Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH CONGESTIVE HEART FAILURE

Disusun untuk memenuhi tugas Profesi Ners Keperawatan Gawat Darurat

Disusun Oleh :

WAHYUNINGSIH (2018740149)
WIDYA SRI ASTUTI ZULIYANTO (2018740151)
YULIANI (2018740156)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNya sehingga makalah ini
dapat tersusun hingga selesai . Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih
atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik
materi maupun pikirannya.

Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi
makalah agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih banyak
kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Jakarta, 2 September 2019

Kelompok

2
DAFTAR ISI

Hal

KATA PENGANTAR ............................................................................................... 2

DAFTAR ISI ............................................................................................................. 3

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................... 4

A. Latar Belakang............................................................................................... 4-5


B. Rumusan Masalah ......................................................................................... 5
C. Tujuan Penulisan Makalah ............................................................................ 5
D. Manfaat Penulisan Makalah .......................................................................... 5

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................... 6

A. Definisi .......................................................................................................... 6
B. Faktor Resiko ................................................................................................. 6
C. Etiologi .......................................................................................................... 6-7
D. Klasifikasi ...................................................................................................... 7-8
E. Patofisiologi ................................................................................................... 8-9
F. Diagnosa ........................................................................................................ 9-10
G. Terapi ............................................................................................................. 10-12

BAB III PENUTUP ................................................................................................... 13

A. Simpulan ........................................................................................................ 13
B. Saran .............................................................................................................. 13

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 14

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Gagal jantung adalah sindroma klinik yang ditandai oleh adanya kelainan
pada struktur atau fungsi jantung yang mengakibatkan jantung tidak dapat
memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan. Gagal jantung
ditandai dengan manifestasi klinik berupa kongesti sirkulasi, sesak, fatigue dan
kelemahan. Gagal jantung masih merupakan masalah utama dalam negara industri
(Kasper et al., 2004). Baru-baru ini didapatkan bahwa Congestive Heart Failure
terkait dengan penurunan kardiak output dan vasokonstriksi perifer yang berlebihan
(Haji dan Mohaved, 2000). Gagal jantung sering diakibatkan karena adanya defek
pada kontraksi miokard atau diakibatkan karena abnormalitas dari otot jantung
seperti pada kasus kardiomiopati atau viral karditis (Kasper et al., 2004). Gagal
jantung karena disfungsi miokard mengakibatkan kegagalan sirkulasi untuk
mensuplai kebutuhan metabolisme jaringan. Hal ini biasanya diikuti kerusakan
miokard bila mekanisme kompensasi gagal. Penyebab kerusakan pada miokard
antara lain infark miokard, stress kardiovaskular (hipertensi, penyakit katub),
toksin (konsumsi alkohol), infeksi atau pada beberapa kasus tidak diketahui
penyebabnya (Crawford, 2002). Penyebab lain adalah arteroskerosis pada koroner,
congenital, kelainan katub, hipertensi atau pada kondisi jantung normal dan terjadi
peningkatan beban melebihi kapasitas, seperti pada krisis hipertensi, ruptur katub
aorta dan pada endokarditis dengan masif emboli pada paru. Dapat pula terjadi
dengan fungsi sistolik yang normal, biasanya pada kondisi kronik, misal mitral
stenosis tanpa disertai kelainan miokard (Kasper et al., 2004).
Insiden dan prevalensi gagal jantung cenderung meningkat, hal ini juga
disertai dengan peningkatan mortalitas (Saunders, 2000). Di Amerika Serikat 1 juta
pasien rawat inap akibat gagal jantung, dan memberikan kontribusi 50.000
kematian tiap tahunnya (Kasper et al., 2004) dan angka kunjungan ke rumah sakit
sebanyak 6,5 juta akibat gagal jantung (Hunt et al.,2005) Dari tahun 1990- 1999
didapatkan peningkatan rawat inap karena gagal jantung dari 810 ribu menjadi
lebih dari 1 juta dengan diagnosis primer, dan dari 2,4 juta menjadi 3,6 juta yang
didiagnosis gagal jantung primer atau sekunder. Tahun 2001 didapatkan angka
kematian sebesar 53 ribu dengan gagal jantung sebagai penyebab primer.
Didapatkan pula kecenderungan peningkatan insiden gagal jantung pada usia tua,
hipertensi, dislipidemia, dan diabetes. Insiden gagal jantung pada usia < 45 tahun

