Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN GYNEKOLOGI DENGAN


MIOMA UTERI

OLEH:

KETUT ELFIRASANI
NIM. P07120320069
PRODI NERS KELAS B

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
JURUSAN KEPERAWATAN
2020
A. Konsep Dasar Penyakit
1. Definisi
Mioma uteri adalah neoplasma yang berasal dari otot uterus dan jaringan
ikat yang menumpangnya sehingga dapat disebut juga leimioma, fibriomioma
atau fibroid. Mioma uteri adalah suatu tumor jinak berbatas tegas tidak
berkapsul yang berasal dari otot polos dan jaringan ikat fibrous. Biasa juga
disebut fibromioma uteri, leiomioma uteri atau uterine fibroid. Tumor jinak ini
merupakan neoplasma jinak yang sering ditemukan pada traktus genitalia
wanita, terutama wanita sesudah produktif (menopouse). Mioma uteri jarang
ditemukan pada wanita usia produktif tetapi kerusakan reproduksi dapat
berdampak karena mioma uteri pada usia produktif berupa infertilitas, abortus
spontan, persalinan prematur dan malpresentasi (Aspiani, 2017).
Mioma uteri adalah neoplasma jinak yang berasal dari otot polos dinding
uterus. Beberapa istilah untuk mioma uteri adalah fibromioma, miofibroma,
laiomioma, fibroleiomioma, atau uterin fibroid. Mioma merupakan tumor
uterus yang ditemukan pada 20-25% wanita diatas umur 35 tahun (Nurarif,
Amin Huda dan Hardhi Kusuma, 2015).
Mioma adalah penyakit yang berjenis tumor. Berbeda dengan penyakit
kanker, mioma tidak mempunyai kemampuan menyebar ke seluruh tubuh.
Konsistensinya padat dan sering mengalami degerasi dalam kehamilan dan
sering kali ditemui pada wanita berumur 35-45 tahun. Tumor ini mebutuhkan
waktu 4-5 tahun dan untuk mencapai ukuran sebesar buah jeruk. Tumor ini
sering pula ditemukan pada wanita yang belum pernah melahirkan atau wanita
yang sulit hamil (inferentil) (Setiati, 2009).
Dari berbagai pengertian dapat disimpulkan bahwa mioma uteri adalah
pertumbuhan jinak dari otot-otot polos, tumor jinak otot rahim, disertai
jaringan ikat, biasanya mioma uteri banyak terdapat pada wanita usia
reproduksi terutama pada usia 35 tahun.

2. Penyebab/Faktor Predisposisi
Menurut Aspiani ada beberapa faktor yang diduga kuat merupakan faktor
predisposisi terjadinya mioma uteri.
a) Umur
Mioma uteri ditemukan sekitar 20% pada wanita usia produktif dan
sekitar 40%-50% pada wanita usia di atas 40 tahun. Mioma uteri jarang
ditemukan sebelum menarche (sebelum mendapatkan haid).
b) Hormon Endogen (endogenous hormonal)
Konsentrasi estrogen pada jaringan mioma uteri lebih tinggi dari pada
jaringan miometrium normal.
c) Riwayat keluarga
Wanita dengan garis keturunan dengan tingkat pertama dengan penderita
mioma uteri mempunyai 2,5 kali kemungkinan untuk menderita mioma
dibandingkan dengan wanita tanpa garis keturunan penderita miomauteri.
d) Makanan
Makanan di laporkan bahwah daging sapi, daging setengah matang (red
meat), dan daging babi meningkatkan insiden mioma uteri, namun
sayuran hijau menurunkan insiden menurunkan mioma uteri.
e) Kehamilan
Kehamilan dapat mempengaruhi mioma uteri karena tingginya kadar
estrogen dalam kehamilan dan bertambahnya vaskularisasi ke uterus. Hal
ini mempercepat pembesaran mioma uteri. Efek estrogen pada
pertumbuhan mioma mungkin berhubungan dengan respon dan faktor
pertumbuhan lain. Terdapat bukti peningkatan produksi reseptor
progesteron, dan faktor pertumbuhan epidermal.
f) Paritas
Mioma uteri lebih sering terjadi pada wanita multipara dibandingkan
dengan wanita yang mempunyai riwayat melahirkan 1 (satu) kali atau 2
(2) kali

Faktor terbentuknya tomor:


a) Faktor internal
Faktor internal adalah faktor yang terjadinya reflikasi pada saat sel- sel
yang mati diganti oleh sel yang baru merupakan kesalahan genetika yang
diturunkan dari orang tua. Kesalahan ini biasanya mengakibatkan kanker
pada usia dini. Jika seorang ibu mengidap kanker payudara, tidak serta
merta semua anak gandisnya akan mengalami hal yang sama, karena sel
yang mengalami kesalahan genetik harus mengalami kerusakan terlebih
dahulu sebelum berubah menjadi sel kanker. Secara internal, tidak dapat
dicegah namun faktor eksternal dapat dicegah. Menurut WHO, 10% –
15% kanker, disebabkan oleh faktor internal dan 85%, disebabkan oleh
faktor eksternal (Apiani, 2017).

b) Faktor eksternal
Faktor eksternal yang dapat merusak sel adalah virus, polusi udara,
makanan, radiasi dan berasala dari bahan kimia, baik bahan kimia yang
ditam,bahkan pada makanan, ataupun bahan makanan yang bersal dari
polusi. Bahan kimia yang ditambahkan dalam makanan seperti pengawet
dan pewarna makanan cara memasak juga dapat mengubah makanan
menjadi senyawa kimia yang berbahaya.
Kuman yang hidup dalam makanan juga dapat menyebarkan racun,
misalnya aflatoksin pada kacang-kacangan, sangat erat hubungannya
dengan kanker hati. Makin sering tubuh terserang virus makin besar
kemungkinan sel normal menjadi sel kanker. Proses detoksifikasi yang
dilakukan oleh tubuh, dalam prosesnya sering menghasilkan senyawa
yang lebih berbahaya bagi tubuh,yaitu senyawa yang bersifat radikal atau
korsinogenik. Zat korsinogenik dapat menyebabkan kerusakan pada sel.

