Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN

KEPERAWATAN JIWA PADA NY.KT DENGAN


GANGGUAN PERSEPSI SENSORI

OLEH:

KETUT ELFIRASANI
NIM. P07120320069
PROFESI NERS KELAS B

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2021
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN
DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI
PENDENGARAN DAN PENGLIHATAN

A. MASALAH UTAMA
Gangguan persepsi sensori : Halusinasi

B. KONSEP DASAR HALUSINASI


1. Pengertian
Halusinasi pendengaran merupakan mendengar suara yang
membicarakan, mengejek, mengancam, menertawakan, memrintahkan
untuk melakukan sesuatu (kadang-kadang hal yang berbahaya) (Trimelia,
2011)
Halusinasi adalah salah satu gangguan jiwa dimana pasien
mengalami perubahan persepsi sensori tentang suatu objek, gambaran dan
pikiran yang sering terjadi tanpa adanya rangsangan dari luar meliputi
suara dan semua sistem penginderaan (pendengaran, penglihatan,
penciuman, perabaan, atau pengecapan). (Nita Fitria, 2009)
Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana
klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu
penerapan panca indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan
yang dialami suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksteren:
persepsi palsu (Maramis, 2007).
Tanda dan Gejala secara umum:
1) Bicara, senyum, tertawa sendiri
2) Mengatakan mendengarkan suara, melihat, mengecap, menghirup
(mencium) dan merasa suatu yang tidak nyata.
3) Merusak diri sendiri, orang lain dan lingkungannya
4) Tidak dapat membedakan hal yang nyata dan tidak nyata
5) Tidak dapat memusatkan perhatian atau konsentrasi.
6) Sikap curiga dan saling bermusuhan.
7) Pembicaraan kacau kadang tak masuk akal.
8) Menarik diri menghindar dari orang lain.
9) Sulit membuat keputusan.
10) Ketakutan.
11) Tidak mau melaksanakan asuhan mandiri: mandi, sikat gigi, ganti
pakaian, berhias yang rapi.
12) Mudah tersinggung, jengkel, marah.
13) Menyalahkan diri atau orang lain.
14) Muka marah kadang pucat.
15) Ekspresi wajah tegang.
16) Tekanan darah meningkat.
17) Nafas terengah-engah.
18) Nadi cepat
19) Banyak keringat.

2. Klasifikasi Halusinasi
Ada beberapa jenis halusinasi pada klien gangguan jiwa. Sekitar 70%
halusinasi yang dialami klien gangguan jiwa adalah halusinasi dengar atau
suara, 20% halusinasi penglihatan, dan 10% adalah halusinasi penghidu,
pengecapan, dan perabaan. Pengkajian dapat dilakukan dengan
mengobservasi perilaku klien dan menanyakan secara verbal apa yang
sedang dialami klien.
Halusinasi diklasifikasikan menjadi 5 jenis, yaitu halusinasi
pendengaran, halusinasi penglihatan, halusinasi pengecapan, halusinasi
penghidu, halusinasi perabaan. Data objektif dikaji dengan cara
mengobservasi perilaku klien, sedangkan data subjektif dikaji melalui
wawancara dengan klien. Berikut ini merupakan deskripsi kelima jenis
halusinasi:

Jenis Halusinasi Data Objektif Data Subjektif


Halusinasi Dengar  Mengarahkan telinga  Mendengar suara atau
atau Suara pada sumber suara bunyi gaduh
(Auditory hearing  Marah marah tanpa  Mendengar suara yan
voices or sounds
Hallucinations) sebab yang jelas menyuruh untuk
 Bicara atau tertawa melakukan sesuatu yang
sendiri berbahaya
 Menutup telinga  Mendengar suara yang
mengajak bercakap cakap
 Mendengar suara orang
yang sudah meninggal.

Halusinasi  Ketakutan pada sesuatu  Melihat makhluk tertentu,


Penglihatan (Visual atau objek yang dilihat bayangan, seseorang yang
Hallucinations)  Tatapan mata menuju sudah meninggal, sesuatu
tempat tertentu yang menakutkan atau
 Menuju kearah tertentu hantu, cahaya.

Halusinasi  Adanya tindakan  Klien seperti sedang


Pengecapan mengecap sesuatu, merasakan makanan atau
(Gustatory gerakan mengunyah, rasa tertentu, atau
Hallucinations) sering meludah atau mengunyah sesuatu.
muntah
Halusinasi  Adanya gerakan cuping  Mencium bau dari bau-
Penghidung hidung karena mencium bauan tertentu, seperti
(Olfactory sesuatu atau bau mayat, makanan,
Hallucibnations) mengarahkan hidung feses, bayi atau parfum
pada tempat tertentu  Klien sering mengatakan
bahwa ia mencium suatu
bau
 Halusinasi penciuman
sering menyertai klien
demensia, kejang, atau
penyakut serebrovaskular.

Halusinasi Perabaan  Menggaruk – garuk  Klien mengatakan ada


(Tactile permukaan kulit sesuatu yang
Hallucinations)  Klien terlihat menatap menggerayangi tubuh,
tubuhnya dan terlihat seperti tangan, serangga,
merasakan sesuatu yang atau makhluk halus
seputar tubuhnya  Merasakan sesuatu di
permukaan kulit, seperti
rasa yang sangat panas
dan dingin, atau rasa
tersengat aliran listrik.

