Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN

MIOMA UTERI

DISUSUN OLEH:

Kelompok 5

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

NGUDIA HUSADA MADURA

2019

Laporan Pendahuluan Mioma Uteri


A. Pengertian
Mioma uteri adalah suatu tumor jinak berbatas tegas tidak berkapsul yang
berasal dari otot polos dan jaringan ikat fibrous. Biasa juga disebut
fibromioma uteri, leiomioma uteri atau uterine fibroid. Tumor jinak ini
merupakan neoplasma jinak yang sering ditemukan pada traktus genitalia
wanita, terutama wanita sesudah produktif (menopouse). Mioma uteri
jarang ditemukan pada wanita usia produktif tetapi kerusakan reproduksi
dapat berdampak karena mioma uteri pada usia produktif berupa
infertilitas, abortus spontan, persalinan prematur dan malpresentasi
(Aspiani, 2017).

B. Etiologi
Menurut Aspiani ada beberapa faktor yang diduga kuat merupakan faktor
predisposisi terjadinya mioma uteri.
1. Umur Mioma uteri ditemukan sekitar 20% pada wanita usia produktif
dan sekitar 40%-50% pada wanita usia di atas 40 tahun. Mioma uteri
jarang ditemukan sebelum menarche (sebelum mendapatkan haid).
2. Hormon Endogen (endogenous hormonal) Konsentrasi estrogen pada
jaringan mioma uteri lebih tinggi dari pada jaringan miometrium
normal.
3. Riwayat keluarga
Wanita dengan garis keturunan dengan tingkat pertama dengan
penderita mioma uteri mempunyai 2,5 kali kemungkinan untuk
menderita mioma dibandingkan dengan wanita tanpa garis keturunan
penderita mioma uteri.
4. Makanan
Makanan di laporkan bahwah daging sapi, daging setengah matang
(red meat), dan daging babi meningkatkan insiden mioma uteri, namun
sayuran hijau menurunkan insiden menurunkan mioma uteri.
5. Kehamilan
Kehamilan dapat mempengaruhi mioma uteri karena tingginya kadar
estrogen dalam kehamilan dan bertambahnya vaskularisasi ke uterus.
Hal ini mempercepat pembesaran mioma uteri. Efek estrogen pada
pertumbuhan mioma mungkin berhubungan dengan respon dan faktor
pertumbuhan lain. Terdapat bukti peningkatan produksi reseptor
progesteron, dan faktor pertumbuhan epidermal.

6. Paritas
Mioma uteri lebih sering terjadi pada wanita multipara dibandingkan
dengan wanita yang mempunyai riwayat melahirkan 1 (satu) kali atau
2 (2) kali

Faktor terbentuknya tomor:

1. Faktor internal
Faktor internal adalah faktor yang terjadinya reflikasi pada saat sel -
sel yang mati diganti oleh sel yang baru merupakan kesalahan genetika
yang diturunkan dari orang tua. Kesalahan ini biasanya mengakibatkan
kanker pada usia dini. Jika seorang ibu mengidap kanker payudara,
tidak serta merta semua anak gandisnya akan mengalami hal yang
sama, karena sel yang mengalami kesalahan genetik harus mengalami
kerusakan terlebih dahulu sebelum berubah menjadi sel kanker. Secara
internal, tidak dapat dicegah namun faktor eksternal dapat dicegah.
Menurut WHO, 10% – 15% kanker, disebabkan oleh faktor internal
dan 85%, disebabkan oleh faktor eksternal (Apiani, 2017).
2. Faktor eksternal
Faktor eksternal yang dapat merusak sel adalah virus, polusi udara,
makanan, radiasi dan berasala dari bahan kimia, baik bahan kimia yang
ditambahkan pada makanan, ataupun bahan makanan yang bersal dari
polusi. Bahan kimia yang ditambahkan dalam makanan seperti
pengawet dan pewarna makanan cara memasak juga dapat mengubah
makanan menjadi senyawa kimia yang berbahaya.
Kuman yang hidup dalam makanan juga dapat menyebarkan racun,
misalnya aflatoksin pada kacang-kacangan, sangat erat hubungannya
dengan kanker hati. Makin sering tubuh terserang virus makin besar
kemungkinan sel normal menjadi sel kanker. Proses detoksifikasi yang
dilakukan oleh tubuh, dalam prosesnya sering menghasilkan senyawa
yang lebih berbahaya bagi tubuh,yaitu senyawa yang bersifat radikal
atau korsinogenik. Zat korsinogenik dapat menyebabkan kerusakan
pada sel.
Berikut faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tumor pada
mioma, disamping faktor predisposisi genetik.
a. Estrogen
Mioma uteri dijumpai setelah menarke. Sering kali, pertumbuhan
tumor yang cepat selama kehamilan terjadi dan dilakukan terapi
estrogen eksogen. Mioma uteri akan mengecil pada saat
menopouse dan oleh pengangkatan ovarium. Mioma uteri banyak
ditemukan bersamaan dengan anovulasi ovarium dan wanita
dengan sterilitas. Enzim hidrxydesidrogenase mengungbah
estradiol (sebuah estrogen kuat) menjadi estrogen (estrogen lemah).
Aktivitas enzim ini berkurang pada jaringan miomatous, yang juga
mempunyai jumlah reseptor estrogen yang lebih banyak dari pada
miometrium normal.
b. Progesteron
Progesteron merupakan antogonis natural dari estrogen.
Progesteron menghambat pertumbuhan tumor dengan dua cara,
yaitu mengaktifkan hidroxydesidrogenase dan menurunkan jumlah
reseptor estrogen pada tumor.
c. Hormon pertumbuhan (growth hormone)
Level hormon pertumbuhan menurun selama kehamilan, tetapi
hormon yang mempunyai struktur dan aktivitas biologik serupa,
yaitu HPL, terlihat pada periode ini dan memberi kesan bahwa
pertumbuhan yang cepat dari leimioma selama kehamilan mungkin
merupakan hasil dari aksi sinergistik antara HPL dan estrogen.

