Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penderita gangguan jiwa di dunia diperkirakan akan semakin meningkat seiring
dengan dinamisnya kehidupan masyarakat. Hampir 400 juta penduduk dunia
menderita masalah gangguan jiwa, diantaranya Skizofrenia yang merupakan
gangguan jiwa berat atau kronis. Saat ini diperkirakan sekitar 26 juta orang di dunia
akan mengalami skizofrenia. Satu dari empat anggota keluarga mengalami gangguan
jiwa dan seringkali tidak terdiagnosis secara tepat sehingga tidak memperoleh
perawatan dan pengobatan dengan tepat (World Health Organization, 2013).

Stuart dan Laraia (2005), yang menyatakan bahwa 70% klien skizofrenia
mengalami halusinasi. Pada penelitian juga menunjukkan 90% klien halusinasi
mengalami delusi, sedangkan pada klien delusi hanya 35% yang mengalami
halusinasi. Hal ini didukung oleh Thomas (1991, dalam Mc-Leod, et al., 2006) yang
menyatakan halusinasi secara umum ditremukan pada klien gangguan jiwa salah
satunya adalah pada klien skizofrenia.

Menurut Valcarolis dalam Yosep Iyus (2009) mengatakan lebih dari 90% pasien
dengan skizofrenia mengalami halusinasi, dan halusinasi yang sering terjadi adalah
halusinasi pendengaran, halusinasi penglihatan, halusiansi penciuman dan halusinasi
pengecapan.

Halusinasi adalah suatu gejala gangguan jiwa pada individu yang ditandai
dengan perubahan sensori persepsi: merasakan sensasi palsu berupa suara,
penglihatan, perabaan pengecapan dan penghiduan (Keliat, 2009).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Jukaman (2011) di RS Khusus Daerah


Provinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2010, sebanyak 7.897 klien gangguan jiwa dan
sebanyak 1.467 orang atau 65% halusinasi dan yang perawatan dirinya kurang
sebanyak 2.257 orang atau 18,6%. Data pasien yang menderita halusinasi pada
periode Januari sampai Desember tahun 2010 sebanyak 5.909 orang klien (45,75%)
dari 12.914 orang klien yang menderita gangguan jiwa tersebut dan pada periode

1
Januari sampai Desember tahun 2011 pasien sebnyak 5.966 orang klien (47,35%)
dari 13.247 orang klien menderira gangguan jiwa, sedangkan pada tahun 2012
periode Januari sampai Desember sebanyak 6.977 orang klien (51%) dari 14.008
orang. Dapat dilihat bahwa terdapat peningkatan dari tahun 2010 sampai tahun 2012
pada klien dengan gangguan jiwa khususnya halusinasi.
Akibat dari halusinasi yang tidak ditangani juga dapat muncul hal – hal yang
tidak diinginkan seperti halusinasi yang menyuruh pasien untuk melakukan sesuatu,
seperti membunuh dirinya sendiri, melukai orang lain, atau bergabung dengan
seseorang di kehidupan sesudah mati. Suara dapat berkisar dari suara yang sederhana
sampai suara orang berbicara. Ketika berhubungan dengan orang lain, reaksi
emosional mereka cenderung tidak stabil, intens dan di anggap tidak dapat di
perkirakan. Melibatkan hubugan intim dapat memicu respon emosional yang
ekstrim, misal ansietas, panik, takut, atau teror (Videbeck, 2008)

Maka dari itu perawat harus melakukan tindakan keperawatan menggunakan


standar praktek asuhan keperawatan klinis kesehatan jiwa yaitu asuhan keperawatan
jiwa (Stuart, 2007). Peran perawat jiwa dalam menjalankan perannya sebagai
pemberi asuhan keperawatan memerlukan suatu perangkat instruksi atau langkah –
lagkah kegiatan yang dilakukan. Hal ini bertujuan agar penyelenggaraan pelayanan
keperawatan memenuhi standar pelayanan. Salah satu jenis Standar Oprasional
Pelaksanaan (SOP) yang digunkan adalah (SOP) tentang Strategi Pelaksanaan (SP)
tindakan keperawatan pada pasien. SP tindakan keperawatan merupakan standar
model pendekatan asuhan keperawatan untuk klien dengan gangguan jiwa yang salah
satunya adalah pasien yang mengalami masalah utama halusinasi (Fitria, 2012).

B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah asuhan keperawatan klien gangguan jiwa dengan halusinasi ?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Diharapkan mahasiswa/i mampu memberikan asuhan keperawatan pada klien
dengan halusinasi.

2
2. Tujuan Khusus
1. Diharpakan mahasiswa/i mampu melakukan pengkajian pada klien dengan
halusinasi.
2. Diharpakan mahasiswa/i mampu menggambarkan analisa data dan
menetapkan diagnosa keperawatan pada klien dengan halusinasi.
3. Diharpakan mahasiswa/i mampu membuat intervensi keperawatan sesuai
dengan data yang diperoleh dari hasil pengkajian dan analisa data.
4. Diharpakan mahasiswa/i mampu melakukan implementasi keperawatan
seseuai dengan intervensi yang sudah direncanakan.
5. Diharpakan mahasiswa/i mampu mengevaluasi dari hasil implementasi yang
sudah diberikan kepada klien dengan halusinasi.

