuk
(somnolen), letargi, stupor sampai koma.
d) B4 ( Bladder )
Poliuria, nokturia, dapat berkembang menjadi oliguria atau anuria jika terjadi
hipovolemia berat, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat
berkemih bila ada infeksi pada saluran perkemihan
e) B5 (Bowel)
Rasa haus atau banyak minum (polidipsi), rasa lapar (polifagi), mual, muntah,
anoreksia, perubahan berat badan.
f) B6 Bone
19
Lemah, letih, sulit bergerak atau berjalan, penurunan kekuatan otot, parastesia,
kesemutan, ulkus pada ekstremitas dan penyembuhannya lama, kulit kering atau
bersisik, gatal, turgor kulit jelek, nyeri.
20
3) Monitor pernapasn (frekuensi, kedalaman)
4) Monitor suhu tubuh.
5) Monitor oksimentri nadi.
6) Monitor tekanan nadi (selisih TDS dan TDD).
7) Identifikasi penyebab perubahan tanda vital.
Terapeutik
1) Atur interval pemantauan sesuai kondisi pasien.
2) Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
1) Jelaskan tujuan prosedur pemantauan.
2) Informasikan hasil pemantauan, jika perlu.
21
2) Identifikasi situasi yang menyebabkan kebutuhan insulin meningkat (mis. Penyakit
kambuhan).
3) Monitor kadar glukosa darah, Jika perlu.
4) Monitor tanda dan gejala hiperglikemia (mis. Poliuria, polidipsia, polifagia,
kelemahan, malaise, pandangan kabur, sakit kepala).
5) Monitor intake dan output cairan.
6) Monitor keton urin, kadar analisa gas darah, elektrolit, tekanan darah ortostatik dan
frekuensi nadi.
Terapeutik
1. Berikan asupan cairan oral
2. Konsultasi dengan medis jika tanda dan gejala hiperglikemia tetap ada atau
memburuk.
3. Fasilitasi ambulasi jika ada hipotensi ortostatik.
Edukasi
1. Anjurkan menghindari olahraga saat kadar glukosa darah lebih dari 250 mg/dL.
2. Anjurkan monitor kadar glukosa darah secara mandiri.
3. Anjurkan kepatuhan terhadap diet dan olahraga.
4. Ajarkan indikasi dan pentingnya pengujian keton urine, jika perlu.
5. Ajarkan pengelolaan diabetes (mis. Penggunaan insulin, obat oral, monitor asupan,
cairan penggantian karbohidrat, dan bantuan profesional kesehatan).
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian insulin, jika perlu.
2. Kolaborasi pemberian cairan IV, jika perlu.
3. Kolaborasi pemberian kalium, jika perlu.
22
d. Nafas cuping hidung menurun
e. Sianosis membaik
f. Pola napas membaik
Rencana tindakan:
Observasi
1) Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas
2) Monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea, hiperventilasi, Kussmaul,
Cheyne-strokes, Biot, ataksik)
3) Monitor kemampuan batuk efektif
4) Monitor adanya produksi sputum
5) Monitor adanya sumbatan jalan napas
6) Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
7) Auskultasi bunyi napas
8) Monitor saturasi oksigen
9) Monitor nilai AGD
10) Monitor hasil x-ray thorax
Terapeutik
1) Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
2) Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
1) Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
2) Informasikan hasil pemantauan. jika perlu
Kolaborasi
1) Kolaborasi penentuan dosis oksigen
2) Kolaborasi penggunaan oksigen saat beraktivitas dan/atau tidur
23
b) Asupan makan meningkat
c) Asupan cairan meningkat
d) Energi untuk makan meningkat
e) Kemampuan merasakan makanan meningkat
f) Kemampuan menikmati makanan meningkat
g) Asupan nutrisi meningkat
h) Stimulus untuk makan meningkat
Rencana tindakan:
Observasi
1) Periksa status gizi, status alergi, program diet. Kebutuhan dan kemampuan
pemenuhan kebutuhan gizi.
2) Identifikasi kemampuan dan waktu yang tepat menerima informasi.
Terapeutik
1) Persiapkan materi dan media seperti jenis-jenis nutrisi, tabel makanan penukar,
cara mengelola, cara menakar makanan.
2) Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan.
3) Berikan kesempatan untuk bertanya.
Edukasi
1) Jelaskan pada pasien dan keluarga alergi makanan, makanan yang harus dihindari,
kebutuhan jumlah kalori, jenis makanan yang dibutuhkan pasien.
2) Ajarkan cara melaksanakan diet sesuai program (mis. Makanan tinggi protein,
rendah garam, rendah kalori).
3) Jelaskan hal-hal yang dilakukan sebelum memberikan makan (mis. Perawatan
mulut, penggunaan gigi palsu, obat-obatan yang harus diberikan sebelum makan).
4) Demonstrasikan cara membersihkan mulut.
5) Demonstrasikan cara mengatur posisi saat makan.
6) Ajarkan pasien atau keluarga memonitor asupan kalori dan makanan (mis.
Menggunakan buku harian).
7) Ajarkan pasien dan keluarga memantau kondisi kekurangan nutrisi.
8) Anjurkan mendemonstrasikan cara memberi makan, mnghitung kalori,
menyiapkan makanan sesuai program diet.