Janis-jenis Halusinasi menurut Iyus Yosep 2009, yaitu:


1) Halusinasi Pendengaran (Auditory), paling sering dijumpai dengan
gejala mendengar suara-suara yang menyuruh melakukan sesuatu yang
berbahaya, mendengar suara atau bunyi, mendengar suara yang
mengajak bercakap-cakap, mendengar suara yang mengancam diri
klien atau orang lain atau suara lain yang membahayakan.
2) Halusinasi Penglihatan (Visual), ditandai dengan melihat seseorang
yang sudah meninggal atau makhluk halus tertentu, melihat bayangan
hantu, atau sesuatu yang menakutkan.
3) Halusinasi Penciuman (Olfaktory), Halusinasi ini biasanya berupa
penciuman bau tertentu yang dirasakan tidak enak seperti bau mayat,
darah atau bau masakan serta bau parfum yang menyenangkan.
4) Halusinasi Perabaan (Taktil), yaitu merasakan ada sesuatu yang
menggerayangi tubuh seperti tangan, binatang kecil, makhluk halus,
merasakan sesuatu dipermukaan kulit, merasakan sangat panas atau
dingin, dan merasakan tersengat aliran listrik.
5) Halusinasi Pengecapan (gustatorik), yaitu seperti merasakan makanan
tertentu atau mengunyah sesuatu.
6) Halusinasi Hipnagogik, yaitu persepsi sensori yang salah terjadi pada
saat tertidur, biasanya dianggap sebagai fenomena yang non patologis
7) Halusinasi Hipnopompik, yaitu persepsi palsu yang salah saat
terbangun dari tidur biasanya tidak patologis
8) Halusinasi yang sejalan dengan mood (mood congruent hallucination),
yaitu dimana halusinasi konsisten dengan mood yang tertekan atau
panik.
9) Halusinasi tidak sejalan dengan mood (mood
incongruentnhallucination), yaitu dimana isi halusinasi tidak konsisten
dengan mood yang tertekan atau panik.
10) Halusinasi kinestetik, yaitu mengatakan bahwa fungsi tubuhnya tidak
dapat terdeteksi misalnya tidak adanya denyutan diotak, atau perasaan
tubuhnya melayang-layang diatas bumi.
11) Halusinasi Viseral, yaitu badannya dianggap berubah bentuk dan tidak
normal seperti biasanya.
12) Halusionis, yang paling sering adalah halusinasi dengar yang
berhubungan dengan penyalahgunaan alcohol dan terjadi dalam
sensorium yang jernih, berbeda dengan delitirum tremens (Dts), yaitu
halusinasi terjadi dalam konteks sensorium yang berkabut.
13) Trailing phenomenon, Kelainan persepsi yang berhubungan dengan
obat-obatan halusonogen dimana benda yang bergerak dilihat sebagai
sederetan citra yang terpisah dan tidak kontinyu.
14) Halusinasi Auditorik, dapat terjadi pada orang normal tetapi tidak
dianggap sebagai suatu hal yang patologis. Ada beberapa halusinasi
auditorik yang patologis yaitu; halusinasi auditorik non verbal,
halusinasi auditorik verbal, halusinasi auditorik orang ketiga,
halusinasi auditorik orang kedua.

3. Fase/ Tingkat Halusinasi


Intensitas halusinasi meliputi empat tingkat, mulai dari tingkat I hingga
tingkat IV.

Tabel. Tingkat, Karakteristik, dan Perilaku Halusinasi

Tingkat Karakteristik Halusinasi Perilaku Klien


Tingkat I  Mengalami ansietas  Tersenyum
Memberi rasa nyaman kesepian, rasa bersalah,  Menggerakkan bibir
Tingkat ansietas sedang dan ketakutan tanpa suara
Halusinasi merupakan  Mencoba berfokus pada  Menggerakkan mata
suatu kesenangan pikiran yang dapat dengan cepat
menghilangkan ansietas  Respons verbal yang
 Pikiran dan pengalaman lambat
sensori masih ada  Diam dan
dalam kontrol konsentrasi
kesadaran (jika ansietas
dikontrol)
Tingkat II  Pengalaman sensori  Peningkatan sistem
Menyalahkan menakutkan saraf otak, tanda-
Tingkat ansietas berat  Mulai merasa tanda ansietas,
Halusinasi menyebabkan kehilangan kontrol seperti peningkatan
rasa antipati  Merasa dilecehkan oleh denyut jantung,
pengalaman sensori pernapasan, dan
tersebut tekanan darah
 Menarik diri dari orang  Rentang perhatian
lain menyempit
 Konsentrasi dengan
pengalaman sensori
NON PSIKOTIK  Kehilangan
kemampuan
membedakan
halusinasi dari realita
Tingkat III  Klien menyerah dan  Perintah halusinasi
Mengontrol tingkat ansietas menerima pengalaman ditaati
berat pengalaman sensori sensorinya  Sulit berhubungan
tidak dapat ditolak lagi  Isi halusinasi menjadi dengan orang lain
atraktif  Rentang perhatian
 Kesepian bila hanya beberapa detik
pengalaman sensori atau menit
berakhir  Gejala fisik ansietas
PSIKOTIK berat berkeringat,
tremor, dan tidak
mampu mengikuti
perintah
Tingkat IV  Pengalaman sensori  Perilaku panik
Menguasai tingkat ansietas menjadi ancaman  Berpotensi untuk
panik yang diatur dan  Halusinasi dapat membunuh atau
dipengaruhi oleh waham berlangsung selama bunuh diri
beberapa jam atau hari  Tindakan kekerasan
PSIKOTIK agitasi, menarik diri,
atau katatonia
 Tidak mampu
merespons perintah
yang kompleks
 Tidak mampu
merespons terhadap
lebih dari satu orang