3
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Halusinasi didefinisikan sebagai terganggunya presepsi sensori seseorang,
dimana tidak terdapat stimulus. (Yosep, 2009).
Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan
rangsangan internal (pikiran) dan rangsanag eksternal (dunia luar). Klien
memberi resepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek rangsangan
yang nyata. Sebagai contoh klien mengatakan mendengar suara padahal tidak ada
orang yang berbicara (Kusumawati, 2010).
Dari beberapa pengertian yang dikemukan oleh para ahli mengenai
halusinasi di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa halusinasi adalah
persepsi klien melalui panca indera terhadap lingkungan tanpa ada stimulus atau
rangsangan yang nyata. Sedangkan halusinasi pendengaran adalah kondisi
dimana pasien mendengar suara, terutamanya suara–suara orang yang sedang
membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk
melakukan sesuatu.

B. Jenis Halusinasi

Tabel 2.1 Jenis Halusinasi serta Ciri Objektif dan Subjektif Klien
yang Mengalami Halusinasi
Jenis Halusinasi Data Objektif Data Subjektif
Halusinasi Pendengaran : 1. Bicara atau tertawa 1. Mendengar suara-
(Klien mendengar suara/ sendiri suara atau kegaduhan
bunyi yang tidak ada 2. Marah-marah tanpa 2. Mendengar suara
hubungannya dengan sebab yang mengajak
stimulus yang 3. Mendekatkan telinga bercakap-cakap.
nyata/lingkungan) ke arah tertentu 3. Mendengar suata
4. Menutup telinga menyuruh sesuatu
yang berbahaya
Halusinasi Penglihatan : 1. Menunjuk-nunjuk ke Melihat bayangan, sinar,
(Klien mendengar gambaran arah tertentu bentuk geometris, kartun,
yang jelas/ samar terhadap 2. Ketakutan pada melihat hantu, atau
adanya stimulus yang nyata sesuatu yang tidak monster, dsb.
dari lingkungan dan orang jelas.
lain tidak melihatnya)

4
Halusinasi Penciuman : 1. Mengendus-endus Membaui bau-bauan
(Klien mencium suatu bau seperti sedang seperti bau darah, feses,
yang muncul dari sumber membaui bau-bauan dan terkadang bau-bauan
tertentu tanpa stimulus yang tertentu. tersebut menyenagkan
nyata). 2. Menutup hidung bagi klien.
Halusinasi Pengecapan : 1. Sering meludah Merasakan rasa seperti
(Klien merasakan seseuatu 2. Muntah darah, urine, atau feses
yang tidak nyata, biasanya
merasakan rasa makanan
yang tidak enak)
Halusinasi Perabaan : Menggaruk-garuk 1. Mengatakan ada
(Klien merasakan sesuatu permukaan kulit. serangga di permukaan
pada kulitnya tanpa ada kulit
stimulus yang nyata) 2. Merasa seperti
tersengat listrik
Halusinasi Kinestetik : Memegang kakinya yang Mengatakan badannya
(Klien merasa badannya dianggapnya bergerak melayang di udara.
bergerak dalam suatu sendiri
ruangan atau anggota
badannya bergerak)
Halusinasi Viseral : Memegang badannya Mengatakan perutnya
(Perasaan tertentu timbul yang dianggap berubah menjadi mengecil, setelah
dalam tubuhnya) bentuk dan tidak normal minum soft drink.
seperti biasanya.
Sumber : Stuart dan Sundeen 1998, dalam Nita Fitria 2012

C. Faktor Penyebab Halusinasi


Menurut Nita Fitria (2012) terdapat beberapa faktor penyebab halusinasi, yaitu ;
1. Faktor Predisposisi
a. Faktor Perkembangan
Tugas perkembangan klien yang terganggu misalnya rendahnya kontrol
dan kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak
kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri dan lebih rentan terhadap stress.
b. Faktor Sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungannya sejak bayi
(unwanted child) akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya
pada lingkungannya.
c. Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya stress
yang berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh akan dihasilkan
suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia seperti Buffofenon

5
dan Dimetytranferase (DMP). Akibat stress berkepanjangan
menyebabkan teraktivasinya neurotransmitter otak. Misalnya terjadi
ketidakseimbangan acetylcholin dan dopamin.
d. Faktor Psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus
pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada
ketidakmampuan klien dalam mengambil keputusan sesaat dan lari dari
alam nyata menuju alam hayal.
e. Faktor Genetik dan Pola Asuh
Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orangtua
skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia. Hasil studi menunjukkan
bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh
pada penyakit ini.

2. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi yaitu stimuls yang dipersepsikan oleh individu sebagai
tantangan, ancaman, atau tuntutan yang memerlukan energi ekstra untuk
menghadapinya. Adanya rangsangan dari lingkungan, seperti partisipasi klien
dalam kelompok, terlalu lama tidak diajak berkomunikasi, objek yang ada di
lingkungan, dan juga suasana sepi atau terisolasi sering menjadi pencetus
terjadinya halusinasi. Hal tersebut dapat meningkatkan stress dan kecemasan
yang merangsang tubuh mengeluarkan zat halusinogenik. (Nita Fitria, 2012)

3. Perilaku
Respons klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan,
perasaan tidak aman, gelisah, dan bingung, perilaku merusak diri, kurang
perhatian, tidak mampu mengambil keputusan serta tidak dapat membedakan
keadaan nyata dan tidak nyata. Menurut Rawlins dan Heacock, 1993 dalam
buku ajar keperawatan jiwa tahun 2009, mencoba memecahkan masalah
halusinasi berlandaskan atas hakikat keberadaan seorang individu sebagai
makhluk yang dibangun atas dasar unsur-unsur bio-psiko-sosio-spiritual
sehingga halusinasi dapat dilihat dari lima dimensi, yaitu:

6
1) Dimensi Fisik
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti
kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga
delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan untuk tidur dalam waktu yang
lama.
2) Dimensi Emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat
diatasi merupakan penyebab halusinasi ini terjadi. Isi halusinasi dapat
berupa perintah memaksa dan menakutkan. Klien tidak sanggup lagi
menentang perintah tersebut hingga dengan kondisi tersebut klien berbuat
sesuatu terhadap ketakutan.
3) Dimensi Intelektual
Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu dengan
halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada
awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan
impuls yang menekan, namun merupakan suatu hal yang menimbulkan
kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian klien dan tidak
jarang akan mengontrol semua perilaku klien.
4) Dimensi Sosial
Klien mengalami gangguan interaksi sosial dalam fase awal dan
comforting, klien menganggap bahwa hidup bersosialisasi di alam nyata
sangat membahayakan. Klien asyik dengan halusinasinya, seolah-olah ia
merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial,
kontrol diri dan harga diri yang tidak didapatkan dalam dunia nyata.
5) Dimensi Spiritual
Secara spiriual klien halusinasi mulai dengan kehampaan hidup,
rutinitas tidak bermakna, hilangnya aktivitas ibadah dan jarang berupaya
secara spiritual untuk menyucikan diri. Irama sikardiannya terganggu,
karena ia sering tidur larut malam dan bangun sangat siang. Saat
terbangun merasa hampa dan tidak jelas tujuan hidupnya. Ia sering
memaki takdir tetapi lemah dalam upaya menjemput rejeki, menyalahkan
lingkungan dan orang lain yang menyebabkan takdirnya memburuk.

7
D. Sumber Koping
Sumber koping merupakan suatu evaluasi terhadap pilihan koping dan
strategi seseorang. Individu dapat mengatasi stress dan ansietas dengan
menggunakan sumber koping yang ada di lingkungannya (Nita Fitria, 2012).
Mekanisme koping yang sering digunakan klien dengan halusinasi (Stuart dan
Laraia, 2005 dalam buku Abdul Muhith,2015) meliputi :
1. Regresi : Menjadi malas beraktivitas seharai-hari
2. Proyeksi : Mencoba menjelaskan gangguan persepsi dengan mengalihkan
tanggung jawab kepada orang lain atau sesuata benda
3. Menarik diri : Sulit mempercayai orang lain dan asik dengan stimulus
internal
4. Denail : Keluarga mengingkari masalah yang dialami oleh klien.

E. Rentang Respon Halusinasi


Halusinasi merupakan salah satu rentang respon mal adaptif individu yang
berada dalam rentang respon neurobiologist (Stuart dan Laraia, 2005 dalam buku
Abdul Muhith, 2015). Ini merupakan respon persepsi paling mal adaptif. Jika
klien sehat persepsinya akurat, mampu mengidentifikasi dan
menginterprestasikan stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui
pancaindra (pendengaran, penglihatan, penghidu, pengecapan, dan peraba), klien
dengan halusinasi mempersepsikan suatu stimulus pancaindra walaupun
sebenarnya stimulus tersebut tidak ada. Respon individu (yang karena suatu hal
mengalami kelainan persepsi) yaitu salah mempersepsikan stimulus yang
diterimanya yang disebut juga ilusi. Klien mengalami ilusi jika interprestasi yang
dilakukan terhadap stimulus pancaindra tidak akurat sesuai dengan stimulus yang
diterima. Rentang respon tersebut digambarkan seperti pada gambar dibawah ini.
Respon Adaptif Respon Mal Adaptif

1. Pikiran logis 1. Distorsi pikiran 1. Gangguan pikir /


2. Persepsi akurat ilusi delusi
3. Emosi konsisten 2. Reaksi emosi 2. Halusinasi
dengan pengalamn berlebihan 3. Sulit merespon
4. Perilaku sesuai 3. Perilaku aneh emosi
5. Berhubungan tidak biasa 4. Perilaku
sesuai 4. Menarik diri disorganisasi
5. Isolasi sosial
8
Gambar 2.1 Rentang Respon Neurobiologist Halusinasi (Abdul Muhith, 201

5).

G. Fase- fase Halusinasi

Halusinasi yang dialami klien bisa berbeda intensitas dan keparahannya.


Abdul Muhith (2015) yang melaporkan penelitian tahun 2005 oleh Stuart dan
Laraia menyatakan bahwa membagi fase halusinasi dalam 4 fase berdasarkan
tingkat ansietas yang dialami dan kemampuan klien mengendalikan dirinya.
Semakin berat fase halusinasinya, klien semakin berat mengalami ansietas dan
makin dikendalikan oleh halusinasinya. Fase-fase lengkap tercantum dalam tabel
dibawah ini.