24
ii. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan mampu
berpartisipasi pada aktifitas yang diinginkan dan mampu melakukan perawatan diri
sendiri
Kriteria Hasil:
a) Saturasi oksigen meningkat
b) Kemudahan dalam melakukan aktivitas sehari-hari meningkat
c) Kecepatan berjalan meningkat
d) Jarak berjalan meningkat
e) Kekuatan tubuh bagian atas meningkat
f) Kekuatan tubuh bagian bawah meningkat
g) Toleransi dalam menaiki tangga
h) Keluhan lelah menurun
i) Dyspnea saat aktivitas menrun
j) Dyspnea setelah beraktivitas menurun
k) Tekana darah membaik
l) Frekuensi napas membaik
m) EKG iskemia membaik
Rencana tindakan :
Observasi
1) Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan
2) Monitor kelelahan fisik dan emosional
3) Monitor pola dan jam tidur
4) Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktivitas
Terapeutik
1) Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (mis. Cahaya, suara,
kunjungan)
25
2) Lakukan latihan rentang gerak pasih dan/atau aktif
3) Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
4) Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat berpindah atau berjalan
Edukasi
1) Anjurkan tirah baring
2) Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
3) Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan tidak
berkurang
4) Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan
Kolaborasi
1) Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan makanan
26
2) Lakukan pemijatan pada area tulang, jika perlu.
3) Bersihkan perineal dengan air hangat, terutama selama periode diare.\
4) Gunakan produk berbahan pretolium atau minyak pada kulit kering.
5) Gunakan produk berbahan ringan, alami, dan hipoalergik pada kulit sensitif.
6) Hindari produk berasar alcohol pada kulit kering.
Edukasi
1) Anjurkan menggunakan pelembab (mis. Lotion, serum).
2) Anjurkan minum air yang cukup.
3) Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi.
4) Anjurkan meningkatkan asupan buah dan sayur.
5) Anjurkan menghindari terpapar suhu ekstrim
6) Njurkan menggunakan tabir surya SPF minimal 30 saat berada diluar rumah.
7) Anjurkan mandi dan menggunakan sabun secukupnya.
4. Evaluasi
Hasil yang diharapkan:
a. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan hiperglikemia.
a. Tanda vital dalam rentang normal. Td: 110-125/60-80 mmHg, Suhu: 36,5-
37,50c, Nadi: 60-100 x/menit, RR: 16-20 x/menit.
b. Denyut nadi perifer menurun
c. Warna kulit pucat menurun
d. Nyeri ekstremitas menurun
e. Kelemahan otot menurun
f. Nekrosis menurun
27
f) Berkeringat menurun
g) Rasa haus menurun
h) Kesulitan bicara menurun
i) Kadar glukosa dalam darah membaik
j) Kadar glukosa dalam urine membaik
k) Palpitasi membaik
l) Jumlah urine membaik
28
c) Kecepatan berjalan meningkat
d) Jarak berjalan meningkat
e) Kekuatan tubuh bagian atas meningkat
f) Kekuatan tubuh bagian bawah meningkat
g) Toleransi dalam menaiki tangga
i) Keluhan lelah menurun
j) Dyspnea saat aktivitas menrun
k) Dyspnea setelah beraktivitas menurun
l) Tekana darah membaik
m) Frekuensi napas membaik
n) EKG iskemia membaik
BAB 3
I. PENGKAJIAN
1. Identitas
1. Identitas Pasien
29
Nama :Bp.MS
Umur : 67 Tahun
Agama : Hindu
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status : Menikah
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Tidak bekerja
Suku Bangsa : Bali
Alamat : Br.Manukaya Tampaksiring Gianyar
Tanggal Masuk : 24 Agustus 2023( pk. 10.00 wita )
Tanggal Pengkajian ......................................................................................................:
25 Agustus 2023 ( pk. 10.00 wita )
No. Register : 6444xx
Diagnosa Medis : DM Tipe II
2. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan Utama (Saat MRS)
Pasien mengatakan badannya terasa lemas, merasa pusing sampai tidak bisa berdiri,
berkeringat dingin, dan muntah lebih dari 3 kali saat dirumah, isi muntahan hanya air saja
2. Keluhan saat pengkajian
Pasien mengatakan badannya masih terasa lemas, kepalanya masih pusing, namun sudah
tidak berkeringat dingin, dan sudah tidak muntah.
3. Riwayat penyakit sekarang
30
Pasien datang ke IGD RSUD pada tanggal 24 Agustus 2023 jam 10.00 wita dengan
keluhan lemas, pusing sampai tidak bisa berdiri, dan muntah lebih dari 3 kali , sejak
pk.06.00. Isi muntahan hanya air saja. Kemudian oleh anaknya di bawa ke IGD RSUD
Sanjiwani Gianyar, di IGD pasien dipasangkan infus dan disarankan untuk opname.
31
24 Agustus IVFD Nacl 0.9% 20 Tpm IV Cairan isotonik
2023
24 Agustus Lantus 1x 10 IU SC Long action
2023
24 Agustus Ranitidin 2x 1 ampul IV Histamin antagonis
2023 H2,untuk
menurunkan
sekresi asam
lambung
24 Agustus Paracetamol flash K/P IV Antibiotik
2023 analgetik
24 Agustus Novorapid 3x8 unit SC Untuk mengurangi
2023 tingkat gula darah
tinggi
c. Pola Eliminasi
1. BAB
32
Sebelum sakit :
Pasien mengatakan sebelum sakit BAB tidak ada gangguan, Pasien mengatakan BAB
1x perhari yaitu pada pagi hari dengan kosistensi lembek
Saat sakit :
Pasien mengatakan saat sakit pasien belum BAB sejak kemarin
2. BAK
Sebelum sakit :
Pasien mengatakan sebelum sakit BAK 3- 4 kali sehari dengan warna kuning jernih
Saat sakit :
Pasien mengatakan BAK 4x sehari dengan warna urine kuning jernih, urine
ditampung dalam botol bekas air mineral, dalam 24 jam didapatkan 1400 cc
d. Pola Gerak dan aktivitas
Aktivitas : ADL tampak dibantu oleh istrinya.
