Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

HALUSINASI

Disusun Oleh:

ENI SULISTIYOWATI

22.0604.0006

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAGELANG
2022
LAPORAN PENDAHULUAN
HALUSINASI

A. Definisi
Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori dari suatu obyek
rangsangan dari luar, gangguan persepsi sensori ini meliputi seluruh
pancaindra. Halusinasi biasanya muncul pada klien gangguan jiwa diakibatkan
terjadinya perubahan orientasi realita,klien meraskan stimulasi yang
sebetulnya tidak ada. Dampak yang muncul akibat gangguan halusinasi adalah
hilangannya kontrol diri yang menyebabkan seseorang menjadi panik dan
perilakunya dikendalikan oleh halusinasi (Syahdi & Pardede, 2022).
Halusinasi pendengaran paling sering terjadi ketika klien mendengar suara-
suara, halusinasi ini sudah melebur dan pasien merasa sangat ketakutan, panik
dan tidak bisa membedakan antara khayalan dan kenyataan yang dialaminya
(Titania & Maula 2020).
Halusinasi merupakan salah satu gangguan persepsi, dimana terjadi
pengalaman indera tanpa adanya rangsangan sensorik (persepsi indera yang
salah), dimana klien mengalami perubahan sensori persepsi, merasakan
sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan atau
penghidung, pasien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada (Putri,
2017). Halusinasi pendengaran paling sering terjadi ketika klien mendengar
suara -suara, halusinasi ini sudah melebur dan pasien merasa sangat ketakutan,
panik dan tidak bisa membedakan antara khayalan dan kenyataan yang
dialaminya (Pardede, et al, 2021).
Dari defenisi diatas dapat disimpulkan bahwa halusinasi adalah
hilangnya kemampuan manusia membedakan antara rangsangan internal dan
rangsangan eksternal dari klien, klien memberikan persepsi atau pendapat
tentang lingkungan tanpa adanya objek atau rangsangan yang nyata,
sedangkan yang kita ketahui bahwa halusinasi pendengaran yaitu persepsi dari
panca indera atau respon pendengaran terhadap rangsangan yang tidak
mempengaruhi perilaku individu.
B. Klasifikasi halusinasi
Menurut Yusuf (2015), klasifikasi halusinasi dibagi menjadi 5 yaitu:
No Jenis halusinansi Data subjektif Data objektif
1 Halusinasi  Mendengar suara atau  Bicara atau tertawa
Pendengaran kegaduhan  Sendiri tanpa lawan
 Mendengar suara yang bicara.
mengajak bercakap-  Marah-marah tanpa
cakap sebab
 Mendengar suara yamg  Mencondongkan
menyuruh melakukan telinga ke arah tertentu.
sesuatu yang berbahaya  Menutup telinga
2 Halusinasi  Melihat bayangan,  Menunjuk-menunjuk
Penglihatan sinar, bentuk geometris, kearah tertentu
bentuk kartun, lihat  Ketakutan kepada
hantu atau monster Objek yang tidak jelas
3 Halusinasi  Membaui bau-bauan  Menghindu Seperti
Penghindu seperti bau darah,urin Sedang Membaui
feses BauBauan Tertentu
 Kadang-kadang bau itu  Menutup hidung
menyenangkan
4 Halusinasi  Merasakan rasa seperti  Sering meludah
Pengecapan darah dan urine  Muntah
5 Halusinasi  Mengatakan ada  Menggaruk-garuk
Perabaan serangga dipermukaan permukaan kulit
kulit
 Merasa seperti
tersengat listrik

