Anda di halaman 1dari 33

Penerapan Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Ny.

N Dengan
Halusinasi Pendengaran

Ryza Tiara
tiaralfaruq@gmail.com

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Skizofrenia merupakan kondisi psikotik yang berpengaruh terhadap area fungsi


individu termasuk berpikir, berkomunikasi, menerima, menafsirkan kenyataan,
merasakan dan menunjukkan emosi serta penyakit kronis yag ditandai dengan
pikiran kacau, delusi, halusinasi, dan perilaku aneh (Pardede, 2019). Gejala
skizofrenia dapat mengalami perubahan semakin membaik atau semakin
memburuk dalam kurun waktu tertentu, hal tersebut berdampak dengan
hubungan pasien dengan diirnya sendiri serta orang yang dekat dengan
penderita (Pardede, Keliat & Wardani, 2015). Skizofrenia merupakan gangguan
mental berat dan kronis yang menyerang 20 juta orang diseluruh dunia
(WHO,2019), sedangkan di Indonesia prevalensi skizofrenia yaitu 1,7 per mil
penduduk atau sekitar 400 ribu orang (Riskesdes,2013), sedangkan hasil
Riskesdes (2018) didapatkan estimasi prevalensi orang yang pernah menderita
skizofrenia di Indonesia sebesar 1,8 per 1000 penduduk.

Menurut Yosep & Sutini (2014) menyatakan bahwa pasien dengan diagnosis
medis skizofrenia sebanyak 20% mengalami halusinasi pendengaran dan
penglihatan secara bersamaan, 70% mengalami halusinasi pendengaran, 20%
mengalami halusinasi penglihatan, dan 10% mengalami halusinasi lainnya.
Halusinasi terjadi karena hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan
rangsangan internal atau pikiran dan rangsangan eksternal atau dunia luar
(Kusumawati & Hartono, 2010).
Faktor-faktor yang mempengaruhi kekambuhan penderita skizofrenia dengan
halusinasi meliputi ekspresi emosi keluarga yang tertinggi, pengetahuan keluarga
yang kurang, ketersediaan pelayanan kesehatan, penghasilan keluarga dan
kepatuhan minum obat pasien skizofrenia (Pardede 2020). Tingginya anggka kasus
klien dengan halusinasi menjadi perhatian bagi tenaga kesehatan. Pada klien yang
mengalami skizofrenia : halusinasi, apabila tidak mendapatkan pengawasan dan
perawatan secara kontinyu akan membahayakan diri sendiri dan orang lain, maka
dari itu peran perawat sangat penting untuk mendukunga pasien, meliputi aspek
promotif,preventif,kuratif, dan rehabilitatif (Farida, 2015).

Halusinasi merupakan gangguan penerimaan panca indra tanpa stimulasi eksternal


seperti halusinasi pendengaran, penglihatan, pengecapan, penciuman, dan perabaan.
Survei awal pada pembuatan askep pada skizofrenia ini dilakukan di desa Kota
Datar Kecamatan Hamparan Perak Medan Deli Serdang dengan jumlah pasien ada
satu orang tetapi yang menjadi subjek didalam pembuatan askep ini berjumlah satu
orang dengan pasien Halusinasi pendengaran atas nama inisial Ny.N. penyebab
Ny.N dijadikan sebagai subjek dikarekan pasien belum dapat mengatasi halusinasi
pendengaran selain dengan minum obat dan menutup telinga nya sendiri.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan masalah yang telah di paparkan pada latar belakang maka rumusan
masalah dalam askep ini yaitu Asuhan keperawatan masalah halusinasi
pendengaran Ny. N di Kota Datar Kecamatan Hamparan Perak.

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Penulis mampu memberikan asuhan keperawatan jiwa pada Ny.N dengan


Halusinasi Pendengan di desa kota datar, kecamatan hamparan perak.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada Ny. N dengan


Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran.
2. Mahasiswa mampu menegakkan diagnosa keperawatan yang ada
pada Ny. N dengan Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi
Pendengaran.
3. Mahasiswa menetapkan perencanaan keperawatan pada Ny. N dengan
Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran.
4. Mahasiswa melakukan implementasi keperawatan pada Ny. N dengan
Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran.
5. Mahasiswa mengevaluasi hasil asuhan keperawatan pada Ny. N
dengan Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran.
6. Mendokumentasikan asuhan keperawatan yang diberikan pada Ny. N
Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran..
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian

Halusinasi dapat didefinisikan sebagai terganggunya persepsi sensori seseorang, di


mana tidak terdapat stimulus. Tipe halusinasi yang paling sering adalah
pendengaran, penglihatan, penciuman, pengecapan (Yosep, 2016). Halusinasi
adalah gejala jiwa berupa respons panca indra, yaitu penglihatan, pendengaran,
penciuman, perabaan, dan pengecapan terhadap sumber yang tidak nyata (Keliat
& Pasaribu, 2016).