Kemampuan 0 1 2 3 4
Perawatan Diri
Makan dan Minum √
Mandi √
Toileting √
Berpakaian √
Berpindah √
0: Mandiri, 1: Alat bantu, 2: Dibantu orang lain, 3: Dibantu orang lain dan alat, 4:
Tergantung total.
33
f. Pola Persepsi-Konsep diri
Citra tubuh : Pasien mengatakan menyukai semua bagian dari tubuhnya
Identitas diri : Pasien mengatakan bernama Bp.MS, umur 67 tahun, berasal dari
Manukaya, Tampaksiring, Gianyar
Peran diri : Pasien mengatakan dirinya adalah seorang suami, ayah dan
kakek, dan merupakan bagian dari anggota keluarga yang saat ini tidak bisa ikut dalam
kegiatan rumah, dan merasa tidak berdaya.Pasien tampak gelisah.
Ideal diri : Pasien mengatakan merasa khawatir dengan akibat dari kondisi
yang sedang dihadapi, merasa tidak berdaya.
Harga diri : Pasien mengatakan tidak malu dengan penyakitnya
h. Pola Peran-Hubungan
Pasien mengatakan dirinya adalah seorang bapak, seorang suami, dan seorang
kakek.Hubungan pasien dengan anaknya dan istri serta keluarganya yang lain baik.
i. Pola Seksual-Reproduksi
Pasien mengatakan sudah menjalani kehidupan rumah tangga dan merasa bahagia
dengan kehidupan rumah tangganya, serta sudah mempunya 2 orang anak.
j. Pola Toleransi Stress-Koping
Pasien mengatakan ketika mempunyai masalah, selalu menceritakan kepada istri dan
anaknya, dan saat ini merasa khawatir dengan akibat dari kondisi yang dihadapinya,
dan merasa tidak berdaya.
k. Pola Nilai-Kepercayaan
34
Pasien mengatakan beragama Hindu dan bersembahyang saat upacara keagamaan, dan
berdoa untuk kesembuhannya.
4. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum : Lemah, wajah tampak pucat
Tingkat kesadaran : komposmetis , BB 70 kg. TB 170cm
GCS= 15 (E: 4 M: 6 V: 5)
b. Tanda-tanda Vital : TD =100/60mmHg, Nadi = 80x/menit, RR =18x/menit , Suhu
=360C , Sp O2 98%
c. Keadaan fisik
Kepala dan Leher
Kepala:
Inspeksi: Penyebaran rambut merata, warna rambut hitam dan sudah banyak ubanan,
tidak ada ketombe, kulit kepala bersih
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
Mata:
Inspeksi : Mata kanan dan kiri simetris, konjungtiva anemis, sklera tidak
ikterik,fungsi penglihatan normal
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
Hidung
Inspeksi : bentuk simetris, penghidu normal.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
Mulut
Inspeksi : bentuk simetris, mukosa bibir kering, mulut bersih, gigi lengkap
Telinga
Telinga kanan dan kiri simetris, tidak ada pembengkakan, pendengaran normal
Leher
Tidak ada pembengkakan pada kelenjar limfe, tiroid,tidak ada pembesaran vena
jugularis.
Dada
Paru
35
Inspeksi : Dada kanan dan kiri simetris, tidak ada otot bantu pernafasan
Palpasi : Vibrasi tachle premitus teraba
Perkusi : Suara paru sonor
Auskultasi : Suara paru vesikuler
Jantung
Inspeksi : simetris kanan dan kiri,tidak ada lesi, tidak ada murmur dan
gollop
Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan
Perkusi : Terdengar suara dullnes
Auskultasi : Suara jantung S1, S2 Reguler
Abdomen
Inspeksi : Bentuk abdomen datar, tidak ada benjolan, tidak ada lesi
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
Perkusi : Suara perkusi timpany
Auskultasi : Suara bising usus terdengar 7x/ menit
Genetalia
Tidak Terkaji
Integumen
Inspeksi : Warna kulit sawo matang, tidak ada lesi
Ekstremitas
Atas
Inspeksi :Tangan kanan dan kiri simetris, tidak ada lesi, tidak ada edema, tidak ada
clubing finger, telapak tangan tampak pucat
Palpasi : Akral dingin, CRT 3 detik, turgor kulit elastis.
