Anda di halaman 1dari 22

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

INDONESIA POLTEKKES KEMENKES


TANJUNGKARANG PROGRAM STUDI KEPERAWATAN
TANJUNGKARANG
Bandar Lampung
Jl. Soekarno Hatta No. 1 Hajimena Bandar Lampung

LAPORAN PENDAHULUAN
HALUSINASI

I. Kasus (Masalah Utama)


Gangguan sensori Persepsi : Halusinasi

II. Proses Terjadinya Masalah


1. Pengertian
Halusinasi adalah terjadinya penglihatan, suara, sentuhan, bau, maupun rasa
tanpa stimulus eksternal terhadap organ-organ indera (Fontaine, 2009).
Halusinasi merupakan suatu bentuk persepsi atau pengalaman indera dimana
tidak terdapat stimulasi terhadap reseptor-reseptornya, halusinasi merupakan
persepsi sensori yang salah yang mungkin meluputi salah satu dari kelima panca
indera (Towsend, 2009).
Halusinasi adalah distorsi persepsi palsu yang terjadi pada respo neurobiologis
yang maladaptif, klien mengalami distorsi sensori yang nyata dan meresponnya,
namun dalam halusinasi stimulus internal dan eksternal tidak dapat diidentifikasi
(Stuart, 2009).
Halusinasi merupakan perubahan dalam jumlah dan pola stimulus yang
diterima disertai dengan penurunan berlebih distorsi atau kerusakan respon
beberapa stimulus (NANDA-I 2009-2011).
Halusinasi merupakan suatu gejala gangguan jiwa dimana klien merasakan
suatu stimulus yang sebenarnya tidak ada. Klien mengalami perubahan sendiri
persepsi; merasakan sensasi palsu berupa suara, pengelihatan, pengecapan,
perasaan, atau penciuman. Salah satu manifestasi yang timbul adalah halusinasi
tidak dapat memenuhi kehidupannya sehari-hari. Halusinasi merupakan salah satu
dari sekian banyak bentuk pisikopatologi yang paling parah dan membingungkan.

1
2. Jenis Halusinasi
a. Halusinasi pendengaran
Menurut Stuart (2009), pada klien halusinasi dengar tanda dan gejala dapat
di karakteristik mendengar bunyi atau suara, paling sering dalam bentuk suara,
rentang suara dari suara sederhana atau suara yang jelas, suara tersebut
membicarakan tentang pasien, sampai percakapan yang komplet antara dua
orang atau lebih seperti orang yang berhalusinasi. Suara yang didengar dapat
berupa perintah yang memberitahu pasien untuk melakukan sesuatu, kadang-
kadang dapat membahayakan atau mencedera.
Halusinasi dengar merupakan gejala mayoritas yang sering dijumpai pada
pasien skizofrenia. Hasil penelitian Nayani dan David (1996, dalam Birchwood
2009) menunjukkan bahwa isi halusinasi pendengaran 84% berupa perintah
untuk melakukan sesuatu, 77% mengkritik individu, 70% menghina klien, 66%
mengancam, 61% membicarakan tentang orang lain, 53% mendebat klien, 48%
menyenagkan klien, 41% menanyakan sesuatu dan 40% menertawakan klien.
Halusinasi dengar harus menjadi fokus perhatian kita bersama karena
halusinasi dengar apabila tidak ditangani secara baik dapat menimbulkan
resiko terhadap keamanan diri klien sendiri, orang lain dan juga lingkungan
sekitaran.
b. Halusinasi penciuman
Pada halusinasi penciuman isi halusinasi dapat berupa klien mencium aroma
atau bau tertentu seperti urine atau feces atau bau yang bersifat lebih umum
atau bau busuk atau bau yang tidak sedap (Cancro & Lehman, 2000 dalam
Videbeck 2008).
c. Halusinasi penglihatan
Pada klien yang mengalami halusinasi penglihatan, isi dari halusinasi berupa
melihat bayangan yang sebenarnya tidak ada sama sekali, misalnya cahaya
atau orang yang telah meninggal atau mungkin sesuatu yang bentuknya
menakutkan (Cancro & Lehman, 2000 dalam Videbeck 2008).
d. Halusinasi pengecapan
Pada halusinasi pengecapan, isi halusinasi berupa klien mengecap rasa yang
tetap ada dalam mulut atau perasaan bahwa makanan terasa seperti sesuatu
yang lain. Rasa tersebut dapat berupa rasa logam atau pahit, dapat berupa rasa
busuk, tak sedap dan anyir seperti darah, urine dan feces (Stuart & Laraia,
2
2005; Stuart, 2009).