Berikut faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tumor pada mioma,


disamping faktor predisposisi genetik.
a) Estrogen
Mioma uteri dijumpai setelah menarke. Sering kali, pertumbuhan tumor
yang cepat selama kehamilan terjadi dan dilakukan terapi estrogen
eksogen. Mioma uteri akan mengecil pada saat menopouse dan oleh
pengangkatan ovarium. Mioma uteri banyak ditemukan bersamaan
dengan anovulasi ovarium dan wanita dengan sterilitas. Enzim
hidrxydesidrogenase mengungbah estradiol (sebuah estrogen kuat)
menjadi estrogen (estrogen lemah). Aktivitas enzim ini berkurang pada
jaringan miomatous, yang juga mempunyai jumlah reseptor estrogen yang
lebih banyak dari pada miometrium normal.
b) Progesteron
Progesteron merupakan antogonis natural dari estrogen. Progesteron
menghambat pertumbuhan tumor dengan dua cara, yaitu mengaktifkan
hidroxydesidrogenase dan menurunkan jumlah reseptor estrogen pada
tumor.
c) Hormon pertumbuhan (growth hormone)
Level hormon pertumbuhan menurun selama kehamilan, tetapi hormon
yang mempunyai struktur dan aktivitas biologik serupa, yaitu HPL,
terlihat pada periode ini dan memberi kesan bahwa pertumbuhan yang
cepat dari leimioma selama kehamilan mungkin merupakan hasil dari aksi
sinergistik antara HPL dan estrogen.
3. Pohon Masalah

Herediter, pola Mioma Uteri


hidup, hormonal

Mioma4.intramural (dinding Mioma submukosum (tumbuh Mioma subserosum (diantara


antara miometrium menjadi polip, dilahirkan ligamentmluteum)
melalui serviks)

Penurunan imun tubuh Risiko Infeksi Tanda / Gejala

Perdarahan pervaginam Tindakan Pembedahan Pembesaran uterus


(histerektomi)

Hb menurun Risiko Penekanan organ


hipovolemia sekitar

Tak tertangani dengan Risiko syok


cepat

Perlukaan Kurang informasi mengenai


prognosis penyakit dan terapi
Gangguan Integritas
Kulit Ansietas

Hilangnya uterus ovarium

Estrogen berkurang
Menekan vesika urinaria Penekanan Saraf
Progesteron dan rektum
kewanitaan menurun

Libido seksual Pola Nyeri Akut


eliminasi terganggu
menurun
Disfungsi seksual Retensi Urin Konstipasi
4. Klasifikasi
Klasifikasi mioma dapat berdasarkan lokasi dan lapiran uterus yang terkena.
a. Lokasi
Servical (2,6%), umumnya tumbuh kea rah vagina menyebkan infeksi.
Isthmica (7,2%), lebih sering menyebabkan nyeri dan gangguan traktus
urinarius. Corporal (91%), merupakan lokasi paling lazim, dan seringkali
tanpa gejala.
b. Lapisan Uterus
Mioma uteri pada daerah korpus, sesuai dengan lokasinya dibagi
menjadi tiga jenis, yaitu :

1) Mioma Uteri Subserosa


Lokasi tumor di subserosa korpus uteri dapat hanya sebagai
tonjolan saja, dapat pula sebagai satu massa yang dihubungkan dengan
uterus melalui tangkai. Pertumbuhan ke arah lateral dapat berada di
dalam ligamentumlatum dan disebut sebagai mioma intraligamenter.
Mioma yang cukup besar akan mengisi rongga peritoneal sebagai
suatu massa. Perlengketan dengan usus, omentum atau mesenterium di
sekitarnya menyebabkan system peredaran darah diambil alih dari
tangkai ke omentum. Akibatnya tangkai makin mengecil dan terputus,
sehingga

mioma akan terlepas dari uterus sebagai massa tumor yang bebas
dalam rongga peritoneum. Mioma jenis ini dikenal sebagai jenis
parasitic.
2) Mioma Uteri Intramural
Berubah sering tidak memberikan gejala klinis yang berarti kecuali
rasa tidak enak karena adanya massa tumor di daerah perut sebelah
bawah. Kadang kala tumor tumbuh sebagai mioma subserosa dan
kadang-kadang sebagai mioma submukosa. Di dalam otot rahim dapat
besar, padat (jaringan ikat dominan), lunak (jaringan otot rahim
dominan).
3) Mioma Uteri Submukosa
Mioma ini terletak di dinding uterus yang paling dalam sehingga
menonjol ke dalam uterus. Jenis ini juga dapat bertangkai atau
berdasarkan lebar. Dapat tumbuh bertangkai menjadi polip, kemudian
di keluarkan melalui saluran seviks yang disebut mioma geburt.
Mioma jenis lain meskipun besar mungkin belum memberikan keluhan
perdarahan, tetapi mioma submukosa walaupun kecil sering
memberikan keluhan gangguan perdarahan. Tumor jenis ini sering
mengalami infeksi, terutama pada mioma submukosa pedinkulata.
Mioma submukosa pedinkulata adalah jenis mioma submukosa yang
mempunyai tangkai. Tumor ini dapat keluar dari rongga rahim ke
vagina, dikenal dengan nama mioma geburt atau mioma yang
dilahirkan.