Dari beberapa pengertian yang dikemukakan oleh para ahli mengenai halusinasi di
atas, maka penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa halusinasi adalah persepsi
klien yang salah melalui panca indra terhadap lingkungan tanpa ada stimulus atau
rangsangan yang nyata. sedangkan halusinasi pendengaran adalah kondisi di mana
pasien mendengar suara, terutama suara-suara orang yang sedang membicarakan
apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu
(Afnuhazi, 2015)

2.2 Klasifikasi Halusinasi


Jenis Halusinasi Data Subjektif Data Objektif
Halusinasi 1. Mendengar suara 1. Mengarahkan telinga
Pendengaran menyuruh melakukan pada sumber suara.
sesuatu yang berbahaya. 2. Bicara atau tertawa
2. Mendengar suara/bunyi sendiri.
3. Mendengar suara yang 3. Marah-marah tanpa
mengajak bercakap- sebab.
cakap 4. Menutup telinga.
4. Mendengar seseorang 5. Mulut komat-kamit.
yang sudah meninggal. 6. Ada gerakan tangan.
5. Mendengar suara yang
mengancam diri klien
atau orang lain atau suara
lain yang
membahayakan.
Halusinasi 1. Melihat seseorang yang 1. Ketakutan pada objek
Penglihatan sudah meninggal, yang di lihat
melihat mahluk tertentu,
melihat bayangan, hantu
atau sesuatu yang
menakutkan, cahaya.
Monster yang memasuki
perawat.
Halusiasi Penciuman 1. Mencium sesuatu seperti 1. Ekspresi wajah seperti
bau mayat, darah, bayi, mencium sesuatu dengan
faeces, atau bau gerakan cuping hidung,
masakan. mengarahkan hidung
2. Klien sering mengatakan pada tempat tertentu.
mencuim bau sesuatu.
3. Tipe halusinasi ini sering
menyertai klien demensi,
kejang atau penyakit
serebrovaskuler.

Halusinasi Perabaan 1. Klien mengatakan ada 1. Mengusap, mengaruk-


sesuatu yang garuk, meraba-raba
menggerayangi tubuh permukaan kulit.
seperti tangan, binatang 2. Terlihat menggerak-
kecil, mahluk halus. gerakkan badan, seperti
2. Merasakan sesuatu di merasakan sesuatu
permukaan kulit, rabaan.
merasakan sangat panas
atau dingin, merasakan
tersengat aliran listrik.
Halusinasi 1. Klien seperti sedang 1. Seperti mengecap
Pengecapan mrasakan makanan sesuatu. Gerakan
tertentu rasa tertentu atau mengunyah, meludah
mengunyah sesuatu. /muntah.
2.3 Tanda dan gejala
Tanda Gejala Halusinasi ( Keliat ,2019) :
1. Data subyektif
a. Mendengar suara orang bicara tanpa ada orangnya.
b. Melihat benda, orang, atau sinar tanpa ada objeknya.
c. Mencium bau-bauan yang tidak sedap.
d. Merasakan pengecapan yang tidak enak.
e. Merasakan rabaan atau gerakan badan.
f. Sulit tidur.
g. Khawatir.
h. Takut
2. Data obyektif
a. Bicara sendiri
b. Tertawa sendiri
c. Melihat ke satu arah
d. Mengarahkan telinga ke arah tertentu
e. Tidak dapat memfokuskan pikiran
f. Diam sambil menikmati halusinasinya
g. Konsentrasi buruk
h. Disorientasi waktu, tempat, orang, atau situasi
i. Afek datar
j. Curiga
k. Menyendiri, melamun
l. Mondar-mandir
m. Kurang mampu merawat diri

2.4 Etiologi
Menurut Yosep (2016) halusinasi dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut:
2.4.1 Predisposisi
1. Faktor perkembangan
Tugas perkembangan klien yang terganggu misalnya rendahnya kontrol
dan kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak
kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri, dan lebih rentan terhadap stres.
2. Faktor sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima oleh lingkungannya sejak bayi
(unwanted child) akan merasa disingkirkan, kesepian dan tidak percaya
pada lingkungannya
3. Faktor biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap gangguan jiwa. Adanya stres yang
berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh akan dihasilkan suatu
zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia seperti Buffofenon dan
Dimetrytranferase (DMP). Akibat stres berkepanjangan menyebabkan
teraktifasinya neurotransmitter otak. Misalnya terjadi tidak keseimbangan
acetylcholin dan dopamin.
4. Faktor psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus
pada penggunaan zat adiktif, hal ini berpengaruh pada ketidakmampuan
klien dalam mengambil keputusan yang tepat demi masa depannya, klien
lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam
khayal.
5. Faktor genetik dan pola asuh
Penelitian menunjukkan bahwa klien sehat yang diasuh oleh orang
tua/keluarga skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia. Hasil studi
menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat
berpengaruh pada penyakit ini.

2.4.2 Presipitasi
1. Dimensi fisik
Halusinasi dapat timbul oleh kondisi fisik seperti kelelahan yang luar
biasa, penyalahgunaan obat, demam, kesulitan tidur.
2. Dimensi emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas masalah yang tidak dapat di atasi
merupakan penyebab halusinasi berupa perintah memaksa dan
menakutkan.
3. Dimensi intelektual
Halusinasi merupakan usaha dari ego untuk melawan impuls yang
menekan merupakan suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan yang
dapat mengambil seluruh perhatian klien
4. Dimensi sosial
Klien mengalami interaksi sosial menganggap hidup bersosialisasi di
alam nyata sangat membahyakan. Klien asik dengan halusinasinya seolah
merupakan tempat memenuhi kebutuhan dan interaksi sosial, kontrol diri
dan harga diri yang tidak didapatkan di dunia nyata.
5. Dimensi spiritual
Secara spiritual halusinasi mulai dengan kehampaan hidup, rutinitas tidak
bermakna, hilangnya aktifitas ibadah dan jarang berupaya secara spiritual
untuk mensucikan diri.

