Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI


DI YAYASAN DHIRA SUMAN TRITOHA
Diajukan sebagai Tugas Praktik Klinik Mata Kuliah Keperawatan Jiwa
Dosen Pembimbing : 1. Lailatul Fadilah, S,Kep, Ners, M.Kep
2. Drs. H. Nasihin , M.Kes
Pembimbing Klinik / CI : Rindi Emilasari, A.Md.Kep

Disusun Oleh :

Nama : Zahra Nabilah

NIM : P27901121097

Tingkat : 3B D-III Keperawatan

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANTEN


JURUSAN KEPERAWATAN TANGERANG
PRODI D-III KEPERAWATAN
2023
I. KASUS (MASALAH UTAMA)
A. DEFINISI
Halusinasi adalah gangguan persepsi panca indra yang
menimbulkan sensasi tampak nyata pada hal-hal yang sebenarnya tidak
ada. Kondisi ini dapat memengaruhi semua panca indra, mulai dari indra
penglihatan, pendengaran, penciuman, pengecapan, dan sentuhan. Sensasi
palsu pada seseorang yang berhalusinasi diciptakan atau berasal dari
pikirannya sendiri, hingga berpengaruh pada panca indra. Perlu diketahui
bahwa halusinasi berbeda dengan imajinasi.
Halusinasi terjadi tanpa disadari dan tidak dapat dikendalikan,
sedangkan imajinasi dilakukan secara sadar. Orang dengan gangguan
kejiwaan cenderung mengalami halusinasi, sehingga pengidapnya sering
berbicara sendiri, tertawa sendiri, ketakutan tanpa alasan, dan sebagainya.
Kondisi ini juga bisa menjadi gejala dari penyakit skizofrenia.
Direja (2011) berpendapat bahwa gangguan persepsi sensori
halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien mengalami
perubahan persepsi sensori, seperti merasakan sensasi palsu berupa suara,
penglihatan, pengecapan, perabaan, atau penghiduan. Gangguan persepsi
sensori halusinasi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami
perubahan pada pola stimulus yang mendekat (yang diprakarsai secara
internal dan eksternal) disertai dengan suatu pengurangan berlebih-lebihan
atau kelainan berespons terhadap stimulus (Fitria, 2012).
II. PROSES TERJADINYA MASALAH
A. Faktor Predisposisi
1. Biologis yaitu adanya faktor herediter mengalami gangguan jiwa,
adanya resiko bunuh diri, riwayat penyakit atau trauma kepala, dan
riwayat penggunaan Napza. Abnormalitas perkembangan sistem saraf
yang berhubungan dengan respon neurobiologis yang maladaptif baru
mulai dipahami ketika ditunjukkan dengan penelitian-penelitian seperti
penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang
lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal,
temporal dan limbik berhubungan dengan perilaku psikotik. Beberapa
zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang berlebihan
dan masalah-masalah pada sistem reseptor dopamin dikaitkan dengan
terjadinya skizofrenia. Pembesaran ventrikel dan penurunan massa
kortikal menunjukkan terjadinya atropi yang signifikan pada otak
manusia. Pada anatomi otak klien dengan skizofrenia kronis,
ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian depan dan
atropi otak kecil (cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak tersebut
didukung oleh otopsi (post-mortem).
2. Psikologis yang mempengaruhi respon dan kondisi psikologis pasien
yaitu keluarga, pengasuh dan lingkungan klien. Salah satu sikap atau
keadaan yang bisa mempengaruhi gangguan orientasi realitas yaitu
penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien adanya
kegagalan yang berulang, kurangnya kasih sayang, atau overprotektif.
3. Sosial Budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti:
kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam)
dan kehidupan yang terisolasi disertai stress
B. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi yaitu stimulus yang dipersepsikan oleh individu
sebagai tantangan, ancaman, atau tuntutan yang memerlukan energy ekstra
untuk menghadapinya. Adanya rangsangan dari lingkungan, seperti
partisipasi klien dalam kelompok, terlalu lama tidak diajak berkomunikasi,
objek yang ada di lingkungan dan juga suasana sepi atau terisolasi sering
menjadi pencetus terjadinya halusinasi. Hal tersebut dapat meningkatkan
stress dan kecemasan yang merangsang tubuh mengeluarkan zat halusi
nogenik.
C. Jenis
1. Halusinasi pendengaran (audio)
Halusinasi pendengaran merupakan jenis halusinasi yang
menyebabkan seseorang mendengar suara-suara yang tidak didengar
orang lain. Suara tersebut dapat berupa instruksi, percakapan, alunan
musik, atau bahkan langkah kaki seseorang. Misalnya, seseorang
seolah bisa mendengar orang lain sedang berjalan di loteng, padahal
tidak ada siapa-siapa. Kondisi ini adalah gejala yang biasa terjadi pada
penderita skizofrenia, gangguan bipolar, atau demensia.