5. Manifestasi Klinis
Separuh penderita mioma uteri tidak memperlihatkan gejala. Umumnya
gejala yang temukan bergantung pada lokasi, ukuran, dan perubahan pada
mioma tersebut seperti :
a. Perdarahan abnormal: hipermenore, menoragia, metroragia. Sebabnya:
 Pengaruh ovarium sehingga terjadi hiperplasi endometrium
 Permukaan endometrium yang lebih luas dari biasanya
 Atrofi endometrium di atas mioma submukosum

 Myometrium tidak dapat berkontraksi optimal karena adanya sarang


mioma di antara serabut myometrium sehingga tidak dapat menjepit
pembuluh darah yang melaluinya dengan baik.
Perdarahan kontinu pada pasien dengan mioma submukosa dapat
berakibat pada hal-hal berikut.
 Menghalangi implantasi terdapat peningkatan insiden aborsi dan
kelahiran prematur pada pasien dengan mioma intramural dan
submukosa. Kongesti vena terjadi karena kompresi tumor yang
menyebabkan edema ekstermitas bawah, hemorrhoid, nyeri, dan
dyspareunia. Selain itu terjadi gangguan pertumbuhan dan
perkembangan kelahiran.
 Kehamilan dengan disertai mioma uteri menimbulkan proses saling
mempengaruhi.
 Keguguran dapat terjadi.
 Persalinan prematuritas.
 Gangguan proses persalinan.
 Tertutupnya saluran indung telur menimbulkan infentiritas.
 Gangguan pelepasan plasenta dan perdarahan.
 Biasanya mioma akan mengalami involusi yang nyata setelah kelahiran.
b. Nyeri: dapat timbul karena gangguan sirkulasi yang disertai nekrosis
setempat dan peradangan. Pada mioma submukosum yang dilahirkan
setempat dapat menyempitkan canalis servikalis sehingga menimbulkan
dismenore.
c. Gejala penekanan: penekanan pada vesika urinaria menyebabkan poliuri,
oada uretra menyebabkan retensio urine, pada ureter menyebabkan
hidroureter dan hidronefrosis, pada rectum menyebabkan obstipasi dan
tenesmia, pada pembuluh darah dan limfe menyebabkan edema tungkai
dan nyeri panggul.
d. Disfungsia reproduksi
Hubungan antara mioma uteri sebagai penyebab infertilitas masih belum
jelas. Dilaporkan sebesar 27-40% wanita dengan mioma uteri mengalami
infertilitas. Mioma yang terletak di daerah kornu dapat menyebabkan
sumbatan dan gangguan transportasi gamet dan embrio akibat terjadinya
oklusi tuba bilateral. Mioma uteri dapat menyebabkan gangguan kontraksi
ritmik uterus yang sebenarnya diperlukan untuk motilitas sperma di dalam
uterus. Perubahan bentuk kavum uteri karena adanya mioma dapat
menyebabkan disfungsi reproduksi. Gangguan implantasi embrio dapat
terjadi pada keberadaan mioma akibat perubahan histologi endometrium
dimana terjadi atrofi karena kompresi massa tumor.
Mekanisme gangguan fungsi reproduksi dengan mioma uteri :
 Gangguan transportasi gamet dan embrio
 Pengurangan kemampuan bagi pertumbuhan uterus
 Perubahan aliran darah vaskuler
 Perubahan histologi endometrium
(Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma, 2015)

6. Pemeriksaan Diagnostik / Penunjang


a. Tes laboratorium
Hitung darah lengkap dan apusan darah : leukositosis dapat disebabkan
oleh nekrosis akibat torsi atau degenerasi. Menurunnya kadar hemoglobin
dan hematocrit menunjukkan adanya kehilangan darah yang kronik.
b. Tes kehamilan terhadap chorioetic gonadotropin
Sering membantu dalam evaluasi suatu pembesaran uterus yang simetrik
menyerupai kehamilan atau terdapat bersama-sama dengan kehamilan.
c. Ultrasonografi
Apabila keberadaan massa pelvis meragukan, sonografi dapat membantu.
d. Pielogram intravena
Dapat membantu dalam evaluasi diagnostic.
e. Pap smear serviks
Selalu diindikasikan untuk menyingkap neoplasia serviks sebelum
histerektomi.
f. Histerosal pingogram
Dianjurkan bila klien menginginkan anak lagi dikemudian hari untuk
mengevaluasi distorsi rongga uterus dan kelangsungan tuba falopi.
7. Penatalaksanaan Medis
Penanganan yang dapat dilakukan ada dua macam, yaitu penanganan secara
konservatif dan penanganan secara operatif.
a. Penanganan konservatif sebagai berikut :
1) Observasi dengan pemeriksaan pelvis secara periodic setiap 3-6 bulan
2) Bila anemia, Hb < 8 g% transfusi PRC
3) Pemberian zat besi
b. Penanganan operatif, bila :
1) Ukuran tumor lebih besar dari ukuran uterus 12-14 minggu
2) Pertumbuhan tumor cepat
3) Mioma subserosa bertangkai dan torsi
4) Bila dapat menjadi penyulit pada kehamilan berikutnya
5) Hipermenorea pada mioma submukosa
6) Penekanan pada organ sekitarnya