Bawah
Inspeksi : kaki simetris, telapak kaki tampak pucat
Palpasi : Akral dingin, CRT 3 detik, turgor kulit elastis
d. Pemeriksaan Penunjang
Data laboratorium yang berhubungan
36
1. 24 Agustus Hgb 9,9 g/dL 11.0 – 16.0
2023
Hct 36,2 % 37.0 – 34.0
Wbc 12,52 10ˆ3/uL 4 - 10
PLT 330 10ˆ3/uL 150 - 450
GDS 230 mg/dL
SGOT 13 U/L < 35
SPGT 8 U/L < 41
Ur 53,0 mg/dL 18 - 55
Cr 0,93 mg/dL 0,67 – 1,17
Na 136 mmol/l 135 - 147
K 3,8 mmol/l 3,5 – 5,0
Chlorida 98 mmol/l 95 – 108
Albumin 3,60 g/dL 3,5 – 5,2
3. 24 Agustus Rapid test IgM Non reaktif
2023
24 Agustus Rapid test IgG Non reaktif
2023
6. 24 Agustus GDP 170 mg/dL
2023
2JPP 191 mg/dL
5. ANALISA DATA
A. Tabel Analisa Data
DATA Interpretasi MASALAH
(Sesuai dengan patofisiologi)
DS:- pasien mengatakan perub pola hidup Keletihan
badannya masih lemas dan
pusing
sel beta pankreas terganggu
- Pasien mengatakan
pemenuhan
inadekuat insulin
kebutuhannya dibantu
oleh istrinya
hiperglikemi
DO:Pasien tampak masih
lemah, dan hanya berbaring
ditempat tidur
37
DATA Interpretasi MASALAH
(Sesuai dengan patofisiologi)
- tampak tidak mampu glukagon meningkat
mempertahankan aktivitas
rutin hati tidak dapat menyimpan glukosa
38
dan bawah teraba dingin
-wajah tampak pucat Hiperglikemi
-telapak kaki tampak pucat
-CRT 3 detik Viscositas darah meningkat
Iskemik jaringan
39
N TANGGAL / DIAGNOSA KEPERAWATAN TANGGAL
O JAM TERATASI
DITEMUKAN
10.00 wita mulut tampak kering, gula darah puasa 170
mg/dL, gula darah 2 jam PP 191 mg/dL
3.
Keletihan berhubungan dengan kondisi
fisiologis ( penyakit kronis : DM) ditandai
dengan pasien mengeluh badan terasa lemas,
pasien mengatakan pemenuhan kebutuhannya
25 Agustus dibantu oleh istrinya, pasien tampak masih
2023
lemah, dan hanya berbaring di tempat
10.00 wita tidur,tampak tidak mampu melakukan aktivitas
rutin, tampak pemenuhan kebutuhan dibantu
oleh istrinya. wajah tampak pucat, konjungtiva
anemis.
25 Agustus
2023
10.00 wita
40
N Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan Rasional
o Keperawatan
D ( SLKI ) ( SIKI )
x ( SDKI)
41
1. Perfusi perifer tidak Setelah diberikan asuhan Intervensi Utama : 1. Untuk mengetahui
efektif berhubungan keperawatan selama 2 x Perawatan sirkulasi keadaan sirkulasi
perifer pada pasien,
dengan hiperglikemi 24 jam diharapkan
Observasi : sehingga bisa
ditandai dengan pasien perfusi perifer meningkat menentukan tindakan
mengatakan badannya dengan kriteria hasil: 1.Periksa sirkulasi yang tepat untuk
perifer( nadi perifer, edema, pasien.
terasa lemas, pasien keluhan lemas berkurang, pengisian kapiler, warna
tampak lemas, akral KU tampak membaik, kulit, suhu)
pada ekstremitas atas akral membaik 2.Untuk mengetahui
2.Monitor panas, kemerahan
kondisi ekstremitas
dan bawah teraba wajah pucat berkurang bengkak, pada ekstremitas.
pasien.
dingin, wajah tampak pucat pada telapak
Terapeutik :
pucat, telapak tangan tanagn dan kaki Agar tidak terjadi
-Hindari pemasangan infus keterbatasan perfusi
dan kaki pucat ,CRT 3 berkurang
atau pengambilan darah di
dtk Pengisian kapiler area keterbatasan perfusi Agar terhindar dari
membaik < 3 dtk. infeksi
-Lakukan pencegahan infeksi
Agar kebutuhan
-Lakukan hidrasi yang tepat cairan pasien
pada pasien terpenuhi
42
mengatakan badannya lemas menurun, keluhan menyebabkan kebutuhan keadaan yang
terasa lemas, dan haus menurun, kadar insulin meningkat menyebabkan
kebutuhan insulin
merasa haus, mukosa gula darah dalam batas
meningkat, sehingga
mulut tampak kering, normal bisa dihindari hal –
gula darah puasa 170 GDS = 100 – 130mg/dL hal tersebut
3.Monitor kadar gula 3.Untuk mengetahui
mg/dL, gula darah 2 2 JAM PP =120-160 darah( pagi 06.00 dan 21.00)
kadar glukosa darah
jam PP 191 mg/dL mg/dL sehingga bisa
menentukan dan
berkolaborasi tentang
pemberian insulin.
4.Monitor tanda dan gejala 4. mengetahui tanda
hiperglikemi( malaise, dan gejala, untuk
polyuria,polifagia, dan menentukan tindakan
polydipsia, sakit kepala) yang segera dapat
diberikan untuk
menstabilkan kadar
gula darah pasien
Terapeutik
6.Memenuhi
6.Berikan asupan cairan oral kebutuhan cairan
sesuai kebutuhan tubuh
7.Agar mendapatkan
7.Konsultasikan dengan
penanganan segera
medis jika ada tanda
untuk menjaga agar
hiperglikemi tetap atau
kondisi kadar gula
memburuk
darah pasien normal
8.Agar pasien
mengenali sedini
Edukasi mungkin tanda dan
8.Mengingatkan untuk gejala hiperglikemi,
43
memonitor tanda dan gejala sehingga bisa
bila terjadi peningkatan kadar mendapatkan
glukosa darah pertolongan segera ,
atau sedini mungkin
dapat mengontrol diri
agar menghindari
penyebab kenaikan
kadar gula darah.