2. Halusinasi penglihatan (visual)

Halusinasi visual melibatkan indra penglihatan, yang membuat


penderitanya seolah melihat sesuatu, tetapi benda tersebut sebenarnya
tidak ada. Halusinasi visual bisa berupa objek, pola visual, manusia,
atau cahaya. Misalnya, seseorang dapat melihat orang lain yang
sebenarnya tidak berada di ruangan atau melihat lampu berkedip yang
tidak dapat dilihat orang lain.

3. Halusinasi penciuman (olfaktorik)

Halusinasi penciuman melibatkan indra penciuman. Pada kondisi ini,


seseorang bisa mencium aroma wewangian atau justru bau yang tidak
sedap atau merasa bahwa tubuhnya berbau busuk, padahal nyatanya
tidak.

4. Halusinasi pengecapan (gustatorik)

Halusinasi pengecapan melibatkan indra perasa yang menyebabkan


seseorang merasakan sensasi bahwa sesuatu yang dimakan atau
diminum memiliki rasa yang aneh. Misalnya, seseorang mengeluh
karena merasakan atau mengecap rasa logam saat makan atau minum,
padahal makanan atau minuman yang ia konsumsi memiliki rasa yang
normal. Jenis halusinasi ini merupakan salah satu gejala yang sering
terjadi pada penderita epilepsi.

5. Halusinasi sentuhan (taktil)

Halusinasi taktil atau sentuhan melibatkan kontak fisik atau gerakan di


area tubuh. Misalnya, seseorang merasa seolah disentuh atau digelitik
oleh orang lain, padahal tidak ada orang lain di sekitarnya.
Selain itu, seseorang dengan kondisi ini juga bisa merasa bahwa ada
serangga yang sedang merayap di kulit atau dalam tubuh, atau merasa
seolah ada semburan api yang membakar wajahnya. Selain karena
kondisi berat yang menyebabkan halusinasi sering kali menetap, ada
juga halusinasi sementara yang tidak bersifat kronis. Misalnya,
halusinasi yang muncul ketika salah satu anggota keluarga baru saja
meninggal dunia.
Berikut ini akan dijelaskan mengenai ciri-ciri yang objektif dan
subjektif pada klien dengan halusinasi menurut (Direja, 2011).
Jenis Halusinasi Data Objektif Data Subjektif
Halusinasi Dengar - Bicara atau tertawa -Mendengar suara-
(Klien mendengar sendiri. suara atau
suara/bunyi yang tidak ada - Marah-marah tanpa kegaduhan.
hubungannya dengan sebab. -Mendengar suara
stimulus yang - Mendekatkan yang mengajak
nyata/lingkungan). telinga ke arah bercakap-cakap.
tertentu. -Mendengar suara
- Menutup telinga. menyuruh
melakukan sesuatu
yang berbahaya.
Halusinasi Penglihatan - Menunjuk-nunjuk Melihat bayangan,
(Klien melihat gambaran ke arah tertentu. sinar, bentuk
yang jelas/samar terhadap - Ketakutan pada geometris, kartun,
adanya stimulus yang nyata sesuatu yang tidak melihat hantu, atau
dari lingkungan dan orang jelas. monster.
lain tidak melihatnya).