Menurut (Pardede & Ramadia, 2021), beberapa jenis halusinasi antara lain:
1. Halusinasi Pendengaran (auditory)
70% Mendengar suara yang membicarakan, mengejek, menertawakan,
mengancam, memerintahkan untuk melakukan sesuatau (kadang- kadang
hal yang berbahaya). Perilaku yang muncul adalah mengarahkan telinga
pada sumber suara, bicara atau tertawa sendiri, marah-marah tanpa sebab,
menutup telinga, mulut komat-kamit, dan adanya gerakan tangan.
2. Halusinasi Pengihatan (visual)
20% Stimulus penglihatan dalam bentuk pencaran cahaya, gambar, orang
atau panorama yang luas dan kompleks, biasanya menyenangkan atau
menakutkan. Perilaku yang muncul adalah tatapan mata pada tempat
tertentu, menunjuk kearah tertentu, serta ketakutan pada objek yang dilihat.
3. Halusinasi Penciuman (Olfaktori)
Tercium bau busuk, amis, dan bau yang menjijikan seperti : darah, urine
atau feses, kadang-kadang terhidu bau harum seperti parfum. Perilaku yang
muncul adalah ekspresi wajah seperti mencium,mengarahkan hidung pada
tempat tertentun dan menutup hidung.
4. Halusinasi pengecapan (gustatory)
Merasa mengecap sesuatu yang busuk, amis, dan menjijikkan, seperti rasa
darah, urine, dan feses. Perilaku yang muncul adalah seperti mengecap,
mulut seperti gearakan mengunyah sesuatu sering meludah, muntah.
5. Halusinasi Perabaan (taktil)
Mengalami rasa sakit atau tidak enak tanpa stimulus yang terlihat, seperti
merasakan sensasi listrik datang dari tanah, benda mati atau orang lain,
merasakan ada yang menggerayangi tubuh seperti tangan, binatang kecil
dan mahluk halus. Perilaku yang muncul adalah mengusap, menggaruk-
garuk atau merabaraba permukaan kulit,terlihat menggerak-gerakan badan
seperti merasakan sesuatu rabaan.

C. Rentang Respon
Menurut Yusuf dkk.,(2015), respon perilaku pasien dapat berada dalam rentang
adaptif sampai maladaptive yang dapat digambarkan sebagai berikut:
1. Respon adaptif
Berdasarkan rentang respon halusinasi menurut (Yusuf & Rizki 2015), meliputi:
a. Pikiran logis berupa mendapat atau pertimbangan yang dapat di terima akal.
b. Persepsi akurat berupa pandangan dari seseorang tentang sesuatu peristiwa
secara cermat dan tepat sesuai perhitungan.
c. Emosi konsisten dengan pengalaman berupa ke mantapan perasaan jiwa yang
timbul sesuai dengan peristiwa yang penuh di alami.
d. Perilaku sesuai dengan kegiatan individu atau sesuatu yang berkaitan dengan
individu tersebut di wujudkan dalam bentuk gerak atau ucapan yang
bertentangan dengan moral.
e. Hubungan social dapat di ketahui melalui hubungan seseorang dengan orang
lain dalam pergaulan di tengah masyarakat.
2. Respon maladaptive
Respon maladaptive berdasarkan rentang respon halusinasi menurut (Yusuf &
Hanik, 2015) meliputi:
a. Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh di pertahankan
walaupun tidak di yakini oleh orang lain dan bertentangan dengan kenyataan
social.
b. Halusinasi merupakan gangguan yang timbul berupa persepsi yang salah
terhadap rangsangan.
c. Tidak mampu mengontrol emosi berupa ketidak mampuan atau menurunnya
kemampuan untuk mengalami kesenangan kebahagiaan, keakraban, dan
kedekatan.
d. Ketidakteraturan perilaku berupa ketidakselarasan antara perilaku dan gerakan
yang di timbulkan.
e. Isolasi social adalah kondisi kesendirian yang di alami oleh individu karna
orang lain menyatakan sikap yang di alami oleh individu.