3
e. Halusinasi perabaan
Isi halusinasi perabaan adalah klien merasakan sensasi seperti aliran listrik
yang menjalar ke seluruh tubuh atau binatang kecil yang merayap di kulit
(Cancro & Lehman, 2000 dalam Videbeck, 2008).
f. Halusinasi Chenesthetik
Halusinasi chenesthetik klien akan merasa fungsi tubuh seperti darah
berdenyut melalui vena dan arteri, mencerna makanan atau bentuk urin
(Videbeck, 2008; Stuart, 2009)
g. Halusinasi Kinesteteik
Terjadi ketika klien tidak bergerak tetapi melaporkan sensasi gerakan tubuh,
gerakan tubuh yang tidak lazim seperti melayang di atas tanah. Sensasi gerakan
sambil berdiri tak bergerak (Videbeck 2008; Stuart, 2009).

 Jenis Halusinasi serta Ciri Objektif dan Subjektif Klien yang Mengalami
Halusinasi
Jenis halusinasi Data Objektif Data Subjektif
Halusinasi  Bicara atau tertawa  Mendengar suara–
Dengar sendiri. suara atau kegaduhan.
(klien mendengar  Marah–marah tanpa  Mendengar suara
suara/bunyi yang sebab. yang mengajak bercakap-
tidak ada  Mendekatkan cakap.
hubungannya telinga ke arah tertentu.  Mendengar suara
dengan stimulus  Menutup telinga. menyuruh melakukan sesuatu
yang yang berbahaya.
nyata/lingkungan)

Halusinasi a. Menunjuk-nunjuk Melihat bayangan, sinar,


Penglihatan ke arah tertentu. bentuk geometris, kartun,
(klien melihat b. Ketakutan pada melihat hantu, atau monster.
gambaran yang sesuatu yang tidak jelas.
jelas/samar
terhadap adanya
stimulus yang
nyata dari

4
lingkungan dan
orang lain tidak
melihatnya).
Halusinasi  Mengendus-endus Membaui bau-bauan seperti
Penciuman seperti sedang membaui bau darah, urine, feses, dan
(klien mencium bau-bauan tertentu. terkadang bau-bau tersebut
suatu bau yang  Menutup hidung. menyenangkan bagi klien.
muncul dari
sumber tertentu
tanpa stimulus
yang nyata).
Halusinasi  Sering meludah. Merasakan rasa seperti darah,
pengecapan  Muntah. urine, atau feses.
(klien merasakan
sesuatu yang tidak
nyata, biasanya
merasakan rasa
makanan yang
tidak enak).
Halusinasi Menggaruk-garuk  Mengatakan ada
Perabaan permukaan kulit serangga di permukan kulit.
(klien merasakan  Merasa seperti
sesuatu pada tersengat listrik.
kulitnya tanpa ada
stimulus yang
nyata).
Halusinasi Memegang kakinya yang Mengatakan badannya
Kinestetik dianggapnya bergerak melayang di udara.
(klien merasa sendiri.
badan nya
bergerak dalam
suatu ruangan atau
anggota badan nya
bergerak).