4. Tanda dan Gejala


Pasien dengan halusinasi cenderung menarik diri, sering didapatkan
duduk terpaku dengan pandangan mata pada satu arah tertentu, tersenyum
atau berbicara sendiri, secara tiba-tiba marah atau menyerang orang lain,
gelisah, melakukan gerakan seperti sedang menikmati sesuatu. Juga
keterangan dari pasien sendiri tentang halusinasi yang dialaminya (apa
yang dilihat, didengar atau dirasakan). Berikut ini merupakan gejala klinis
berdasarkan halusinasi (Budi Anna Keliat, 2007):

1) Tahap I : halusinasi bersifat  menyenangkan


Gejala klinis :
a. Menyeringai/ tertawa tidak sesuai
b. Menggerakkan bibir tanpa bicara
c. Gerakan mata cepat
d. Bicara lambat
e. Diam dan pikiran dipenuhi sesuatu yang mengasikkan
2) Tahap 2 : halusinasi bersifat menjijikkan
Gejala klinis :
a. Cemas
b. Konsentrasi menurun
c. Ketidakmampuan membedakan nyata dan tidak nyata
3) Tahap 3 : halusinasi yang bersifat mengendalikan
Gejala klinis :
a. Cenderung mengikuti halusinasi
b. Kesulitan berhubungan dengan orang lain
c. Perhatian atau konsentrasi menurun dan cepat berubah
d. Kecemasan berat (berkeringat, gemetar, tidak mampu mengikuti
petunjuk)
4) Tahap 4 : halusinasi bersifat menaklukkan
Gejala klinis :
a. Pasien mengikuti halusinasi
b. Tidak mampu mengendalikan diri
c. Tidak mampu mengikuti perintah nyata
d. Beresiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan

5. Pohon Masalah
Effect Risiko perilaku kekerasan

Core
Problem

Causa

6. Rentang Respons Neurobiologi Gangguan Sensori Persepsi :


Halusinasi
Halusinasi merupakan gangguan dari persepsi sensori, sehingga halusinasi
merupakan gangguan dari respons neurobiology. Oleh karenanya, secara
keseluruhan, rentang respons halusinasi mengikuti kaidah rentang respons
neurobiologi. Rentang respons neorobiologi yang paling adaptif adalah
adanya pikiran logis, persepsi akurat, emosi yang konsisten dengan
pengalaman, perilaku yang cocok, dan terciptanya hubungan sosial yang
harmonis. Sementara itu, respons maladaptif meliputi adanya waham,
halusinasi, kesukaran proses emosi, perilaku tidak terorganisasi, dan
isolasi sosial: menarik diri. Berikut adalah gambaran rentang respons
neorobiologi.

Gambar. Rentang Respons Neurobiologi Halusinasi (Sumber: Stuart, 2013)

Adaptif Maladaptif
 Pikiran logis  Pikiran kadang  Gangguan proses pikir :
 Persepsi akurat menyimpang waham
 Emosi konsisten  Ilusi  Halusinasi
dengan pengalaman  Emosi tidak stabil  Ketidakmampuan untuk
 Perilaku mekanisme koping yang
Kajisesuai Perilaku
seringaneh mengalami
atau klien, meliputi
digunakan : emosi
 Berhubungan sosial tidak biasa  Ketidakteraturan Isolasi
 Regresi : menjadi malas beraktifitas
 Menarik diri sehari-hari sosial
 Proyeksi : mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain atau
sesuatu benda.
 Menarik Diri : sulit mempercayai orang lain dan dengan
stimulus internal
 Keluarga mengingkari masalah yang dialami oleh klien.

7. Penyebab
Gangguan persepsi sensori halusinasi sering disebabkan karena panik,
sterss berat yang mengancam ego yang lemah, dan isolasi sosial menarik
diri. Isolasi sosial merupakan keadaan dimana individu atau kelompok
mengalami atau merasakan kebutuhan atau keinginan untuk meningkatkan
keterlibatan dengan orang lain tetapi tidak mampu untuk membuat kontak.
Data subjektif :
a. Mengungkapkan perasaan kesepian atau penolakan
b. Melaporkan dengan ketidaknyamanan konyak dengan situasi sosial
c. Mengungkapkan perasaan tak berguna
Data objektif :
a. Tidak tahan terhadap kontak yang lama
b. Tidak komunikatif
c. Kontak mata buruk
d. Tampak larut dalam pikiran dan ingatan sendiri
e. Kurang aktivitas
f. Wajah tampak murung dan sedih
g. Kegagalan berinteraksi dengan orang lain

a. Faktor Predisposisi
Menurut Stuart (2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah:
A. Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan
respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini
ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang berikut:
1) Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak
yang lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada
daerah frontal, temporal dan limbik berhubungan dengan
perilaku psikotik.
2) Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter
yang berlebihan dan masalah-masalah pada system reseptor
dopamin dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.
3) Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal
menunjukkan terjadinya atropi yang signifikan pada otak
manusia. Pada anatomi otak klien dengan skizofrenia kronis,
ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian
depan dan atropi otak kecil (cerebellum). Temuan kelainan
anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem).
B. Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi
respon dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan
yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah
penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.
C. Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita
seperti: kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan,
bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress.
b. Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan
setelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan
tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya. Penilaian individu terhadap
stressor dan masalah koping dapat mengindikasikan kemungkinan
kekambuhan (Keliat, 2006).
Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan
halusinasi adalah:
1) Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur
proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk
dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara
selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk
diinterpretasikan.
2) Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap
stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan
perilaku.
3) Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi
stressor.