Fase Halusinasi Karakteristik Perilaku Klien


Fase 1 1. Klien mengalami perasaan 1. Tersenyum atau tertawa
Comforting yang mendalam seperti yang tidak sesuai
Ansietas sedang ansietas, kesepian, rasa 2. Mengerakan bibir tanpa
Halusinasi bersalah, takut. suara
menyenangkan 2. Mencoba untuk berfokus 3. Pergerakan mata yang
pada pikiran menyenangkan cepat
untuk meredahkan ansietas. 4. Respon verbal yang lambat
Individu mengenali bahwa jika sedang asik
pikiran-pikiran dan 5. Diam dan asik sendiri
penglaman sensori berada
dalam kondisi kesadaran jika
ansietas dapat ditangani.
NONPSIKOTIK
Fase 2 1. Pengalaman sensori yang 1. Meningkatnya tanda-tanda
Condeming menjijikan dan menakutkan sistem saraf otonom akibat
Ansietas berat 2. Klien mulai lepas kendali ansietas seperti
Halusinasi dan mungkin mencoba untuk peningkataan denyut
menjadi mengambil jarak dirinya jantung, pernafasan, dan
menjijikan dengan sumber yang tekanan darah.
dipersepsikan 2. Rentang perhatian
3. Klien mungkin mengalami menyempit
dipermalukan oleh 3. Asik dengan pengalaman
pengalaman sensori dan sensori dan kehilangan
menarik diri dari orang lain kemampuan membedakan
4. Mulai merasa kehilangan halusiansi dan realita
kontrol 4. Menyalahkan
5. Tingkat kecemasan berat, 5. Menarik diri dari orang lain
secara umum halusinasi 6. Konsentrasi terhadap
menyebabkan perasaan pengalaman sensri kerja
antipati
PSIKOTIK RINGAN
Fase 3 1. Klien berhenti melakukan 1. Kemauan yang
Controling perlawanan terhadap dikendalikan halusinasi
Ansietas berat halusinasi dan menyerah akan lebih diikuti

9
Pengalaman pada halusinasi tersebut 2. Kesukaran berhubungan
sensori jadi 2. Isi halusinasi menjadi dengan orang lain
berkuasa menarik 3. Rentang perhatian hanya
3. Klien mungkin mengalami beberapa detik atau menit
pengalaman kesepian jika 4. Adanya tanda-tanda fisik
sensori halusinasi berhenti ansietas berat : berkeringat,
tremor, dan tidak mampu
mematuhui perintah
5. Isi halusinasi menjadi
atraktif
6. Perintah halusinasi ditaati
7. Tidak mampu mengikuti
perintah dari perawat,
PSIKOTIK tremor, dan berkeringat
Fase 4 1. Pengalaman sensori menjadi 1. Perilaku error akibat panik
Conquering mengancam jiak klien 2. Potensi kuat suicide atau
Panik mengikuti perintah homicid
Umumnya halusinasinya 3. Aktivitas fisik
menjadi 2. Halusinasi berakhir dari merefleksikan isi halusinasi
melebur dalam beberapa jam atau hari jika seperti perilaku kekerasan,
halusinasinya tidak ada intervensi agitasi, menarik diri atau
therapeutic katatonik
4. Tidak mampu merespon
perintah yang kompleks
5. Tidak mampu merespons
lebih dari satu orang
PSIKOTIK BERAT 6. Agitasi atau kataton
Tabel 2.2 Fase-Fase Halusinasi (Abdul Muhith, 2015)

F. Pohon Masalah

Effect Resiko Tinggi Perilaku Kekerasan

Care Problem Halusinasi


Halusinasi

Causa Isolasi Sosial

Harga Diri Rendah Kronis


Gambar 2.1 Pohon Masalah Perubahan Persepsi Sensori : Halusinasi
Sumber: Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi
Pelaksanaan Tindakan Keperawatan Jiwa, (Nita Fitria, 2012)

10
G. Penatalaksanaan pada Halusinasi
1. Penatalaksanaan Secara Umum
a. Menciptakan Lingkungan Yang Terapeutik
Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dan ketakutan
pasien akibat halusinasi, sebaiknya pada permulaan pendekatan dilakukan
secara individual dan usahakan agar terjadi kontak mata dan pasien
disentuh atau dipegang. Pasien jangan di isolasi baik secara fisik atau
emosional. Setiap perawat masuk ke kamar atau mendekati pasien,
bicaralah dengan pasien. Begitu juga bila akan meninggalkannya
hendaknya pasien di beritahu. Pasien di beritahu tindakan yang akan di
lakukan. Di ruangan itu hendaknya di sediakan sarana yang dapat
merangsang perhatian dan mendorong pasien untuk berhubungan dengan
realitas, misalnya jam dinding, gambar atau hiasan dinding, majalah dan
permainan.
b. Melaksanakan Program Terapi
Sering kali pasien menolak obat yang diberikan sehubungan dengan
rangsangan halusinasi yang di terimanya. Pendekatan sebaiknya secara
persuatif tapi instruktif. Perawat harus mengamati agar obat yang di
berikan betul di telannya, serta reaksi obat yang di berikan.
c. Menggali Permasalahan Pasien dan Membantu Mengatasi Masalah Yang
Ada
Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat
menggali masalah pasien yang merupakan penyebab timbulnya halusinasi
serta membantu mengatasi masalah yang ada. Pengumpulan data ini juga
dapat melalui keterangan keluarga pasien atau orang lain yang dekat
dengan pasien.
d. Memberi Aktivitas Pada Pasien
Pasien di ajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik,
misalnya berolah raga, bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan ini
dapat membantu mengarahkan pasien ke kehidupan nyata dan memupuk
hubungan dengan orang lain. Pasien diajak menyusun jadwal kegiatan
dan memilih kegiatan yang sesuai.