5
Halusinasi Memegang badannya yang Mengatakan perutnya menjadi
Viseral di anggapnya berubah mengecil setelah minum soft
(perasaan tertentu bentuk dan tidak normal drink.
timbul dalam seperti biasanya.
tubuhnya).
Sumber: Stuart dan Sundeen (1998)

3. Rentang respon neurobiologi

Rentang Respon Neurobiologis


Respon Adaptif Respon Maladaptif

1. Kadang
1. Pikiran Logis 1. Gangguan
proses pikir
2. Persepsi proses
terganggu
Akurat pikir
2. Ilusi
3. Emosi 3. Emosi (waham)
konsisten 2. Halusinasi
4. Perilaku
dengan 3. RPK
tidak biasa
pengalama 4. Perilaku
5. Menarik diri
n tidak
4. Perilak terorganisir
u sesuai 5. Isolasi sosial

4. Penyebab
a. Faktor Predisposisi
 Faktor Biologis
Menurut Videbeck (2008), faktor biologi yang dapat menyebabkan
terjadinya skizofrenia yaitu:
1) Genetik
Secara genetik ditemukan perubahan pada kromosom 5 dan 6 yang
mempredisposisikan individu mengalami skizofrenia (Copel, 2007).
Sedangkan Buchanan dan Carpenter (2000, dalam Stuart &Laraia,
2005; Stuart, 2009) menyebutkan bahwa kromosom yang berperan
dalam menurunkan skizofrenia adalah kromosom 6. Sedangkan
kromosom lain yang juga berpean adalah kromosom 4, 8, 15, dan 22,
Craddock et al (2006 dalam Stuart, 2009). Penelitian juga menemukan
gen GAD 1 yang bertanggungjawab memproduksi GABA, dimana
pada klien skizofrenia tidakdapat meningkat secara normal sesuai
6
perkembangan pada daerah

7
frontal, dimana bagian ini berfungsi dalam proses berfikir dan
pengambilan keputusan Hung et al, (2007 dalam Stuart, 2009).
Penelitian yang paling penting memusatkan pada penelitian anak
kembar yang menunjukkan anak kembar identik berisiko mengalami
skizofrenia sebesar 50%, sedangkan pada kembar non identik/ fraternal
berisiko 15% mengalami skizofrenia, angka ini meningkat sampai 35%
jika kedua orangtua biologis menderita skizofrenia (Cancro & Lehman,
2000; Videbeck, 2008; Stuart, 2009). Semua penelitian ini
menunjukkan bahwa faktor genetik hanya sebagian kecil penyebab
terjadinya skizofrenia dan ternyata masih ada faktor lain yang juga
berperan sebagai faktor penyebab terjadinya skizofrenia.
2) Neuroanatomi
Penelitian menunjukkan kelainan anatomi, fungsional dan
neurokimia di otak klien skizofrenia hidup dan postmortem, penelitian
menunjukkan bahwa kortek prefrontal dan sistem limbik tidak
sepenuhnya berkembang pada di otak klien dengan skizofrenia.
Penurunan volume otak mencerminkan penurunan baik materi putih
dan materi abu-abu pada neuron akson (Kuroki et al, 2006; Higgins,
2007 dalam Stuart, 2009). Hasil pemeriksaan Computed Tomography
(CT) dan Magnetic Resonance Imaging (MRI), memperlihatkan
penurunan volume otak pada individu dengan skizofrenia, temuan ini
memperlihatkan adanya keterlambatan perkembangan jaringan otak dan
atropi. Pemeriksaan Positron Emission Tomography (PET)
menunjukkan penurunan aliran darah ke otak pada lobus frontal selama
tugas perkembangan kognitif pada individu dengan skizofrenia.
Penelitian lain juga menunjukkan terjadinya penurunan volume otak
dan fungsi otak yang abnormal pada area temporalis dan frontal
(Videbeck, 2008). Perubahan pada kedua lobus tersebut belum
diketahui secara pasti penyebabnya.
Keadaan patologis yang terjadi pada lobus temporalis dan frontalis
berkolerasi dengan terjadinya tanda-tanda positif dan negatif dari
skizofrenia. Copel (2007) menyebutkan bahwa tanda-tanda positif
skizofrenia seperti psikosi disebabkan karena fungsi otak yang
abnormal pada lobus temporalis. Sedangkan tanda-anda negatif seperti
tidak
8
memiliki kemauan untuk motivasi dan anhedonia disebabkan oleh
fungsi otak yang abnormal pada lobus frontalis.
Hal ini sesuai dengan Sadock dan Sadock (2007 dalam Towsend,
2009) yang menyatakan bahwa fungsi utama lobus frontalis adalah
aktivasi motorik, intelektual, perencanaan konseptual, aspek
kepribadian, aspek produksi bahasa. Sehingga apabila terjadi gangguan
pada lobus frontalis, maka akan terjadi perubahan pada aktivitas
motorik, gangguan intelektual, perubahan kepribadian dan juga emosi
yang tidak stabil. Sedangkan fungsiutam adari lobus temporalis adalah
pengaturan bahasa, ingatan dan juga emosi. Sehingga gangguan yang
terjadi pada korteks temporalis dan nukleus-nukleus limbik yang
berhubungan pada lobus temporalis akan menyebabkan timbulnya
gejala halusinasi.
3) Neurokimia
Penelitian di bidang neurotransmisi telah memperjelas hipotetsi
disregulasi pada skizofrenia, gangguan terus menerus dalam satu atau
lebih neurotransmiter atau neuromodulator mekanisme pengaturan
homeostatic menyebabkan neurotransmisi tidak stabil atau tidak
menentu. Teori ini menyatakan bahwa area mesolimbik overaktif
terhadap dopamine, sedangkan area prefrontal mengalami hipoaktif
sehingga terjadi ketidakseimbangan antara sistem neurotransmiter
dopamine dan serotonin serta yang lain (Stuart, 2009). Pernyataan ini
memberi arti bahwa neurotransmitter mempunyai peranan yang penting
menyebabkan terjadinya skizofrenia.
Beberapa referensi menunjukkan bahwa neurotransmiter yang
bereperan menyebabkan skizofrenia adalah dopamin dan serotonin.
Satu teori yang terkenal memperlihatkan dopamin sebagai faktor
penyebab, ini dibuktikan dengan obat-obatan yang menyekat reseptor
dopamin pascasinaptik mengurangi gejala gejala psikotik dan pada
kenyataan nya semakin efektif obat tersebut dalam mengurangigejala
skizofrenia. Sedangkan serotonin berfungsi sebagai modulasi
dopamine, yang membantu mengontrol kelebihan dopamine, beberapa
peneliti yakin bahwa kelebihan serotonin itu sendiri bereperan dalam
perkembangan skizofrenia, ini dibuktikan dengan penggunaan obat
antipsikotik atipikal seperti klozapin (clorazil) yang merupakan
9
antagonis dopamine dan serotonin. Penelitian menunjukkan bahwa
klozapin dapat menghasilkan