Jenis operasi yang dilakukan dapat berupa :


a. Enukleasi Mioma
Dilakukan pada penderita infertile atau yang masih menginginkan
anak atau mempertahankan uterus demi kelangsungan fertilitas. Sejauh ini
tampaknya aman, efektif, dan masih menjadi pilihan terbaik. Enukleasi
sebaiknya tidak dilakukan bila ada kemungkinan terjadinya karsinoma
endometrium atau sarcoma uterus, juga dihindari pada masa kehamilan.
Tindakan ini seharusnya dibatasi pada tumor dengan tangkai dan jelas
yang dengan mudak dapat dijepit dan diikat. Bila miomektomi
menyebabkan cacat yang menembus atau sangat berdekatan dengan
endometrium, kehamilan berikutnya harus dilahirkan dengan section
caesaria.
b. Histerektomi
Dilakukan bila pasien tidak menginginkan anak lagi, dan pada penderita
yang memiliki leiomyoma yang simptomatik atau yang sudah bergejala.
Histerektomi dilakukan jika pasien tidak menginginkan anak lagi dan pada
pasien yang memiliki leimioma yang simptomatik atau yang sudah
bergejala. Kriteria ACOG untuk histerektomi adalah sebagai berikut.
1) Terdapat satu sampai tiga leimioma asimptomatik atau yang dapat
teraba dari luar dan dikelukan oleh pasien.
2) Perdarahan uterus berlebihan.
3) Perdarahan yang banyak, bergumpal-gumpal, atau berulang-ulang
selama lebih dari delapan hari.
4) Anemia akut atau kronis akibat kehilangan darah
c. Miomektomi
Miomektomi adalah pengambilan mioma saja tanpa pengangkatan uterus.
Apabila wanita sudah dilakukan miomektomi kemungkinan dapat hamil
sekitar 30-50%. Dan perlu disadari oleh penderita bahwa setelag dilakukan
miomektomi harus dilanjutkan histerektomi.
Lama perawatan :
1) 1 hari pasca diagnose keperawatan
2) 7 hari pasca histerektomi/miomektomi
Masa pemulihan :
1) 2 minggu pasca diagnose keperawatan
2) 6 minggu pasca histerektomi/miomektomi
c. Penanganan radioterapi
Tindakan ini bertujuan agar ovarium tidak berfungsi lagi sehingga
penderita mengalami menopause. Radioterapi ini umumnya hanya
dikerjakan kalau terdapat kontrak indikasi untuk tindakan operatif akhir-
akhir ini kontrak indikasi tersebut makin berkurang. Radioterapi
hendaknya hanya dikerjakan apabila tidak ada keganasan pada uterus.
1) Hanya dilakukan pada pasien yang tidak dapat dioperasi (bad risk
patient).
2) Tidak disertai radang pelvis atau penekanan pada rectum
3) Tidak dilakukan pada wanita muda, sebab dapat menyebabkan
menopause. Maksud dari radioterapi adalah untuk menghentikan
perdarahan.
Obat-obatan yang biasa kepada penderita mioma yang mengalami
perdarahan melalui vagina yang tidak normal, antara lain :
 Obat anti-inflamasi yang nonsteroid (Nonsteroid Anti Infamation
(NSAID))
 Vitamin
 Dikerok (kuretase)
 Obat-obatan hormonal (misalnya, pil KB)
 Operasi penyayatan jaringan mioma ataupun mengangkat rahim
keseluruhan
 Pemberian hormone steroid sintetik seperti progestin, malah
kadang- kadang menimbulkan rasa nyeri daerah panggul yang
bertambah. Hormon GnRH agoins (Gonadotropin Releasing
Hormon) bias mengurangi besar ukuran mioma. Akan tetapi,
mioma kembali membesar setelah 6 bulan obat GnRH dihentikan.
 Bila uterus hanya sedikit membesar apalagi tidak ada keluhan,
tidak memerlukan pengobatan khusus.
8. Komplikasi
a. Perdarahan sampai terjadi anemia
b. Torsi tangkai mioma dari :
 Mioma uteri subserosa
 Mioma uteri submukosa
c. Nekrosis dan infeksi, setelah torsi dapat terjadi nekrosis dan infeksi
d. Pengaruh timbal balik mioma dan kehamilan
1) Pengaruh mioma terhadap kehamilan
 Infertilitas
 Abortus
 Persalinan prematuritas dan kelainan letak
 Inersia uteri
 Gangguan jalan persalinan
 Perdarahan post partum
 Retensi plasenta
2) Pengaruh kehamilan terhadap mioma uteri
 Mioma cepat membesar karena rangsangan estrogen
 Kemungkinan torsi mioma uteri bertangkai