11
e. Melibatkan Keluarga dan Petugas Lain Dalam Proses Perawatan
Keluarga pasien dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang data
pasien agar ada kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam proses
keperawatan, misalnya dari percakapan dengan pasien di ketahui bila
sedang sendirian ia sering mendengar laki-laki yang mengejek. Tapi bila
ada orang lain didekatnya suara-suara itu tidak terdengar jelas. Perawat
menyarankan agar pasien jangan menyendiri dan menyibukkan diri dalam
permainan atau aktivitas yang ada. Percakapan ini hendaknya
diberitahukan pada keluarga pasien dan petugas lain agar tidak
membiarkan pasien sendirian dan saran yang diberikan tidak
bertentangan.

2. Penatalaksanan Secara Medis


Penatalaksanan klien schizofrenia yang mengalami halusinasi adalah
pemberian obat-obatan dan tindakan lain, (Stuart dan Laraia, 2005 dalam
buku Abdul Muhith, 2015) yaitu :
a. Psikofarmakologis
Obat yang lazim digunakan pada gejala halusinasi pendengaran yang
merupakan gejala psikosis pada klien schizofernia adalah obat anti
psikosis. Adapun kelompok yang umum digunakan adalah Fentiazine
Asetofenazin (Tindal), Klorpomazin (Thorazine), Flufenazin (Prolixene,
permitil), Mesoridazin (Serentil), Perfenazin (Trilafon), Proklorperazin
(Compazin), Promazin (Sparine), tioridazin (Mellaril), Trifluoperazin
(Stelazine), Trifluopromazin (Vespirn) 60-120 mg, Tioksanten
Klorprotiksen (Taractan), Tiotiksen (Navane) 75-600 mg, Butirofenon
Haloperidol (Haldol) 1-100 mg, Dibenzodiazepin Klozapin (Clorazil)
300-900 mg, Dibenzokasazepin Loksapin (Loxitane) 20-150 mg,
Dihidroindolon Molindone (Moban) 15-225 mg.
b. Terapi kejang listrik / Electro Compulsive Therapy (ECT)
c. Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)

12
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan dan
merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan dan dari berbagai
sumber untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan pasien (Abdul
Muhith, 2015). Pengkajian pada klien halusinasi difokuskan pada :

Faktor Faktor perkembangan 1. Usia bayi, tidak terpenuhi kebutuhan


Predisposisi terlambat makanan, minuman, dan rasa aman.
2. Usia balita, tidak terpenuhi
kebutuhan otonomi
3. Usia sekolah mengalami peristiwa
yang tidak terselesikan
Faktor psikologis Mudah kecewa, mudah putus asa,
kecemasan tinggi, menutup diri, ideal
diri tinggi, harga diri rendah, identitas
diri tidak jelas, krisis peran, gambaran
diri negatif, dan koping destruktif.
Faktor sosio budaya Isolasi sosial pada yang usia lanjut,
cacat, sakit kronis, tuntutan, lingkungan
yang terlalu tinggi.
Faktor biologis Adanya kejadian terhadap fisik, berupa :
atrofi otak, pembesaran vertikel,
perubahan besar dan bentuk sel korteks
dan limbic.
Faktor genetic Adanya pengaruh herediter (keturunan)
berupa anggota keluarga terdahulu yang
mengalami schizofrenia dan kembar
monozigot.
Perilaku Perilaku yang sering Bibir komat-kamit, tertawa sendiri,
tampak pada klien bicara sendiri, kepala mengangguk-
dengan halusinasi antara angguk, seperti mendengar suara, tiba-
lain tiba menutup telinga, gelisah, bergerak
seperti mengambil atau membuang
sesuatu, tiba-tiba marah dan menyerang,
duduk terpaku, memandang satu arah,
menarik diri,
Fisik ADL Nutrisi tidak adekuat bila halusinasi
memerintahkan untuk tidak makan, tidur
terganggu karena ketakutan, kurang
kebersihan diri atau tidak mandi, tidak
mampu berpartisipasi dalam kegiatan
aktivitas fisik yang berlebihan, agitasi
gerakan atau kegitan ganjil.
Kebiasaan Berhenti dari minuman keras,
penggunaan obat-obatan zat halusinogen,
tingkah laku merusak diri.