10
penurunan gejala psikotik secara dramatis dan mengurangi tanda-tanda
negatif skizofrenia (O’Connor, 1998; Marder, 2000 dalam Videbeck,
2008).
Adanya overload reuptake neurotransmiter dopamin dan serotonin
mengakibatkan kerusakan komunikasi antar sel otak, sehingga jalur
penerima dan pengiriman informasi di otak terganggu. Keadaan inilah
yang mengakibatkan informasi tidak dapat diproses sehingga terjadi
kerusakan dalam persepsi yang berkembang menjadi halusinasi dan
kesalahan dalam membuat kesimpulan yang berkembang menjadi
delusi.
4) Imunovirologi
Sebuah penelitian untuk menemukan “virus Skizofrenia” telah
berlangsung (Torrey et al, 2007; alman et al, 2008). Bukti campuran
menunjukkan bahwa paparan prenatal terhadap virus influenza,
terutama selama trimester pertama, mungkin menjadi salah satu faktor
penyebab skizofrenia pada beberapa orang tetapi tidak pada orang lain
(Brown et al, 2004). Teori ini didukung oleh temuan riset yang
memperlihatkan lebih banyak orang dengan skiofrenia lahir di musim
dingin atau awal musim semi dan di daerah perkotaan (Van Os et al,
2004). Temuan ini menunjukkan musim potensial dan tempat lahir
dampak terhadap resiko untuk skizofrenia. Infeksi virus lebih sering
terjadi pada tempat-tempat keramaian dan musim dingin dan awal
musing semi dan dapat terjadi in utero atau pada anak usia dini pada
beberapa orang yang rentan (Gallagher et al, 2007; Velling et al, 2008
dalam Stuart, 2009)
5) Psikologis
Awal terjadinya skizofrenia difokuskan pada hubungan dalam
keluarga yang mempengaruhi perkembangan gangguan ini, teori awal
menunjukkan kurangnya hubungan antara orangtua dan anak, serta
disfungsi sistem keluarga sebagai penyebab skizofrenia. Dalam
penelitian lain, beberapa anak dengan skizofrenia menunjukkan
kelainan halus yang meliputi perhatian, koordinasi, kemampuan sosaial,
fungsi neuromotordan respon emosional jauh sebelum mereka
menunjukkan gejala yang jelas dari skizofrenia (Schiffman et al, 2004
dalam Stuart, 2009). Hal di atas dukung oleh Sinaga (2007), yang
11
menyebutkan bahwa lingkungan emosional yang tidak stabil
mempunyai resiko yang besar terhadap perkembangan skizofrenia,
pada masa kanak disfungsi situasi

