Anda di halaman 1dari 14

MIOMA UTERI

DISUSUN OLEH ;
NURIDA SIRAIT 1420121169
SETIA TIUR ERLINA 1420121175
RENOVA SINURAT 1420121157

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


IMMANUEL BANDUNG
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
KELAS C 2021

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Mioma Uteri adalah neoplasma yang berasal dari otot uterus dan jaringan ikat yang
menumpangnya sehingga dapat disebut juga dengan leiomioma, fibriomioma atau fibroid
(Prawirohardjo Sarwono,2009). Salah satu masalah kesehatan pada kaum wanita yang
insidensinya terus meningkat adalah mioma uteri. Mioma uteri menempati urutan kedua
setelah kanker serviks berdasarkan jumlah angka kejadian penyakit.
Penelitian Marino (2004) di Italia melaporkan 73 kasus mioma uteri dari 341 wanita
terjadi pada usia 30-60 tahun dengan prevalensi 21,4%. Penelitian Boynton (2005) di
Amerika melaporkan 7.466 kasus mioma uteri dari 827.348 wanita usia 25-42 tahun
dengan prevalensi 0,9%. Penelitian Pradhan (2006) di Nepal melaporkan 137 kasus
mioma uteri dari 1.712 kasus ginekologi dengan prevalensi 8%. Penelitian Okizei O
(2006) di Nigeria (Departement of Gynecology, University of Nigeria Teaching Hospital
Enugu) melaporkan mioma uteri 190 diantara 1.938 kasus ginekologi dengan prevalensi
9.8%. Penelitian Rani Akhil Bhat (2006) di India (Departement of Obstetric and
Gynecology, Kasturba Medical College and Hospital) terdapat 150 kasus mioma uteri,
dan 77 kasus terjadi pada wanita umur 40-49 tahun dengan prevalensi 51%, dan 45 kasus
terjadi pada wanita umur lebih dari 50 tahun dengan prevalensi 30%.
Derajat kesehatan salah satunya didukung dengan kaum wanita yang memperhatikan
kesehatan reproduksi karena hal tersebut berdampak pada berbagai aspek kehidupan.
Penyebab pasti mioma uteri belum diketahui secara pasti, diduga merupakan penyakit
multifaktor karena memiliki banyak faktor dan resikonya meningkat seiiring dengan
bertambahnya usia.
Berdasarkan multifaktor tersebut, kewaspadaan wanita terhadap resiko mioma uteri
sangat dibutuhkan. Dalam hal ini peran perawat berpengaruh dalam men jawab
kebutuhan klien dengan mioma uteri. Yaitu memberikan asuhan keperawatan yang tepat
pada klien dengan mioma uteri serta menjalankan fungsi perannya sebagai health
educator.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami dan menyusun Asuhan Keperawatan Mioma Uteri
2. Tujuan Khusus
a. Memahami Pengertian dari Mioma Uteri
b. Memahami Etiologi dari Mioma Uteri
c. Memahami Patofisiologi dari Mioma Uteri
d. Memahami Pathway dari Mioma Uteri
e. Memahami Pemeriksaan Penunjang dari Mioma Uteri
f. Memahami Penatalaksanaan dari Mioma Uteri
BAB II
KONSEP DASAR

A. Pengertian
Mioma uteri adalah suatu tumor jinak berbatas tegas tidak berkapsul yang berasal
dari otot polos dan jaringan ikat fibrous. Biasa juga disebut fibromioma uteri, leiomioma
uteri atau uterine fibroid. Tumor jinak ini merupakan neoplasma jinak yang sering
ditemukan pada traktus genitalia wanita, terutama wanita sesudah produktif (menopouse).
Mioma uteri jarang ditemukan pada wanita usia produktif tetapi kerusakan reproduksi
dapat berdampak karena mioma uteri pada usia produktif berupa infertilitas, abortus
spontan, persalinan prematur dan malpresentasi (Aspiani, 2017).
Mioma uteri yaitu tumor jinak pada rahim, selain bisa ganas, lebih sering
muncul tumor jinak pada rahim atau mioma uteri. Jenis tumornya tidak hanya satu.
Bisa tumbuh dibagian dinding luar rahim, pada otot rahimnya, atau bisa juga
dibagian dinding dalam rahim sendiri. Ini jenis tumor yang lebih banyak
ditemukan. Rata-rata pada wanita di atas usia 30 tahun (Irianto, 2015).