8. Akibat
Adanya gangguang persepsi sensori halusinasi dapat beresiko
mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan (Keliat, B.A, 2006).
Menurut Townsend, M.C suatu keadaan dimana seseorang melakukan
sesuatu tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik pada diri
sendiri maupuan orang lain.
Seseorang yang dapat beresiko melakukan tindakan kekerasan pada
diri sendiri dan orang lain dapat menunjukkan perilaku:
Data subjektif:
a. Mengungkapkan mendengar atau melihat objek yang mengancam
b. Mengungkapkan perasaan takut, cemas dan khawatir

Data objektif:
a. Wajah tegang, merah
b. Mondar-mandir
c. Mata melotot rahang mengatup
d. Tangan mengepal
e. Keluar keringat banyak
f. Mata merah

9. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang dapat di lakukan pada klien dengan
halusinasi adalah :
1) Pemeriksaan Jantung
Pada pemeriksaan ini di dapatkan abnormalitas seperti : pembesaran
ventrikel, penurunan darah kortikal, terutama di kortek prefrontal,
penurunan aktivitas metabolik di bagian-bagian otak tertentu dan
atropi serabri
2) Teskromosom
Pemeriksaan ini di lakukan jika salah satu anggota keluarga ada yang
mempunyai riwayat dengan gangguan jiwa. Pada tes ini di fokuskan
pada kromosom  6, 13, 18,dan 24. Di sebutkan oleh ( Ann Isaacs ) jika
ada yang punya riwayat gangguan jiwa kemungkinan keturunannya
mengalamigangguan jiwa adalah : suatu orang yang kena  : resiko 12-
15 %, kedua orangtuanya yang terkena : resiko 35-39%, saudara
sekandung terkena : resiko 8-10%, kembar dizigotik yang terkena :
resiko 50 %.
3) Test psikologi atau psikotes
Pada tes ini di temukan adanya kurang identitas diri, salah interprestasi
terhadap realita dan menarik diri.

10. Penatalaksanaan
a) Penatalaksanaan Medis
a.   Psikoparmakologi
1)    Risperidone
 a) Indikasi
Hendaya berat dalam fingsi-fungsi mental, bermanifestasi
dalam gejala POSITIF : Gangguan asosiasi pikiran, waham,
halusinasi, perilaku yang tidak terkendali, dan gejala
NEGATIF : Gangguan perasaan, gangguan berhubungn
sosial, gangguan proses piker, tidak ada inisiatif, peri
terbatas dan cenderung menyendiri
b)   Kontra indikasi
Penyakit hati,epilepsy, kelainan jantung, ketergantungan
alkohol, Parkinson dan gangguan kesadaran.
c)      Efek samping
Kemampuan koknitif menurun, hipotensi, mulut kering,
kesulitan miksi & defekasi, hidung tersumbat, mata kabur,
ganguan irama jantung, Parkinson.
2)   Clorpromazine
a)   Indikasi
  Skizoprenia dan kondisi yang berhubungan dengan
psikosis.
b)   Kontra indikasi
  Hipersensitivitas, depresi berat, kegagalan hati atau ginjal
berat.
c)   Efek samping
Efek anti koligernik (mulut kering, pandangan kabur,
konstipasi, gangguan gastrointestinal, ruam kulit, efek
hormonal, penurunan libido, amenore, penambahan berat
badan, reduksi ambang kejang, agronulositosis, sindrom
neuroleptik malignant ( SNM ).

3)      Trihexypenidil
a)      Indikasi
Parkinson, gangguan ekstrapiramidal yang di sebabkan oleh
susunan saraf pusat (SSP)
b)      Kontra indikasi
Hipersensitivitas terhadap trihexypenidil, glaukoma angle
closure, ileus paralitik, hipertropi prostat.
c)      Efek samping
Mulut kering, penglihatan kabur, mual, pusing, konstipasi,
retensi urin, takikardi, tekanan darah meningkat.
b) Penatalaksanaan Keperawatan
a. Menciptakan lingkungan yang terapeutik
Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dan
ketakutan pasien akibat halusinasi, sebaiknya pada permulaan
pendekatan di lakukan secara individual dan usahakan agar terjadi
knntak mata, kalau bisa pasien di sentuh atau di pegang. Pasien
jangan di isolasi baik secara fisik atau emosional. Setiap perawat
masuk ke kamar atau mendekati pasien, bicaralah dengan pasien.
Begitu juga bila akan meninggalkannya hendaknya pasien di
beritahu. Pasien di beritahu tindakan yang akan di lakukan.
Di ruangan itu hendaknya di sediakan sarana yang dapat
merangsang perhatian dan mendorong pasien untuk berhubungan
dengan realitas, misalnya jam dinding, gambar atau hiasan dinding,
majalah dan permainan
b. Melaksanakan program terapi dokter
Sering kali pasien menolak obat yang di berikan
sehubungan dengan rangsangan halusinasi yang di terimanya.
Pendekatan sebaiknya secara persuatif tapi instruktif. Perawat
harus mengamati agar obat yang di berikan betul di telannya, serta
reaksi obat yang di berikan.