C. Gejala Mioma Uteri


Keluhan yang diakibatkan oleh mioma uteri sangat tergantung dari lokasi,
arah pertumbuhan, jenis, besar dan jumlah mioma. Hanya dijumpai pada
20-50% saja mioma uteri menimbulkan keluhan, sedangkan sisanya tidak
mengeluh apapun. Hipermenore, menometroragia adalah merupakan
gejala klasik dari mioma uteri. Dar ipenelitian multisenter yang dilakukan
pada 114 penderita ditemukan 44% gejala perdarahan, yang paling sering
adalah jenis mioma submukosa, sekitar 65% wanita dengan mioma
mengeluh dismenore, nyeri perut bagian bawah, serta nyeri pinggang.
Tergantung dari lokasi dan arah pertumbuhan mioma, maka kandung
kemih, ureter, dan usus dapat terganggu, dimana peneliti melaporkan
keluhan disuri (14%), keluhan obstipasi (13%). Mioma uteri sebagai
penyebab infertilitas hanya dijumpai pada 2-10% kasus. Infertilitas terjadi
sebagai akibat obstruksi mekanis tuba falopii. Abortus spontan dapat
terjadi bila mioma uteri menghalangi pembesaran uterus, dimana
menyebabkan kontraksi uterus yang abnormal, dan mencegah terlepas atau
tertahannya uterus di dalam panggul (Goodwin, 2009).
1. Massa di Perut Bawah
Penderita mengeluhkan merasakan adanya massa atau benjolan di
perut bagian bawah.
2. Perdarahan Abnormal
Diperkirakan 30% wanita dengan mioma uteri mengalami kelainan
menstruasi, menoragia atau menstruasi yang lebih sering. Tidak
ditemukan bukti yang menyatakan perdarahan ini berhubungan dengan
peningkatan luas permukaan endometrium atau kerana meningkatnya
insidens disfungsi ovulasi. Teori yang menjelaskan perdarahan yang
disebabkan mioma uteri menyatakan terjadi perubahan struktur vena
pada endometrium dan miometrium yang menyebabkan terjadinya
venule ectasia. Miometrium merupakan wadah bagi faktor endokrin
dan parakrin dalam mengatur fungsi endometrium. Aposisi kedua
jaringan ini dan aliran darah langsung dari miometrium ke
endometrium memfasilitasi interaksi ini. Growth factor yang
merangsang stimulasi angiogenesis atau relaksasi tonus vaskuler dan
yang memiliki reseptor pada mioma uteri dapat menyebabkan
perdarahan uterus abnormal dan menjadi target terapi potensial.
Sebagai pilihan, berkurangnya angiogenik inhibitory factor atau
vasoconstricting factor dan reseptornya pada mioma uteri dapat juga
menyebabkan perdarahan uterus yang abnormal.
3. Nyeri Perut
Gejala nyeri tidak khas untuk mioma, walaupun sering terjadi. Hal ini
timbul karena gangguan sirkulasi darah pada sarang mioma yang
disertai dengan nekrosis setempat dan peradangan. Pada pengeluaran
mioma submukosa yang akan dilahirkan, pada pertumbuhannya yang
menyempitkan kanalis servikalis dapat menyebabkan dismenorrhoe.
Dapat juga rasa nyeri disebabkan karena torsi mioma uteri yang
bertangkai. Dalam hal ini sifatnya akut, disertai dengan rasa nek dan
muntah-muntah. Pada mioma yang sangat besar, rasa nyeri dapat
disebabkan karena tekanan pada urat syaraf yaitu pleksus
uterovaginalis, menjalar ke pinggang dan tungkai bawah (Pradhan,
2006).
4. Pressure Effects ( Efek Tekenan )
Pembesaran mioma dapat menyebabkan adanya efek tekanan pada
organ-organ di sekitar uterus. Gejala ini merupakan gejala yang tak
biasa dan sulit untuk dihubungkan langsung dengan mioma.
Penekanan pada kandung kencing, pollakisuria dan dysuria. Bila uretra
tertekan bisa menimbulkan retensio urinae. Bila berlarut-larut dapat
menyebabkan hydroureteronephrosis. Tekanan pada rectum tidak
begitu besar, kadang-kadang menyebabkan konstipasi atau nyeri saat
defekasi.
5. Penurunan Kesuburan dan Abortus
Hubungan antara mioma uteri sebagai penyebab penurunan kesuburan
masih belum jelas. Dilaporkan sebesar 27-40%wanita dengan mioma
uteri mengalami infertilitas. Penurunan kesuburan dapat terjadi apabila
sarang mioma menutup atau menekan pars interstisialis tuba,
sedangkan mioma submukosa dapat memudahkan terjadinya abortus
karena distorsi rongga uterus. Perubahan bentuk kavum uteri karena
adanya mioma dapat menyebabkan disfungsi reproduksi. Gangguan
implasntasi embrio dapat terjadi pada keberadaan mioma akibat
perubahan histologi endometrium dimana terjadi atrofi karena
kompresi massa tumor (Stoval, 2001). Apabila penyebab lain
infertilitas sudah disingkirkan dan mioma merupakan penyebab
infertilitas tersebut, maka merupakan suatu indikasi untuk dilakukan
miomektomi (Strewart, 2001).