4
1/1000, meningkat menjadi 10/1000 pada usia > 65 tahun, dan menjadi 30/1000
(3%) pada usia >85. Didapatkan peningkatan secara eksponenstial sesuai dengan
peningkatan usia, 0,1 % range antara 50-55 tahun dan menjadi 10% pada usia >80
tahun. Di Amerika didapatkan prevalensi sebesar 4,8 juta, dan sekitar 75% dengan
usia > 65 tahun. Insiden dan prevalensi gagal jantung didapatkan lebih tinggi pada
wanita, didapatkan perbandingan ½, hal ini diperkirakan karena angka harapan
hidup pada wanita lebih lama (Saunders, 2000). Walaupun dengan terapi yang
adequate namun angka kematian akibat Gagal jantung cenderung tetap (Hunt et al.,
2005).

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan gagal jantung?
2. Apa saja faktor resiko penyakit gagal jantung?
3. Apakah penyebab penyakit gagal jantung?
4. Apa saja klasifikasi penyakit gagal jantung?
5. Bagaimana patofisiologi penyakit gagal jantung?
6. Apa saja diagnosa penyakit gagal jantung?
7. Apa saja bentuk terapi yang harus diberikan pada penderita penyakit gagal
jantung?

C. Tujuan Penulisan Makalah


1. Mengetahui definisi penyakit gagal jantung
2. Mengetahui faktor resiko penyakit gagal jantung
3. Mengetahui etiologi/penyebab terjadinya penyakit gagal jantung
4. Mengetahui klasifikasi penyakit gagal jantung
5. Memahami patofisiologi penyakit gagal jantung
6. Mengetahui diagnosa penyakit gagal jantung
7. Mengetahui terapi yang diberikan pada penderita gagal jantung

D. Manfaat Penulisan Makalah


1. Sebagai bahan ajar mata kuliah patologi
2. Sebagai acuan untuk penulisan makalah selanjutnya
3. Sebagai bahan referensi penelitian/pembuatan karya ilmiah

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi
Gagal jantung dapat didefinisikan sebagai abnormalitas dari fungsi struktural
jantung atau sebagai kegagalan jantung dalam mendistribusikan oksigen sesuai
dengan yang dibutuhkan pada metabolisme jaringan, meskipun tekanan pengisian
normal atau
adanya peningkatan tekanan pengisian (Mc Murray et al., 2012). Gagal jantung
kongestif adalah sindrom klinis progresif yang disebabkan oleh ketidakmampuan
jantung dalam memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh
(Dipiro et al., 2015). Gagal jantung ditandai dengan manifestasi klinik berupa
kongesti sirkulasi, sesak, fatigue dan kelemahan. Gagal jantung masih merupakan
masalah utama dalam negara industri (Kasper et al., 2004). Baru-baru ini
didapatkan bahwa Congestive Heart Failure terkait dengan penurunan kardiak
output dan vasokonstriksi perifer yang berlebihan (Haji dan Mohaved, 2000).