D. Tanda Dan Gejala


Tanda dan gejala halusinasi dinilai dari hasil observasi terhadap pasien serta
ungkapan pasien (Pardede & Ramadia, 2021) adalah sebagai berikut :
1. Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai
2. Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara
3. Gerakan mata cepat
4. Menutup telinga
5. Respon verbal lambat atau diam
6. Diam dan dipenuhi oleh sesuatu yang mengasyikkan
7. Terlihat bicara sendiri
8. Menggerakkan bola mata dengan cepat
9. Bergerak seperti membuang atau mengambil sesuatu
10. Duduk terpaku, memandang sesuatu, tiba-tiba berlari ke ruangan lain
11. Disorientasi (waktu, tempat, orang)
12. Perubahan kemampuan dan memecahkan masalah
13. Perubahan perilaku dan pola komunikasi
14. Gelisah, ketakutan, ansietas
15. Peka rangsang
16. Melaporkan adanya halusinasi

E. Fase halusinasi
Halusinasi terbagi atas beberapa fase (Oktiviani, 2020):
1. Fase Pertama / Sleep disorder
Pada fase ini Klien merasa banyak masalah, ingin menghindar dari
lingkungan, takut diketahui orang lain bahwa dirinyabanyak masalah.
Masalah makin terasa sulit karna berbagai stressor terakumulasi, misalnya
kekasih hamil, terlibat narkoba, dikhianati kekasih, masalah dikampus,
drop out, dst. Masalah terasa menekan karena terakumulasi sedangkan
support sistem kurang dan persepsi terhadap masalah sangat buruk. Sulit
tidur berlangsung trus-menerus sehingga terbiasa menghayal. Klien
menganggap lamunanlamunan awal tersebut sebagai pemecah masalah.
2. Fase Kedua / Comforting
Klien mengalami emosi yang berlanjut seperti adanya perasaan cemas,
kesepian, perasaan berdosa, ketakutan, dan mencoba memusatkan
pemikiran pada timbulnya kecemasan. Ia beranggapan bahwa pengalaman
pikiran dan sensorinya dapat dia kontrol bila kecemasannya diatur, dalam
tahap ini ada kecenderungan klien merasa nyaman dengan halusinasinya
3. Fase Ketiga / Condemning
Pengalaman sensori klien menjadi sering datang dan mengalami bias.
Klien mulai merasa tidak mampu lagi mengontrolnya dan mulai berupaya
menjaga jarak antara dirinya dengan objek yang dipersepsikan klien mulai
menarik diri dari orang lain, dengan intensitas waktu yang lama.
4. Fase Keempat / Controlling Severe Level of Anxiety
Klien mencoba melawan suara-suara atau sensori abnormal yang datang.
Klien dapat merasakan kesepian bila halusinasinya berakhir. Dari sinilah
dimulai fase gangguan psikotik.
5. Fase ke lima / Conquering Panic Level of Anxiet
Pengalaman sensorinya terganggu. Klien mulai terasa terancamdengan
datangnya suara-suara terutama bila klien tidak dapat menuruti ancaman
atau perintah yang ia dengar dari halusinasinya. Halusinasi dapat
berlangsung selama minimal empat jam atau seharian bila klien tidak
mendapatkan komunikasi terapeutik. Terjadi gangguan psikotik berat.