13
Riwayat kesehatan Schizofrenia, delirium berhubungan
dengan riwayat demam dan
penyalahgunaan obat.
Fungsi sistem 1. Perubahan berat badan, hipertermia
tubuh (demam)
2. Neurologikal perubahan mood,
disorientasi
3. Ketidakefektifan endokrin oleh
peningkatan temperatur
Status emosi Afek tidak sesuai, perasaan bersalah atau
malu, sikap negatf dan bermusuhan,
kecemasaan berat atau panik, suka
berkelahi.
Status intelektual Gangguan persepsi, penglihatan,
pendengaran, penciuman, dan kecap, isi
pikir tidak realistis, tidak logis dan sukar
diikuti atau kaku, kurang motivasi,
koping regresi dan denial serta sedikit
bicara.
Status social Putus asa, menurunnya kualitas
kehidupan, ketidakmampuan mengatasi
stres dan kecemasan (Stuart & Laraia,
2005 dalam buku Abdul Muhith, 2015).
Faktor Yaitu stimulus yang dipersepsikan oleh
Presipitasi individu sebagai tantangan, ancaman,
atau tuntutan yang memerlukan energi
ekstra untuk menghadapinya. Adanya
rangsangan dari lingkungan, seperti
partisipasi klien dalam kelompok, terlalu
lama tidak diajak komunikasi, objek
yang ada di lingkungan dan juga suasana
sepi atau terisolasi sering menjadi
pencetus terjadinya halusinasi. Hal
tersebut dapat meningkatkan stress dan
kecemasan yang merangsang tubuh
mengeluarkan zat halusinogenik (Fitria,
2012). Pemicu gejala yang sering
menimbulkan episode baru suatu
penyakit yang biasanya terdapat pada
respon neurobiologis yang maladaptif
berhubungan dengan kesehatan,
lingkungan, sikap dan perilaku individu
(Trimelia, 2011).
Tabel 3.1Pengkajian Pada Klien Halusinasi

14
B. Diagnosa Keperawatan

Masalah Keperawatan 1. Risiko perilaku kekerasan


2. Halusinasi
3. Gangguan hubungan sosial
4. Harga diri rendah

Tujuan Asuhan 1. Klien dapat membina hubungan saling percaya


Keperawatan 2. Klien mengenal halusinasi yang dialaminya
3. Klien dapat mengontrol halusinasi
4. Klien dapat mendukung keluarga untuk mengontrol
halusinasi
5. Klien dapat memanfaatkan obat untuk mengatasi
halusinasi (Stuart & Laraia, 2005 dalam buku Abdul
Muhith, 2015).
Tabel 3.2 Diagnosa Keperawatan (Abdul Muhith, 2015)

15
C. Intervensi Keperawatan

16
Tujuan Khusus Krieteria Evaluasi Intervesi
TUK 1. Ekspresi wajah bersahabat, Bina hubungan saling percaya dengan mengungkapkan prinsip
Klien tidak mencederai menunjukan rasa senang, ada kontak komunikasi therapeutik :
diri sendiri, orang lain, mata, mau berjabat tangan, mau 1. Menyapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
dan lingkungan. menyebut nama, mau menjawab 2. Perkenalkan diri dengan sopan
salam, klien mau duduk 3. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
berdampingan dengan perawat dan 4. Jelaskan tujuan pertemuan
mau mengutarakaan masalah yang 5. Jujur dan menepati janji
dihadapi. 6. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
7. Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien.
TUK 2. 1. Klien dapat menyebutkan waktu, 1. Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap
Klien dapat mengenal isi, frekuensi timbulnya halusinasi 2. Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya : bicara
halusinasinya 2. Klien dapat mengungkapkan dan tertawa tanpa stimulus, memandang ke kiri / ke kanan / ke depan
perasaan terhadap halusinasinya seolah-olah ada teman bicara
3. Bantu klien mengenal hausinasinya :
a) Jika menemukan klien yang sedang halusinasi, tanyakan apakah
ada suara yang didengar
b) Jika klien menjawab ada, lanjutkan dengan menanyakan apa
yang dikatakan
c) Katakan bahwa perawat percaya klien mendengar suara itu,
namun perawat sendiri tidak mendengarnya (dengan nada
bersahabat tanpa menuduh dan menghakimki)
d) Katakan bahwa klien lain juga ada yang seperti klien
e) Katakan bahwa perawat akan membantu klien
4. Diskusikan dengan klien :
a) Situasi yang menimbulkan / tidak menimbulkan halusinasi
b) Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang, sore, dan
malam atau jika sendiri, jengkel / sedih)
5. Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi
(marah / takut, sedih, senang) beri kesempatan untuk
mengungkapkan perasaannya
TUK 3. 1. Klien dapat menyebutkan tindakan 1. Identifikasi bersama klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi
Klien dapat mengontrol yang biasa dilakukan untuk (tidur, marah, menyibukan diri, dan lain – lain)
halusinasinya mengendalikan halusinasinya 2. Diskusikan manfaat dan cara yang digunakan klien, jika bermanfaat
2. Klien dapat menyebutkan tindakan beri pujian
yang biasa dilakukan untuk 3. Identifikasi bersama klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi
mengendalikan halusinasinya (tidur, marah, menyibukan diri, dan lain – lain)
3. Klien dapat menyebutkan cara 4. Diskusikan manfaat dan cara yang digunakan klien, jika bermanfaat
baru dalam mengontrol beri pujian
halusinasinya 5. Diskusikan cara baru untuk memutus / mengontrol timbulnya
4. Klien dapat memilih cara 17halusinasi antara lain dengan :
mengatasi halusinasi seperti yang a) Katakan : saya tidak mendengar kamu (pada saat halusinasi
telah didiskusikan dengan klien terjadi)
b) Menemui orang lain (perawat, teman, anggota keluarga) untuk
Tabel 3.3 Intervensi Klien Dengan Halusinasi(Abdul Muhith, 2015)