c. Menggali permasalahan pasien dan membantu mengatasi masalah


yang ada
Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat
dapat menggali masalah pasien yang merupakan penyebab
timbulnya halusinasi serta membantu mengatasi masalah yang
ada. Pengumpulan data ini juga dapat melalui keterangan keluarga
pasien atau orang lain yang dekat dengan pasien.
d. Memberi aktivitas pada pasien
Pasien di ajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan
fisik, misalnya berolah raga, bermain atau melakukan kegiatan.
Kegiatan ini dapat membantu mengarahkan pasien ke kehidupan
nyata dan memupuk hubungan dengan orang lain. Pasien di ajak
menyusun jadwal kegiatan dan memilih kegiatan yang sesuai.
e. Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan
Keluarga pasien dan petugas lain sebaiknya di beritahu
tentang data pasien agar ada kesatuan pendapat dan
kesinambungan dalam proses keperawatan, misalny dari
percakapan dengan pasien di ketahui bila sedang sendirian ia
sering mendengar laki-laki yang mengejek. Tapi bila ada orang
lain di dekatnya suara-suara itu tidak terdengar jelas. Perawat
menyarankan agar pasien jangan menyendiri dan menyibukkan
diri dalam permainan atau aktivitas yang ada. Percakapan ini
hendaknya di beritahukan pada keluarga pasien dan petugaslain
agar tidak membiarkan pasien sendirian dan saran yang di berikan
tidak bertentangan.

11. Komplikasi
a. Muncul perilaku untuk mencederai diri sendiri dan lingkungan, yang di
akibatkan dari persapsi sensori palsu tanpa adanya stimulis eksternal.
b. Klien dengan halusinasi mengisolasi dirinya dengan orang lain karena
tidak peka terhadap sesuatu yang nyata dan tidak nyata.

C. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
A. Data yang Perlu Dikaji
a.  Alasan masuk RS
Umumnya klien halusinasi di bawa ke rumah sakit karena keluarga
merasa tidak mampu merawat, terganggu karena perilaku klien dan
hal lain, gejala yang dinampakkan di rumah sehingga klien dibawa
ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan.
b. Faktor prediposisi
1. Faktor perkembangan terlambat
a. Usia bayi tidak terpenuhi kebutuhan makanan, minum dan
rasa aman.
b. Usia balita, tidak terpenuhi kebutuhan otonomi.
c. Usia sekolah mengalami peristiwa yang tidak terselesaikan
2. Faktor komunikasi dalam keluarga
a. Komunikasi peran ganda
b. Tidak ada komunikasi
c. Tidak ada kehangatan
d. Komunikasi dengan emosi berlebihan
e. Komunikasi tertutup
f. Orangtu yang membandingkan anak-anaknya, orangtua
yang otoritas dan konflik dalam keluarga
3. Faktor sosial budaya
Isolasi sosial pada yang usia lanjut, cacat, sakit kronis, tuntutan
lingkungan yang terlalu tinggi.
4. Faktor psikologis
Mudah kecewa, mudah putus asa, kecemasan tinggi, menutup
diri, ideal diri tinggi, harga diri rendah, identitas diri tidak jelas,
krisis peran, gambaran diri negatif dan koping destruktif.