B. Etiologi
Menurut Aspiani ada beberapa faktor yang diduga kuat merupakan faktor
predisposisi terjadinya mioma uteri.
1. Umur Mioma uteri ditemukan sekitar 20% pada wanita usia produktif dan sekitar
40%-50% pada wanita usia di atas 40 tahun. Mioma uteri jarang ditemukan
sebelum menarche (sebelum mendapatkan haid).
2. Hormon Endogen (endogenous hormonal) Konsentrasi estrogen pada jaringan
mioma uteri lebih tinggi dari pada jaringan miometrium normal.
3. Riwayat keluarga
Wanita dengan garis keturunan dengan tingkat pertama dengan penderita mioma
uteri mempunyai 2,5 kali kemungkinan untuk menderita mioma dibandingkan
dengan wanita tanpa garis keturunan penderita mioma uteri.
4. Makanan
Makanan di laporkan bahwah daging sapi, daging setengah matang (red meat),
dan daging babi meningkatkan insiden mioma uteri, namun sayuran hijau
menurunkan insiden menurunkan mioma uteri.
5. Kehamilan
Kehamilan dapat mempengaruhi mioma uteri karena tingginya kadar estrogen
dalam kehamilan dan bertambahnya vaskularisasi ke uterus. Hal ini mempercepat
pembesaran mioma uteri. Efek estrogen pada pertumbuhan mioma mungkin
berhubungan dengan respon dan faktor pertumbuhan lain. Terdapat bukti
peningkatan produksi reseptor progesteron, dan faktor pertumbuhan epidermal.
6. Paritas
Mioma uteri lebih sering terjadi pada wanita multipara dibandingkan dengan
wanita yang mempunyai riwayat melahirkan 1 (satu) kali atau 2 (2) kali

Faktor terbentuknya tomor:

1. Faktor internal
Faktor internal adalah faktor yang terjadinya reflikasi pada saat sel - sel yang mati
diganti oleh sel yang baru merupakan kesalahan genetika yang diturunkan dari
orang tua. Kesalahan ini biasanya mengakibatkan kanker pada usia dini. Jika
seorang ibu mengidap kanker payudara, tidak serta merta semua anak gandisnya
akan mengalami hal yang sama, karena sel yang mengalami kesalahan genetik
harus mengalami kerusakan terlebih dahulu sebelum berubah menjadi sel kanker.
Secara internal, tidak dapat dicegah namun faktor eksternal dapat dicegah.
Menurut WHO, 10% – 15% kanker, disebabkan oleh faktor internal dan 85%,
disebabkan oleh faktor eksternal (Apiani, 2017).
2. Faktor eksternal
Faktor eksternal yang dapat merusak sel adalah virus, polusi udara, makanan,
radiasi dan berasala dari bahan kimia, baik bahan kimia yang ditambahkan pada
makanan, ataupun bahan makanan yang bersal dari polusi. Bahan kimia yang
ditambahkan dalam makanan seperti pengawet dan pewarna makanan cara
memasak juga dapat mengubah makanan menjadi senyawa kimia yang berbahaya.
Kuman yang hidup dalam makanan juga dapat menyebarkan racun, misalnya
aflatoksin pada kacang-kacangan, sangat erat hubungannya dengan kanker hati.
Makin sering tubuh terserang virus makin besar kemungkinan sel normal menjadi
sel kanker. Proses detoksifikasi yang dilakukan oleh tubuh, dalam prosesnya
sering menghasilkan senyawa yang lebih berbahaya bagi tubuh,yaitu senyawa
yang bersifat radikal atau korsinogenik. Zat korsinogenik dapat menyebabkan
kerusakan pada sel.
Berikut faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tumor pada mioma,
disamping faktor predisposisi genetik.
a. Estrogen
Mioma uteri dijumpai setelah menarke. Sering kali, pertumbuhan tumor yang
cepat selama kehamilan terjadi dan dilakukan terapi estrogen eksogen. Mioma
uteri akan mengecil pada saat menopouse dan oleh pengangkatan ovarium.
Mioma uteri banyak ditemukan bersamaan dengan anovulasi ovarium dan
wanita dengan sterilitas. Enzim hidrxydesidrogenase mengungbah estradiol
(sebuah estrogen kuat) menjadi estrogen (estrogen lemah). Aktivitas enzim ini
berkurang pada jaringan miomatous, yang juga mempunyai jumlah reseptor
estrogen yang lebih banyak dari pada miometrium normal.
b. Progesteron
Progesteron merupakan antogonis natural dari estrogen. Progesteron
menghambat pertumbuhan tumor dengan dua cara, yaitu mengaktifkan
hidroxydesidrogenase dan menurunkan jumlah reseptor estrogen pada tumor.
c. Hormon pertumbuhan (growth hormone)
Level hormon pertumbuhan menurun selama kehamilan, tetapi hormon yang
mempunyai struktur dan aktivitas biologik serupa, yaitu HPL, terlihat pada
periode ini dan memberi kesan bahwa pertumbuhan yang cepat dari leimioma
selama kehamilan mungkin merupakan hasil dari aksi sinergistik antara HPL
dan estrogen.