F. Mekanisme Koping
Setiap individu dari semua umur dapat mengalami stress dan akan
menggunakan berbagai cara untuk menghilangkan stress yang sedang dialami.
Ketegangan fisik dan emosional yang menyertai sters dapat menimbulkan
ketidaknyamanan. Ketidak nyamanan ini membuat individu menjadi
termotivasi untuk melakukan sesuatu demi mengurangi atau menghilagkan
stress. Usaha yang dilakukan tersebut disebut dengan koping. koping adalah
ketika seseorang berhasil mengatasi kesukaran atau usaha meniadakan atau
membebaskan diri dari rasa tidak nyaman karena sters. Koping adalah upaya
untuk mengelola situasi yang membebani, memperluas usaha untuk
memecahkan masalah-masalah hidup dan berusaha mengatasi atau
mengurangi stress. Koping adalah suatu proses usaha untuk mempertemukan
tuntutan yang berasal dari diri sendiri dari lingkungan (Bakhtiar, 2015).
G. Penyebab
Faktor predisposisi klien halusinasi menurut (Oktiviani, 2020) :
1. Faktor Predisposisi
a. Faktor perkembangan
Tugas perkembangan klien terganggu misalnya rendahnya kontrol dan
kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak
kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri.
b. Faktor sosiokultural
c. Seseorang yang merasa tidak diterima dilingkungan sejak bayi akan
merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada lingkungan.
d. Biologis
Faktor biologis Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan
jiwa. Adanya stress yang berlebihan dialami seseorang maka didalam
tubuh akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogen
neurokimia.Akibat stress berkepanjangan menyebabkan teraktivasinya
neurotransmitter otak.
e. Psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah
terjerumus pada penyalahgunaan zat adikitif. Hal ini berpengaruh pada
ketidakmampuan klien dalam mengambil keputusan yang tepat demi
masa depannya, klien lebihmemilih kesenangan sesaat dan lari dari
alam nyata menuju alam khayal.
f. Sosial Budaya
Meliputi klien mengalami interaksi sosial dalam fase awal dan
comforting, klien meganggap bahwa hidup bersosialisasi di alam nyata
sangat membahayakan. Klien asyik dengan halusinasinya, seolah-olah
ia merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial,
kontrol diri dan harga diri yang tidak didapatkan dakam dunia nyata.
2. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi merupakan stimulus yang dipersepsikan oleh individu
sebagai tantangan, ancaman, atau tuntutan yang memerlukan energi ekstra
untuk menghadapinya. Seperti adanya rangsangan dari lingkungan,
misalnya partisipasi klien dalam kelompok, terlalu lama tidak diajak
komunikasi, objek yang ada di lingkungan dan juga suasana sepi atau
terisolasi, sering menjadi pencetus terjadinya halusinasi. Hal tersebut
dapat meningkatkan stress dan kecemasan yang merangsang tubuh
mengeluarkan zat halusinogenik. Penyebab Halusinasi dapat dilihat dari
lima dimensi (Oktiviani, 2020) yaitu :
a. Dimensi fisik: Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi
fisik seperti kelelahan yang luar biasa, penggunaaan obat-obatan,
demam hingga delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan untuk tidur
dalam waktu yang lama.
b. Dimensi Emosional: Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar
problem yang tidak dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi itu
terjadi. Isi dari halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan
menakutkan. Klien tidak sanggup lagi menentang perintah tersebut
hingga dengan kondisi tersebut klien berbuat sesuatu terhadap
ketakutan tersebut
c. Dimensi Intelektual: Dalam dimensi intelektual ini menerangkan
bahwa individu dengan halusinasi akan memperlihatkan adanya
penurunan fungsi ego. Pada awalnya halusinasi merupakan usaha dari
ego sendiri untuk melawan impuls yang menekan, namun merupakan
suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil
seluruh perhatian klien dan tidak jarang akan mengontrol semua
perilaku klien.
d. Dimensi Sosial: Klien mengalami interaksi sosial dalam fase awal
dan comforting, klien meganggap bahwa hidup bersosialisasi di alam
nyata sangat membahayakan. Klien asyik dengan Halusinasinya,
seolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan
interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang tidak didapatkan
dakam dunia nyata.
e. Dimensi Spiritual: Secara sepiritual klien Halusinasi mulai dengan
kehampaan hidup, rutinitas tidak bermakna, hilangnya aktifitas
ibadah dan jarang berupaya secara sepiritual untuk menyucikan diri.
Saat bangun tidur klien merasa hampa dan tidak jelas tujuan
hidupnya. Individu sering memaki takdir tetapi lemah dalam upaya
menjemput rezeki, menyalahkan lingkungan dan orang lain yang
menyebabkan takdirnya memburuk.