9.Anjurkan kepatuhan
terhadap diet
9. Faktor diet adalah
salah satu penentu
keadaan gula darah
pasien tetap bisa
dijaga untuk stabil.
3.
Intervensi Utama
Keletihan berhubungan 1.Untuk menentukan
Manjemen energi tindakan penanganan
dengan kondisi
44
fisiologis( penyakit Observasi yang tepat.
kronis: DM dan Setelah diberikan asuhan 1.Identifikasi hal – hal yang 2. Agar dapat
menentukan seberapa
anemia) ditandai keperawatan selama mengakibatkan kelelahan
kegiatan yang dapat
dengan pasien 2x24 jam diharapkan 2.Monitor kelelahan fisik dan dilakukan oleh pasien
mengeluh badan terasa keletihan menurun emosional dan seberapa tingkat
ketergantungan
lemas, pasien dengan kriteria : keluhan Terapeutik
pasien
mengatakan pemenuhan badan lemas
3.Sediakan lingkungan yang
kebutuhannya dibantu menurun,pasien 3.Membantu pasien
nyaman dan rendah stimulus
beristirahat dengan
oleh istrinya,pasien menunjukkan kemudahan
cukup, mempercepat
tampak masih lemah, melakukan pemenuhan pemulihan tenaga.
dan hanya berbaring kebutuhan secara mandiri 4.Lakukan latihan rentang 4.Latihan rentang
gerak pasif dan aktif sesuai gerak bertahap
ditempat tidur, tampak secara bertahap, warna
kemampuan pasien membantu
tidak mampu wajah pucat menurun peregangan agar
melakukan aktivitas badan terasa lebih
rutin, tampak Edukasi segar
45
dengan ancaman 24 jam diharapkan Reduksi Ansietas
terhadap kematian tingkat ansietas menurun Observasi 1.Identifikasi yang
ditandai dengan : dengan kriteria: tepat memudahkan
1.Identifikasi saat tingkat untuk memberikan
pasien mengatakan -Verbalisasi khawatir stress
tindakan keperawatan
khawatir dengan akibat kondisi yang berubah( kondisi,waktu,stress
akibat kondisi yang diahadapi menurun or) 2.Untuk mengatahui
hal yang dirasakan
dihadapinya,merasa -Verbalisasi tidak 2.Monitor tanda tanda
oleh pasien
tidak berdaya menurun ansietas( verbal nonverbal)
3.Membantu pasien
berdaya,tampak -Perilaku gelisah 3.Identifikasi pengambilan
menentukan hal yang
gelisah, dan wajah menurun keputusan bisa dilakukan secara
tampak pucat. - Wajah pucat berkurang mandiri untuk
mengurangi
kecemasan
5.Rasa empati
petugas penting
5.Pahami situasi yang dalam memberikan
membuat pasien merasa asuhan keperawatan
ansietas
6.Menumbuhkan rasa
6.Gunakan pendekatan yang percaya pasien
tenang dan meyakinkan terhadap asuhan
keperawatan yg
diberikan perawat.
7.Support sistem
7.Libatkan dukungan yang baik, membantu
46
keluarga yang dibutuhkan mengurangi ansietas
keluarga( istri dan anaknya) pasien.
9.Agar pasien
9.Informasikan secara factual memahami tindakan
mengenai pengobatan, dan untuk dirinya.
perawatan yg dilakukan 10. Meningkatkan
10.Latih tehnik relaksasi ketenangan dan
napas dalam membuat pasien lebih
rileks.
Kolaborasi
11.pemberian obat
11.Kolaborasi pemberian obat ansietas jika
ansietas bila diperlukan diperlukan membantu
mengurangi ansietas
pasien.
47
D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
48
diberikan.
49
tampak pucat , CRT 3 detik.
Memberikan KIE agar DS: pasien mengatakan akan
pasien menggunakan kaos memakai kaos kaki
kaki, agar kaki lebih hangat DO : Pasien tampak dipakaikan
kaos kaki oleh istrinya.
4 Melatih tehnik relaksasi DS: Pasien mengatakan akan
Pk. 17.00 wita napas dalam terus melatih tehnik relaksasi
napas dalam, dan merasa lebih
baikan
DO : pasien tampak melakukan
tehnik relaksasi napas dalam
50
4 Menginformasikan secara DS : Pasien mengatakan
Pk. 18.00 faktual pengobatan dan mengerti tentang penjelasan
perawatan yg akan yang diberikan, dan
dilakukan kepada pasien mengatakan akan mengikuti
anjuran dan pengobatan untuk
dirinya.
DO : Pasien tampak kooperatif
dalam perawatan yg diberikan.