2.5 Jenis-jenis
Menurut Keliat & Pasaribu (2016) Jenis-jenis halusinasi terdiridari:

a. Halusinasi pendengaran
Mendengar kegaduhan atau suara, paling sering dalam bentuk suara. Suara
yang berkisar dari kegaduhan atau suara sederhana, suara berbicara tentang
klien, menyelesaikan pecakapan antara dua orang atau lebih tentang orang
yang berhalusinasi, pikiran mendengar di mana klien mendengar suara-suara
yang berbicara pada klien dan perintah yang memberitahu klien untuk
melakukan sesuatu, kadang- kadang berbahaya

b. Halusinasi penciuman
Mencium tidak enak, busuk, dan tengik seperti darah, urin, feses, kadang-
kadang bau menyenangkan. Halusinasi penciuman biasanya berhubungan
dengan stroke, tumor, kejang, dan dimensia.

c. Halusinasi penglihatan
Rangsangan visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geometris, tokoh
kartun, atau adegan bayangan rumit dan kompleks. Bayangan dapat
menyenangkan atau menakutkan seperti melihat monster.

d. Halusinasi perabaan
Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas. Merasa
sensasi listrik datang dari tanah, benda mati, atau oranglain.

2.6 Patofisiologi

Menurut Yusuf, Fitryasari, & Nihayati (2015) halusinasi berkembang melalui


empat fase, yaitu:
a. Fase comforting (halusinasi menyenangkan, cemas ringan)
Klien yang berhalusinasi mengalami emosi yang intense seperti cemas,
kesepian, rasa bersalah, dan takut mencoba untuk berfokus pada pikiran yang
menyenangkan untuk menghilangkan kecemasan. Perilaku klien yang dapat
diobservasi: tersenyum lebar, menyeringai tetapi tampak tepat, menggerakkan
bibir tanpa membuat suara, pengerakan mata yang cepat, respon verbal yang
lambat, diam dan tampak asyik.
b. Fase comdemning (halusinasi menjijikan, cemas sedang)

Pengalaman sensori menjijikan dan menakutkan. Klien yang berhalusinasi


mulai merasa kehilangan kontrol dan mungkin berusaha menjauhkan diri,
serta merasa malu dengan adanya pengalaman sensori tersebut dan menarik
diri dari orang lain. Perilaku klien yang dapat diobservasi: ditandai dengan
peningkatan kerjasistem saraf autonomik yang menunjukkan kecemasan
misalnya terdapat peningkatan nadi, pernafasan dan tekanan darah.

c. Fase controlling (pengalaman sensori berkuasa, cemas berat)


Klien yang berhalusinasi menyerah untuk mencoba melawan pengalaman
halusinasinya. Isi halusinasinya bisa menjadi menarik atau memikat.
Perilaku klien yang dapat diobservasi: arahan yang diberikan halusinasi tidak
hanya dijadikan objek saja oleh klien tetapi mungkin akan diikuti atau
dituruti, klien mengalami kesulitan berhubungan dengan orang lain, rentang
perhatian hanya dalam beberapa detik atau menit, tampak tanda kecemasan
berat seperti berkeringat, tremor, tidak mampu mengikuti perintah.
d. Fase conquering (melebur dalam pengaruh halusinasi,
Panik Pengalaman sensori bisa mengancam jika klien tidak mengikuti
perintah dari halusinasi. Perilaku klien yang dapat diobservasi :perilaku klien
tampak seperti dihantui teror dan panik, potensi kuat untuk bunuh diri dan
membunuh oranglain, aktifitas fisik yang digambarkan klien menunjukkan
isi dari halusinasi misalnya klien melakukan kekerasan, klien tidak dapat
berespon pada arahan kompleks, klien tidak dapat berespon pada lebih dari
satu orang.
e. Fase comdemning (halusinasi menjijikan, cemas sedang)

Pengalaman sensori menjijikan dan menakutkan. Klien yang


berhalusinasi mulai merasa kehilangan kontrol dan mungkin berusaha
menjauhkan diri, serta merasa malu dengan adanya pengalaman
sensori tersebut dan menarik diri dari orang lain. Perilaku klien yang
dapat diobservasi: ditandai dengan peningkatan kerjasistem saraf
autonomik yang menunjukkan kecemasan misalnya terdapat
peningkatan nadi, pernafasan dan tekanan darah.

f. Fase controlling (pengalaman sensori berkuasa, cemas berat)


Klien yang berhalusinasi menyerah untuk mencoba melawan
pengalaman halusinasinya. Isi halusinasinya bisa menjadi menarik
atau memikat. Perilaku klien yang dapat diobservasi: arahan yang
diberikan halusinasi tidak hanya dijadikan objek saja oleh klien
tetapi mungkin akan diikuti atau dituruti, klien mengalami kesulitan
berhubungan dengan orang lain, rentang perhatian hanya dalam
beberapa detik atau menit, tampak tanda kecemasan berat seperti
berkeringat, tremor, tidak mampu mengikuti perintah.
g. Fase conquering (melebur dalam pengaruh halusinasi,
Panik Pengalaman sensori bisa mengancam jika klien tidak mengikuti
perintah dari halusinasi. Perilaku klien yang dapat diobservasi :
perilaku klien tampak seperti dihantui teror dan panik, potensi kuat
untuk bunuh diri dan membunuh oranglain, aktifitas fisik yang
digambarkan klien menunjukkan isi dari halusinasi misalnya klien
melakukan kekerasan, klien tidak dapat berespon pada arahan
kompleks, klien tidak dapat berespon pada lebih dari satu orang.