C. Patofisiologi
Mioma uteri mulai tumbuh sebagai bibit yang kecil didalam miometrium dan lambat
laun membesar karena pertumbuhan itu miometrium mendesak menyusun semacam
pseudokapsula atau sampai semua mengelilingi tumor didalam uterus mungkin terdapat
satu mioma akan tetapi mioma biasanya banyak. Bila ada satu mioma yang tumbuh
intramural dalam korpus uteri maka korpus ini tampak bundar dan konstipasi padat. Bila
terletak pada dinding depan uterus mioma dapat menonjol kedepan sehingga menekan
dan mendorong kandung kemih keatas sehingga sering menimbulkan keluhan miksi
(Aspiani, 2017).
Secara makroskopis, tumor ini biasanya berupa massa abu-abu putih, padat, berbatas
tegas dengan permukaan potongan memperlihatkan gambarankumparan yang khas.
Tumor mungkin hanya satu, tetapi umumnya jamak dan tersebar di dalam uterus, dengan
ukuran berkisar dari benih kecil hingga neoplasma masif yang jauh lebih besar dari pada
ukuran uterusnya. Sebagian terbenam didalam miometrium, sementara yang lain terletak
tepat di bawah endometrium (submukosa) atau tepat dibawah serosa (subserosa). Terakhir
membentuk tangkai, bahkan kemudian melekat ke organ disekitarnya, dari mana tumor
tersebut mendapat pasokan darah dan kemudian membebaskan diri dari uterus untuk
menjadi leimioma “parasitik”. Neoplasma yang berukuran besar memperlihatkan fokus
nekrosis iskemik disertai daerah perdarahan dan perlunakan kistik, dan setelah
menopause tumor menjadi padat kolagenosa, bahkan mengalami kalsifikasi (Robbins,
2007).

D. Pathway

E. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Mansjoer (2002), pemeriksaan yang dilakukan pada kasus Mioma Uteri
adalah :