5. Faktor biologis
Adanya kejadian terhadap fisik, berupa : atrofi otak,
pembesaran vertikel, perubahan besar dan bentuk sel korteks
dan limbik.
6. Faktor genetik
Telah diketahui bahwa genetik schizofrenia diturunkan melalui
kromoson tertentu. Namun demikian kromoson yang keberapa
yang menjadi faktor penentu gangguan ini sampai sekarang
masih dalam tahap penelitian. Diduga letak gen skizofrenia
adalah kromoson nomor enam, dengan kontribusi genetik
tambahan nomor 4,8,5 dan 22. Anak kembar identik memiliki
kemungkinan mengalami skizofrenia sebesar 50% jika salah
satunya mengalami skizofrenia, sementara jika di zygote
peluangnya sebesar 15 %, seorang anak yang salah satu orang
tuanya mengalami skizofrenia berpeluang 15% mengalami
skizofrenia, sementara bila kedua orang tuanya skizofrenia
maka peluangnya menjadi 35 %.
c. Faktor presipitasi
Faktor –faktor pencetus respon neurobiologis meliputi:
1. Berlebihannya proses informasi pada system syaraf yang
menerima dan memproses informasi di thalamus dan frontal
otak.
2. Mekanisme penghataran listrik di syaraf terganggu (mekanisme
penerimaan abnormal).
3. Adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan
tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya.
Menurut Stuart (2007), pemicu gejala respon neurobiologis
maladaptif adalah kesehatan, lingkungan dan perilaku.
1) Kesehatan
Nutrisi dan tidur kurang, ketidakseimbangan irama sikardian,
kelelahan dan infeksi, obat-obatan sistem syaraf pusat,
kurangnya latihan dan hambatan untuk menjangkau pelayanan
kesehatan.
2) Lingkungan
Lingkungan sekitar yang memusuhi, masalah dalam rumah
tangga, kehilangan kebebasab hidup dalam melaksanakan pola
aktivitas sehari-hari, sukar dala, berhubungan dengan orang
lain, isolasi sosial, kurangnya dukungan sosialm tekanan kerja,
dan ketidakmampuan mendapat pekerjaan.
3) Sikap
Merasa tidak mampu, putus asam merasa gagal, merasa punya
kekuatan berlebihan, merasa malang, rendahnya kemampuan
sosialisasi, ketidakadekuatan pengobatan dan penanganan
gejala.
4) Perilaku
Respon perilaku klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga,
ketakutan, rasa tidak aman, gelisah, bingung, perilaku merusak,
kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan, bicara
sendiri. Perilaku klien yang mengalami halusinasi sangat
tergantung pada jenis halusinasinya. Apabila perawat
mengidentifikasi adannya tanda-tanda dan perilaku halusinasi
maka pengkajian selanjutnya harus dilakukan tidak hanya
sekedar mengetahui jenis halusinasinya saja. Validasi informasi
tentang halusinasi yang iperlukan meliputi :
a. Isi halusinasi
Menanyakan suara siapa yang didengar, apa yang
dikatakan.
b. Waktu dan frekuensi
Kapan pengalaman halusianasi munculm berapa kali sehari.
c. Situasi pencetus halusinasi
Perawat perlu mengidentifikasi situasi yang dialami
sebelum halusinasi muncul. Perawat bisa mengobservasi
apa yang dialami klien menjelang munculnya halusinasi
untuk memvalidasi pertanyaan klien.
d. Respon klien
Sejauh mana halusinasi telah mempengaruhi klien. Bisa
dikaji dengan apa yang dilakukan oleh klien saat
mengalami pengalamana halusinasi. Apakah klien bisa
mengontrol stimulus halusinasinya atau sebaliknya.
d. Pemeriksaan fisik
Yang dikaji adalah tanda-tanda vital (suhu, nadi, pernafasan dan
tekanan darah), berat badan, tinggi badan serta keluhan fisik yang
dirasakan klien.
1. Status mental
a. Penampilan  :  tidak rapi, tidak serasi
b. Pembicaraan : terorganisir/berbelit-belit
c. Aktivitas motorik : meningkat/menurun
d. Afek : sesuai/maladaprif
e. Persepsi : ketidakmampuan menginterpretasikan stimulus
yang ada sesuai dengan nformasi
f. Proses pikir : proses informasi yang diterima tidak
berfungsi dengan baik dan dapat mempengaruhi proses
pikir
g. Isi pikir : berisikan keyakinan berdasarkan penilaian
realistis
h. Tingkat kesadaran
i. Kemampuan konsentrasi dan berhitung
2. Mekanisme koping
a. Regresi : malas beraktifitas sehari-hari
b. Proyeksi : perubahan suatu persepsi dengan berusaha untuk
mengalihkan tanggungjawab kepada oranglain.
c. Menarik diri : mempeecayai oranglain dan asyik dengan
stimulus internal
3. Masalah psikososial dan lingkungan: masalah berkenaan
dengan ekonomi, pekerjaan, pendidikan dan perumahan atau
pemukiman.
Masalah dan Data yang Perlu Dikaji

Masalah Data yang Perlu Dikaji


Keperawatan
Perubahan a. Data Subjektif
Persepsi senori : - Klien mengatakan mendengar sesuatu
Halusinasi - Klien mengatakan melihat bayangan putih
- Klien mengatakan merasakan dirinya seperti tersengat listrik
- Klien mengatakan mencium bau tidak sedap
- Klien mengatakan kepalanya melayang di udara
- Klien mengatakan merasakan sesuatu yang berbeda pada dirinya
b. Data Objektif
- Klien terlihat berbicara atau tertawa sendiri saat diuji
- Bersikap seperti mendengarkan sesuatu
- Berhenti tiba- tiba ditengah kalimat seolah- olah mendengarkan sesuatu
- Disorientasi
- Konsentrasi rendah
- Pikiran cepat berubah
- Kacau dalam alur pikiran

Jenis Halusinasi dan data Penunjangnya

Jenis Data objektif Data subjektif


halusinasi
Halusinasi - Bicara atau tertawa sendiri - Mendengar suara atau kegaduhan
dengar - Marah-marah tanpa sebab - Mendengar suara yang bercakap-cakap
- Menyedengkan telinga kearah tertentu - Mendengar suara menyuruh melakukan
- Menutup telinga sesuatu yang berbahaya
Halusinasi - Menunjuk-nunjuk kearah tertentu - Melihat bayangan, sinar, bentuk
Penglihatan - Ketakutan pada sesuatu yang tidak jelas geometris, bentuk kartoon, melihat hantu
atau monster
Halusinasi - Menghidu seperti sedang membaui bau- -  Membaui bau-bauan sperti bau darah,
penghidu bauan tertentu urin, feces, kadang-kadang bau itu
- Menutup hidung menyenangkan

Halusinasi - Sering meludah - Merasakan rasa seprti darah, urin atau


pengecapan - Muntah feces
Halusinasi -  Menggaruk-garuk permukaan kulit - Mengatakan ada seranggadipermukaan
Perabaan kulit
- Merasa seperti tersengat listrik
Halusinasi - Memegang kainya yang diangganya bergerak - Mengatakan badannya melayang diudara
kinestetik sendiri
Halusinasi - Memegang badannya yang dianggapnya - Mengatakan perutnya menjadi mengecil
Viseral berubah bentuk dan tidak normal seperti setelah minum softdrink
biasanya