D. Patofisiologi
Mioma uteri mulai tumbuh sebagai bibit yang kecil didalam miometrium
dan lambat laun membesar karena pertumbuhan itu miometrium mendesak
menyusun semacam pseudokapsula atau sampai semua mengelilingi tumor
didalam uterus mungkin terdapat satu mioma akan tetapi mioma biasanya
banyak. Bila ada satu mioma yang tumbuh intramural dalam korpus uteri
maka korpus ini tampak bundar dan konstipasi padat. Bila terletak pada
dinding depan uterus mioma dapat menonjol kedepan sehingga menekan
dan mendorong kandung kemih keatas sehingga sering menimbulkan
keluhan miksi (Aspiani, 2017).
Secara makroskopis, tumor ini biasanya berupa massa abu-abu putih,
padat, berbatas tegas dengan permukaan potongan memperlihatkan
gambarankumparan yang khas. Tumor mungkin hanya satu, tetapi
umumnya jamak dan tersebar di dalam uterus, dengan ukuran berkisar dari
benih kecil hingga neoplasma masif yang jauh lebih besar dari pada
ukuran uterusnya. Sebagian terbenam didalam miometrium, sementara
yang lain terletak tepat di bawah endometrium (submukosa) atau tepat
dibawah serosa (subserosa). Terakhir membentuk tangkai, bahkan
kemudian melekat ke organ disekitarnya, dari mana tumor tersebut
mendapat pasokan darah dan kemudian membebaskan diri dari uterus
untuk menjadi leimioma “parasitik”. Neoplasma yang berukuran besar
memperlihatkan fokus nekrosis iskemik disertai daerah perdarahan dan
perlunakan kistik, dan setelah menopause tumor menjadi padat
kolagenosa, bahkan mengalami kalsifikasi (Robbins, 2007).

E. Komplikasi
1. Perdarahan sampai terjadi anemia.
2. Torsi tangkai mioma dari :
a. Mioma uteri subserosa.
b. Mioma uteri submukosa.
3. Nekrosis dan infeksi, setelah torsi dapat terjadi nekrosis dan infeksi.
4. Pengaruh timbal balik mioma dan kehamilan.
Pengaruh mioma terhadap kehamilan
a. Infertilitas.
b. Abortus.
c. Persalinan prematuritas dan kelainan letak.
d. Inersia uteri.
e. Gangguan jalan persalinan.
f. Perdarahan post partum.
g. Retensi plasenta.
Pengaruh kehamilan terhadap mioma uteri
a. Mioma cepat membesar karena rangsangan estrogen.
b. Kemungkinan torsi mioma uteri bertangkai.

F. Pemeriksaan Diagnostik
1. USG untuk menentukan jenis tumor, lokasi mioma, ketebalan
endometriium dan keadaan adnexa dalam rongga pelvis. Mioma juga
dapat dideteksi dengan CT scan ataupun MRI, tetapi kedua pemeriksaan
itu lebih mahal dan tidak memvisualisasi uterus sebaik USG.
Untungnya, leiomiosarkoma sangat jarang karena USG tidak dapat
membedakannya dengan mioma dan konfirmasinya membutuhkan
diagnosa jaringan.
2. Dalam sebagian besar kasus, mioma mudah dikenali karena pola
gemanya pada beberapa bidang tidak hanya menyerupai tetapi juga
bergabung dengan uterus; lebih lanjut uterus membesar dan berbentuk
tak teratur.
3. Foto BNO/IVP pemeriksaan ini penting untuk menilai massa di rongga
pelvis serta menilai fungsi ginjal dan perjalanan ureter.
4. Histerografi dan histeroskopi untuk menilai pasien mioma submukosa
disertai dengan infertilitas.
5. Laparaskopi untuk mengevaluasi massa pada pelvis.
6. Laboratorium : darah lengkap, urine lengkap, gula darah, tes fungsi
hati, ureum, kreatinin darah.
7. Tes kehamilan.

G. Pengkajian Keperawatan
1. Pengkajian
a. Anamnesa
1) Identitas Klien: meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama,
suku bangsa, status pernikahan, pendidikan, pekerjaan, alamat.
2) Identitas Penanggung jawab: Nama, umur, jenis kelamin,
hubungan dengan keluarga, pekerjaan, alamat.

2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Keluhan yang paling utama dirasakan oleh pasien mioma uteri,
misalnya timbul benjolan diperut bagian bawah yang relatif lama.
Kadang-kadang disertai gangguan haid
b. Riwayat penyakit sekarang
Keluhan yang di rasakan oleh ibu penderita mioma saat dilakukan
pengkajian, seperti rasa nyeri karena terjadi tarikan, manipulasi
jaringan organ. Rasa nyeri setelah bedah dan adapun yang yang
perlu dikaji pada rasa nyeri adalah lokasih nyeri, intensitas nyeri,
waktu dan durasi serta kualitas nyeri.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Tanyakan tentang riwayat penyakit yang pernah diderita dan jenis
pengobatan yang dilakukan oleh pasien mioma uteri, tanyakan
penggunaan obat-obatan, tanyakan tentang riwayat alergi, tanyakan
riwayat kehamilan dan riwayat persalinan dahulu, penggunaan alat
kontrasepsi, pernah dirawat/dioperasi sebelumnya.
d. Riwaya Penyakit Keluarga
Tanyakan kepada keluarga apakah ada anggota keluarga
mempunyai penyakit keturunan seperti diabetes melitus, hipertensi,
jantung, penyakit kelainan darah dan riwayat kelahiran kembar dan
riwayat penyakit mental.
e. Riwayat Obstetri
Untuk mengetahui riwayat obstetri pada pasien mioma uteri yang
perlu diketahui adalah
1) Keadaan haid
Tanyakan tentang riwayat menarhe dan haid terakhir, sebab
mioma uteri tidak pernah ditemukan sebelum menarhe dan
mengalami atrofi pada masa menopause.
2) Riwayat kehamilan dan persalinan
Kehamilan mempengaruhi pertumbuhan mioma uteri, dimana
mioma uteri tumbuh cepat pada masa hamil ini dihubungkan
dengan hormon estrogen, pada masa ini dihasilkan dalam
jumlah yang besar.