1. Pemeriksaan Darah Lengkap : Hb turun, Albumin turun, Lekosit turun/meningkat,


Eritrosit turun.
2. USG (Ultrasonografi) : terlihat massa pada daerah uterus.
3. Vaginal Toucher : didapatkan perdarahan pervaginam, teraba massa, konsistensi dan
ukurannya.
4. Sitologi : menentukan tingkat keganasan dari sel-sel neoplasma tersebut.
5. Rontgen : untuk mengetahui kelainan yang mungkin ada yang dapat menghambat
tindakan operasi.
6. ECG : Mendeteksi kelainan yang mungkin terjadi, yang dapat mempengaruhi
tindakan operasi.
7. Ultrasonografi
Ultrasonografi transabdominal dan transvaginal bermanfaat dalam menetapkan
adanya Mioma Uteri. Ultrasonografi transvaginal terutama bermanfaat pada uterus
yng kecil. Uterus atau massa yang paling besar paling baik diobservasi melalui
ultrasonografi transabdominal. Mioma Uteri secara khas menghasilkan gambaran
ultrasonografi yang mendemonstrasikan irregularitas kontur maupun pembesaran
uterus. Adanya klasifikasi ditandai oleh fokus-fokus hiperekoik dengan bayangan
akustik. Degenerasi kistik ditandai adanya daerah yang hipoekoik.
8. Histeroskopi
Dengan pemeriksaan ini dapat dilihat adanya Mioma Uteri submukosa, jika tumornya
kecil serta bertangkai. Tumor tersebut sekaligus dapat diangkat.
9. MRI (Magnetic Resonance Imaging)
MRI sangat akurat dalam menggambarkan jumlah,ukuran dan lokasi mioma, tetapi
jarang diperlukan. Pada MRI, mioma tampak sebagai massa gelap terbatas tegas dan
dapat dibedakan dari miometrium yang normal. MRI dapat mendeteksi lesi sekecil 3
mm yang dapat dilokalisasi dengan jelas, termasuk mioma submukosa. MRI dapat
menjadi alternatif ultrasonografi pada kasus -kasus yang tidak dapat disimpulkan.

F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan ada dua macam yaitu :

1. Penatalaksanaan koservatif sebagai berikut :


a. Observasi dengan pemeriksaan pelvis secara periodik setiap 3-6 bulan

b. anemia, Hb < 89 % tranfusi PRC

c. Pemberian zat besi


d. Penggunaan agonis GnRH lenprotid asetat 3,75 mg 1M pada hari 1-3 menstruasi

setiap minggu sebanyak 3 kali. Obat ini mengakibatkan pengerutan tumor dan

menghilangkan gejala. Obat ini menekan sekresi genedropin dan menciptakan

keadaan hipohistrogonik yang serupa yang ditekankan pada periode

postmenopause efek maksimum dalam mengurangi ukuran tumor diobservasi

dalam 12 minggu. Terapi GnRH . Ini dapat pula diberikan sebelum pembedahan,

karena memberikan beberapa keuntungan , mengurangi kehilangan  darah selama

pembedahan, dan dapat mengurangi kebutuhan akan transfuse darah, namun obat

ini menimbulkan kehilangan masa tulang meningkat dan osteoporosis pada waktu

tersebut.

2. Penatalaksanaan operatif bila

a. Ukuran tumor lebih besar dari ukuran uterus 12-14 minggu

b. Pertumbuhan tumor ceppat

c. Mioma subserosa, bertangkai, dan torsi

d. Bila dapat menjadi penyulit pada kehamilan berikutnya

e. Hipermenoria pada mioma submukosa

f. Penekanan pada organ sekitarnya

3. Radioterapi.

a. Hanya dilakukan pada wanita yang tidak dapat dioperasi (bad risk patient).

b. Uterus harus lebih kecil dari kehamilan 3 bulan.

c. Bukan mioma jenis submukosa

d. Tidak disertai radang pelvis, atau penekanan pada rectum.

e. Tidak dilakukan pada wanita muda, sebab dapat menyebabkan menopause.

4. Operasi

a. Miomektomi
Miomektomi adalah pengambilan sarang mioma tanpa pengangkatan

rahim/uterus (Rayburn, 2001). Miomektomi lebih sering di lakukan pada

penderita mioma uteri secara umum. Miomektomi dilakukan pada wanita yang

masih menginginkan keturunan. Syaratnya harus dilakukan kuretase dulu, untuk

menghilangkan kemungkinan keganasan.

KERUGIAN:

a) Melemahkan dinding uterus, sehingga dapat menyebabkan rupture uteri pada

waktu hamil.

b) Menyebabkan perlekatan.

c) Residif.

b. Histerektomi/ Pengangkatan Rahim

Histerektomi adalah tindakan operatif yang dilakukan untuk mengangkat

rahim, baik sebagian (subtotal) tanpa serviks uteri ataupun seluruhnya (total)

berikut serviks uteri (Prawirohardjo, 2001).

Histerektomi dapat dilakukan bila pasien tidak menginginkan anak lagi, dan

pada penderita yang memiliki mioma yang simptomatik atau yang sudah

bergejala. Histrektomi dilakukan pada mioma yang ukurannya besar dan multipel.