12
sosial seperti trauma masa kecil, kekerasan, hostilitas dan huungan
interpersonal yang kurang hangat diterima oleh anak sangat
mempengaruhi perkembangan neurologikal anak sehingga lebih rentan
mengalami skizofrenia dikemudian hari.
Berdasarkan Stuart dan Laraia (2005), faktor psikologis yang dapat
mempengaruhi adalah tingkat intelegensi, kemampuan verbal, moral,
kepribadian, pengalaman masa lalu, konsep diri dan motivasi. Selain itu
faktor penyebab terjadinya skizofrenia berdasarkan teori interpersonal
berpendapat bahwa s skizofrenia muncul akibat hubungan disfungsional
pada masa kehidupan awal dan masa remaja, skizofrenia terjadi akibat
ibu yang cemas atau ayah yang jauh dan suka mengonbtrol (Torrey,
1995 dalam Videbeck, 2008). Halini memberiarti bahwa anak akan
belajar pada orangtua nya yang mengalami skizofrenia dan akan
mempraktekkan apa yang dilihatnya setelah ia besar dalam setiap ia
mengalami masalah.
6) Sosial Budaya
Faktor sosial budaya yang dapat menyebabkan terjadinya
skizofrenia adalah adanya double bind didalam keluarga dan konflik
dalam keluarga. Torrey (1995 dalam Videbeck, 2008) menyebutkan
bahwa salah satu faktor sosial yang dapat menyebabkan terjadinya
skizofrenia adalah asnya disfungsi dalam pengasuhan anak maupun
dinamika keluarga.
Seaward (1997, dalam Videbeck 2008) menyebutkan bahwa fakor
budaya dan sosial dapat menyebabkan terjadinya skizofrenia adalah
karena tidak adanya penghasilan, adanya kekerasan, tidak memiliki
tempat tinggal, kemiskinan dan diskriminasi ras, golongan, usia maupun
jenis kelamin.

b. Faktor Presipitasi
Faktor pencetus halusinasi diakibatkan gangguan umpan balik di otak
yang mengatur jumlah dan waktu dalam proses informasi. Stimulasi
pemglihatan dan pendengaran pada awalnya di saring oleh hipotalamus dan
dikirim untuk diproses oleh lobus frontal dan bila informasi yang disampaikan
terlalu banyak pada suatu waktu atau jika informasi tersebut salah, lobus
frontal mengirimkan pesan overload ke ganglia basal dan di ingatkan lagi
13
hipotalamus untuk mmeperlambat transmisi ke lobus frontal. Penurunan
fungsi dari lobus

14
frontal menyebabkan gangguan pada proses umpan balik dalam penyampaian
informasi yang menghasilkan proses informasi overload (Stuart & Laraia 2005;
Stuart 2009). Selain itu, penurunan pintu mekanisme/gatting proses ini
ditunjukkan dengan ketidakmampuan individu dalam memilih stimuli secara
selektif (Hong et al, 20027 dalam Stuart 2009).