B. Faktor Resiko
a. Faktor resiko mayor meliputi usia, jenis kelamin, hipertensi, hipertrofi pada
LV, infark miokard, obesitas, diabetes.
b. Faktor resiko minor meliputi merokok, dislipidemia, gagal ginjal kronik,
albuminuria, anemia, stress, lifestyle yang buruk.
c. Sistem imun, yaitu adanya hipersensitifitas.
d. Infeksi yang disebabkan oleh virus, parasit, bakteri.
e. Toksik yang disebabkan karena pemberian agen kemoterapi (antrasiklin,
siklofosfamid, 5 FU), terapi target kanker (transtuzumab, tyrosine kinase
inhibitor), NSAID, kokain, alkohol.
f. Faktor genetik seperti riwayat dari keluarga. (Ford et al., 2015)

C. Etiologi
Berbagai gangguan penyakit jantung yang mengganggu kemampuan jantung untuk
memompa darah menyebabkan gagal jantung yang biasanya diakibatkan karena
kegagalan otot jantung yang menyebabkan hilangnya fungsi yang penting setelah
kerusakan jantung, keadaan hemodinamis kronis yang menetap yang disebabkan
karena tekanan atau volume overload yang menyebabkan hipertrofi dan dilatasi

6
dari ruang jantung, dan kegagalan jantung dapat juga terjadi karena beberapa faktor
eksternal yang menyebabkan keterbatasan dalam pengisian ventrikel.
Mekanisme fisiologis yang menjadi penyebab gagal jantung dapat berupa :
a. Meningkatnya beban awal karena regurgitasi aorta dan adanya cacat septum
ventrikel.
b. Meningkatnya beban akhir karena stenosis aorta serta hipertensi sistemik.
c. Penurunan kontraktibilitas miokardium karena infark miokard, ataupun
kardiomiopati.
Gagal jantung dan adanya faktor eksaserbasi ataupun beberapa penyakit lainnya,
mempunyai pengaruh yang sangat penting dalam penanganannya dan seharusnya
dilakukan dengan penuh pertimbangan.

D. Klasifikasi
Berdasarkan American Heart Association (Yancy et al., 2013), klasifikasi dari
gagal jantung kongestif yaitu sebagai berikut :
a. Stage A
Stage A merupakan klasifikasi dimana pasien mempunyai resiko tinggi, tetapi
belum ditemukannya kerusakan struktural pada jantung serta tanpa adanya tanda
dan gejala
(symptom) dari gagal jantung tersebut. Pasien yang didiagnosa gagal jantung stage
A umumnya terjadi pada pasien dengan hipertensi, penyakit jantung koroner,
diabetes melitus, atau pasien yang mengalami keracunan pada jantungnya
(cardiotoxins).
b. Stage B
Pasien dikatakan mengalami gagal jantung stage B apabila ditemukan adanya
kerusakan struktural pada jantung tetapi tanpa menunjukkan tanda dan gejala dari
gagal jantung tersebut. Stage B pada umumnya ditemukan pada pasien dengan
infark miokard, disfungsi sistolik pada ventrikel kiri ataupun penyakit valvular
asimptomatik.
c. Stage C
Stage C menunjukkan bahwa telah terjadi kerusakan struktural pada jantung
bersamaan dengan munculnya gejala sesaat ataupun setelah terjadi kerusakan.
Gejala yang timbul 12 dapat berupa nafas pendek, lemah, tidak dapat melakukan
aktivitas berat.
d. Stage D
Pasien dengan stage D adalah pasien yang membutuhkan penanganan ataupun
intervensi khusus dan gejala dapat timbul bahkan pada saat keadaan istirahat, serta
pasien yang perlu dimonitoring secara ketat The New York Heart Association
(Yancy et al., 2013) mengklasifikasikan gagal jantung dalam empat kelas,
meliputi :
a. Kelas I
Aktivitas fisik tidak dibatasi, melakukan aktivitas fisik secara normal tidak
menyebabkan dyspnea, kelelahan, atau palpitasi.
b. Kelas II