2.7 Penatalaksanaan Medis

Menurut Satrio (2015) penatalaksanaan klien dengan skizofrenia yang


mengalami halusinasi yaitu dengan pemberian obat-obatan
psikofarmakologis, yaitu obat yang lazim digunakan pada gejala
halusinasi pendengaran yang merupakan gejala psikotik :

10
1. Anti psikotik
a. Chlorpromazine (Promactile, Largactile)
b. Haloperidol (Haldol, Serenace, Lodomer)
c. Stelazine
d. Clozapine
e. Risperidone (Risperidal
2. Anti parkinson
1. Trihexypenidile
2. Arthan

2.8 Konsep Dasar Keperawatan Halusinasi


2.8.1 Pengkajian
. Pengkajian Pengkajian adalah proses untuk tahap awal dan dasar utama
dari proes keperawatan terdiri drai pengumpulan data dan perumusan
kebutuhan atau masalah klien. Data yang dikumpulkan melalui data
biologis, psikologis, sosial dan spiritual. Pengelompokkan data
pengkajian kesehatan jiwa, dapat berupa faktor presipitasi, penilaian
terhadap stressor, sumber koping, dan kemampuan yang dimiliki
(Afnuhazi, 2015)
2.8.2 Diagnosa Keperawatan

Ada beberapa diagnosa keperawatan yang sering ditemukan pada


klien dengan halusinasi menurut Damaiyanti (2014) yaitu:
a. Gangguan sensori persepsi halusinasi
b. Isolasi Sosial
c. Resiko tinggi perilaku kekerasan (diri sendiri, orang lain,
lingkungan dan verbal).

2.8.3 Intervensi menurut keperawatan yang dilakukan (Afnuhazi, 2015) :


Membantu klien mengenali halusinasi dapat melakukan dengan cara
berdiskusi dengan klien tentang isi halusinasi (apa yang didengar
atau dilihat), waktu terjadinya halusinasi, frekuensi terjadinya
halusinasi, situasi yang menyebabkan halusinasi muncul dan respon
pasien saat halusinasi muncul. Melatih klien mengontrol halusinasi :

11
Menghardik halusinasi, mengontrol halusinasi minum obat secara
teratur, bercakap-cakap dengan orang lain, melakukan aktivitas
yang terjadwal.

2.8.4 Implementasi Keperawatan


a. Bina hubungan saling percaya (BHSP)
b. Identifikasi, waktu, frekuensi, situasi, respon klien terhadap
halusinasi
c. Melatih klien mengontrol halusinasi dengan cara menghardik
d. Melatih klien mengontrol halusinasi dengan cara patuh minum
obat
e. Melatih klien dengan cara bercakap-cakap
f. Melatih klien mengontrol halusinasi dengan cara melaksanakan
kegiatan terjadwal .

2.8.5 Evaluasi Keperawatan


Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari
tindakan keperawatan pada klien, evaluasi dilakukan sesuai dengan
tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Evaluasi dapat dibagi
dua yaitu evaluasi proses dan evaluasi formatif, dilakukan setiap
selesai melaksanakan tindakan keperawatan evaluasi atau sumatif
dilakukan dengan membandingkan respon klien pada tujuan yang
telah ditentukan. (Afnuhazi, 2015)

12
BAB 3
TINJAUAN KASUS

3.1 Identitas Klien


Inisial : Ny.N
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 38 Tahun
Agama : Islam
Status : Cerai Hidup (Janda)
Tanggal pengkajian : 15 Februari 2021
RM No : -
Informent : Status klien dan komunikasi dengan klien.

3.2 Riwayat
Klien pernah masuk rumah sakit dan dibawa ke Poli Jiwa karna pasien
sering berbicara sendiri dan Alasan klien datang ke RSJ klien sering
berbicara sendiri, mendengar atau melihat sesuatu, suka berjalan tanpa
tujuan, membanting peralatan dirumah, menarik diri. tetapi klien hanya
bertahan selama seminggu di rumah sakit lalu di pulangkan dengan alasan
keluarga tidak memiliki biaya yg cukup untuk melanjutkan perawatan di
Poli Jiwa.
Masalah Keperawatan: Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi
Pendengaran

3.3 Faktor Predisposisi


Klien sebelumnya pernah mengalami gangguan jiwa ± 23 tahun yang lalu
dan keluarga percaya bahwasa pasien tersebut adalah penyakit yang diguna-
guna oleh orang yang tidak suka dengan pasien tersebut, sehingga keluarga
tidak membawa kerumah sakit hanya dengan pengobatan orang pintar
(dukun). dan Ny. N pernah memiliki suami dan keluarga tetapi sudah
bercerai Ternyata semenjak bercerai juga Ny. N semakin parah dan sukak
bicara sendiri dan marah- marah dengan keluarga.

13
3.4 Fisik
Klien tidak memiliki keluhan fisik, saat dilakukan pemeriksaan tanda-tanda
vital, didapatkan hasil TD : 120/80 mmHg ; N : 80x/i ; S : 35oC ; P : 20x/i.
Klien memiliki tinggi badan 128 cm dan berat badan 45 Kg.

3.5 Psikososial
3.5.1 Genogram

1.

Penjelasan :
Klien tinggal sendiri dirumah, karnara kedua anaknya sudah menikah, tetapi
kedua anaknya sering menjengguk Ny.N karna jarak rumah dari anak Ny.N
tidak jauh dengan rumanya.
: Laki-laki

: Perempuan
: Klien

: Tinggal Sendiri

: Meninggal

3.5.2 Konsep diri


a. Gambaran diri : Tidak ada kecacatan
b. Identitas : klien anak 1 dari 2 bersaudara, dan Klien
hanya tamatan SMA.