Pada wanita muda sebaiknya ditinggalkan satu atau kedua ovarium, maksudnya

adalah untuk menjaga agar tidak terjadi menopause sebelum waktunya dan

menjaga gangguan coronair atau arteriosklerosis umum. Sebaiknya dilakukan

histerektomi total, kecuali bila keadaan tidak mengijinkan bisa dilakukan

histerektomi supravaginal. Untuk menjaga kemungkinan keganasan pada cervix,

sebaiknya dilakukan pap smear pada waktu tertentu.

Ada dua cara histerektomi, yaitu :


1)      Histerektomi abdominal, dilakukan bila tumor besar terutama mioma

intraligamenter, torsi dan akan dilakukan ooforektomi

2)      Histerektomi vaginal, dilakukan bila tumor kecil (ukuran < uterus gravid

12 minggu) atau disertai dengan kelainan di vagina misalnya rektokel,

sistokel atau enterokel (Callahan, 2005).

Kriteria menurut American College of Obstetricians Gynecologists (ACOG) untuk

histerektomi adalah sebagai berikut :

1)      Terdapatnya 1 sampai 3 mioma asimptomatik atau yang dapat teraba

dari luar dan dikeluhkan oleh pasien.

2)      Perdarahan uterus berlebihan, meliputi perdarahan yang banyak dan

bergumpal-gumpal atau berulang-ulang selama lebih dari 8 hari dan

anemia akibat kehilangan darah akut atau kronis.

3)      Rasa tidak nyaman di pelvis akibat mioma uteri meliputi nyeri hebat dan

akut, rasa tertekan punggung bawah atau perut bagian bawah yang kronis

dan penekanan pada vesika urinaria mengakibatkan frekuensi miksi yang

sering (Chelmow, 2005).

5. Penatalaksanaan mioma uteri pada wanita hamil

Selama kehamilan, terapi awal yang memadai adalah tirah baring, analgesia dan

observasi terhadap mioma. Penatalaksanaan konservatif selalu lebih disukai apabila

janin imatur. Seksio sesarea merupakan indikasi untuk kelahiran apabila mioma uteri

menimbulkan kelainan letak janin, inersia uteri atau obstruksi mekanik.

6. Farmokologi

Menurut (Yatim, 2008) obat-obatan yang biasa diberikan ;

a. Obat anti inflamasi yang nonsteroid (Nonsteroid Antiinflamation = NSAID)

b. Vitamin
c. Dikerok (kuretase)

d. Obat-obat hormonal (misalnya pil KB)

e. Operasi penyayatan jaringan myom ataupun mengangkat rahim keseluruhan

(Histerektomi)

f. Bila uterus hanya sedikit membesar apalagi tidak ada keluhan, tidak memerlukan

pengobatan khusus

G.
BAB III
KESIMPULAN

Mioma Uteri adalah neoplasma yang berasal dari otot uterus dan jaringan ikat yang
menumpangnya sehingga dapat disebut juga dengan leiomioma, fibriomioma atau fibroid
(Prawirohardjo Sarwono,2009). Salah satu masalah kesehatan pada kaum wanita yang
insidensinya terus meningkat adalah mioma uteri. Mioma uteri menempati urutan kedua
setelah kanker serviks berdasarkan jumlah angka kejadian penyakit.
Bagi masyarakat sebaiknya agar lebih aktif dalam melakukan pencegahan terhadap
mioma uteri seperti melakukan pemeliharaan berat badan, memperhatikan jumlah anak
dan melakukan general check up agar dapat dideteksi secara dini jika terdapat gangguan.
DAFTAR PUSTAKA

Yatim, F. L. (2005). Penyakit kandungan: myoma, kanker rahim/leher rahim dan


indung telur, kista, serta gangguan lainnya. Yayasan Obor Indonesia.
Lilyani, D. I. (2012). HUBUNGAN FAKTOR RISIKO DENGAN KEJADIAN MIOMA
UTERI DI RSUD TUGUREJO SEMARANG (Doctoral dissertation, Universitas
Muhammadiyah Semarang).
Salim, I. A., & Finurina, I. (2017). Karakteristik mioma uteri di RSUD Prof. dr.
Margono Soekarjo Banyumas. MEDISAINS, 13(3).

Anda mungkin juga menyukai