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian Keperawatan
Dalam hal pemeriksaan, menurut Setiati(2009: 95-96) adalah sebagai berikut:
a. Anamnesis
Timbul benjolan di perut bagian bawah pada waktu yang relatif lama.
kadang- kadang Gangguan haid. Buang air kecil atau air besarpun terjadi.
Nyeri perut terjadi apabila mioma terinfeksi , terpuntir atau pecah.
b. Pemeriksaan fisik
Palpasi Abdomen digunakan untuk mendapatkan tumor diabdomen bagian
bawah.
c. Pemeriksaan Ginetologi
Dengan pemeriksaan bimanual. Tumor tersebut didpatkan menyatu dengan
rahim atau mengisi dengan kavum Douglasi. Konsistennya padat , kenyal,
bergerak dan permukaan tumor umumnya rata. Gejala klinisnya adalah
adanya rasa penuh pada bagian bawah, tanda massa yang padat kenyal,
terjadi perdarahan abnormal, dan muncul rasa nyeri, terutama saat
menstruasi.
d. Pemeriksaan Luar
Teraba massa tumor pada abdomen bagian bawah serta pergerakan tumor
dapat terbatas atau bebas.
Selain itu, fokus pengkajian mioma uteri terdiri dari:
a. Pengumpulan Data
Merupakan kegiatan dalam menghimpun informasi dari klien sebagai
berikut:
 Mioma biasanya terjadi pada usia reproduktif, paling sering
ditemukan pada usia 35 tahun keatas.
 Makin tua usia maka toleransi terhadap nyeri akan berkurang.
 Orang dewasa mempunyai dan mengetahui cara efektif dalam
menyesuaikan diri terutama terhadap perubahan yang terjadi pada
dirinya akibat tindakan THA_BSO (Total Abdominal Hyterektomi And
Bilateral Salphingo Oopphorectomy).

b. Keluhan utama
Keluhan yang timbul hampir tiap jenis oprasi adalah rasa nyeri karena
terjadi torehan tarikan, manipulasi jaringan organ. Rasa nyeri setelah bedah
biasanya berlangsung 24-48 jam. Adapun yang perlu dikaji pada rasa nyeri
tersebut adalah pengkajian nyeri P, Q, R, S, T.
c. Riwayat reproduksi
1) Haid
Dikaji tentang riwayat menarche dan haid terakhir, sebab mioma uteri
tidak pernah ditemukan sebelum menarche dan mengalami atropi pada
masa menopause.
2) Hamil dan Persalinan
 Kehamilan mempengaruhi pertumbuhan mioma, dimana mioma
uteri tumbuh cepat pada masa hamil ini dihubungkan dengan
hormone estrogen, pada masa ini dihasilkan dalam jumlah yang
besar.
 Jumlah kehamilan dan anak yang hidup mempengaruhi psikologi
klien dan keluarga terhadap hilangnya organ kewanitaan.
3) Data Psikologi
Pengangkatan organ reproduksi dapat sangat berpengaruh terhadap
emosional klien dandiperlukan waktu untuk memulai perubahan yang
terjadi. Oragan reproduksi merupakan komponen kewanitaan, wanita
melihat fungsi menstruasi sebagai lambing feminitas sehingga
berhentinya menstruasi biasanya dirasakan sebagai hilangnya perasaan
kewanitaan. Perasaaan seksualitas dalam arti hubungan seksual perlu
ditangani. Beberapa wanita merasa cemas bahwa hubungan seksualitas
terhalangi atau hilangan kepuasan. Pengetahuan klien tentang dampak
yang akan terjadi sangat perlu persiapan psikologi klien.
4) Status Respiratori
Respirasi bisa meningkat atau menurun. Pernafasan yang cepat dapat
terdengar tanpa stetoskop. Bunyi pernafasan akibat lidah jatuh
kebelakang atau terdapat sekret. Suara paru yang kasar merupakan
gejala terdapat sekret pada saluran nafas. Usaha batuk dan bernafas
dalam dilaksanakan segera pada klien yang memakai anestesi general.
5) Tingkat Kesadaran
Tingkat kesadaran dibuktikan melalui pertanyaan sederhana yang harus
dijawab oleh klien atau di suruh untuk melakukan perintah. Variasi
tingkat kesadaran dimulai dari siuman sampai ngantuk, harus
diobservasi dan penurunan tingkat kesadaran merupakan gejala syock.
6) Status Urinari
Retensi urin paling umum terjadi setelah pembedah genekologi, klien
yang hidrasinya baik biasanya kencing setelah 6-8 jam setelah
pembedahan. Jumlah output urin yang sedikit akibat kehilangan cairan
tubuh saat operasi, muntah akibat anestesi.
7) Status Gastrointestinal
Fungsi gastrointestinal biasanya pulih pada 24-74 jam setelah
pembedahan, tergantung pada kekuatan efek narkose pada penekanan
intestinal. Ambulatori dan kompres hangat perlu diberikan untuk
menghilangkan dalam usus.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (mis. inflamasi,
iskemia, neoplasma, nekrosis)
b. Risiko hypovolemia dibuktikan dengan kehilangan cairan aktif
c. Risiko syok dibuktikan dengan kekurangan volume cairan.
d. Ansietas
e. Risiko infeksi dibuktikan dengan penyakit kronis, efek prosedur invasif
f. Retensi urine.
g. Gangguan integritas kulit/jaringan.
h. Disfungsi seksual.
i. Konstipasi.
3. Rencana Keperawatan