f. Faktor Psikososial
1) Tanyakan tentang persepsi pasien mengenai penyakitnya,
faktor- faktor budaya yang mempengaruhi, tingkat pengetahuan
yang dimiliki pasien mioma uteri, dan tanyakan mengenai
seksualitas dan perawatan yang pernah dilakukan oleh pasien
mioma uteri.
2) Tanyakan tentang konsep diri : Body image, ideal diri, harga
diri, peran diri, personal identity, keadaan emosi, perhatian dan
hubungan terhadap orang lain atau tetangga, kegemaran atau
jenis kegiatan yang di sukai pasien mioma uteri, mekanisme
pertahanan diri, dan interaksi sosial pasien mioma uteri dengan
orang lain.

g. Pola Kebiasaan sehari-hari


Pola nutrisi sebelum dan sesudah mengalami mioma uteri yang
harus dikaji adalah frekuensi, jumlah, tanyakan perubahan nafsu
makan yang terjadi.

h. Pola eliminasi
Tanyakan tentang frekuensi, waktu, konsitensi, warna, BAB
terakhir. Sedangkan pada BAK yang harus di kaji adalah frekuensi,
warna, dan bau.

i. Pola Aktivitas, Latihan, dan bermain


Tanyakan jenis kegiatan dalam pekerjaannya, jenis olahraga dan
frekwensinya, tanyakan kegiatan perawatan seperti mandi,
berpakaian, eliminasi, makan minum, mobilisasi
j. Pola Istirahat dan Tidur
Tanyakan waktu dan lamanya tidur pasien mioma uteri saat siang
dan malam hari, masalah yang ada waktu tidur.

3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Kaji tingkat kesadaran pasien mioma uteri
b. Tanda-tanda vital : Tekanan darah, nadi,suhu, pernapasan.
c. Pemeriksaan Fisik Head to toe
1) Kepala dan rambut : lihat kebersihan kepala dan keadaan
rambut.
2) Mata : lihat konjungtiva anemis, pergerakan bola mata simetris
3) Hidung : lihat kesimetrisan dan kebersihan, lihat adanya
pembengkakan konka nasal/tidak
4) Telinga : lihat kebersihan telinga.
5) Mulut : lihat mukosa mulut kering atau lembab, lihat kebersihan
rongga mulut, lidah dan gigi, lihat adanya penbesaran tonsil.
6) Leher dan tenggorokan : raba leher dan rasakan adanya
pembengkakan kelenjar getah bening/tidak.
7) Dada atau thorax : paru-paru/respirasi, jantung/kardiovaskuler
dan sirkulasi, ketiak dan abdomen.
8) Abdomen
Infeksi: bentuk dan ukuran, adanya lesi, terlihat menonjol,
Palpasi: terdapat nyeri tekan pada abdomen
Perkusi: timpani, pekak
Auskultasi: bagaimana bising usus
9) Ekstremitas/ muskoluskletal terjadi pembengkakan pada
ekstremitas atas dan bawah pasien mioma uteri
10) Genetalia dan anus perhatikan kebersihan,adanya lesi,
perdarahan diluar siklus menstruasi.

H. Diagnosis Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan nekrosis atau trauma jaringan dan
refleks spasme otot sekunder akibat tumor.
2. Resiko syok berhubungan dengan perdarahan.
3. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan imun tubuh sekunder
akibat gangguan hematologis (perdarahan)
4. Retensi urine berhubungan dengan penekanan oleh massa jaringan
neoplasma pada organ sekitarnya, gangguan sensorik motorik.
5. Resiko Konstipasi berhubungan dengan penekanan pada rectum
(prolaps rectum)
6. Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam status peran, ancaman
pada status kesehatan, konsep diri (kurangnya sumber informasi terkait
penyakit)