Halusinasi Penciuman - Mengendus-endus Membaui bau-bauan


(Klien mencium suatu bau seperti sedang seperti bau darah,
yang muncul dari sumber membaui bau-bauan urine, feses, dan
tertentu tanpa stimulus tertentu. terkadang bau-bau
yang nyata). - Menutup hidung. tersebut
menyenangkan bagi
klien.
Halusinasi Pengecapan - Sering meludah. Merasakan rasa
(Klien merasakan sesuatu - Muntah. seperti darah, urine,
yang tidak nyata, biasanya atau feses.
merasakan rasa makanan
yang tidak enak).

Halusinasi Perabaan Menggaruk-garuk -Mengatakan ada


(Klien merasakan sesuatu permukaan kulit. serangga di
pada kulitnya tanpa ada permukaan kulit.
stimulus yang nyata). -Merasa seperti
tersengat listrik.
Halusinasi Kinestetik Memegang kakinya Mengatakan
(Klien merasakan badannya yang dianggapnya badannya melayang
bergerak dalam suatu bergerak sendiri. di udara.
ruangan atau anggota
badannya bergerak).
Halusinasi Viseral Memegang badannya Mengatakan perutnya
(Perasaan tertentu timbul yang dianggapnya menjadi mengecil
dalam tubuhnya). berubah bentuk dan setelah minum soft
tidak normal seperti drink.
biasanya.

b. Fase-fase
Halusinasi berkembang melalui empat fase menurut (Kusumawati,
2012) yaitu sebagai berikut:
1. Fase Pertama
Disebut juga dengan fase Comporting yaitu fase yang
menyenangkan. Pada tahap ini masuk dalam golongan nonpsikotik.
Karakteristiknya : Klien mengalami stress, cemas, perasaan perpisahan,
rasa bersalah, kesepian yang memuncak, dan tidak dapat diselesaikan.
Klien mulai melamun dan memikirkan hal-hal yang menyenangkan,
cara ini hanya menolong sementara. Perilaku klien : tersenyum atau
tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan bibir tanpa suara, pergerakkan
mata cepat, respons verbal yang lambat jika sedang asyik dengan
halusinasinya dan suka menyendiri.

2. Fase Kedua
Disebut dengan fase Condemming atau ansietas berat yaitu halusinasi
menjadi menjijikkan , termasuk dalam psikotik ringan. Karakteristik :
pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan, kecemasan
meningkat, melamun, dan berfikir sendiri jadi dominan. Mulai
dirasakan ada bisikan yang tidak jelas. Klien tidak ingin orang lain tahu,
dan ia tetap dapat mengontrolnya. Perilaku klien : meningkatnya tanda-
tanda system syaraf otonom seperti peningkatan denyut jantung dan
tekanan darah. Klien asyik dengan halusinasinya dan tidak bisa
membedakan realitas.

3. Fase Ketiga
Adalah fase Controlling atau ansietas berat yaitu pengalaman sensori
menjadi berkuasa. Termasuk dalam gangguan psikotik.
Karakteristik : bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol,
menguasai dan mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa dan tidak
berdaya terhadap halusinasinya. Perilaku Klien : Kemauan dikendalikan
halusinasi , rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik. Tanda-
tanda fisik berupa klien berkeringat, tremor, dan tidak mampu
mematuhi perintah.

4. Fase Keempat
Adalah fase Conquering atau panik yaitu klien lebur dengan
halusinasinya. Termasuk dalam psikotik berat.
Karakteristik : halusinasinya berubah menjadi mengancam,
memerintah, dan memarahi klien. Klien menjadi takut, tidak berdaya,
hilang control, dan tidak dapat berhubungan secara nyata dengan orang
lain di lingkungan. Perilaku Klien : perilaku terror akibat panik, potensi
bunuh diri, perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri atau kakatonik,
tidak mampu merespons terhadap perintah kompleks, dan tidak mampu
berespons lebih dari satu orang.

c. Rentang Respon
Trimelia (2011) menyatakan bahwa berbagai respon perilaku klien
yang terkait dengan fungsi otak disebut dengan respon neurobiologist.
Gangguan respons neurobiologist ditandai dengan gangguan sensori
persepsi halusinasi. Gangguan respons neurobiologist atau respons
neurobiologist yang maladatif ini terjadi karena adanya :
1. Lesi pada area frontal, temporal, dan limbik sehingga mengakibatkan
terjadinya gangguan pada otak dalam memproses informasi.
2. Ketidakmampuan otak untuk menyeleksi stimulus
3. Ketidakseimbangan antara dopamine dan neurotransmitter lainnya.