H. Fokus Pengkajian

I. Diagnosa Keperawatan Utama


Gangguan persepsi sensori: Halusinasi

J. Fokus Intervensi
Rencana tindakan Keperawatan Untuk Pasien. (Yusuf, 2015):
1. Tujuan tindakan untuk pasien meliputi hal berikut.
a. Pasien mengenali halusinasi yang dialaminya.
b. Pasien dapat mengontrol halusinasinya.
c. Pasien mengikuti program pengobatan secara optimal.
2. Tindakan keperawatanan
a. Membantu pasien mengenali halusinasi dengan cara berdiskusi dengan
pasien tentang isi halusinasi (apa yang didengar/dilihat), waktu terjadi
halusinasi, frekuensi terjadinya halusinasi, situasi yang menyebabkan
halusinasi muncul, dan respons pasien saat halusinasi muncul
b. Melatih pasien mengontrol halusinasi. Untuk membantu pasien agar
mampu mengontrol halusinasi, Anda dapat melatih pasien empat cara
yang sudah terbukti dapat mengendalikan halusinasi, yaitu sebagai
berikut:
1) Menghardik halusinasi
2) Bercakap-cakap dengan orang lain
3) Melakukan aktivitas yang terjadwal
4) Menggunakan obat secara teratur.
Rencana tindakan keperawatan pada klien dengan diagnosa gangguan
persepsi sensori halusinasi meliputi pemberian tindakan keperawatan berupa
terapi (Sulah & Teguh, 2016) yaitu:
1. Bantu klien mengenal halusinasinya meliputi isi, waktu terjadi halusinasi,
isi, frekuensi, perasaan saat terjadi halusinasi respon klien terhadap
halusinasi mengontrol halusinasi dengan cara menghardik
2. Meminum obat secara teratur
3. Melatih bercakap-cakap dengan orang lain
4. Menyusun kegiatan terjadwal dan dengan aktifitas

Rencana tindakan pada keluarga (Keliat, 2015) adalah:


1. Diskusikan masalah yang dihadap keluarga dalam merawat pasien
2. Berikan penjelasan meliputi : pengertian halusinasi, proses terjadinya
halusinasi jenis halusinasi yang dialami, tanda dan gejala halusinasi,
proses terjadinya halusinasi.
3. Jelaskan dan latih cara merawat anggota keluarga yang mengalami
halusinasi : menghardik, minum obat, bercakap-cakap, melakukan
aktivitas.
4. Diskusikan cara menciptakan lingkungan yang dapat mencegah terjadinya
halusinasi.
5. Diskusikan tanda dan gejala kekambuhan
6. Diskusikan pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan terdekat untuk
follow up anggota keluarga dengan halusinasi.
DAFTAR PUSTAKA

Oktiviani, D. P. (2020). Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn. K dengan masalah


Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi Pendengaran di Ruang Rokan Rumah
Sakit Jiwa Tampan (Doctoral dissertation, Poltekkes Kemenkes Riau).
http://repository.pkr.ac.id/id/eprint/498

Pardede, et al. (2021). Asuhan keperawatan Jiwa Dengan Masalah Halusinasi.


10.31219/osf.io/fdqzn. 846. 10.31219/osf.io/fdqzn

Pardede, J. A., & Purba, J. M. (2020). Family Support Related To Quality Of Life
On Schizophrenia Patients. Jurnal Ilmiah Permas: Jurnal Ilmiah Stikes
Kendal, 10(4), 645-654. Https://Doi.Org/10.32583/Pskm.V10i4.942 6.