I. Intervensi

N Diagnosa Intervensi
O. Keperawatan NOC NIC
1. Nyeri akut NOC: Setelah Manajemen Nyeri
berhubungan dilakukan tindakan 1) Lakukan
dengan nekrosis keperawatan selama pengkajian nyeri
atau trauma 1 x 24 jam, pasien komprehensip yang
jaringan dan mioma uteri mampu meliputi lokasi,
refleks spasme mengontrol nyeri karakteristik,
otot sekunder dibuktikan dengan onset/durasi, frekuensi,
akibat tumor kriteria hasil: kualitas, intensitas atau
Mengontrol Nyeri beratnya nyeri dan
Definisi: 1) Mengenali faktor pencetus
Pengalaman sensori kapan nyeri 2) Observasi adanya
dan emosional terjadi pentunjuk nonverbal
tidak 2) Menggambarka mengenai ketidak
menyenangkan n faktor nyamanan terutama
yang muncul akibat penyebab nyeri pada mereka yang
kerusakan jaringan 3) Menggunakan tidak dapat
aktual atau tindakan berkomunikasi secara
potensial atau yang pencegahan efektif
digambarkan nyeri 3) Pastikan perawatan
sebagai kerusakan analgesik bagi pasien
(International 4) Menggunakan dilakukan dengan
Association for tindakan pemantauan yang ketat
the Study of pengurangan 4) Gunakan strategi
pain) awitan yang nyeri (nyeri) komunikasi terapeutik
tiba-tiba atau tanpa analgesik untuk mengetahui
lambat dari pengalaman nyeri
5) Menggunakan
intensitas ringan dan sampaikan
analgesik
hingga berat penerimaan pasien
dengan akhir yang yang terhadap nyeri
dapat diantisipasi direkomendasik 5) Gali pengetahuan dan
atau diprediksi. an kepercayaan pasien
mengenai nyeri
Batasan 6) Melaporkan
6) Pertimbangkan
karakteristik: perubahan
pengaruh budaya
a)Bukti nyeri terhadap
terhadap respon nyeri
dengan gejala nyeri
7) Tentukan akibat dari
menggunakan pada
pengalaman nyeri
standar daftar profesional
terhadap kualitas hidup
periksa nyeri kesehatan pasien (misalnya, tidur,
untuk pasien nafsu makan,
7) Melaporkan
yang tidak dapat pengertian, perasaan,
gejalah yang
mengungkapann performa kerja dan
tidak
ya tanggung jawab peran)
terkontrol pada
b)Ekspresi wajah 8) Gali bersama pasien
profesional
nyeri (misal: faktor-faktor yang
kesehatan
mata kurang dapat menurunkan atau
bercahaya, memperberat nyeri
8) Menggunakan
tampak kacau, 9) Evaluasi pengalaman
sumber daya
gerakan mata nyeri dimasa lalu yang
yang tersedia
berpencar atau meliputi riwayat nyeri
untuk
tetap pada satu kronik individu atau
menangani
fokus, meringis) keluarga atau nyeri
nyeri
c)Fokus yang menyebabkan
menyempit 9) Mengenali apa disability/ ketidak
misal: yang terkait mampuan/kecatatan,
Persepsi waktu, dengan gejala dengan tepat
proses berpikir, nyeri 10) Evaluasi bersama
interaksi pasien dan tim
dengan orang 10) Melaporkan kesehatan lainnya,
dan lingkungan) nyeri yang mengenai efektifitas,
d)Fokus pada diri terkontrol pengontrolan nyeri
sendiri yang pernah digunakan
e)Keluhan tentang sebelumnya
intensitas 11) Bantu keluarga
menggunakan dalam mencari dan
standars kala menyediakan dukungan
nyeri 12) Gunakan metode
f) Keluhan penelitian yang sesuai
tentang dengan tahapan
karakteristik perkembangan yang
nyeri dengan memungkinkan untuk
menggunakan memonitor perubahan
standar nyeri dan akan dapat
instrumen nyeri membantu
g)Laporan tentang mengidentifikasi faktor
perilaku nyeri/ pencetus aktual dan
perubahan potensial (misalnya,
aktivitas catatan perkembangan,
h)Perubahan catatan harian)
posisi untuk 13) Tentukan kebutuhan
menghindari frekuensi untuk
nyeri melakukan pengkajian
i) Putus asa ketidak nyamanan
j) Sikap melindungi pasien dan
area nyeri mengimplementasikan
rencana monitor
Faktor yang 14) Berikan informasi
berhubungan: mengenai nyeri,
seperti penyebab nyeri,
a) Agens cidera berapa nyeri yang
biologis dirasakan, dan
b) Agens cidera antisipasi dari ketidak
fisik nyamanan akibat
Agens cidera prosedur
kimiawi 15) Kendalikan faktor
lingkungan yang
dapat mempengaruhi
respon pasien dari
ketidaknyamanan
(misalnya, suhu
ruangan, pencahayaan,
suara bising)
16) Ajarkan prinsip
manajemen nyeri
17) Pertimbangkan tipe
dan sumber nyeri
ketika memilih
strategi penurunan
nyeri
18) Kolaborasi dengan
pasien, orang
terdekat dan tim
kesehatan lainnya
untuk memilih
dan
mengimplementasikan
tindakan penurunan
nyeri nonfarmakologi,
sesuai kebutuhan
19) Gunakan tindakan
pengontrolan nyeri
sebelum nyeri
bertambah berat
20) Pastikan pemberian
analgesik dan atau
strategi
nonfarmakologi
sebelum prosedur yang
menimbulkan nyeri
21) Periksa tingkat
ketidaknyamananbersa
ma pasien, catat
perubahan dalam
cacatan medis pasien,
informasikan petugas
kesehatan lain yang
merawat pasien
22) Mulai dan
modifikasi tindakan
pengontrolan nyeri
berdasarkan respon
pasien
23) Dukung istirahat/tidur
yang adekuat untuk
membantu penurunan
nyeri
24) Dorong pasien untuk
mendiskusikan
pengalaman nyerinya,
sesuai kebutuhan
25) Beritahu dokter jika
tindakan tidak
berhasil atau keluhan
pasien saat ini
berubah signifikan
dari pengalaman nyeri
sebelumnya
26) Gunakan pendekatan
multi disiplin untuk
menajemen nyeri, jika
sesuai