Pada proses pengkajian, data penting yang perlu didapatkan adalah sebagai
berikut.
a) Jenis dan isi halusinasi
Data objektif dapat diperoleh melalui observasi perilaku pasien,
sedangkan data subjektif dapat dikaji melalui proses wawancara
dengan pasien
b) Waktu, frekuensi, dan situasi yang menyebabkan munculnya
halusinasi.
- Waktu: pagi, siang, sore, malam
- Frekuensi: terus-menerus, sekali-kali
- Situasi: sendiri, atau saat terjadi kejadian tertentu
c) Respons terhadap halusinasi. Untuk mengetahui apa yang dilakukan
saat halusinasinya muncul

2. Diagnosa Keperawatan
Gangguan Sensori Persepsi: Halusinasi……..(sesuai jenis halusinasi yang
dialami pasien)

3. Intervensi
Intervensi berdasarkan SDKI, SIKI dan SLKI
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
SDKI SLKI SIKI
Gangguan Persepsi Persepsi Sensori Management Halusinasi
Sensori (Halusinasi) o Verbalisasi Observasi
mendengar o Monitor perilaku yang
Definisi : bisikan menurun mengindikasi halusinasi
Perubahan persepsi o Verbalisasi o Monitor dan sesuaikan
terhadap\ stimulus melihat bayangan tingkat aktivitas dan
baik internal menurun stumulasi lingkungan
maupun eksternal o Verbalisasi o Monitor isi halusinari (mis.
yang disertai merasakan sesuatu Kekerasan/ membahayakan
dengan respon yang melalui indra diri)
berkurang, perabaan menurun Terapeutik
berlebihan atau o Verbalisasi o Pertahankan lingkungan
terdistorsi merasakan sesuatu yang aman
melalui indra o Lakukan tindakan
Berhubungan dengan : penciuman keselamatan ketika tidak
o Gangguan menurun dapat mengontrol perilaku
pendengaran o Verbalisasi (mis. Limit setting,
o Gangguan merasakan sesuatu pembatasan wilayah,
pengelihatan melalui indra pengekangann fisik,
o Ganggan pengecapan seklusi)
penghiduan menurun o Diskusikan perasaan dan
o Distorsi sensori respons terhadap halusinasi
o Gangguan perabaan menurun o Hindari perdebatan tentang
o Perilaku validitas halusinasi
Kondisi klinis terkait : halusinasi Edukasi
o Delirium menurun o Anjurkan memonitor
o Dimensia o Menarik diri sendiri situasi terjadinya
o Gangguan amnestic menurun halusinasi
o Penyakit terminal o Melamun o Anjurkan bicara pada
o Gangguan psikotik menurun orang yang dipercaya
o Curiga menurun untuk memberi dukungan
Batasan Karakteristik : o Respons sesuai dan umpan balik korektif
T/G Mayor stimulus terhadap halusinasi
- Subjektif meningkat o Anjurkan melakukan
o Mendengar suara o Konsentrasi distraksi (mis.
bisikan/ melihat meningkat Mendengarkan music,
bayangan o Orientasi melakukan aktivitas dan
o Merasaakn sesuatu meningkat teknik relaksasi)
melalui indera o Ajarkan pasien dan
perabaan, keluarga cara mengontrol
penciuman, atau halusinasi
pengecapan Kolaborasi
- Objektif o Kolaborasi pemberian obat
o Distorsi sensori antipsikotik dan
o Respons tidak antiansietas, jika perlu
sesuai
o Bersikap seolah Minimalisasi Rangsangan
melihat, Observasi
mendengar, o Periksa status mental,
mengecap meraba status sensori dan tingkat
atau mencium kenyamanan (mis. Nyeri,
sesuatu kelelahan)
Terapeutik
T/G Minor o Diskusikan tingkat
- Subjektif toleransi terhadap beban
o Menyatakan kesal sensori (mis. Bising, terlalu
terang)
- Objektif o Batasi stimulus lingkungan
o Menyendiri (mis. Cahaya, suara,
o Melamun aktivitas)
o Konsentrasi buruk o Jadwalkan aktivitas harian
o Disorientasi waktu, dan waktu istirahat
tempat, orang atau o Kombinasikan prosedur/
situasi tindakan dalam satu waktu,
o Curiga sesuai kebutuhan
o Melihat kesisi satu Edukasi
arah o Ajarkan cara
o Mondar-mandir meminimalisasi stimulus
o Bicara sendiri (mis. Mengatur
pencahayaan ruangan,
mengurangi kebisingan,
membatasi kunjungan)
Kolaborasi
o Kolaborasi dalam
meminimalkan
prosedur/tindakan
o Kolaborasi pemberian obat
yang mempengaruhi
persepsi stimulus

Manajemen Perilaku
Observasi
o Identifikasi harapan untuk
mengendalikan perilaku
Terapeutik
o Diskusikan tanggung
jawab terhadap perilaku
o Jadwalkan kegiatan
terstruktur
o Ciptakan dan pertahankan
lingkungan dan kegiatan
perawatan konsisten setiap
dinas
o Tingkatkan aktivitas fisik
sesuai kemampuan
o Batasi jumlah pengunjung
o Bicara dengan nada rendah
dan tenang
o Lakukan kegiatan
pengalihan terhadap
sumber agitasi
o Cegah perilaku pasif fan
agresif
o Beri penguatan positif
terhadap keberhasilan
mengendalikan perilaku
o Lakukan pengekangan fisik
sesuai indikasi
o Hindari bersikap
menyudutkan dan
menghentikan pembicaraan
o Hindari sikap mengancam
dan berdebat
o Hindari berdebat/ menawar
batas perilaku yang
ditetapkan
Edukasi
o Informasikan keluarga
bahwa keluarga sebagai
dasar pembentukan kogntif