18
D. Implementasi
1. Tindakan keperawatan untuk klien.
Tujuan tindakan untuk pasien meliputi hal berikut :
a. Pasien mengenali halusinasi yang dialaminya.
b. Pasien dapat mengontrol halusinasinya.
c. Pasien mengikuti program pengobatan secara optimal.
Tindakan keperawatan :
a. Membantu pasien mengenali halusinasi dengan cara berdiskusi dengan
pasien tentang isi halusinasinya (apa yang didengar/dilihat), waktu
terjadinya halusinasi, frekuensi terjadinya halusinasi, situasi yang
menyebabkan halusinasi muncul, dan respons pasien saat halusinasi
muncul.
b. Melatih pasien mengontrol halusinasi. Untuk membantu pasien agar
mampu mengontrol halusinasinya, anda dapat melatih pasien empat cara
yang sudah terbukti dapat mengendalikan halusinasi, yaitu sebagai
berikut:
1) Menghardik halusinasi
2) Bercakap-cakap dengan orang lain
3) Melakukan aktivitas yang terjadwal
4) Menggunakan obat secara teratur
2. Tindakan keperawatan untuk keluarga.
Tujuan :
a. Keluarga dapat terlibat dalam perawatan pasien baik dirumah sakit
maupun dirumah.
b. Keluarga dapat menjadi sistem pendukung yang efektif untuk pasien.
Tindakan keperawatan :
a. Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien.
b. Berikan pendidikan kesehatan tentang pengertian halusinasi, jenis
halusinasi yang dialami pasien, tanda dan gejala halusinasi, proses
terjadinya halusinasi, serta cara merawat pasien halusinasi.
c. Berikan kesempatan kepada keluarga untuk memperagakan cara merawat
pasien dengan halusinasi langsung dihadapan pasien.
d. Buat perencanaan pulang dengan keluarga.

19
E. Evaluasi
Evaluasi keberhasilan tindakan keperawatan yang sudah anda lakukan untuk
pasien halusinasi adalah sebagai berikut :
1. Pasien mempercayai kepada perawat
2. Pasien menyadari bahwa yang dialaminya tidak ada objeknya dan
merupakan masalah yang harus diatasi
3. Pasien dapat mengontrol halusinasi
4. Keluarga mampu merawat pasien dirumah, ditandai dengan hal berikut:
a. Keluarga mampu menjelaskan masalah halusinasi yang dialami oleh
pasien.
b. Keluarga mampu menjelaskan cara merawat pasien dirumah.
c. Keluarga mampu memperagakan cara bersikap terhadap pasien.
d. Keluarga mampu menjelaskan fasilitas kesehatan yang dapat digunakan
untuk mengatasi masalah pasien.
e. Keluarga melaporkan keberhasilannya merawat pasien.

20
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan
rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar). Klien memberi
persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek rangsangan yang nyata.
Sebagai contoh klien mengatakan mendengar suara padahal tidak ada orang yang
berbicara (Kusumawati, 2010). Jenis halusinasi yaitu; pendengaran, penglihatan,
penciuman, pengecapan, perabaan, kinestik, viseral. Faktor-faktor penyebab
halusinasi yaitu faktor predisposisi dan faktor presipitasi. Mekanisme koping yang
biasa digunakan pada klien dengan halusinasi yaitu regresi, proyeksi, menarik diri
dan denail
Halusinasi terbagi menjadi beberapa tahapan yaitu, tahap I comforting, tahap
II condeming, tahap III controling, tahap III conquering. Penatalaksanaan klien
dengan halusinasi dilakukan dengan penatalaksanaan secara umum dan secara medis.
Rencana keperawatan yang dilakukan untuk klien halusinasi yaitu dengan melakukan
SP 1 sampai SP 4, yang dilakukan oleh perawat sesuai dengan standar yang sudah
ditetapkan.

21
FORMAT STRATEGI PELAKSANAAN KEPERAWATAN
SP I PASIEN HALUSINASI PENDENGARAN
PERTEMUAN : I

A. Proses Keperawatan
1. Pengkajian
a. Data Subyektif :
1) Klien mengatakan mendengar sesuatu yang mengajaknya untuk
bermain.
2) Suara tersebut muncul 4x dalam sehari, saat pasien sedang tidak
melakukan aktivitas apapun.
b. Data Objektif :
1) Klien terlihat bicara dan tertawa sendiri saat dikaji
2) Bersikap seperti mendengarkan sesuatu
3) Konsentrasi rendah
4) Kekacauan alur pikiran.
2. Diagnosis Keperawatan
Halusinasi pendengaran.
3. Tujuan
a. Mengidentifikasi jenis halusinasi
b. Mwngidentifikasi isi halusinasi
c. Mengidentifikasi waktu halusinasi
d. Mengidentifikasi frekuensi halusinasi
e. Mengidentifikasi situasi yang menimbulkan halusinasi
f. Mengidentifikasi respon klien terhadap halusinasi
g. Mengajarkan klien menghardik halusinasi
h. Menganjurkan klien memasukan cara menghardik halusinasi dalam
jadwal kegiatan harian.
4. Rencana Tindakan
a. Bina hubungan saling percaya dengan prinsip komunikasi terapeutik.
1) Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun nonverbal.
2) Perkenalkan diri dengan sopan.