No Standar Diagnosa Standar Luaran Standar Intervensi


Keperawatan Indonesia Keperawatan Indonesia Keperawatan Indonesia
(SDKI) (SLKI) (SIKI)
1. Nyeri akut Setelah dilakukan intervensi Manajemen Nyeri
Definisi keperawatan selama… x … Tindakan
Pengalaman sensorik atau maka Tingkat Nyeri Observasi
emosional yang berkaitan menurun dengan kriteria  Identifikasi lokasi,
dengan kerusakan jaringan hasil: karakteristik, durasi,
actual atau fungsional,  Kemampuan menuntaskan frekuensi, kualitas, intensitas
dengan onset mendadak atau aktivitas meningkat (5) nyeri
lambat dan berintensitas  Keluhan nyeri menurun  Identifikasi skala nyeri
ringan hingga berat yang (5)  Identifikasi respons nyeri non
berlangsung kurang dari 3  Meringis menurun (5) verbal
bulan.  Sikap protektif menurun  Identifikasi faktor yang
Penyebab (5) memperberat dan
 Agen pencedera  Gelisah menurun (5) memperingan nyeri
fisiologis (mis.  Kesulitan tidur menurun  Identifikasi pengetahuan dan
inflamasi, iskemia, (5) keyakinan tentang nyeri
neoplasma)  Menarik diri menurun (5)  Identifikasi pengaruh budaya
 Agen pencedera kimiawi  Berfokus pada diri sendiri terhadap respon nyeri
(mis. terbakar, bahan menurun (5)  Identifikasi pengaruh nyeri
kimia iritan)  Diaforesis menurun (5) pada kualitas hidup
 Agen pencedera fisik  Perasaan depresi  Monitor keberhasilan terapi
(mis. abses, amputasi, (tertekan) menurun (5) komplementer yang sudah
terbakar, terpotong,  Perasaan takut mengalami diberikan
mengangkat berat, cedera berulang menurun  Monitor efek samping
prosedur operasi, (5) penggunaan analgetik
trauma, latihan fisik  Anoreksia menurun (5) Terapeutik
berlebihan)  Perinium terasa tertekan  Berikan teknik
Gejala dan Tanda Mayor menurun (5) nonfarmakologis untuk
Subjektif mengurangi rasa nyeri
 Mengeluh nyeri  Uterus teraba membulat  Kontrol lingkungan yang
Objektif menurun (5) memperberat rasa nyeri (mis.
 Tampak meringis  Ketegangan otot menurun suhu ruangan, pencahayaan,
 Bersikap protektif (mis. (5) kebisingan)
waspada, posisi  Pupil dilates menurun (5)  Fasilitasi istirahat dan tidur
menghindari nyeri)  Muntah menurun (5)  Pertimbangkan jenis dan
 Gelisah  Mual menurun (5) sumber nyeri dalam pemilihan
 Frekuensi nadi  Frekuensi nadi membaik strategi meredakan nyeri
meningkat (5) Edukasi
 Sulit tidur  Pola napas membaik (5)  Jelaskan penyebab, periode,
Gejala dan Tanda Minor  Tekanan darah membaik dan pemicu nyeri
Subjektif (5)  Jelaskan strategi meredakan
(Tidak tersedia)  Proses berpikir membaik nyeri
Objektif (5)  Anjurkan memonitor nyeri
 Tekanan darah  Fokus membaik (5) secara mandiri
meningkat  Fungsi berkemih  Anjurkan menggunakan
 Pola napas berubah membaik (5) analgetik secara tepat
 Nafsu makan berubah  Perilaku membaik (5)  Ajarkan teknik
 Proses berpikir  Nafsu makan membaik (5) nonfarmakologis untuk
terganggu mengurangi rasa nyeri
 Pola tidur membaik (5)
 Menarik diri Kolaborasi
 Berfokus pada diri  Kolaborasi pemberian
sendiri analgetik, jika perlu
 Diaforesis
Pemberian Analgesik
Tindakan
Observasi
 Identifikasi karakteristik nyeri
(mis. pencetus, Pereda,
kualitas, lokasi, intensitas,
frekuensi, durasi)
 Identifikasi riwayat alergi obat
 Identifikasi kesesuaian jenis
analgesic (mis. narkotika,
non- narkotik, atau NSAID)
dengan tingkat keparahan
nyeri
 Monitor tanda-tanda vital
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
 Monitor efektifitas analgesik
Terapeutik
 Diskusikan jenis analgesic
yang disukai untuk mencapai
analgesa optimal, jika perlu
 Pertimbangkan penggunaan
infus kontinu, atau bolus
opioid untuk mempertahankan
kadar dalam serum
 Tetapkan target efektifitas
analgesic untuk
mengoptimalkan respon