2 Menjelaskan tindakan yang DS : pasien mengatakan
akan dilakukan memberikan mengerti dan mengijinkan
injeksi Novorapid 8 IU pada pemberian injeksi.
lengan kiri, dan sensasi DO : Pasien tampak kooperatif
yang sedikit sakit dengan penjelasan yang
diberikan. Injeksi sudah
diberikan / SC
51
2 Memonitor intake dan DS –
output DO : balance cairan 6 jam dari
pk.18.00- 24.00
Infus : 360 cc
Minum : 500 cc
Urine 800 cc
BC (+) 60 cc PU: 1,90 cc / jam
Memberikan injeksi Obat sudah diberikan , reaksi
Ranitidin 1 ampul/IV allergi tidak ada.
52
akan dilakukan memberikan mengerti dan mengijinkan
injeksi Novorapid 8 IU pada pemberian injeksi.
lengan kiri, dan sensasi DO : Pasien tampak kooperatif
yang sedikit sakit dengan penjelasan yang
diberikan. Injeksi sudah
diberikan / SC
53
Menjelaskan tindakan yang DS : pasien mengatakan
2 akan dilakukan memberikan mengerti dan mengijinkan
injeksi Novorapid 8 IU pada pemberian injeksi.
lengan kiri, dan sensasi DO : Pasien tampak kooperatif
yang sedikit sakit dengan penjelasan yang
1 diberikan.
4
Menginformasikan secara DS : Pasien mengatakan
54
faktual pengobatan dan mengerti tentang penjelasan
perawatan yg akan yang diberikan, dan
dilakukan kepada pasien mengatakan akan mengikuti
anjuran dan pengobatan untuk
dirinya.
1,2,3 DO : Pasien tampak kooperatif
dalam perawatan yg diberikan
55
BC (+) 360 cc
PU 1,60 cc
56
output DO : balance cairan 6 jam dari
pk. 24.00 – 06.00 wita
Infus : 360 cc
Minum : 400 cc
Pk.06.00 wita Urine 800 cc
BC (-) 40 cc PU: 1,90 cc / jam
BC 24 jam : ( + 90cc)
2 Intake ( infus dan minum) 3790
Output ( urine dan IWL) 3700
PU = 1,90 cc/jam
57
aktif sesuai kemampuan menggerakkan memutar bahu
pasien dan melatih tehnik dan pergelangan tangan, dan
relaksasi napas dalam bisa duduk ditempat tidur,
sudah bisa kencing ke kamar
mandi, berjalan dipegang
istrinya. dan sudah tidak
1,2,3 pusing.
Pasien mengatakan tetap
melakukan tehnik relaksasi
napas dalam, dan merasa lebih
tenang menghadapi kondisinya.
DO : pasien tampak bisa
melakukan gerakan memutar
bahu, dan pergelangan tangan,
dan tampak bisa duduk
ditempat tidur, dan berjalan
kekamar mandi, dibantu
istrinya.
58
Memberikan injeksi DS:-
1 Novorapid 8 IU / SC pada DO : obat sudah diberikan / SC
lengan kiri
59
dalam perawatan yg diberikan
60
sedikit sakit yg mungkin
terasa dari lanset yg dipakai.
2 Melakukan Pengukuran
Pk. 22.00 wita kadar GDS
DS : pasien mengatakan
Menjelaskan tindakan yang mengerti dan mengijinkan
akan dilakukan memberikan pemberian injeksi.
injeksi Lantus 10 IU pada DO : Pasien tampak kooperatif
lengan kiri, dan sensasi dengan penjelasan yang
yang sedikit sakit diberikan. Injeksi Lantus 10
IU/SC sudah diberikan
2
Pk.24.00 wita
DS –
Memonitor intake dan DO : balance cairan 6 jam dari
output pk.18.00- 24.00
Infus : 360 cc
Minum : 500 cc
Urine 900 cc
BC (- 40 cc)PU: 2,1 cc / jam
28 Agustus Obat sudah diberikan , reaksi
2023 1,2,3 Memberikan injeksi allergi tidak ada.
10.00 wita Ranitidin 1 ampul/IV
DS : pasien mengatakan
Pk.06.00 wita Mengukur vital sign dan badannya sudah terasa baikan,
memeriksa sirkulasi perifer sudah tidak pusing, dan merasa
2 dapat tidur.
DO : KU pasien baik, suhu
36,5oC, nadi 80 x/ mnt, respirasi
18x/ menit, TD 110 / 70 mmHg,
Sp O2 99%.
Acral teraba hangat, tampak
merah muda , CRT < 3 detik.
DS –
Memonitor intake dan DO : balance cairan 6 jam dari
output pk. 24.00 – 06.00 wita
Infus : 360 cc
Minum : 390 cc
Urine 700 cc
4 BC (+) 50 cc PU: 1,66cc / jam
61
BC 24 jam : ( -270cc)
Intake ( infus dan minum) 3530
Output ( urine dan IWL) 3800
PU = 1,96 cc/jam
DS : Pasien mengijinkan
pemerikasaan kadar GDS
Menjelaskan tindakan DO : Hasil GDS : 125mg/dL
pengukuran GDS yg akan
dilakukan dan sensasi
sedikit sakit yg mungkin
terasa dari lanset yg dipakai.
1 Melakukan Pengukuran
kadar GDS
Pk.07.00 wita
62
istrinya. dan sudah tidak
pusing.
DO : pasien tampak bisa
melakukan gerakan memutar
bahu, dan pergelangan tangan,
dan tampak bisa duduk
ditempat tidur, dan berjalan
kekamar mandi, dibantu
istrinya.