22
3) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
klien.
4) Jelaskan tujuan pertemuan.
5) Jujur dan menepati janji.
6) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya.
7) Beri perhatian kepada klien dan memperhatikan kebutuhan dasar
klien.
b. Bantu klien mengenal halusinasinya yang meliputi isi, waktu, frekuensi,
situasi pencetus, dan perasaan saat terjadi halusinasi.
c. Latih klien untuk mengontol halusinasi dengan cara menghardik.
Tahapan tindakan yang dapat dilakukan meliputi hal-hal sebagai berikut.
1) Jelaskan cara menghardik halusinasi
2) Peragakan cara menghardik halusinasi
3) Minta klien memperagakan ulang
4) Pantau penerapan cara ini dan beri penguatan pada perilaku klien
yang sesuai
5) Masukkan dalam jadawal kegiatan klien

B. Strategi Pelaksanaan Komunikasi


1. SP I Pasien : Menghardik halusinasi.
a. Orientasi
1) Salam terapeutik
“Assalamualaikum, Selamat pagi bapak, Saya Mahasiswa Univ.
Muhammadiyah Jakarta yang akan merawat bapak. Nama Saya ...,
senang dipanggil Widya. Nama ibu siapa?Ibu Senang dipanggil
apa”
2) Evaluasi/validasi
”Bagaimana perasaan ibu hari ini? Apa keluhan ibu saat ini?”
3) Kontrak
a) Topik : ”apakah ibu tidak keberatan untuk ngobrol dengan
saya? Menurut ibu sebaiknya kita ngobrol apa ya? Bagaimana
kalau kita bercakap-cakap tentang suara yang selama ini ibu

23
dengar tetapi tak tampak wujudnya? Tujuannya supaya ibu bisa
mencegah agar suara tersebut hilang.
b) Waktu :“Berapa lama? Bagaimana kalau 30 menit”
c) Tempat : “Di mana kita duduk? Di ruang tamu?

b. Kerja
”Apakah ibu   mendengar suara tanpa ada wujudnya?Apa yang
dikatakan suara itu?”
“Apakah terus-menerus terdengar atau hanya sewaktu-waktu saja?”
“Kapan yang paling sering ibu mendengar suara itu?’’
“Berapa kali sehari ibu alami?”
“Pada keadaan apa suara itu terdengar? Apakah pada waktu
sendiri?”
“Apa yang ibu rasakan pada saat mendengar suara itu?”
“Apa yang ibu lakukan saat mendengar suara itu? Apakah dengan
cara itu suara-suara itu hilang? Bagaimana kalau kita belajar cara-
cara untuk mencegah suara-suara itu muncul?”

“Ibu, ada empat cara untuk mencegah suara-suara itu muncul.


Pertama, dengan menghardik suara tersebut. Kedua, dengan cara
bercakap-cakap dengan orang lain. Ketiga, melakukan kegiatan yang
sudah terjadwal, dan yang ke empat minum obat dengan teratur.”
“Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu, yaitu dengan
menghardik”.
“Caranya sebagai berikut: saat suara-suara itu muncul, langsung
ibu  bilang, pergi saya tidak mau dengar, … Saya tidak mau dengar.
Kamu suara palsu. Begitu diulang-ulang sampai suara itu tak
terdengar lagi. Coba bapak peragakan! Nah begitu, … bagus! Coba
lagi! Ya bagus bapak sudah bisa”

c. Terminasi
1) Evaluasi subjektif :
”Bagaimana perasaan ibu  setelah peragaan latihan tadi?”

24
2) Evaluasi objektif :
“Sekarang coba ibu praktikkan ulang cara menghardik yang
sudah saya ajarkan tadi. Iya benar bu, bagus”
3) Rencana tindak lanjut :
“Kalau suara-suara itu muncul lagi, silahkan coba cara tersebut
yang sudah diajarkan ya bu. Bagaimana kalau kita buat jadwal
latihannya. Mau jam berapa saja latihannya? (Saudara
masukkan kegiatan latihan menghardik halusinasi dalam jadwal
kegiatan harian pasien).
4) Kontrak :
“Bagaimana kalau kita bertemu lagi untuk belajar dan latihan
mengendalikan suara-suara dengan cara yang kedua? Jam
berapa bu?Bagaimana kalau dua jam lagi? Berapa lama kita
akan berlatih?Dimana tempatnya”

25
DAFTAR PUSTAKA

Fitria, Nita. (2012). Prinsip Dasar dan Aplikasi Laporan Pendauluan dan Strategi

Pelaksanaan Tindakan Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Keliat, B. A. (2009). Proses Keperawatan Jiwa. Jakarta: ECG.

Kusumawati, F dan Hartono, Y. (2010). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta :

Salemba Medika.

Muhith, Abdul (2015). Pendidikan Keperawatan Jiwa (Teori dan Aplikasi).Yogyakarta:

Andi.

Stuart, GW & Laraia, M.T. (2005). Principle and Practice of Psychiatric Nursing (8th

Ed). Philadelphia : Mosby, Inc.

Trimelia. (2011). Asuhan Keperawatan Klien Halusinasi. Jakarta: CV.Trans Info Media.

Videbeck, Sheila. (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa, Hal 3. EGC: Jakarta.

Yosep, I. (2009).Keperawatan Jiwa Edisi Revisi. Bandung : PT. Refika Aditama.

26

Anda mungkin juga menyukai