7
Aktivitas fisik sedikit dibatasi, melakukan aktivitas fisik secara normal
menyebabkan kelelahan, dyspnea, palpitasi, serta angina pektoris (mild CHF).
c. Kelas III
Aktivitas fisik sangat dibatasi, melakukan aktivitas fisik sedikit saja mampu
menimbulkan gejala yang berat (moderate CHF).
d. Kelas IV
Pasien dengan diagnosa kelas IV tidak dapat melakukan aktivitas fisik apapun,
bahkan dalam keadaan istirahat mampu menimbulkan gejala yang berat (severe
CHF).
Klasifikasi gagal jantung baik klasifikasi menurut AHA maupun NYHA memiliki
perbedaan yang tidak signifikan. Klasifikasi menurut AHA berfokus pada faktor
resiko dan abnormalitas struktural jantung, sedangkan klasifikasi menurut NYHA
berfokus pada pembatasan aktivitas dan gejala yang ditimbulkan yang pada
akhirnya kedua macam klasifikasi ini menentukan seberapa berat gagal jantung
yang dialami oleh pasien.

E. Patofisiologi
Patofisiologi dari gagal jantung dibagi menjadi beberapa bagian yaitu :
a. Berdasarkan bagian jantung yang mengalami kegagalan (failure)
1) Gagal jantung kiri (Left-Sided Heart Failure)
Bagian ventrikel kiri jantung kiri tidak dapat memompa dengan baik sehingga
keadaan tersebut dapat menurunkan aliran dari jantung sebelah kiri keseluruh
tubuh. Akibatnya, darah akan mengalir balik ke dalam vaskulator pulmonal
(Berkowitz, 2013). Pada saat terjadinya aliran balik darah kembali menuju
ventrikular pulmonaris, tekanan kapiler paru akan meningkat (>10 mmHg)
melebihi tekanan kapiler osmotik (>25 mmHg). Keadaan ini akan menyebabkan
perpindahan cairan intravaskular ke dalam interstitium paru dan menginisiasi
edema (Porth, 2007).
2) Gagal jantung kanan (Right-Sided Heart Failure)
Disfungsi ventrikel kanan dapat dikatakan saling berkaitan dengan disfungsi
ventrikel kiri pada gagal jantung apabila dilihat dari kerusakan yang diderita oleh
kedua sisi
jantung, misalnya setelah terjadinya infark miokard atau tertundanya komplikasi
yang ditimbulkan akibat adanya progresifitas pada bagian jantung sebelah kiri.
Pada gagal
jantung kanan dapat terjadi penumpukan cairan di hati dan seluruh tubuh terutama
di ekstermitas bawah (Acton, 2013).
b. Mekanisme neurohormonal
Istilah neurohormon memiliki arti yang sangat luas, dimana neurohormon pada
gagal jantung diproduksi dari banyak molekul yang diuraikan oleh neuroendokrin
(Mann,
2012). Renin merupakan salah satu neurohormonal yang diproduksi atau dihasilkan
sebagai respon dari penurunan curah jantung dan peningkatan aktivasi sistem
syaraf simpatik.

8
c. Aktivasi sistem Renin Angiotensin Aldosteron (RAAS)
Pelepasan renin sebagai neurohormonal oleh ginjal akan mengaktivasi RAAS.
Angiotensinogen yang diproduksi oleh hati dirubah menjadi angiotensin I dan
angiotensinogen II. Angiotensin II berikatan dengan dinding pembuluh darah
ventrikel dan menstimulasi pelepasan endotelin sebagai agen vasokontriktor. Selain
itu, angiotensin II juga dapat menstimulasi kelenjar adrenal untuk mensekresi
hormon
aldosteron. Hormon inilah yang dapat meningkatkan retensi garam dan air di ginjal,
akibatnya cairan didalam tubuh ikut meningkat. Hal inilah yang mendasari
timbulnya edema cairan pada gagal jantung kongestif (Mann, 2012).
d. Cardiac remodeling
Cardiac remodeling merupakan suatu perubahan yang nyata secara klinis sebagai
perubahan pada ukuran, bentuk dan fungsi jantung setelah adanya stimulasi stress
ataupun cedera yang melibatkan molekuler, seluler serta interstitial (Kehat dan
Molkentin, 2010).