14
c. Peran : Klien berperan sebagai janda, dan tinggal
dengan adek dan adek iparnya.
d. Ideal diri : Klien merasa malu karena merepotkan
adik- adiknya hanya bisa menyusahkan
keluarganya
e. Harga diri : Klien merasa tidak nyaman, dan kurang
percaya diri untuk berkumpul dengan
keluarga, karna dia merasa dirinya hanya
menyusahkan keluarga.
Masalah Keperawatan: Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah

3.5.3 Hubungan sosial


Klien mengganggap bahwa keluarganya adalah orang yang sangat
berart idalam hidupnya, dan klien hanya berkomunikasi dengan
keluarga terdekat yang ada dilingkungan rumah, karna klien tidak
diijinkan oleh adeknya untuk keluar rumah tanpa mereka.
Masalah keperawatan : Isolasi Sosial dan Harga Diri Rendah

3.5.4 Spiritual
a. Nilai dan Keyakinan : Klien beragama islam dan yakin
dengan
agamanya.
b. Kegiatan Ibadah : Sholat 5 waktu
3.5.5 Status Mental
1. Penampilan
Penjelasan : Klien berpenampilan bersih, dan rapi .
2. Pembicaraan
Penjelasan : Klien masih dapat menjawab pertanyaan
perawat dengan lambat namun dapat
dipahami.
3. Aktivitas Motorik
Penjelasan : Klien terlihat tenang.

15
4. Suasana perasaan
Penjelasan : Klien sering merasa cemas,karna sering
mendengar bisikan dari telingga kiri dan
kanan.
Masalah keperawatan : Gangguan Persepsi Sensori:
Halusinasi Pendengaran
5. Afek
Penjelasan : Afek klien labil, mudah emosi, mudah
marah.
Masalah keperawatan: Risiko perilaku kekerasan
6. Interaksi selama wawancara
Penjelasan : Klien kooperatif, ada kontak mata, tapi
pandangan terlihat kosong pada lawan bicara,
dan klien terlihat tenang dan mengikuti
instruksi.
7. Persepsi
Penjelasan : Sering mendengar suara-suara disiang hari
sedang sendiri dan istirahat.
Masalah keperawatan : Gangguan Persepsi : Halusinasi
Pendengaran
8. Proses Pikir
Penjelasan : Klien mampu menjawab apa yang ditanya
dengan baik.
9. Isi pikir
Penjelasan : Klien kadang mengatakan bahwa dirinya yang
berhak mengatur keadaan di dalam rumah
dan klien sering marah pada keluarga dan
ketika marah klien mau berteriak dan
melemparkan pakaian pakaian yg ada di
sekitarnya.
Masalah Keperawatan : Resiko Prilaku Kekerasan

16
10. Tingkat kesadaran
Penjelasan : Klien tidak mengalami gangguan orientasi, klien
mengenali waktu, orang dan tempat.
11. Memori
Penjelasan : Klien mampu menceritakan kejadian di masa lalu
dan yang baru terjadi,dan mampu mengulang pertemuan yang
dilakukan therapy.
12. Tingkat konsentrasi berhitung
Penjelasan : Klien mampu berkonsentrasi dalam perhitungan
sederhana tanpa bantuan orang lain.
13. Kemampuan penilaian
Penjelasan : Klien dapat membedakan hal yang baik dan yang
buruk.
14. Daya tilik diri
Penjelasan : Klien mengetahui bahwa dia sering marah,dan
sering mendengar suara’”

3.6 Mekanisme Koping


Klien mengalami mekanisme koping adaptif yaitu klien dapat berbicara baik
dengan orang lain dan berkooperatif
3.7 Masalah Psikososial dan Lingkungan
Klien mengatakan jarang mengikuti kegiatan di lingkungan rumah karna
tidak diijinkan oleh adeknya, klien hanya mengikuti acara ketika ada
dirumah seperti pengajian dirumah.
3.8 Pengetahuan Kurang Tentang Gangguan Jiwa
Klien tidak mengetahui tentang gangguan jiwa yang di alaminya dan obat
yang dikonsumsinya.

17
3.9 Analisis Data

No Data Masalah Keperawatan

1 Gangguan Persepsi
subjektif : Sensori: Halusinasi
klien mengatakan ketika Pendengaran
siang hari sering mendengar
suara’ bising yang membuat
dia takut, cemas dan emosi
ketika mendengar suara
bisikan dari kiri dan kanan
telinganya. Dan keluarga
mengatakan klien sering
berbicara sendiri.

objektif :
klien tanpak kelihatan cemas
dan ketakutan, dan terkadang
menutup telinganya dan
banyak suara yg didengarnya
yg selalu mengganggu nya
2 Gangguan Konsep Diri :
subjektif : Harga Diri Rendah
klien merasa tidak percaya
diri, dan klien merasa malu
dan merasa dirinya tidak ada
gunanya bisanya hanya
menyusahkan keluarga saja

objektif :
klien terlihat malu dan
tampak malu
3 Resiko Perilaku
subjektif : Kekerasan
keluarga klien mengatakan
klien sering marah-marah dan
jika marah pasien mengamuk
dan mengangkat tempat tidur
klien tersebut.
objektif :
Pandangan klien terlihat
kosong dan pandangan sinis
Subjektif : Isolasi Sosial
Klien merasa sulit untuk
memulai pembicaraan kepada
orang lain

18
Objektif :
Klien tampak menyendiri,
dan berbicara lambat dan
suka menghindar

3.10 Masalah Keperawatan

a. Gangguan persepsi : Halusinasi Pendengaran


b. Isolasi Sosial
c. Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah
d. Risiko Perilaku Kekerasan
3.11 Pohon Masalah