Pemberian analgesik

1) Tentukan lokasi,
karakteris, kualitas
dan keparahan nyeri
sebelum mengobati
pasien
2) Cek perintah
pengobatan meliputi
obat, dosis, dan
frekuesi obat analgesik
yang diresepkan
3) Cek adanya riwayat
alergi obat
4) Pilih analgesik atau
kombinasi analgesik
sesuai lebih dari satu
kali pemberian
5) Monitor tanda vital
sebelum dan setelah
memberikan analgesik
pada pemberian dosis
pertama kali atau jika
ditemukan tanda-
tanda yang tidak
biasanya
6) Berikan kebutuhan
kenyamanan dan
aktivitas lain yang
dapat membantu
relaksasi untuk
memfasilitasi penuruna
nyeri
7) Berikan analgesik
sesuai waktu
paruhnya, terutama
pada nyeri yang berat
8) Dokumentasikan
respon terhadap
analgesik dan adanya
efek samping
9) Lakukan tindakan-
tindakan yang
menurunkan efek
samping analgesik
(misalnya, konstipasi
dan iritasi lambung)
10) Kolaborasikan dengan
dokter apakah obat,
dosis, rute, pemberian,
atau perubahan interval
dibutuhkan, buat
rekomendasi
khusus bedasarkan
prinsip analgesik
2. Resiko syok NOC: Setelah Pencegahan Syok
dilakukan 1)Monitor adanya respon
berhubungan perawatan selama konpensasi terhadap syok
dengan 1x24 jam (misalnya, tekanan darah
diharapkan tidak normal, tekanan nadi
perdarahan terjadi syok melemah, perlambatan
Definisi: beresiko hipovolemik pengisian kapiler, pucat/
dengan kriteria: dingin pada kulit atau
terhadap 1)Tanda vital dalam kulit kemerahan, takipnea
ketidakcukupan batas normal. ringan, mual dan munta,
2)Tugor kulit baik. peningkatan rasa haus,
aliran darah 3)Tidak ada dan kelemahan)
kejaringan tubuh, sianosis. 2)Monitor adanya tanda-
4)Suhu kulit hangat. tanda respon sindroma
yang dapat 5)Tidak ada inflamasi sistemik
mengakibatkan diaporesis. (misalnya, peningkatan
6)Membran mukosa suhu, takikardi, takipnea,
disfungsi seluler kemerahan. hipokarbia, leukositosis,
yang mengancam leukopenia)
3)Monitor terhadap adanya
jiwa.
tanda awal reaksi alergi
Faktor resiko (misalnya, rinitis, mengi,
stridor, dipnea, gatal-
1) Hipotensi.
gatal disertai kemerahan,
2) Hipovolemi gangguan saluran
pencernaan, nyeri
3) Hipoksemia abdomen, cemas dan
4) Hipoksia gelisa)
4)Monitor terhadap adanya
5) Infeksi tanda ketidak adekuatan
6) Sepsis perfusi oksigen kejaringan
(misalnya, peningkatan
7) Sindrom stimulus, peningkatan
respon kecemasan, perubahan
status mental, egitasi,
inflamasi oliguria dan akral teraba
sestemik dingin dan warna kulit
tidak merata)
5)Monitor suhu dan status
respirasi
6)Periksa urin terhadap
adanya darah dan protein
sesuai kebutuhan
7)Monitor terhadap
tanda/gejalah asites dan
nyeri abdomen atau
punggung.
8)Lakukan skin-test untuk
mengetahui agen yang
menyebabkan
anaphiylaxis atau reaksi
alergi sesuai kebutuhan
9)Berikan saran kepada
pasien yang beresiko
untuk memakai atau
membawa tanda
informasi kondisi medis.
10) Anjurkan pasien
dan keluarga mengenai
tanda dan gejala syok
yang mengancam jiwa
11) Anjurkan pasien
dan keluarga mengenai
langkah-langkah
timbulnya gejala syok
3. Resiko Infeksi NOC: Setelah Manajemen Alat terapi
berhubungan dengan dilakukan per vaginam
penurunan imun tubuh tindakan 1) Kaji ulang riwayat
sekunder akibat keperawatan kontraindikasih
gangguan hematologis selama 1 x 24 pemasangan alat
(perdarahan) jam, pasien pervaginam pada
mioma uteri pasien (misalnya,
Definisi: menunjukkan infeksi pelvis,
Mengalami peningkatan pasien mampu laserasi, atau adanya
resiko terserang melakukan massa sekitar vagina)
organisme patogenik pencegahan 2) Diskusikan
infeksi secara mengenai
Faktor yang mandiri, ditandai aktivitas- aktivitas
berhubungan: dengan kriteria seksual yang sesuai
a. Penyakit kronis hasil: sebelum memilih alat
1) Diabetes melitus 1) Kemerahan yang dimasukan
b. Obesitas tidak 3) Lakukan pemeriksaan
b. Pengetahuan yang ditemukan pelvis
tidak cukup untuk pada tubuh 4) Intruksikan pasien
menghindari 2) Vesikel untuk melaporkan
pemanjanan patogen yang tidak ketidaknyamanan,
c. Pertahanan tubuh mengeras disuria, perubahan
primer yang tidak permukaannya warna, konsistensi,
3) Cairan tidak
adekuat dan frekuensi cairan
berbauk busuk
1) Gangguan vagina
peritalsis 5) Berikan obat-obat
4)
2) Kerusakan berdasarkan resep
Piuria/na
integritas kulit dokter untuk
nah tidak
(pemasangankatet mengurangi iritasi
ada
er intravena, 6) Kaji kemampuan
dalam
prosedur invasif) urin 5) pasien untuk
3) Perubahan sekresi Demam melakukan perawatan
PH berkuran secara mandiri
4) Penurunan kerja g 7) Observasi ada
siliaris tidaknya cairan
5) Pecah ketuban 6) Nyeri vagina yang tidak
dini berkuran normal dan berbau
6) Pecah ketuban g 8) Infeksi adanya
lama 7) Nafsu makan lubang, laserasi,
7) Merokok meningkat ulserasi pada vagina
8) Stasis cairan tubuh Kontrol Infeksi
9) Trauma 1) Bersihkan
jaringan lingkungan dengan
(misalnya, baik setelah digunakan
trauma destruksi untuk setiap pasien
jaringan) 2) Isolasi orang yang
d. Ketidak adekuatan terkena penyakit
jaringan sekunder menular
1) Penurunan 3) Batasi jumlah
hemoglobin pengunjung
2) Supresi respon 4) Anjurkan pasien
inflamasi untuk mencuci tangan
e. Vaksinasi tidak yang benar
adekuat 5) Anjurkan pengunjung
f. pemajanan terhadap untuk mencuci tangan
patogen lingkungan pada saat memasuki
meningkat dan meninggalkan
g. prosedur invasif ruangan pasien
h. malnutrisi 6) Gunakan sabun
antimikroba untuk
cuci tangan yang
sesuai
7) Cuci tangan sebelum
dan sesudah kegiatan
perawatan pasien
8) Pakai sarung tangan
sebagaimana
dianjurkan oleh
kebijakan pencegahan
universal
9) Pakai sarung tangan
steril dengan tepat
10) Cukur dan siapkan
untuk daerah
persiapan prosedur
invasif atau opersai
sesuai indikasi
11) Pastikan teknik
perawatan luka yang
tepat
12) Tingkatkan inteke
nutrisi yang tepat
13) Dorong intake cairan
yang sesuai
14) Dorong untuk
beristirahat
15) Berikan terapi anti
biotik yang sesuai