Rentang respon neurobiologis ( Direja, 2011) dapat digambarkan sebagai berikut :

Respon Adaptif Respon Maladaptif

- Pikiran logis - Kadang-kadang - Waham


- Persepsi Akurat proses piker - Halusinasi
- Emosi Konsisten terganggu - Kerusakan proses
dengan - Ilusi emosi
pengalaman - Emosi berlebihan - Perilaku tidak
- Perilaku cocok - Perilaku yang terorganisasi
- Hubungan social tidak biasa - Isolasi sosial
harmonis - Menarik diri

Gambar 1. Rentang Respon Neurobiologis

Rentang respon neurobiologist pada gambar tersebut dapat dijelaskan sebagai


berikut :
1. Respon Adaptif
Respon Adaptif adalah respon yang dapat diterima oleh norma-norma
social budaya yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut dalam
batas normal jika menghadapi suatu masalah akan dapat memecahkan
masalah tersebut , adapun bagian dari respon adaptif meliputi:
a. Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan.
b. Persepsi Akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan.
c. Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul dari
pengalaman ahli.
d. Perilaku social adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam batas
kewajaran.
e. Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interaksi dengan
orang lain.
2. Respon Psikososial
Respon psikososial meliputi :
d. Proses pikir terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan
gangguan.
e. Ilusi adalah miss interpretasi atau penilaian yang salah tentang
penerapan yang benar-benar terjadi (objek nyata) karena rangsangan
panca indera.
f. Emosi berlebihan atau berkurang.
g. Perilaku tidak biasa adalah sikap atau tingkah laku yang melebihi batas
kewajaran.
h. Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interaksi dengan
orang lain.
3. Respon Maladatif
Respon maladatif adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah
yang menyimpang dari norma-norma social budaya dan lingkungan ,
adapun respon maladatif meliputi :
a. Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan
walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan
kenyataan social.
b. Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi
eksternal yang tidak realita atau tidak ada.
c. Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul dari
hati.
d. Perilaku tidak terorganisir merupakan sesuatu yang tidak teratur.
e. Isolasi social adalah upaya menghindari suatu hubungan komunikasi
dengan orang lain karena merasa kehilangan hubungan akrab dan tidak
mempunyai kesempatan untuk berbagi rasa, pikiran, dan kegagalan.
i. Mekanisme Koping
Perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi klien dari
pengalaman yang menakutkan berhubungan dengan respon neurologis
maladaptif meliputi : regresi, proyeksi, dan menarik diri.

III. A. POHON MASALAH

Pohon masalah adalah kerangka berpikir logis yang berdasarkan


prinsip sebab dan akibat yang terdiri dari masalah utama, penyebab
dan akibat.

B. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI


Data Masalah
Data Subjektif: Gangguan Sensori Persepsi (Pendengaran): Halusinasi
- Pasien mengatakan mendengar
suara-suara atau kegaduhan.
- Pasien mengatakan mendengar
suara yang mengajak bercakap-
cakap.