c. Penilaian Terhadap Stressor


Penilaian terhadap stressor merupakan penilaian individeu ketika
mengalami stressor yang datang. Menurut Sinaga (2007), faktor biologis,
psikososial dan lingkungan saling berintegrasi datu sama lain pada saat
individu mengalami stress sedangkan individu sendiri memilki kerentanan
(diatesis), yang jika diaktifkan oleh pengaruh stress maka akan menimbulkan
gejala skizofrenia. Berdasarkan Stuart dan Laraia (2005), penilaian terhadap
stressor terdiri dari respon kognitif, afektif, fisiologis, perilaku dan sosial. Hal
ini memberikan arti bahwa apabila individu mengalami suatu stressor maka ia
akan merespon stressor maka ia akan merespon stressor tersebut dan akan
tampak melalui tanda dan gejala yang muncul.

d. Sumber Koping
Berdasarkan Stuart dan Laraia (2005), sumber koping merupakan hal
yang penting dalam membantu klien dalam mengatasi stressor yang
dihadapinya. Sumber koping tersebut meliputi aset ekonomi, sosial support,
nilai dan kemampuan individu mengatasi masalah. Apabila individu
mempunyai sumber koping yang adekuat maka ia akan mampu beradaptasi dan
mengatasi stressor yang ada.
Keluarga merupakan salah satu sumber koping yang dibutuhkan
individu ketika mengalami stress. Hal tersebut sesuai dengan Videbeck (2008)
yang menyatakan bahwa keluarga memang merupakan salah satu sumber
pendukung yang utama dalam penyembuhan klien skizofrenia. Psikosis atau
skizofrenia adalah penyakit menakutkan dan sangat menjengkelkan yang
memerlukan penyesuaian baik bagi klien dan keluarga. Proses penyesuaian
psikotik terdiri dari empat fase: (1)disonansi kognitif (psikosis aktif),
(2)pencapaian wawasan, (3)stabilitas dalam semua aspek kehidupan (ketetapan
kognitif), dan (4)bergerak
15
terhadap prestasi kerja atau tujuan pendidikan. Proses multifase penyesuaian
dapat berlangsung 3 sampai 6 tahun (Moller, 2006 dalam Stuart, 2009) :
a) Efikasi/Kemanjuran pengobatan untuk secara konsisten mengurangi gejala
dan menstabilkan disonansi kognitif setelah episode pertama memakan
waktu 6 sampai 12 bulan.
b) Awal penegenalan diri/insight sebagai proses mandiri melakukan
pemeriksaan realitas yang dapat diandalkan. Pencapaian keterampilan ini
memakan waktu 6 sampai 18 bulan dan tergantung pada keberhasilan
pengobatan dan dukungan yang berkelanjutan.
c) Setelah mencapai pengenalan diri/insight, proses pencapaian kognitif
meliputi keteguhan melanjutkan hubungan interpersoanl normal dan
reengaging dalam kegiatan yang sesuai dengan usia yang berkaitan dengan
sekolah dan bekerja. Fase ini berlangsung 1 sampai 3 tahun.
d) Ordinariness/kesiapan kembali seperti sebelum sakit ditandai dengan
kemampuan untuk secara konsisten dan dapat diandalkan dan terlibat
dalam kegiatan yang sesuai dengan usia lengkap dari kehidupan sehari-hari
mencerminkan tujuan prepsychosis. Fase ini berlangsung minimal 2 tahun.
Sumber daya keluarga, seperti pemahaman orang tua terhadap penyakit,
keuangan, ketersediaan waktu dan energi, dan kemampuan untuk
menyediakan dukungan yang berkelanjutan, mempengaruhi jalannya
penyesuaian pospsychotic.

e. Mekanisme Koping
Menurut Stuart & Laraia, 2005 dalam Stuart, 2009, pada klien
skizofrenia, klien berusaha untuk melindungi dirinya dan pengalaman yang
disebabkan oleh penyakitnya. Klien akan melakukan regresi untuk mengatasi
kecemasan yang dialaminya, melakukan proyeksi sebagai usaha untuk
menjelaskan persepsinya dan menarik diri yang berhubungan dengan masalah
membangun kepercayaan dan keasyikan terhadap pengalaman internal.