pasien
 Dokumentasikan respons
terhadap efek analgesic dan
efek yang tidak diinginkan
Edukasi
 Jelaskan efek terapi dan efek
samping obat
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian dosis
dan jenis analgesic, sesuai
indikasi
2. Risiko Hipovolemia Setelah dilakukan asuhan Manajemen Hipovolemia
Definisi keperawatan selama … x … Observasi
Berisiko mengalami jam diharapkan risiko  Periksa tanda dan gejala
penurunan volume cairan hipovolemia membaik dengan hipovolemia (mis. Frekuensi
intravascular, intestisial, kriteria hasil: nadi meningkat, nadi teraba
dan/atau intraselular. Status Cairan lemah, tekanan darah
Faktor Risiko  Kekuatan nadimeningkat menurun, tekanan nadi
 Kehilangan cairan (5) menyempit, turgor kulit
secara aktif  Turgor kulit meningkat menurun, membrane mukosa
 Gangguan absorbs (5) kering, volume urine menurun,
cairan  Output urine meningkat hematocrit meningkat, haus,
 Usia lanjut (5) lemah)
 Kelebihan berat badan  Pengisian vena  Monitor intake dan outputcairan
 Status hipermetabolik meningkat (5)
 Kegagalan mekanisme  Ortopnea menurun (5) Terapeutik
regulasi  Dyspnea menurun (5)  Hitung kebutuhan cairan
 Evaporasi  Paroxysmal nocturnal  Berikan posisi
 Kekurangan intake dyspnea (PND) menurun modified trendelenburg
cairan (5)  Berikan asupan cairan oral
 Efek agen farmakologis  Edema anasarka
menurun (5) Edukasi
Kondisi klinis terkait  Edema perifer menurun  Anjurkan memperbanyak
 Penyakit Addison (5) asupan cairan oral
 Trauma/perdarahan  Berat badan menurun (5)  Anjurkan menghindari
 Luka bakar  Distensi vena jugularis perubahan posisi mendadak
 AIDS menurun (5)
 Penyakit Crohn  Suara napas tambahan Kolaborasi
 Muntah menurun (5)  Kolaborasi pemberian cairan
 Diare  Kongesti paru menurun IV isotonis (mis. NaCl, RL)
 Kolitif ulseratif (5)  Kolaborasi pemberian cairan
 Perasaan lemah menurun Iv hipotonis (mis. Glukosa
(5) 2,5%, NaCl 0,4%)
 Keluhan haus menurun  Kolaborasi pemberian cairan
(5) koloid (mis. Albumin,
 Konsentrasi urine plasmanate)
menurun (5)  Kolaborasi pemberian produk
 Frekuensi nadi membaik darah
(5)
 Tekanan darah membaik Pemantauan cairan
(5) Observasi
 Tekanan nadi membaik  Monitor frekuensi dan
(5) kekuatan nadi
 Membran mukosa  Monitor frekuensi napas
membaik (5)  Monitor tekanan darah
 Jugular venous pressure  Monitor berat badan
(JVP) membaik (5)  Monitor waktu pengisian kapiler
 Kadar Hb membaik (5)
 Monitor elastisitas atau turgor
 Kadar Ht membaik (5) kulit
 Cental venous pressure  Monitor jumlah, warna danberat
membaik (5) jenis urine
 Refluks hepatojugular  Monitor kadar albumin dan
membaik (5) protein total
 Berat badan membaik (5)  Monitor hasil pemeriksaan
 Hepatomegali membaik serum (mis. Osmolaritas
(5) serum, hematocrit, natrium,
 Oliguria membaik kalium, BUN)
membaik (5)  Monitor intake dan outputcairan
 Intake cairan membaik  Identifikasi tanda-tanda
(5) hipovolemia (mis. Frekuensi
 Status mental membaik nadi meningkat, nadi teraba
membaik (5) lemah, tekanan darahmenurun,
Suhu tubuh membaik
membaik membaik (5)
tekanan nadi menyempit,
turgor kulit menurun,
membrane mukosa kering,
volume urine menurun,
hematocrit meningkat, hasu,
lemah, konsentrasi urine
meningkat, berat badan
menurun dalam waktu singkat)
 Identifikasi tanda-tanda
hypervolemia (mis. Dyspnea,
edema perifer, edema
anasarka, JVP meningkat,
CVP meningkat, reflex
hepatojugular positif, berat
badan menurun dalam waktur
singkat)
 Identifikasi faktor risiko
ketidakseimbangan cairan
(mis. Prosedur pembedahan
mayor, trauma?perdarahan,
luka bakar, aferesis, obstruksi
intestinal, peradangan
pancreas, penyakit ginjal dan
kelenjar, disfungsi intestinal)