Pardede, Jek Amidos, Budi Anna Keliat, and Ice Yulia. (2015):. "Kepatuhan dan
Komitmen Klien Skizofrenia Meningkat Setelah Diberikan Acceptance And
Commitment Therapy dan Pendidikan Kesehatan Kepatuhan Minum Obat."
Jurnal Keperawatan Indonesia 18.3 157- 166.10.7454/jki.v18i3.419

Pardede, Jek Amidos, Harjuliska Harjuliska, and Arya Ramadia. (2021).


"SelfEfficacy dan Peran Keluarga Berhubungan dengan Frekuensi
Kekambuhan Pasien Skizofrenia." Jurnal Ilmu Keperawatan Jiwa 4.1 57-66.
https://doi.org/10.32584/jikj.v4i1.846 8.

Pardede JA, Harjuliska H, Ramadia A. (2021). Self-Efficacy dan Peran Keluarga


Berhubungan dengan Frekuensi Kekambuhan Pasien Skizofrenia. Jurnal
Ilmu Keperawatan Jiwa [Internet].
https://journal.ppnijateng.org/index.php/jikj/article/view/846
STRATEGI PELAKSANAAN
HALUSINASI PENDENGARAN
STRATEGI PELAKSANAAN 1 (SP 1) HALUSINASI PENDENGARAN