63
E. Evaluasi Keperawatan
Tgl/Jam No Evaluasi Ttd
Dx
29 Agustus 4. S: Pasien mengatakan merasa lebih baikan, dan merasa
2023 lebih tenang, dalam menghadapi kondisinya.
Pk.10.00 wita O : Ku tampak membaik, tidak tampak pucat, tidak tampak
gelisah
A: Masalah teratasi
P: pertahankan kondisi pasien
29 Agustus 3 S: Pasien mengatakan sudah bisa duduk dan berjalan ke
2023 kamar mandi untuk kencing berjalan dibantu istrinya, dan
Pk.10.00 wita sudah tidak merasa pusing, sudah bisa makan sendiri sambil
duduk
O: KU tampak membaik, pasien tampak mampu berjalan ke
kamar mandi dengan dipegang istrinya, tampak bisa makan
sendiri, wajahnya sudah tidak pucat.
A: Masalah teratasi
P: Pertahankan kondisi pasien
29 Agustus 2 S: Pasien mengatakan sudah merasa baikan, tidak ada
2023 pusing, nafsu makannya membaik
Pk.10.00 wita O:Ku pasien tampak baik, wajah tidak pucat, GDS 130
mg/Dl. Acral hangat
A: Masalah teratasi
P: pertahankan kondisi pasien
29 Agustus 1 S: Pasien mengatakan sudah baikan, dan sudah tidak merasa
2023 pusing
64
Pk.10.00 wita O: Ku tampak baik, wajah sudah tidak pucat, acral hangat,
warna acral merah muda, TD 110/70 mmHg
A: Masalah teratasi
P: Lanjutkan intervensi, pertahankan kondisi pasien
BAB 4
PEMBAHASAN
Asuhan keperawatan pada pasien dengan diabetes mellitus tipe II meliputi pengkajian, diagnosa,
perencanaan, intervensi, dan evaluasi. Beberapa diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien
dengan diabetes mellitus tipe II antara lain:
1. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan hiperglikemia ditandai dengan, pasien
mengatakan badannya terasa lemas,pasien tampak lemas, Akral pada ekstremitas atas dan
bawah teraba dingin, wajah tampak pucat, telapak kaki tampak pucat, CRT 3dtk.
2. Ketidakstabilan kadar glukosa darah ( hiperglikemi) berhubungan dengan disfungsi pankreas
ditandai dengan pasien mengatakan badannya terasa lemas dan merasa haus, mukosa mulut
tampak kering, gula darah puasa 170 mg/dL, gula darah 2 jam PP 191 mg/Dl
3. Keletihan berhubungan dengan kondisi fisiologis ( penyakit kronis : DM) ditandai dengan
pasien mengeluh badan terasa lemas, pasien mengatakan pemenuhan kebutuhannya dibantu
oleh istrinya, pasien tampak masih lemah, dan hanya berbaring di tempat tidur,tampak tidak
mampu melakukan aktivitas rutin, tampak pemenuhan kebutuhan dibantu oleh istrinya. wajah
tampak pucat, konjungtiva anemis.
4. Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap kematian ditandai dengan pasien
mengatakan khawatir dengan akibat kondisi yang dihadapinya, merasa tidak berdaya, tampak
gelisah, dan wajah tampak pucat.
Perencanaan keperawatan meliputi pemeriksaan gula darah, ketidakstabilan kadar
glukosa darah, keletihan, ansietas selain itu pemberian diet nutrisi yang tercukupi merupakan
sumber energi agar bisa memenuhi kebutuhan tubuh untuk melakukan aktivitas. Evaluasi
65
dilakukan Pasien melaporkan bahwa ia merasa lebih baik dan lebih tenang dalam
menghadapi kondisinya. Selain itu, pasien juga mengatakan bahwa ia sudah bisa duduk dan
berjalan ke kamar mandi untuk buang air kecil dengan dibantu oleh istrinya, serta sudah tidak
merasa pusing dan sudah bisa makan sendiri sambil duduk. Hasil pemeriksaan menunjukkan
bahwa kondisi pasien membaik, tidak tampak pucat, dan tidak tampak gelisah. Berdasarkan
hal ini, dapat disimpulkan bahwa masalah yang ada telah teratasi. Untuk menjaga kondisi
pasien, perlu dilakukan tindakan lanjutan dan mempertahankan kondisi yang telah dicapai.
Selain itu, pasien juga melaporkan bahwa ia merasa lebih baik, tidak merasa pusing, dan
nafsu makannya membaik. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa kondisi pasien baik,
wajahnya tidak pucat, dan gula darahnya dalam rentang normal. Dalam hal ini, masalah juga
telah teratasi dan perlu dilakukan langkah-langkah untuk mempertahankan kondisi pasien.
Pasien juga melaporkan bahwa ia sudah merasa baik dan tidak merasa pusing. Hasil
pemeriksaan menunjukkan bahwa kondisi pasien baik, wajahnya tidak pucat, suhu
ekstremitas normal, dan tekanan darah dalam rentang normal. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa masalah yang ada telah teratasi dan perlu dilakukan intervensi lanjutan
serta mempertahankan kondisi pasien.