Data Objektif :
- Pasien tampak menyendiri
- Pasien mau berjabat tangan
IV. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Gangguan Sensori Persepsi (Pendengaran) : Halusinasi
V. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
N Diagnosis Keperawatan Kriteria Hasil Intervensi
o
1. GANGGUAN PESEPSI Setelah dilakukan tindakan SP I pasien
SENSORI : HALUSINASI keperawatan selama 3 x24 1. Mengidentifikasi jenis halusinasi pasien
(D.0085) jam didapat persepsi sensori 2. Mengidentifikasi isi halusinasi pasien
membaik dengan kriteria 3. Mengidentifikasi waktu halusinasi pasien
Data mayor hasil (L.09083) 4. Mengidentifikasi frekuensi halusinasi pa
5. Mengidentifikasi situasi yang menimbulk
Subjektif : 1. Verbalisasi mendengar
6. Mengidentifikasi respons pasien terhad
1. Mendengar suara bisikan bisikan menurun (5) 7. Mengajarkan pasien menghardik halusin
atau melihat bayangan 2. verbalisasi melihat 8. Menganjurkan pasien memasukkan cara
2. merasakan sesuatu bayangan menunurn (5) halusinasi dalam jadwal kegiatan harian
melalui indera perabaan, 3. verbalisasi merasakan SP II p
penciuman, perabaan, sesuatu melalui indra 1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pa
atau pengecapan perabaan (menurun) 2. Memberikan pendidikan kesehatan
4. verbalisasi merasakan tentang penggunaan obat secara teratu
Objektif : sesuatu melalui indra 3. Menganjurkan pasien memasukkan
1. distorsi sensori penciuman (menurun) dalam jadwal kegiatan harian
2. respons tidak sesuai 5. verbalisasi merasakan SP III p
3. bersikap seolah melihat sesuatu melalui indra 1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pa
2. Melatih pasien mengendalikan halusinas
mendengar, mengecap, pengecapan menurun
dengan cara bercakap-cakap dengan ora
meraba, atau mencium (5) 3. Menganjurkan pasien memasukkan dala
sesuatu 6. distorsi sensori menurun jadwal kegiatan harian
(5) SP IV P
7. perilaku haliusinasi 1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pa
Data minor menurun (5) 2. Melatih pasien mengendalikan halusinas
Subjektif 8. menarik diri menurun (5) melakukan
9. melamun menurun(5) kegiatan (kegiatan yang biasa dilakukan
1. menyatakan kesal 3. Menganjurkan pasien memasukkan dala
10. curiga menurun (5)
11. mondar mandir menurun kegiatan harian
Objektif
(5)
1. menyendiri SP I keluarga
2. melamun 1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan
3. konsentrasi buruk merawat pasien
4. disorientasi waktu, 2. Menjelaskan pengertian, tanda dan geja
tempat, orang atau situasi jenis halusinasi yang dialami pasien bes
terjadinya
5. curiga
3. Menjelaskan cara-cara merawat pasien h
6. melihat kesatu arah SP II k
7. mondar mandir 1. Melatih keluarga mempraktekkan cara m
8. bicara sendiri dengan Halusinasi
2. Melatih keluarga melakukan cara meraw
kepada pasien Halusinasi

SP III K
1. Membantu keluarga membuat jadual akt
di rumah termasuk minum obat (dischar
2. Menjelaskan follow up pasien setelah pu

REFERENSI

Agustin, Sienny. 2021. Artikel. Mengenal penyebab Halusinasi dan jenisnya.


Dalam https://www.alodokter.com/muncul-suara-dan-sosok-
misterius-akibat-halusinasi. Diakses pada 11 oktober 2023.

Budi, Emanuel Triwisnu. 2018. Artikel. Proses terjadinya masalah pada


pasien halusinasi. Dalam https://rsj.babelprov.go.id/content/proses-
terjadinya-masalah-pada-pasien-halusinasi. Diakses pada 11 Oktober
2023.

Maulinah, Siti Yuyun. 2022. Karya Tulis Ilmiah. ANALISIS INTERVENSI


MELATIH CARA MENGHARDIK PADA PASIEN HALUSINASI
PENDENGARAN DI RUMAH SAKIT JIWA DR. SOEHARTO
HEERDJAN JAKARTA. Dalam
https://akper-pelni.ecampuz.com/file_upload/e_pustaka/download.ph
p?
task=download&folder=dl_file&subfolder=penelitian&file=696_190
69_SITIYUYUNMAULINAH_KTI.pdf. Diakses pada 10 Oktober
2023.

Siloam, Hospital. 2023. Artikel. Mengenal berbagai penyebab halusinasi dan


penanganannya. Dalam https://www.siloamhospitals.com/informasi-
siloam/artikel/apa-itu-halusinasi. Diakses pada 11 Oktober 2023.
Tuti, Anggarawati Tuti, Rico Primanto, dkk. 2022. . PENERAPAN
TERAPI PSIKORELIGI DZIKIR UNTUK MENURUNKAN
HALUSINASI PADA KLIEN SKIZOFRENIA DI WILAYAH
BINAAN PUSKESMAS AMBARAWA. Dalam
https://jurnal.stikeskesdam4dip.ac.id/index.php/SISTHANA/arti
cle/download/124/134. Diakses pada 11 Oktober 2023.

Anda mungkin juga menyukai