A. Masalah Keperawatan Dan Data Yang Perlu Dikaji

NO DATA YANG PERLU DIKAJI MASALAH


1  Data subjektif : Halusinasi

16
Pasien mengatakan :
1) Mendengar suara-suara atau kegaduhan
2) Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap
3) Mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu
yang berbahaya
4) Melihat bayangan, sinar, bentuk geometris, bentuk
kartun, melihat hantu atau monster
5) Mencium bau-bauan seperti bau darah, urin, feses,
kadang-kadang bau itu menyenangkan
6) Merasakan rasa seperti darah, urin atau feses
7) Merasa takut atau senang dengan halusinasinya

 Data objektif :
1) Bicara atau tertawa sendiri
2) Marah-marah tanpa sebab
3) Mengarahkan telinga ke arah tertentu
4) Menutup telinga
5) Menunjuk-nunjuk ke arah tertentu
6) Ketakutan pada sesuatu yang tidak jelas
7) Mencium sesuatu seperti membaui bau-bauan
tertentu
8) Menutup hidung
9) Sering meludah
10) Muntah
11) Mengaruk-garuk permukaan kulit

17
B. Pohon Masalah

Resiko perilaku Kekerasan

Gangguan Sensori
Persepsi:
Halusinasi

Isolasi Sosial

Harga Diri Rendah

III. Diagnosa Keperawatan


1. Resiko perilaku kekerasan
2. Gangguan sensori persepsi : Halusinasi
3. Isolasi sosial
4. Harga diri rendah

Strategi Pelaksanaan tindakan keperawatan (Individu, Keluarga dan kelompok)


Individu

Sp 1. Membantu pasien mengenal halusinasi, menjelaskan cara-caramengontrol halusinasi,


mengajarkan pasien mengontrol halusinasidengan cara pertama: menghardik halusinasi

Sp 2. Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara kedua:bercakap-cakap dengan


orang lain

Sp 3. Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara ketiga:melaksanakan aktivitas


terjadwa

Sp 4. Melatih pasien menggunakan obat secara teratur

Keluarga

Sp 1. . Mendiskusikan masalah yg dirasakan dalam merawat pasien

Sp2. Jelaskan pengertian, tanda dan gejala halusinasi, jenis halusinasi yang dialami pasien
besertaprosesterjadinya
halusinasiJelaskan pengertian, tanda dan gejala halusinasi, jenis halusinasi yang dialami pa
sien beserta proses terjadinya halusinasi

Sp 3 Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada klien halusinasi

Sp 4. . Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah termasuk minum


18
obat(discharge planning

Terapi Aktifitas Kelompok

Sesi 1. mengenal halusinasi

Sesi 2. mengontrol halusinasi dengan menghardik

Sesi 3. mengontrol halusinasi dengan membuat jadwal kegiatan

Sesi 4. mencegah halusinasi dengan bercakap cakap

19
Terapi Tindakan Keperawatan Spesialis
5. Terapi individu: Terapi perilaku
6. Terapi kelompok: Psikoedukasi kelompok
7. Terapi keluarga: Terapi Triangel.
8. Terapi komunitas: Assertive community therapy (ACT)

Rencana Tindakan Medis/Psikofarmadinamika :


a. Anti Psikotik:

20
1. Chlorpromazine ( Promactile, Largactile)
2. Haloperidol (Haldol, srenace, Lodomer)
3. Stelazine
4. Clozapine (Clozaril)
5. Risperidone (Risperidal)
b. Anti parkinson :
1. Trihexyphenidile
2. Artha

21
DAFTAR PUSTAKA

Stuart GW, Sundeen, Buku Saku Keperawatan Jiwa, Jakarta : EGC, 1995

Keliat Budi Ana, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I, Jakarta : EGC, 1999

Keliat BA. Asuhan Klien Gangguan Hubungan Sosial: Menarik Diri. Jakarta : FIK UI. 1999

Keliat BA. Proses kesehatan jiwa. Edisi 1. Jakarta : EGC. 1999

Aziz R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr. Amino Gonohutomo,

2003

Tim Direktorat Keswa, Standar Asuhan Keperawatan Jiwa, Edisi 1, Bandung, RSJP Bandung,

2000

21

Anda mungkin juga menyukai