Intervensi utama dalam asuhan keperawatan pada pasien dengan diabetes mellitus tipe II
meliputi perawatan sirkulasi, manajemen hiperglikemia, manajemen energi, dan reduksi
ansietas. Untuk perawatan sirkulasi, observasi yang dilakukan meliputi pemeriksaan sirkulasi
perifer seperti nadi perifer, edema, pengisian kapiler, warna kulit, dan suhu, serta monitoring
panas, kemerahan, dan bengkak pada ekstremitas. Terapeutik yang dilakukan meliputi
hindari pemasangan infus atau pengambilan darah di area keterbatasan perfusi, lakukan
pencegahan infeksi, dan lakukan hidrasi yang tepat pada pasien. Selain itu, edukasi yang
diberikan adalah anjurkan program diet yang tepat sesuai dengan jadwal, jumlah, dan jenis
makanan yang dianjurkan oleh rumah sakit. Untuk manajemen hiperglikemia, observasi yang
dilakukan meliputi identifikasi kemungkinan penyebab hiperglikemia, identifikasi situasi
yang menyebabkan kebutuhan insulin meningkat, monitoring kadar gula darah, dan
monitoring tanda dan gejala hiperglikemia seperti malaise, polyuria, polifagia, polydipsia,
dan sakit kepala. Terapeutik yang dilakukan meliputi memberikan asupan cairan oral sesuai
kebutuhan dan berkonsultasi dengan medis jika ada tanda hiperglikemia yang tetap atau
memburuk. Edukasi yang diberikan meliputi mengingatkan untuk memonitor tanda dan
66
gejala bila terjadi peningkatan kadar glukosa darah, anjurkan kepatuhan terhadap diet, dan
ajarkan pengelolaan diabetes seperti penggunaan insulin, monitoring asupan cairan, dan
penggantian karbohidrat. Untuk manajemen energi, observasi yang dilakukan meliputi
identifikasi hal-hal yang mengakibatkan kelelahan dan monitoring kelelahan fisik dan
emosional. Terapeutik yang dilakukan meliputi menyediakan lingkungan yang nyaman dan
rendah stimulus serta melakukan latihan rentang gerak pasif dan aktif sesuai kemampuan
pasien. Edukasi yang diberikan adalah anjurkan melakukan kegiatan secara bertahap dan
menghubungi perawat jika keluhan tidak berkurang. Kolaborasi yang dilakukan adalah
dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan makanan. Untuk reduksi ansietas,
observasi yang dilakukan meliputi identifikasi saat tingkat stress berubah, monitoring tanda-
tanda ansietas, dan identifikasi pengambilan keputusan. Terapeutik yang dilakukan meliputi
menciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan, memahami situasi yang
membuat pasien merasa ansietas, dan menggunakan pendekatan yang tenang dan
meyakinkan serta melibatkan dukungan keluarga yang dibutuhkan. Edukasi yang diberikan
meliputi menjelaskan setiap prosedur termasuk sensasi yang mungkin dialami, informasikan
secara factual mengenai pengobatan dan perawatan yang dilakukan, dan latih teknik relaksasi
napas dalam. Kolaborasi yang dilakukan adalah dengan pemberian obat ansietas bila
diperlukan.
BAB 5
PENUTUP
A. Kesimpulan
Diabetes Mellitus (DM) adalah penyakit gangguan metabolik yang disebabkan oleh
peningkatan kadar gula darah karena kerusakan insulin, gangguan aktivitas insulin atau
kekurangan sekresi insulin di dalam tubuh. DM tipe 2 terjadi karena perilaku pola makan
yang tidak benar. DM tipe 2 terjadi dengan adanya peningkatan kadar gula darah didalam
tubuh. Penderita DM tipe 2 memiliki risiko terjadinya komplikasi penyakit lainnya seperti
stroke, jantung, penyempitan pembuluh darah dan bahkan kanker. Penanganan DM meliputi
perawatan diri, pengaturan pola makan, aktivitas fisik, pemantauan kadar gula darah, dan
pengobatan. Asuhan keperawatan pada pasien DM meliputi pengkajian, diagnosa,
perencanaan, intervensi, dan evaluasi. Beberapa diagnosa keperawatan yang muncul pada
67
pasien dengan DM tipe 2 antara lain perfusi perifer tidak efektif, ketidakstabilan kadar
glukosa darah, keletihan, dan ansietas. Intervensi utama dalam asuhan keperawatan pada
pasien dengan DM tipe 2 meliputi perawatan sirkulasi, manajemen hiperglikemia,
manajemen energi, dan reduksi ansietas.
B. SARAN
Selalu mengingatkan kepada pasien DM tentang pentingnya menjaga pola konsumsi yang
baik, dengan memperhatikan diet makanan secara teratur, serta melakukan aktivitas fisik
yang cukup. Selain itu, perlu dilakukan pemantauan kadar gula darah secara berkala dan
menjaga keteraturan minum obat.
DAFTAR PUSTAKA
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima
Medika
Indriastuti, Na. 2008. Laporan Asuhan Keperawatan Pada Ny. J Dengan Efusi Pleura dan
Diabetes Mellitus Di Bougenvil 4 RSUP dr Sardjito Yogyakarta. Yogyakarta: Universitas
Gadjah Mada
Bhandary B, Rao S & Sanal., 2013. The Effect of Perceived Stress and Family Functioning on
People with Type 2 Diabetes Mellitus. Journal of Clinical and Diagnostic Research.
Vol. 7(12), pp. 2929-2931
Padila. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika.
Wijaya Andra Sefari & Yessie Mariza Putri. 2013. Keperawatan Medikal Bedah .Yogyakarta:
Nuha Medika.
68