Terapeutik
 Atur interval waktupemantauan
sesuai dengan kondisi pasien
 Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi
 Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
 Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
3. Risiko Infeksi Setelah dilakukan intervensi Pencegahan Infeksi
Definisi keperawatan selama… x … Observasi
Beresiko mengalami maka  Monitor tanda dan gejela
peningkatan terserang Tingkat Infeksi menurun infeksi local dan sitemik
organisme patogenik dengan kriteria hasil:
Terapeutik
Faktor Resiko  Kebersihan tangan
 Batasi jumlah pengunjung
 Penyakit kronis (mis. meningkat (5)
 Berikan perawatan kulit pada
Diabetes militus)  Kebersihan badan
area edema
 Efek prosedur invasive meningkat (5)
 Cuci tangan sebelum dan
 Malnutrisi  Nafsu makan meningkat
sesudah kontak dengan pasien
 Peningkatan paparan (5)
dan lingkungan pasien
organisme pathogen  Demam menurun (5)
 Pertahankan kondisi aseptik
lingkungan  Kemerahanmenurun (5)
pada pasien beresiko tinggi
 Ketidakadekuatan  Nyeri menurun (5)
Edukasi
pertahanan tubuh primer  Bengkak menurun (5)  Jelaskan tanda dan gejala
 Gangguan peristaltic  Vesikel menurun (5) infeksi
 Kerusakan integritas  Cairan berbau busuk  Ajarkan cara mencuci tangan
kulit menurun (5) dengan benar
 Perubahan sekresi pH  Sputum berwarna hijau  Ajarkan etika batuk
 Penurunan kerja silialis menurun (5)  Ajarkan cara memeriksa
 Ketuban pecah lama  Drainase purulenmenurun kondisi luka atau luka oprasi
 Ketuban pecah sebelum (5)  Anjurkan meningkatkan
waktunya  Pluria menurun (5) asupan nutrisi
 Merokok  Periode malaise menurun  Anjurkan meningkatkan
 Status cairan tubuh (5) asupan cairan
 Ketidakadekuatan  Periode menggigil
pertahanan tubuh menurun (5) Kolaborasi
sekunder  Letargi menurun (5)  Kolaborasi pemberian
 Penurunan hemoglobin imunisasi, jika perlu
 Imununosupresi  Gangguan kognitif
 Leukopenia menurun (5)
 Supresi respon inflamasi  Kadar sel darah putih
 Faksinasi tidak adekuat membaik (5)
Kondisi klinis terkait :  Kultur darah membaik (5)
 AIDS  Kultur urine membaik (5)
 Luka bakar  Kultur sputum membaik
 Penyakit paru obstruktif (5)
kronis  Kultur area luka membaik
 Diabetes militus (5)
 Tindakan infasif  Kultur feses membaik (5)
 Kondisi penggunaan
terapi steroid
 Penyalahgunaan obat
 Ketuban pecah sebelum
waktunya (KPSW)
 Kanker
 Gagal ginjal
 Imunosupresi
 Lymphedema
 Leukositopenia
 Gangguan fungsi hati
4 Ansietas Setelah dilakukan asuhan Terapi Relaksasi
Definisi: keperawatan selama Observasi
Kondisi emosi dan…… x...............maka  Identifikasi penurunan tingkat
pengalaman subyektif Tingkat Ansietas Menurun energy, ketidakmampuan
individu terhadap objek dengan kriteria hasil: berkonsentrasi, atau gejala lain
yang tidak jelas dan spesifik  Verbalisasi kebingungan yang mengganggu kemampuan
akibat antisipasi bahaya menurun (5) kognitif
yang memungkinkan  Verbalisasi khawatir akibat  Identifikasi teknik relaksasi
individu melakukan tindakan kondisi yang dihadapi yang pernah efektif digunakan
untuk menghadapi ancaman menurun (5)  Identifikasi kesediaan,
 Perilaku gelisah menurun kemampuan, dan penggunaan
Penyebab: (5) teknik sebelumnya
 Krisis situasional  Perilaku tegang menurun  Periksa ketegangan otot,
 Kebutuhan tidak (5) frekuensi nadi, tekanan darah,
terpenuhi  Konsentrasi membaik (5) dan suhu sebelum dan sesudah
 Krisis maturasional  Pola tidur membaik (5) latihan
 Ancaman terhadap  Monitor respons terhadap terapi
Dukungan Sosial Meningkat
konsep diri relaksasi
dengan kriteria hasil:
 Ancaman terhadap
 Kemampuan meminta Terapeutik
kematian
bantuan pada orang lain  Ciptakan lingkungan tenang
 Kekhawatiran mengalami
meningkat (5) dan tanpa gangguan dengan
kegagalan
 Bantuan yang ditawarkan pencahayaan dan suhu ruang
 Disfungsi system
oleh orang lain meningkat nyaman, jika memungkinkan
keluarga
(5)  Berikan informasi tertulis
 Hubungan orang tua-anak
 Dukungan emosi yang tentang persiapan dan prosedur
tidak memuaskan
disediakan oleh orang lain teknik relaksasi
 Faktor keturunan
meningkat (5)  Gunakan pakaian longgar
(temperamen, mudah
 Gunakan nada suara lembut
teragitasi sejak lahir)
dengan irama lambat dan
 Penyalahgunaan zat
berirama
 Terpapar bahaya
 Gunakan relaksasi sebagai
lingkungan (mis. Toksik,
strategi penunjang dengan
polutan, dan lain-lain)
analgetik atau tindakan medis
 Kurang terpapar
lain, jika sesuai
informasi
Gejala dan Tanda Mayor:
Subjektif: Edukasi
 Merasa bingung  Jelaskan tujuan, manfaat,
 Merasa khawatir dengan batasan, dan jenis relaksasi
akibat dari kondisi yang yang tersedia (mis. Music,
dihadapi meditasi, napas dalam,
 Sulit berkonsentrasi relaksasi otot progresif)
Objektif:  Jelaskan secara rinci intervensi
 Tampak gelisah relaksasi yang dipilih
 Tampak tegang  Anjurkan mengambil posisi
 Sulit tidur nyaman
 Anjurkan rileks dan merasakan
Gejala dan Tanda Minor: sensasi relaksasi
Subjektif:  Anjurkan sering mengulangi
 Mengeluh pusing atau melatih teknik yang dipilih
 Anoreksia  Demonstrasikan dan latih
 Palpitasi teknik relaksasi (mis. Napas
 Merasa tidak berdaya dalam, peregangan, atau
Objektif: imajinasi terbimbing)
 Frekuensi nadi meningkat
 Frekuensi napas
meningkat
 Tekanan darah meningkat
 Diaphoresis
 Tremor
 Muka tampak pucat
 Suara bergetar
 Kontak mata buruk
 Sering berkemih
 Berorientasi pada masa
lalu

Kondisi Klinis Terkait:


 Penyakit kronis progresif
(mis. Kaner, penyakit
autoimun)
 Penyakit akut
 Hospitalisasi
 Rencana operasi
 Kondisi diagnosis
penyakit belum jelas
 Penyakit neurologis
 Tahap tumbuh kembang
Daftar Pustaka

Apriyani, Yosi. . Analisa Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan


Kejadian Mioma Uteri di RSUD dr. Adhyatma Semarang.
Jurnal Kebidanan. Vol. 2 No. 5
Aspiani, Y, R.2017. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Maternitas.
Jakarta: TIM
Setiati, Eni. 2009. Waspadai 4 Kanker Ganas Pembunuh Wanita.
Yogyakarta: Penerbit Andi.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta Selatan:
Dewan Pengurus Pusat PPNI.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Intervensi Keperawatan
Indoneisa: Definisi dan Tindakan Keperawatan. Jakarta
Selatan: Dewan Pengurus Pusat PPNI.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Luaran Keperawatan
Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta
Selatan: Dewan Pengurus Pusat PPNI

Anda mungkin juga menyukai