A. Diagnosis Keperawatan
Perubahan Persepsi Sensori: Halusinasi
B. Tujuan
Klien dapat membina hubungan saling percaya, dengan criteria sebagai
berikut.
1. Ekspresi wajah bersahabat
2. Menunjukkkan rasa senang
3. Klien bersedia diajak berjabat tangan
4. Klien bersedia menyebutkan nama
5. Ada kontak mata
6. Klien bersedia duduk berdampingan dengan perawat
7. Klien bersedia mengutarakan masalah yang dihadapinya.
8. Membantu klien mengenal halusinasinya
9. Mengajarkan klien mengontrol halusinasinya dengan menghardik
halusinasi
C. Intervensi Keperawatan
1. Bina hubungan saling percaya dengan prinsip komunikasi terapeutik
a. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun nonverbal
b. Perkenalkan diri dengan sopan
c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien
d. Jelaskan tujuan pertemuan
e. Jujur dan menepati janji
f. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
g. Beri perhatian kepada klien dan memperhatikan kebutuhan dasar klien.
2. Bantu klien mengenal halusinasinya yang meliputi isi, waktu terjadi
halusinasi, frekuensi, situasi pencetus, dan perasaan saat terjadi halusinasi
3. Latih klien untuk mengontrol halusinasi dengan cara menghardik.
Tahapan tindakan yang dapat dilakukan meliputi hal-hal sebagai berikut:
a. Jelaskan cara menghardik halusinasi
b. Peragakan cara menghardik halusinasi
c. Minta klien memperagakan ulang
d. Pantau penerapan cara ini dan beri penguatan pada perilaku klien yang
sesuai
e. Masukkan dalam jadwal kegiatan klien
D. Strategi Pelaksanaan
1. Orientasi
a. Salam Terapeutik
“Selamat pagi, assalamualaikum………….. Boleh Saya kenalan
dengan Ibu? Nama Saya………….. boleh panggil Saya………Saya
sedang praktik di sini dari pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul
13.00 WIB siang. Kalau boleh Saya tahu nama Ibu siapa dan senang
dipanggil dengan sebutan apa?”
b. Evaluasi/validasi
“Bagaimana perasaan Ibu hari ini? Bagaimana tidurnya tadi malam?
Ada keluhan tidak?”
c. Kontrak
1) Topik
“Apakah Ibu tidak keberatan untuk ngobrol dengan saya? Menurut ibu
sebaiknya kita ngobrol apa ya? Bagaimana kalau kita ngobrol tentang
suara dan sesuatu yang selama ini Ibu dengar dan lihat tetapi tidak
tampak wujudnya?”
2) Waktu
“Berapa lama kira-kira kita bisa ngobrol? Ibu maunya berapa menit?
Bagaimana kalau 10 menit? Bisa?”
3) Tempat
“Di mana kita akan bincang-bincang ??? Bagaimana kalau di ruang
tamu saya ???
2. Kerja
“Apakah Ibu mendengar suara tanpa ada wujudnya?”
“Apa yang dikatakan suara itu?”
“Apakah Ibu melihat sesuatu atau orang atau bayangan atau mahluk?”
“Seperti apa yang kelihatan?”
“Apakah terus-menerus terlihat dan terdengar, atau hanya sewaktuwaktu
saja?”
“Kapan paling sering Ibu melihat sesuatu atau mendengar suara tersebut?”
“Berapa kali sehari Ibu mengalaminya?”
“Pada keadaan apa, apakah pada waktu sendiri?”
“Apa yang Ibu rasakan pada saat melihat sesuatu?”
“Apa yang Ibu lakukan saat melihat sesuatu?”
“Apa yang Ibu lakukan saat mendengar suara tersebut?”
“Apakah dengan cara itu suara dan bayangan tersebut hilang?”
“Bagaimana kalau kita belajar cara untuk mencegah suara-suara atau
bayangan agar tidak muncul?”
“Ibu ada empat cara untuk mencegah suara-suara itu muncul.”
“Pertama, dengan menghardik suara tersebut.”
“Kedua, dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain.”
“Ketiga, melakukan kegiatan yang sudah terjadwal.”
“Keempat, minum obat dengan teratur.”
“Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu, yaitu dengan menghardik.”
“Caranya seperti ini:
a) Saat suara-suara itu muncul, langsung Ibu bilang dalam hati, “Pergi
Saya tidak mau dengar … Saya tidak mau dengar. Kamu suara palsu.
Begitu diulang-ulang sampai suara itu tidak terdengar lagi. Coba ibu
peragakan! Nah begitu………….. bagus! Coba lagi! Ya bagus Ibu
sudah bisa.”
b) Saat melihat bayangan itu muncul, langsung Ibu bilang, pergi Saya
tidak mau lihat………………. Saya tidak mau lihat. Kamu palsu.
Begitu diulang-ulang sampai bayangan itu tak terlihat lagi.
c) Coba Ibu peragakan! Nah begitu……….. bagus! Coba lagi! Ya bagus
Ibu sudah bisa.”
3. Terminasi
a. Evaluasi subjektif
“Bagaimana perasaan Ibu dengan obrolan kita tadi? Ibu merasa senang
tidak dengan latihan tadi?”
b. Evaluasi objektif
“Setelah kita ngobrol tadi, panjang lebar, sekarang coba Ibu simpulkan
pembicaraan kita tadi.” “Coba sebutkan cara untuk mencegah suara
dan atau bayangan itu agar tidak muncul lagi.”
c. Rencana tindak lanjut
“Kalau bayangan dan suara-suara itu muncul lagi, silakan Ibu coba
cara tersebut! Bagaimana kalau kita buat jadwal latihannya. Mau jam
berapa saja latihannya?” (Masukkan kegiatan latihan menghardik
halusinasi dalam jadwal kegiatan harian klien, Jika ibu melakukanya
secara mandiri makan ibu menuliskan M, jika ibu melakukannya
dibantu atau diingatkan oleh keluarga atau teman maka ibu buat ibu,
Jika ibu tidak melakukanya maka ibu tulis T. apakah ibu mengerti?)
d. Kontrak yang akan datang
Topik: “Ibu, bagaimana kalau besok kita ngobrol lagi tentang caranya
berbicara dengan orang lain saat bayangan dan suara-suara itu
muncul?”
Waktu: “Kira-kira waktunya kapan ya? Bagaimana kalau besok jam
09.30 WIB, bisa?”
Tempat: “Kira-kira tempat yang enak buat kita ngobrol besok di mana
ya? Sampai jumpa besok. Wassalamualaikum,……………

Anda mungkin juga menyukai