Resiko Perilaku Kekerasan

Gangguan Persepsi : Halusinasi Pendengaran

Isolasi Sosial

Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah

19
3.12 Intervensi Keperawatan

Diagnosa Tujuan Kriteria Hasil Intervensi


Keperawatan
gangguan Klien klien mampu a. Membina hubungan
persepsi ; dapat mempercayai saling percaya
Halusinasi membina perawat, dan klien dengan cara
Pendengaran hubungan bisa menerima (menjelaskan
saling semua apa yang maksud dan
percaya telah diajarkan dan tujuan interaksi,
diberikan jelaskan tentang
masukkan kepada kontrak yang akan
klien dibuat, beri rasa
aman dan sikap
empati)
.b. Diskusikan bersama
klien
tentang halusinasi
yang didengarkan
(penyebab, tanda
dan gejala, perilaku
yang muncul dan
akibat dari perilaku
tersebut).

klien Klien mampu Sp 1


mampu mengidentifikasi a. Mengidentifikasi isi,
mengontro kan halusinasi, frekuensi,waktu
l dank lien mampu terjadi, situasi,
Halusinasi melakukan pencetus, perasaan
mengontrol dan respon
halusinasi halusinasi
dengan b. Mengontrol
menghardik halusinasi dengan
menghardik
klien Klien mampu Sp 2 :
mmapu mengendalikan Mengontrol Halusinasi
mengont halusinasi dengan dengan minum obat
rol minum obat secara teratur
halusina
si
klien klien mampu da SP 3 :
mampu dapat mengontrol Mengontrol halusinasi
mengontro halusisasi dengan dengan bercakap-cakap
l berbicara dengan dengan orang lain.
halusinasi kluarga dna orang
dank lien lain

20
mampu
bersosialis
asi dengan
orang lain
dan
keluarga
klien klien mampu SP 4 :
mampu melaukan Mengontrol halusinasi
mengontro kegiatan dan dengan melakukan
l mengontrol legiatan terjadwal.
halusinasi halusinasi
harga diri Sp 1 : Mengidentifikasi
rendah kemampuan dan aspek
positif yang dimiliki
pasien
Sp 2 :
a. menilai
kemampuan yang
dapat digunakan
b. Mendapatkan atau
memiliki kegiatan
sesuai
kemampuan
Sp 3 : Melatih kegiatan
sesuai kemampuan yang
dipilih
Sp 4 : Melatih kegiatan
sesuai kemampuan yang
dipilih.

Resiko Perilaku Sp 1 : mengontrol


Kekerasan perilaku kekerasan
dengan cara
a. Latihan fisik :
Tarik Nafas dalam
b. Latihan fisik :
pukul bantal
Sp 2 : mengontrol
perilaku kekerasan
dengan cara minum obat
secara teratur
Sp 3 : komunikasi verbal
: asektif (berbicara
dengan bak).
Sp 4 : Spritual

21
3.14 ASUHAN KEPERAWATAN

Hari/tgl Implementasi Evaluasi


selasa 1. Data : S : klien mengatakan lebih tenang dna
/17-2- Tanda dan gejala : pasien tidak takut
2021 tanpat ketakutan dan O:
merasa cemas dengan - Klien mampu melakukan
suara yang tindakan menghardik
didengarnya. - Klien tampak tenang
Kemampuan : meminum - Klien mau minum obat secara
air putih ketika merasa teratur
cemas ketika suara A : Halusinasi Pendegaran (+)
bisikan itu datang
2. Diagnosa Keperawatan P : Latihan mengontrol halusinasi
gangguan persepsi sensori dengan cara menghardik 3x
: Halusinasi sehari
pendengaran
3. Tindakan keperawatan:
Sp 1 :
- Mengidentifikasi isi,
frekuensi waktu
terjadi, situasi,
pencetus, perasaan dan
respon halusinasi
- Suara yang dating
dibisikan pasien
membuat klien takut
dan cemas, dan suara
itu dating siang hari
ketika klien sedang
sendiri dan
beristirahata dank lien
selalu minum air putih

22
untuk mengatasi
cemasnya
- Menyebutkan cara
mengontrol halusinasi
dengan Menghardik.
Sp2 :
Mengontrol halusinasi
dengan minum obat secara
teratur
4. RTL:
Sp3 :
 Mengontrol
halusinasi dengan
bercakap-cakap
dengan ornag lain
Sp 4 :
 Mengontrol
halusinasi dengan
melakukan
kegiatan terjadwal

Kamis 1. Data : S : klien mengatakan senang bisa


19/2/202 Tanda dan gejala : pasien melakukan kegiatan tersebut
1 tanpat ketakutan dan O:
merasa cemas dengan - Klien mampu melakukan
suara yang kegiatan tersebut
didengarnya.
Kemampuan : meminum A : halusinasi pendengaran (+)
air putih ketika merasa
cemas ketika suara P:- Bercakap cakap dengan orang lain,(sesering m
bisikan itu datang - Melakukan kegiatan terjadwal
2. Diagnosa Keperawatan melipat pakaian( pagi , siang, )

23
gangguan persepsi sensori
: Halusnasi
pendengaran
3. Tindakan keperawatan:
Sp 3 : Mengontrol
halusinasi dengan
becakap-cakap dengan
orang lain.
menyarankan klien untuk
bercakap cakap dengan
keuarga, dan
memberitahukan kepada
keluarga harus mampu
memndampingi dna
menemani pasien dalam
berbicara
Sp 4 : mengontrol
halusinasi dengan
melakukan kegiatan
terjadwal
klien dirumah memiliki
kegiatan terjadwal yaitu
mmebersihkan rumah dan
menyuci piring setiap
harinya.