16) Ajarkan pasien dan
keluarga mengenai
tanda dan gejalah
infeksi dan kapan
harus melaporkannya
kepada penyedia
perawatan kesehatan
17) Ajarkan pasien dan
keluarga mengenai
bagaimana
menghindari infeksi
4. Retensi urine NOC: setelah Manajemen eliminasi
berhubungan dengan dilakukan urin:
penekanan oleh massa tindakan 1)Monitor eliminasi
jaringan neoplasma keperawatan 1x urin termasuk
pada organ sekitarnya, 24 jam frekuensi, konsistensi,
gangguan sensorik diharapkan bau, volume dan warna
motorik. eliminasi urin urin sesuai kebutuhan.
kembali normal 2)Monitor tanda dan
Definisi: pengosongan dengan kriteria gejala retensio urin.
kantung kemih tidak hasil: 3)Ajarkan pasien tanda
komplit 1)Pola eliminasi dan gejala infeksi
Batasan karakteristik: kembali normal saluran kemih.
1)Tidak ada keluaran urin 2)Bau urin tidak 4)Anjurkan pasien atau
2)Distensi kandung ada keluarga untuk
kemih 3)Jumlah urin melaporkan urin uotput
3)Menetes dalam batas sesuai kebutuhan.
4)Disuria normal 5)Anjurkan pasien untuk
5)Sering berkemih 4)Warna urin banyak minum saat
6)Inkontinensia aliran normal makan dan waktu pagi
berlebih 5)Intake cairan hari.
7)Residu urin dalam batas 6)Bantu pasien dalam
8)Sensasi kandung normal mengembangkan
kemih penuh 6)Nyeri saat rutinitas toileting sesuai
kencing tidak
9)Berkemih sedikit kebutuhan.
ditemukan
7)Anjurkan pasien
Faktor yang untuk memonitor
berhubungan tandadan gejalah
1) Sumbatan infeksi saluran kemih.
2) Tekanan ureter tinggi
3) Inhibishi arkus reflex Kateterisasi Urin
1)Jelaskan prosedur dan
alasan dilakukan
kateterisasi urin.
2)Pasang kateter sesuai
kebutuhan.
3)Pertahankan teknik
aseptik yang ketat.
4)Posisikan pasien
dengan tepat
(misalnya, perempuan
terlentang dengan kedua
kaki diregangkan atau
fleksi pada bagian
panggul dan lutut).
5)Pastikan bahwa
kateter yang
dimasukan cukup
jauh kedalam
6)Anjurkan pasien untuk
banyak minum saat
makan dan waktu pagi
hari.
7)Bantu pasien dalam
mengembangkan
rutinitas toileting sesuai
kebutuhan.
8)Anjurkan pasien
untuk memonitor
tandadan gejalah
infeksi saluran kemih.
Kateterisasi Urin
1)Jelaskan prosedur dan
alasan dilakukan
kateterisasi urin.
2)Pasang kateter sesuai
kebutuhan.
3)Pertahankan teknik
aseptik yang ketat.
4)Posisikan pasien
dengan tepat
(misalnya, perempuan
terlentang dengan kedua
kaki diregangkan atau
fleksi pada bagian
panggul dan lutut).
5)Pastikan bahwa
kateter yang
dimasukan cukup
jauh kedalam
kandung kemih
untuk mencegah
trauma pada jaringan
uretra dengan inflasi
balon
6)Isi balon kateter untuk
menetapkan kateter,
berdasarkan usia dan
ukuran tubuh
sesuai
rekomendasi pabrik
(misalnya, dewasa 10
cc, anak 5 cc)
7)Amankan kateter pada
kulit dengan plester
yang sesuai.
8)Monitor intake dan
output.
9)Dokumentasikan
perawatan termasuk
ukuran kateter, jenis,
dan pengisian bola
kateter
5. Konstipasi NOC: setelah Manajemen saluran
dilakukan cerna
berhubungan dengan
perawatan 1) Monitor bising usus
penekanan pada rectum selama 1 x 24 2) Lapor peningkatan
frekuensi dan bising
(prolaps rectum) jam pasien
usus bernada tinggi
Definisi: penurunan pada diharapkan 3) Lapor berkurangnya
bising usus
frekuensi normal konstipasi
4) Monitor adanya
defekasi yang disertai tidak ada tanda dan gejalah
diare, konstipasi dan
oleh kesulitan atau dengan kriteria
impaksi
pengeluaran tidak hasil: 5) Catat masalah BAB
yang sudah ada
lengkap feses atau 1) Tidak ada
sebelumnya, BAB
irita bilitas
pengeluaran feses rutin, dan penggunaan
2) Mual tidak laksatif
yang kering, keras, dan
ada 6) Masukan supositorial
banyak. 3) Tekanan rektal, sesuai dengan
darah dalam kebutuhan
Batasan karakteristik
batas normal 4) 7) Intruksikan pasien
1)Nyeri abdomen Berkeringat mengenai makanan
tinggi serat, dengan
2)Nyeri tekan abdomen
cara yang tepat
dengan teraba resistensi Keparahan 8) Evaluasi profil
Gejalah medikasi terkait
otot
dengan efek samping
3)Nyeri tekan abdomen 1) Intensitas gastrointestinal
gejalah
tanpa teraba resistensi Manajemen
2) Frekuensi
otot gejalah konstipasi/inpaksi
4)Anoraksia 3) Terkait 1) Monitor tanda dan
ketidak gejala konstipasi
5)Penampilan tidak khas
nyamanan 2) Monitor tanda dan
pada lansia gejala impaksi
4) Gangguan
3) Monitor bising usus
6)Darah merah pada mobilitas fisik
4) Jelaskan penyebab
feses 5) Tidur yang dari masalah dan
kurang cukup rasionalisasi
7)Perubahan pola
tindakan pada pasien
6) Kehilangan
defekasi 5) Dukung
nafsu makan
peningkatan asupan
8)Penurunan frekuensi
cairan, jika tidak ada
9)Penurunan volume kontraindikasi
6) Evaluasi
feses
pengobatan yang
10) Distensia memiliki efek
samping pada
abdomen
gastrointestinal
11) Rasa rektal penuh 7) Intruksikan pada
pasien dan atau
12) Rasa tekanan
keluarga untuk
rektal mencatat warna,
volume, frekuensi
13) Keletihan umum
dan konsistensi dari
14) Feses keras dan feses
8) Intruksikan pasien
berbentuk
atau keluarga
15) Sakit kepala mengenai hubungan
antara diet latihan
16) Bising usus
dan asupan cairan
hiperaktif terhadap kejadian
konstipasi atau
17) Bising usus
impaksi
hipoaktif 9) Evaluasi catatan
asupan untuk apa
18) Peningkatan
saja nutrisi yang
tekanan abdomen telah dikonsumsi
10) Berikan petunjuk
19) Tidak dapat
kepada pasien untuk
makan, mual dapat berkonsultasi
dengan dokter jika
20) Rembesan feses
konstipasi atau
cair impaksi masih tetap
terjadi
21) Nyeri pada saat
11) Informasukan
defekasi kepada pasien
mengenai prosedur
22) Massa abdomen
untuk mengeluarkan
yang dapat diraba feses secara manual
jika di perlukan
12) ajarkan pasien atau
Faktor yang keluarga mengenai
berhubungan proses pencernaan
normal
1) Funfsional
a) Kelemahan otot
abdomen
b) Ketidak
adekuatan
toileting
c) Kurang aktifitas
fisik
d) Kebiasaan
defekasi tidak
teratur
2) Psikologis
a) Defresi, stres,
emosi
b) Konfusi mental
3) Farmakologi
4) Mekanis
5) fiologis
DAFTAR PUSTAKA