F. Diagnosa
Pemeriksaan laboratorium pada pasien gagal jantung harus mencakup evaluasi
awal pada jumlah darah lengkap, urinalisis, elektrolit serum (termasuk pemeriksaan
kalsium, magnesium), blood urea nitrogen (BUN), kreatinin serum, glukosa, profil
lipid puasa, tes fungsi ginjal dan hati, x-ray dada, elektrokardiogram (EKG) dan

9
thyroid-stimulating hormone (Yancy et al., 2013). Pasien yang dicurigai
mengalami gagal jantung, dapat pula dilakukan pemeriksaan kadar serum natrium
peptida (NICE, 2010).
Pendekatan pada pasien dengan kecurigaan kegagalan jantung meliputi riwayat dan
pemeriksaan fisik, foto toraks, dan serangkaian tes yang harus dijalani. Riwayat
penyakit sendiri kurang dapat dipakai dalam menegakkan diagnosa kegagalan
jantung, tapi sering kali dapat memberi petunjuk penyebab dari kegagalan jantung,
faktor yang memperberat, dan keparahan dari penyakit. Gejala gagal jantung dapat
dihubungkan dengan penurunan cardiac output (mudah lelah, dan kelemahan) atau
retensi cairan (dyspnea, orthopnea, dan ”cardiac wheezing”). Pada kasus dengan
kegagalan pada jantung kanan dapat menyebabkan terjadinya kongetif hepar.
Retensi cairan juga menyebabkan edema perifer dan asites. Kegagalan pada
jantung kiri dapt menyebabkan gejala berupa munculnya dyspnea on effort.
Pulmonary congestion (dengan crackles dan wheezing) dominan muncul terutama
pada keadaan akut maupun subakut (Osama, 2002).
Indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui adanya overload volume adalah
adanya peningkatan pada Jugular Venous Pressure. Pelebaran dari ventrikel dapat
dilihat pada saat palpasi precordial, dan denyutan dari apex yang terletak lateral
dari midclavicular line. Pada pasien dengan dispnea, maka gambaran foto thoraks
akan sangat membatu untuk menetukan perkiraan penyebab dari dispnea tersebut,
apakah diakibatkan karena kegagalan jantung atau karena penyakit pada paru-paru.
Gambaran radiografi pada kelainan akibat kegagalan jantung adalah cardiomegali,
cephalization dari pembuluh darah, peningkatan marker interstitial, dan adanya
pleural efusi. Apabila didapatkan beberapa tanda, gejala, dan gambaran radiologi
seperti yang disebutkan diatas maka diagnosa untuk CHF dapat ditegakkan. Pasien
dengan riwayat penyakit jantung, diabetes melitus, hipertensi, atau riwayat
penyakit arteri koroner meningkatkan resiko terkena CHF (Storrow, 2007).

G. Terapi
1. TERAPI PERTAMA
Yang dapat dilakukan adalah mengoreksi atau stabilisasi berbagai
keabnormalan yang terjadi yang dapat menginduksi munculnya CHF, misalkan
iskemia dapat dikontrol dengan terapi medis atau pembedahan, hipertensi harus
selalu terkontrol, dan kelainan pada katup jantung dapat ditangani dengan
perbaikan pada katup tersebut (National Clinical Guideline Centre, 2010).

2. TERAPI NON FARMAKOLOGIS


Dapat dilakukan dengan restriksi garam, penurunan berat badan, diet rendah
garam dan rendah kolesterol, tidak merokok, olahraga (National Clinical
Guideline Centre, 2010).

3. TERAPI FARMAKOLOGIS

I. Diuretics

10
II. Vasodilator Drugs

 Nitrate (isosorbide)
 Hydralazine (terutama apabila ditambah dengan regimen digoxin
dan terapi diuretic)
 Ace inhibitors (captopril, enalapril) : obat ini bekerja dengan
menghambat conversi angiotensin 1 menjadi angiotensin 2 melalui
angiotensin- converting enzyme (ACE).
 ACE2 reseptor blocker (losartan) : obat ini mengeblok reseptor A2,
menyebabkan vasodilatasi dan menghambat proliferasi dari sel otot.
Obat ini biasanya digunakan pada pasien yang intolerance terhadap
ACE inhibitor, akibat efek samping yang dapat ditimbulkan yaitu
batuk. (National Clinical Guideline Centre, 2010).