4.RTL:
 Evaluasi
kemampuan pasien
dalam memahami
tindakan Sp1 sd Sp
4

24
sabtu 1. mengevaluasi S : klien mengatakan merasan baik,
20/2/202 kemampuan klien dan tidak cemas setelah melakukan
1 dalam mengontrol kegiatan beberapa hari ini
halusinasi dengan O:
cara menghardik - Klien mampu melakukan
2. mengevaluasi klien kegiatan menghardik
menontrol A : Halisinasi pendengaran
halusinasi
bercakap-cakap P:
dengan orang lain - Klien melakukan kegiatan
3. mengontrol setiap hari dan siang hari
halusinasi dengan
melakukan
kegiatan terjadwal

25
BAB 4
PEMBAHASAN

Setelah penulis melaksanakan asuhan keperawatan kepada Ny.N dengan


Halusinasi Pendengaran di Desa Kota Datar Kec. Hamparan Perak Deli Serdang
maka penulis pada BAB ini akan membahasan kesenjangan antara teoritis dengan
tinjauan kasus.
Pembahasan dimulai melalui tahapan proses keperawatan yaitu pengkajian,
diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

4.1 Tahap Pengkajian


Selama pengkajian dilakukan pengumpulan data dari beberapa sumber,
yaitu dari pasien dan tetangga sekitar. Maka penulis melakukan pendekatan
kepada pasien melalui komunikasi teraupetik yang lebih terbuka membantu
klien untuk memecahkan perasaannya dan juga melakukan observasi kepada
pasien. Adapun upaya tersebut yaitu:

a. Melakukan pendekatan dan membina hubungan saling percaya diri pada


klien agar klien lebih terbuka dan lebih percaya dengan menggunakan
perasaan.
b. Mengadakan pengkajian klien dengan wawancara Dalam pengkajian
ini, penulis tidak menemukan kesenjangan karena ditemukan hal sama
seperti: diteori: Halusinasi adalah suatu gejala gangguan jiwa pada
individu yang ditandai dengan perubahan sensori persepsi; merasakan
sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan dan
penghiduan. Pasien merasakan stimulus yang sebenarnya tidak ada.
Perawat harus jeli dalam melakukan pengkajian untuk menggali
penyebab perilaku dilakukan selama dirumah.

4.2 Tahap perencanaan


Perencanaan dalam proses keperawatan lebih dikenal dengan rencana
asuhan keperawatan yang merupakan tahap selanjutnya setelah pangkajian
dan penentuan diagnosa keperawatan. Pada tahap perencanaan penulis
hanya menyusun rencana tindakan keperawatan sesuai dengan pohon
masalah keperawatan yaitu : Halusinasi Pendengaran. Pada tahap ini antara

26
tinjauan teoritis dan tinjaun kasus tidak ada kesenjangan sehingga penulis
dapat melaksanakan tindakan seoptimal mungkin dan didukung dengan
seringnya bimbingan dengan pembimbing.

Secara teoritis digunakan cara strategi pertemuan sesuai dengan diagnosa


keperawatan yang muncul saat pengkajian. Adapun upaya yang dilakukan
penulis yaitu :

1. Halusinasi Pendengaran
a. Mengidentifikasi isi, frekuensi, waktu terjadi, situasi pencetus,
perasaan dan respon halusinasi
b. Mengontrol halusinasi dengan Mneghardik
c. Mengoontrol halusinasi dengan minum obat secara teratur
d. Mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap dengan orang lain
e. Mengontrol halusinasi dengan kegiatan terjadwal

4.3 Tahap Implementasi


Pada tahap implementasi, penulis hanya mengatasi 1 masalah keperawatan
yakni: diagnosa keperawatan Halusinasi Pendengaran di karenakan masalah
utama yang dialami klien. Pada diagnosa keperawatan Halusinasi
Pendengaran strategi pertemuan yaitu mengidentifikasi isi, frekuensi, waktu
terjadi, situasi pencetus, perasaan dan respon halusinasi, Mengontrol
halusinasi dengan Menghardik Strategi pertemuan yang kedua yaitu
mengontrol halusinasi dengan minum obat secara teratur strategi pertemuan
ketiga yaitu mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap dengan lain
strategi pertemuan ke empat yaitu mengontrol halusinasi dengan melakukan
kegiatan terjadwal (Afnuhazi, 2015)

4.4 Tahap Evaluasi


Pada tinjauan teoritis evaluasi yang diharapkan adalah :

1. Pasien mempercayai perawat sebagai terapis


2. Dapat mengidentifikasi dan mengontrol Halusinasi
3. Dapat mengendalikan Halusinasi dengan menghardik
4. Dapat mengendalikan Halusinasi dengan cara minum obat secara teratur

27
5. Dapat mengendalikan Halusinasi dengan bercakap-cakap dengan orang
lain.
6. Dapat mengendalikan Halusinasi dengan melakukan kegiatan terjadwal.