Restrukturisasi Kognitif
Observasi
o Identifikasi interpretasi
yang keliru tentang
penyebab stress yang
dirasakan
Terapeutik
o Ganti intepretasi yang
keliru dengan intepretasi
berdasarkan kenyataan
o Buat cara
pandang/penyelesaian
alternative terhadap situasi
o Tetapkan pikiran distorsi
yang alami (mis.
Overgeneralisasi,
pembesaran, personalisasi)
o Buat label pada perubahan
emosi (mis. Marah,
gelisah, putus asa)
o Dukung system
kepercayaan untuk melihat
situasi dengan cara yang
berbeda
Edukasi
o Ajarkan mengidentifikasi
stressor yang menyebabkan
stress
o Diskusikan pernyataan
yang menggambarkan
untuk melihat situasi dari
sudut pandang berbeda
o Latih mengekspresikan
emosi yang drasakan
o Latih mengubah
pernyataan irasional
menjadi rasional
o Latih melawan persepsi/
pikiran distorsi

4. Pelaksanaan/Implementasi
Pelaksanaan adalah fokus tindakan untuk menolong pasien memahami
dirinya secara utuh sehingga pasien mampu menggali kemampuan yang
dimilikinya dan menggunakannya untuk mencapai perilaku yang
konstruktif. (Ernawati & dkk, 2009).
Sebelum melaksanakan tindakan yang sudah direncanakan, perawat perlu
memotifasi dengan singkat apakah rencana tindakan masih sesuai dan di
dibutuhkan pasien sesuai kondisinya saat ini perawat juga menilai diri
apakah mempunyai kemampuan interpersonal, intelektual, sesuai tehnik
tindakan yang akan dilaksanakan. Dinilai kembali apakah aman, bagi pasien.
Setelah semua tidak ada hambatan maka tindakan keperawatan masa kontrak
dengan pasien dilaksanakan dengan menjelaskan apa yang akan dikerjakan
serta peran pasien yang diharapkan. Dokumentasikan semua tindakan yang
telah dilaksanakan beserta respon pasien.(Keliat & Akemat, 2010).

5. Evaluasi
Evaluasi dilakukan pada setiap proses keperawatan, khususnya untuk
menilai kebersihan tindakan keperawatan. Evaluasi ditunjukkan pada
pencapaian tujuan. Hasil sukses dapat dilihat dari berkembangnya persepsi
pasienakan pertumbuhan dan perbandingan perilakunya dan kepribadiannya
yang sehat.(Keliat & Akemat, 2010).
Evaluasi dapat di lakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP, sebagai
pola pikir.
 S : Respon pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan
 O : Respon pasien terhadap tindakan keperawatan yang dilaksanakan
 A :Analisa ulang atas data subjektif dan objektif untuk
menyimpulkan apakah masalah masih tetap muncul masalah baru
atau ada data yang kontradiksi dengan masalah yang ada.
 P : Perencanaan atau tidak lanjut berdasarkan hasil analisa pada
respon pasien.

Rencana tindak lanjut dapat berubah:


1. Rencana teruskan rencana teruskan, jika masalah tidak berubah
2. Rencana dimodifikasi jika masalah tetap, semua tindakan sudah
dijalankan tapi hasil belum memuaskan
3. Rencana dibatalkan jika ditemukan masalah baru dan bertolak belakang
dengan masalah yang ada serta diagnosis lama dibatalkan
4. Rencana atau diagnosis selesai jika tujuan sudah tercapai dan yang
diperlukan adalah memelihara kondisi yang baru.(Keliat & Akemat,
2010).

DAFTAR PUSTAKA
Fadhilah Retna, 2016. Askep Halusinasi (online). Available:
https://www.scribd.com/doc/307184248/Askep-Halusinasi#download
(diakses pada tanggal 3 Mei 2021)
Keliat.B.A. 2011.Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas (CMHN). Jakarta :
EGC
Kusumawati dan Hartono . 2010 . Buku Ajar Keperawatan Jiwa . Jakarta :
Salemba Medika
Maramis, W.f. 2007. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Ed. 9 Surabaya: Airlangga
University Press.
Nita Fitria. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan
dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan untuk 7 Diagnosis
Keperawatan Jiwa Berat. Jakarta: Salemba Medika.
Nugroho Agung, 2011. Laporan Pendahuluan Pasien dengan Halusinasi. (online)
available: https://www.scribd.com/document/251659359/Laporan-
Pendahuluan-Asuhan-Keperawatan-Pada-Klien-Dengan-Halusinasi-
Pendengaran (diakses pada tanggal 3 Desember 2018)
Stuart, G.W & Sundeen, S.J. 2007. Buku Saku Keperawatan
Jiwa (Terjemahan).Jakarta: EGC
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia,
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia,
Definisi dan Tindakan Keperawatan. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia,
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan Cetakan II. Jakarta: Dewan
Pengurus PPNI
LEMBAR PENGESAHAN

Bangli, Mei 2021

Clinical Instructure / CI Nama Mahasiswa

Kadek Dwi Juniarini,S.Kep.,Ns. Ketut Elfirasani

NIP. 198906292012122003 NIM.P07120320069

Clinical Teacher / CT

I Gusti Ayu Harini, SKM.M. Kes

NIP. 196412311985032011

Anda mungkin juga menyukai