Apriyani, Yosi. 2003. Analisa Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian


Mioma Uteri di RSUD dr. Adhyatma Semarang. Jurnal Kebidanan. Vol. 2
No. 5

Aspiani, Y, R. (2007). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta: TIM

Aimee, et al. (2007). Association of Intrauterine and Early-Life Exposures with


Diagnosis of Uterine Leimyomata by 35 Years of Age in the Sister Study.
Environmental Health Perpectives. Volume 118. No 3 pages 375-

Bararah, T., Mohammad Jauhar. 2013. Asuhan Keperawatan; panduan Lengkap


menjadi Perawat Profesional. Jilid 2. Jakarta : Prestasi Pustaka.

Copaescu, C. (2007). Laparoscopic Hysterectomy. Chirurgia (Bucur). Volume


102. No. 2. Romanian

Manuaba. (2007). Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: EGC

Manuaba. (2009). Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Edisi 2. Jakarta:


EGC

NANDA. (2015). Diagnosa Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017 edisi


(Budi Anna Keliat dkk, penerjemah). Jakarta: EGC

Nugroho, T. (2012). Obstetri dan Ginekologi. Yokyakarta: Nuha Medika

Robbins. (2007). Buku Ajar Patologi. Edisi 7. Jakarta: EGC

RSUP. Dr. M. Djamil.(2016). Laporan Catatan Rekam Medik (RM): Mioma Uteri

Setiati, Eni. (2009). Waspadai 4 Kanker Ganas Pembunuh Wanita. Yokyakarta:


Andi

Prawirohardjo, Sarwono. (2010).Ilmu Kebidanan.Jakarta: PT Bina Pustaka


Sarwono Prawirohardjo
Wise, L, et al. (2009). A Prospective Study of Dairy Intake and Risk of Uterine
Leimoyomata. American Journal of Epidemiologi. Vol.171. No. 2. Page 221
.

Anda mungkin juga menyukai