III. Inotropic Drugs Digitalis glycosides (digoxin)

IV. Beta blockers

Obat ini memiliki fungsi untuk memperbaiki fungsi ventrikel kiri, gejala,
dan functional class, serta memperpanjang survival dari pasien CHF.beta
blocker juga memiliki peranan dalam memodifikasi cytokine (interleukin-
10, tumor necrosis alpha (TNF-alpha) dan soluble TNF reseptor (sTNF-R-1
dan R2) pada pasien dengan kardiomiopati (Shigeyama et al., 2005).

Indikasi pemakaian beta blocker:

a. Pasien yang tergolong dalam klas II dan III , klasifikasi NYHA.

b. Hindari terapi ini pada pasien dengan NYHA klas I atau IV.

c. Sebelum menambahkan beta blocker, pastikan bahwa pasien stabil dan


dalam terapi standard gagal jantung.

d. Mulai pemakaian terapi beta- blocker dengan memakai dosis rendah


(carvedilol 3.125 mg PO bid; metoprolol CR/XL, 12.5 mg PO qd;
bisoprolol, 1.25 mg PO qd)

e. tingkatkan dosis dengan interval waktu 2 sampai 3 minggu (carvedilol,


25-50 mg PO bid; metoprolol CR/XL, 200 mg PO qd; bisoprolol, 10 mg PO
qd) Kontraindikasi pemakaian beta blocker terapi pada CHF:

 Peningkatan berat badan


 Peningkatan dosis diuretic
 Kebutuhan untuk diuretik intravena ataupun obat inotropik
 Didapatkan keadaan yang kian memburuk dari CHF
 Bronchial asma atau emphysema
 Bradycardi

11
 Hipotensi
 Blok jantung derajat pertama dan ketiga

V. Aldosterone antagonis contoh spironolactone sebaiknya dipertimbangkan


pada pasien dengan gagal jantung berat dan tidak ada kecurigaan adanya
renal insufficiency atau hiperkalemia.

VI. Antiarrhythmic Therapy

VII. Anticoagulant Therapy (untuk mengurangi resiko terjadinya emboli


pada pasien dengan atrial fibrilasi, tapi tidak diindikasikan pada pasien yang
aktif dan tidak punya riwayat emboli).

4. TERAPI INFASIF

a) Coronary Reperfusion, terutama pada akut gagal jantung berulang


dihubungkan dengan edema pulmonary.

b) Valvular Heart Disease.

c) Reduction ventriculoplasty meliputi eksisi pada bagian dari otot ventrikel


kiri yang diskinetik. Hal ini biasanya dilakukan pada gagal jantung klas
akhir.

d) Transmyocardial laser revascularization

e) Prosedur operasi perbaikan fungsi jantung

 intra-aortic balloon pump


 permanent implantable balloon pump
 total artificial heart

f) Transplantasi Jantung (terapi paling efektif pada keadaan gagal jantung


berat).

12
BAB III

PENUTUP

A. Simpulan
Gagal jantung adalah sindroma klinik yang ditandai oleh adanya kelainan pada
struktur atau fungsi jantung yang mengakibatkan jantung tidak dapat memompa
darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan.

B. Saran

Melalui makalah ini penulis ingin menyampaikan hal-hal yang perlu diperhatikan
bagi pembaca :

1. Menerapkan pola hidup sehat (tidak merokok, minum-minuman keras, narkoba,


dll.)
2. Menjaga kesehatan jantung dengan rajin berolahraga dan mengonsumsi
makanan yang bergizi seimbang

13
DAFTAR PUSTAKA

El-Hayah Vol. 4, No.2 Maret 2014

http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/6350/BAB%20II.PDF?sequence=
6&isAllowed=y

14

Anda mungkin juga menyukai