Pada tinjauan kasus evaluasi yang dihasilkan adalah :

1. Klien sudah dapat mengontrol dan mengidentifikasi Halusinasi


2. Klien dapat mengendalikan halusinasi dengan Menghardik
3. Klien dapat mengendalikan Halusinasi dengan cara minum obat secara
teratur
4. Klien dapat mengendalikan halusinasi dengan bercakap-cakap dengan
orang lain
5. Klien dapat mengendalikan halusinasi dengan melakukan kegiatan
terjadwal

28
BAB 5
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Setelah menguraikan tentang proses keperawatan pada Ny.N penulis
melanjutkan asuhan keperawatan pada klien dengan Halusinasi di Desa
Kotadatar Kec.Hamparan Perak Deli Serdang Maka penulis mengambil
kesimpulan untuk meningkatkan mutu asuhan keperawatan yang telah ada:

1. Dalam melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan kasus


Halusinasi dilakukan meliputi aspek psikososial, spiritual dan melibatkan
keluarga didalamnya.
2. Dalam melakukan asuhan keperawatan maka antar perawat dan klien
harus membina hubungan saling percaya.
3. Bagi mahasiswa/mahasiswi agar lebih memperdalam ilmu pengetahuan
khususnya tentang keperawatan jiwa.
4. Bagi klien agar dapat berkomunikasi dan berinteraksi dengan baik serta
klien mengikuti pengobatan secara optimal sampai berhasil agar tidak
terulang kembali.
5. Peran serta keluarga sangat penting dalam penyembuhan klien karena
dengan dukungan keluarga penyembuhan klien dapat tercapai sesuai
dengan yang diharapkan.

5.2 Saran

Diharapkan pada keluarga agar selalu memberikan dukungan kepada klien


karena dukungan dapat memberikan efek yang lebih baik terhadap psikis
dan kesehatan pasien.

29
DAFTAR PUSTAKA

Anggraini, T & Maula, (2021). Asuhan Keperawatan Jiwa Pada An S Dengan


Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi Pendengaran. Karya Tulis
Ilmiah, Universitas Kusuma Husada Surakarta.
http://eprints.ukh.ac.id/id/eprint/1510/1/
Agustina, M. (2017). Penelitian Tentang Pasien Halusinasi. Dipetik Maret 30,
2020. Dari website Jurnal Ilmiah Ilmu Keperawatan Indonesia:
http://journals.stikim.ac.id/index.php/jiiki/article/view/328
Cressela, U. (2020). Asuhan Keperawatan Jiwa Dengan Gangguan Sensori
Persepsi: Halusinasi Pendengaran Pada Kasus Skizofrenia Terhadap
Ny. R Di Ruang Melati Rs Jiwa Daerah Provinsi Lampung (Doctoral
dissertation, Poltekkes Tanjungkarang). http://repository.poltekkes-
tjk.ac.id/id/eprint/1988
Dalami. (2010). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Jiwa.
Diakses Maret 30, 2020. Dari website:
http://repository.poltekkes- tjk.ac.id/1021/5/BAB%20II.pdf
Farida, Y. (2012). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Diakses April 03, 2020. Dari
website: http://repository.poltekkes-tjk.ac.id/949/5/Bab%20II.pdf
Keliat, Budi dkk. (2019). Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Mardiah, H., Jatimi, A., Heru, M. J. A., Munir, Z., & Rahman, H. F. (2020).
Pengurangan Stigma Publik Terhadap Peningkatan Quality of Life
(QoL) Pasien Skizofrenia. Jurnal Penelitian Kesehatan" SUARA
FORIKES"(Journal of Health Research" Forikes Voice"), 11, 23-26.
http://dx.doi.org/10.33846/sf11nk404
Pardede, J. A., & Hasibuan, E. K. (2020). Lamanya Perawatan Pasien Skizofrenia
Rawat Jalan Dengan Tingkat Stres Keluarga. Indonesian Trust Health
Journal, 3(1), 283-288. https://doi.org/10.37104/ithj.v3i1.49
Pardede, J. A. (2020). Ekspresi Emosi Keluarga Yang Merawat Pasien
Skizofrenia. Jurnal Ilmiah Keperawatan Imelda, 6(2), 117-122.
https://doi.org/10.2411/jikeperawatan.v6i2.403
Pardede, J. A. (2019). The Effects Acceptance and Aommitment Therapy and
Health Education Adherence to Symptoms, Ability to Accept and
Commit to Treatment and Compliance in Hallucinations Clients
Mental Hospital of Medan, North Sumatra. J Psychol Psychiatry
Stud, 1, 30-35
Pardede, J. A., Keliat, B. A., & Yulia, I. (2015). Kepatuhan dan Komitmen Klien
Skizofrenia Meningkat Setelah Diberikan Acceptance And
Commitment Therapy dan Pendidikan Kesehatan Kepatuhan Minum
Obat. Jurnal Keperawatan Indonesia, 18(3), 157-166.
https://doi.org/10.7454/jki.v18i3.419
Riskesdas. (2013). Hasil Riskesdas 2013. Diakses Maret 30, 2020. Dari website:
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia:
http://kesga.kemkes.go.id/images/pedoman/Data%20Riskesdas%202
013.p df

30
Riskesdas. (2018). Hasil Riskesdas 2018. Diakses Maret 30, 2020. Dari
website: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia:
https://www.kemkes.go.id/resources/download/info-terkini/hasil-
riskesdas-2018.pdf
Rumah Sakit Jiwa Provinsi Lampung. (2018). Data Kunjungan Pasien Rumah
Sakit Jiwa Provinsi Lampung. Diakses April 03, 2020. Dari
website jurnal: https://ejurnal.poltekkes-
tjk.ac.id/index.php/JKM/article/download/1732/992
Suliswati. (2005). Dampak Halusinasi Terhadap Kebutuhan Dasar
Manusia.Diakses Maret 23,2020. Dari website:
http://cdn.stikesmucis.ac.id/13DP277035.pdf
Yosep I. (2011). Keperawatan Jiwa (Edisi Revisi). Bandung: Refika Aditama
http://repository.um-surabaya.ac.id/id/eprint/3356
Yusuf, Fitryasari, & Nihayati. (2015). Buku Ajar Keperawatan K e se hat a n
Jiwa.

31
LAMPIRAN DOKUMENTASI

32
33

Anda mungkin juga menyukai